Anda di halaman 1dari 53

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Fakultas Teknik - Universitas Gadjah Mada

TEKNIK JALAN REL

Modul – 8

Tujuan Pembelajaran – CLO 4


Mahasiswa mampu menjelaskan dan
menganalisis/merancang : komponen struktur jalur
KA, wessel,  badan jalan dan drainase serta mampu
mengaplikasikan dalam prosedur dan tahapan
perancangan geometrik jalur KA.

Pencapaian Kompetensi – SO e-1 & e-3


e1. Identify any problem/issue in the field of civil engineering
e3. Provide some problem solving alternatives

Assessment – SO c-2
 Class discussion
 Exercises
2
Sub Pokok Bahasan
Badan Jalan Rel Drainase
Fungsi Tanah Dasar Kegunaan & Jenis

Persyaratan Bahan Drainase Permukaan

Timbunan Drainase Bawah Permukaan

Galian & Kondisi Asli Drainase Lereng

Drainase di Emplasmen

Tanah Dasar (Subgrade)
Bagian struktur bawah sebagai pendukung penyebaran
dan penerusan beban dinamik kereta api

Memberikan landasan yang rata sebelum balas diletakkan


pada posisi yang direncanakan sesuai perancangan

Perjalanan KA aman
4
Tanah Dasar (Subgrade)
Fungsi Subgrade:
 mendukung beban yang diteruskan oleh balas
 meneruskan beban lapisan dibawahnya (badan jalan, rel)
 memberikan landasan yang rata pada kedudukan/
ketinggian/elevasi di tempat balas akan diletakkan

Persyaratan Bahan Tanah Dasar

 Mampu menopang beban


di atasnya (lapisan balas)
 Kuat menahan tegangan
yang terjadi akibat gaya
yang diteruskan oleh
bantalan kepada balas dan
didistribusikan ke lapisan
tanah dasar

6
Tekanan Vertikal pada Tanah Dasar
Clarke, 1957 (dalam Bureau of Transport Economic, 1980), dengan asumsi
bahwa beban didistribusikan dengan kemiringan 1:1  tekanan vertikal
ditentukan dengan persamaan pendekatan :

B L
 z  2  Pa
( B  2.z )( L  2.z )
dengan :
z = tekanan vertikal pada kedalaman z (kPa)
Pa = tekanan kontak rerata antara bantalan dengan bala (kPa)
z = kedalaman tanah dasar (dalam hal ini sama dengan tebal lapisan balas, diukur
dari bidang kontak antara bantalan dengan balas (m)
B = lebar bantalan (m)
L = panjang bantalan di bawah rel (m)

Tekanan Vertikal pada 
Permukaan Atas Tanah Dasar
Schramm (1961), tekanan vertikal ditentukan oleh : tekanan rerata di bawah
dudukan rel (rail seat), panjang bantalan, lebar rel, jarak antara bantalan,
tebal lapisan balas, dan sudut gesek internal bahan balas, yang diwujudkan
dalam persamaan :

1,5(l  g ) B
 z  Pr
3(l  g )  Bz tg 
dengan :
z = tekanan vertikal pada kedalaman z (kPa)
Pr = tekanan rerata dibawah dudukan rel (rail seat) (kPa)
l = panjang bantalan (m)
g = jarak bantalan (m)
B = lebar bantalan (m)
Z = tebal lapisan balas (m)
θ = sudut gesek internal bahan balas (0)
8
Sudut Gesek Internal
Schramm (1966)  sudut gesek internal pada bahan berbutir kasar,
permukaan kasar dan kering adalah sekitar 400, dan bahan balas yang
berbutir halus, berpermukaan halus dan basah adalah sekitar 30°.
AREA (1997)  tekanan yang terjadi pada tanah dasar dihitung dengan
persamaan :

pc  16,8 pa / h1, 25
dengan :
pc = tekanan yang terjadi pada tanah dasar (psi)
pa = tekanan yang didistribusikan oleh bantalan kepada balas (psi)
h = tebal lapisan balas (inch)

