Anda di halaman 1dari 63

SIMULASI PENGARUH VARIASI NILAI CBR TANAH DASAR

TERHADAP PELAT BETON PERKERASAN KAKU

TESIS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar


Strata-2 (S-2) pada program Magister Teknik Sipil

Acc seminar dan pendadaran


6 Juli 2023

TAUFIQ ADI WIJOYO


20/467561/PTK/13622

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2023
INTISARI

Perkerasan kaku merupakan jenis perkerasan yang paling cocok diterapkan pada jalan dengan
beban lalu lintas yang tinggi karena memliki kemampuan penyebaran beban ke tanah dasar
yang baik. Hal ini menuntut perkerasan kaku untuk memiliki daya dukung yang baik. Dalam
perancangan perkerasan kaku, daya dukung tanah diwakili dengan nilai modulus reaksi tanah
yang diperoleh dari pengujian beban pelat dan nilai california bearing ratio (CBR). Dalam
perancangan perkerasan kaku, kondisi tanah dasar dianggap seragam. Kenyataannya
kemungkinan didapatkan kepadatan yang seragam pada lapis tanah dasar sulit untuk
diwujudkan. Tanah dasar yang menerima tegangan berlebihan dapat mengalami deformasi
permanen yang menyebabkan kerusakan pada lapis perkerasan. Kerusakan-kerusakan yang
terjadi pada perkerasan kaku dapat menurunkan tingkat layanan berkendara sehingga
membahayakan pengguna jalan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku
respons tegangan pada perkerasan kaku karena pengaruh perbedaan variasi nilai CBR tanah
dasar menggunakan metode elemen hingga.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data geometrik dan material properties
struktur perkerasan kaku yang ditinjau. Selain itu, digunakan juga data konfigurasi sumbu dan
beban kendaraan, serta data-data tambahan lain dari berbagai literatur. Dalam pemodelan ini,
menggunakan metode Penalty untuk batasan dalam arah normal. Penelitian ini memasukkan
nilai koefisien friksi pada setiap lapisan dengan nilai yang berbeda tergantung pada
penggunaan layer di atas permukaan lean concrete dan lapisan perkerasan eksisting. Alat yang
digunakan pada penelitian ini menggunakan aplikasi Abaqus. Diperoleh hasil bahwa
perkerasan kaku eksisting dimodelkan dalam 13 variasi nilai CBR tanah dasar yang terdiri dari
3 variasi nilai CBR yang seragam dan 10 variasi nilai CBR yang tidak seragam. Posisi
pembebanan roda belakang truk terberat dilakukan pada 3 posisi pembebanan yaitu edge,
interior dan corner.

Pada penelitian ditunjukkan adanya peningkatan nilai tegangan hasil respons struktur dari
analisis pada perkerasan kaku antara model dengan variasi nilai CBR tanah dasar yang seragam
dan model dengan variasi nilai CBR tanah dasar tak seragam. Peningkatan tegangan pada arah
memanjang antara variasi Seragam 1A (CBR 6%) dan variasi Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi
CBR 6% dan CBR 33,91%) sebesar 26,27%. Peningkatan tegangan pada arah melintang antara
variasi Seragam 1A dan variasi Tak Seragam Tepi 4B sebesar 58,44%. Peningkatan tegangan
pada arah tebal perkerasan antara variasi Seragam 1A dan variasi Tak Seragam Tepi 4B sebesar
54,65%. Hal ini disebabkan oleh ketidakseragaman nilai CBR tanah dasar.

Kata kunci: perkerasan, CBR, tegangan, tanah dasar

ii
ABSTRACT

Rigid pavement is the most suitable type of pavement to be applied to roads with high traffic
loads because it has a good ability to spread the load to the subgrade. This requires a rigid
pavement to have good bearing capacity. In the design of rigid pavements, soil bearing
capacity is represented by the modulus of soil reaction obtained from the plate load test and
the california bearing ratio (CBR) value. In the design of rigid pavements, the subgrade
conditions are assumed to be uniform. In fact, the possibility of obtaining uniform density in
the subgrade layer is difficult to achieve. Subgrade subject to excessive stress may experience
permanent deformation causing damage to the pavement layer. Damage that occurs on rigid
pavements can reduce the level of driving service, thereby endangering road users. Purpose of
this study was to determine the behavior of the stress response on rigid pavements due to
differences in the variations in subgrade CBR values using the finite element method.

Data used in this study are geometric data and material properties of the rigid pavement
structure being reviewed. Apart from that, axle configuration and vehicle load data are also
used, as well as other additional data from various literatures. The model use the Penalty
method for the boundaries in the normal direction. This study included the value of the friction
coefficient for each layer with different values depending on the use of the layer above the lean
concrete surface and the existing pavement layer. Tool used in this study uses the Abaqus
application. The results show that the existing rigid pavement is modeled in terms of 13
variations of subgrade CBR values consisting of 3 variations of uniform CBR values and 10
variations of non-uniform CBR values. Position of loading the heaviest rear wheels of the truck
is carried out in 3 loading positions, namely edge, interior and corner.

In this study shown that there was a stress increment from the analysis of rigid pavements
between models with uniform variations in subgrade CBR values and models with non-uniform
variations in subgrade CBR values. The increase in stress in the longitudinal direction between
Seragam 1A variation (CBR 6%) and Tak Seragam Tepi 4B variation (combination of CBR
6% and CBR 33.91%) is 26.27%. The increase in stress in the transverse direction between
Seragam 1A variation and Tak Seragam Tepi 4B variation was 58.44%. The increase in stress
in the pavement thickness direction between Seragam 1A variation and Tak Seragam Tepi 4B
variation is 54.65%. This happens caused by the non-uniformity of subgrade CBR values.

Keyword: pavement, CBR, stress, subgrade

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkerasan kaku (rigid pavement) merupakan jenis perkerasan yang paling cocok
diterapkan pada jalan dengan beban lalu lintas yang tinggi dan daya dukung tanah yang
rendah, karena perkerasan kaku memiliki kekakuan/modulus elastisitas yang jauh lebih
tinggi dibandingkan perkerasan lentur, sehingga kemampuan penyebaran beban menjadi
lebih tinggi. Struktur perkerasan kaku terdiri dari pelat beton semen, dengan atau tanpa
lapis pondasi bawah yang diletakkan diatas tanah dasar (subgrade). Karena tanah dasar
merupakan lapisan pendukung paling bawah (alas), maka integritas struktur perkerasan
bergantung pada stabilitas atau daya dukung tanah dasar (Hardiyatmo, 2015).
Daya dukung tanah umumnya dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah tingkat
pemadatan. Pemadatan adalah upaya memperkecil jarak antar partikel tanah, sehingga
rongga dalam tanah yang terisi udara menjadi berkurang tanpa mengurangi kadar air.
Dengan adanya peningkatan kerapatan antar partikel tanah, hal ini dapat meningkatkan
daya dukung dan kuat geser tanah. Nilai kepadatan tanah tergantung pada ketebalan
lapisan tanah yang dipadatkan, jumlah energi alat pemadat, serta kadar air dalam tanah,
nilai kepadatan maksimum bisa diperoleh apabila kadar air tanah mencapai titik optimum.
Dalam perancangan perkerasan kaku, daya dukung atau kekuatan tanah diwakili dengan
nilai modulus reaksi tanah (modulus of subgrade reaction) yang diperoleh dari pengujian
beban pelat (plate load test) atau melalui pendekatan dengan persamaan empiris yang
mewakili hubungan modulus reaksi tanah dan nilai california bearing ratio (CBR).
Menurut Saffar et al (2021), nilai CBR pada tanah granular berbanding lurus atau linier
dengan nilai kepadatan tanah.
Menurut American Concrete Pavement Association (2007), pada struktur perkerasan kaku
tidak diperlukan lapisan pendukung yang kuat seperti pada struktur perkerasan lentur,
tetapi jauh lebih penting adanya dukungan yang seragam. Dalam perancangan perkerasan
kaku, kondisi tanah dasar dianggap seragam. Tidak ada pedoman analisis perkerasan kaku
yang mempertimbangkan kondisi tanah dasar yang tidak seragam (Vishwakarma &
Ingle, 2020). Sedangkan pada saat konstruksi, ketebalan dan kadar air tanah seringkali
tidak terkontrol dengan baik. Pengujian kepadatan tanah yang hanya dilakukan pada titik-
titik tertentu, tidak bisa sepenuhnya mewakili kondisi seluruh area tanah yang dipadatkan.
Dengan demikian, kemungkinan didapatkan kepadatan yang seragam pada lapis tanah
dasar sulit untuk diwujudkan. Adanya perbedaan kepadatan lapisan tanah dapat merubah
perilaku penyebaran tegangan (Hardiyatmo, 2015). Tanah dasar yang menerima tegangan
berlebihan dapat mengalami deformasi permanen yang menyebabkan kerusakan pada lapis
perkerasan. Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada perkerasan kaku dapat menurunkan
tingkat keamanan dan kenyamanan berkendara, sehingga akan membahayakan pengguna
jalan.

4
Pada penelitian ini dimodelkan struktur perkerasan kaku menggunakan metode elemen
hingga 3-dimensi dengan alat bantu program komputer yaitu aplikasi Abaqus CAE 6.14
untuk menganalisis bagaimana respon pelat beton dengan variasi nilai CBR pada lapisan
tanah dasar. Dari penelitian ini dapat diketahui perilaku respons tegangan pada perkerasan
kaku serta batas variasi nilai CBR lapisan tanah dasar.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah untuk penelitian
ini sebagai berikut:
1. Bagaimana memodelkan struktur perkerasan kaku dengan metode elemen hingga
menggunakan program Abaqus CAE 6.14?
2. Bagaimana respon tegangan dan deformasi struktur pada perkerasan kaku dengan
variasi nilai CBR lapisan tanah dasar saat adanya beban kendaraan?
3. Bagaimana perbandingan respon tegangan struktur pada perkerasan kaku antara
variasi nilai CBR tanah dasar yang seragam dan model dengan variasi nilai CBR tanah
dasar tak seragam saat adanya beban kendaraan?
4. Bagaimana analisis kelelahan (fatigue) pada perkerasan kaku dengan variasi nilai
CBR lapisan tanah dasar saat adanya beban kendaraan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini sebagai berikut:


1. Mengetahui respon tegangan dan deformasi struktur pada perkerasan kaku dengan
variasi nilai CBR lapisan tanah dasar saat adanya beban kendaraan.
2. Mengetahui nilai perbandingan respon tegangan struktur pada perkerasan kaku antara
variasi nilai CBR tanah dasar yang seragam dan model dengan variasi nilai CBR tanah
dasar tak seragam saat adanya beban kendaraan.
3. Mengetahui tingkat kelelahan (fatigue) pada perkerasan kaku dengan variasi nilai
CBR lapisan tanah dasar saat adanya beban kendaraan.
4. Mengetahui cara memodelkan struktur perkerasan kaku dengan metode elemen
hingga menggunakan aplikasi Abaqus CAE 6.14.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan
variasi nilai CBR tanah dasar sehingga dapat menjadi acuan perencanaan dan pelaksanaan
dalam menentukan batasan jarak nilai CBR tanah dasar. Dalam penelitian ini
menggunakan metode elemen hingga pada aplikasi Abaqus CAE 6.14 yang dapat
dijadikan contoh untuk digunakan dalam perencanaan perkerasan kaku.

