Anda di halaman 1dari 7

Hukumnya Menyebarkan Rekaman CCTV

dan Membuat Berita Bohong


Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Bacaan 10 Menit

Pertanyaan
Ada seorang oknum mengambil foto/gambar dari rekaman CCTV milik perusahaan tanpa
izin dan memberikan informasi tersebut kepada media online. Kemudian media online
tersebut membuat judul berita yang menyudutkan pihak perusahaan serta memuat berita
bohong (tidak sesuai fakta).

Dari kejadian ini, kami ingin bertanya:

1. Bagaimana cara menyikapi oknum yang mengambil foto tanpa izin &
menyebarluaskan atau mentransmisikan ke media online dengan memuat berita
bohong?
2. Perbuatan pidana apa yang dapat dijerat terhadap oknum yang mengambil foto tanpa
izin perusahaan dan menyeberluaskan ke media online?
3. Bagaimana cara pencegahan untuk menghindari kejadian serupa agar tidak terjadi
kembali, baik terhadap oknum karyawan, outsourcing maupun para tamu yang masuk
ke dalam area perusahaan?

Intisari Jawaban

Ulasan Lengkap
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata
untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya).
Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung
dengan Konsultan Mitra Justika.

CCTV sebagai Sistem Elektronik

Disarikan dari Hukumnya Menyebarluaskan Perbuatan Tetangga yang Terekam CCTV


Rumah, CCTV termasuk sebagai alat bukti elektronik yang merupakan alat bukti yang sah.
Kehadiran rekaman CCTV sebagai alat bukti elektronik adalah perluasan dari alat bukti yang
ditentukan KUHAP sebagaimana disampaikan dalam CCTV Sebagai Alat Bukti Pidana.
Lebih lanjut, rekaman CCTV dapat dikategorikan sebagai bentuk dari informasi
elektronik yaitu satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka,
kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.[1]

Adapun informasi elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang
sesuai dengan ketentuan UU ITE dan perubahannya. Sementara itu, sepanjang penelusuran
kami, CCTV sendiri merupakan sistem keamanan,[2] sehingga kami berpendapat CCTV
termasuk sebagai suatu sistem elektronik yaitu serangkaian perangkat dan prosedur elektronik
yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.[3]

Jerat Hukum Mengakses CCTV Perusahaan Tanpa Izin

Menjawab pertanyaan Anda, perbuatan mengambil foto atau gambar tanpa izin dari rekaman
CCTV milik perusahaan menurut hemat kami dapat dikategorikan perbuatan Pasal 30 UU
ITE yang selengkapnya berbunyi:

1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.
2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
3. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan melanggar,
menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Patut diperhatikan khusus untuk ayat (2) dijelaskan bahwa secara teknis perbuatan yang
dilarang sebagaimana dimaksud dapat dilakukan, antara lain dengan: [4]

a. melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha


mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk
menerimanya; atau
b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh
yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Sedangkan yang dimaksud sistem pengaman dalam ayat (3) adalah sistem yang membatasi
atau melarang akses ke dalam komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klarifikasi
pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan.[5]
Berdasarkan kronologi yang Anda ceritakan, kami mengasumsikan bahwa CCTV milik
perusahaan hanya dapat diakses oleh sebagian pihak yang berwenang saja, sehingga ada
pembatasan sistem pengaman. Namun entah bagaimana caranya, ada oknum yang
mendapatkan rekaman CCTV dan menyebarkan foto atau gambar dari CCTV tersebut.

Oleh karena itu, patut diduga perbuatan oknum tersebut dapat dikenai ancaman pidana
dalam Pasal 46 jo. Pasal 30 UU ITE:

1. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp600.000.000 (enam ratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp800.000.000 (delapan ratus juta rupiah).

Jerat Hukum Penyebar Berita Bohong

Menjawab pertanyaan Anda yang selanjutnya, terkait pasal untuk menjerat penyebar berita
bohong telah diulas dalam Pasal untuk Menjerat Penyebar Hoax.

Misalnya saja, berita bohong yang disebarkan lewat media online tersebut mengandung


muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang dapat dijerat Pasal 27 ayat (3) UU
ITE jo. Pasal 45 UU 19/2016 dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp750 juta.

Tak hanya dalam UU ITE dan perubahannya, pasal untuk menjerat penyebaran berita bohong
juga dapat dijerat menggunakan Pasal 390 KUHP atau Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946.
Namun, Anda sebaiknya perlu mencermati kembali unsur-unsur perbuatan pidana yang
memenuhi pasal yang bersangkutan.

Jika Rekaman CCTV Memuat Pencemaran Nama Baik

Dalam hal penyebarluasan foto dari rekaman CCTV memuat tuduhan yang dapat
mengakibatkan pencemaran nama baik atau yang dikenal dengan penghinaan dapat dijerat
dengan Pasal 310 KUHP.

Disarikan dari Perbuatan yang Termasuk dalam Pasal Pencemaran Nama Baik, apabila
tuduhan dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka kejahatan dinamakan “menista
dengan surat”. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam bunyi Pasal 310 ayat (2) KUHP:
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau
ditempelkan di  muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.

