Anda di halaman 1dari 34

PEMERINTAH KABUPATEN SERANG

DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS KECAMATAN CINANGKA
Jln.Karang Bolong KM.139 Desa Karang Suraga-Cinangka Kode Pos 42167
Email : puskesmascinangka@gmail.com

KEPUTUSAN
KEPALA UPT PUSKESMAS KECAMATAN CINANGKA
NOMOR :018/SK/UKP

TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN PUSKESMAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
KEPALA UPT PUSKESMAS KECAMATAN CINANGKA,

Menimbang : a. bahwa pelayanan kefarmasian di Puskesmas memiliki standar


dan aturan untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, perlu
menetapkan Keputusan Kepala Puskesmas tentang Pedoman
Standar Pelayanan Kefarmasian.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, tentang


Pekerjaan Kefarmasian;

3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor


889/Menkes/Per/V/2011 tahun 2011 tentang Registrasi, Ijin
Praktek dan Ijin Kerja Tenaga Kefarmasian.

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 tentang


Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 Tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas;

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang


Pusat Kesehatan Masyarakat;
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Men.Kes/SK/II/
2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI UPT


PUSKESMAS KECAMATAN CINANGKA

Kesatu : Pedoman Pelayanan Kefrmasian di UPT Puskesmas Kecamatan


Cinangka merupakan acuan dalam melaksanakan pelayanan
kefarmasian di UPT Puskesmas Kecamatan Cinangka
sebagaimana terlampir dalam keputusan ini.
Kedua : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan
ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan
diadakan perbaikan/perubahan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Cinangka
Pada Tanggal : 19 Maret 2018

KEPALA UPT PUSKESMAS


KECAMATAN CINANGKA,

YAYA RUSYANA
LAMPIRAN
KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS KECAMATAN CINANGKA
NOMOR : 018/SK/UKP
TENTANG : PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI UPT
PUSKESMAS KECAMATAN CINANGKA.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu
kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka
tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan
keutuhan konsep wilayah yaitu desa/ kelurahan.
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah
tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu
lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan
Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Untuk mencapai
visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan
upaya kesehatan masyarakat, Puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan
kefarmasian yang bermutu.
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat,
dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan
perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan
untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah Obat dan masalah
yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma

1
baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan
Kefarmasian (pharmaceutical care).
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana
prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan
pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat,
informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga,
dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai
tujuan yang ditetapkan.

B. Tujuan
Tujuan umum
Terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu di Puskesmas

Tujuan khusus
Sebagai acuan bagi apoteker dan asisten apoteker untuk melaksanakan
pelayanan kefarmasian di Puskesmas dan untuk melindungi pasien dan masyarakat
dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient
safety).

C. Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya
yang terkait dengan pelayanan kesehatan di UPT Puskesmas Kecamatan Cinangka.
Sasaran dari kegiatan pelayanan kefarmasian adalah pasien di UPT Puskesmas
Kecamatan Cinangka.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi pelayanan kefarmasian di UPT Puskesmas
Kecamatan Cinangka dan jaringannya. Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi
2 kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan obat dan
bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut
harus didukung oleh sumber daya manusia dan sarana dan prasarana.

E. Batasan Operasional
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

2
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga
yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker.
Administrasi adalah rangkaian aktivitas pencatatan, pelaporan, pengarsipan
dalam rangka penatalaksanaan pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan maupun pengelolaan resep supaya lebih mudah
dimonitor dan dievaluasi.

3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan
oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat dibantu
oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan (Permenkes No. 74 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas).
Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat izin
praktik untuk melaksanakan Pelayanan Kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan
termasuk Puskesmas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kompetensi Apoteker adalah:
a. Sebagai Penanggung Jawab
 mempunyai kemampuan untuk memimpin
 mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan mengembangkan
Pelayanan Kefarmasian
 mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri
 mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain
 mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis, dan
memecahkan masalah
b. Sebagai Tenaga Fungsional
 mampu memberikan pelayanan kefarmasian
 mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian
 mampu mengelola manajemen praktis farmasi
 mampu berkomunikasi tentang kefarmasian
 mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan
 mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan
Semua tenaga kefarmasian di Puskesmas harus selalu meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku dalam rangka menjaga dan meningkatkan kompetensinya.

B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadwalan tugas tenaga kefarmasian berdasar pada jam
kerja Puskesmas atau diatur sesuai dengan kesepakatan.