1.5. Batasan Penelitian

Selama penelitian ini berlangsung, ditetapkan batasan masalah sebagai berikut:


1. Lokasi yang dijadikan acuan pengambilan data adalah pada ruas Jalan Trengguli di
Kabupaten Demak kelas Jalan Nasional.

5
2. Perkerasan asli merupakan perkerasan kaku dengan umur layan 7 tahun (th.2014 –
th.2021) berdasarkan informasi dari Dinas PUPR Bina Marga Jawa Tengah.
Berdasarkan data penyelidikan, kondisi perkerasan asli memiliki prosentase nilai IRI
(International Roughness Index) dengan kondisi baik 7,85% ; kondisi sedang 71,23% ;
kondisi rusak ringan 20,92%. Kerusakan yang terjadi pada perkerasan tersebut
diperkirakan karena beban yang melewatinya melebihi perencanaan.
3. Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari
Dinas Bina Marga PUPR Jawa Tengah.
4. Perkerasan yang digunakan adalah Jointed Plain Concrete Pavement (JPCP) pada
jalan raya dengan beban kendaraan darat yang sesuai pada fungsi jalan yang ada pada
Detail Engineering Design (DED).
5. Perkerasan akan dianalisis dengan Finite Element Method dari aplikasi Abaqus CAE
6.14 dengan model 3d Linier Static Analysis Plate on Elastic Foundation. Model dari
aplikasi tersebut terdiri dari empat elemen yaitu pelat beton perkerasan, lean concrete,
pelat beton eksisting dan tanah dasar (subgrade) sesuai dengan kondisi sistem
perkerasan yang tersedia.
6. Material diasumsikan bersifat isotropis, homogen dan elastis linear.
7. Kondisi batas yang harus didefinisikan dalam model adalah tumpuan sendi di
permukaan bawah tanah dasar dan rol di permukaan luar trotoar (bidang x dan y).
Tujuannya adalah untuk mengunci model perkerasan sehingga model tersebut tidak
memiliki perpindahan pada sumbu x dan arah sumbu y.
8. Input beban yang digunakan adalah beban dari konfigurasi sumbu tunggal dan sumbu
tandem pada perkerasan jalan nasional (MST-10) dengan penempatan beban di tepi.

1.6. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait analisis perkerasan menggunakan pemodelan elemen hingga telah


banyak dilakukan oleh para peneliti, diantaranya tercantum pada Tabel 1.1. Pada penelitian
ini akan dianalisis respon struktur perkerasan meliputi tegangan, regangan, defleksi dan
fatigue pada perkerasan kaku menggunakan model pelat 6 bidang (2 lajur) pada program
komputer aplikasi Abaqus. Perbedaan mendasar penelitian ini dengan penelitian-
penelitian sebelumnya ada pada susunan lapisan struktur perkerasan kaku, geometrik
struktur perkerasan kaku, properti material, serta parameter nilai CBR tanah dasar yang
digunakan dalam memodelkan kondisi lapisan tanah dasar belum pernah digunakan pada
penelitian sebelumnya. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut akan menghasilkan
model yang berbeda dari penelitian sebelumnya sehingga menghasilkan suatu karya /
penelitian yang baru.

6
Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Akan Dilakukan
oleh Peneliti

No. Peneliti Hasil Perbedaan


1. Hasil menunjukkan bahwa
dowel dapat berfungsi dengan
baik karena mampu dalam
mentransfer beban dari slab
satu ke slab yang lain.
2. Perbedaan temperatur pada
pelat menghasilkan tegangan
yang tinggi dibandingkan 1. Perkerasan kaku
dengan nilai Modulus of yang ditinjau adalah
Wahyu
Rupture. perkerasan kaku pada
Budi
3. Transfer beban pada slab jalan tol Solo-Ngawi dan
Utomo Analisis Rigid
tidak hanya melibatkan satu Ngawi-Kertosono.
(2017) Pavement
1 dowel saja di bawah beban, 2. Analisis metode
dengan Metode
namun dowel lainnya juga elemen hingga
MSTT- Elemen Hingga
berfungsi dalam mentransfer menggunakan bantuan
UGM,
beban secara proporsional. perangkat lunak
Yogyakarta
4. Semakin kecil dampak dari SAP2000 pada penelitian
perbedaan temperatur pada tersebut.
pelat akan mengurangi
tegangan yang terjadi
sehingga membuat jumlah
repetisi memenuhi dan pelat
semakin aman.

1. Analisis mengenai
beban ekuivalen roda
tunggal dual-tridem
Evaluation of rigid
1. Analisis respon struktur pesawat Boeing 777-
pavement on
dianalisis pada slab beton (area 300ER pada perkerasan
apron of terminal 3
bidang kontak landing gear) dan kaku.
Prawesti Soekarno-Hatta
2 sambungan (model local) 2. Analisis dilakukan
(2018) International
ditemukan bahwa dengan stress, untuk mengevaluasi
Airport
defleksi yang terjadi masih bisa umur rencana perkerasan
using finite element
diakomodasi oleh pelat tersebut. kaku pada apron.
method

1. Struktur perkerasan
kaku yang digunakan
1. Analisis menunjukkan bahwa dalam model terdiri dari
beberapa kasus dukungan tanah slab yang diletakkan
dasar yang tidak seragam diatas lapis subgrade.
Finite element memiliki dampak besar pada 2. Model pelat
analysis of a tegangan tarik pada pelat. perkerasan kaku yang
Brand et al concrete slab 2. Tanah dasar kaku dengan tepi digunakan merupakan
3
(2013) under various lunak dan tanah dasar dengan pelat tunggal sehingga
nonuniform support lokasi lunak dan kaku yang acak sambungan tidak
conditions secara signifikan meningkatkan dimodelkan
tegangan tarik sekitar 30% 3. Pemodelan
dibandingkan kondisi tanah menggunakan program
dasar lunak yang seragam. finite element 2D yang
terbatas yaitu
ISLAB2000.

7
Tabel 1.2 Lanjutan
No. Peneliti Hasil Perbedaan
1. Pembebanan di tepi
menghasilkan lendutan yang lebih
Analisis Lendutan besar dibanding pembebanan di 1. Pelat yang dimodelkan
Perkerasan Kaku tengah. hanya satu segmen, sehingga
Utomo pada 2. Semakin tinggi mutu beton tidak terdapat sambungan
4 et al Pembebanan Tengah maka lendutan semakin kecil. 2. Struktur perkerasan yang
(2017) dan Tepi dengan Semakin tebal pelat maka ditinjau berupa pelat-subgrade
Metode Elemen lendutan semakin kecil 3. Pemodelan menggunakan
Hingga SAP2000

1. Modulus tanah dasar dan suhu


yang semakin tinggi
menyebabkan tegangan yang
lebih tinggi pada perkerasan kaku.
1. Perkerasan kaku yang
The role of 2. Curling tidak dipengaruhi oleh
diteliti adalah perkerasan kaku
temperature kualitas tanah dasar, tetapi sangat
dengan pengaruh suhu
differential tergantung pada perbedaan suhu.
menggunakan KENPAVE.
Setiawan and subgrade quality 3. Modulus tanah dasar yang lebih
5 2. Konfigurasi beban sumbu
(2020) on stress, curling, tinggi menyebabkan defleksi yang
yang diSgunakan dalam
and deflection lebih kecil, tetapi masih memiliki
penelitian tersebut berasal dari
behavior of rigid kurva yang lebih signifikan
kategori yang disediakan oleh
pavement yangbergeser lebih kearah pusat
KENSLAB.
pelat.

1. Rongga dibawah pelat beton


biasanya terjadi di sepanjang tepi
pelat yang berdekatan dengan
bahu.
2. Ukuran rongga utamanya
1. Penelitian ini mengkaji
ditentukan oleh sifat pondasi
proses pembentukan rongga di
(tegangan kohesi, sudut gesek
Foundation Voiding bawah.
Xu & internal), sifat pelat, beban
in 2. Pelat beton dan efeknya
6 Cebon kendaraan dan gradien suhu.
Jointed Plain terhadap tegangan yang terjadi
(2017) 3. Rongga di sepanjang tepi pelat
Concrete Pavement pada pelat beton.
yang berdekatan dengan bahu
3. Analisis pada penelitian ini
menyebabkan tegangan tarik
dilakukan secara nonlinier.
transversal yang tinggi pada
permukaan atas, yang dapat
mengakibatkan retak longitudinal
atas-bawah di dekat jalur roda
luar.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelat Beton Bertulang

Pelat adalah suatu struktur solid tiga dimensi yang mempunyai tebal lebih kecil
dibandingkan dengan dimensi lainnya (I. Katili, 2003). Menurut (Timoshenko &
Woinowski, 1974) pelat adalah struktur bidang datar yang semula bidang tengah dan
setelah mengalami beban tegak lurus padanya atau momen lentur akan mengalami lenturan.
Menurut (Wang et al., 1985) berdasarkan perbandingan antara panjang dan lebar, pelat
dapat di klasifikasikan menjadi dua macam, yaitu pelat satu arah jika perbandingannya
lebih besar atau sama dengan 2 dan pelat dua arah jika perbandingan lebih kecil daripada
dua. Pelat satu arah lazim dirancang sebagai balok dengan lebar tertentu dan diberi
tulangan susut dan suhu pada arah tegak lurus tulangan lentur. Untuk pelat dua arah dapat
digunakan beberapa metode yaitu pendekatan semi elastis, metode garis leleh, metode
jalur, atau dengan sembarang prosedur yang memenuhi syarat keseimbangan dan
kompabilitas geometris yang dapat dipertanggungjawabkan. Kekakuan struktur pelat
ditentukan oleh dua variabel, diantaranya inersia pelat dan modulus elastisitas pelat. Besar
kecilnya inersia ditentukan oleh ketebalan struktur pelat, sedangkan modulus elastisitas
ditentukan oleh mutu beton pembentuk struktur pelat (Atok et al, 2018).
2.1.1. Kuat Tekan Beton
Pada SNI 03-2834-2000 disebutkan bahwa kuat tekan beton yang disyaratkan (f’c)
yaitu kuat tekan pada waktu berumur 28 hari berdasarkan benda uji berbentuk
silinder diameter 150mm dan tinggi 300mm.
2.1.2. Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas adalah rasio dari tegangan normal tarik atau tekan terhadap
regangan. Modulus elastisitas tergantung pada umur beton, sifat-sifat agregat dan
semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran dari benda uji. (Pade et al., 2013).

2.2. Perkerasan

Menurut Hamirhan (2005) perkerasan jalan adalah bagian dari jalur lalu lintas yang bila
kita perhatikan secara strukturil pada penampang melinting jalan, merupakan penampang
struktur dalam kedudukan yang paling sentral dalam suatu badan jalan. Perkerasan jalan
(pavement) merupakan lapisan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda
kendaraan, berfungsi sebagai lapisan untuk mengurangi tegangan atau tekanan akibat roda
kendaraan sehingga tanah dapat mampu untuk melayani beban kendaraan (Hardiyatmo,
2015). Fungsi perkerasan adalah menyebarkan beban roda ke area permukaan tanah dasar
yang lebih luas dibandingkan luas kontak roda dan perkerasan, sehingga mereduksi
tegangan maksimum yang terjadi pada tanah dasar, yaitu pada tekanan dimana tanah dasar
tidak mengalami deformasi berlebihan selama masa pelayanan perkerasan (Hardiyatmo,
2015).

9
Secara umum, fungsi perkerasan jalan adalah (Hardiyatmo, 2015):
1. Untuk memberikan struktur yang kuat dalam mendukung beban lalu lintas.
2. Untuk memberikan permukaan rata bagi pengendara.
3. Untuk memberikan kekesatan atau tahanan gelincir (skid resistance) di permukaan
perkerasan.
4. Untuk mendistribusikan beban kendaraan ke tanah dasar secara memadai, sehingga
tanah dasar terlindung dari tekanan yang berlebihan.
5. Untuk melindungi tanah dasar dari pengaruh buruk perubahan cuaca.
Berdasarkan bahan pengikat yang terdapat pada perkerasan jalan, jenis perkerasan dapat
dibagi dalam beberapa tipe, yaitu (Sukirman, 1999):
2.2.1. Perkerasan Lentur
Menurut Sukirman (1999) konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu
perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan
perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakan diatas tanah
dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima
beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya.

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Manual Desain Perkerasan, 2017)

Komponen yang digunakan dalam perkerasan lentur antara lain adalah sebagai
berikut (Sukirman, 1999):
1. Lapisan Permukaan adalah lapisan yang terletak paling atas yang berfungsi
sebagai lapis aus (wearing course), lapis perkerasan penahan beban roda,
lapisan kedap air, dan lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah.
2. Lapis Pondasi Atas (LPA) adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara
lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan, yang berfungsi sebagai bagian
perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban
ke lapisan bawahnya, lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah, dan
bantalan terhadap lapisan permukaan. LPA dapat menggunakan agregat/butir
atau lapisan Cement Treated Base (CTB). Lapisan Cement Treated Base (CTB),
campuran agregat berbutir dengan semen dan air dalam proporsi tertentu, dan
digunakan sebagai lapis fondasi. Menurut Manual Desain Perkerasan (2017),
LMC (Lean Mix Concrete) dapat digunakan sebagai pengganti CTB, dan akan
memberikan kemudahan pelaksanaan di area kerja yang sempit misalnya
pekerjaan pelebaran perkerasan atau pekerjaan pada daerah perkotaan. Lapisan
10
CTB harus dilaksanakan dalam satu lapisan, tidak boleh dibuat dalam beberapa
lapisan.
3. Lapis Pondasi Bawah adalah lapisan yang terletak diantara lapisan pondasi atas
dan tanah dasar, yang berfungsi sebagai bagian dari kontruksi perkerasan untuk
menyebarkan beban roda ke dasar tanah, efisiensi penggunaan material karena
meterial pondasi bawah lebih murah, mengurangi tebal lapisan di atasnya, dan
lapisan peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
4. Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang terletak di bawah lapisan pondasi
bawah, yang kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat
tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
2.2.2. Perkerasan Kaku
Menurut Manual Desain Perkerasan (2017), perkerasan kaku (beton semen)
merupakan konstruksi perkerasan dengan bahan baku agregat dan menggunakan
semen sebagai bahan pengikatnya, sehingga mempunyar tingkat kekakuan yang
relatif cukup tinggi khususnya bila dibandingkan dengan perkerasan aspal
(perkerasan lentur), sehingga dikenal dan disebut sebagai perkerasan kaku atau rigid
pavement.

Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku (Manual Desain Perkerasan, 2017)

Komponen yang digunakan dalam perkerasan kaku antara lain adalah sebagai
berikut (Aly, 2004):
2.2.2.1.Lapisan Subgrade/Tanah Dasar
Tanah dasar adalah bagian dari permukaan badan jalan yang dipersiapkan untuk
menerima konstruksi di atasnya yaitu konstruksi perkerasan. Tanah dasar ini
berfungsi sebagai penerima beban lalu lintas yang telah disebarkan oleh konstruksi
perkerasan. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyiapan tanah dasar
(subgrade) adalah lebar, kerataan, kemiringan melintang keseragaman daya dukung
dan keseragaman nilai CBR.
2.2.2.2.Lapisan Subbase/Pondasi Bawah
Lapisan Pondasi Bawah adalah lapisan pada konstruksi perkerasan kaku yang
terletak antara tanah dasar dan plat beton semen. Fungsi dari lapisan ini dianggap
tidak terlalu struktural sehingga keberadaannya tidak dimaksudkan guna
menyumbangkan nilai struktur perkerasan beton semen. Fungsi utama dari lapisan
fondasi bawah adalah sebagai lantai kerja yang rata dan seragam, menahan pumping,

11
menahan perubahan volume, dan lain-lain. Dari fungsi tersebut, maka pelat beton
semen sebagai komponen utama perkerasan kaku dapat dan siap dibangun dengan
baik dan sempurna. Ketidakrataan lapisan subbase akan menyebabkan ketidakrataan
pelat beton, ketidakrataan pelat beton akan menimbulkan potensi keretakan.
2.2.2.3.Tulangan Pelat Beton
Tulangan pelat beton mempunyai bentuk, lokasi, dan fungsi yang berbeda dengan
tulangan pelat pada konstruksi beton yang lain seperti lantai pada bangunan gedung.
Tulangan pelat beton pada perkerasan ini memiliki kekhususan tersendiri, antara
lain:
1. Lokasi tulangan pelat beton terletak pada ¼ tebal pelat di sebelah atas.
2. Fungsi dari tulangan pelat beton adalah mencengkram beton agar tidak retak dan
bukan menahan momen atau gaya lintang yang akan diterima oleh pelat beton.
Oleh sebab itu, tulangan pelat beton dalam konstruksi perkerasan ini tidak
struktural dan tidak mengurangi tebal pelat.
2.2.2.4.Tulangan Sambungan
Tulangan sambungan pada perkerasan beton terbagi menjadi dua, yakni tulangan
sambungan memanjang dan tulangan sambungan melintang. Dari fungsi dan lokasi
dari kedua tulangan sambungan tersebut, maka kedua tulangan tersebut memiliki ciri
dan fungsi yang berbeda adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Tulangan Sambungan pada Perkerasan Kaku (Aly,2004)


Tulangan Sambungan Melintang Tulangan Sambungan Memanjang

a. Disebut sebagai Dowel a. Disebut sebagai Tie Bar


b. Berfungsi sebagai sliding b. Berfungsi sebagai unsliding
devices dan load trasfer devices devices dan rotation devices
c. Berbentuk polos dengan c. Berbentuk ulir dan berukuran
potongan rapi dan berukuran kecil
besar d. Lekat di kedua sisi
d. Lekat pada beton satu sisi dan e. Lokasi di tengah tebal pelat
tidak lekat di sisi lainnya beton dan tegak lurus sumbu

Menurut Delatte (2008), berdasarkan fungsinya, susunan lapisan perkerasan kaku


memiliki lapisan sebagai berikut:
1. Lapisan subgrade merupakan lapisan asli dari tanah tempat perkerasan berada.
Kualitas dari lapisan ditunjukkan oleh nilai modulus of subgrade reaction (k)
yang berbanding lurus dengan defleksi yang terjadi pada pelat. Pengukuran di
lapangan menggunakan nilai CBR.
2. Lapisan subbase biasanya berisi material granular yang dipadatkan. Lapisan ini
memiliki fungsi untuk memberikan dukungan yang seragam sekaligus
meningkatkan nilai modulus of subgrade reaction (k).

12
3. Lapisan subdrainage merupakan lapisan khusus di bawah lapisan pelat beton
yang berfungsi untuk membantu mengalirkan aliran air keluar dari lapisan
perkerasan dengan cepat karena air dapat mempercepat kerusakan dari struktur
perkerasan.
4. Lapisan lean concrete berfungsi sebagai lapisan platform kerja sebelum lapisan
perkerasan kaku dikerjakan. Biasanya menggunakan mutu beton yang lebih
rendah dibanding lapisan perkerasan kaku.
5. Lapisan perkerasan beton sebagai lapisan pertama yang menopang dari beban
kendaraan yang lewat. Pada layer permukaan teratas perkerasan diberi draisane
permukaan sehingga air yang mengalir di permukaan segera dialirkan keluar
sistem perkerasan.

Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Kaku (Delatte, 2008)

Menurut Suryawan (2008), lapisan perkerasan kaku diklasifikasikan menjadi dua


yaitu:
1. Perkerasan kaku dengan dowel dan tie bar. Jika diperlukan dapat digunakan
wiremesh dengan penggunaannya independen terhadap adanya tulangan dowel.
2. Perkerasan kaku menerus dengan prosentase besi yang relatif banyak dan tidak
ada siar kecuali untuk pelaksanaan konstruksi dan siar muai.
2.2.3. Pekerasan Komposit
Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan
perkerasan lentur (Flintsch, 2008).

Gambar 2.4 Lapisan Perkerasan Komposit (Flintsch, 2017)

13
2.3. Hasil Studi Sebelumnya

Studi terkait analisis perkerasan kaku menggunakan metode elemen hingga telah
dilakukan oleh banyak peneliti. Brand et al (2013) meneliti efek dari tumpuan tanah yang
tidak seragam terhadap tegangan tarik pada pelat beton menggunakan pendekatan model
elemen hingga 2 dimensi (2-D finite element) melalui program komputer ISLAB2000.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan bagaimana kekakuan tanah dasar yang
tidak seragam akan mempengaruhi tegangan tarik dan defleksi pada pelat beton. Struktur
perkerasan yang dimodelkan berupa pelat beton berukuran 3,7 ×4,6 m dengan ketebalan
0,2 m. Sebanyak 12 variasi kondisi tanah dasar digunakan dalam pemodelan, meliputi
kondisi seragam maupun kondisi tidak seragam seperti yang terdapat pada Gambar 2.4.
Modulus reaksi tanah dasar (k-value) diasumsikan sebesar 13,5 MPa/m (kondisi lunak)
serta 135 MPa/m (kondisi kaku). Terdapat tiga konfigurasi sumbu yang digunakan untuk
pembebanan perkerasan , yaitu single axle (8160 kg), tandem axle (16300 kg), dan steer-
drive axle (24500 kg). Pembebanan roda diletakkan pada 0,25 m dari tepi melintang pelat,
dan di tepi (0 m offset) serta di tengah (0,48 m offset) dari arah memanjang pelat. Tiga
perbedaan suhu linear juga dipertimbangkan (-11°C, 0°C , +°11°C). Dari analisis yang
telah dilakukan Brand et al (2013), diketahui bahwa kondisi paling kritis pertama adalah
tanah dasar tidak seragam acak dengan perbedaan suhu positif menghasilkan tegangan
tarik maksimum 4,66 MPa atau 32% lebih besar dibandingkan tanah dasar lunak seragam
dengan perbedaan suhu yang sama. Kondisi tanah dasar tidak seragam paling kritis kedua
adalah tanah dasar yang kaku di tengah tetapi lunak di tepi arah memanjang pelat dengan
perbedaan suhu negatif, yang menghasilkan peningkatan tegangan tarik maksimum 4,34
MPa atau 63% lebih besar dibandingkan kondisi tumpuan lunak seragam dengan
perbedaan suhu yang sama. Sedangkan kondisi tanah dasar tidak seragam yang
menghasilkan tegangan tarik maksimum terkecil pada pelat beton adalah tanah dasar yang
lunak di tengah dengan tepi kaku, serta alternatif tanah dasar tidak seragam acak. Maka
dari itu, dapat disimpulkan bahwa kondisi tanah dasar tidak seragam tertentu seperti
kekakuan tanah dasar yang acak dan tanah dasar yang lunak di sepanjang tepi pelat secara
signifikan dapat merusak kinerja dari pelat perkerasan dan dapat memicu kegagalan
prematur.
Studi tentang pembentukan rongga pada lapis pondasi tanah dasar dan pengaruhnya
terhadap perkerasan beton dilakukan oleh Xu & Cebon (2017). Studi dilakukan dengan
pemodelan elemen hingga plane strain dua dimensi (2-D) dan pemodelan elemen hingga
nonlinear tiga dimensi (3-D). Hasil analisis menunjukkan bahwa rongga di bawah pelat
beton biasanya terjadi di sepanjang tepi pelat yang berdekatan dengan bahu perkerasan.
Ukuran rongga ditentukan oleh sifat pondasi tanah dasar (tegangan kohesi dan sudut gesek
internal), sifat pelat beton, beban gandar, dan gradien suhu. Rongga di sepanjang tepi pelat
yang berdekatan dengan bahu perkerasan menyebabkan tegangan tarik transversal yang
tinggi pada permukaan atas, yang dapat mengakibatkan retak longitudinal atas-bawah di
dekat jalur roda luar. Rongga serupa dapat meningkatkan tegangan tarik memanjang pada
permukaan bawah di tepi pelat, yang dapat meningkatkan potensi retak melintang dari
bawah ke atas di tengah pelat.