Namun demikian, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan penghinaan dalam
pasal ini hanya dapat dituntut jika ada pengaduan dari orang yang dihina. Objek
penghinaan harus manusia perseorangan dan bukan instansi pemerintah, pengurus atau
perkumpulan, segolongan penduduk, dan lain-lain (hal. 225). Sehingga yang dapat
mengadukan ke polisi adalah orang yang dihina akibat tersebarnya foto dari rekaman CCTV
tersebut, dan bukan pihak perusahaan.

Apabila penghinaan tersebut dilakukan melalui media elektronik, secara khusus, perbuatan
oknum tersebut dapat dijerat Pasal 27 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 45 UU 19/2016 yang mana
pengertian penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merujuk dan tidak bisa dilepaskan
dari Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP.[6]

Lebih lanjut ditegaskan, korban sendiri yang harus mengadukan ke aparat penegak hukum
dan harus orang perseorangan dengan identitas spesifik dan bukan institusi, korporasi,
profesi atau jabatan.[7]

Pengaduan Pemberitaan Media Online yang Merugikan

Sebelumnya, Anda tidak menjelaskan media online yang Anda maksud apakah sebuah akun
di media sosial atau media online yang melaksanakan kerja jurnalistik sebagaimana diatur di
dalam UU Pers.[8] Maka untuk menyederhanakan jawaban, kami asumsikan bahwa
media online yang Anda maksud adalah media yang melaksanakan kerja jurnalistik
sebagaimana diatur di dalam UU Pers.

Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi termasuk berita yang dapat merugikan
pihak lain untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.[9] Mengingat wartawan
Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.[10]

Bohong adalah sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang
tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan
dengan sengaja dengan niat buruk.[11]

Oleh karena itu, kami berpendapat, Anda dapat mengajukan hak koreksi sebagai hak setiap
orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan pers, baik
tentang dirinya maupun tentang orang lain.[12] Selain itu, ada pula hak jawab adalah hak
seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap
pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.[13]

Wartawan kemudian wajib melayani hak jawab dan hak koreksi secara profesional.
[14] Selanjutnya apabila masih belum terselesaikan, langkah yang dapat Anda tempuh adalah
pengaduan ke Dewan Pers.

Langkah ini telah sesuai dengan Lampiran SKB UU ITE (hal. 14) yang menyebutkan untuk
pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers yang merupakan kerja jurnalistik
diberlakukan mekanisme sesuai UU Pers sebagai lex specialis, bukan Pasal 27 ayat (3) UU
ITE. Untuk kasus terkait pers perlu melibatkan Dewan Pers. Kecuali wartawan secara pribadi
mengunggah tulisannya di media sosial atau internet.

Rekomendasi Langkah Preventif

Kami menyarankan untuk mencegah perbuatan serupa terjadi, perusahaan dapat memasang
tanda khusus ‘Dilarang Masuk Kecuali Petugas’ pada ruangan untuk pengawasan CCTV.
Perusahaan juga bisa memasang kode akses pada pintu maupun sistem CCTV yang hanya
diketahui oleh petugas pengawas CCTV.

Selain itu, perusahaan dapat menerapkan aturan larangan penggunaan kamera ponsel atau
profesional untuk memfoto atau merekam lingkungan perusahaan, kecuali telah mendapat
izin dari petugas.

Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi
terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;


2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik;
3. Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri
Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021.

Referensi:
1. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia. 1994;
2. Lasarus Setyo P dan Natalia Damastuti. Sistem Keamanan Berbasis CCTV dan
Penerangan Otomatis dengan Modifikasi UPS sebagai Pengganti Sumber Listrik
yang Hemat dan Tahan Lama. Jurnal Narodroid, Vol. 1 No. 2 Juli 2015;
3. Kode Etik Jurnalistik, yang diakses pada 14 September 2022, pukul 18.00 WIB;
4. Pedoman Pemberitaan Media Siber, yang diakses pada 14 September 2022, pukul
18.40 WIB.

[1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”)

[2] Lasarus Setyo P dan Natalia Damastuti. Sistem Keamanan Berbasis CCTV dan


Penerangan Otomatis dengan Modifikasi UPS sebagai Pengganti Sumber Listrik yang
Hemat dan Tahan Lama. Jurnal Narodroid, Vol. 1 No. 2 Juli 2015, hal. 65

[3] Pasal 1 angka 5 UU 19/2016

[4] Penjelasan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi


dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)

[5] Penjelasan Pasal 30 ayat (3) UU ITE

[6] Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri
Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 (“SKB UU ITE”), hal. 9

[7] SKB UU ITE, hal. 12

[8] Angka 1 huruf a Pedoman Pemberitaan Media Siber

[9] Angka 2 huruf a dan b Pedoman Pemberitaan Media Siber

[10] Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik

[11] Penafsiran Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik

[12] Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (“UU Pers”)

[13] Pasal 1 angka 11 UU Pers

[14] Pasal 5 angka 2 dan 3 UU Pers jo. Pasal 11 Kode Etik Jurnalistik

Anda mungkin juga menyukai