4
C. Jadwal Kegiatan.
Pelayanan kefarmasian dilakukan pada jam kerja puskemas yaitu :
1. Senin – Sabtu : 7.30 – 14.00 WIB
2. Jumat : 7.30 – 11.00 WIB

5
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang:
Ruang Pelayanan Apotek

3 4 7
6

9
8

5
1 2

10
Keterangan :
Meja Kerja Apoteker Tempat Sampah

Meja Racik Dispenser

Lemari Dokumen dan Obat Meja Persiapan Obat

Lemari Obat Paru Meja Penerimaan Resep

Lemari Obat Meja Pemberian Obat

Gudang Apotek

6
B. Standar Fasilitas
Sarana dan prasarana yang harus dimiliki Puskesmas untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut :
1. Papan nama “RUANG FARMASI” yang dapat terlihat jelas oleh pasien
2. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
3. Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain mortir-stamper, gelas
ukur, corong, rak alat-alat, mesin press, dan lain-lain.
4. Tersedia tempat dan alat untuk mendisplai informasi obat dalam upaya
penyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat brosur, leaflet,
booklet dan majalah kesehatan.
5. Tersedia sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk pelayanan
informasi obat. Antara lain Farmakope Indonesia edisi terakhir, dan Informasi
Spesialite Obat Indonesia (ISO).
6. Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai.
7. Tempat penyimpanan obat khusus seperti lemari terkunci untuk penyimpanan
narkotika dan psikotropika sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
8. Tersedia kartu stok untuk masing-masing jenis obat dan bahan medis habis pakai
atau komputer agar pemasukan dan pengeluaran obat, termasuk
9. tanggal kadaluwarsa obat, dapat dipantau dengan baik.
10. Tempat penyerahan obat yang memadai, yang memungkinkan untuk melakukan
pelayanan informasi obat.
11. Tersedia ruang penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai (gudang) yang
terpisah dengan ruang pelayanan. Ruang penyimpanan yang baik perlu
dilengkapi dengan rak/lemari obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari

7
penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat
khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu.
12. Terdapat tempat pengarsipan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dan Pelayanan
Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.

8
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. Peresepan Obat
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
peraturan perundangan yang berlaku. Ketentuan mengenai peresepan yang harus
dipenuhi adalah:
1. Yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter tamu dan tenaga kesehatan
yang bertugas dan mempunyai surat izin praktik di Puskesmas Kecamatan
Cinangka.
2. Yang berhak menulis resep narkotika dan psikotropika adalah dokter yang
memiliki nomor SIP (Surat Izin Praktik) di Puskesmas Kecamatan Cinangka.
3. Obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelum datang ke Puskesmas harus
dicatat pada rekam medik dan diketahui oleh petugas farmasi, dan dapat diakses
oleh petugas kesehatan lain yang terkait.
4. Resep dibuat secara manual pada blanko lembar resep berkop Puskesmas
Kecamatan Cinangka yang telah dibubuhi stempel Unit Pelayanan tempat pasien
berobat.
5. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang
lazim sehingga tidak disalahartikan.
6. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip (NORUM) atau Look Alike Sound Alike (LASA) yang
diterbitkan oleh Apotek, untuk menghindari kesalahan pembacaan.
7. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium Puskesmas
Kecamatan Cinangka.
8. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani: resep reguler, resep cito, resep
pengganti obat emergensi.
9. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Nama pasien
b. Usia pasien
c. Berat badan pasien (untuk pasien anak)
d. Nomor Rekam Medik dan alamat pasien untuk resep yang berisi obat
narkotika dan psikotropika
e. Nama dan tanda tangan dokter penulis resep
f. Tanggal penulisan resep

9
g. Obat ditulis dengan nama generik atau sesuai dengan nama dalam
Formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh: tablet, kapsul,
salep) serta kekuatannya (contoh: 500 mg, 1 gram)
h. Jumlah sediaan
i. Bila obat berupa racikan, dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah
bahan obat (untuk bahan padat : mikrogram, miligram, gram).
j. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan,
kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan
efektif.
k. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika
perlu atau “prn” atau “pro re nata”, harus dituliskan indikasi (contoh: bila
nyeri, bila demam) dan dosis maksimal dalam sehari.
10. Perubahan terhadap resep yang telah diterima oleh apoteker/asisten apoteker harus
diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru.
11. Resep yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan, tidak akan dilayani oleh
farmasi.
12. Jika resep tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka perawat/apoteker/asisten
Apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan tersebut harus menghubungi
dokter penulis resep.
13. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan.
14. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam
medik.

B. Pelayanan Obat
Pelayanan obat adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis
yang harus dikerjakan mulai dari menerima resep dokter sampai penyerahan obat
kepada pasien. Tujuannya agar pasien mendapat obat sesuai dengan resep dokter dan
mendapat informasi bagaimana menggunakannya. Kegiatan pelayanan obat meliputi
penyiapan obat dan penyerahan obat.
1. Penyiapan Obat
a. Penyiapan obat adalah proses mulai dari resep diterima oleh apoteker/ asisten
apoteker sampai dengan obat diterima oleh pasien/ keluarga pasien dengan
jaminan bahwa obat yang diberikan tepat dan bermutu baik. Sebelum obat
disiapkan, apoteker/asisten apoteker harus melakukan telaah (review)
terhadap resep yang meliputi:
 Identitas pasien
 Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian

10
 Duplikasi terapeutik
 Alergi
 Interaksi obat
 Kontraindikasi
 Kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang berlaku, dan
menghubungi dokter penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau
ketidaksesuaian.
b. Telaah tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi.
c. Apoteker/asisten apoteker diberi akses ke data klinis pasien yang diperlukan
untuk melakukan telaah resep.
d. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi dapat diberlakukan
substitusi terapeutik (sama kelas terapinya tetapi berbeda zat kimianya,
dalam dosis yang ekuivalen) dengan terlebih dahulu minta persetujuan
dokter penulis resep.
e. Persetujuan dokter atas substitusi terapeutik dapat dilakukan secara
lisan/melalui telepon. Petugas farmasi menuliskan obat pengganti, tanggal,
jam komunikasi, dan nama dokter yang memberikan persetujuan, dicatat
pada lembar resep atau dalam sistem informasi farmasi.
f. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman sesuai
aturan dan standar praktik kefarmasian.
g. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas lain selain petugas
farmasi.
h. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label yang sesuai.
2. Penyerahan Obat
a. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah asisten
apoteker/apoteker yang sudah memiliki kompetensi dan mempunyai surat
izin praktik di Puskesmas Kecamatan Cinangka atau petugas yang telah
diberi kewenangan sesuai dengan keputusan Kepala Puskesmas.
b. Petugas yang menyerahan obat dengan informasi yang memadai disertai
pendokumentasian.
c. Jika pasien bertanya, petugas menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan
mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun
tertulis.
d. Informasi obat yang diperlukan pasien adalah:
 Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan
dalam sehari, apakah diwaktu pagi, siang, sore, atau malam.

11
Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau
sesudah makan.
 Lama penggunaan obat,apakah selama keluhan masih ada atau
harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat
antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya
resistensi.
 Cara penggunaan obat tertentu seperti obat oral obat tetes
mata,salep mata,obat tetes hidung,obat semprot hidung, tetes
telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina.
3. Informasi Petunjuk Pemakaian
a. Obat Oral (Pemberian Obat Melalui Mulut)
 Pasien diberitahu untuk minum obat dengan segelas air putih.
 Pasien diminta mengikuti petunjuk apakah obat diminum sebelum atau
setelah makan.
 Untuk obat sirup, gunakan sendok obat atau alat lain yang telah diberi
ukuran untuk ketepatan dosis.Jangan gunakan sendok rumah tangga.
b. Petunjuk Pemakaian obat oral untuk bayi/anak
Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya, gunakan sendok
takar atau pipet dalam kemasan obatnya.
c. Petunjuk Pemakaian Salep Kulit
 Pasien diminta mengoleskan salep di bagian kulit yang sakit secara tipis.
 Kemudian setelahnya, pasien harus mencuci tangannya agar kembali
bersih.
d. Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Mata
 Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata)
dan selalu ditutup rapat setelah digunakan.
 Cara penggunaan adalah pasien harus mencuci tangannnya, kepala
ditengadahkan, dengan jari telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik
ke bawah untuk membuka kantung konjungtiva.
 Obat diteteskan pada kantung konjungtiva dan mata ditutup selama1-2
menit, jangan mengedip.
 Ujung mata dekat hidung ditekan selama 1-2 menit.
 Tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada
tangan.

12
e. Petunjuk Pemakaian Obat Salep Mata
 Ujung tube salep jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata).
 Cara penggunaan adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari
telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka
kantung konjungtiva, tube salep mata ditekan hingga salep masuk dalam
kantung konjungtiva dan mata ditutup selama 1-2 menit. Mata
digerakkan ke kiri-kanan, atas-bawah.
 Setelah digunakan, ujung kemasan salep diusap dengan tissue bersih
(jangan dicuci dengan air hangat) dan wadah salep ditutup rapat
 Tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada
tangan
f. Pemakaian Obat Tetes Telinga
 Ujung alat penetes jangan menyentuh benda apapun termasuk telinga.
 Cuci tangan sebelum menggunakan obat tetes telinga.
 Bersihkan bagian luar telinga dengan cotton bud/kapas bertangkai
pembersih telinga.
 Jika sediaan berupa suspensi,sediaan harus dikocok terlebih dahulu
 Cara penggunaan adalah penderita berbaring miring dengan telinga yang
akan ditetesi obat menghadap ke atas.Untuk membuat lubang telinga
lurus sehingga mudah ditetesi maka bagi penderita dewasa daun telinga
ditarik keatas dan ke belakang,sedangkan bagi anak-anak daun telinga
ditarik ke bawah dan kebelakang.Kemudian obat diteteskan dan biarkan
selama 5 menit.
 Bersihkan ujung penetes dengan tissue bersih.

13
g. Petunjuk Pemakaian Obat Supositoria
 Cuci tangan,suppositoria dikeluarkan dari kemasan suppositoria dibasahi
dengan air
 Penderita berbaring dengan posisi miring, dan suppositoria dimasukkan
ke dalam rectum.
 Masukan supositoria dengan cara bagian ujung supositoria didorong
dengan ujung jari sampai melewati otot sfingter rektal; kira-kira ½-
1inchi pada bayi dan 1inchi pada dewasa.
 Jika suppositoria terlalu lembek untuk dapat dimasukkan, maka sebelum
digunakan sediaan ditempatkan dalam lemari pendingin selama 30menit
kemudian tempatkan pada air mengalir sebelum kemasan dibuka
 Setelah penggunaan suppositoria, tangan penderita dicuci bersih.

h. Petunjuk Pemakaian Obat Vagina


 Cuci tangan sebelum menggunakan obat dan gunakan aplikator sesuai
dengan petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan harus diikuti
dengan benar.
 Jika penderita hamil, maka sebelum menggunakan obat sebaiknya
berkonsultasi terlebih dahulu dengan profesional perawatan kesehatan.
 Penderita berbaring dengan kedua kaki direnggangkan dan dengan
menggunakan aplikator obat dimasukkan ke dalam vagina sejauh
mungkin tanpa dipaksakan dan biarkan selama beberapa waktu.

14
C. Pemberian Informasi Efek Samping Obat dan Efek yang Tidak Diharapkan
Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO
1970) efek samping suatu obat adalah segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan
untuk tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan. Efek samping
adakalanya tidak dapat dihindarkan, misalnya rasa mual pada penggunaan digoksin,
ergotamin, atau estrogen dengan dosis yang melebihi dosis normal. Kadang efek
samping merupakan kelanjutan efek utama sampai tingkat yang tidak diinginkan,
misalnya. Efek samping obat secara umum dikelompokkan menjadi 2:
1. Efek samping yang dapat diperkirakan, meliputi:
 Efek farmakologi yang berlebihan (disebut juga efek toksik) dapat disebabkan
karena pemberian dosis relatif yang terlalu besar bagi pasien yang bersangkutan
(terutama kelompok pasien dengan resiko tinggi, seperti bayi, usia lanjut,
pasien dengan penurunan fungsi ginjal atau hati)

15
 Gejala penghentian obat (withdrawal syndrome) merupakan suatu kondisi
dimana munculnya gejala penyakit semula disebabkan karena penghentian
pemberian obat. Tindakan pemberhentian penggunaan obat hendaknya
dilakukan secara bertahap.
 Efek samping yang tidak berupa efek farmakologi utama, untuk sebagian besar
obat umumnya telah dapat diperkirakan berdasarkan penelitian-penelitian yang
telah dilakukan secara sistematik sebelum obat mulai digunakan untuk pasien.
Efek-efek ini umumnya dalam derajad ringan namun angka kejadiannya bisa
cukup tinggi. Misalnya, rasa kantuk setelah pemakaian antihistamin; iritasi
lambung pada penggunaan obat-obat kortikosteroid; dll.
2. Efek samping yang tidak dapat diperkiraka, meliputi:
 Reaksi Alergi, terjadi sebagai akibat dari reaksi imunologi. Reaksi ini tidak
dapat diperkirakan sebelumnya, seringkali sama sekali tidak tergantung dosis
dan bervariasi pengaruhnya antara satu pasien dengan yang lainnya. Beberapa
contoh bentuk efek samping dari alergi yang seringkali terjadi antara lain:
a. Demam. Umumnya dalam derajad yang tidak terlalu berat, dan akan hilang
dengan sendirinya setelah penghentian obat beberapa hari.
b. Ruam kulit (skin rashes), dapat berupa eritema (kulit berwarna merah),
urtikaria (bengkak kemerahan), fotosensitifitasi, dll.
c. Penyakit jaringan ikat, merupakan gejala lupus eritematosus sistemik,
kadang-kadang melibatkan sendi.
d. Gangguan sistem darah, trombositopenia, neutropenia (atau agranulositosis),
anemia hemolitika, dan anemia aplastika. merupakan efek yang
kemungkinan akan dijumpai, meskipun angka kejadiannya mungkin relatif
jarang.
e. Gangguan pernafasan. Asma merupakan kondisi yang sering dijumpai,
terutama karena aspirin. Pasien yang telah diketahui sensitif terhadap aspirin
kemungkinan besar juga akan sensitif terhadap analgetika atau antiinflamasi
lain.
 Reaksi karena faktor genetik. Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau
kelainan genetik, suatu obat mungkin dapat memberikan efek farmakologik
yang berlebihan. Efek obatnya sendiri dapat diperkirakan, namun subjek yang
mempunyai kelainan genetik seperti ini yang mungkin sulit dikenali tanpa
pemeriksaan spesifik.
 Reaksi idiosinkratik. Istilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukkan suatu
kejadian efek samping yang tidak lazim, tidak diharapkan atau aneh, yang tidak

