Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

EUTHANASIA

Kelompok 1 :

Afwan Daniel ( 2114201001)

Defriansyah Syafiq Pakpahan ( 2114201006 )

Fitria Cerin ( 2114201010 )

Lidia Wati ( 2114201012 )

Mayang Sari ( 2114201034 )

Monalisa Sianturi ( 2114201035P )

Nur Chaliza Eka Ramadani ( 2114201015)

Nurcahaya Ramadina ( 2114201016)

Sibolo Waruwu ( 2114201028 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKes )

FLORA MEDAN

2023/2024
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telahmelimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini gunamemenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah etika keperawatan, dengan
judul : penerapankasus etika keperawatan “euthanasia”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyakpihak yang telah memberikan doa,dukungan, kritik dan saran. Serta ucapan terima
kasih kepadadosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya
sehingga makalah inidapat terselesaikan.Namun, tidak lepas dari semua itu, kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyakkekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya
maupun segi lainnya.

Oleh karena itu, kamisangat terbuka untuk kritik, saran dan masukan dari pembaca
demi perbaikan untuk makalah ini. Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi kita semua danmenjadi ilmu yang baru untuk semua pembaca. Sebelum
dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih

Medan, 30 Maret 2023

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................................5
2.1 Euthanasia...................................................................................................................................5
2.2 Macam-macam Euthanasia..........................................................................................................6
2.3 Etika Keperawatan Pada Euthanasia............................................................................................8
2.4 Etika Keperawatan Pada Euthanasia............................................................................................8
2.5 Syarat-Syarat Dilakukan Euthanasia.............................................................................................9
BAB 3 TINJAUAN KASUS.......................................................................................................................10
BAB 4 PEMBAHASAN KASUS................................................................................................................13
4.1 EUTHANASIA DARI SEGI AGAMA...............................................................................................13
4.2 EUTHANASIA DARI SEGI HUKUM NEGARA.................................................................................14
4.3 EUTHANASIA SAMA DENGAN ABORSI.......................................................................................15
BAB 5 PENUTUP...................................................................................................................................19
5.1 KESIMPULAN..............................................................................................................................19
5.2 SARAN........................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................20
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja untuk
menghilangkan penderitaannya. Prosedur ini sendiri masih menimbulkan pro dan kontra di
berbagai negara.
Euthanasia dapat dilakukan pada kasus tertentu, misalnya pada penderita penyakit
mematikan yang tidak dapat disembuhkan atau pada pasien yang merasa
kesakitan dan
kondisi medisnya tidak bisa lagi diobati. Permintaan untuk euthanasia bisa dilakukan oleh
pasien sendiri atau keluarga pasien.
Euthanasia adalah prosedur yang secara etis tergolong rumit dan kompleks. Di satu
sisi, tindakan ini mengakhiri penderitaan pasien. Namun, di sisi lain, juga mengakibatkan
berakhirnya nyawa pasien.
Selain kode etik kedokteran, ada banyak aspek yang dipertimbangkan dalam euthanasia,
mulai dari kondisi kejiwaan atau psikologi pasien, keyakinan yang dianut pasien dan dokter,
hingga hukum yang berlaku di masing-masing negara.
Latar Belakang
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja untuk
menghilangkan penderitaannya. Prosedur ini sendiri masih menimbulkan pro dan kontra di
berbagai negara.
Euthanasia dapat dilakukan pada kasus tertentu, misalnya pada penderita penyakit
mematikan yang tidak dapat disembuhkan atau pada pasien yang merasa
kesakitan dan
kondisi medisnya tidak bisa lagi diobati. Permintaan untuk euthanasia bisa dilakukan oleh
pasien sendiri atau keluarga pasien.
Euthanasia adalah prosedur yang secara etis tergolong rumit dan kompleks. Di satu
sisi, tindakan ini mengakhiri penderitaan pasien. Namun, di sisi lain, juga mengakibatkan
berakhirnya nyawa pasien.
Selain kode etik kedokteran, ada banyak aspek yang dipertimbangkan dalam euthanasia,
mulai dari kondisi kejiwaan atau psikologi pasien, keyakinan yang dianut pasien dan dokter,
hingga hukum yang berlaku di masing-masing negara.
1.1 Latar Belakang

Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja


untuk menghilangkan penderitaannya. Prosedur ini sendiri masih menimbulkan pro dan
kontra diberbagai negara. Euthanasia dapat dilakukan pada kasus tertentu, misalnya pada
penderita penyakit mematikan yang tidak dapat disembuhkan atau pada pasien yang
merasa kesakitan dankondisi medisnya tidak bisa lagi diobati. Permintaan untuk euthanasia
bisa dilakukan olehpasien sendiri atau keluarga pasien.

Euthanasia adalah prosedur yang secara etis tergolong rumit dan kompleks. Di
satusisi, tindakan ini mengakhiri penderitaan pasien. Namun, di sisi lain, juga
mengakibatkanberakhirnya nyawa pasien.
Selain kode etik kedokteran, ada banyak aspek yang dipertimbangkan dalam
euthanasia,mulai dari kondisi kejiwaan atau psikologi pasien, keyakinan yang dianut pasien
dan dokter,hingga hukum yang berlaku di masing-masing negara.