Perancangan Tanah dasar
 Perancangan harus dikaitkan dengan perancangan balas
 Salem dan Hay (1966)  untuk mendapatkan distribusi
tekanan yang lebih seragam, dibutuhkan lapisan balas
yang lebih tebal untuk mencegah terjadinya penurunan
diferensial (differential settlement) yang berlebih dan
mencegah terjadinya cekungan pada tanah dasar dibawah
bantalan.
 Ketentuan PT. Kereta Api (persero)  kuat dukung tanah
dasar (nilai CBR) minimum 8%, dengan tanah dasar
setebal minimum 30 cm.
 Tanah dasar harus mempunyai kemiringan ke arah luar
sebesar 5%, dan harus mencapai kepadatan 100%
kepadatan kering maksimum.
10
Badan Jalan Rel pada Tanah Asli

11

Badan Jalan Rel pada Timbunan

12
Badan Jalan Rel pada Tanah Galian

13

Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
14
Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
15

Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
16
Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
17

Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
18
Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
19

Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
20
Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
21

Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
22
Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
23

Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
24
Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
25

Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
26
Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
27

Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
28
Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
29

Proyek Double Track Cirebon-Kroya

Sumber: Skysrcapercity.com
30
Hubungan tekanan pada tanah dasar 
dengan balas cair, dan mud pamping
(Sumber : Japan Railway Technical Service)

31

Hubungan tegangan pada tanah dasar 
dengan CBR, dan mud pamping
(Sumber : Japan Railway Technical Service)

32
Badan Jalan Rel
 Badan jalan rel merupakan konstruksi geoteknik yang
memikul beban yang diberikan oleh tanah dasar
kepadanya. Badan jalan rel terbuat dari :
 bahan dalam keadaan asli
 bahan yang diperbaiki
 bahan buatan
 Berdasarkan letaknya  secara umum dapat berada
didaerah dataran, perbukitan atau pegunungan.
 Untuk mendapatkan elevasi yang diperlukan, badan jalan
rel dapat berupa timbunan, galian, atau kondisi asli.

33

Timbunan
 Timbunan dibuat untuk menaikkan
permukaan tanah sehingga mencapai
ketinggian/eleveasi yang sesuai.
 Timbunan terdiri atas :
 timbunan
 fondasi timbunan
 Syarat timbunan :
 mampu menopang beratnya sendiri
dan beban diatasnya dengan aman
 penurunan yang terjadi masih
dalam batas yang dapat diterima
 mampu mempertahankan bentuk
timbunan
 mampu mempertahankan sifat‐
sifat tekniknya
34
Batasan Syarat Timbunan
 Tebal bagian atas timbunan minimum 100 cm, terbuat
dari bahan yang lebih baik dari bahan bagian dibawahnya
 Lebar permukaan atas mempunyai berm minimum
selebar 1,50 meter
 Jika penurunan lebih dari 50 cm, maka perlu dilakukan
perbaikan (improvement) pada bahan timbunannya
 Angka keamanan lereng terhadap longsor minimum 1,50
 Kepadatan minimum timbunan : 95% dari kepadatan
kering maksimum
 Permukaan atas timbunan terletak minimum 75 cm diatas
elevasi muka air tanah tertinggi
 Jika tinggi timbunan lebih dari 6,0 meter  setiap
ketinggian 6,0 meter harus dibuat berm minimum 1,5 m.
35

Batasan Syarat Timbunan
 Jika tinggi timbunan lebih dari 5,0 meter  lereng perlu
dibuat terpatah, semakin ke bawah semakin landai
(Subarkah, 1981). Besarnya kemiringan (sudut) lereng
timbunan tergantung pada jenis bahan timbunan yang
digunakan.

36
Analisis Perancangan Timbunan
Perancangan timbunan harus mengikut‐sertakan
analisis :
 kuat dukung
fondasi timbunan
 stabilitas terhadap
longsor
 penurunan

37

Kuat Dukung Fondasi Timbunan
Standar perancangan PT. Kereta Api (persero) : tinggi timbunan yang
dirancang harus memenuhi persyaratan :
ht ≤ 1,67 qu/γt
dengan :
ht : tinggi timbunan
qu : kuat tekan bebas (unconfined),
γt : berat unit bahan timbunan

Kuat dukung ultimate fondasi timbunan yang berupa tanah kohesif


(AREA, 1997) dihitung menggunakan formula :
γ.h = 5.c
dengan ;
γ : berat unit bahan timbunan
h : tinggi timbunan
c : kuat geser minimum fondasi timbunan
38
Stabilitas Terhadap Longsor
Analisis stabilitas lereng terhadap longsor 
dilakukan melalui tahap :
 tahap pra‐ perancangan 
 tahap analisis stabilitas.

39

Pra‐Perancangan
Stabilitas terhadap longsor di hitung menggunakan
metode Taylor. Pada timbunan yang terbentuk dari
bahan yang homogen dan bentuk lerengnya
sederhana:
 stabilitas terhadap longsor untuk tanah kohesif
(cohesive soil) dihitung menggunakan bantuan
diagram stabilitas lereng tanah kohesif
 stabilitas terhadap longsor untuk tanah berpasir
(sandy soil) menggunakan diagram stabilitas lereng
tanah berpasir

40
Pra‐Perancangan
Tanah Kohesif
Tanah kohesif dapat dihitung menggunakan diagram
stabilitas lereng tanah kohesif. Pada cara ini
digunakan Faktor Kedalaman (nd) yang diperoleh
dari formula :
H D
nd 
H
dengan: 
nd : factor kedalaman
H : ketinggian timbunan (m)
D : kedalaman lapisan fondasi (m)

41

Pra‐Perancangan
Tanah Kohesif
Kohesi yang diperlukan untuk stabilitas lereng (Cd)
diperoleh dari :
b  H
Cd 
Ns

dengan:
Cd : kohesi yang diperlukan untuk stabilitas timbunan (t/m2)
γb  : berat unit (t/m3),
Ns : faktor stabilitas (stability factor)

42
Pra‐Perancangan
Tanah Kohesif  Diagram stabilitas lereng tanah
kohesif memberikan hubungan
Diagram stabilisasi lereng: antara ketinggian timbunan,
kemiringan lereng (β), dan kohesi
yang diperlukan untuk stabilitas
lereng (Cd) pada faktor kedalaman
(nd) yang ada.
 Pada pra‐perancangan, jika tinggi
timbunan (H), kedalaman fondasi
(D), kemiringan lereng (β) baik
dalam derajat (˚) atau %, dapat
diperoleh faktor stabilitasnya (Ns)
pada faktor kedalaman yang
relevan.
 Dengan diperolehnya faktor
stabilitas (Ns), apabila berat unit
tanah (γb) diketahui, maka kohesi
yang diperlukan untuk stabilitas
lereng timbunan (Cd) dapat
dihitung.
43

Pra‐Perancangan
Tanah Kohesif
Angka keamanan (factor of safety) timbunan
dihitung menggunakan formula dan ketentuan :

C
Fc   1,3
Cd
dengan :
Fc : angka keamanan
C   : kohesi tanah (t/m2)
Cd : kohesi yang diperlukan untuk stabilitas lereng (t/m2)

44
Pra‐Perancangan
Tanah Berpasir  Stabilitas timbunan yang terbuat
dari tanah berpasir (sand oil)
Diagram stabilisasi lereng: dapat dihitung dengan diagram
stabilitas lereng tanah berpasir.
 Diagram tersebut memberikan
hubungan antara faktor stabilitas
(Ns), kemiringan lereng (β) baik
dalam derajat (˚) atau % pada
sudut gesek internal (Φ) yang ada.
 Apabila tinggi timbunan (H),
kemiringan lereng (β) baik dalam
derajat (˚) atau % dapat diperoleh
faktor stabilitasnya (Ns) pada sudut
gesek internal yang relevan.
 Dengan diperoleh faktor stabilitas
(Ns) dan diketahuinya berat unit
tanah (γb), maka kohesi yang
diperlukan untuk stabilitas lereng
timbunan (Cd) dapat dihitung.
45

Pra‐Perancangan
Tanah Berpasir
Angka keamanan (factor of safety) timbunan
berpasir dapat dihitung menggunakan formula
dan ketentuan :
C
Fc   1,3
Cd
dengan :
Fc : angka keamanan
C   : kohesi tanah (t/m2)
Cd : kohesi yang diperlukan untuk stabilitas lereng (t/m2)

46
Analisis Stabilitas Lereng
 Stabilitas lereng dapat dianalisis
menggunakan Metode Irisan
(Method of slices)
 Analisis stabilitas menggunakan
metode irisan, digunakan asumsi
bahwa permukaan longsoran
berbentuk bagian dari lingkaran.
 Pada bagian lereng yang longsor
diiris menjadi beberapa segmen,
yang masing‐masing mempunyai
berat sendiri‐sendiri.

