Anda di halaman 1dari 10

Filsafat Ilmu sangat penting peranannya terhadap penalaran manusia untuk membangun ilmu.

Sebab,
Filsafat Ilmu akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua
tentang hakikat Ilmu. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan
akar dari semua ilmu dan pengetahuan. Beberapa pandangan mengenai Filsafat Ilmu diantaranya
Filsafat Ilmu merupakan suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah. Filsafat ilmu adalah
pembandingan atau pengembangan pendapat-pendapat masa lampau terhadap pendapat-pendapat
masa sekarang yang didukung dengan bukti-bukti ilmiah. Filsafat ilmu merupakan paparan dugaan dan
kecenderungan yang tidak terlepas dari pemikiran para ilmuwan yang menelitinya.

Filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai suatu disiplin, konsep, dan teori tentang ilmu yang sudah dianalisis
serta diklasifikasikan. Filsafat ilmu adalah perumusan pandangan tentang ilmu berdasarkan penelitian
secara ilmiah. Ketika filsafat dikatakan sebuah sebuah disiplin ilmu, disebut sebagai akar dari sebuah
ilmu pengetahuan itu sendiri, disini diambil pertanyaan balik pada filsafat itu sendiri, sejauh mana
kontribusi yang diberikan oleh filsafat ilmu kepada ilmu Pengetahuan.

Definisi Nominal: Filein (mencintai) dan Sophia (kebijaksanaan). Filsafat adalah ilmu yang mencintai dan
mencari kebijaksanaan. Definisi real: Filsafat adalah pengetahuan mengenai semua hal melalui sebab-
sebab terakhir yang didapat melalui penalaran atau akal budi. Ia mencari dan menjelaskan hakekat dari
segala sesuatu. Obyek material: segala sesuatu obyek material: mencari hakekat. Berfilsafat berarti
mempertanyakan dasar dan asal-usul dari segala-galanya; untuk mencari orientasi dasar bagi kehidupan
manusia. Orang yang berfilsafat dapat diumpamakan sebagai seseorang yang berpijak di bumi sedang
tengadah ke bintang-bintang , ia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kemestaan alam,
Karakteristiknya berfikit filsafat yang pertama adalah menyeluruh, yang kedua mendasar.

Tidak dapat kita pungkiri bahwa berfilsafat sebagai manifestasi kegiatan intelektual yang telah
meletakan dasar-dasar paradigmatik bagi tradisi keilmuan dalam kehidupan masyarakat ilmiah ala barat,
yang sebenarnya filsafat itu sendiri datang dari timur. Semenjak tahun 1960 filsafat ilmu mengalami
perkembangan yang sangat pesat, terutama sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi
yang ditopang penuh oleh positivisme-empirik, melalui penelaahan dan pengukuran kuantitatif sebagai
andalan utamanya. Berbagai penemuan teori dan penggalian ilmu berlangsung secara mengesankan.
Berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun
berkat kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada waktu
itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong benar-benar menjadi manusia
pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan
teori rekayasa genetika dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan
cyber technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui internet. Belum lagi
keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk nano technology, dalam bentuk mesin-mesin
micro-chip yang serba mini namun memiliki daya guna sangat luar biasa.

Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan
teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal,
reduktif dan free of value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta
memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban manusia seperti sekarang ini sehingga
filsafat ilmu dikatakan sebagai akar dari sebuah ilmu.

Pembahasan

I. PERGURUAN TINGGI dan FILSAFAT ILMU

1. Hakikat dan Fungsi Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi adalah tempat pesemaian bibit-bibit pemikir, intelektual, dan profesional dengan
berbagai macam jenis dan arus pemikiran keilmuan yang terus berubah dan berkembang. Fungsi utama
Perguruan Tinggi adalah mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan melalui kegiatan
pendidikan dan pengajaran dengan berbagai bentuk guna membentuk kompetensi para peserta didik
sebagai calon pemikir, ilmuwan, dan profesional yang mampu menampilkan pemikirannya secara
akademis (filosofis–logis). Dosen, mahasiswa, dengan sarana berpikir filosofis-logis, akan dibimbing agar
mampu menggarap dan mengembangkan alam pemikirannya sedemikian rupa, sesuai bidang
akademisnya, menjadi pengetahuan, dan melalui pengetahuan akan terbentuk ilmu–ilmu, yang
kemudian akan terus berkembang.