Rumusan Masalah
a. Bagaimana hukum
euthanasia di Indonesia ?
b. Dalam kondisi apa seorang
dokter diperbolehkan
melakukan tindakan
euthanasia ?
c. Apa saja efek samping yang
ditimbulkan dari tindakan
euthanasia ?
d. Apa saja aspek yang harus
dipertimbangkan dalam
tindakan euthanasia ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui
bagaimana hukum euthanasia
di Indonesia.
b. Untuk mengetahui dalam
kondisi apa seorang dokter
diperbolehkan melakukan
tindakan
euthanasia.
c. Untuk mengetahui apa saja
efek samping yang
ditimbulkan dari tindakan
euthanasia.
d. Untuk mengetahui apa
saja aspek yang harus
dipertimbangkan dalam
tindakan
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana hukum euthanasia di Indonesia ?
b. Dalam kondisi apa seorang dokter diperbolehkan melakukan tindakan euthanasia?
c. Apa saja efek samping yang ditimbulkan dari tindakan euthanasia ?
d. Apa saja aspek yang harus dipertimbangkan dalam tindakan euthanasia ?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui bagaimana hukum euthanasia di Indonesia.


b. Untuk mengetahui dalam kondisi apa seorang dokter diperbolehkan melakukan
tindakaneuthanasia.
c. Untuk mengetahui apa saja efek samping yang ditimbulkan dari tindakan euthanasia
d. Untuk mengetahui apa saja aspek yang harus dipertimbangkan dalam
tindakan euthanasia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Euthanasia

Euthanasia adalah sebuah aksi pencabutan nyawa seseorang karena itu


dilakukanya aksi tersebut harus didukung dengan alasan yang kuat. Dari beberapa survey
negara dan penyaringan sumber. Berikut ini adalah tiga alasan utama mengapa euthanasia itu
bisa dilakukan.

1. Rasa sakit yang tidak tertahankan

Mungkin argumen terbesar dalam konflik euthanasia adalah jika si pasien


tersebutmengalami rasa sakit yang amat besar. Namun pada zaman ini, penuman
semakingencar untuk mengetasi rasa sakit tersebut, yang secara langsung
meningkatkanpresentase “assistea suicede” berkurang.
Euthanasia memang sekilas merupakanjawaban dari stres yang disebabkan oleh rasa
sakit yang semakin menjadi. Namun adajuga yang dinamakan “drugged state” atau suatu saat
dimana kita tak merasakan rasasakit apapun karean pengaruh obat.

Karena itulah kita bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada rasa sakit yang
tidak terkendali, namun beberapa pendapat menyatakan bahwa hal tersebut bisa
dilakukan dengan mengirim seseorang kedalam keadan rasa sakit tapi mereka tetap di
euthanasiakan karena cara tersebut tidak terpuji.
Hampir semua rasa sakit dihilangkan,adapun yang sudah sebegitu parah
bisa dikurangi jika perawatan yang dibutuhkan tersedia dengan baik. Tapi
euthanasia bukanlah jawaban dari skandal tersebut.Solusi terbaik untuk masalah ini
adalah dengan meningkatkan mutu para profesional medis dan dengan menginformasikan
pada setiap pasien,apa saja hak-hak mereka sebagai seorang pasien.
Meskipun begitu,beberapa dokter tidak dibekali dengan “pain management” atau cara
medis menghilangkan rasa sakit,sehingga mereka tidak tahu bagaimana harus bertindak
apabila seorang pasien mengalami rasa sakit yang luar biasa. Jika hal ini terjadi,hendaklah
pasien tersebut mencari dokter lain.
Dengan catatan dokter tersebut haruslah seseorang yang akan mengontrol rasa
sakit itu,bukan yang akan membunuh sang pasien.Ada banyak spesialis yang sudah
dibekali dengan keahlian tersebut yang tidak hanya dapat mengontrol rasa sakit fisik
seseorang namun juga dapat mengatasi depresi penderitaan mental yang
biasanyamengiringi rasa sakit luar biasa tersebut.

2. Hak untuk melakuakan bunuh diri


Mungkin hal kedua bagi para pro-euthanasia adalah jika kita mengangka
halpaling dasar dari semuanya,yaitu “HAK” . Tapi jika kita teliti lebih dalam,yang
kitabicarakan disini bukanlah memberi hak untuk seseorang yang di
bunuh,tetepimemberikan hak kepada orang yang melakukan pembunuhan tersebut. Dengan
katalain,euthanasia bukanlah hak seseorang untuk mati,tetapi hak untuk membunuh.
Euthanasia bukanlah memberikan seseorang hak untuk mengakhiri
hidupnya,tapisebaliknya,ini adalah persoalan mengubah hukum agar dokter,kerabat,atauorang
laindapat dengan sengaja mengakhiri hidup seseorang. Manusia memang punya hak untuk
bunuh diri,hal seperti itu tidak melanggarhukum. Bunuh didi adalah suatu
tragedi,aksi sendiri. Euthanasia bukanlah aksipribadi,melainkan membiarkan seseorang
memfasilitasi kematian orang lain. Inibisamengarah ke suatu tindakan panyiksaan pada
akhirnya.
3. Haruskah Seseorang Dipaksa untuk Hidup?
Jawabannya adalah tidak. Bahkan tidak ada hukum atau etika medis
yangmenyatakanbahwa apapun akan dilakukan untuk mempertahankan pasien untuk
tetaphidup.Desakan, melawan permintaan pasien,menunda kematian dengan alasan
hukumdan sebagainya juga bisa dinilai kejam dan tidak berperikemanusiaan. Saat
itulahperawatan lebih lanjut menjadi tindakan yang tanpa rasa kasihan,tidak bijak, atautidak
terdengar sebagai perilaku medis. Hal yang harus dilakukan adalah dengan
menyediakan perawatan dirumah,bantuan dukungan emosional dan spiritual bagi pasien
dan membiarkan sangpasien merasa nyaman dengan sisa waktunya.
2.2 Macam-macam Euthanasia