47

Analisis Stabilitas Lereng
Formula yang digunakan untuk menghitung
stabilitas lereng :

 S .l C '.l W cos   u.l tg '


Fs  
 W sin  W sin 
dengan: 
Fs : angka kesamaan 
W : berat irisan tanah tiap satuan lebar
l : panjang lengkung irisan longsoran
θ : sudut yang dibentuk oleh irisan dan permukaan bidang longsor (˚)
u : tekanan air por tanah
S   : tahanan geser tanah

48
Penurunan Timbunan 
Jenis penurunan timbunan :
 penurunan pada timbunan,
 penurunan pada fondasi timbunan.
kedua penurunan tersebut, dapat dihitung dengan persamaan :

Cc.H  po  p 
S log  
1  eo  po 
dengan:
S   : Penurunan
Cc : indeks pemampatan (compression index)
H  : panjang pengaliran ;
H = D untuk pengaliran satu arah
H = ½ D untuk pengaliran 2 arah
D  : tebal lapisan yang ditinjau
eo : angka pori mula‐mula
po : tekanan mula‐mula akibat beban timbunan diatasnya (overburden)
Δp : pertambahan tekanan vertikal
49

Penurunan Timbunan 
Apabila bahan timbunan/fondasi timbunan merupakan bahan
geoteknik yang berlapis  penurunannya di hitung lapis demi lapis
kemudian dijumlahkan, dihitung dengan persamaan :

Cc.H  po  p 
St   log  
1  eo  po 
dengan:
St : penurunan total (penjumlahan dari penurunan masing‐masing lapisan 
yang ditinjau)

50
Galian dan Kondisi Asli
Syarat fondasi pendukung tanah dasar :
 mampu mendukung beban diatasnya
 penurunan yang terjadi masih dapat diterima
 mampu mempertahankan sifat‐sifat tekniknya

Ketentuan pada perancangan badan jalan rel berupa


galian/kondisi asli :
 permukaan atas tanah dasar miring kearah luar dengan
kemiringan sebesar 5%
 permukaan atas tanah dasar terletak minimum 75 cm di
atas elevasi muka air tanah tertinggi
 apabila kedalaman galian > 10 meter  pada setiap
kedalaman 7 meter dibuat berm selebar 1,5 meter.
51

Perbaikan Tanah
Perbaikan bahan geoteknik pada tanah dasar atau
badan jalan rel digunakan untuk memperbaiki
sifat‐sifat fisik dan geotekniknya dengan cara
menambahkan bahan tambah (additive) maupun
menggunakan geotextile.

Perbaikan menambahkan bahan  Perbaikan menggunakan bahan 
aditif (semen) geotextile 52
Cara Perbaikan Tanah
Cara Perbaikan Diskripsi Kegunaan Penggunaan

Untuk Kegunaan umum. Banyak


Pencampuran dengan
Semen dicampurkan pada tanah contoh penggunaan yang berhasil. G, ER, T
semen
Cara yang reliable
tanah yang dicampur dicampur dengan Untuk kegunaan umum. Banyak
Pencampuran dengan kapur tohor atau kapur padam. contoh penggunaan yang berhasil
G, ER, T
kapur Perbaikan pada konsistensi dan pada tanah dengan kadar air
pengurangan kadar air tinggi
adesi partikel pada bagian atas kontrol kualitas sulit. Cara ini bisa
Pencampuran dengan
menigkat dan ketahanan terhadap air digunakan pada tanah dengan G, ER, T
bahan bitumen
meningkat kadar air rendah

Bahan yang baik ditambahkan pada


Pencampuran dengan
tanah "jelek", sehingga tanah tersebut - G, ER, T
bahan lain
menjadi dapat digunakan.
Lapisan dari bahan baik dan dari yang
tidak baik diletakkan secara bergantian Pelaksanaannya sulit dan perlu
Sandwich T
untuk menaikkan stabilitas dan kontrol yang baik
kekuatan
Tanah kering dicampur dengan
Perlu peralatan yang relatif
Pencampuran tanah-abu campuran tanah-abu vulkanik untuk G, ER, T
komplek
meningkatkan konsistensinya

53

DRAINASE JALAN  REL

54
Drainase Jalan Rel
Sistem pengaliran/pembuangan air di suatu
daerah jalan rel, baik secara gravitasi maupun
dengan menggunakan pompa, agar tidak terjadi
genangan air.

55

Kegunaan dan Jenis Drainase
Drainase dibuat dengan maksud :
 Tidak terjadi genangan air, sehingga tidak terjadi
pengembangan tanah dan menghindari terjadinya
pemompaan butir‐butir halus (pumping effect)
 Mencegah atau mengurangi air terhadap konsistensi
tanah, sehingga badan jalan rel tetap kokoh
 Lalu lintas kereta api tidak terganggu

56
56
Kategori Drainase Jalan Rel

Drainasi Memanjang
(side-ditch)
Drainasi Permukaan
(surface drainage)
Drainasi Melintang
(cross-drainage)

Drainasi Bawah Permukaan


(sub-surface drainage)

Selokan Punggung

Selokan Tengah
Drainasi Lereng
(slope drainage) Selokan Penangkap

Drainasi Kombinasi
57

Drainase Permukaan

Drainase permukaan dibuat untuk mengalirkan/


membuang air yang ada dipermukaan tanah.
Jenis Drainase Permukaan berdasarkan letaknya :
 Drainase memanjang (slide‐ditch)  Drainase
yang letaknya disamping dan memanjang arah
jalur rel
 Drainase melintang (cross‐drainage) 
Drainase yang letak dan arahnya melintang arah
jalur rel

58
Data yang Diperlukan untuk 
Perencanaan dan Perancangan
Untuk membuat perencanaan sistem dan
perancangan drainase permukaan, diperlukan data :
 Curah hujan
 Topografi
 Tata guna lahan setempat
 Sifat/karakteristik tanah setempat

59

Bentuk Drainase
Drainase memanjang : berupa saluran terbuka atau
saluran tertutup. Bentuk potongan melintangnya
berbentuk :
 Trapesium
 Kotak atau persegi
 Segitiga
 Busur lingkaran

Drainase melintang berupa :


 Gorong‐gorong
 Jembatan pelat
60
Bentuk Drainase
Potongan melintang gorong‐gorong dapat berbentuk :
 Bulat
Secara konstruksi, dalam kondisi pembebanan yang
besar, bentuk bulat cukup efisien.
 Busur lingkaran atau bagian dari bulat telur
Umumnya digunakan sebagai pengganti bentuk
bulat yang terbatas penutupnya.
 Kotak atau persegi
Biasanya dipilih untuk menyalurkan volume air yang
besar dan dapat menyesuaikan hampir semua kondisi

61

Bahan untuk Drainase 
Saluran drainase harus tahan terhadap :
 karakteristik/kondisi setempat yang dapat merusak
saluran
 gaya‐gaya yang akan bekerja pada saluran
 topografi dan sifat/karakteristik tanah setempat

Saluran melintang harus terbuat dari bahan yang kuat,


misalnya dengan perkuatan susunan batu yang diplester,
beton, dsb, dan yang menggunakan tutup yang kuat,
seperti :
 beton bertulang
 baja bergelombang
62
Kemiringan & Kecepatan Aliran Air
 Apabila kecepatan aliran pebuangan aliran air terlalu
besar  akan terjadi erosi pada saluran drainase, tetapi
apabila kecepatan aliran pembuangan terlalu rendah 
akan terjadi pengendapan pada saluran dimaksud.
 Perancangan kemiringan saluran harus mendasarkan
pada keadaan setempat dan kecepatan aliran yang
terjadi.
 Tiap bahan pembentuk saluran mempunyai ketahanan
terhadap erosi yang berbeda‐beda, maka penetapan
kecepatan aliran perancangan harus memperhatikan
bahan pembentuk salurannya.

