Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

1. Praktikan mampu memodelkan dan menganalisis kondisi hidrodinamika dari perairan


teluk Jakarta dengan model hidrodinamika sederhana.
2. Praktikan mampu memodelkan dan menganalisis pergerakan trajektori partikel sederhana
serta pergerakan sedimen di suatu daerah perairan.

1.2 Teori Dasar

Dalam melakukan pemodelan hirdodinamika di Teluk Jakarta, maka kita memperhitungkan


pasang surut sebagai gaya penggerak arus model hidrodinamika 2-D horisontal. Sirkulasi yang
disebabkan oleh arus pasang surut di perairan pantai digambarkan oleh persamaan pengatur,
sebagai berikut:

Persamaan Kontinuitas:

∂ ς ∂(u h) ∂(v h)
+ + =0 Persamaan momentum arah x dan y :
∂t ∂x ∂y

∂ ς −τ
( )
2 2
∂u ∂u ∂u ∂ u ∂ u
+u +v =−g + bx + A h + 2
∂t ∂x ∂y ∂ x ρh 2
∂x ∂y

∂ ς −τ by
( )
2 2
∂v ∂v ∂v ∂ v ∂ v
+u +v =−g + + Ah +
∂t ∂x ∂y ∂x ρh ∂ x2 ∂ y2

Dimana u dan v menyatakna kecepatan arus yang dirata-ratakan terhadap kedalaman yang
didefinisikan sebagai berikut:
ς ς
1 1
u= ∫ udz ; v= ∫ vdz
h −h 0
h −h 0

Dan ς adalah elevasi muka laut, h adalah kedalaman total yang didefinisikan sebagai: h= h 0+ ς ,
dimana h 0 adalah kedalaman air rata-rata. τ bxdan τ by adalah stress dasar (m2/det2) yang
didefinisikan :

. τ bx= ρr u √ u2+ v 2 ; τ by= ρr v √ u2 + v2 .

Hasil keluaran dari pengerjaan model ini berupa kecepatan spasial dan temporal. Hasil keluaran
ini digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu pemodelan trajektori SLT dan sedimen. Simulasi
model trajektori SLT ini didekati dengan model trajektori partikel fluida di permukaan laut yang
digerakan oleh kecepatan arus keluaran model hidrodinamika 2-D horisontal. SLT dianggap
sebagai suatu partikel fluida yang bergerak mengikuti simulasi hidrodinamika dengan asumsi
tidak mengalami proses dispersi, decay (Faktor pengurangan partikel) dan settling.

Dalam mensimulasikan pergerakanarus 2-D horizontal digunakan model hidrodinamika MIKE


21 Flow Model FM. Persamaan pembangun pada model merupakan persamaan kontinuitas dan
persamaan gerak (Navier-Stoke) yang diintegrasikan terhadap kedalaman. Simulasi model
trajektori SLT menggunakan aplikasi add-on pada MIKE 21 Flow Model FM, particle-tracking
module. Aplikasi ini mengkalkulasikan perpindahan posisi partikel dari input kecepatan hasil
keluaran model hidrodinamika di setiap waktunya.

BAB II

METODOLOGI
2.1 Digitasi Coastline

Kegunaan digitasi ini adalah untuk mengekstrak data garis pantai dan batimetri dari peta fisik
yang telah disediakan. Karena data yang diberikan mengenai teluk Jakarta tidak terlalu baik
dalam digitasi yang menyebabkan kesulitan dalam pembuatan boundary, maka digunakan peta
yang penyusun miliki mengenai Teluk Jakarta.

1. Membuka program Surfer, kemudian menginput peta dengan memilih opsi Map  Base
Map

2. Setelah peta diinput, membuat georeference pada peta dengan cara klik kanan peta 
Properties, masukkan kordinat dari titik di ujung peta (xMin, xMax, yMin, yMax)
3. Setelah proses georeferencing selesai, dilanjutkan dengan mendigitasi garis pantai
dengan cara klik kanan pada peta -> Digitize
4. Men-trace garis pantai pada teluk Jakarta dan akan muncul box digit.bin seperti gambar
berikut.

5. Proses digitasi telah selesai, kemudian dilanjutkan dengan melakukan proses pembuatan
coastline di MIKE21 (langkah 6 - 7)
6. Meng-copy hasil digitasi (angka dalam digit.bin) ke dalam notepad. Lalu, meng-extract
data di notepad ke dalam Ms. Excel.

7. Mengatur data yang dimiliki menjadi tiga kolom yang mengayatakan Longitude,
Lattitude, dan keterangan seperti gambar di bawah ini

Notes: Beri keterangan nilai 0 untuk awal dan akhir dari digitasi dan beri nilai 1 untuk kordinat
sepanjang garis pantai.

8. Meng-copy data ke dalam notepad, kemudian men-save ke dalam format ascii dengan
ekstensi .xyz
2.2 Persiapan Batimetri

1. Melakukan hal yang sama dengan langkanh 1 hingga 3 pada langkah Digitasi Coastline.
2. Men-trace batimetri dan akan muncul box digit.bin seperti gambar berikut.

3. Meng-copy hasil digitasi (angka dalam digit.bin) ke dalam notepad. Lalu, meng-extract
data di notepad ke dalam Ms. Excel.
4. Mengatur data yang dimiliki menjadi tiga kolom yang mengayatakan Longitude,
Lattitude, dan Keterangan. Untuk batimetri, keterangan diisi dengan angka 3.
5. Meng-copy data ke dalam notepad, kemudian men-save ke dalam format ascii dengan
ekstensi .xyz

2.3 Pembuatan Mesh di DHI Mike 21

1. Pada welcome window Mike 21 pilih file -> New File -> Mike Zero -> Mesh Generator
2. Memilih Long/Lat pada Workspace Projection

3. Menginput data coastline yang telah di digit dengan opsi Data -> Import Boundary ->Pilih
coastline yang telah didigitasi
4. Memilih X, Y, Connectivity, and Z column sequences

Maka akan muncul tampilan sebagai berikut:


Notes :Titik merah dinamakan vertices, titik warna lainnya dinamakan nodes

5. Membuat boundary dari model dengan tool Draw Arc

6. Pada boundary yang telah dibuat, pilih vertices di ujung kiri dan ujung kanan atas, kemudian
klik kanan -> pilih vertices to nodes.
7. Mengubah properties dari boundary yang telah dibuat. Gunakan tools select arc -> pilih
boundary yang telah dibuat -> klik kanan ->properties . Akan muncul window seperti berikut
Notes :Beri nilai selain 0.1.2.3. dan 4 untuk ketiga kolom di atas (beri nilai yang sama). Pada
contoh di atas diberi nilai 5. Lakukan hal yang sama untuk boundary lainnya.

8. Kemudian memilih opsi Mesh -> Triangulate -> Triangulate dilanjutkan dengan Mesh ->
Smooth mesh diakhiri dengan Mesh -> Interpolate -> Interpolate, maka akan didapatkan
mesh sebagai berikut:

9. Menyimpan mesh yang telah dibuat kedalam format .mesh dengan memilih opsi Mesh ->
Export Mesh ->Save ke dalam format .mesh
2.4 Persiapan Data Pasut
2.4.1 Menggunakan Mike 21 Toolbox

1. Pada welcome screen, pilih New -> New File -> Mike 21 -> Mike 21 Toolbox

2. Pilih Tidal -> Prediction of Heights

3. Pada constituent description, pilih prediction based on global tide model data
4. Menyesuaikan Type of output (pada praktikum kali ini gunakan point), tentukan durasi
peramalan pasut.

5. Menentukan kordinat dan nama untuk menyimpan data hasil peramalan pada window time
series output,
6. Pada window status, pilih Execute hingga tampil hasil prediksi pasut

6. Peramalan pasut telah selesai.


2.5 Setting Model Hidrodinamika

1. Membuka program Mike 21 dan memilih Tools Mike 21 Flow Model FM


2. Untuk memulai modul pilih file -> New File -> Mike 21 -> Mike 21 Flow Model FM.
3. Pada opsi domain pilih domain (.mesh yang telah dibuat sebelumnya)

4. Pada opsi time, tentukan lamanya waktu simulasi. Untuk praktikum ini kita akan me-run
selama 1 bulan (Bulan April) dengan interval 1jam. Oleh karena itu, time step yang
digunakan adalah 719 dengan 3600 sekon.

5. Pada Module selection, JANGAN men-checklist module particle tracking . Karna ini
akan digunakan saat Model Particle Tracking
6. Mengaktifkan opsi flood and dry
7. Model hidrodinamika sederhana kali ini digunakan pada daerah yang sempit, maka non
aktifkan pengaruh efek coriolis

8. Me non-aktifkan wind forcing


9. Pada Initial Condition, gunakan parameter konstan (kondisi awal perairan tenang)

10. Pada opsi boundary condition, perhatikan apakah batas yang dibuat telah benar.
Memasukkan hasil prediksi pasut berdasarkan ketentuan pada kolom Data file and items.

11. Pada bagian output, buatlah output tipe area dan titik (sesuaikan pada output format)
12. Pada tahap ini model hidrodinamika siap untuk di running (uncheck modul particle
tracking jika hanya ingin menjalankan model hidro)

2.6 Setting Model Trajektori Partikel (Particle Tracking)

1. Membuka program Mike 21 dan memilih Tools Mike 21 Flow Model FM


2. Untuk memulai modul pilih file -> New File -> Mike 21 -> Mike 21 Flow Model FM.
3. Pada opsi domain pilih domain (.mesh yang telah dibuat sebelumnya)
4. Pada opsi time, tentukan lamanya waktu simulasi. Untuk praktikum ini kita akan me-run
selama 1 bulan (Bulan April) dengan interval 1jam. Oleh karena itu, time step yang
digunakan adalah 719 dengan 3600 sekon.

5. Pada Module selection, CHECKLIST particle tracking .

6. Pada opsi Particle Tracing Module, pilih opsi classes yang digunakan untuk
memasukkan deskripsi dari jenis partikel yang akan digunakan. Minimum particle mass
diisi 0 kg. Sedangkan, Maximumum Particle Age diisi dengan angka sebesar-besarnya.
Pada praktikum ini diisi 1 x 10^17 sekon.

7. Pada opsi Source digunakan untuk menentukan titik keluaran dari partikel, dan juga
menentukan deskripsi jenis partikel apa yang keluar dari sumber tersebut. Didalam opsi
source terdapat opsi Source 1. Pastikan nilai vertical-nya adalah 0.

8. Pada opsi Source 1 terdapat opsi Class 1 yang digunakan untuk menentukan flux
keluaran partikel pada titik sumber terhadap waktu serta jumlah keluaran partikel pada
titik sumber. Untuk flux isikan 0.01 kg/s. Sedangkan Number of Particles-nya diisi 1.
9. Untuk menampilkan hasil keluaran berupa trajektori partikel, pada opsi output, field type
yang digunakan adalah particle track. Particle numbers yang dipilih beserta frekuensinya
akan menentukan partikel tinjauan yang dikeluarkan pada hasil keluaran model.Untuk
Particle Numbers, kolom first diisi 1, kolom last diisi 719, dan kolom frequency diisi 72.
10. Pada tahap ini model trajektori partikel siap untuk di running (uncheck modul particle
tracking jika hanya ingin menjalankan model hidro)

11. Untuk menampilkan hasil trajektori dilakukan pada view model hidrodinamika, dengan
menambahkan layer trajektori partikel.
2.7 Setting Model Sedimen
1. Pada tab Module Selection, maka klik kolom untuk sedimen

2. Pada tab output, pilih area series dan simpan lokasi penyimpanan untuk model sedimen
3. Pada tahap ini model sedimen siap untuk di running. Ketiga model ini, yaitu

hidrodinamika, trajektori, dan sedimen dapat d running secara bersamaan.


Analisis
Di dalam praktikum ini, ruang dan waktu tinjauan untuk model hidrodinamika, particle tracking,
dan sedimen adalah di Teluk Jakarta pada bulan April 2012. Berdasarkan hasil Time Series Pasut
menggunakan Mike 21 Toolbox, didapat bahwa Pasut Purnama terjadi pada tanggal 11 April
2012 dan Pasut Perbani tanggal 5 April 2012. Sedangkan hasil TMD didapatkan bahwa Pasut
Purnama 8 April 2012 dan Pasut Perbani 15 April 2012.
Apabila melihat dari basic suatu program yang dijadikan tools untuk membuat model
hidrodinamika, sedimen, dan particle tracking, dapat kita ketahui bahwa Mike 21 Toolbox dan
TMD merupakan tools yang digunakan untuk meramalkan pasut dan arus di suatu daerah
tertentu. TMD merupakan tools yang dijalankan menggunakan Matlab yang melakukan
peramalan pasut berdarsarkan komponen-komponen utama pasut. Sedangkan Mike 21
merupakan tool peramalan pasut dimana terdapat 2 hal penting yang dimasukkan ke dalam
model sebagai parameter. Parameter tersebut adalah batimetri, dan yang kedua adalah gaya-gaya
yang bekerja seperti syarat batas, curah hujan, evaporasi, viskositas eddy, dll. Pada kasus ini
curah hujan, evaporasi, dan viskositas eddy merupakan parameter nilainya diasumsikan konstan.
Batimetri saat Purnama menunjukkan bahwa hasil model Mike 21 Toolbox menunjukkan bahwa
surface elevation paling tinggi yaitu 0,36 meter dan paling rendah -0,26 meter. Sedangkan hasil
TMD menunjukkan surface elevation paling tinggi yaitu 0,024 meter dan paling rendah -0,016
meter. Pada hasil model TMD menunjukkan grafik yang signifikan, dimana kecepatan arah-u
terekam sanggat tinggi, yaitu paling tinggi 0,16 m/s sedangkan hasil MIKE 21 hanya berkisar
0,03 m/s. Begitu juga terjadi saat pasut Perbani, surface elevation paling tinggi yaitu 0,135 meter
dan paling rendah -0,10 meter. Sedangkan hasil model TMD menunjukkan surface elevation
paling tinggi yaitu 0,021 meter dan paling rendah -0,020 meter dengan kecepatan arah u yang
signifikan. Berdasarkan penelitian khusus daerah Teluk Jakarta yang didapat dari sumber
http://www.muteknologi.musmuin.com/1/archives/02-2013/1.html dinyatakan bahwa tinggi
elevasi muka air minimum yang menyebabkan terjadinya banjir rob adalah 30,34 cm atau sekitar
0,3034 m. Nilai ini didapat dengan asumsi tinggi muka air laut dipengaruhi oleh pasang surut
dan storm surges.
Apabila meninjau dari kejadian banjir rob yang sering terjadi di wilayah Jakarta Utara, dapat kita
duga bahwa pada saat Purnama wilayah Jakarta Utara terkena banjir rob dikarenakan muka air
yang tinggi merendam sebagian wilayah Jakarta Utara. Hal ini terlihat dari hasil model bahwa
suface elevation saat Purnama memiliki nilai yang paling tinggi.
Berdasarkan hasil model hidrodinamika didapatkan bahwa pada bulan April 2012 arus lebih
banyak bergerak dari Barat Laut dan akan dibelokkan sesuai dengan batimetri yang terbentuk.
Arah arus ini kemungkinan diakibatkan adanya pengaruh angin barat yang mengalir dari
Benua Asia (musim dingin) ke Benua Australia (musim panas) dan mengandung curah hujan
yang banyak di Indonesia bagian Barat. Hal ini disebabkan karena angin melewati tempat yang
luas, seperti perairan dan samudra. Selain itu arus akan bergerak menuju batimetri yang lebih
dalam, hal ini dapat dilihat dari banyaknya arah vector arus yang bergerak dari permukaan air
yang lebih tinggi ke permukaan rendah. Selain terjadi pembelokkan karena adanya slope muka
air, pembelokan arus juga dipengaruhi oleh Gaya Coriolis yang bergerak berlawanan arah jarum
jam di BBS. Apabila kita melihat dari grafik titik hasil dari Model Hidrodinamika, didapatkan
bahwa saat Purnama benar adanya jika surface elevation memiliki nilai paling tinggi, yaitu pada
tanggal 11 April 2012. Sedangkan surface elevation memiliki nilai paling rendah saat Perbani
tanggal 5 April 2012. Berdasarkan studi terdahulu yang dilakukan oleh Akhmad Baiquni, 2007
didapatkan bahwa perbedaan Purnama dengan Perbani tidak pada arahnya namun hanya pada
besarnya arus, yang lebih besar pada saat Purnama.
Untuk Model Particle Tracking didapatkan bahwa ketika arus bergerak dari Barat Laut dan di
belokkan ke Utara, maka partikel akan bergerak naik dari kedalaman yang lebih dalam ke
kedalaman yang lebih dangkal. Pergerakan naik turunnya partikel tersebut sangat bergantung
dengan kecepatan arus yang terjadi pada daerah tersebut. Berdasarkan hasil Model Particle
Tracking juga didapatkan bahwa partikel bergerak sesuai dengan model hidrodinamika yang
terjadi di Teluk Jakarta. Blok berwarna putih merupakan garis jejak dari partikel fluida selama
simulasi terjadi (30 hari di Bulan April 2012).
Untuk Model Sedimen sendiri, tidak dapat dikaji lebih banyak. Hal ini karena gambar yang
dihasilkan hanya terjadi arus yang menggerakkan sedimen di daerah Barat Laut dan Timur Laut.
Oleh karena itu pergerakan sedimen yang terlihat hanya sedikit, karena jauh dari grid yang
ditinjau (Teluk Jakarta).
BAB IV
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai