BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran tematik yang lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara
aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik tersebut dapat memperoleh pengalaman
langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.
Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran yang dimotori
para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah
bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Nah, untuk selanjutnya pada
pembahasan kali ini kita akan membahas tentang apa saja yang menjadi landasan dan kurikulum
pembelajaran tematik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka beberapa permasalahan yang akan dipaparkan dalam
makalah kami berkenaan dengan :
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Tematik yang diampu oleh Muhamad Afandi,
M.Pd.I
PEMBAHASAN
Pengembangan kurikulum memiliki dasar yang memungkinkan pengambilan keputusan yang sehat
dan kosisten. Akan tetapi dalam pengembangan kurikulum tidak hanya menonjolkan falsafah
pribadinya, akan tetapi harus mempertimbangkan falsafah negara, pendidikan dan staf
pengajarannya. Selain itu seseorang tak perlu mendalalmi semua bidang filsafat agar dapat
mengembangkan kurikulum. Pendidikan pada dasarnya bersifat normatif, jadi ditentukan oleh
sistem nilai-nilai yang dianut. Tujuan pendidikan adalah membina warga negara yang baik. Norma-
norma yang baik terkandung dalam falsafah negara, bagi kita dalam pancasila.[1]
Pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam
pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan
filosofis penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu landasan filosofis pengembangan kurikulum
adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan, dan hakikat ikira
yang ada dalam masyarakat.[2]
Sebagai suatu landasan fundamental, filsafat memegang peranan penting dalam proses
pengembangan kurikulum. Kurikulum pada hakikatnya berfungsi untuk mempersiapkan anggota
masyarakat yang dapat mempertahankan, mengembangkan, dan hidup dalam sistem nilai
masyarakatnya. Oleh sebab itu, dalam proses pengembangan kurikulum harus mencerminkan sistem
nilai masyarakat. Dengan demikian, isi kurikulum yang disusun harus memuat dan mencerminkan
nilai-nilai pancasila. Pengetahuan yang harus dikembangkan, keterampilan yang harus dikuasai, sikap
yang harus ditanamkan oleh peserta didik tidak terlepas dari nilai-nilai pancasila.[5]
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat
yaitu progresivisme, konstruktivisme, dan humanisme.
2. Aliran konstruktivisme yang melihat pengalaman langsung siswa sebagai kunci dalam
pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia.
Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman
dan lingkungannya.
Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi,
melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa
ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.
3. Aliran humanisme yang melihat siswa dari segi keunikan / kekhasannya, potensinya, dan
motivasi yang dimilikinya.[6]
Pada hakikatnya, setiap anak merupakan pribadi yang unik, khas, yang memiliki bakat, minat,
kemampuan, dan kecepatan belajar berbeda satu sama lain. Akan tetapi, setiapa anak juga memiliki
kesamaan secara universal. Oleh karena itu, kurikulum harus memperhatikan kondisi psikologis
perkembangan dan psikologis belajar anak.[7]
Kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan
dalam berbagai bentuk prilaku dalam interaksinya dengan lingkungan. Perilaku tersebut merupakan
man investasi dari ciri-ciri kehidupannya baik yang nampak maupun tak nampak, prilaku kognitif,
afektif, maupun psikomotor. Kondisi psikologis tiap individu berbeda, karena perbedaan tingkat
perkembangannya, latar belakang sosial budayanya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang
dibawa dari kelahirannya. Kondisi ini pun berbeda-beda tergantung pada konteks, peran, atau status
individu diantara individu lainnya. Interaksi yang tercipta didalam situasi pendidikan harus sesuai
dengan kondisi psikologis dari anak didik dan pendidik.[8]
Pendidikan dan pembelajaran adalah upaya untuk mengubah perilaku manusia atau peserta didik,
akan tetapi tidak semua perubahan perilaku manusia mutlak sebagai akibat dari intervensi program
pendidikan. Kurikulum diharapkan dapat menjadi alat untuk mengembangkan kemampuan potensial
menjadi kemampuan aktual peserta didik serta kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam
waktu yang relatif lama. Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi yang berasal dari
psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta
bagaiman peserta didik belajar. [9]
Dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan
psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi
pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai
dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal
bagaimana isi / materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana
pula siswa harus mempelajarinya
Kurikulum dikembangkan mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional
tercantum dalam UUD 1945. Selanjutnya dijabarkan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU
terkait dengan pendidikan. Lalu dijabarkan lagi kedalam berbagai peraturan Pemerintah seperti
peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah lebih lanjut
dijabarkan kedalam berbagai peraturan menteri seperti peraturan menteri tentang SKL, SI, Standar
Proses dan Standar Penilaian. Akhirnya Peraturan pemerintah juga dijabarkan kedalam Rencana
Strategis Kementrian, yang kemudian dirumuskan kedalam program-program kementrian.
