Anda di halaman 1dari 1

Sari Ratna Dewi

12318024
FTTM
Teknik Gofisika (TG)
Dr. Karlina Supelli
Kembali ke Khitah : Perguruan Tinggi dan Masyarakat Akademik
Rabu, 25 November 2020
K-05

Istilah akademik berasal dari seorang filsuf yang bernama Platon pada abad IV SM kemudian dilanjukan oleh Aristotels
muridnya dan pada abad IX-XI. Dunia akademik terus berkembang hingga akhirnya pada abad XII terbentuklah perguruan
tinggi yang mana melalui akademik pencarian kebenaran universal melalui diskurs personal dalam komunitas akademik.
Pada abad ke XIX di Eropa terjadi krisis pertarungan kepentingan berupa tata kelola & otonomi dan disisi lain adanya
pertarungan berupa tujuan ilmu & fungsi universitas dimana pertarungan ini muncul karena adanya kebutuhan terhadap
revolusi industri untuk menghasilkan tenaga terampil. Akhirnya kedua pertarungan tersbut seharusnya kembali ke khitah
yang berarti ilmu sebagai kemaslahatan bersama, ilmu yang mendatangkan kebaikan bagi dirinya sendiri maupun untuk
masyarakat banyak. Hal itu menjadi tridharma perguruan tinggi.

Perguruan tinggi merupakan lembaga yang menumbuhkan, merawat, menyebar keunggulan akademik dimana secara
ilmu mendapatkan sebuah teori, metode dan penerapan dan untuk kepakaran sendiri yang didapat adalah profesionalitas,
profiteri berupa ikrar publik. Semua bidang keahlian sekaligus menyumbang kebaikan bersama keterpaduan tridharma.
Selain itu perguruan tinggi merupakan himpunan warga yang diikat oleh tanggung jawab dan komitmen bersama.
Perguruan tinggi didalamnya tidak hanya melatih perihal fakta, teori, metode, eksplanasi, da prediksi, tetapi juga belajar
mengenai cara berfikir objektif, rasional, visioner, puitis, dan imajinatif selain itu juga dipelajari mengenai bernilai epistemis
dan praktis.

Menjadi mahasiswa, nalar dan akal saja tidak cukup, kita harus menjadi pribadi yang dapat berpikir yang reflektif berupa
akal budi yang melibatkan nurani dan akal budi yang jauh lebih luas seperti mengambil jarak dengan diri sendiri,
memeriksa diri secara kritis dan objektif. Kita harus dapat memilih dan memilah hal yang baik dan buruk. Pada dasarnya
perguruan tinggi secara definisi filsafat merupakan ibu asuh yang mana artinya tempat untuk meninjau kritis atas dunia
berjalan dalam lingkup masyarakat ilmiah, bias subjektif diatasi melalui komunikasi objektif dan intersubjektif. Selain itu di
perguruan tinggu terdapat bahasa ilmiah yang khas yaitu berdebat, diskusi, dan lain lain. Namun konsekuensi dari
metodologis bahasa ilmiah adalah dalam batas ruang dan waktu, ketika tidak dapat menjelaskan sesuatu secara ilmiah,
biasanya keyakinan religius disisipkan berupa kerendahan hati intelektual yang dapat menjadi bahasa bersama yang
dapat dihapahami oleh masyarakat dan civitas akademik.

Tantangan bagi masyarakat akademik banyak sekali, contohnya adalah fragmentasi, polarisasi yang dapat berupa adu
kepentingan, misinformasi yang sekarang ini sedang maraknya informasi yang sengaja disebarkan tentang hal hal tidak
benar, disinformais, hoax, masalahnya disini adalah konsep ilmiah sering digunakan dan disalah gunakan yang mana
informasi yang dibangun ini menjadi bias kebenarannya, yang dianggap benar adalah yang dipercayai masyarakat
banyak. Hal ini menjadi kesesatan logika bagi masyarakat di era sekarang ini.

Mahasiswa sebagai lulusan perguruan tinggi merupakan "The Privileged few" yang merupakan 12% dari angkatan kerja
Indonesia dimana tidak semua orang dapat memiliki kesempatan untuk menjadi mahasiswa. Disamping itu kita adalah
bagian dari warga masyarakat Indonesia dengan segala problematiknya yang menuntut keilmuan dan kearifan.
Jika perguruan tinggi setia kepada khitahnya maka masyarakat akademik mengemban misi luhur berupa mendidik warga
negara sejati yang terlibat dalam mencerdaskan kehidupan berbanga dan bermasyarakat. Berbangsa merupkan kategori
kultural, masyarakat merupakan kategori politik dimana kedua hal ini sering dicampur adukkan padahal memiliki arti yang berbeda.

Kita tahu bahwa kesetiaan adalah jalan yang sepi terlebih dalam hal mencari kebenaran. Sering kali keberanian untuk
menyampaikan pendapat yang berbeda sering kali ditakuti oleh orang banyak karena merasa sendiri. Masyarakat
akademik ditantang untuk menempuh jalan yang sepi ini, kemudian diharapkan dapat mengajak orang banyak untuk
menempuh jalan tersebut agar dapat menjunjung kebenaran yang absolut. Kemudian kita dapat maju secara "in harmonia
progressio" yang artinya kita dapat sama sama maju dalam teknologi dan ilmu tanpa melupakan adanya pendekatan dari
ilmu lain seperti humaniora, dan pendekatan keilmuan tradisional yang secara kontemporer dan tidak mendistraksi dalam
mencari kebenaran ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai