Anda di halaman 1dari 6

1. Mitos berkenaan dengan Budaya Organisasi.

 Budaya merupakan alat yang cepat untuk menetapkan setiap persoalan.

Sebenarnya budaya bukanlah sesuatu yang dapat diterapkan secara cepat untuk semua
persoalan. Namun, strategi dapat ditetapkan dengan cepat. Misalnya, sebuah perusahaan
penerbangan menghentikan rute ke kota tertentu karena load factor rendah. Load factor
menunjukkan tingkat jumlah penumpang per penerbangan atau flight. Hal ini merupakan
pergeseran strategis arah perusahaan. Tidak lama kemudian, dapat saja perusahaan
membuka kembali jalur penerbangan sebagai langkah strategis menuju keberhasilan.

 Budaya dan strategi tidak ada hubungannya satu sama lain.

Budaya merupakan pola perilaku berakar mendalam pada orang dan strategi adalah
sebuah gagasan tentang bagaimana bersaing secara efektif. Sebenarnya antara budaya dan
strategi tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara strategi, dimana gagasan baru dan quick
fix atau pengambilapn keputusan dengan cepat dimungkinkan, dengan budaya, dimana
perubahan terjadi perlahan-lahan, sangat dekat. Ahli strategi yang baik mengetahui hal ini
dan memilih strategi yang dibangun atas dasar kekuatan natural dan kultural. Banyak ahli
strategi lain yang kegagalannya tidak diketahui, telah mengabaikan hubungan antara
strategi dan budaya.

 Budaya menolak semua perubahan.

Mitos bahwa budaya menolak perubahan tertanam dalam jiwa banyak manajer. Setiap
saat muncul persoalan implementasi beberapa inisiatif baru, dibebankan kesalahannya
pada budaya. Budaya dalam perusahaan adalah manifestasi kehidupan dan nafas yang
paling dalam dari keinginan orang untuk melakukan apa yang benar. Budaya menolak
jika nilai utama yang sudah lama atau tata cara atau praktik yang diterima luas dalam
bahaya. Namun, sebenarnya budaya selalu menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi
disekitarnya. Kegagalan menyesuaikan akan diancam karena kelihatan sebagai tanda
bahwa budaya tertinggal dibelakang.

 Perubahan budaya dapat dikelola.

Perubahan budaya hanya dilakukan jika mereka merasa perlu untuk itu dan sangat siap
untuk berubah. Mereka berubaha ketika kecerdikan kolektifnya mengenal bahwa dunia
telah berubah dan bahwa budaya menerima lebih baik dengan maksud agar bisnisnya
selamat. Orang menjadi sangat terikat pada cara budaya dan praktik. Ketika ikatannya
putus, mereka merasakan kerugian mendalam. Karena itu perubahan budaya memerlukan
proses sensitif secara kultural. Konsultan juga tidak banyak membantu memudahkan
proses. Mereka hanya memfasilitasi pertemuan untuk membantu anggota berpikir tentang
apa yang tejadi.
 Kepemimpinan tingkat atas merupakan kunci untuk menanamkan budaya korporasi yang
kuat.

Banyak hal yang dilakukan kepemimpinan dengan membangun budaya terpadu. Tetapi
bukan hanya kepemimpinan yang memungkinkan perusahaan membawa misi ekonomi
dengan berhasil. Kepemimpinanlah yang membentuk lingkungan kerja dimana orang
pada semua tingkatan dapat mengidentifikasi. Kepemimpinan merupakan kunci untuk
membangun strong culture, tetapi tidak perlu kepemimpinan diusahakan melalui orang
luar biasa dengan misi mengubah dunia.

 Orang bergantung pada budaya yang diketahui bahkan ketika sudah tidak relevan lagi.

Orang berpegangan pada masa lalu karena masuk akal dan memberikan pekerjaan
sekarang berarti, mereka berpegangan dengan cara lama karena bekerja dan membantu
mereka maju mencapai seperti mereka sekarang ini. Jika orang menolak present dan
future dan lebih menyukai menikmati good old days, hal itu biasanya karena tidak bisa
menggapai realitas dengan cukup nyaman untuk memberikan mereka kepercayaan baru.

Perusahaan yang baik akan berusahan bertindak melawan kecenderungan ini untuk
melindungi status quo dengan membangun anarkisme terencana dalam tingkatannya.
Perusahaan ini menghargai orang yang berani mengambil risiko dan wirausaha yang
mempertanyakan kebijakan konvensional. Strong culture bersifat monolitis. Budaya
monolitik timbul dalam industri dimana pola perilaku tertentu dan konsisten merupakan
jaminan terbaik bagi keberhasilan masa depan. Strong culture timbul dimana-mana.
Dimana lingkungan minta kebergamana pikiran dan tindakan, budaya yang kuat akan
bercermin pada permintaan dan memperkuat keberagaman.

 Budaya tidak untuk setiap orang.