16
dapat diterangkan atau diperkirakan mengapa bisa terjadi. Jadi reaksi ini dapat
terjadi diluar dugaan
3. Upaya Pencegahan Efek Samping Obat
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan
untuk melakukan hal-hal berikut:
a. Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien pada
waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui resep
dokter maupun dari pengobatan sendiri.
b. Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada alternatif non-
farmakoterapi.
c. Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.
d. Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada: anak
dan bayi, usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga menderita gangguan ginjal,
hepar dan jantung.
e. Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan, dan segera hentikan
obat bila dirasa tidak perlu lagi.
f. Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau
penyakitnya memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, apakah perubahan tersebut
karena perjalanan penyakit, komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru
karena efek samping obat.
4. Penanganan Efek Samping
Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek samping.
Bukanlah tindakan yang tepat bila mengatasi efek samping dengan menambah
konsumsi obat untuk mengobati efek yang timbul tanpa disertai dengan
penghentian obat yang dicurigai berefek samping. Hal ini justru akan bernilai tidak
efektif dan efek samping tetap terus terjadi.
Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi
penderita. Pada bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan dan
pengobatan yang spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi (suatu reaksi alergi)
diperlukan pemberian adrenalin dan obat serta tindakan lain untuk mengatasi syok.
Contoh lain misalnya pada keadaan alergi, diperlukan penghentian obat yang
dicurigai, pemberian antihistamin atau kortikosteroid (bila diperlukan)
Ada 5 efek samping dari obat yang terbilang aneh atau berbeda dari efek
samping yang biasa terjadi, yaitu:
a. Amnesia
Kondisi ini terjadi jika seseorang secara tiba-tiba tidak ingat siapa dirnya atau

17
darimana ia berasal. Biasanya amnesia yang terjadi akibat efek samping obat
bukanlah amnesia total tapi kehilangan memori jangka pendeknya. Efek
samping ini bisa terjadi pada orang yang mengonsumsi obat Mirapex (dengan
nama generik pramipexole) yang digunakan untuk mengendalikan gejala
Parkinson dan pada orang Restless Leg Syndrome (RLS). Obat lainnya adalah
statin yang digunakan untuk menurunkan kolesterol. Beberapa peneliti
berteori bahwa statin dapat menghalangi pembentukan kolesterol yang
diperlukan untuk saraf. Tapi diyakini obat ini masih memiliki manfaat yang
lebih besar dibandingkan efek sampingnya.
b. Rasa nyeri dan sakit
Beberapa obat memang ada yang berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit
atau nyeri di tubuh, tapi ada obat yang tidak berhubungan dengan nyeri justru
menimbulkan rasa sakit. Orang-orang yang mengonsumsi antihistamin
Allegra (dengan nama generik fexofenadine) untuk menghilangkan demam
dan gejala alergi lain, ada kemungkinan mengalami rasa sakit otot dan sakit
punggung.
c. Gangguan penglihatan dan indera lainnya
Beberapa obat yang diminum terkadang menimbulkan rasa pahit di mulut, tapi
jika obat tersebut meninggalkan rasa yang buruk atau bisa mendistorsi indera
perasa maka ada kemungkinan hal tersebut akibat efek samping dari obat yang
diminum. Salah satu obat yang bisa mempengaruhi fungsi indera seseorang
adalah vasotec (dengan nama generik enalapril) yang digunakan untuk
mengobati darah tinggi dan gagal jantung kongestif. Obat ini bisa
mempengaruhi kelima indera seperti mengurangi rasa penciuman (anosmia),
mengganggu pendengaran (tinnitus) dan masalah mata seperti gangguan
penglihatan dan mata kering.
d. Perubahan warna urine
Warna urine memang bisa menunjukkan adanya hal yang tidak beres dengan
tubuh, misalnya ada infeksi atau keracunan zat besi. Jika urine berwarna hitam
ada kemungkinan efek samping akibat mengonsumsi obat flagyl, furazolidone
atau antibiotik lainnya. Urine berwarna ungu ada kemungkinan sebagai efek
samping dari obat phenolphthalein yang digunakan dalam jangka waktu lama.
Jika urine berwarna hijau ada kemungkinan sebagai efek samping dari obat
elavil dan beberapa antidepresan. Sedangkan jika urine berwarna biru ada
kemungkinan sebagai efek samping dari obat dyrenium, diuretik atau metilen
biru yang digunakan untuk mengurangi iritasi akibat infeksi kandung kemih

18
e. Halusinasi
Kondisi ini terjadi jika seseorang melihat atau mendengar sesuatu yang tidak
benar-benar ada, halusinasi yang terjadi bisa berupa visual atau auditori.
Beberapa obat yang bisa menyebabkan halusinasi adalah mirapex dan lariam
(dengan nama generik mefloquine) yang diciptakan untuk mencegah atau
mengobati malaria di Angkatan Darat AS.
f. Berikut ini adalah contoh dari efek samping obat yang biasanya terjadi:
 Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane.
 Pendarahan usus, akibat Aspirin.
 Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2.
 Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.
 Kematian, akibat Propofol.
 Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.
 Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptik.
 Diare, akibat penggunaan Orlistat.
 Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.
 Demam, akibat vaksinasi.
 Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.
 Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau
leukemia.
 Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA mencabut
status ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin) sebagai suplemen
makanan.
 Kerusakan hati akibat Parasetamol.
 Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan
antihistamin.
 Stroke atau serangan jantung akibat penggunaan Sildenafil (Viagra).
 Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan

D. Pelayanan Obat Psikotropika dan Narkotika


Pelayanan obat psikotropika dan narkotika dilakukan sama seperti resep biasa,
dengan tambahan obat yang bersangkutan ditandai garis bawah warna merah dan
penyimpanan resep dipisahkan. Penyimpanan obat psikotropika dan narkotika di
lemari khusus dengan kunci yang dipegang oleh Penanggung Jawab Farmasi.