Pikiran-pikiran keilmuan yang dikembangkan di perguruan tinggi itulah yang kemudian menghasilkan
pikiran-pikiran teknologi yang akan melahirkan teknologi sebagai sebuah kekuatan yang menentukan
dalam kehidupan manusia modern. Pikiran-pikiran teknologis itu kemudian berkembang menjadi
pikiran-pikiran industrial yang mampu manciptakan berbagai pemikiran sistemik (input, output, dan
outcome) yang sinergis dalam membangun sebuah kehidupan masyarakat modern itu sendiri. Akhirnya,
pikiran itu sendirilah yang telah mendorong lahirnya berbagai pemikiran kritis dalam rangka tugas
menyiasati, baik ilmu pengetahuan, teknologi, dan industri yang cendrung mengorbankan manusia dan
kemanusiaan itu sendiri.

Berpikir secara filosofis-logis, artinya, berpikir secara kritis, rasional, obyektif, dan normatif karena harus
menaati prinsip-prinsip berpikir yang sehat dan lurus, bukan berdasarkan kemauan atau dorongan emosi
belakah. Studi Filsafat ilmu, di Perguruan Tinggi, bermaksud mengorientasikan sebuah pola pemikiran
yang bersifat kritis, radikal, sistimatis, logis, holistik, komprehensif-integratif, dan eksistensialistik. Ciri
berpikir tersebut merupakan fondasi filosofis yang kokoh dalam menyanggah serta memekarkan setiap
setiap arus pemikiran yang menjadi lahan pengembangan diri para intelektual muda. Hal mana, begitu
penting dan strategis bagi para mahasiswa dalam membangun kompetensi dirinya selaku pemikir,
ilmuwan, calon profesional yang mampu memahami dan mengerjakan pikirannya secara tepat, sehat,
dan benar dalam bidang keilmuan yang ditekuninya.

Prinsipnya, perguruan tinggi harus mampu membangun pikiran-pikiran keilmuannya secara filosofis
untuk makin menemukan eksistensi “ilmuan pemikir”, bukan sekedar ilmuan “foto kopi”. Perguruan
Tinggi harus mempu membangun budaya keilmuan, baik secara internal keilmuan maupun lintas
keilmuan. Mendidik, mengajar dan membimbing peserta didik untuk dapat melakukan eksplorasi
pemikiran, menggagasnya, dan mengkomunikasikan atau mendebatkan pikiran-pikirannya secara
terbuka. Mereka belajar untuk saling mengkritik dan saling mempertajam ide-ide dengan berbagai ruang
pemaknaan.
Mereka secara bebas dan terbuka melakukan transaksi dan negosiasi pemikiran untuk memecahkan
topik pembelajaran atau permasalahan aktual yang terjadi dalam lingkungan alam maupun dalam
lingkungan sosialnya. Melalui itu, mereka mampu menyuguhkan kebenaran-kebenaran serta validitas
dan keabsahan pemikiran yang diterima secara luas dan berlaku universal. Pendeknya, tidak ada sebuah
kejeniusan pemikiran keilmuan apa pun yang bersifat ilmu atau keilmiahan tanpa sebuah norma
pembimbingan maupun pertanggungjawaban filosofis-logis yang memadai.

Pengalaman menunjukkan bahwa, umumnya mahasiswa dan output perguruan tinggi yang belum dapat
mengerjakan pikirannya secara tepat dan benar, karena belum terlatih secara matang dalam
membangun dan menguji pikiran-pikirannya secara kritis, terbuka, dan terstruktur. Karenanya, mereka
cenderung menghafal, memfotokopi, dan mengikuti secara buta berbagai warisan pemikiran serta
berbagai rumusan formal dari norma apa pun tanpa sebuah pertimbangan kritis. Bahkan, banyak yang
hanya mengikuti kuliah secara formalistik untuk mengejar target pencapaian sistem kredit semester
(SKS) yang harus ditempuh, tanpa berusaha membangun sebuah kompetensi pemikiran yang memadai
dengan melakukan transfer of knowledge secara efektif dan sistimatis.