63

Bahan & Kecepatan Perancangan
Kecepatan perancangan
Bahan
(m/detik)
Beton 0,6 – 3,0
Aspal 0,6 – 1,5
Pasangan batu/bata 0,6 – 1,8
Kerikil, atau lempung yang
0,6 – 1,0
sangat kompak
Pasir kasar, atau tanah
0,3 – 0,6
berkerikil atau berpasir
Lempung dengan sedikit pasir 0,2 – 0,3
Tanah berpasir halus, atau
0,1 – 0,2
berlanau

64
Perancangan Saluran Terbuka
Syarat perancangan terbuka :
 dimensi penampang/potongan melintang harus cukup
besar untuk membuang air yang ada dipermukaan.
 apabila dari perhitungan yang dilakukan telah diperoleh
tinggi air perancangan  tinggi saluran masih harus
ditambah dengan ambang bebas (free board) yang
penentuannnya berdasarkan pada loncatan air
hidraulik ditambah dengan ambang tambahan
minimum 15 cm.
 koefisien kekasaran saluran ditentukan berdasarkan
atas jenis permukaan salurannya.

65

Tinggi Air & Ambang Bebas

66
Saluran Terbuka
Saluran terbuka di Stasiun Padang

Saluran dengan penutup beton

Saluran terbuka  dan penggerak wesel, 
tidak diperbolehkan
67

Saluran Terbuka
Saluran terbuka di Stasiun Lempuyangan
Drainase bentuk trapesium  Drainase bentuk trapesium dengan 
dengan dinding beton dinding pasangan batu

68
Koefisien Kekasaran Saluran
Bahan saluran Permukaan saluran Koefisien kekasaran

Tanah 0,02 – 0,025

Tidak diperkuat Pasir dan kerikil 0,025 – 0,040

Cadas 0,025 – 0,035

Plesteran semen 0,01 – 0,013


Cor di tempat
Beton 0,013 – 0,018

Pipa beton bertulang 0,01 – 0,014


Pra-cetak
Pipa gelombang 0,016 – 0,025

(Sumber : PD. no. 10, PJKA)


69

Debit Air
Besarnya debit air yang harus dibuang
dengan sistem drainase permukaan
bergantung pada :
 luas daerah yang aliran airnya akan
menuju jalan rel
 intensitas hujan daerah setempat
 koefisien pengaliran daerah setempat

70
Perancangan Saluran Melintang
yang harus diperhatikan :
 tinggi timbunan
 bentuk timbunan
 bentuk saluran
 ketinggian air
 debit aliran
 Pemeliharaan
71

Perancangan Saluran Melintang
Syarat perancangan saluran melintang dan gorong‐gorong :
 Jika saluran melintang bertemu dengan saluran memanjang,
pada pertemuan tersebut harus dipasang bak penampung
tanah (sand trap).
 Tanah di sekeliling bidang saluran melintang harus
dipadatkan dengan baik dan benar.
 Untuk kemudahan dalam pemeliharaan, minimum ukuran
diameter saluran adalah 60 cm.
 Tidak boleh terjadi kebocoran atau rembesan air, baik
karena bahan atau sambungan.

72
Saluran Melintang
Gorong‐gorong di area Stasiun Lempuyangan

73

Saluran Melintang
Gorong‐gorong di area Stasiun Jember

Drainase Melintang 
di bawah wesel

74
Drainase Bawah Permukaan
Drainase bawah permukaan jalan rel
dimaksudkan untuk menjaga elevasi muka air
tanah tidak mendekati permukaan tanah tempat
badan jalan rel berada.

75

Perancangan Drainase Bawah Permukaan
Ketebalan bagian badan jalan rel dengan tebal
minimum 75 cm dari dasar balas harus selalu
dalam keadaaan kering.

Drainase bawah permukaan untuk menurunkan
permukaan air tanah 76
Drainase Bawah Permukaan
Drainase bawah permukaan di Stasiun Padang

Drainase bawah permukaan 
berpotongan dengan 
gorong‐gorong

77

Konstruksi Drainase Bawah Permukaan

 Konstruksi berupa pipa berlubang yang dipasang


dibawah permukaan di pinggir kanan atau kiri badan
jalan rel.
 Pipa berlubang diletakan diatas lapisan pasir setebal
≥10cm, kemudian secara berurutan di atasnya
dihamparkan kerikil dengan ketebalan >15 cm.
 Di atas lapisan kerikil dihamparkan bahan kedap air.
 Pipa berlubang harus dilindungi oleh bahan filter yang
dipilih dan disesuaikan dengan keadaan setempat.
 Ukuran partikel filter tergantung pada ukuran partikel
bahan badan jalan rel dan ukuran lubang dinding pipa.