19
E. Penyediaan dan Penggunaan Obat Emergensi
Obat emergensi disediakan di Ruang Gawat Daraurat dan Ruang Persalinan yang
melaksanakan pelayanan kesehatan 24 Jam dengan pemberian obat sesuai resep yang
diterima (metode floor stock).

F. Konseling
a. Konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada
pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara
dan lama penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan dan penggunaan obat.
b. Kriteria pasien yang dilakukan konseling adalah:
 Pasien rujukan dokter.
 Pasien dengan penyakit kronis.
 Pasien geriatrik.
 Pasien pediatrik.
c. Konseling dilakukan di ruang khusus dan kegiatannya dicatat pada catatan
konseling.

G. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan yang dilakukan adalah:
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan
pasif.
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat
atau tatap muka.
c. Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
d. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya terkait dengan obat dan Bahan Medis Habis Pakai.

H. Kesalahan Obat
a. Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep,
penyiapan/peracikan atau pemberian obat baik yang menimbulkan efek
merugikan ataupun tidak.

20
b. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang
menemukan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau atasan
langsungnya.
c. Pelaporan dilakukan secara tertulis menggunakan Formulir Laporan Insiden
Pasien.
d. Kesalahan obat harus dilaporkan maksimal 2x24 jam setelah ditemukannya
insiden.
e. Tipe kesalahan obat yang dilaporkan :
 Kejadian Nyaris Cedera (KNC): terjadinya kesalahan obat yang belum
terpapar ke pasien
 Kejadian Tidak Cedera (KTC): kesalahan obat yang sudah terpapar ke
pasien tetapi tidak menimbulkan cedera pada pasien
 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD): kesalahan obat yang mengakibatkan
cedera pada pasien
 Kesalahan obat dilaporkan dan ditindaklanjuti mengikuti Standar Prosedur
Operasional Pelaporan Efek Samping Obat dan KTD dan Standar Prosedur
Operasional Identifikasi dan Pelaporan Kesalahan Pemberian Obat dan
KNC.

I. Monitoring Efek Samping Obat


Bila diketahui bahwa obat yang diberikan pada pasien mempunyai efek samping,
beritahu pasien gejala sampingan apa yang dapat ditimbulkan oleh obat tersebut.
Monitoring efek samping obat dilakukan dengan pengisian form khusus jika terjadi
efek samping obat.

J. Monitoring dan Penilaian Terhadap Penggunaan dan Penyediaan Obat


Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas perlu
dilakukan monitoring dan evaluasi kegiatan secara berkala. Monitoring merupakan
kegiatan pemantauan terhadap pelayanan kefarmasian dan evaluasi merupakan proses
penilaian kinerja pelayanan kefarmasian itu sendiri. Monitoring dan evaluasi
dilaksanakan dengan memantau seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian mulai dari
pelayanan resep sampai kepada pelayanan informasi obat kepada pasien sehingga
diperoleh gambaran mutu pelayanan kefarmasian sebagai dasar perbaikan pelayanan
kefarmasian di Puskesmas selanjutnya.

21
22
BAB V
LOGISTIK

Logistik terkait erat dengan kegiatan manajerial atau pengelolaan obat dan
bahan medis habis pakai yaitu salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang
dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya
adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan
bahan medis habis pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan
kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi
manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
A. Perencanaan
a. Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis habis
pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dan bahan medis habis pakai
dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
b. Proses seleksi obat dan bahan medis habis pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat periode sebelumnya,
dan rencana pengembangan.
c. Proses perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di apotek
dilakukan dengan menggunakan data pemakaian obat pada Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang kemudian diserahkan
ke Dinas Kesehatan Kabupaten.
B. Permintaan
Permintaan obat dan bahan medis habis pakai untuk apotek ditujukan kepada
bagian Farmasi dan Alat kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Serang
menggunakan Surat Permintaan Obat (LPLPO) yang telah disetujui oleh Kepala
Puskesmas Kecamatan. Permintaan dilakukan setiap bulan.
Tujuan dari permintaan obat adalah untuk memenuhi kebutuhan obat di sesuai
dengan pola penyakit dan pola pemakaian yang ada di wilayah Kecamatan Cinangka.
Kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan dalam permintaan obat antara lain:
1. Menentukan jenis permintaan obat
a. Permintaan Rutin
Dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah tersusun.
b. Permintaan Khusus
Dilakukan di luar jadwal distribusi rutin apabila:
 Kebutuhan meningkat

23
 Terjadi kekosongan
 Ada Kejadian Luar Biasa (KLB) atau bencana
2. Menentukan jumlah permintaan obat
Data yang diperlukan antara lain:
 Data pemakaian obat periode sebelumnya
 Jumlah kunjungan resep
 Jadwal distribusi obat dari Gudang
 Sisa stok
3. Menghitung kebutuhan obat dengan cara:
Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian
pada periode sebelumnya.