Euthanasia adalah pembunuhan dalam segi medis yang disengaja, dengan aksiatau
dengan penghilangan suatu hak pengobatan yang seharusnya didapatkan oleh pasien,agar
pasien tersebut dapat meninggal secara wajar. Kata kuncinya adalah disengaja
artinya jika aksi tersebut dilakukan dengan tidak sengaja, maka hal tersebut
bukanlaheuthanasia. Aksi ini dilakukan secara legal menurut undang-undang untuk pertama
kali adalahdi negara Belanda, negara pertama di dunia yang telah secara hukum
menyetujuieuthanasia. Meskipun begitu, aksi tersebut dilakukan dengan sangat hati-hati dan
denganberbagai perhitungan terlebih dahulu.
Ada berbagai macam jenis euthanasia menurut cara melakukannya serta alasandiberlakukan
euthanasia itu sendiri, anatara lain:
1. Euthanasia sukarela Apabila si pasien itu sendiri yang meminta untuk diakhiri hidupnya.
2. Euthanasia non-sukarela Apabila pesien tersebut tidak mengajukan permintaan atau
menyetujui untuk diakhiri hidupnnya.
3. Involuntary Euthanasia Pada prinsipnya sama seperti euthanasia non sukarela, tapi pada
kasus ini, si pasienmenunjukkan permintaan euthanasia lewat ekspresi.
4. Assisted suicide Atau bisa dikatakan proses bunuh diri dengan bantuan suatu
pihak. Seseorangmemberi informasi atau petunjuk pada seseorang untuk mengakhiri
hidupnya sendiri.Jika aksi ini dilakukan oleh dokter maka disebut juga, “physician assisted
suicide”.
5. Euthanasia dengan aksiDengan sengaja menyebabkan kematian seseorang dengan
melakukan suatu aksi,salah satu contohnya adalah dengan melakukan suntik mati.
6. Euthanasia dengan penghilangan Dengan sengaja menyebabkan kematian seseorang
dengan menghentikan semuaperawatan khusus yang dibutuhkan seorang pasien.
Tujuannya adalah agar pasien itudapat dibiarkan meninggal secara wajar. Dari
beberapa macam jenis euthanasia tersebut, masing-masing negara memilikiidealisme
sendiri dalam hal melegalkan aksi euthanasia. Beberapanegara bahkan telahmelegalkan aksi
euthanasia dengan suntik mati, namun di negara-negara lain hal tersebutadalah melanggar
hukum.
Euthanasia secara umum dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Euthanasia aktif
Menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan
untukmenimbulkan kematian. Contoh dari kasus ini adalah memberikan suntik mati. Halini
ilegal di Britania Raya dan Indonesia.
2. Euthanasia pasif
Menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan oleh penghentian tindakan medis.Contoh
dari kasus ini adalah penghentian pemberian nutrisi, air, dan ventilator

2.3 Etika Keperawatan Pada Euthanasia

1. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan


martabatmanusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan,kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang
dianutserta kedudukan sosial.
2. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara
suasanalingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsunganhidup beragama klien.
3. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan
asuhankeperawatan.
4. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan
dengantugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang
berwenangsesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
5. Dalam menghadapi pasien dalam kondisi kritis yang mengharuskan euthanasia
makasebagai seorang perawat kita harus membimbing baik pasien maupun
keluargadengan bimbingan baik moril maupun spiritual
6. Memberikan pengetahuan tentang tindakan euthanasia kepada pihak keluarga
7. Perawat tidak memiliki wewenang untuk melakukan tindakan euthanasia kecuali
adaintruksi dari dokter

Euthanasia secara umum dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :


1. Euthanasia aktif
Menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan untuk
menimbulkan kematian. Contoh dari kasus ini adalah memberikan suntik mati. Hal
ini ilegal di Britania Raya dan Indonesia.
2. Euthanasia pasif
Menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan oleh penghentian tindakan medis.
Contoh dari kasus ini adalah penghentian pemberian nutrisi, air, dan ventilator.
2.4 Etika Keperawatan Pada Euthanasia

1. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan


martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan,kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut
serta kedudukan sosial.
2. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana
lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan
hidup beragama klien.
3. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan
keperawatan.
4. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan
dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
5. Dalam menghadapi pasien dalam kondisi kritis yang mengharuskan euthanasia
maka sebagai seorang perawat kita harus membimbing baik pasien maupun
keluarga dengan bimbingan baik moril maupun spiritual
6. Memberikan pengetahuan tentang tindakan euthanasia kepada pihak keluarga.
7. Perawat tidak memiliki wewenang untuk melakukan tindakan euthanasia kecuali
ada intruksi dari dokter
2.5 Syarat-Syarat Dilakukan Euthanasia

Perkembangan Euthanasia di Jepang dapat dilihat dari Yurisprudensi


sebuahPengadilan Tinggi di Nagoya yang mengajukan enam syarat untuk
melakukanEuthanasia, yaitu:
1. Pasien atau calon korban harus masih dapat membuat keputusan dan
mengajukanpermintaan tersebut dengan serius.
2. Ia harus menderita suatu penyakit yang terobati pada stadium terakhir atau
dekatdengan kematiannya.
3. Tujuannya adalah sekedar untuk melepaskan diri dari rasa nyeri.
4. Ia harus menderita rasa nyeri yang tak tertahankan.
5. Dilakukan oleh dokter yang berwenang atau atas petunjuknya.
6. Kematian harus melalui cara kedokteran dan secara manusiawi.
Perkembangan Euthanasia di Jepang dapat dilihat dari Yurisprudensi sebuah
Pengadilan Tinggi di Nagoya yang mengajukan enam syarat untuk melakukan
Euthanasia, yaitu:
1. Pasien atau calon korban harus masih dapat membuat keputusan dan mengajukan
permintaan tersebut dengan serius.
2. Ia harus menderita suatu penyakit yang terobati pada stadium terakhir atau dekat
dengan kematiannya.
3. Tujuannya adalah sekedar untuk melepaskan diri dari rasa nyeri.
4. Ia harus menderita rasa nyeri yang tak tertahankan.
5. Dilakukan oleh dokter yang berwenang atau atas petunjuknya.

