Anda di halaman 1dari 10

Makalah Bioteknologi

Aplikasi Teknologi DNA Rekombinan pada Rekayasa Genetik Kentang


Tahan Penyakit Late Blight

KELOMPOK 5
 Roihan Fadhil 20011014008
 Wilda Srianti 20011014036
 Hermawan 20011014040
 Randika 20011014045
 Jumarni 21011014011
 Hendrawan 21011014008
 Ismail Nur Hakim 21011014026
 Rifki Pratama 21011014015

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM MAKASAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang sudah melimpahkan rahmat
dan karunia – Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Bioteknologi ini
dengan tepat waktu, Karena tanpa Pertolongannya kami tidak dapat menyelesaikan makalah
ini.
Adapun tujuan kami membuat makalah ini yang berjudul “Aplikasi Teknologi DNA
Rekombinan pada Rekayasa Genetik Kentang Tahan Penyakit Late Blight” Adalah
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bioteknologi dan dengan adanya makalah ini
semoga bisa menambah ilmu kami.
Tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampuh yang telah
memberikan tugas makalah ini, karena masih ada kekurangan dalam hal pembuatan makalah
ini maka besar harapan kami, saran dan masukan dari pembaca.

Makassar, 29 November 2022

Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kentang merupakan tanaman pangan penting di dunia selain gandum, padi dan jagung.
Sebagai tanaman pangan, kentang merupakan sumber pangan dengan kandungan nutrisi
tinggi, yang menyediakan banyak vitamin penting, mineral, dan asam amino dan merupakan
sumber tambahan nutrisi dan kalori yang penting pada masyarakat yang dalam kebutuhan
pangan hariannya didominasi beras (Anonim, 2004).
Usaha budidaya kentang saat ini sangat dipengaruhi oleh adanya penyakit late blight yang
disebabkan oleh patogen jamur Phytophthora infestans. Patogen ini menyerang baik daun
dan umbi kentang, terutama pada musim hujan, yang kalau tidak dikendalikan sejak dini
dapat menyebabkan kehancuran/gagal panen pada satu hamparan pertanaman. Rata-rata
kehilangan hasil akibat serangan peyakit ini diseluruh dunia sebasar 15 %. Di Indonesia
dengan luas penanaman kentang sebesar 65.000 ha, rata-rata biaya penanggulangan penyakit
late blight dengan menggunakan fungisida mencapai 224 US$/ha (ABSP-II, 2008).
Mempertimbangkan seriusnya tingkat serangan penyakit late blight terhadap kehilangan
hasil kentang, biaya penanggulangan dengan fungsida yang tinggi serta dampaknya terhadap
lingkungan dan kesehatan produk, maka dianggap perlu segera dilakukan upaya
penanggulangan terhadap penyakit ini melalui pemuliaan tanaman kentang tahan penyakit
late blight.
Pemuliaan kentang tahan late blight dapat dilakukan secara konvensional, yaitu dengan
persilangan antara tanaman kentang budidaya yang peka penyakit late blight dengan tanaman
kentang tipe liar yang memiliki sifat/gen ketahanan terhadap penyakit late blight. Metode
lainnya yang dapat digunakan adalah melalui teknologi DNA rekombinan atau rekayasa
genetika, yaitu dilakukan dengan cara memasukan konstruksi gen tertentu yang tahan
terhadap penyakit late blight ke tanaman peka sehingga tanaman tersebut menjadi tahan
terhadap penyakit late blight (Litbang Deptan, 2007; Glick and Pasternak, 1991).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 REKAYASA GENETIK KENTANG TAHAN PENYAKIT LATE BLIGHT


Secara garis besar upaya rekayasa genetik dengan teknologi DNA Rekombinan untuk
mendapat suatu tanaman kentang yang tahan terhadap penyakit late blight meliputi 4 (empat)
kegiatan pokok, yaitu identifikasi dan isolasi gen ketahanan; Konstruksi gen ketahanan pada
plasmid vektor tertentu dan perbanyakan konstruksi gen tersebut pada sel inang;
Transformasi konstruksi gen ke tanaman kentang dan; Deteksi hasil transformasi pada
tanaman transgenik (Sambrook, et.al. 1989 ; Stiekema and Visser, 1991).
2.2 Isolasi gen ketahanan late blight.
Awal dari suatu kegiatan rekayasa genetika adalah bagaimana gen target yang dibutuhkan
diidentifikasi dan diisolasi, gen-gen tersebut dapat berasal dari berbagai sumber baik dari
jenis tanaman kentang budidaya, kentang non budidaya (tipe liar), jenis tanaman lain
maupun dari mikroorganisme. Gen ketahanan terhadap penyakit late blight yang telah
berhasil diidentifikasi antara lain gen endo-1-3 β-glucanase, gen Chitinase yang berasal dari
jamur Trichoderma, gen penyandi glucose oxidase, dan gen RB yang diisolasi dari tanaman
kentang tipe liar Solanum bulbocastanum (Jones, R.W., et al. 2006; Budiani , et al. 2000;
Bisaria, V..S., et al. 1990; Martín-Cuadrado, et al. 2003; Colton, et al. 2006)
Gen ketahanan dari genom donor dapat diperoleh dengan cara mengisolasi DNA total
genom atau dari RNA total. Selanjutnya untuk mendapatkan klon cDNA gen target yang
berasal dari RNA dapat dilakukan dengan RT-PCR, menggunakan primer spesifik tertentu.
Misalnya untuk gen ketahanan xyloglucan specifik endoglucanase inhibitor (XEIP)
menggunakan primer dengan urutan sekuens 5’ CTCGAGATGGCTTCTTCTTATTGT
3’(AXF) dan 5’CTCGAGAGCAATTGAAGTGAAATT 3’ (AXR). Sintesis cDNA tersebut
dilakukan dengan menggunakan Superscript III one Step RT-PCR System kit protokol
(Johansen and Carrington,2001). Gen glukanase dapat menggunakan primer spesifik βglu-F5’
GCCAACCIGTCTCCGATACA 3’ dan primer βglu-R 5’ GCAGTTGGAAATGAAGTCAG
3’. Untuk gen Khitinase menggunakan primer Chi-F 5’ GGCCAGACACCAGAATTGA-
3’ dan primer Chi-R 5’ TCCACTTGATATGAAAGTC -3’ (Budiani, dkk. 2004).
Sedangkan untuk isolasi gen RB menggunakan primer dengan sekuens 5’
CACGAGTGCCCTTTTCTGAC 3’ dan primer 5’ACAATTGAATTTTTAGACTT 3’
(Colton, et al. 2006). cDNA yang berasal DNA total dapat diperoleh dengan cara
menggandakan fragmen gen target menggunakan jenis primer yang sama. Hasil PCR tersebut
selanjutnya dielektroforesis pada gel agarose dan pita DNA target dikeluarkan dari gel,
dipurifikasi dan diklon pada vektor plasmid tertentu menjadi pustaka cDNA untuk gen
ketahanan penyakit late blight.
2.3 Konstruksi dan penggandaan gen ketahanan
Gen ketahanan yang telah berhasil diisolasi sebelum dimasukkan ke tanaman kentang
yang peka penyakit late blight harus dikonstruksi terlebih dahulu pada plasmid vektor tertentu
yang memiliki marker/penanda seleksi antibiotik tertentu. Salah satu plasmid vektor yang
dapat digunakan misalnya plasmid pCambia 1302. Plasmid ini pada open reading frame
(ORF) dari T-DNA selain memiliki marker seleksi hygromycin dan canamycin, juga
memiliki gen green fluorecens protein (GFP) yang dapat menjadi agen seleksi dini
keberhasilan transformasi (Johansen and Carrington, 2001)
Konstruksi gen ketahanan pada plasmid vektor dilakukan denga mula-mula
mengeluarkan fragmen gen target pada klon cDNA meggunakan jenis enzim restriksi tertentu
yang situs pemotongannya juga terdapat pada ORF plasmid pCambia, misalnya enzim
restriksi Xho. Pemotongan enzim restriksi yang sama juga dilakukan pada plasmid vektor,
sehingga plasmid vektor tersebut menjadi linear dengan ujung-ujung memiliki urutan basa
nitrogen yang saling komplementer dengan ujung fragmen klon cDNA. Penyatuan/konstruksi
antara plasmid vektor dan klon cDNA disambungkan dengan menggunakan Quick Ligase
(Promega) sehingga menghasilkan konstruksi plasmid rekombinan yang mengandung gen
ketahanan late blight. DNA ini dapat disimpan pada suhu -200C sebelum digunakan.
Gambar 1. Topologi Plasmid Vektor pCambia 1302
Konstruksi plasmid rekombinan ini sebelum digunakan terlebih dahulu diperbanyak dan
periksa ada tidaknya fragmen DNA (gen) yang telah disisipkan dengan cara memasukan
konstruksi plasmid tersebut pada bakteri Escherichia coli, dan untuk tujuan transformasi gen
spesifik ke dalam genom tanaman digunakan Agrobacterium tumfaciens yang bertindak
sebagai inang sekaligus transporter gen spesifik tersebut. Bakteri-bakteri ini ditumbuhkn
pada media Luria Berthani (LB) yang ditambahkan antibiotik tertentu sesuai dengan agen
seleksi yang dimiliki oleh plasmid vektor tersebut, dan hanya koloni bakteri yang hidup
yang dapat ditransformasikan karena koloni tersebut merupakan kumpulan bakteri yang
membawa gen ketahanan yang telah disisipkan tersebut. Koloni bakteri ini yang
mengandung konstruksi gen ketahanan, bila belum akan digunakan dapat disimpan pada
suhu 40C dan dapat diremajakan setiap 1 bulan.