SO = SK + SWK + SWT + SP

Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan


menggunakan rumus:

Permintaan = SO - SS

Keterangan:

SO = Stok Optimum

SK = Stok Kerja (stok pada periode berjalan)

SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat

SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead Time)

SP = Stok Penyangga

SS = Sisa Stok

Stok Kerja Pemakaian rata – rata periode distribusi.

Waktu Kekosongan Lamanya kekosongan obat dihitung dalam hari.

Waktu Tunggu Dihitung mulai dari permintaan obat oleh Puskesmas


sampai dengan penerimaan obat di Puskesmas.

Stok Penyangga Persediaan obat untuk mengantisipasi terjadinya


peningkatan kunjungan, keterlambatan kedatangan obat.
Besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara

24
Puskesmas dan Gudang.

Sisa Stok Sisa obat yang masih tersedia di Puskesmas pada akhir
periode distribusi.

Stok Optimum Stok ideal yang harus tersedia dalam waktu periode
tertentu agar tidak terjadi kekosongan.

C. Penerimaan
a. Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan dalam
menerima obat sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.
b. Petugas penerima wajib melakukan pengecekan terhadap obat dan bahan
medis habis pakai yang diserahkan, mencakup nama obat dan bahan medis
habis pakai, jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah, bentuk, serta masa
kadaluwarsa, ditandatangani oleh petugas penerima.

D. Penyimpanan
a. Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat dan bahan
medis habis pakai yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari
kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. Beberapa sistem
yang umum dalam pengaturan obat:
 Alfabetis berdasarkan nama generik
 Kategori terapetik atau farmakologi
 Bentuk sediaan
 Frekuensi penggunaan
 Stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban)
 Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus

E. Distribusi Obat
Penyaluran/distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat dan
bahan medis habis pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-
sub unit pelayanan kesehatan. Pendistribusian ke sub unit dilakukan dengan cara
pemberian obat sesuai resep yang diterima, pemberian obat per sekali pakai, atau
kombinasi.

25
F. Pencegahan dan Penanganan Obat atau Bahan Medis Habis Pakai yang
Rusak dan Kadaluwarsa
Jika petugas pengelola menemukan obat atau bahan medis habis pakai yang tidak
layak pakai (karena rusak) atau yang hendak memasuki masa kadaluwarsa (minimal 3
bulan sebelum masa kadaluwarsa), maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Petugas segera melaporkan dan mengirimkan obat atau bahan medis habis pakai
tersebut kepada petugas pemusnahan obat di Puskesmas.
b. Pemusnahan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku di Puskesmas.

G. Pengendalian
Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program
yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan.
Kegiatan Pengendalian terdiri dari:
1. Pengendalian Persediaan
Untuk melakukan pengendalian persediaan diperlukan pengamatan terhadap stok
kerja, stok pengaman, waktu tunggu dan sisa stok. Sedangkan untuk mencukupi
kebutuhan perlu diperhitungkan keadaan stok yang seharusnya ada pada waktu
kedatangan obat atau jika dimungkinkan memesan, maka dapat dihitung jumlah
obat yang dapat dipesan dengan rumus:

Q = SK + SP – SS
SP = (WT x D)

Keterangan: Q = jumlah obat yang diminta/dipesan


SK = stok kerja
SP = stok pengaman atau buffer stock
SS = sisa stok
WT = waktu tunggu
D = pemakaian rata – rata

Menentukan stok pengaman dapat menggunakan sistem VEN yaitu:


 20% dari stok kerja untuk obat golongan vital (obat-obatan yang digunakan
untuk keadaan gawat darurat, obat penyelamat hidup, dan obat yang
digunakan untuk pelayanan kesehatan pokok)
 10% dari stok kerja untuk obat golongan esensial (obat-obat fast moving)

26
 0-5% dari stok kerja untuk obat golongan non esensial (vitamin, suplemen)

Agar tidak terjadi kekosongan obat dalam persediaan, maka hal – hal yang perlu
diperhatikan adalah:
a. Mencantumkan jumlah stok optimum pada kartu stok.
b. Melaporkan kepada Dinas Kesehatan apabila terdapat pemakaian yang
melebihi rencana.
c. Membuat laporan secara sederhana dan berkala kepada Kepala Puskesmas
tentang pemakaian terbanyak untuk obat tertentu dan obat lainnya yang masih
mempunyai persediaan banyak.
Pemeriksaan Besar (pencacahan) dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan
jumlah obat antara kartu stok obat dengan fisik obat. Pemeriksaan ini dilakukan
setiap bulan.
2. Pengendalian Penggunaan