BAB 3

TINJAUAN KASUS
KASUS PERMOHONAN
EUTHANASIA DARI PIHAK
KELUARGA AGIAN ISNA
NAULI DAN KASUS
PERMOHONAN
EUTHANASIA DARI PIHAK
KELUARGA
SITI JULAEHA
KASUS PERMOHONAN EUTHANASIA DARI PIHAKKELUARGA AGIAN ISNA
NAULI DAN KASUSPERMOHONAN EUTHANASIA DARI PIHAK
KELUARGASITI JULAEHA

Euthanasia merupakan suatu istilah baru di Indonesia dan selama sejarah berdirinya Negara
ini belum pernah terdengar ada orang yang melaksanakannya. Euthanasia sebenarnya telah
ada
dalam aturan hukum Negara kita yaitu terdapat pada Pasal 344 KUHP tentang merampas
nyawa
seseorang atas permintaan korban. Karena pasal tersebut adalah sebuah aturan
yang paling
mendekati unsur-unsur perbuatan Euthanasia walaupun sebetulnya di Indonesia memang
tidak
ada aturan tentang suntik mati untuk pasien yang tidak dapat disembuhkan. Pada awalnya Siti
Julaeha menjalani operasi di RSUD Pasar Rebo pada bulan Oktober 2004 dengan diagnosa
hamil
diluar kandungan, namun setelah di operasi ternyata ada cairan di sekitar rahim.
Setelah
diangkat, operasi tersebut mengakibatkan Siti Julaeha mengalami koma dengan
tingkat
kesadaran dibawah level. Tidak seorangpun dari dokter dan manajemen Rumah Sakit Umum
Daerah Pasar Rebo yang peduli dan bertanggung jawab menangani kasus tersebut dan mereka
menganggap sudah selesai dengan prosedur, padahal salah atau tidak, sesuai dengan prosedur
atau tidak, Siti Julaeha sudah menderita. Nilai kemanusiaan seharusnya yang diutamakan.
Pada tanggal 20 Januari 2005 Rudi Hartono bersama rekan-rekan media dan
Lembaga
Bantuan Hukum Kesehatan (LBHK) memindahkan Siti Julaeha ke Rumah Sakit
Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat. Kondisi Siti Julaeha yang menjalani
perawatan di
RSCM sejak sebulan lampau, tidak juga membaikan bahkan kondisinya semakin memburuk.
Disamping itu, sempat dilakukan pelubangan dengan bor di bagian dada dan iga sebelah
kanan
tubuh Siti Julaeha untuk membantu pernafasan akibat paru-paru mengkerut dan rencananya
akan
dilakukan operasi lagi di tenggorokan untuk membantu pernafasannya juga. Pihak
Lembaga

Euthanasia merupakan suatu istilah baru di Indonesia dan selama sejarah berdirinya
Negaraini belum pernah terdengar ada orang yang melaksanakannya. Euthanasia sebenarnya
telah adadalam aturan hukum Negara kita yaitu terdapat pada Pasal 344 KUHP tentang
merampas nyawaseseorang atas permintaan korban. Karena pasal tersebut adalah
sebuah aturan yang palingmendekati unsur-unsur perbuatan Euthanasia walaupun
sebetulnya di Indonesia memang tidakada aturan tentang suntik mati untuk pasien yang tidak
dapat disembuhkan. Pada awalnya SitiJulaeha menjalani operasi di RSUD Pasar Rebo pada
bulan Oktober 2004 dengan diagnosa hamildiluar kandungan, namun setelah di operasi
ternyata ada cairan di sekitar rahim. Setelahdiangkat, operasi tersebut
mengakibatkan Siti Julaeha mengalami koma dengan tingkatkesadaran dibawah level.
Tidak seorangpun dari dokter dan manajemen Rumah Sakit UmumDaerah Pasar Rebo yang
peduli dan bertanggung jawab menangani kasus tersebut dan merekamenganggap sudah
selesai dengan prosedur, padahal salah atau tidak, sesuai dengan proseduratau tidak, Siti
Julaeha sudah menderita. Nilai kemanusiaan seharusnya yang diutamakan.

Pada tanggal 20 Januari 2005 Rudi Hartono bersama rekan-rekan media


dan LembagaBantuan Hukum Kesehatan (LBHK) memindahkan Siti Julaeha ke
Rumah Sakit CiptoMangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat. Kondisi Siti Julaeha
yang menjalani perawatan diRSCM sejak sebulan lampau, tidak juga membaikan bahkan
kondisinya semakin memburuk.Disamping itu, sempat dilakukan pelubangan dengan bor di
bagian dada dan iga sebelah kanantubuh Siti Julaeha untuk membantu pernafasan akibat
paru-paru mengkerut dan rencananya akandilakukan operasi lagi di tenggorokan untuk
membantu pernafasannya juga. Pihak Lembaga

Bantuan Hukum Kesehatan (LBHK) sendiri sebelumnya mengaku telah


melaporkan kasusdugaan malpraktik ke Polda Metro Jaya pada 20 Januari 2005. Karena Siti
Julaeha, menurutSitorus, merupakan korban dugaan malpraktik yang dalam sebuah
operasi kandungan yangdilakukan di Rumah Sakit di Jakarta Timur, pada 6 November
2004. Menurut Sitorus, operasitersebut dilakukan atas dasar diagnosa dokter yang
menyatakan kepada keluarga, bahwa Sitihamil diluar kandungan. Sampai akhirnya Siti
Julaeha tidak pernah bangun lagi usai operasitersebut. Karena pada saat operasi berlangsung,
oksigen sempat tidak mengalir ke pusat sarafotak selama 20 menit. Sehingga terjadi
kerusakan batang otak.