Suka atau tidak suka, kita terbenam dalam budaya kerja. Apakah penting atau tidak, adat
istiadat dan norma kultural akan banyak menetukan apa yang kita lakukan dari hari ke
hari, dan menentukan bagaimana kita berpikir. Sesuai atau tidak bukan masalah pilihan
kecuali kita ingin keluar. Budaya perusahaan meresap kedalam pori kita dan membetuk
identitas. Manajer yang tidak nyaman dengan gagasan budaya harus berhati-hati. Budaya,
bukan aturan atau kebijaksaan formal, terutama menentukan apa yang kita dapat dan
tidak dapat dilakukan. Karena budaya menjadi faktor kunci yang memengaruhi
perusahaan sukses atau gagal, perlu masuk dalam daftar prioritas tinggi manajemen.

2. Jerome Want (2006: 137) menyebutkan adanya 10 (sepuluh) perilaku yang disebutnya
sebagai addictive behaviour (perilaku kecanduan) bertindak sebagai kontributor budaya
organisasi, yaitu:
 Conformity(Kesesuaian)

Conformity berarti dapat mencapai kesesuaian sehingga dapat diterima. Pada saat
pertama bekerja, kita didorong untuk melakukan dengan cara yang sudah biasa dilakukan
orang, sehingga dikenal antara lain sebagai HP way, Intel way, Pepsi way, dan
seterusnya.

Conformity baik untuk membantu menciptakan keeratan dan jiwa korsa dalam organisasi.
Sayangnya, banyak organisasi menuntut kesesuaian secara berlebihan. Orang diharapkan
meninggalkan inisiatif, kejujuran, dan integritas. Conformity berlebihan memaksa
pekerja paling berbakay membawa kariernya ke mana-mana. Hasil terburuk conformity
adalah memberi orang perasaan aman yang salah ketika organisasi bergerak menuju
bencana.

 Denial(Penyangkalan)

Denial adalah mekanisme bertahan secara alami untuk melindungi diri dari kemarahan
dan kesakitan karena berbuat salah. Banyak perilaku kita dibentuk oleh masa kanak-
kanak sehingga belum berkembang integritas dan tanggung jawab. Sementara dunia
sekeliling kita tidak dapat diduga dan penuh tantangan. Kita akan memberitahukan
kesalahan di rumah dan menerima kritik dari pasangan dan teman, tetapi tidak di
pekerjaan. Sebagian mungkin disebabkan tuntutan akan kesesuaian. Lebih jauh lagi kalau
kita melihat atasan mengelak tanggung jawab atas perbuatan salah, maka kita akan
mengikuti perilaku bertahan.

 Projection of blame (Proyeksi Kesalahan)

Projection of blame menjadi epidemi dalam organisasi maupun masyarakat luas. Secara
sederhana, proyeksi terjadi ketika individu diketahui perilakunya bahwa kinerja atau
tanggung jawabnya belum terpenuhi, maka daripada harus menerima tanggung jawab
atas kelakuannya atau kesalahannya, orang cenderung merasa lebih baik menyalahkan
pada mereka yang menuduh.

 Passive-AggressiveBehaviour(PerilakuPasif-Agresif)

Passive-Aggressive Behaviour berhubungan dekat dengan projection of blame dan


ditemukan sangat luas di lingkungan kerja. Merupakan serangan secara diam-diam yang
paling tidak diharapkan. Perilaku ini dapat merupakan penolakan dengan menggunakan
kata sopan untuk memenuhi kebijakan, permohonan, atau keluhan. Orang yang merasa
tidak diberdayakan di pekerjaan biasanya percaya pada perilaku pasif-agresif.

 Obsessive-Compulsive Behaviour (Perilaku Menggoda-Memaksa)


Obsessive-Compulsive Behaviour mencerminkan ketidakmampuan atau ketidakinginan
untuk tetap berada pada status quo karena menginginkan sesuatu yang baru.
 Punishment as a Tool (Hukuman Sebagai Alat)
Dunia bisnis tidak pernah malu menghukum pekerja. Perusahaan dan manajemen selalu
dapat menemukan jalan untuk menutup kesempatan pekerja mencari pekerjaan lain.

 Politics as Usual (Politik Seperti Biasa)


Tidak ada sistem yang lebih bersifat politis daripada korporasi. Tetapi, kultur politis
melakukan permainan politik pada tingkat yang berbeda sebagai kelakuan perusakan
bisnis ditandai oleh game playing, deal making, coalition building, dan political
maneuver.
 Rampant Careerism (Merajalelanya Karier)
Karier berlebihan merupakan bentuk politik yang populer yang dilakukan hampir di
semua lingkungan kerja. Terutama dipakai di perusahaan konsultan manajemen, bank
investasi, dan beberapa perusahaan teknologi, seperti Microsoft dan Oracle.
 Ethical Convenience (Kenyamanan Etika)
Apabila pekerja perusahaan merasa bahwa mereka mempunyai kesempatan melakukan
tindakan tidak etis atau ilegal, bisnis akan mendapatkan hukuman. Ditemukan adanya
tipe pekerja Enro tertawa tentang kegiatan curang mereka sendiri.
 Hubris (Angkuh)
Hubris mengandung arti angkuh dan bangga, atau kebanggaan berlebihan. Masalah
dengan banyak perusahaan dan pemimpinnya sekerang adalah mereka berpikir bahwa
mereka adalah dewa dan berada di luar kritik dan akuntabilitas.

