Anda di halaman 1dari 22

[Type here] [Type here] [Type here]

A. Model PBL (Problem Based Learning)

Hakikat dari PBL adalah mengajarkan siswa untuk belajar melalui pengalaman dan
mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah secara mandiri. Pendekatan ini
menempatkan siswa sebagai pusat dari proses belajar, dengan mengajak mereka untuk aktif terlibat
dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan masalah dalam konteks nyata. Melalui PBL,
siswa tidak hanya belajar tentang konsep dan teori, tetapi juga mengembangkan keterampilan berpikir
kritis, keterampilan komunikasi, dan keterampilan kolaborasi yang diperlukan untuk sukses dalam
kehidupan nyata. PBL juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar secara mandiri dan
mengambil tanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri, sementara juga menerima bimbingan
dari fasilitator dan rekan tim mereka.

Dalam keseluruhan, PBL mengajarkan siswa untuk memecahkan masalah secara efektif,
mengeksplorasi ide-ide baru, dan belajar bagaimana beradaptasi dengan situasi yang berubah-ubah.
Dengan demikian, PBL membantu siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mempersiapkan
mereka untuk berhasil di masa depan.
Model PBL (Problem-Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa diberikan
masalah nyata untuk diselesaikan dalam tim atau secara mandiri dengan bimbingan dari seorang
fasilitator. Model PBL bertujuan untuk memperbaiki pemahaman konsep siswa, kemampuan
pemecahan masalah, dan kemampuan berpikir kritis melalui pengalaman belajar yang lebih aktif dan
interaktif.

Berikut adalah bentuk sintaksis dari Model PBL:

1. Identifikasi masalah: Siswa diberikan masalah yang perlu dipecahkan atau diteliti.
2. Menentukan tujuan: Siswa menentukan tujuan mereka dalam menyelesaikan masalah atau
mencapai pemahaman yang lebih baik tentang topik yang berkaitan.
3. Mengorganisir tim: Jika siswa bekerja dalam tim, mereka perlu mengorganisir diri dan
menentukan peran masing-masing anggota tim.
4. Mengumpulkan informasi: Siswa mencari informasi yang relevan dan berkaitan dengan
masalah yang diberikan.
5. Analisis informasi: Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi untuk memahami masalah
dan menentukan solusi atau jawaban yang tepat.

[Type here] [Type here] [Type here]


6. Menyelesaikan masalah: Siswa menyelesaikan masalah atau menemukan solusi dengan
menerapkan konsep yang telah dipelajari.
7. Refleksi: Siswa merefleksikan pengalaman belajar mereka dan mengidentifikasi apa yang telah
mereka pelajari dan bagaimana mereka dapat menerapkannya di masa depan.
8. Presentasi: Siswa mempresentasikan hasil kerja mereka, baik secara lisan maupun tertulis,
dan menerima umpan balik dari fasilitator dan rekan mereka.

[Type here] [Type here] [Type here]


PBL (Problem-Based Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam menyelesaikan masalah atau tantangan dunia nyata yang terkait dengan materi pelajaran.
Beberapa kemudahan dan kesulitan dalam menggunakan model PBL adalah sebagai berikut:

Kemudahan PBL:
- Meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam memecahkan masalah yang
kompleks.
- Mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan mandiri, karena mereka bertanggung jawab
atas proses belajar mereka sendiri.
- Meningkatkan motivasi siswa, karena mereka terlibat dalam pemecahan masalah dunia nyata
yang memiliki dampak pada kehidupan sehari-hari.
- Mengintegrasikan berbagai subjek dan membantu siswa untuk melihat hubungan antara topik
yang berbeda.
- Memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi siswa karena mereka mengaitkan
pengetahuan dan keterampilan mereka dengan masalah dunia nyata.

Kesulitan PBL:

- Memerlukan persiapan yang cermat dan pengembangan masalah atau tantangan yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
- Menuntut waktu dan upaya yang signifikan dari guru dan siswa dalam memecahkan masalah
yang rumit.
- Membutuhkan keterampilan manajemen waktu dan kerja sama yang baik dari siswa.
- Mungkin sulit untuk mengevaluasi pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dalam
proses pembelajaran, terutama jika tidak ada evaluasi yang sesuai.
- Mungkin tidak sesuai untuk semua topik dan kurikulum, karena tidak semua topik cocok untuk
pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada masalah.

B. Model PjBL (Project Based Learning)


Model PJBL (Project-Based Learning) adalah salah satu model pembelajaran yang
memfokuskan pada pemberian tugas atau masalah yang harus diselesaikan oleh siswa sebagai cara
untuk memperoleh pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik. Model PJBL dilakukan dengan
memberikan sebuah masalah atau tugas yang membutuhkan pemecahan atau penyelesaian dari

[Type here] [Type here] [Type here]


siswa, yang kemudian akan memicu siswa untuk belajar dan mengembangkan pemahaman mereka
secara mandiri.

Sintaksis dari model PjBL dapat beragam, tergantung pada cara pendekatan dan
implementasinya. Berikut adalah beberapa contoh sintaksis yang umum digunakan dalam
model PjBL:

- Identifikasi masalah atau tantangan yang akan dipecahkan: Siswa diminta untuk
mengidentifikasi masalah atau tantangan yang akan diselesaikan dalam proyek.
- Rencana proyek: Siswa merencanakan proyek yang akan dilakukan, termasuk
tujuan, sumber daya yang dibutuhkan, dan tahapan yang harus dilakukan.
- Pengerjaan proyek: Siswa bekerja dalam tim untuk menyelesaikan proyek,
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari.
- Evaluasi dan umpan balik: Setelah selesai, proyek dievaluasi untuk menentukan
keberhasilan dan kesuksesannya, serta mendapatkan umpan balik yang
konstruktif.
- Refleksi dan pembelajaran: Siswa merefleksikan pengalaman mereka dalam
menyelesaikan proyek, termasuk kesulitan dan tantangan yang dihadapi, dan
membuat kesimpulan tentang apa yang telah dipelajari dan kemampuan apa
yang perlu ditingkatkan.
- Penyebaran hasil: Hasil proyek dapat disebarkan untuk diakses oleh orang lain,
seperti publik atau institusi yang terkait.
- Kolaborasi dan komunikasi: Siswa belajar untuk berkolaborasi dan
berkomunikasi dengan baik dengan anggota tim dan stakeholder lain dalam
proyek.

Itulah beberapa contoh sintaksis dari model PjBL. Namun, penting untuk diingat
bahwa implementasi model PjBL dapat bervariasi tergantung pada konteks dan tujuan
pembelajaran yang diinginkan.

[Type here] [Type here] [Type here]


Namun, sintaksis dari model PJBL dapat bervariasi tergantung pada pendekatan dan implementasi
yang dilakukan oleh guru atau pengajar.

Berikut adalah kemudahan dan kesulitan dari model PJBL:


Kemudahan PJBL:

a. Memotivasi siswa untuk belajar karena mereka merasa terlibat secara aktif dalam
memecahkan masalah atau tugas.
b. Mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah siswa.
c. Memberikan pengalaman belajar yang relevan dengan kehidupan nyata.

[Type here] [Type here] [Type here]


d. Mendorong kolaborasi dan kerja tim antara siswa.
e. Mengembangkan kemandirian dan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran mereka.

Kesulitan PJBL:

a. Memerlukan persiapan yang lebih intensif dari guru untuk mempersiapkan masalah atau tugas
yang sesuai.
b. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan masalah atau tugas daripada
model pembelajaran lainnya.
c. Memerlukan pengawasan yang lebih intensif dari guru untuk memastikan siswa benar-benar
terlibat dalam proses pembelajaran dan memperoleh pemahaman yang sesuai.
d. Tidak semua siswa terbiasa dengan model pembelajaran yang mandiri dan interaktif, dan
beberapa siswa mungkin mengalami kesulitan untuk menyelesaikan masalah atau tugas
secara mandiri.
e. Tidak semua topik pelajaran dapat diintegrasikan dengan model PJBL, sehingga mungkin
perlu digabungkan dengan model pembelajaran lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang diinginkan.

C. Model Probelem Solving


Model problem solving adalah sebuah kerangka kerja atau metode sistematis yang digunakan
untuk memecahkan masalah. Ada beberapa model problem solving yang telah dikembangkan oleh
para ahli, namun secara umum, model problem solving terdiri dari beberapa tahap yang saling terkait,
yaitu:

- Mengidentifikasi masalah atau isu yang harus dipecahkan.


- Mengumpulkan informasi yang relevan dan berkaitan dengan masalah yang dihadapi.
- Merumuskan hipotesis atau gagasan tentang penyebab masalah atau solusi yang mungkin.
- Menguji hipotesis dengan melakukan eksperimen atau analisis yang lebih mendalam.
- Membuat kesimpulan dan mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah.
- Menerapkan solusi yang dipilih dan mengevaluasi hasilnya.

Sintaksis adalah aturan atau struktur dalam bahasa yang digunakan untuk
menyusun frasa, kalimat, atau bahkan model problem solving. Sebagai contoh
sintaksis pada model problem solving, berikut adalah sebuah contoh:

[Type here] [Type here] [Type here]


- Menentukan masalah: Contoh: Masalahnya adalah mengurangi biaya operasional
di perusahaan.
- Mengumpulkan informasi: Contoh: Mengumpulkan data tentang pengeluaran
perusahaan, anggaran operasional, dan sumber daya yang tersedia.
- Menganalisis informasi: Contoh: Mengidentifikasi pola pengeluaran yang dapat
dikurangi, mengevaluasi anggaran operasional, dan menganalisis sumber daya
yang tersedia.
- Merumuskan solusi: Contoh: Mengurangi biaya pengeluaran dengan cara
menghilangkan pengeluaran yang tidak perlu, mengevaluasi kontrak dengan
pemasok, dan menambahkan efisiensi pada sistem operasional.
- Menerapkan solusi: Contoh: Mengimplementasikan solusi yang telah dirumuskan
dan mengevaluasi hasilnya.
- Mengevaluasi solusi: Contoh: Mengevaluasi efektivitas solusi yang telah
diterapkan, menentukan apakah solusi tersebut berhasil atau tidak, dan
- melakukan penyesuaian jika diperlukan.

[Type here] [Type here] [Type here]


Sintaksis pada model problem solving membantu untuk mengatur langkah-langkah
yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah, sehingga proses penyelesaian
masalah menjadi lebih terstruktur dan terukur.

Model problem solving adalah proses untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan informasi,
memilih solusi terbaik, dan mengimplementasikan solusi tersebut.
Kesulitan dalam model problem solving dapat terjadi karena beberapa faktor seperti:

- Kurangnya informasi atau data yang diperlukan untuk mengidentifikasi masalah


- Kesulitan dalam memilih solusi terbaik karena terlalu banyak pilihan atau tidak memiliki cukup
informasi tentang setiap pilihan
- Tidak memiliki keterampilan atau pengetahuan yang diperlukan untuk mengimplementasikan
solusi yang dipilih
- Keterbatasan sumber daya yang tersedia untuk menerapkan solusi, seperti waktu atau uang.
- Di sisi lain, beberapa kemudahan dalam model problem solving adalah:

- Ada banyak metode dan kerangka kerja yang tersedia untuk membantu dalam proses problem
solving
- Ada banyak sumber daya dan alat yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang
diperlukan
- Kolaborasi dengan orang lain dapat membantu memperluas pemikiran dan
meningkatkan kreativitas dalam menemukan solusi terbaik.
- Model problem solving adalah pendekatan sistematis untuk memecahkan masalah dengan
menggunakan metode yang terstruktur dan logis. Berikut adalah beberapa kelebihan dan
kekurangan pada model problem solving:

Kelebihan:

- Mempermudah pemecahan masalah: Dengan menggunakan model problem solving,


pemecahan masalah menjadi lebih terstruktur dan terorganisir sehingga memudahkan untuk
menemukan solusi yang efektif dan efisien.
- Meminimalkan kesalahan: Model problem solving membantu meminimalkan kesalahan dan
memperkecil peluang terjadinya kesalahan dalam memecahkan masalah.

[Type here] [Type here] [Type here]


- Menghemat waktu: Dengan menggunakan pendekatan sistematis, model problem solving
dapat membantu menghemat waktu dalam memecahkan masalah.
- Memperkuat kemampuan berpikir: Model problem solving melatih kemampuan berpikir dan
memperkuat keterampilan pemecahan masalah.

Kekurangan:

- Terlalu terstruktur: Terkadang model problem solving terlalu terstruktur dan kaku sehingga
tidak dapat mempertimbangkan aspek-aspek yang tidak terduga atau tidak terduga dalam
memecahkan masalah.
- Tidak fleksibel: Model problem solving mungkin tidak fleksibel dalam mempertimbangkan opsi
solusi alternatif atau variasi dalam situasi yang kompleks.
- Membutuhkan keterampilan yang baik: Model problem solving membutuhkan keterampilan
berpikir logis dan analitis yang kuat, sehingga tidak semua orang dapat menggunakannya
dengan efektif.
- Tidak cocok untuk masalah yang kompleks: Untuk masalah yang sangat kompleks, model
problem solving mungkin tidak cukup untuk memecahkan masalah secara menyeluruh dan
memerlukan pendekatan yang lebih holistik.

D. Model Problem Posing


Model problem posing adalah pendekatan untuk merancang masalah dengan tujuan untuk
membangkitkan pemikiran kreatif dan reflektif dari para siswa.
Sintaksis Model Problem Posing dapat berbeda-beda tergantung pada pendekatan
dan metodologi yang digunakan. Berikut beberapa contoh sintaksis yang mungkin
digunakan dalam Model Problem Posing:

1. Menjelaskan konsep atau topik matematika kepada siswa dengan memberikan


contoh-contoh masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari atau dunia
nyata.
2. Meminta siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang masalah yang diberikan
atau konsep yang dipelajari.
3. Memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja secara individu atau dalam
kelompok dalam menciptakan masalah matematika yang berkaitan dengan topik
yang dipelajari.
4. Memfasilitasi diskusi dan refleksi di antara siswa mengenai masalah yang
dihasilkan dan solusi yang ditemukan.
5. Mendorong siswa untuk menemukan berbagai metode atau strategi dalam
menyelesaikan masalah matematika yang telah dihasilkan.

[Type here] [Type here] [Type here]


6. Mendorong siswa untuk berbagi masalah dan solusi yang mereka temukan
dengan kelas atau kelompok.

Sintaksis Model Problem Posing dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan


karakteristik siswa serta topik matematika yang sedang dipelajari.

Model problem posing adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang memusatkan
perhatian pada kemampuan siswa untuk merumuskan pertanyaan, masalah, atau situasi baru yang
terkait dengan materi yang sedang dipelajari.

Problem posing adalah suatu teknik atau strategi dalam pembelajaran yang mengajarkan
siswa untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang relevan
dalam konteks pembelajaran. Berikut adalah beberapa kelebihan dan kekurangan pada problem
posing:

[Type here] [Type here] [Type here]


- kemampuan berpikir kritis: Problem posing mengajarkan siswa untuk mengidentifikasi
masalah dan merumuskan pertanyaan yang relevan. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa karena mereka harus mempertimbangkan berbagai faktor dan melihat
masalah dari berbagai sudut pandang.

- Meningkatkan motivasi siswa: Dalam problem posing, siswa menjadi aktif dalam memecahkan
masalah. Hal ini dapat meningkatkan motivasi siswa karena mereka merasa memiliki tanggung
jawab dalam memecahkan masalah dan merasa bahwa mereka dapat berkontribusi dalam
pembelajaran.

- Mengembangkan kreativitas: Problem posing memungkinkan siswa untuk mengembangkan


kreativitas mereka dalam merumuskan pertanyaan dan mencari solusi.

Kekurangan:

- Membutuhkan waktu yang lebih lama: Problem posing membutuhkan waktu yang lebih lama
daripada pembelajaran tradisional karena siswa harus mengidentifikasi masalah dan
merumuskan pertanyaan.

- Memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi: Problem posing memerlukan kemampuan


berpikir tingkat tinggi, seperti kemampuan analitis dan kreativitas. Siswa yang kurang memiliki
kemampuan tersebut mungkin kesulitan dalam mengikuti proses problem posing.

E. Model Inquiry Learning


Model Inquiry Learning adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa
sebagai subjek aktif dalam proses pembelajaran. Dalam model ini, siswa diajak untuk
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan, melakukan observasi, mengumpulkan data,
melakukan analisis, dan mencapai kesimpulan. Model Inquiry Learning didasarkan pada
konsep konstruktivisme, yang mengasumsikan bahwa siswa membangun pengetahuannya
sendiri melalui proses eksplorasi dan refleksi.

Sintaks Model Inquiry Learning:

[Type here] [Type here] [Type here]


a. Menentukan topik atau masalah yang akan diteliti.
b. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan topik atau masalah yang akan
diteliti.
c. Merencanakan dan melakukan observasi atau eksperimen untuk mengumpulkan data.

d. Menganalisis data yang telah dikumpulkan.


e. Membuat kesimpulan dan generalisasi berdasarkan analisis data.
f. Membuat rekomendasi atau tindakan selanjutnya.

Kelebihan Model Inquiry Learning:

[Type here] [Type here] [Type here]


- Memungkinkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, analitis,
dan reflektif.
- Menumbuhkan minat dan motivasi siswa untuk belajar, karena mereka secara aktif
terlibat dalam proses pembelajaran.
- Meningkatkan pemahaman dan keterampilan pemecahan masalah siswa karena
mereka terlibat dalam proses eksplorasi dan pengumpulan data.

Kekurangan Model Inquiry Learning:

- Memerlukan waktu dan sumber daya yang cukup untuk mempersiapkan dan
melaksanakan kegiatan inquiry learning yang efektif.
- Dalam situasi kelas yang besar, sulit bagi guru untuk memberikan perhatian yang
cukup kepada setiap siswa.
- Siswa mungkin memerlukan bantuan dan arahan yang lebih banyak dari guru dalam
tahap awal pembelajaran.

F. Model Discovery Learning


Model Discovery Learning adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa
sebagai subjek aktif dalam proses pembelajaran dengan memberikan kesempatan
untuk menemukan atau menemukan sendiri konsep atau prinsip tertentu. Dalam model
ini, siswa diberikan masalah atau situasi yang menantang untuk dipecahkan atau
dijelaskan. Siswa kemudian diharapkan dapat menemukan konsep atau prinsip yang
terkait dengan masalah atau situasi tersebut melalui proses eksplorasi, refleksi, dan
diskusi.

Sintaks Model Discovery Learning:


a. Menentukan topik atau masalah yang akan dipecahkan atau dijelaskan.
b. Memberikan situasi atau masalah yang menantang.
c. Memfasilitasi siswa untuk menemukan sendiri konsep atau prinsip yang terkait
dengan masalah atau situasi tersebut.
d. Mendorong siswa untuk merumuskan dan memperbaiki gagasan atau konsep
yang telah ditemukan.

[Type here] [Type here] [Type here]


e. Memberikan kesempatan untuk siswa untuk berdiskusi dan berbagi gagasan
atau konsep yang telah ditemukan.
f. Memperkuat pemahaman dan aplikasi konsep atau prinsip melalui latihan dan
pembelajaran lanjutan.

Kelebihan Model Discovery Learning:

- Memungkinkan siswa untuk mengembangkan keterampilan penemuan sendiri dan


kreativitas.
- Mendorong siswa untuk lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan belajar
dari pengalaman pribadi mereka.

[Type here] [Type here] [Type here]


- Menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada siswa karena mereka
bertanggung jawab atas hasil pembelajaran mereka sendiri.

Kekurangan Model Discovery Learning:

- Memerlukan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan kegiatan discovery


learning yang efektif.
- Memerlukan guru yang sangat terampil dan berpengalaman untuk memfasilitasi dan
membimbing siswa dalam proses pembelajaran.
- Siswa dengan latar belakang yang kurang memadai mungkin kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran ini.

G. Model pembelajaran Tipe Jigsaw


Jigsaw adalah salah satu jenis teknik pembelajaran mesin semi-terawasi
yang digunakan untuk mengatasi masalah klasifikasi dan segmentasi gambar.
Teknik ini menggabungkan beberapa model yang masing-masing mempelajari
bagian yang berbeda dari gambar untuk membuat prediksi yang lebih akurat.

Secara sintaksis, teknik Jigsaw terdiri dari tiga tahap:


- Pengacakan: Gambar dibagi menjadi beberapa bagian kecil yang diacak secara
acak.
- Pelatihan: Model pelatihan dilatih pada gambar acak ini dan diminta untuk
memprediksi urutan kembali dari bagian-bagian gambar tersebut.
- Pengujian: Setelah model pelatihan dilatih, ia diuji pada gambar yang belum pernah
dilihat sebelumnya.

Kelebihan dari teknik Jigsaw adalah:

a. Efektif dalam memecahkan masalah segmentasi gambar dan klasifikasi gambar.


b. Mampu meningkatkan akurasi prediksi gambar dengan memanfaatkan
representasi fitur lokal dan global yang baik.
c. Lebih cepat dan lebih efisien daripada teknik deep learning tradisional.

[Type here] [Type here] [Type here]


Kekurangan dari teknik Jigsaw adalah:

a. Membutuhkan pengacakan gambar yang rumit dan seringkali memerlukan waktu


yang lama untuk melatih model.

b. Tidak selalu efektif untuk gambar yang sangat kompleks dan memiliki banyak fitur
yang rumit.

[Type here] [Type here] [Type here]


c. Dalam beberapa kasus, teknik Jigsaw tidak mampu menangani gambar dengan
cukup baik dan dapat menghasilkan hasil yang tidak akurat.

H. Model Pendekatan Matematika Realistik


Model pendekatan matematika realistik (Realistic Mathematics Education/RME)
adalah sebuah pendekatan pengajaran matematika yang dikembangkan di Belanda
pada tahun 1970-an. Pendekatan ini fokus pada pengembangan pemahaman
konseptual dan keterampilan prosedural melalui konteks nyata dan situasi masalah
yang relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Sintaksis dari model RME meliputi tiga tahapan, yaitu:

- Konteks nyata atau situasi masalah diperkenalkan kepada siswa.


- Siswa diberi kesempatan untuk menjelajahi, memperoleh informasi, dan berpikir
kritis tentang situasi masalah tersebut. Mereka didorong untuk menciptakan dan
membangun model matematika mereka sendiri.
- Siswa kemudian menggunakan model matematika yang mereka buat untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan situasi nyata atau masalah yang
diberikan.

[Type here] [Type here] [Type here]


Kelebihan dari pendekatan RME adalah sebagai berikut:

- Memungkinkan siswa untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam


tentang konsep matematika, karena siswa dapat melihat bagaimana konsep-konsep
ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
- Mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif, karena mereka harus membuat
model matematika mereka sendiri dan menciptakan solusi yang sesuai dengan
situasi masalah.
- Membuat pembelajaran matematika lebih menyenangkan dan menarik, karena
siswa dapat melihat bagaimana matematika dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.

Namun, ada beberapa kekurangan dari pendekatan RME, yaitu:

- Memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengajar, karena siswa harus diberi
waktu untuk menjelajahi situasi masalah dan membuat model matematika mereka
sendiri.
- Sulit untuk menilai kemajuan siswa, karena setiap siswa mungkin menciptakan
model matematika yang berbeda dan memecahkan masalah dengan cara yang
berbeda pula.
- Mungkin tidak cocok untuk semua siswa, karena beberapa siswa mungkin lebih
memilih pendekatan pengajaran matematika yang lebih terstruktur dan formal.

[Type here] [Type here] [Type here]


Daftar Pustaka

Barrows, H. S., & Tamblyn, R. M. (1980). Problem-based learning: An approach to


medical education. Springer Publishing Company.
Hmelo-Silver, C. E. (2004). Problem-based learning: What and how do students
learn?. Educational Psychology Review, 16(3), 235-266.
Savery, J. R., & Duffy, T. M. (2001). Problem based learning: An instructional model
and its constructivist framework. In C. M. Reigeluth (Ed.), Instructional-design
theories and models: A new paradigm of instructional theory (Vol. 2, pp. 135-
148). Routledge.
Torp, L., & Sage, S. (2002). Problems as possibilities: Problem-based learning for K-
16 education. Corwin Press.
Dolmans, D. H., Schmidt, H. G., & Gijselaers, W. H. (1995). Problem-based learning:
An instructional model and its implications. Medical education, 29(6), 425-431.

[Type here] [Type here] [Type here]


Boud, D. & Feletti, G. (Eds.). (1997). The Challenge of Problem-Based Learning.
Kogan Page.
Hung, W. (2009). Theories of Learning and Computer-Mediated Instructional
Technologies. Springer.
Savin-Baden, M., & Major, C. H. (2013). An Introduction to Problem-Based Learning.
Routledge.
Hmelo-Silver, C. E. (2004). Problem-based learning: What and how do students
learn?. Educational psychology review, 16(3), 235-266.
Barrows, H. S. (1994). Practice-based learning: Problem-based learning applied to
medical education. Journal of Medical Education, 60(3), 230-235.
Bell, R.L., Smetana, L., & Binns, I. (2005). Simplifying inquiry instruction. The Science
Teacher, 72(7), 30-33.
Blumenfeld, P. C., Soloway, E., Marx, R. W., Krajcik, J. S., Guzdial, M., & Palincsar,
A. (1991). Motivating project-based learning: Sustaining the doing, supporting
the learning. Educational Psychologist, 26(3-4), 369-398.
Harlen, W. (2010). Principles and big ideas of science education. In International
Handbook of Science Education (pp. 237-256). Springer, Dordrecht.
Jonassen, D. H. (1991). Objectivism versus constructivism: Do we need a new
philosophical paradigm?. Educational Technology Research and Development,
39(3), 5-14.
Kirschner, P. A., Sweller, J., & Clark, R. E. (2006). Why minimal guidance during
instruction does not work: An analysis of the failure of constructivist, discovery,
problem-based, experiential, and inquiry-based teaching. Educational
Psychologist, 41(2), 75-86.
Loucks-Horsley, S., Love, N., Stiles, K. E., Mundry, S., & Hewson, P. W. (2003).
Designing professional development for teachers of science and mathematics.
Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
National Research Council. (2000). Inquiry and the National Science Education
Standards: A Guide for Teaching and Learning. National Academies Press
Noroozi, M., Vinjimoor, A., Favaro, P., & Pirsiavash, H. (2018). Boosting self-
supervised learning via knowledge transfer. In Proceedings of the European
Conference on Computer Vision (ECCV), pages 186-201.

[Type here] [Type here] [Type here]


Doersch, C. (2015). Unsupervised visual representation learning by context
prediction. In Proceedings of the IEEE International Conference on Computer
Vision (ICCV), pages 1422-1430.
Noroozi, M., & Favaro, P. (2016). Unsupervised learning of visual representations by
solving jigsaw puzzles. In Proceedings of the European Conference on
Computer Vision (ECCV), pages 69-84.
Setyaningsih, R., Darmawan, D., & Jupri, A. (2020). Investigating the Effectiveness of
Realistic Mathematics Education (RME) in Learning Trigonometry. Journal of
Physics: Conference Series, 1469(1), 012082.
Putri, R. S., Suryadi, D., & Masrukan, M. (2019). The Effect of Realistic Mathematics
Education on Students' Mathematical Problem-Solving Ability. Journal of
Physics: Conference Series, 1188(1), 012032.
Sumintono, B., Subekti, N., Misbah, M., & Prasetyo, Z. K. (2017). The Effect of
Realistic Mathematics Education on Students' Achievement in Algebra. Journal
of Physics: Conference Series, 812(1), 012036.

[Type here] [Type here] [Type here]

Anda mungkin juga menyukai