Pada bulan Februari 2005 keluarga Siti Julaeha, resmi mengajukan permohonan
penetapanEuthanasia kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di jalan Gajah Mada, Jakarta
Pusat. SuamiSiti Julaeha, Rudi Hartono menyampaikan surat permohonan Euthanasia
tersebut dan diterimaoleh I Made Karna, S.H. Dalam kesempatan itu, ia didampingi
sejumlah kuasa hukum dariLembaga Bantuan Hukum Kesehatan (LBHK)
diantaranya Pundrat Adriansyah,S.H.Pengambilan keputusan Euthanasia ini merupakan
keputusan seluruh keluarga besarnya, danmerupakan keputusan keluarga besar.
Keputusan itu semakin kuat setelah dia mendengarpernyataan seorang dokter RSCM
yang menyatakan istrinya mengalami keadaan vegetative statedan menurut dokter, sudah tipis
kemungkinan sembuh bagi Siti Julaeha. Pengajuan Euthanasia,bahwa Rudi mengaku,
pihak keluarganya telah menghabiskan banyak uang untuk biayaperawatan istrinya
tersebut. Setiap hari dibutuhkan sekitar Rp. 1,2 juta sampai Rp. 2,5 juta untukmembiayai
obat-obatan. Permohonan Euthanasia ini dilakukan bukan saja atas dasar keberatanterhadap
biaya pengobatan istrinya tersebut. Tetapi keputusan ini benar-benar jalan yang terbaikuntuk
semua. Pengajuan Euthanasia yang dilakukan oleh suami Siti Julaeha, Rudi
Hartonodidasari atas ketidakmampuan medis untuk mengatasi dampak malpraktik
akibat operasiterhadap istri saya di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur. Rudi
menjelaskan sesuai dengandiagnosa dokter bahwa istrinya, Siti Julaeha kini sudah pada
taraf kelumpuhan atau vegetativestage, namun pihak RSCM Jakarta Pusat justru
memindahkan Siti Julaeha ke bangsal kelas III.Oleh sebab itu, suami Siti Julaeha dan
keluarga meminta kepada negara lewat Pengadilan NegeriJakarta Pusat agar Siti Julaeha bisa
disuntik mati secepatnya.Menanggapi permohonan tindakanEuthanasia itu, ketua
Persaudaraan Korban Sistem Kesehatan Indonesia, Rudi Hartonomenegaskan,
permohonan tersebut jauh lebih baik daripada harus berkutat dengan penderitaan yang tidak
berujung. Bahwa Euthanasia adalah terbaik untuk mengurangi penderitaan
SitiJulaeha sepanjang pemerintah tidak perduli terhadap kesehatannya. Hukum di Indonesia
tidak siap dengan permohonan Euthanasia sepertiyang diajukan oleh Siti Julaeha.

Dalam surat permohonannya Rudi Hartono menyatakan bahwa pihaknya


mengajukan permohonan kepada Pengadilan NegeriJakarta Pusat agar dapat
menetapkan bisa dilakukan tindakan Euthanasia terhadap istrinya.Permohonan itu
dilakukan karena menurut dokter spesialis neorology kondisinya tidak pernahakan kembali
ke keadaan semula seperti kondisi sebelum dia mengalami kelumpuhan
atauvegetative state. Bahkan, terhitung sejak tanggal 6 November 2004 sampai
dengan sayamengajukan permohonan tersebut kondisi kesehatan Siti Julaeha masih
koma dan sangat memprihatinkan.

Surat permohonan tersebut ditembuskan juga kepada Presiden


RepublikIndonesia, Menteri Kesehatan, Ketua Pendiri Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan
dan Ketua Umum Persaudaraan Sistem Kesehatan. Surat itu selain ditandatangani Zaini dan
Etin, orang tua Siti Julaeha sertakakak dan adiknya, Junaedi, Dodi Setyawan serta Nur
Aliyah.84 Hingga saat itu Siti Julaeha masih dirawat di RSCM, Jakarta Pusat dalam kondisi
yang sangatkritis. Sebelumnya Siti Julaeha dirawat di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur. Istri
Rudi Hartonoitu dibawa ke RSUD Pasar Rebo pada tanggal 6 November 2004 dan
ditangani Dr. TeguhSupriyandono dan Dr. Budi SpOG. Terakhir, Dr. Vina Nanci dan Dr.
Doni Hamid ikut jugamembantu perawatan Siti Julaeha.

Permohonan Euthanasia yang diajukan ke Pengadilan Negeri oleh keluarga besar dari
SitiJulaeha ini belum bisa dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan
lembagaPengadilan menjelaskan bahwa lembaga pengadilan tidak dapat begitu saja
mengeluarkanpenetapan tanpa melakukan pemeriksaan terhadap suatu perkara yang
diajukan oleh pencarikeadilan (pemohon) dengan segala alat bukti yang sudah disiapkan
sebagai pendukung dalil-dalilpermohonannya sesuai hukum yang berlaku, isi surat
permohonan yang didaftarkan melaluiadministrasi perkara pengadilan adalah terdiri dari
alamat dan pokok surat, identitas pemohon,dalil-dalil permohonan yang akan dibuktikan serta
diakhiri dengan petitum atau tuntutan pokokpermohonan sebagai penutup, selain itu
surat permohonan yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
tersebut adalah merupakan surat perorangan biasa yang belumdapat dikatakan sebagai
surat permohonan yang pengajuannya harus melalui proseduradministrasi peradilan
yang berlaku Keluarga Siti Julaeha pun sudah membuat surat tembusanuntuk Presiden
Republik Indonesia, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia,
MenteriKesehatan, Ketua Pendiri LBH Kesehatan, Ketua Umum Persaudaraan Sistem
Kesehatan, danPara Advokat dari Kantor LBH Kesehatan.

BAB 4

PEMBAHASAN KASUS

4.1 EUTHANASIA DARI SEGI AGAMA

Dalam Ajaran Islam Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen),
Islammengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan
anugerah Allahkepada manusia. “Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang
lahir dan kapan iamati”(QS 22: 66; 2: 243).

Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipuntidak ada teks
dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendatidemikian,
ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalanallah,
dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuatbaiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS
2: 195), dandalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS
4: 29), yangmakna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan
demikian, seorangmuslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya
(pasien) disetarakan denganmembunuh dirinya sendiri.

Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisiral maut
(eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja
tanpamerasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si
sakit, baikdengan cara positif maupun negatif. Pada konferensi pertama tentang
kedokteran Islam dikuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang
membenarkan dilakukannyaeutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan
(mercy killing) dalam alasan apapunjuga .

