Anda di halaman 1dari 1

Kamu mana tau rasanya,

Hidup sendirian dengan menanggung semua masalah yang harus dipendam. Terlihat baik-baik
saja dan harus membangun cita-cita tanpa bekal keistimewaan. Tidak punya uang, tidak punya
orang dalam, tidak punya kerupawanan.

Orang tua mengeluhkan bahwa mereka kesepian, terus apakah aku harus berteriak lalu selama
ini aku gimana? Aku dipaksa hidup sendiri. Aku mengeluh dianggap aku sudah cukup dewasa
untuk berdikari. Temanku bertanya, kok bisa aku masih hidup dengan tanpa ada yang
mengurus? Ya karena aku tidak punya pilihan untuk bertahan dengan dibersamai.

Aku belanja sendiri, aku masak sendiri, hasilnya aku makan sendiri, piringnya pun aku cuci
sendiri.

Aku bahkan lupa punya momentum bersama keluarga. Lebaran pun belum tentu aku bisa salim
dengan bapak-ibu. Aku nggak tau rasanya bakar-bakar dengan orang yang disayang.

Aku tidak bisa menjadi lemah lembut seperti perempuan idaman. Aku sudah dibentuk menjadi
sekeras ini. Jika aku segemulai itu, belum tentu aku masih bisa menghirup napas sampai di titik
ini. Brengseknya, mengapa orang yang aku harapkan malah mengeluhkan terkait perempuan
yang masih merepotkan. Hei, apakah setidaknya dia tidak memberi aku ruang untuk setidaknya
bersandar. Aku ingin diayomi, dilindungi, diizinkan untuk menggantungkan diri. Terima kasihku
kepada orang-orang yang memberiku ruang untuk itu dan memperbolehkanku untuk menjadi si
bungsu.

Aku mengurus semuanya sendiri, dan masih ditanyakan, "Kamu mana tau rasanya berjuang,"

Anda mungkin juga menyukai