Tidak bisa dipungkiri bahwa penyempurnaan kurikulum di Indonesia yang menjadi lndasan
utamanya justru landasan Yuridis. Misalnya, kurikulum 2004, landasan utamanya adalah
diberlakukannya UU Nomor 22tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan peraturan Pemerintah
Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah
Otonom, serta UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sementara itu
kurikulum 2013 landasan utamanya adalah diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun
2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasioanl Pendidikan.
1. Perubahan/ Pengembangan Kurikulum adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, bahkan
diperlukan.
2. Kurikulum merupakan produk dari masa yamg bersangkutan. Kurikulum baik bagi zamannya
3. Kurikulum masa lalu sering bagian-bagian tertentunya masih terdapat kesamaan dengan
perubahan kurikulum masa berikutnya.
6. Pengembangan kurikulum pada dasarnya adalah proses menentukan pilihan dari sekian
alternatif yang ada.
9. Pengembangan kurikulum akan lebih efektif jika dilakukan dengan proses yang sistematis.
Dapat disimpulkan bahwa agar kurikulum selalu relevan dengan tuntutan zaman, harus selalu
disempurnakan dengan mengacu pada landasan Yuridis, disamping landasan filosofis, psikologis,
sosial budaya, perkemangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta empiris.[10]
Dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung
pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya
sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal
1-b).
Model kurikulum pembelajaran tematik menurut beberap ahli kurikulum menyatakan bahwa yang
termasuk di dalam pembelajaran tematik meliputi pengorganisasian dan Kualifikasinya.
1. Pengorganisasian Kurikulum
Menurut Nasution S. (dalam Nurdin, S dan Usman B,M 2003) bahwa pengorganisasian kurikulum
pada umumnya setidaknya memuat tiga tipe kurikulum pembelajaran yaitu: Separated Subject
Curriculum, Correlated Curriculum dan integrated curriculum.
Dalam Tipe ini, bahan yang di kelompokkan pada mata pelajaran yang sempit, di dalamnya anata
mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya menjadi terpisah-pisah, terlepas dan tidak
mempunyai kaitan sama sekali sehingga banyak mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya.
b. Correlated Curriculum
Correlated Curriculum adalah suatu bentuk kurikulum yang menunjukkan adanya suatu hubungan
antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan
ciri/karakteristik tiap bidang studi tersebut.
Hubungan antara mata pelajaran tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain:
1) Pertama, Insidental, artinya secara kebetulan ada hubungan antara mata pelajaran yang satu
dengan mata pelajaran lainnya. Sebagai contoh; bidang studi IPA (dibaca Sains) jugs disinggung
tentang Geografi, Antropologi, dan sebagainya.
2) Kedua, hubungan yang sangat erat. Misalnya: suatu pokok permasalahan yang diperbincangkan
dalam berbagai bidang studi.
3) Ketiga, batas mata pelajaran disatukan dan difungsikan, yaitu dengan menghilangkan batas
masing-masing mata pelajaran tersebut, disebut dengan Broad Field.