2. Filsafat Ilmu di Perguruan Tinggi

Filsafat ilmu bertujuan untuk memberikan pemahaman betapa luas dan dalamnya hakikat serta
tanggungjawab pikiran dan pengetahuan manusia. Perguruan tinggi, secara filosofis, berfungsi dalam
rangka pencerdasan budi atau intelektual dan budaya masyarakat. Karena itu perguruan tinggi,
berusaha menumbuhkan kesadaran dalam diri mahasiswa dan masyarakat bahwa pikiran, pengetahuan,
dan ilmu adalah salah satu fenomena eksistensi manusia yang tidak dapat dipisahkan dari nilai dan
panggilan tugas kemanusiaan yang diembannya.

Dalam filsafat ilmu, nilai dan panggilan tugas kemanusiaan telah begitu lekat (inheren), baik di dalam
pikiran atau pengetahuan, termasuk dalamnya, bidang ilmu dan teknologi sedang yang ditekuni oleh
para mahasiswa sesuai bidang minat dan profesinya di perguruan tinggi. Usaha tersebut, bertumpuh
pada manusia sebagai subyek, sehingga mampu mendongkrak segala keterbatasan kodratinya, dan
menyumbang bagi kepenuhan diri sebagai makhluk budaya yang bisa mengusai alam yang
mendeterminasi dirinya.

Mengingat mata kuliah Filsafat ilmu ini disajikan sebagai salah satu matakuliah di PT, maka diharapkan,
baik secara substantif maupun metodis, perkuliahan dimaksud dapat memberikan dasar-dasar
pengetahuan dan ketrampilan berpikir yang baik bagi mahasiswa untuk sejak dini dapat terlatih
membangun pendekatan filosofislogis itu di dalam membangun kompetensi keilmuannya. Sasarannya
pada upaya memperkenalkan prinsip-prinsip dasar studi filsafat yang membimbing mahasiswa untuk
membongkar dan menggali berbagai realitas kekayaan tentang dunia kemanusiaannya yang penuh daya
misteri, serta membentuk dasar-dasar pemahaman filosofis yang berhubungan teknik atau seni dalam
membangun atau mengerjakan pikiran dalam membangun tugas keilmuan.

Realitas di perguruan tinggi dewasa ini, pengembangan filsafat ilmu khususnya sistematika berfikir
peserta didik yang masih kurang. Ini salah satu sebab utama kurangnya para pemikir kita bisa
menghasilkan ide, gagasan,pendapat sendiri dan persfektif yg lebih baik kecuali apa yang sudah tertulis
dalam materi-materi pelajaran maupun kuliah. Hasilnya adalah manusia-manusia yang tidak punya
keberanian untuk keluar dari pedoman-pedoman ilmu yang terdapat dalam materi textbook..
Sementara kalangan ilmuwan, scientolog dan filosof barat hampir selalu menghasilkan karya ilmiah yang
ditawarkan ke dunia International lewat jurnal-jurnal Ilmiah dan forum International.

Sebabnya kenapa? Praktek pendidikan kita tidak mengajarkan berbagai sistem berfikir yang ada yaitu
logika, rasionalisme, empirisme, pragmatisme, realisme, idealisme, kausalitas sebab akibat, sintesisme,
postrealisme, epistemologi, etimologi dan seterusnya. Padahal segala sistem berfikir adalah tonggak
bagi segala bangunan keilmuwan dunia, baik itu fisika, kimia, biologi, sosiologi, matematika, geografi,
Antropologi termasuk juga Pancasila dan Agama. Segala sistematika berfikir yang terdapat dalam Filsafat
ilmu adalah metode untuk menghasilkan pengetahuan, adalah metode untuk meneliti, adalah metode
untuk berfikir, adalah metode untuk menghasilkan pemikiran ilmiah, adalah metode untuk mendesain
ulang kembali peradaban sekarang yang cenderung kearah materialisme hedonisme Liberal dan adalah
metode untuk mencipta, mengkreasikan dan menemukan keilmuan baru.
Apakah cukup dengan segala materi ilmu pengetahuan yang dipahami lalu semua peserta didik bisa
berfikir sendiri? Apakah cukup hanya dengan duduk, datang, dengarkan ceramah dosen bisa dicetak
generasi pemikir dan pencipta? Apakah bisa dengan segala bacaan, perpustakaan, materi tulisan lalu
muncul generasi ilmiah kreatif? Jawaban tentu TIDAK. Tidak akan bisa dan tidak akan pernah bisa. Sebab
sendi dasar berfikir dan mencipta tidak dikuasai oleh generasi kita yaitu FILSAFAT BERPIKIR.

Sebelum peserta didik kita tidak diajarkan sistematika berfikir dengan segala metodenya, maka bangsa
ini tidak akan mampu bersaing dalam hal Ekonomi, Politik, militer dan Budaya dan penelitian ilmiah
dibanding bangsa bangsa lainnya terutama barat dan Asia Timur. Wajib bagi pelajar kita untuk belajar
logika sistematika berfikir atau bangsa ini makin tidak bisa menghasilkan pemikir-pemikir dan penemu
handal! Dilain sisi, kekeliruan terbesar dunia pendidikan kita adalah alam semesta telah teredusir dan
terpangkas jadi pelajaran-pelajaran buku teks ilmu alam, bukan pelajaran tentang bagaimana
mengamati, mengklasifikasi, meneliti dan mengobservasi alam secara langsung dengan 5 panca
indranya.

Membenamkan teks dan kalimat bukan meneliti apalagi mengobservasi, tidak lebih hanyalah sebuah
permainan kata-kata yang tidak bermakna dan penuh dengan kegiatan pembenaman kalimat-kalimat
kedalam benak peserta didik. Maka yang dihasilkan adalah manusia-manusia yang sekedar meringkas,
mencontek, mengeja, mengekor dan menjiplak hasil karya ilmiah yg dihasilkan oleh peneliti dan
pengeksplorasi asing tanpa kita bisa menghasilkan individu-individu andal dibidang ilmu alam.

Filsafat adalah hal yang penting dalam kehidupan, mampu menjawab segala pertanyaan dengan metode
berpikir yang logis dan tidak terikat norma dan dogma. Beberapa alasan mendasar kenapa perguruan
tinggi harus mengajarkan, mengembangkan filsafat ilmu sebagai pengetahuan dasar yang harus dimiliki
peserta didik. Sebagai berikut.

a) Menjadi seorang yang kritis


Dengan belajar filsafat, peserta didik bisa memiliki pemikiran yang kritis. Filsafat akan membentuk
pemikiran diplomatis, yang bisa menjadikan kamu peka terhadap lingkungan sekitar, dan juga bertindak
anti-apatis.

b) Mampu berpikir secara rasional dan logis

Disamping itu, filsafat juga bisa membentuk peserta didik menjadi seorang pemikir yang logis dan
rasional. Dengan metode berpikir seperti ini, kamu bisa mengatasi masalah-masalah dalam kehidupan
dengan baik.

c) Berpikir independen

Pemikiran independen adalah hasil berpikir secara pragmatis dan terbuka. peserta didik juga berusaha
mengambil jalan tengah agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Memang, berpikir secara
konvensional akan membuat hidup menjadi sistematis, tapi berpikir secara independen membuat
peserta didik bisa melangkah lebih jauh. Selain itu, berpikir independen berarti tidak 'hidup' berdasar
pemikiran orang lain.

d) Berpikir secara fleksibel

Filsafat itu sifatnya dinamis, tidak terbelenggu dalam satu aturan-aturan dan kaidah. Ini akan membuat
peserta didik memiliki fleksibilitas berpikir, memiliki kemauan untuk mencoba hal baru. Tidak harus
'terikat' dengan ide-ide lama, karena kamu bisa menggantinya dengan ide-ide baru yang lebih efektif.