3. Budaya untuk mengurangi / menghapuskan kerugian proses dan kapitalisasi pada


keberagaman:

 Managing the Group Environment

Fungsi setiap kelompok juga tergantung pada lingkungan manajerial: dukungan


manajemen, rewards, status kelompok, dan peluang untuk self-management.

1. Management support

Setiap kelompok memerlukan dukungan manajemen yang baik dalam bentuk sumber
daya material, informasi yang relevan dan dukungan psikologis ditunjukkan sebagai niat
baik dan penghargaan.

2. Reward
Individualis menyukai dihargai atas dasar kontribusinya sendiri dan mereka percaya
bahwa reward seharusnya adalah patut.
3. Group status
Kebanyakan manajer memahami bahwa, tanpa memandang komposisi budaya, kelompok
berstatus tinggi dalam organisasi akan meningkatkan self- esteem anggota.
4. Self-management
Mengusahakan sasaran dan arah umum untuk kelompok, terutama tim, dan
memungkinkan mereka mengelola sendiri dengan menemukan prosesnya sendiri untuk
mencapai sasarannya adalah opsi bagi manajer setiap

 Devalopment of Culturally Diverse Groups

Kelompok tidak terbentuk secara instan, tetapi perkembangannya dapat terjadi melalui
suatu proses dalam waktu panjang. Pengembangan kelompok terjadi melalui:

1. Forming. Pertama kali mereka yang masuk dalam kelompok berusaha menjadi akrab satu
sama lain.
2. Storming. Dalam kelompok mungkin dapat terjadi konflik yang tidak dapat mengabaikan
yang timbul tentang siapa melakukan apa dan bagaimana menjalankan sesuatu.
3. Norming. Aanggota kelompok mulai mengembangkan harapan bersama.
4. Performing. Akhirnya anggota kelompok bekerja bersama secara erat dan

efektif.

 Developing Cultural Intelligence in the Group

Elemen utama dalam menggali masalah proses adalah ketetapan umpan balik kepada
anggota kelompok, baik dari masing-masing dan dari pengamat di luar kelompok.
Dengan saling pengertian yang baik dalam dinamika kelompok dan penyebab
kesulitannya, anggota kelompok dapat mengembangkan cara produktif baru tentang
mengubah baik catatan mereka untuk kelompok dan perilaku mereka sendiri.

4 . Task Achievement Competencies adalah Kompetensi dalam task achievement berhubungan


dengan apa yang kita kerjakan, cara kita mengerjakan, dan bagaimana kita mengerjakannya pada
umumnya. Task achievement merupakan kapabilitas yang membuat seseorang pekerja efektif
dan menjadi effective achiever.

1. Results orientation (orientasi pada hasil)


Results orientation termasuk menetapkan, bekerja keras untuk mencapai, dan mencapai
tujuan menantang.
2. Managing performance (mengelola kinerja)
Managing performance merupakan kompetensi dengan mana orang merencanakan
strategi dan taktik, memonitor dan mengukur kinerjanya, dan menunjukkan masalah
kinerja.
3. Influence (pengaruh)
Influence bersaing dengan result orientation sebagai kompetensi yang paling
membedakan superior performer, tetapi apabila manajer tidak terbiasa dengan
kompetensi, maka kurang mungkin untuk mengidentifikasi sendiri.
4. Initiative (inisiatif)
Initiative adalah kompetensi yang menjadi pilihan yang paling populer.
5. Production efficiency (efisiensi produksi)
Production efficiency adalah kompetensi melalui mana pekerjaan diwujudkan dengan
cepat, pada standar kualitas tinggi dan dengan penggunaan sumber daya minimal.
6. Flexibility (fleksibilitas)
Orang yang menyesuaikan dan merespons dengan cepat dan efektif pada lingkungan yang
berubah adalah kuat dalam kompetensi flexibility.
7. Innovation (inovasi)
Innovation adalah kompetensi melalui mana orang memulai gagasan baru, metode, solusi,
dan produk.
8. Concern for quality (berkepentingan dengan kualitas)
Concern for quality memastikan bahwa hasil semua pekerjaan adalah akurat dan
mencapai atau melebihi standar internal dan kebutuhan pelanggan internal dan eksternal.
9. Continuous improvement (perbaikan berkelanjutan)
Individu yang mempunyai komitmen untuk continuous improvement secara tipikal
menunjukkan inisiatif tingkat tinggi dan kepentingan terhadap kualitas.
10. Technical expertise (keahlian teknis)
Technical expertise adalah kompetensi melalui mana orang melatih keterampilan teknis
dan pengetahuan mereka.

Anda mungkin juga menyukai