Tujuan dilaksanakannya pengendalian penggunaan adalah untuk menjaga


kualitas pelayanan obat dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana obat.
Pengendalian penggunaan meliputi:

a. Persentase penggunaan antibiotic


b. Persentase penggunaan injeksi
c. Persentase rata – rata jumlah obat per resep
d. Persentase penggunaan obat generik
e. Kesesuaian dengan Pedoman

3. Pengendalian Penanganan Obat Hilang, Obat Rusak dan Kadaluwarsa


a. Penanganan Obat Hilang
Tujuan dilaksanakan penanganan obat hilang adalah sebagai bukti
pertanggungjawaban Kepala Puskesmas sehingga diketahui persediaan obat
saat itu. Obat juga dinyatakan hilang apabila jumlah obat dalam tempat
penyimpanannya ditemukan kurang dari catatan sisa stok pada kartu stok.
Pengujian silang antara jumlah obat dalam tempat penyimpanan dengan
catatan sisa stok dilakukan secara berkala satu tahun sekali oleh Kepala
Puskesmas.
Dalam menangani obat hilang, maka langkah – langkah yang harus
dilakukan adalah:
1. Petugas pengelola obat menyusun daftar jenis dan jumlah obat yang
hilang untuk dilaporkan kepada Kepala Puskesmas.

27
2. Kepala Puskesmas memeriksa dan memastikan kejadian tersebut
kemudian menerbitkan Berita Acara Obat Hilang.
3. Kepala Puskesmas menyampaikan laporan kejadian tersebut kepada
Kepala Dinas Kesehatan disertai Berita Acara Obat Hilang.
4. Petugas pengelola obat mencatat jenis dan jumlah obat yang hilang pada
Kartu Stok.
5. Apabila jumlah obat yang tersisa tidak mencukupi kebutuhan pelayanan,
maka petugas pengelola obat segera mengajukan permintaan obat kepada
Kepala Puskesmas untuk segera dilakukan pembelian.
6. Apabila hilangnya obat karena pencurian, maka dilaporkan kepada
Kepolisian.
b. Penanganan Obat Rusak/Kadaluwarsa
Tujuan dilaksanakannya penanganan obat rusak adalah untuk melindung
pasien dari efek samping penggunaan obat rusak/kadaluwarsa.
Dalam menangani obat rusak/kadaluwarsa, maka langkah – langkah yang
harus dilakukan adalah:
1. Petugas pengelola obat mengumpulkan obat rusak dalam gudang obat.
2. Obat yang rusak/kadaluwarsa dikurangkan dari catatan sisa stok pada
Kartu Stok oleh petugas pengelola obat.
3. Petugas pengelola obat melaporkan obat rusak/kadaluwarsa kepada
Kepala Puskesmas.
4. Kepala Puskesmas melaporkan dan mengirimkan kembali obat
rusak/kadaluwarsa kepada Kepala Dinas Kesehatan atau kepada pihak
ketiga yang ditugsakan untuk mengadakan pemusnahan obat serta
dibuatkan Berita Acaranya.

H. Pencatatan, Pelaporan dan Pengarsipan


Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam
rangka penatalaksanaan obat dan bahan medis habis pakai secara tertib, baik obat atau
bahan medis habis pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di
Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.

28
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Dalam setiap kegiatan pelayanan kefarmasian perlu diperhatikan keselamatan


sasaran, yakni pasien dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala
kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan
risiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan
dilaksanakan.

29
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam setiap kegiatan pelayanan kefarmasian perlu diperhatikan keselamatan


kerja karyawan puskesmas dan lintas sektor terkait, dengan melakukan identifikasi
risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan
kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan
yang akan dilaksanakan

30
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Untuk mengukur kinerja pelayanan kefarmasian tersebut harus ada indikator


yang digunakan. Indikator yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat
keberhasilan pelayanan kefarmasian di Puskesmas antara lain:
1. Tingkat kepuasan konsumen: dilakukan dengan survei berupa angket melalui
kotak saran atau kepuasan.
2. Dimensi waktu: lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan)
3. Prosedur tetap (Protap) Pelayanan Kefarmasian: untuk menjamin mutu pelayanan
sesuai standar yang telah ditetapkan.

31
BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini sebagai acuan bagi tenaga kefarmasian dalam menjalankan


pelayanan kefarmasian di UPT Puskesmas Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang.
Keberhasilan kegiatan pelayanan kefarmasian tergantung pada komitmen
yang kuat dari semua pihak terkait terutama tenaga kefarmasian yang bekerja dengan
profesional.

KEPALA UPT PUSKESMAS


KECAMATAN CINANGKA

YAYA RUSYANA

32

Anda mungkin juga menyukai