e) Memperluas wawasan
Memiliki wawasan yang luas akan membuat peserta didik lebih terampil di berbagai bidang. Ingat,
peradaban dunia dibangun berdasar dari berbagai macam pemikiran. Di samping itu, peserta didik akan
memahami berbagai macam teori-teori dalam kehidupan, sehingga menjadi menjadi sadar, betapa
berharganya kehidupan.

f) Mampu menganilis setiap permasalahan

Filsafat mengajarkan kita untuk bisa mempertahankan pendapat, serta bisa mengembangkannya secara
sehat, menggunakan nalar yang tepat, tidak menggunakan otot dan tidak menggunakan ototritas
intervensi.

g) Menjadi seorang yang skeptis

Bukan berarti peserta didik harus menjadi agnostik atau atheist, namun ini lebih ke arah bagaimana
mereka mengamati lingkungan dan situasi sekitar. Menjadi seorang yang skeptis berarti tidak langsung
percaya pada suatu peristiwa atau berita, tapi kamu harus bisa menemukan bukti yang kredibel serta
valid, agar tidak termakan berita hoax.

h) Memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi berdasar sebab-akibat

Prinsip ini disebut juga kausalitas, bahwa segala sesuatu yang terjadi pasti ada sebab yang
mengawalinya. Ketika mereka ditanya tentang bagaimana sesuatu bisa terjadi, mereka tidak lagi
menjawab "Tidak tahu", karena mereka sudah memiliki jawabannya.
i) Menjawab segala pertanyaan tentang kehidupan

Pada dasarnya, Filsafat adalah jawaban dari setiap pertanyaan. Mungkin di benak kita sering terlintas
pertanyaan seperti, "Siapa kita?", "Untuk apa kita hidup?", "Apa itu kehidupan?". Kita bisa menemukan
metode dan cara yang tepat, untuk bisa memahami dan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Tegasnya, filsafat ilmu hendak menunjukkan bahwa filsafat adalah ilmu berpikir atau seni mengolah pikir
untuk menghasilkan karya-karya keilmuan dan karya budaya yang berguna. Melalui itu, mahasiswa
dibimbing untuk memahami bagimana pikiran sebagai daya intelektual manusia telah menjadi kekuatan
peradaban dan budaya yang telah menghasilkan kemajuan-kemajuan besar dalam hidup dan
menjadikannya sebagai master budaya.

Melalui Filsafat ilmu, dosen dan mahasiswa dapat membangun kemampuan filosofisnya dalam
mengolah pikir guna mengkritisi berbagai pemikiran keilmuan yang digeluti serta makin terbimbing
untuk menghasilkan karya-karya keilmuan dan karya budaya yang berguna, sesuai bidang keahliannya.
Inti pembangunan ilmu bertumpuh pada tiga dimensi keilmuan, yaitu:

Pertama; dimensi kritis, dengan tujuan untuk membangun otonomi diri serta kemampuan nalar dalam
menilai dan mempertanyakan berbagai kemungkinan (klaim-klaim kebenaran bersifat keilmiahan,
ideologis, yuridis, maupun religius) dalam rangka pengembangan dan penegasan eksistensi (pilihan
hidup);

Kedua; dimensi kreatif, dengan tujuan untuk mengolah budi (kecerdasan), mampu melakukan imajinasi
teori, mengubah fakta menjadi permasalahan dan terobosan penyelesaiannya dalam berbagai lakon
aktual;
Ketiga; dimensi kontemplatif untuk menajamkan kepekaan, mampu mengenal kekuatan dan kelemahan,
serta menasihati dan membimbing diri (menangani diri) sehingga memiliki sebuah jangkar keberadaan
dan fondasi eksistensi yang kokoh sebagai pribadi (personal), maupun sebagai bangsa dan masyarakat
yang beradab dan bermartabat.

Anda mungkin juga menyukai