2.4 Transformasi gen ketahanan ke tanaman kentang


Transformasi gen pada dasarnya dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti dengan
menggunakan bakteri Agrobacterium tumefaciens, mikroinjeksi, elektroporasi, penembakan
partikel, DNA virus/fage lamda. Khusus untuk transformasi pada tanaman kentang metode
yang biasa digunakan dan memberikan hasil transformasi yang memuaskan yaitu
menggunakan Agrobacterium tumefaciens (Stiekema and Visser, 1991).
Transformasi dengan diperantaraan Agrobacterium tumefaciens dilakukan dengan cara
mula-mula agrobacterium yang didalamnya mengandung gen ketahanan pada plasmid vektor
ditumbuhkan selama 1-2 hari pada media LB cair yang ditambahkan antibiotik tertentu,
kemudian disentrifugasi dan pelet yang terbentuk ditambahkan dengan media feeding layer
yang mengandung nutrisi makro-mikro, vitamin, hormon tumbuh dan acetosyringone.
Suspensi bakteri ini dipakai untuk merendam eksplan kentang (bagian nodus atau internodus)
yang sebelumnya telah 2 hari ditumbuhkan diatas kertas saring whatman pada media feeding
layer. Selanjutnya eksplan tersebut di kokultivasi selama 2 hari kemudian dipindahkan ke
media regenerasi sampai menghasilkan tunas dan planlet.
Metode transformasi lain yang dapat digunakan adalah secara agroinfiltrasi. Metode ini
dilakukan dengan cara membasahi permukaan eksplan (bagian permukaan daun) dengan
suspensi agrobacterium, dimana sebelumnya permukaan daun tersebut telah diberi tekanan
secukupnya dengan ujung syring untuk memudahkan penetrasi agrobacterium ke bagian
dalam jaringan (Johansen and Carrington. 2001; Jones, el.al. 2006).
Transformasi agrobacterium baik melalui agroinfiltrasi dan co-cultivation dalam waktu 3-
4 minggu akan menghasilkan tanaman transforman yang masih membutuhkan pengujian
keberhasilan transformasi untuk memastikan apakah tanaman transgenik yang diperoleh
benar-benar mengandung gen ketahanan yang diinsersikan serta mampu mengekspresikan
sifat ketahanan terhadap penyakit late blight..