a. Eutanasia Aktif
Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia aktif) ialah
tindakanmemudahkan kematian si sakit (karena kasih saying) yang
dilakukan oleh dokter denganmempergunakan instrumen (alat). Memudahkan
proses kematian secara aktif (eutanasiapositif)adalah tidak diperkenankan
oleh syara'. Sebab dalam tindakan ini seorang doktermelakukan suatu
tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan mempercepat
kematiannyamelalui pemberian obat secara overdosis dan ini termasuk pembunuhan
yang haram hukumnya,bahkan termasuk dosa besar yang membinasakan.
Perbuatan demikian itu adalah termasukdalam kategori pembunuhan meskipun
yang mendorongnya itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk meringankan
penderitaannya. Karena bagaimanapun si dokter tidaklah lebih pengasih
danpenyayang daripada Yang Menciptakannya. Karena itu serahkanlah urusan
tersebut kepada AllahTa'ala, karena Dia-lah yang memberi kehidupan kepada manusia
dan yang mencabutnya apabilatelah tiba adjal yang telah ditetapkan- Nya.
b. Eutanasia Pasif
Eutanasia pasif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada
eutanasianegatif tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk
mengakhiri kehidupan sisakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk
memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokterbahwa
pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan
kepadasi sakit, sesuai dengan sunnatullah (hukum Allah terhadap alam
semesta) dan hukumsebabakibat. Di antara masalah yang sudah terkenal di
kalangan ulama syara’ ialah bahwamengobati atau berobat dari penyakit tidak
wajib hukumnya menurut jumhur fuqaha dan imam-imam mazhab. Bahkan menurut
mereka, mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada 18okummubah. Dalam hal ini
hanya segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang dikatakan olehsahabat-
sahabat Imam Syafi’I dan Imam Ahmad sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul
IslamIbnu Taimiyah, dan sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab (sunnah).

4.2 EUTHANASIA DARI SEGI HUKUM NEGARA

Euthanasia Ditinjau Berdasarkan UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi


Manusia DanHukum Pidana Kematian adalah suatu fenomena yang diatur oleh Sang
Pencipta. Tidak ada seorangpun yang dapat menunda kematian meskipun iImn
pengetahuan dan teknologimengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat
pesat. Berbicara mengenai kematian,dikenal adanya istilah "euthanasia", yaitu suatu
kematian yang terjadi dengan pertologan atautidak dengan pertolongan dokter.
Euthanasia ini sudah ada sejak para pelaku kesehatan mengahadapi penyakit yang
sudah tidak dapat disembuhkan, Dalam keadaan seperti itu tidak jarang pasien ataupun
keluarga pasien meminta kepada dokter untuk segera dilakukannya euthanasia. Hal
tersebut tentu saja bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Didalam KUHP pengaturan masalah euthanasia ini diatur di dalam Pasal 344. Pasal ini
melarang adanya euthanasia aktif, yaitu suatu tindakan yang positif dari dokter
untuk mempercepat terjadinya kematian. Disisi lain Undang-undang No.39 Tahun
1999 yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia(HAM) menyatakan bahwa hak yang
paling utama yang dimiliki manusia adalah hak untukhidup sebagaimana diatur didalam
Pasal 9 ayat 1 dan Pasal 33 ayat 3, dimana didalam hak untuk hidup tersebut tercakup pula
didalamya hak untuk mati, meskipun hak tersebut tidak mutlak.Jika dikaitkan dengan
pidana mati, maka dapat dilihat suatu keganjilan, yaitu dimana seorangtertuduh
yang dijatuhi pidana mati oleh Hakim. Pada umunmya si tertuduh tersebut juga masih ingin
mempertahankan kelangsungan hidupnya terns.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwaHakim telah memaksa kematian seseorang
yang sebenamya masih ingin hidup terns. Sedangkan pada euthanasia, seorang pasien yang
menghendaki kernatian atas dirinya justru malah dilarangdan dihalang-halangi. Pendek
kata, orang yang masih ingin hidup dipaksa untuk mati olehhakim, sedangkan
orang yang karena keadaan yang tidak dapat dielakkan lagi ingin mati dipaksauntuk hidup
terns walaupun dengan penderitaan yang tiada menentu. Salah satu kasus euthanasia yang
masih hangar dibicarakan di Indonesia adalah kasus yang dialami oleh Hasan Kesuma yang
meminta diIakukannya euthanasia atas istri tercintanya Agian lsna Nauli, yang tidak
sadarkandiri setelah melahirkan anak melalui operasi caesar. Namun permintaan
tersebut banyakmendapat kecaman dan perdebatan dari berbagi pihak karena jelas
bertentangan denganperaturan yang berlakn di Indonesia serta melanggar kode etik
kedokteran serta yang palingutama adalah sangat bertentangan dengan kehendak
Tuhan Yang Maha Esa. Maka dalam menangani dan menanggulangi masalah ini
sangatlah dituntut peranan pemerintah dan penegakhukum untuk mencermati
permasalahan tersebut sehingga tidak menimbulkan perdebatan perselisihan di berbagai
kalangan.

4.3 EUTHANASIA SAMA DENGAN ABORSI

Dari sudut pandang etika, euthanasia dan aborsi menghadapi kesulitan yang sama. Suatu
prinsipetika yang sangat mendasar ialah kita harus menghormati kehidupan manusia. Bahkan
kita harusmenghormatinya dengan mutlak. Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia
kepada suatutujuan lain. Dalam etika, prinsip ini sudah lama dirumuskan sebagai “kesucian
kehidupan” (thesanctity of life). Kehidupan manusia adalah suci karena mempunyai nilai
absolut, karena itu dimana-mana harus selalu dihormati. Jika kita dengan konsekuen
mengakui kehidupan manusia sebagai suci, menjadi sulit untuk membenarkan
eksperimentasi laboratorium dengan embriomuda, meski usianya baru beberapa
hari, dan menjadi sulit pula untuk menerima praktikeuthanasia dan aborsi, yang
dengan sengaja mengakhiri kehidupan manusia. Prinsip kesuciankehidupan ini bukan saja
menandai suatu tradisi etika yang sudah lama, tetapi dalam salah satubentuk dicantumkan
juga dalam sistem hukum beberapa Negara.

Dalam diskusi-diskusi tentang masalah euthanasia dan aborsi, kini prinsip kesucian
kehidupanmulai dikritik. Nama-nama yang terkenal di antara kritisi itu adalah Peter Singer
dan HelgaKuhse, dan etikawan terkemuka di Australia. Mereka berpendapat, faham kesucian
kehidupanberasal dari suasana pemikiran moral Kristen dan karena itu tidak boleh
diberlakukan untuksemua orang. Di tengah berlangsungnya sekularisasi kini,
pengaruh agama Kristen sebagaipegangan moral makin berkurang dan makin banyak
orang menempuh alur pemikiran moralyang lain. Dalam bukunya Practical Ethics
(edisi ke-2, 1993, hlm 173) Peter Singermenandaskan, “the doctrine of the sanctity of
human life… is a product of Christianity. Perhapsit is now possible to think about these
issues without assumsing the Christian moral frameworkthat has, for so long, prevented any
fundamental reassessment”. Peter Singer sendiri menerapkan pendapat ini bukan saja atas
masalah euthanasia dan aborsi, namun juga dalam anggapannyayang amat kontroversial
tentang kemungkinan mengakhiri kehidupan bayi cacat berat yang baru lahir. Dengan
demikian ia memperluas diskusitentang masalah aborsi sampai ke infanticide (pembunuhan
anak kecil), yang dalam masyarakatpra-Kristen-Yunani Kuno dan kekaisaran Roma,
umpamanya-memang sering dipraktikkan.

Dalam tulisan ini tentu tidak mungkin membahas topik ini sampai tuntas. Kita akan
membatasidiri pada beberapa catatan saja. Pertama, benar agama Kristen merasa dirinya
tertarik denganpengertian“kesucian kehidupan”. Dan hal itu tidak berlaku untuk agama
Kristen saja tetapi untukagama umumnya dan khususnya untuk ketiga agama
“Ibrahimik”: Jahudi-Kristiani-Islam.Mengapa begitu? Karena agama-agama ini mempunyai
konsepsi jelas tentang kehidupan yangdiciptakan Tuhan dan kedudukan istimewa manusia di
antara makhluk-makhluk hidup yang lain.Tidak bisa dipungkiri, pandangan agama amat
cocok dengan “kesucian kehidupan”. Kedua,barangkali benar agama juga ikut
menciptakan faham “kesucian kehidupan” ini, dan membantumemperkuat posisinya dalam
pandangan moral. Tetapi dalam hal ini kontribusi agama tidak bisadipisahkan dari pengaruh-
pengaruh lain. Kemungkinan besar, agama memberi kontribusi juga dalam penolakan
lembaga perbudakan, dalam pengembangan hak asasi manusia dan demokrasi,dan dalam
banyak hal lain lagi. Pandangan moral kita kini di bidang sosial-politik merupakanbuah
perkembangan panjang, di mana antara lain agama berperanan juga.Ketiga dan terpenting,
rupanya khusus dalam etika profesi medis pengertian “kesuciankehidupan”
mempunyai akar lebih mendalam daripada agama Kristen saja. Pengertian ini sudah terbentuk
sejak permulaan pertama etika profesi medis, yaitu Sumpah Hippokrates. Hippokrates(abad
ke-5/ke4 SM) yang dijuluki “bapak ilmu kedokteran” bukan saja memberi dasar
ilmiahkepada profesi kedokteran, namun juga menyediakan pandangan moral yang teguh
bagi profesiini. Melalui Sumpah Hippokrates ia membuat profesi medis menjadi
profesi pertama yangmemiliki suatu ethos khusus. Dalam Sumpah Hippokrates ada tiga
kalimat pendek, “Aku tidakakan memberikan obat yang mematikan kepada siapa pun bila
orang memintanya, dan juga tidakakan menyarankan hal serupa itu. Demikian juga aku tidak
akan memberikan kepada seorangwanita sarana abortif (pesson phthoron). Dalam kemurnian
dan kesucian akan kujaga kehidupan dan seniku”. Tiga kalimat pendek inibisa dilihat
sebagai awal tradisi antieuthanasia dan anti-aborsi dalam ethos profesi
medis.Euthanasia dalam arti kini tentu belum lama dikenal. Tetapi larangan untuk memberi
racun telahmengembangkan tradisi anti-pembunuhan dalam profesi kedokteran.
Menurut hakikatnya,profesi ini harus memperjuangkan kehidupan dan tidak pernah
memihak kematian. Sebaliknya,praktik aborsi sudah dikenal sepanjang sejarah.
Dalam masyarakat Yunani kuno sekitarHippokrates aborsi malah diterima sebagai hal
lumrah. Tetapi, sejak Hippokrates profesi medismengembangkan suatu sikap anti-aborsi yang
berlangsung terus sampai zaman modern.Paham “kesucian kehidupan” itu sendiri belum
ditemukan dalam sumpah Hippokrates. Tetapi,bila kalimat ketiga tadi langsung boleh
dikaitkan dengan kalimat pertama dan kedua, maka“kemurnian dan kesucian” profesi
medis itu berhubungan dengan hormat atas kehidupan yangdiperintahkan kalimat pertama
dan kedua. Kalau begitu, “kesucian kehidupan” adalah fahamyang mudah bisa muncul. Ada
tanda-tanda lain lagi yang menunjukkan kuatnya tradisi kesuciankehidupan. Jika anjing kita
sakit dan tidak bisa disembuhkan, tanpa ragu-ragu kita menganggaplebih baik membunuhnya.
Hal itu sudah dipraktikkan. Yang baru hanya bahwa kini kita memakaijasa dokter hewan.
Hewan kita bunuh untuk membebaskannya dari penderitaan. Tetapi, kalaumanusia, biar pun
penderitaannya besar, menurut penilaian umum cara ini tidak boleh dipakai.
Perbedaan ini cukup mencolok dan berlaku secara universal. Bagi manusia tidak ada
mercykilling seperti bagi hewan. Memang benar, dalam sejarah ditemukan beberapa
pengecualian.Contoh dikenal adalah beberapa kelompok Eskimo yang mempunyai
kebiasaan membunuhorang tua, jika mereka mulai menginjak usia tua dan memperlihatkan
gejala kelemahan atau penyakit. Tetapi dalam seluruh peradaban manusiacontoh-
contoh seperti itu sedikit sekali dan sering dapat dimengerti karena alasan
khusus.Misalnya, Eskimo yang disebut tadi mempunyai kepercayaan, keadaan manusia di
alam bakasama seperti saat ia meninggal. Karena itu justru dinilai tidak manusiawi, bila
penyakit merekadibiarkan berkembang sampai kondisinya parah.

Pengecualian serupa itu tidak menghindari kesimpulan bahwa hormat untuk kehidupan
manusiabersifat universal. Bahkan rasa hormat itu melampaui batas kematian, karena jenazah
manusiaselalu dikuburkan. Hewan membiarkan saja bangkai temannya yang mati dalam alam
terbuka,tetapi manusia tidak begitu. Para antropolog melaporkan, manusia sudah
menguburkansesamanya setidaknya sejak 100.000 tahun lalu (Neandertaler).
Bukankah kebiasaan inimenandakan rasa hormat terhadap manusia melalui jenazah yang
merupakan peninggalannya?Serentak juga kubur menjadi tanda peringatan akan manusia
yang unik ini. Semua itu tidakberarti, di “pinggiran” kehidupan tidak bisa timbul dilema-
dilema besar. Dan mungkin jalankeluar yang tepat adalah aborsi atau suntikan mematikan.
Tetapi motivasinya tidak pernah karenakehidupan muda atau kehidupan sekarat itu tidak
bermakna. Mungkin masih bisa diterima, biladilakukan dengan rasa enggan, sebagai tindakan
tak terelakkan. Seandainya tersedia alternatiflebih baik, dokter tidak akan melakukannya.
Dengan demikian kehormatan untuk kehidupantetap dipertahankan. Tetapi jika prinsip ini
ditinggalkan, kita menghancurkan kebudayaan kita sendiri.
BAB 5

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja untuk


menghilangkanpenderitaannya. Di Indonesia, euthanasia masih tergolong ilegal atau
tidak boleh dilakukan.Larangan euthanasia telah ada dalam aturan hukum Negara kita
yaitu terdapat pada Pasal 344KUHP tentang merampas nyawa seseorang atas permintaan
korban. Karena pasal tersebut adalahsebuah aturan yang paling mendekati unsur-unsur
perbuatan Euthanasia walaupun sebetulnya diIndonesia memang tidak ada aturan
tentang suntik mati untuk pasien yang tidak dapatdisembuhkan. Sedangkan dari
sisi medis, keterlibatan dokter dalam euthanasia diatur dalamKode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI) pasal 11 tentang pelindung kehidupan.

Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa seorang dokter dilarang terlibat, dilarang
melibatkan diri, atau tidakdiperbolehkan mengakhiri kehidupan seseorang yang
menurut ilmu dan pengetahuan tidakmungkin akan sembuh, yang dengan kata lain
adalah melakukan euthanasia. Aspek yang harusdipertimbangkan dalam tindakan euthanasia
telah diatur dalam agama dan juga hukum. Dalamaspek agama bahwa seorang Muslim
(dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya (pasien)disetarakan dengan membunuh
dirinya sendiri. Tidak ada suatu alasan yang membenarkandilakukannya eutanasia
ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalamalasan apapun juga.
Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan diamati.

5.2 SARAN

Tindakan euthanasia atau tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja untuk
menghilangkan penderitaannya, sudah jelas diatur dalam agama dan juga hukum. Oleh
karena itu, jika kita atau keluarga kita menderita sakit secara fisik atau mental hingga berniat
untuk mengakhiri hidup segera konsultasikan ke dokter, psikolog, atau psikiater untuk
mendapatkan solusi lain yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

D. DAFTAR PUSTAKA
http://repository.unpas.ac.id/
28620/5/G.BAB%20III
%20PENELITIAN.pdf
https://pdfcoffee.com/makalah-
euthanasia-pdf-free.html
https://www.alodokter.com/
oseltamivir
https://hellosehat.com/infeksi/
infeksi-virus/mutasi-virus/
https://www.ilmulengkap.xyz/
2017/05/makalah-etika-
keperawatan-tentang.html?m=1
https://www.alodokter.com/
euthanasia-ketika-mengakhiri-
hidup-dianggap-sebagai-jalan-
keluar
http://repository.unpas.ac.id/28620/5/G.BAB%20III%20PENELITIAN.pdf

https://pdfcoffee.com/makalah-euthanasia-pdf-free.html

https://www.alodokter.com/oseltamivir

https://hellosehat.com/infeksi/infeksi-virus/mutasi-virus/

https://www.ilmulengkap.xyz/2017/05/makalah-etika-keperawatan-tentang.html?m=1

https://www.alodokter.com/euthanasia-ketika-mengakhiri-hidup-dianggap-sebagai-jalan-
keluar

Syukur Alhamdulillah
senantiasa kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang
telah
melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah
ini guna
memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah etika
keperawatan, dengan judul :
penerapan
kasus etika keperawatan
“euthanasia”.
Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan banyak
pihak yang telah memberikan
doa,dukungan, kritik dan
saran. Serta ucapan terima
kasih kepada
dosen pembimbing yang
telah memberikan arahan
dan bimbingannya sehingga
makalah ini
dapat terselesaikan.
Namun, tidak lepas dari semua
itu, kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak
kekurangan baik dari segi
penyusunan bahasanya
maupun segi lainnya. Oleh
karena itu, kami
sangat terbuka untuk kritik,
saran dan masukan dari
pembaca demi perbaikan untuk
makalah ini.
Akhirnya, kami berharap
semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi kita semua
dan
menjadi ilmu yang baru untuk
semua pembaca. Sebelum dan
sesudahnya kami ucapkan
terima
Syukur Alhamdulillah
senantiasa kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang
telah
melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah
ini guna
memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah etika
keperawatan, dengan judul :
penerapan
kasus etika keperawatan
“euthanasia”.
Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan banyak
pihak yang telah memberikan
doa,dukungan, kritik dan
saran. Serta ucapan terima
kasih kepada
dosen pembimbing yang
telah memberikan arahan
dan bimbingannya sehingga
makalah ini
dapat terselesaikan.
Namun, tidak lepas dari semua
itu, kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak
kekurangan baik dari segi
penyusunan bahasanya
maupun segi lainnya. Oleh
karena itu, kami
sangat terbuka untuk kritik,
saran dan masukan dari
pembaca demi perbaikan untuk
makalah ini.
Akhirnya, kami berharap
semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi kita semua
dan
menjadi ilmu yang baru unt

Anda mungkin juga menyukai