78
Diameter Penentuan Partikel Bahan Filter

79

Konstruksi Drainase Bawah Permukaan

Data yang diperlukan untuk perencanaan


dan perancangan :
 elevasi muka air tanah pada saat musim
basah/penghujan
 koefisien permeabilitas tanah setempat
 elevasi dan kemiringan lapisan kedap air
yang ada

80
Drainase Lereng

Maksud dan tujuan drainase lereng :


 upaya untuk mencegah air permukaan
dari punggung lereng tidak mengalir
secara deras.
 mencegah terjadinya rembesan air dari
permukaan lereng ke dalam badan jalan
rel.

81

Jenis Drainase Lereng
 selokan punggung : berupa saluarn terbuka
yang memanjang dipunggung lereng
 selokan tengah : berupa saluran terbuka yang
memanjang di tengah lereng
 selokan penangkap : berupa saluran terbuka
yang memanjang di kaki lereng
 Drainase kombinasi : kombinasi antara
drainase tegak lurus dan drainase miring
 Penggunaan jenis‐jenis dan letak drainase
lereng tergantung pada kondisi setempat
82
Drainase Lereng
Potongan Melintang

83

Drainase Lereng
Tampak Atas

84
Drainase Lereng
Terowongan saksaat, Jawa Barat

Drainase diantara 
dua lereng terjal

85

Bahan & Kemiringan Drainase Lereng
Bahan yang untuk drainase lereng sama seperti
yang digunakan pada drainase permukaan.
Kemiringan :
 kemiringan saluran harus sedemikian sehingga
kecepatan aliran tidak merusak saluran
 penetapan kemiringan saluran harus
memperhatikan bahan yang digunakan dan
kecepatan aliran yang diijinkan.

86
Drainase di Emplasmen

 Kondisi spesifik terjadi di emplasemen 


terdapat banyak jalur (track) yang
berdampingan.
 Untuk mendapatkan pembuangan air yang baik
dapat dibuat saluran terbuat dari pipa dengan
dinding berlubang atau saluran yang terbuat
dari batu kosong

87

Drainase di Emplasmen

(a)  Drainase pada tiap track;  (b) Drainase dua track yang berdampingan


88
Drainase di Emplasmen
Drainase di Emplasmen Stasiun Lempuyangan (Yogyakarta)

89

Drainase di Emplasmen
Drainase di Emplasmen Stasiun Lempuyangan (Yogyakarta)

90
Drainase di Emplasmen
Drainase di Emplasmen Stasiun Kertapati (Palembang)

Saluran terbuka diantara 2 track

91

Drainase di Emplasmen
Drainase di Emplasmen Stasiun Jember
Pipa Drainase diantara 2 track

92
Drainase di Konstruksi Underpass

Kondisi Underpass JPL NO. 103 KM 113+031 (Makamhaji)


Antara Purwosari‐Gawok
93

Drainase di Konstruksi Underpass

Kondisi Underpass JPL NO. 103 KM 113+031 (Makamhaji)


Antara Purwosari‐Gawok
Banjir Tahun 2015 94
Drainase di Konstruksi Underpass

Kondisi Underpass JPL NO. 103 KM 113+031 (Makamhaji)


Antara Purwosari‐Gawok
Banjir Tahun 2015
95

Drainase di Konstruksi Underpass

Penampang Melintang Box Culvert


96
Situasi di Bawah
Underpass
Kondisi Tahun 2016

Aliran Air dari
Dinding Penahan Tanah
Kondisi Tahun 2016

98
Awal Turunan Underpass 
dan Saluran Inlet 
Kondisi Tahun 2016

99

Pertemuan Jalan ke Akses Arah Gawok dan Jalan Underpass


100
Akses Jalan dari
Gawok dan Saluran
Drainase Samping
101

Saluran Drainase Samping dan Inlet Saluran Kolektor


102
Drainase di Konstruksi Underpass

Gambar Potensi Alur Keluarnya Air ke Bangunan Underpass

103

Drainase di Konstruksi Underpass

Skema Pipa Pengumpul Rembesan di Bawah Jalan


104
Assessment – SO c-2

1. Class discussion
2. Specific exam problems

105

Terima Kasih

106

Anda mungkin juga menyukai