2.5 Deteksi keberhasilan transformasi


Deteksi keberhasilan transformasi dapat dilakukan secara dini yaitu beberapa jam
setelah inokulasi atau setelah tanaman transforman tumbuh menjadi tanaman transforman
beberapa minggu kemudian. Deteksi dini hasil transformasi bertujuan untuk mengetahui
apakah gen target yang disisipkan/transformasikan berhasil masuk ketanaman resipien,
Sedangkan deteksi tingkat lanjutan bertujuan untuk mengetahui apakah tanaman dapat
mengekspresikan gen tersebut melalui penampilan ketahanan terhadap penyakit dilapang.
Deteksi dini dapat dilakukan secara visual melalui ekspresi gen GFP, yaitu dengan
melihat signal fluoresens menggunakan mikroskop UV pada daun tanaman yang
ditansformasi atau dengan pemotretan menggunakan kamera digital tertentu yang mampu
mendeteksi pendaran fluoresens pada bagian daun yang ditransformasi (metode
agroinfiltrasi). Pendaran fluoresens tersebut merupakan ekspresi dari gen GFP yang terdapat
pada plasmid rekombinan yang telah ditranformasikan tersebut (Jones, el.al. 2006).
Deteksi dini keberhasilan transformasi juga dapat dilakukan menggunakan metode
Southern Blot. Melalui metode ini DNA tanaman transforman diisolasi dan gen ketahanan
yang telah disisipan tersebut dideteksi dengan menggunakan klon cDNA yang telah
didapatkan pada tahap awal kegiatan isolasi gen sebagai probe/pelacak. Pelacakan terhadap
gen ketahanan tersebut dapat dilakukan karena probe tersebut telah diberikan penanda yang
bisa berbahan radioaktif atau non radioaktif. Tanaman transforman yang mengandung gen
ketahanan DNAnya dielektroforesis pada gel agarose, kemudian ditransfer ke membran
nilon. Pada tanaman transgenik yang membawa gen ketahananan, maka bila DNA pada
membran nilon tersebut dihibridisasikan dengan klon cDNA probe akan memberikan signal
pada lembaran film setelah diautoradiografi pada ruang gelap (Wiendi, 2005; Sambrook, et
al.1989).
Bentuk deteksi dini lainnya yang juga dapat digunakan yaitu dengan menggunakan PCR
untuk menggandakan segmen DNA tanaman transforman yang mengandung gen ketahanan
tersebut dengan menggunakan primer spesifik seperti yang dipakai pada isolasi gen ketahanan
sebelumnya. Bila transforman memiliki gen tanaman tersebut maka penggandaan dengan
PCR terhadap DNA total tanaman akan menghasilkan pita DNA yang ukurannya sesuai
dwngan ukuran gen yang disisipkan. Demikian sebaliknya, bila tanaman tidak mengandung
gen target maka penggandaan dengan PCR tidak akan menghasilkan pita DNA pada gel
elektroforesis . (Wiendi, 2005; Budiani, dkk. 2004 dan Siswanto, dkk. 2003).
Tanaman-tanaman transforman mengandung gen ketahanan berdasarkan hasil seleksi dini
selanjutnya harus diuji ekspresi gen ketahanannya secara bioassay . Bioassay dilakukan
dengan cara menginokulasikan suspensi sporagia dari patogen Phytophthora infestans
langsung ke daun tanaman transforman maupun pada tanaman yang tidak ditransformasi
sebagai kontrol. 6 hari Setelah inokulasi akan terlihat apakah tanaman transforman tahan atau
tidak tahan tehadap patogen tersebut melalui gejala serangan pada luasan permukaan daun
yang terinfeksi yang dibandingkan dengan tanaman kontrol.
Tanaman yang tahan tehadap patogen late blight merupakan tanaman transgenik yang
nanti setelah melalui tahapan skrining yang ketat dan sosialisasi pada masyarakat dan
memenuhi persyarakatan keamanan pangan, pada suatu saat dapat dilepas untuk
dibudidayakan sebagai jenis kentang baru yang tahan terhadap penyakit late blight.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Penyakit late blight yang menyerang tanaman kentang dapat menurunkan produksi
tanaman, dapat dikendalikan dengan menggunakan tanaman kentang tahan late blight
yang dihasilkan baik dengan pemuliaan konvensional maupun non konvensional dengan
teknologi DNA rekombinan melalui proses rekayasa genetika.
Rekayasa genetika untuk menghasilkan tanaman transgenik yang tahan penyakit late
blight dapat dilakukan karena didukung oleh tersedianya teknologi DNA rekombinan yang
terus berkembang sehingga memungkinkan peneliti mengidentifikasi, mengisolasi,
menggandakan, memasukan gen ketahanan tersebut pada tanaman kentang budidaya yang
peka penyakit late blight, bahkan dapat mendeteksi keberhasilan transformasi gen tersebut
pada tingkat dini sehingga dapat mempersingkat waktu pengujian hasil transformasi.
Keberhasilan transformasi gen pada akhirnya ditentukan oleh apakah gen yang
diinsersikan/disisipkan ke genom tanaman dapat diekspresikan oleh tanaman tersebut
bilamana tanaman tersebut dipaparkan langsung dengan patogen penyakit, serta apakah gen
ketahanan ini tetap dapat diekspresikan pada generasi-generasi selanjutnya. Untuk
menjawab ini maka uji bioassay mutlak dilakukan.
Akhirnya, bagaimanapun hebatnya teknologi yang sudah dikembangkan untuk
menghasilkan tanaman tanaman transgenik yang mampu mengatasi kendala-kendala
dibidang pertanian, semuanya tidak akan banyak berarti atau hanya akan sampai pada
tataran eksperimen dilaboratorium kalau masyarakat yang merupakan muara akhir dari
produk transgenik tidak dapat memahami, menerima dan menggunakan produk ini, oleh
karena proses sosialisasi yang menyeluruh perlu terus dilakukan pada semua lapisan
masyarakat baik oleh pemerintah sebagai pemegang otoritas maupun oleh peneliti sebagai
perekayasa produk tanaman transgenik.

DAFTAR PUSTAKA

Lengkong.F.Edy. (2008) Aplikasi Teknologi DNA Rekombinan pada Rekayasa genetik kentang
Tahan Penyakit Late Blight. Universitas Sam Ratulangi. Manado

Anda mungkin juga menyukai