Di dalam kurikulum dikenal lima macam Broad Field yaitu: a) Ilmu Pengetahuan Sosial, peleburan
dari mata pelajaran ekonomi, koperasi, sejarah, geografi, akutansi, dan sejenisnya.b) Bahasa,
peleburan dari mata pelajaran membaca, tata bahasa, menulis, mengarang, menyimak, sastra,
apresiasi, dan pengetahuan bahasa. C) Ilmu Pengetahuan Alam, peleuran dari mata pelajaran fisika,
biologi, kimia, astronomi (IPA), dan kesehatan. D) Matematika, peleburan dari aljabar, aritmatika,
geometri, dan statistik. E) Kesenian, peleburan dari seni tari, seni musik, seni suara, seni lukis, seni
pahat, dan seni drama.
c. Integrated Curriculum
Secara istilah, integrasi memiliki sinonin dengan perpaduan, penyatuan, atau penggabungan, dari
dua objek atau lebih (Wedwaty 1990) dalam Darwin (2001). Hal ini sejalan dengan pengertian yang
dikemukakan oleh Poerwarminta (1997), integrasi adalah penyatuan supaya menjadi satu kebetulan
atau menjadi utuh.
Dalam integrated curriculum, pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau topic tertentu, misalnya
suatu masalah di mana semua mata pelajaran dirancang dengan mengacu pada topik tertentu. Apa
yang disajikan di sekolah, disesuaikan dengan kehidupan siwa siswi di luar sekolah. Pelajaran di
sekolah membantu siswa siswi dalam menghadapi berbagai persoalan di luar sekolah. Biasanya
bentuk kirikulum semacam ini dilaksanakan melalui pelajaran unit, dimana suatu unit mempunyai
tujuan yang mengandung makna bagi siswa siswi yang di tuangkan dalam entuk masalah. Untuk
memecahkan masalah, pebelajar diarahkan untuk melakukan kegiatan yang saling erkaitan antara
satu dengan yang lainnya
Pembelajaran terpadu dibedakan berdasarkan pola pengintegrasian materi atau tema. Secara umum
model pembelajaran terpadu dikelompokkan menjadi 3 (tiga) klasifikasi pengintegrasian kurikulum,
yakni: pertama, pengintegrasian di dalam satu disiplin ilmu; kedua, pengintegrasian beberapa
disiplin ilmu; dan ketiga, pengintegrasian di dalam dan beberapa disiplin ilmu.
Model merupakan model pembelajaran terpadu yang menautkan dua atau lebih bidang ilmu yang
serumpun. Misalnya di bidang ilmu alam, menautkan antara dua tema dalam fisika dan biologi yang
memiliki relevansi atau antara tema dalam kimia dan fisika. Misalnya, tema metabolisme dapat
ditinjau dari biologi maupun kimia. Begitupun dengan tema-tema yang relevan pada bidang ilmu
sosial seperti antara sosiologi dan geografi. Jadi sifat perpaduan dalam model ini adalah hanya dalam
satu rumpun bidang ilmu saja (interdisipliner).
Model ini merupakan model pembelajaran terpadu yang menautkan antar disiplin ilmu yang
berbeda. Misalnya antara tema yang ada dalam bidang ilmu sosial dengan bidang ilmu alam. Sebagai
contoh, tema energi merupakan tema yang dapat dikaji dari bidang ilmu yang berbeda baik dalam
bidang ilmu sosial (kebutuhan energi dalam masyarakat) maupun dalam bidang ilmu alam bentuk-
bentuk energi dan teknologinya). Jadi dengan demikian jelas bahwa dalam model ini suatu tema
tersebut dapat dikaji dari dua sisi bidang ilmu yang berbeda (antar disiplin ilmu).
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Untuk landasan filosofis pengembangan kurikulum di Indonesia secara cepat dan tepat kita pastikan,
yakni nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni pancasila.
Dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu
psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Agar kurikulum selalu relevan dengan kondisi tuntutan zaman, harus selalu disempurnakan dengan
mengacu pada landasan yuridis, disamping landasan-landasan lainnya.
Model kurikulum pembelajaran tematik menurut beberap ahli kurikulum menyatakan bahwa yang
termasuk di dalam pembelajaran tematik meliputi pengorganisasian dan Kualifikasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Widyastono Herry, 2014, Pengembangan Kurikulum Di Era Otonomi Daerah, Jakarta : Bumi Aksara
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, 2012, Kurukulum & Pembelajaran, Jakarta :
Rajawali Pers
Sukmadinata N.S, 1988, Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum, Jakarta : Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.