Anda di halaman 1dari 3

Nama:Renata putri D.

F
Kelas:IX
KELUARGAKU

Menerima keadaan
Tumbuh dari keluarga yang tidak utuh, bukanlah keinginan semua orang. Semua orang
memiliki garis takdir dan jalan hidup masing masing
Termasuk aku, tokoh utama kali ini.

Yang selalu berusaha paham dan berdamai dengan keadaan


Katanya sih rumah adalah tempat pulang terbaik untuk melepaskan penat. Tapi bagiku,
rumah hanya membuat semakin tertekan.
Suara berisik pertengkaran yang selalu ada padahal yang di bahas bukanlah hal yang
penting, hanya masalah sepele yang dibesar besarkan.
Sampai pada akhirnya aku muak dengan keadaan, mencari pelarian dengan hal-hal yang
selama ini diri sendiri jauhi
Menyakiti diri sendiri terjebak dalam halusinasi, menyebabkan diri sendiri hilang kendali.
Ketergantungan akan obat, antara lain (PARACETAMOL) ketika kepala dan rumah sangat
berisik, selalu menjambak rambut ketika stres bahkan sampai melakukan barcode.
Semua itu aku lakukan untuk mengalihkan pikiran dari keadaan rumah bahkan sampai
membuat halusinasi dunia baru seakan akan aku hidup didalamnya.
Bahkan selalu berpikir bunuh diri ketika dijadikan pelampiasan dan selalu di salahkan akan
semua hal.

Sampai aku sadar, sebenernya aku ini? Ngelakuin apa? Kenapa aku harus menyakiti diriku
sendiri?
kenapa aku tidak bisa menerima kenyataan? Kenapa aku memilih diam? Dan malah
membuat diriku sendiri sakit?
Banyak hal yang aku tanyakan dalam diri aku sendiri, kenapa aku lebih menyalahkan orang
lain? Bukannya takdir aku? Seharusnya aku bangga nyatanya aku spesial.
Kenapa aku baru sadar sekarang? Setelah melakukan hal gila yang merugikan diri aku
sendiri.
Semuanya memang sakit dan butuh pelampiasan tapi sekarang aku memilih untuk
menerimanya keadaan dan memperbaiki diri aku sendiri.

Perlahan lahan aku menerima keadaan aku dan meninggalkan hal yang buruk meskipun
belum semuanya, walau terkadang tangan aku yang menjadi korban. Tapi nyatanya, aku
sudah bisa menerima bahkan berdamai dengan keadaan aku. Baik dan buruk aku adalah
diri aku bukan diri orang lain apapun latarku aku adalah manusia yang layak hidup dan
bahagia.

Aku berdamai dengan keadaan aku, aku menerima semuanya walau tidak sepenuhnya dan
tidak semudah itu, tapi aku berusaha sampai menjadikan aku yang sekarang.
Apapun yang terjadi biarlah terjadi.
Namun setiap kali ayah pulang dari dinasnya di luar kota, sebelum masuk ke rumah, dia
selalu nyempetin waktu buat sendiri
Dia duduk di teras menaruh tas yang berisi laptop beserta kerjaan kantornya sambil
melepas sepatunya pelan pelan.
Ada kalanya dia ngelakuin ini semua tanpa bilang ke siapa siapa cuma ada dia dan udara
malam yang menemaninya
Pada awalnya aku tidak paham sekali mengapa ayah ngelakuin itu setiap dia pulang ke
rumah tapi seiring bertambahnya umur yang bertambah tua, aku jadi paham kalau menjadi
seorang ayah itu ngga semudah dengan apa yang aku pikirin waktu kecil dulu.

Kerjaan, tagihan, tuntutan perhatian, kondisi anaknya dimasa depan, jadwal yang terlalu
padat, semua itu jadi satu dan menumpuk setiap hari
Dan salah satu hal yang dia butuhin adalah waktu buat dirinya sendiri, iya merenung.
Sekedar berbincang bincang dengan pikirannya sendiri dan menemukan alasan agar tetap
kuat.

Jauh di lubuk hatiku yang paling dalam, melihat keluargaku yang hancur secara perlahan
ialah luka batin yang tak kan pernah hilang di telan banyaknya rasa kecewa dan putus asa
tentang sebuah rumah yang tak seperti rumah.

Jika boleh memilih, tentu saja aku tidak ingin lahir dari keluarga yang berantakan. Namun,
aku selalu percaya dengan rencananya atas hidup yang aku jalani. Tentang ayah dan ibu
yang menciptakan luka untukku, aku mencintai mereka sebagaimana aku mencintai diriku.
Tak ada yang membenci mereka meski aku di hadiahi luka.

Level tertinggi yang membuatmu sakit ialah ketika menjadi saksi pertama yang tau orang
tuamu bercerai dan salah satu diantara mereka telah memiliki pasangan.
Masing masing dari kita pasti tengah bergumul dalam masalah hidup jangan menyerah dan
yakin selalu ada jalan
Aku tidak menganggap lukaku lebih menyakitkan dari orang lain, setiap orang punya porsi
masing masing dalam menghadapi rasa sakit mereka.

Ayah, ibu meskipun aku sering kali berbuat salah, keinginan kita sering kali berbeda dan
kita sering kali merasa sama sama lelah tapi tolong untuk hidup lebih lama lagi
Aku mungkin tidak pernah bilang ini kepadamu tapi “aku menyayangimu, ayah ibu.”
Tapi sungguh aku berani bersumpah, kalian adalah alasan terbesarku untuk tak pernah
menyerah

Sehat selalu ya, ayah ibu.


Maaf bila aku terlalu meminta ini itu kepadamu, maaf bila sering kali tak mengerti bahwa
kalian sudah sekeras itu dalam berjuang mmenuhi permintaanku selama ini.

Jangan meninggalkanku sendiri ya, yah bu.


Karena sampai kapanpun kalian akan selalu menjadi sebagai tujuan utama dari kehidupan

Maaf bila peranku sebagai anak belum sempurna dan masih seringkali membuatmu kecewa
Bahkan tak sengaja membuatmu terluka.
TERIMAKASIH.

Anda mungkin juga menyukai