14
Gambar 2.5 Variasi Kondisi Lapis Tanah Dasar (Brand et al, 2013)

(a) Model 2-Dimensi (b) Model 3-Dimensi


Gambar 2.6 Idealisasi Model (Xu & Cebon, 2017)

Pengaruh lapis tanah dasar tidak seragam terhadap tegangan kritis pada perkerasan kaku
juga diteliti oleh Vishwakarma & Ingle (2020). Penelitian ini dilakukan dengan pengujian
Falling Weight Deflectometer Portable (FWD) untuk mempelajari variasi kekakuan tanah

15
lapangan sepanjang lebar dan panjang jalan, serta analisis elemen hingga (FE) pada pelat
dengan kekakuan tanah yang tidak seragam. Hasil penelitian menyebutkan bahwa modulus
reaksi tanah dasar tertinggi dengan kekakuan seragam meningkatkan pengekangan seiring
dengan meningkatnya tegangan termal. Niliai modulus reaksi tanah dasar yang kecil tetapi
tidak seragam, meningkatkan tegangan lebih besar dibanding modulus reaksi tanah
tertinggi seragam. Tegangan maksimum pada slab dengan kekakuan tanah dasar seragam
300 MPa/m adalah 4 MPa, sedangkan tegangan maksimum pada kekakuan tanah dasar
tidak seragam (150-300 MPa/m) adalah 4,38 MPa. Liu et al (2020) melakukan simulasi
perkerasan kaku dengan mempertimbangkan pengaruh rongga di bawah pelat
menggunakan model elemen hingga tiga dimensi. Model pelat beton dibuat dengan
dimensi panjang 4 m, lebar 3 m, tebal bervariasi antara 0,24 – 0,36 m, modulus elastisitas
beton 30000 MPa, dan poisson ratio 0,15. Lapis pondasi (base course) dimodelkan dengan
dimensi panjang 6 m, lebar 5 m, tebal 0,18 m, modulus elastisitas 2000 MPa, poisson ratio
0,25. Lapis tanah dasar dimodelkan dengan modulus reaksi tanah dasar sebesar 0,12
MPa/mm. Void dimodelkan dalam bentuk segitiga sama kaki (di sudut pelat) dan persegi
(di tepi plat) dengan variasi ukuran panjang sisi 0,2 m, 0,4 m, 0,6 m, 0,8 m dan 1 m. Rasio
panjang sisi segitiga dan persegi adalah (2:1 dan 0:5).
Dari simulasi tersebut didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Tegangan di sudut pelat lebih tinggi dibanding di tepi pelat.
2. Tidak ada peningkatan tegangan tarik maksimum secara signifikan dengan adanya
pertambahan ukuran rongga.
3. Pengaruh ukuran rongga dan kedalaman rongga pada sudut pelat terhadap tegangan
pelat adalah sama, yang mengakibatkan tegangan dibawah pelat berkurang dan
tegangan diatas pelat meningkat secara cepat. Bila ukuran dan kedalaman rongga lebih
besar dari 0,4 m, maka tegangan diatas pelat melebihi tegangan dibawah pelat.
4. Didapatkan fungsi dari analisis regresi untuk menghitung tegangan tarik maksimum
pada pelat beton dengan memperhitungkan ukuran rongga, ketebalan pelat, dan beban
kendaraan.
Kim et al (2016) melakukan evaluasi terkait perilaku struktur perkerasan beton pracetak
prategang menggunakan analisis elemen hingga. Pada studi ini digunakan model elemen
hingga tiga dimensi yang dikalibrasi dengan data defleksi yang diperoleh dari pengujian
falling weight deflectometer (FWD). Model tersebut digunakan dalam analisis parametrik
guna menentukan pengaruh lokasi pembebanan kritis, modulus beton, koefisien muai
panas beton, kehilangan gaya prategang, dan kekakuan lapisan tanah dasar terhadap
tegangan maksimum pada perkerasan. Hasil penelitian menyatakan bahwa pembebanan
kritis berada di tepi tengah pelat dengan perbedaan suhu +11,1°C untuk tegangan tarik
memanjang (longitudinal), sedangkan untuk tegangan tarik melintang (transversal)
maksimum terjadi pada saat pembebanan berada di sudut bagian dalam lajur dengan
perbedaan suhu +11,1°C. Tegangan maksimum pada beton meningkat secara signifikan
seiring bertambahnya modulus beton dan koefisien muai panas. Peningkatan modulus
elastisitas beton menghasilkan penurunan rasio tegangan terhadap kekuatan yang dihitung
berdasarkan kondisi pembebanan dan perbedaan suhu kritis. Perhitungan rasio tegangan
terhadap kekuatan didapatkan nilai kurang dari 0,5, dan kehilangan gaya prategang 20%

16
dalam arah memanjang maupun melintang. Tegangan maksimum pada perkerasan beton
pracetak prategang berkurang seiring meningkatnya kekakuan tanah dasar, tetapi pengaruh
kekakuan tanah dasar relatif kecil. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem
perkerasan beton pracetak prategang memiliki kinerja yang cukup baik dan sesuai untuk
berbagai kondisi lapis pondasi dan lapis tanah dasar.
Sadeghi (2017) melakukan penelitian tentang pengaruh efisiensi transfer beban di
sambungan perkerasan beton (JPCP) menggunakan FEM dengan software Abaqus. Pada
penelitian ini, dibuat parameter kontrol dengan variaso nilai dari modulus elastisitas,
ketebalan perkerasan dan koefisien friksi antara lapis fondasi dan perkerasan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan meningkatkan elastisitas modulus pelat dan lapisan
dasar, dan dengan meningkatkan ketebalan, besarnya transfer beban meningkat.
Peningkatan modulus elastisitas memiliki efek tertinggi dalam meningkatkan (Load
Transfer Efficiency) LTE dan sangat efektif dalam mengurangi kerusakan sambungan.
Untuk analisis numerik, model elemen hingga JPCP dikembangkan dengan
mempertimbangkan pemodelan dowel bar yang sangat detail dan karakteristik kontak
antara beton dan dowel bar. Dengan menggunakan model elemen hingga, tegangan
transversal pada sambungan yang dapat menyebabkan retak longitudinal dievaluasi.
Model numerik tiga dimensi JPCP termasuk batang dowel telah dikembangkan dalam
penelitian ini menggunakan program analisis elemen hingga.
Untuk menyelidiki pengaruh translasi vertikal batang dowel pada distribusi tegangan
transversal, analisis telah dilakukan jika batang dowel terletak di atas kedalaman tengah,
tegangan transversal di permukaan cenderung meningkat di dekat lokasi batang dowel
tersebut. Setelah 3 model ini dibandingkan hasilnya, peningkatan tegangan transversal
pada lokasi dowel yang ditranslasikan secara vertikal dilokalisasi, dan dengan demikian
seluruh distribusi tegangan tidak terpengaruh kecuali untuk area di sekitar lokasi dowel
tersebut. Besarnya peningkatan tegangan transversal pada lokasi dowel transversal vertikal
tidak dipengaruhi oleh batang dowel transversal vertikal lainnya. Untuk mengurangi
keretakan longitudinal pada sambungan, batang dowel harus dipasang di pertengahan
kedalaman pelat dan harus berhati-hati saat memasang batang dowel untuk mencegah
translasi vertikal. Jika batang dowel dipasang dengan benar di bagian tengah pelat JPCP,
tegangan transversal pada sambungan tidak terpengaruh oleh batang dowel saat pelat
melengkung. Akibatnya, retak memanjang pada sambungan tidak terjadi dalam kasus ini.
Prawesti (2019) meneliti tentang evaluasi perkerasan kaku pada apron terminal 3 Bandara
Internasional Soekarno-Hatta menggunakan FEM dengan software Abaqus. Idealisasi
model dilakukan dengan membuat Global Model untuk melihat perilaku dari struktur
secara umum dan Local Model untuk analisis spesifik seperti tegangan dan deformasi pada
sambungan. Pada model yang diteliti ini, tegangan dan deformasi terbesar yang terjadi
pada sambungan terletak pada as dari loading area. Pada penelitian ini, juga dinyatakan
bahwa batas yang dijadikan acuan model adalah dengan membuat tumpuan sendi pada
tanah dasar dan roll pada permukaan yang bersentuhan dengan beban. Selain itu, pengaruh
suhu juga dianggap konstan.

17
BAB III

LANDASAN TEORI

Metode Elemen Hingga

Metode Elemen Hingga (MEH) adalah metode numerik untuk mendapatkan solusi
permasalahan diferensial, baik persamaan diferensial (Ordinary Differential Equation)
maupun persamaan diferensial parsial (Partial Differential Equation). Saat ini MEH
merupakan salah satu metode numerik paling serbaguna untuk memecahkan masalah
dalam domain kontinuum (Hajar & Pathur Razi, 2018).
Proses inti MEH adalah membagi masalah yang kompleks menjadi elemen-elemen
dari mana solusi yang lebih sederhana dapat dengan mudah diperoleh. Bentuk fisik dan
materi penyusun suatu elemen tersebut menggambarkan totalitas dari sifat elemen
tersebut atau disebut juga kekakuan elemen. Sebuah struktur mempunyai Modulus Elastis
(E), Modulus Geser (G), Luas Penampang (A), Panjang (L) dan Inersia (I). Solusi dari
setiap elemen jika digabungkan akan menjadi solusi problem secara keseluruhan. Untuk
mendapatkan solusi elemental, MEH menggunakan fungsi interpolasi untuk
mengaproksimalkan solusi elemen. Setelah solusi setiap elemen diperoleh, maka
selanjutnya solusi yang diperoleh dari setiap elemen digabungkan sehingga solusi
keseluruhan problem dapat diperoleh (Suhendro, 2000).
Penyelesaian dengan menggunakan metode elemen hingga memerlukan perhitungan
numeris yang banyak dan berulang-ulang, sehingga dibutuhkan alat untuk mempermudah
dalam pelaksanaannya yaitu menggunakan program komputasi seperti SAP2000, Abaqus
CAE, Midas Civil, Etabs, EverFE, dsb. Dalam penelitian kali ini, program tersebut
digunakan dengan maksud guna mengetahui perilaku dari pelat beton dan dowel dari
perkerasan kaku yang telah dipilih.
3.1.1. Elemen Segi Empat (BDR)
Elemen segi empat atau Bilinear Displacement Triangle (BDR) memiliki keunikan
tersendiri dalam memecahkan solusi yang menggunakan metode elemen hingga.
Guna mengembangkan matriks kekakuan elemen segi empat, maka digunakan
sistem “dimensionless centroidal coordinates” yakni ξ dan η.

Gambar 3.1 Elemen Segi Empat (Suhendro, 2000)

18
Polinomial bilinear dalam ξ dan η untuk u dan v diambil dari “The Assumed
Displacement Field” maka:
u = a1 + a2 ξ + a3 η + a 4ξη (3-1)
v = a5 + a 6 ξ + a7 η + a8 ξη (3-2)

Selanjutnya, parameter nondimensional a1, a2, …, a8 akan dinyatakan dalam fungsi


nodal degrees of freedom di titik nodal u, j, k, dan ℓ (Suhendro, 2000).
3.1.2. Pelat Lentur
Menurut Widodo, (2008), pelat merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan
bidang lurus, datar (tidak melengkung) dan tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan
dengan dimensinya yang lain. Suhendro (2000) menyatakan bahwa bila struktur tipis
(a>> t; b >> t), dan beban luar bekerja berarah tegak lurus bidang strukturnya disebut
plate bending (pelat lentur).

Gambar 3.2 Elemen Pelat Lentur (Suhendro, 2000)

Pada kondisi ini (seperti halnya plane stress) σz = 0, τxz = 0, τyz = 0 sehingga
persamaan stress-strain pada elemen pelat lentur adalah sebagai berikut
(Suhendro,2000):
𝜎𝑥 1 𝑣 0
𝜎𝑦 = 𝑣 1 0 (3-3)
𝜏𝑥𝑧 0 0

{𝜎𝑥} = [𝐸]{𝜀} (3-4)

Analisis struktur pada kondisi linier dengan menganggap geometri struktur sebelum
dan sesudah pembebanan, sehingga berlaku persamaan linier sebagai berikut:
{𝐾} = {𝑈}{𝑃} (3-5)

Dengan persamaan yang sudah diutarakan di atas, maka matriks kekakuan untuk
elemen pelat lentur adalah sebagai berikut (Suhendro,2000):
.
𝐷= (3-6)
( )

.
[𝐾] = (𝐾 + 𝐾 + 𝐾 + 𝐾 ) (3-7)
( )

19
Pada kondisi tanah linier elastis, maka dapat dimodelkan sebagai pegas aksial, maka
The Assumed Displacement Field yang digunakan antara lain (Suhendro, 2000):
𝑤 = 𝑎 + 𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑦 + 𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑥𝑦 + 𝑎 𝑦 + 𝑎 𝑥 + 𝑎 𝑥 𝑦 + 𝑎 𝑥𝑦 +
𝑎 𝑦 + 𝑎 𝑥 𝑦 + 𝑎 𝑥𝑦 (3-8)

Matriks kekakuan untuk elemen pelat lentur segi empat oleh Suhendro (2000) adalah
sebagai berikut:
[𝑘𝑙] = [𝑘] (3-9)

dengan,
σ = Tegangan (MPa)
E = Modulus Elastisitas Beton (MPa)
ε = Regangan (mm)
υ = Poisson Ratio
K = Matriks Kekakuan Sumbu Global
D = Flexural Rigidity of Plate
t = Tebal Pelat (mm)
Hasil dari perhitungan tersebut akan menghasilkan matriks kekakuan [K] yang
berukuran 12x12, yaitu matriks k1,1 hingga matriks k12,12.

Gambar 3.3 Matriks Kekakuan Pelat Lentur (Suhendro, 2000)

3.1.3. Elemen Solid Tiga Dimensi


Suatu elemen solid tiga dimensi (3-Dimensional (3D) Solid) merupakan elemen yang
paling umum karena semua variabel bidang tergantung dari x, y dan z (Suhendro,
2000). Elemen 3D Solid juga dapat memiliki bentuk yang tidak beraturan, sifat

20
material dan kondisi batas dalam ruang, sehingga ada enam komponen tegangan
yaitu tiga tegangan normal dan tiga tegangan geser yang perlu dipertimbangkan.

Gambar 3.4 Elemen Persegi Solid 8 node (Suhendro, 2000)

Bentuk persegi beraturan elemen hexahedral dapat disebut juga sebagai


Rectangular Solid Element (RS-8) dimana menurut (Suhendro, 2000), elemen RS8
mempunyai matriks kekakuan berorde 24x24.
( )
𝑘 = ∭ [𝐵] [𝐸] [𝐵] 𝑑𝑉 (3-10)

Gambar 3.5 Elemen Hexahedral (Suhendro, 2000)

Modulus Elastisitas Beton

Modulus elastisitas atau Young Modulus adalah ukuran kekakuan (stiffness) dari suatu
material tertentu (Soleman, 2005). Modulus elastisitas adalah rasio dari tegangan normal

21
tarik atau tekan terhadap regangan (Pade et al., 2013). Modulus ini dalam aplikasi rekayasa
didefinisikan sebagai perbandingan tegangan yang bekerja pada sebuah material dengan
regangan yang dihasilkan. Secara lebih rinci, modulus ini adalah suatu angka limit untuk
regangan-regangan kecil yang terjadi pada bahan yang proporsional dengan pertambahan
tegangan.

Gambar 3.6 Hubungan Tegangan – Regangan Beton (Wang et al, 2007)


Dalam pasal 19.2.2 SNI 2847:2019 terdapat paremeter yang digunakan guna menentukan
modulus elastisitas dan modulus retak beton, antara lain:
1. Untuk nilai wc di antara 1400 kg/m3 dan 2560 kg/m3, nilai modulus elastisitas beton Ec
dapat diambil sebesar:
,
𝐸 =𝑤 0,043 𝑓’𝑐 (3-11)

Ec = Modulus Elastisitas Beton (MPa)


wc = Berat Beton (kg/m3)
f’c = Kuat Tekan Beton (MPa)
2. Untuk beton normal Ec dapat diambil sebesar:
𝐸 = 4700 𝑓’𝑐 (3-12)

Ec = Modulus Elastisitas Beton (MPa)


f’c = Kuat Tekan Beton (MPa)
3. Modulus elastisitas untuk tulangan non-prategang Es boleh diambil sebesar
200.000MPa.
4. Modulus elastisitas untuk tendon prategang, Es, ditentukan melalui pengujian atau dari
data pabrik.
5. Modulus retak dari beton (𝑓 ) dapat dihitung yaitu,
𝑓 = 0,062 ℷ 𝑓’𝑐 (3-13)

f’c = Kuat Tekan Beton (MPa)

22
dengan nilai ℷ sebagai berikut,

Tabel 3.1 Faktor Modifikasi ℷ (SNI 2847:2019)

Beton Komposisi Agregat λ


Beton ringan dengan Halus: ASTM C330M 0,75
semua agregat ringan Kasar: ASTM C330M
Beton ringan, agregat Halus: Kombinasi 0,75 s/d 0,85
halus campuran ASTM C330M dan
C33M
Kasar: ASTM C330M
Beton ringan dengan Halus: ASTM C33M 0,85
pasir ringan Kasar: ASTM C330M
Beton ringan dengan Halus: ASTM C33M 0,85 s/d 1,00
pasir ringan dan Kasar: Kombinasi
agregat kasar ASTM C330M dan
campuran C33M
Beton normal Halus: ASTM C33M 1,00
Kasar: ASTM C33M

Hukum Hooke

Hubungan tegangan dan regangan untuk bahan struktur yang elastis linier dinyatakan
sebagai berikut:
𝜎= 𝐸𝜀 (3-13)

σ = Tegangan (MPa)
E = Modulus Elastisitas Beton (MPa)
ε = Regangan (mm)

Poisson Ratio

Kondisi dimana beton mengalami desakan, memendek pada arah memanjang atau aksial
dan mengalami pengembangan arah melebar atau lateral (Sutrisno, 2009). Perbandingan
antara regangan arah melebar dan arah memanjang dikenal sebagai perbandingan Poisson
(poisson ratio).

Gambar 3.7 Regangan Lateral dan Aksial pada Beton yang Diberi Gaya Tekan (Sutrisno,
2009)
23
Regangan lateral (ε’) pada berbagai titik merupakan proporsional terhadap regangan
aksial yang terjadi pada titik yang sama apabila material beripa linier elastis yang dikenal
sebagai Poisson’s ratio dengan persamaan sebagai berikut:
𝑣 = − 𝜀’/𝜀 (3-14)

υ = Poisson Ratio
ε = Regangan Lateral (mm)
ε’ = Regangan Aksial (mm)

Koefisien Reaksi Tanah Dasar

Koefisien reaksi tanah dasar (coeficient of subgrade reaction) merupakan nilai


perbandingan tekanan tanah dengan penurunan yang terjadi, yang ditentukan dari uji
beban pelat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Aulia et al., 2014), nilai koefisien
tanah dasar (ks) dapat ditentukan dengan korelasi hubungan dengan nilai California
Bearing Ratio (CBR), berdasarkan uji CBR nilai Ks dapat diperoleh secara grafis dan
analisis. Jika merujuk pada AASHTO (1993), nilai modulus of subgrade reaction (k)
dihitung menggunakan formula dan grafik berdasarkan ketentuan CBR tanah dasar yaitu:
𝑀 = 1500 × 𝐶𝐵𝑅 (3-15)

𝑘 = (3-16)
,
dimana,
MR = modulus of resilient (psi)
k = modulus of subgrade reaction (pci)

Gambar 3.8 Grafik Correction of Effective Modulus of Subgrade Reaction for Potential
Loss Subbase Support (AASHTO, 1993)

24
Modulus reaksi subgrade (ks) dapat juga dinyatakan dalam persamaan yang diperoleh
dari teori elastisitas tanah, yaitu sebagai berikut (Aulia et al., 2014):
𝐾 = 1,13 (3-17)
( ) √

dimana,
Ks = Koefisien Tanah Dasar (kPa)
E = Modulus Elastisitas Beton (kPa)
υ = Poisson Ratio
A = Luas penampang pendorong pada uji CBR (m2)
Sedangkan, untuk modulus elastisitas tanah dapat ditentukan melalui persamaan empiris
yang didapat dari nilai CBR tanah yaitu sebagai berikut,

Tabel 3.2 Persamaan Hubungan Nilai CBR dan Nilai Modulus Elastisitas Tanah (Aulia et
al.,2014)
Hubungan nilai E dan
Referensi
CBR
Heukelom dan Klomp (1998) E = 10,35 CBR (MPa)
Croney dan Croney (1991) E = 6,6 CBR (MPa)
E = 16,2 CBR0,7 (MPa)
(untuk CBR < 5%)
NAASRA (1950)
E = 16,2 CBR0,7 (MPa)
(untuk CBR ≥ 5%)
Powell, Potter, Mayhew dan Nunn
E = 17,6 CBR0,64 (MPa)
(1991)
Angell (1988) E = 19 CBR0,68 (MPa)

Spring Element

Elemen-elemen pegas (spring) vertikal di bawah pelat dimodelkan untuk


memperhitungkan interaksi antara struktur dengan tanah di bawahnya secara ekuivalen
dalam bentuk reaksi subgrade. Reaksi tarik tidak terjadi pada elemen spring vertikal
(compression only) karena tanah dasar (subgrade) tidak mampu untuk merespon. Pelat
dengan nilai koefisien subgrade (ks) sebagai fondasi elastis yang mendukung pelat akan
mendapat perlawanan sebesar nilai ks dikalikan displacement dari pelat (w), sehingga
governing equation untuk pelat yang ditahan oleh fondasi elastis (Suhendro, 2000).

Distribusi Tegangan Boussinesq

Solusi yang dikemukakan oleh Boussinesq untuk distribusi tegangan yang dihasilkan dari
beban. Ini didasarkan pada asumsi bahwa media tanah yang digunakan memiliki sifat
isotropik, homogen, dan linier-elastis. Menurut Sadek and Shahrour (2007), dalam
rekayasa geoteknik, solusi ini umumnya digunakan bersama-sama dengan hubungan
konstitutif semi-empiris untuk penentuan penurunan tanah akibat penerapan beban

25
permukaan seperti pondasi dan timbunan. Pendekatan konvensional dalam desain
perkerasan jalan juga didasarkan pada elastisitas linier.

Gambar 3.9 Grafik Distribusi Tegangan di Bawah Beban Persegi Panjang (Sadek and
Shahrour, 2007)

Pembebanan Westergaard

Teori pembebanan yang digunakan pada penelitian ini berlandaskan pada teori yang
dikemukakan oleh Westergaard (1926) pada Huang (2004). Pada penelitian ini digunakan
formula tertutup oleh Westergaard (1926) pada Huang (2004). Formula tertutup ini
digunakan pada pelat perkerasan yang besar dengan beban-beban yang diletakkan di
bagian corner (sudut) pelat, di bagian interior (tengah) pelat pada jarak yang cukup dari
arah tepi maupun sudut dan pada bagian edge (tepi) pelat pada jarak yang cukup pada jarak
sudut mana pun.
3.8.1. Interior Loading
Westergaard (1926) pada Huang (2004) merumuskan untuk tegangan di bagian tengah
pelat di bawah area beban melingkar berjari-jari a adalah sebagai berikut:

26
( )
𝜎 = 𝑙𝑛 + 0,6159 (3-18)

diketahui, 𝑙 yaitu radius kekakuan relatif.


𝑏 = 𝑎 ketika 𝑎 ≥ 1,724ℎ (3-19)
𝑏= 1,6𝑎 + ℎ − 0,675ℎ ,𝑎 < 1,724ℎ (3-20)

Gambar 3.10 Ilustrasi Interior Loading (Westergaard, 1926)

3.8.2. Corner Loading


Formula Goldbeck (1919) dan Older (1924) pada Huang (2004) digunakan dalam desain
perkerasan beton. Rumus ini didasarkan pada beban terpusat (P) yang diterapkan pada
sudut pelat. Untuk penampang pada jarak ‘x’ dari sudut, momen lentur adalah Px dan lebar
penampang adalah 2x.

𝜎 = = (3-21)
( )

Untuk pengaplikasian beban yang berbentuk bulat di sudut pelat, karena penampang
tegangan maksimum tidak mendekati sudut, gaya reaktif total tanah dasar cukup besar dan
tidak dapat diabaikan. Atas dasar tersebut, maka Westergaard melakukan successive
approximations dan menghasilkan formula sebagai berikut:
,

𝜎 = 1− (3-22)

dan,

∆ = 1,1 − 0,88 (3-23)

Gambar 3.11 Ilustrasi Corner Loading (Westergaard, 1926)

27
3.8.3. Edge Loading
Westergaard (1948) pada Huang (2004), terdapat penelitian yang menghasilkan sebuah
solusi umum untuk tegangan dan defleksi maksimum yang dihasilkan oleh area elips dan
semielips yang ditempatkan di tepi pelat.
,
𝜎 𝑐𝑖𝑟𝑐𝑙𝑒 = 4 log + 0,666 − 0,034 (3-24)
,
𝜎 𝑠𝑒𝑚𝑖 − 𝑐𝑖𝑟𝑐𝑙𝑒 = 4 log + 0,282 + 0,650 (3-25)
,
∆ 𝑐𝑖𝑟𝑐𝑙𝑒 = 1 − 0,82 (3-26)
,
∆ 𝑠𝑒𝑚𝑖 − 𝑐𝑖𝑟𝑐𝑙𝑒 = 1 − 0,349 (3-27)

Gambar 3.12 Ilustrasi Edge Loading (Westergaard, 1926)


3.8.4. Beban pada Roda Ganda
Ketika sebuah beban diterapkan pada sepasang roda ganda, perlu untuk mengubahnya
menjadi luas lingkaran, sehingga persamaan berdasarkan luas lingkaran yang dimuat dapat
diterapkan. Jika beban total sama tetapi luas bidang kontak lingkaran sama dengan roda
ganda, maka tegangan dan defleksi yang dihasilkan akan terlalu besar. Hal tersebut
menyerupai tegangan dan defleksi yang bekerja pada perkerasan lentur. Oleh karena itu,
untuk beban total tertentu, area melingkar yang jauh lebih besar harus digunakan untuk
perkerasan kaku. Jika Pd adalah beban pada satu ban dan q adalah tekanan kontak, luas
masing-masing ban adalah sebagai berikut:

= 𝜋(0,3𝐿) + (0,4𝐿)(0,6𝐿) = 0,5227𝐿 (3-28)

sehingga,

𝐿 = (3-29)
,

Luas dari lingkaran equivalen yaitu,

, ,
𝑎= + (3-30)
,

28
Gambar 3.13 Ekuivalensi Bidang Kontak Persegi Roda Ganda (Huang, 2004)

Beban Kendaraan

Muatan sumbu merupakan tekanan roda dari satu sumbu kendaraan yang didistribusikan
pada perkerasan. Muatan sumbu terberat (MST) merupakan jumlah tekanan maksumum
roda kendaraan terhadap perkerasan. Beban/muatan sumbu kendaraan terdiri dari beban
sumbu, berat total kendaraan dan konfigurasi sumbu dari setiap jenis kendaraan yang
sesuai yang ditetapkan oleh Bina Marga. Dalam desain perkerasan, beban lalu lintas
dikonversi ke beban standar (Equivalent Standard Axle, ESA) dengan menggunakan
Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor). Analisis struktur perkerasan dilakukan
berdasarkan jumlah kumulatif ESA pada lajur rencana sepanjang umur rencana. Desain
yang akurat memerlukan perhitungan beban lalu lintas yang akurat pula. Studi atau survei
beban gandar yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik merupakan dasar perhitungan
ESA yang andal. Oleh sebab itu, survei beban gandar harus dilakukan apabila
dimungkinkan.
Menurut Manual Desain Perkerasan (2017) tingkat pembebanan faktual berlebih
diasumsikan berlangsung sampai tahun 2020. Setelah tahun 2020, diasumsikan beban
kendaraan sudah terkendali dengan beban sumbu nominal terberat. Namun demikian,
untuk keperluan desain, Direktorat Jenderal Bina Marga dapat menentukan waktu
penerapan efektif beban terkendali tersebut setiap waktu. Merujuk pada Tabel 3.3 dibawah
ini, desain didasarkan pada konfirgurasi sumbu & tipe kendaraan terberat yang melewati
perkerasan terkait yang dijadikan acuan untuk perhitungan beban pada proses desain
perkerasan.

29
Tabel 3.3 Muatan Sumbu Kendaraan (Manual Perkerasan Jalan dengan alat Berkelman
beam 01/MN/BM/83)

Maksimum (ton)

Maksimum (ton)
Sumbu & Tipe

Beban Muatan
Berat Kosong

UE 18 KSAL

UE 18 KSAL
Konfigurasi

Maksimum
Berat Total

Kosong
(ton)
1,1
1,50 0,50 2,00 0,0001 0,0005
HP
1,2
3,00 6,00 9,00 0,0037 0,3006
BUS
1,2L
2,30 6,00 8,30 0,0013 0,2174
TRUK
1,2H
4,20 14,00 18,20 0,0143 5,0264
TRUK
1,22
5,00 20,00 25,00 0,0044 2,7416
TRUK
1,2+2,2
6,40 25,00 31,40 0,0085 3,9083
TRAILER
1,2-2
6,20 20,00 26,20 0,0192 6,1179
TRAILER
1,2-2,2
10,00 32,00 42,00 0,0327 10,1830
TRAILER

Program Komputer

Abaqus merupakan salah satu program computer-aided engineering (CAE) milik 3DS
Dassault Systems. Secara umum, program Abaqus dapat mensimulasikan rekayasa yang
didasarkan pada metode elemen hingga, yang dapat memecahkan masalah mulai dari
analisis linier relatif sederhana sampai simulasi nonlinier yang kompleks dan dapat
memodelkan perilaku material rekayasa, termasuk logam, karet, polimer, komposit, beton
bertulang, busa yang lentur dan kuat, serta bahan geoteknik seperti tanah dan batuan.
Software ini dapat digunakan sebagai alat bantu perancangan struktur komponen dengan
mengikuti spesifikasi AASHTO, Asphalt Institute, maupun Bina Marga.

30
Gambar 3.14 Tampilan Awal Aplikasi Abaqus CAE 6.14 (Dokumen Pribadi, 2022)

31
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

Lokasi dilaksanakannya penelitian adalah pada Jalan Trengguli di Kabupaten Demak.


Objek yang menjadi fokus penelitian adalah struktur perkerasan kaku yang terletak
ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Lokasi
Tinjauan

Gambar 4.1 Lokasi Tinjauan dan Pengambilan Data Perkerasan Kaku (Google Maps,
2022)

Kondisi asli lokasi penelitian merupakan perkerasan kaku yang dibangun pada tahun 2014
dengan fungsi jalan provinsi. Namun, pada tahun 2021 dilakukan peningkatan fungsi jalan
menjadi jalan nasional. Menurut keterangan pihak Bina Marga PUPR Jawa Tengah yang
didapat dari wawancara secara langsung, jalan eksisting mengalami banyak kerusakan
akibat beban yang berlebih dikarenakan jalan tersebut merupakan penyambung ekonomi
utama antara Kab. Demak dan Kab. Jepara dimana kedua kabupaten tersebut termasuk
kabupaten dengan industri pabrik terbesar di Jawa Tengah. Sebelum proses pelaksanaan
perencanaan, dilakukan penyelidikan menggunakan metode International Roughness
Index (IRI) dan Pavement Condition Index (PCI) sesuai dalam standar Kementrian PUPR
untuk penilaian kondisi jalan dengan hasil sebagai berikut:

32
0% 8% 10% 3%
21% 17%

31%

39%
71%

BAIK (0-4) SEDANG (4-8) Sangat Baik Baik Sedang


RUSAK RINGAN (8-12) RUSAK BERAT (>12) Jelek Parah

(Prosentase Nilai IRI) (Prosentase Nilai PCI)


Gambar 4.2 Rekapitulasi Prosentase Nilai PCI dan IRI pada Jalan Trengguli (Dokumen Bina
Marga PUPR, Jawa Tengah)

4.2 Prosedur Penelitian

Secara umum, proses penelitan ini meliputi:


1. Identifikasi masalah, perumusan masalah, perumusan tujuan dan batasan penelitian.
Pada tahap awal penelitian, dilakukan identifikasi permasalahan bersamaan dengan
kajian literatur agar latar belakang penelitian dapat di rumuskan. Pada bagian latar
belakang dijabarkan tentang fenomena, permasalahan, dan research gap sebagai dasar
pentingnya penelitian ini dilakukan. Setelah permasalahan teridentifikasi, dilakukan
perumusan maksud dan tujuan penelitian, serta penetapan hal-hal yang menjadi batasan
dalam penelitian.
2. Kajian literatur dilaksanakan dengan tujuan agar didapatkan informasi yang relevan
terkait topik yang akan diteliti, teori-teori yang menjadi landasan penelitian, serta
kedalaman pengetahuan peneliti terkait masalah yang akan diteliti. Literatur yang dikaji
pada penelitian ini yaitu mengenai konsep dan perancangan perkerasan kaku (rigid
pavement), teori pemadatan tanah, metode elemen hingga (finite element method), dan
program komputer Abaqus/CAE. Pustaka atau literatur yang dikaji berasal dari
berbagai sumber, seperti buku, artikel ilmiah, publikasi penelitian sebelumnya baik
dalam bentuk jurnal, tesis, maupun disertasi, serta dari peraturan, standar, atau pedoman.
3. Pengumpulan data-data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa data
geometrik dan material properties struktur perkerasan kaku ruas Jalan Trengguli (Batas
Kab. Demak – Batas Kab. Jepara). Selain itu, digunakan juga data konfigurasi sumbu
dan beban kendaraan, serta data-data tambahan lain dari berbagai literatur. Beban yang
digunakan dalam simulasi elemen hingga struktur perkerasan kaku ini adalah MST-10
dengan beban truk trailer 1,2-2,2 sesuai peraturan Manual Perkerasan Jalan Dinas Bina
Marga mengacu pada Tabel 3.3 dengan luasan roda mengacu pada Gambar 3.13

33
ekualensi bidang kontak roda truk. Hasil perhitungan beban diatas adalah sebagai
berikut:
 Konfigurasi Sumbu & Tipe  1,2-2,2 Trailer / Truk Trinton (kelas beban untuk jalan
nasional)
Berat Total = 42 ton
 Konfigurasi penyebaran beban:

Gambar 4.3 Konfigurasi Sumbu Beban Tipe Truk 1,2-2,2 Trailer (Manual Perkerasan
Jalan dengan alat Berkelman beam 01/MN/BM/83)

Tabel 4.1 Perhitungan Beban Tiap Sumbu Roda Tipe Truk 1,2-2,2 Trailer

Prosentase dari Beban Total Kendaraan Beban tiap Sumbu Roda


Sumbu Roda
Beban Total (ton) (ton)
Roda depan 18% 42,00 7,56
Roda tengah 28% 42,00 11,76
Roda belakang 1 27% 42,00 11,34
Roda belakang 2 27% 42,00 11,34

Pada penelitian kali ini digunakan sumbu roda belakang dengan konfigurasi 2 sumbu
ban dikarenakan menyebarkan beban yang terberat.
Pd = 11,34ton = 111,207kN
 Perhitungan Bidang Kontak Beban mengikuti persamaan (3-29) dan Gambar 3.13:
Nilai q merupakan tekanan ban truk yang disarankan sebesar 80psi (Mentari, 2022)
q = 80psi = 552 kN/m2
,
𝐿 = = = 0,438992𝑚 = 438,992mm
, , ( )

Selanjutnya, nilai tersebut dimasukkan ke dalam persamaan pada Gambar 3.13


sehingga menghasilkan bidang tapak roda sebagai berikut,

34
Gambar 4.4 Idealisasi Bidang Kontak Ban Truk Trailer 1,2-2,2 (dalam mm)

 Perhitungan Roda Beban Terberat:


Luas tapak roda ban tandem = 568mm × 369mm = 203837mm2
Beban untuk 1 roda tandem bagian belakang = 111207N
Beban Roda = 111207N / 203837mm2 = 0,546 N /mm2
4. Tahapan pemodelan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut,
a. Tinjauan Global
Pemodelan pada penelitian ini digunakan tinjauan secara global, struktur perkerasan
kaku dimodelkan dengan elemen solid tiga dimensi yang terdiri dari slab, lean
concrete, dan lapisan tanah dasar. Slab dibagi menjadi 6 bagian, 2 bagian slab
disambung secara transversal (searah sumbu-x) dan 3 bagian disambung secara
longitudinal (searah sumbu-y). Slab bersifat unbounded dengan lapisan lean
concrete, karena adanya penambahan plastic sheet diantara slab dan lean concrete.
Bidang kontak beban roda kendaraan dimodelkan dalam bentuk persegi dengan
konfigurasi sumbu dan roda kendaraan trailer 1,2-2-2. Karena keterbatasam sumber
daya yang tersedia, koneksi antara pelat dibuat menggunakan dowel dengan beam
design.
b. Kondisi Batas
Kondisi batas (boundary condition) merupakan batasan-batasan yang harus
diterapkan pada model agar perilaku elemen dapat mewakili kondisi sebenarnya,
sehingga perhitungan dapat diproses oleh software secara tepat. Kondisi batas yang

35
digunakan pada pemodelan adalah kondisi batas terkait perilaku mekanis yang
menyebabkan displacement pada elemen, antara lain:
1) Sendi (hinge) pada permukaan bawah lapisan tanah dasar (subgrade).
2) Rol (roll) pada permukaan sisi terluar slab (bidang arah-x dan arah-y), hal ini
bertujuan agar slab tidak mengalami displacement searah sumbu-x dan sumbu-
y.
Struktur perkerasan kaku dimodelkan dengan program komputer Abaqus/CAE
versi 6.14 berdasarkan data yang telah diperoleh, serta idealisasi model yang telah
ditetapkan. Karena penelitian ini ingin meninjau pengaruh perbedaan modulus
elastisitas lapis tanah dasar (subgrade) terhadap tegangan pada perkerasan kaku,
maka ditetapkan model dengan beberapa variasi kondisi modulus elastisitas lapis
tanah dasar. Analisis respon struktur didapatkan dari hasil pemodelan, kemudian
dilakukan analisis respon struktur seperti tegangan, regangan, dan defleksi yang
terjadi pada struktur perkerasan kaku setelah dibebani roda kendaraan. Hasil
tegangan, regangan, dan defleksi maksimum yang terjadi pada model slab
kemudian dibandingkan dengan kapasitas izin material.
5. Kesimpulan dan saran dari penelitian diambil berdasarkan dari hasil analisis model
yang telah dibuat. Kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah dan tujuan
penelitian yang telah ditetapkan pada BAB I.

36
Gambar 4.5 Alur Penelitian

4.3 Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah laptop/komputer dengan aplikasi Abaqus.
Alat utama yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat keras (hardware) dan
perangkat lunak (sofware) komputer. Adapun perangkat keras yang digunakan adalah
komputer (laptop) dengan spesifikasi sebagai berikut:
a. Merk/Model : HP Pavilion / Gaming 15
b. Processor : Intel Core i7
c. VGA : NVIDIA GeForce GTX 1650
d. Kapasitas RAM : 16 GB
e. Kapasitas Hardisk : 1 TB
f. Mouse : Logitech G15
g. Printer : HP Ink Tank 315

37
Sedangkan peragkat lunak komputer yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Sistem operasi : Microsoft Windows 11
b. Analisis struktur : Abaqus/CAE V6.14
c. Pengolahan data : Microsoft Excel 2016
d. Penulisan laporan : Microsoft Word 2016

4.4 Parameter Pemodelan

4.4.1. Parameter Geometrik


Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Bina Marga PUPR Jawa Tengah, desain
perkerasan kaku untuk ruas Jalan Trengguli (Batas Kab. Demak – Batas Kab. Jepara)
adalah sebagai berikut:
a. Ukuran pelat perkerasan kaku adalah 4m (arah melintang) dan 5m (arah memanjang)
untuk satu bidang pelat.

Gambar 4.6 Denah Pelat dan Penulangan Perkerasan Kaku Jalan Jalan Trengguli di
Kabupaten Demak (Dinas BM PUPR Jawa Tengah, 2021)

38
Gambar 4.7 Pemodelan pada Aplikasi Abaqus untuk Ukuran Pelat Perkerasan Kaku Jalan
Jalan Trengguli di Kabupaten Demak

Gambar 4.8 Pemodelan pada Aplikasi Abaqus untuk Lapisan Perkerasan Kaku Jalan
Jalan Trengguli di Kabupaten Demak

b. Sambungan antar pelat perkerasan kaku adalah tie bar untuk sambungan memanjang
dan dowel untuk sambungan melintang.

Gambar 4.9 Detail Potongan Sambungan Memanjang Perkerasan Kaku dengan Tie Bar
(Dinas BM PUPR Jawa Tengah, 2021)

39
Gambar 4.10 Detail Potongan Sambungan Melintang Perkerasan Kaku dengan Dowel
(Dinas BM PUPR Jawa Tengah, 2021)

Gambar 4.11 Pemodelan pada Aplikasi Abaqus untuk Idealisasi Sambungan Dowel dan
Tie Bar pada Pelat Perkerasan Kaku Jalan Jalan Nasional di Kabupaten
Demak

4.4.2. Parameter Material


Karakter material penyusun perkerasan kaku pada Proyek Peningkatan Ruas Jalan
Trengguli di Kabupaten Demak berbeda-beda antar lapisan, sehingga diperlukan nilai
setiap material. Besarnya nilai material didapatkan dari Dinas Bina Marga PUPR Jawa
Tengah, standar material dari spesifikasi yang berlaku, jurnal penelitian terdahulu dan
buku lainnya.
4.4.3. Parameter Beban
Beban yang digunakan mengacu pada subbab 4.2 mengenai prosedur penelitian, dimana
beban dihitung menggunakan beban terberat (1,2-2,2 Trailer / Truk Trinton) dengan
peletakan beban mengikuti posisi pembebanan menurut Westergaard yang dibahas pada
subbab 3.8.

40
Gambar 4.12 Pemodelan pada Aplikasi Abaqus untuk Peletakan Beban Kendaraan pada
Pelat Perkerasan Kaku Jalan Jalan Nasional di Kabupaten Demak

4.4.4. Parameter Tanah Dasar (Subgrade)


Untuk memodelkan struktur dari tanah dasar, solusi Boussinesq digunakan supaya asumsi
bahwa media tanah yang digunakan memiliki sifat isotropik, homogen, dan linier-elastis
dapat dimodelkan menjadi tebal struktur tanah dasar. Perhitungan tebal tersebut mengikuti
grafik distribusi beban untuk beban persegi pada Gambar 3.9 sebagai berikut:
a. Global Model
X adalah lebar bidang kontak ban dan Y adalah panjang bidang kontak ban sedangkan
Z adalah nilai tebal tanah dasar yang digunakan untuk pemodelan.
 XGM = 0,568m ; YGM = 0,359m ; ZGM (trial) = 2,00m
, ,
 𝑛 = = = 0,179 ; 𝑚 = = = 0,284
, ,

Nilai-nilai diatas, dimasukkan kedalam Gambar 3.9 sebagai berikut:

41
Gambar 4.13 Grafik Distribusi Tegangan di Bawah Beban Persegi Panjang untuk
Global Model pada Penelitian Terkait

 𝐼 = 0,0204
,
 Pd = 111,207 kN  𝑞 = =( )( ,
= 545,57 𝑘𝑁/𝑚
, )

 𝜎 =𝑞 𝐼 = (545,57)(0,0204) = 11,129 𝑘𝑁/𝑚


b. Beban terbesar (luasan roda dibagi empat)
X adalah lebar bidang kontak ban dibagi dengan empat dan Y adalah panjang bidang
kontak ban deibagi dengan empat sedangkan Z adalah nilai tebal tanah dasar yang
digunakan untuk pemodelan.
 XBT = 0,568m / 4 = 0,284m ; YBT = 0,359m / 4 = 0,179m ; ZBT (trial) = 2,00m
, ,
 𝑛 = = = 0,0897 ; 𝑚 = = = 0,142
, ,

42
Nilai-nilai diatas, dimasukkan kedalam Gambar 3.9 sebagai berikut:

Gambar 4.14 Grafik Distribusi Tegangan di Bawah Beban Persegi Panjang untuk
Beban Roda Terberat pada Penelitian Terkait

 𝐼 = 0,006
 𝑞 = 545,57 𝑘𝑁/𝑚
 𝜎 =𝑞 𝐼 = (545,57)(0,006) = 13,094 𝑘𝑁/𝑚
Dari hasil perhitungan diatas dapat dibandingkan bahwa,
𝜎 = 13,094 𝑘𝑁/𝑚 > 𝜎 = 11,129 𝑘𝑁/𝑚
Sehingga, hasil tersebut memenuhi kriteria dan nilai Z =2,00m dapat digunakan sebagai
idealisasi tebal tanah dasar pada model penelitian terkait.
Untuk kondisi nilai variasi CBR tanah dasar yang ditentukan adalah sebagai berikut,

43
4.4.4.1. Kondisi nilai CBR tanah dasar seragam, terdiri dari:
a. Seragam 1A dengan CBR 6%,
b. Seragam 1B dengan CBR 18,23%,
c. Seragam 1C dengan CBR 33,91%.
4.4.4.2. Kondisi nilai CBR tanah dasar tak seragam arah melintang jalan, terdiri dari:
a. Tak seragam arah melintang 2A dengan kombinasi nilai CBR 6% dan CBR
18,23%,
b. Tak seragam arah melintang 2B dengan kombinasi nilai CBR 6% dan CBR
33,91%,
c. Tak seragam arah melintang 2C dengan kombinasi nilai CBR 18,23% dan CBR
33,91%.
4.4.4.3. Kondisi nilai CBR tanah dasar tak seragam pada tepi arah memanjang jalan,
terdiri dari:
a. Tak seragam arah memanjang 3A dengan kombinasi nilai CBR 6% dan CBR
18,23%,
b. Tak seragam arah memanjang 3B dengan kombinasi nilai CBR 6% dan CBR
33,91%,
c. Tak seragam arah memanjang 3C dengan kombinasi nilai CBR 18,23% dan
CBR 33,91%.
4.4.4.4. Kondisi nilai CBR tanah dasar tak seragam pada tepi arah memanjang jalan,
terdiri dari:
a. Tak seragam pada tepi arah memanjang 4A dengan kombinasi nilai CBR 6%
dan CBR 18,23%,
b. Tak seragam pada tepi arah memanjang 4B dengan kombinasi nilai CBR 6%
dan CBR 33,91%,
c. Tak seragam pada tepi arah memanjang 4C dengan kombinasi nilai CBR
18,23% dan CBR 33,91%.
4.4.4.5. Kondisi nilai CBR tanah dasar tak seragam secara acak dengan kombinasi antara
nilai CBR 6%, CBR 18,23% dan CBR 33,91%.

44
Gambar 4.15 Tiga Belas (13) Variasi Nilai CBR pada Tanah Dasar yang Digunakan dalam
Analisis Metode Finite Element

45
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pemodelan Perkerasan Kaku

Dalam penelitian ini, jenis model yang digunakan adalah 3D Solid, dengan menggunakan
aplikasi Abaqus. Dalam aplikasi Abaqus, unit satuan ditentukan sendiri oleh pengguna,
namun dibutuhkan konsistensi dalam penggunaan unit satuan agar hasil analisis tepat dan
akurat. Pemodelan dimulai dengan mengidentifikasi parameter yang digunakan untuk
setiap modul akan digunakan untuk analisis menggunakan Abaqus.
Module Part adalah tahapan pertama dalam input permodelan Abaqus. Pada module ini,
dilakukan pembuatan Part untuk masing• masing layer pada perkerasan kaku dengan
dimensi tertentu sesuai dengan gambar kerja yang telah diperoleh sebelumnya. Tahapan
kedua dalam pemodelan Abaqus adalah menentukan material Properties untuk masing-
masing Part. Adapun kegunaan dalam module ini antara lain:
a. Mendefinisikan material bahan yang akan digunakan,
b. Mendefinisikan Section yang akan diberikan sifat material,
c. Menentukan kalibrasi material.
Setelah melakukan identifikasi dan penentuan bahan yang akan digunakan, maka langkah
selanjutnya adalah menggabungkan atau Assembly beberapa Part menjadi kesatuan dari
model secara utuh sehingga masing-masing Part bersifat independen terhadap satu
dengan yang lainnya.
Pada module Step, pengguna dapat memilih jenis analisis yang akan digunakan dalam
pemodelan. Penelitian ini menggunakan parameter bahan dari nilai CBR tanah. Pada
module Interaction, pengguna mendefinisikan jenis interaksi antar kedua permukaan
(surface) yang bertemu atau memiliki gesekan satu sama lain. Dalam penelitian ini,
digunakan Interaction berupa Tangential Behavior (friction dan elastic slip), serta Normal
Behavior (hard, soft, damped contact dan separation). Tangential Behavior yang akan
digunakan dalam pemodelan ini berupa Penalty. Metode Penalty tersedia di
ABAQUS/Standar untuk menerapkan batasan kontak dalam arah normal. Pemilihan
Penalty didasarkan pada kemungkinan beberapa gerakan relatif dari permukaan ketika
seharusnya antar permukaan yang menempel. Sementara permukaan yang seharusnya
menempel, maka besarnya gaya gesek terbatas pada elastic slip condition. Normal
Behavior yang akan digunakan dalam pemodelan berupa Hard Contact (Abaqus CAE
Guide User, 2014).
Penelitian ini akan memasukkan nilai koefisien friksi pada masing-masing layer. Pada
umumnya, nilai koefisien friksi yang digunakan memiliki kesamaan dengan penelitian
sebelumnya, namun yang berbeda adalah penggunaan lembaran plastik di atas
permukaan lean concrete dan penggunaan lembaran plastik di atas permukaan lapis
perkerasan asli. Bilamana diberikan lembaran plastik, maka nilai koefisien friksi yang

46
akan digunakan adalah sebesar 0,25 (Pettersson and Alemo, 2000). Bilamana diberikan
lembaran plastik, maka nilai koefisien friksi yang akan digunakan adalah sebesar 0,7
(Knapton, 2003).
Pada module Loads, pengguna dapat memasukkan pembebanan yang akan digunakan
dalam pemodelan. Dalaam penelitian ini, dikarenakan bertempat di jalan Nasional atau
jalan kelas I, maka akan digunakan beban truk dengan MST 10 ton. Terkait dengan
Boundary Condition yang akan digunakan adalah sendi dan rol. Seluruh sistem dibiarkan
berubah bentuk dalam arah vertikal kecuali permukaan bawah lapisan tanah dasar, yang
dicegah untuk bergerak baik dalam arah horizontal maupun vertikal. Semua bidang
vertikal lapisan dasar dan lapisan tanah dasar dicegah dari deformasi dalam arah
horizontal (karena simetri dan domain tak terbatas). Kedua pelat beton dicegah dari
deformasi dalam arah horizontal hanya pada bidang simetri (bidang potong) (El-nakib,
2007).
Pada tahap Mesh dilakukan pembagian sebuah struktur model menjadi beberapa elemen.
Ukuran elemen yang digunakan pada model ini adalah 200 mm.

5.2. Respons Struktur Perkerasan Kaku

Analisis respons struktur ini digunakan untuk mengetahui respons perkerasan terhadap
beban yang bekerja. Untuk mengetahui kapasitas kekuatan perkerasan kaku, maka penulis
akan meninjau respons yang terjadi sebagai berikut:
a. Tegangan
b. Lendutan
c. Kelelahan (Fatigue)
Modulus of Rupture (𝑓 ) pada beton perkerasan kaku ditentukan sebagai berikut:

𝑓 = 0,62 λ 𝑓′𝑐 (5.1)

𝑓 = 0,62 × (1) × 39,45


𝑓 = 3,894 MPa
Tegangan geser ijin (𝑉 ) pada beton perkerasan kaku ditentukan sebagai berikut:

𝑉 = 𝑓′𝑐 (5.2)

𝑉 = 39,45

𝑉 = 1,047 MPa
5.2.1. Respons Struktur Akibat Variasi Nilai CBR
Beban kendaraan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah beban truk dengan
MST-10 sesuai dengan Permen PUPR No. 15/PRT/M/2018 tentang Penetapan Kelas Jalan
Berdasarkan Fungsi dan Intensitas Lalu Lintas serta Daya Dukung Menerima Muatan
Sumbu Terberat dan Dimensi Kendaraan Bermotor. Selanjutnya model yang telah dibuat

47
akan dianalisis pada tiga posisi pembebanan yaitu posisi pembebanan edge (tepi), posisi
pembebanan interior (dalam) dan posisi pembebanan corner (pojok).
5.2.1.1. Posisi Pembebanan Edge (Tepi)
Hasil analisis dengan aplikasi Abaqus CAE pada posisi pembebanan edge ditampilkan
pada Tabel 5.1. Dapat dilihat bahwa tegangan maksimum pada posisi pembebanan yang
dimaksud terjadi saat variasi Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi CBR 6% dan CBR
33,91%) yaitu 1,500MPa untuk tegangan tarik dan 1,520MPa untuk tegangan tekan. Bila
nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai fr sebesar 3,894MPa, maka nilai-nilai
tersebut masih berada dibawah nilai fr. Untuk tegangan geser maksimum pada posisi
pembebanan yang sama terjadi saat variasi nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi
CBR 6% dan CBR 33,91%) yaitu 0,280MPa untuk tegangan tarik dan 0,270MPa untuk
tegangan tekan. Bila nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai Vijin sebesar 1,047MPa,
maka nilai-nilai tersebut masih berada dibawah nilai Vijin. Pada Tabel 5.2 menunjukkan
besaran deformasi yang terjadi saat variasi nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi
CBR 6% dan CBR 33,91%) yaitu 0,0689mm arah U1, 0,0487mm arah U2 dan 0,976mm
arah U3.
Melalui Gambar 5.3 dan Gambar 5.4, ditampilkan grafik yang menunjukkan nilai tegangan
tarik antar variasi pembebanan pada posisi pembebanan Edge (tepi) sehingga dapat
dibandingkan antara nilai tegangan yang didapat ketika kondisi nilai CBR seragam dengan
kondisi ketika nilai CBR bervariasi. Tanah dasar dengan nilai CBR seragam (1A, 1B, 1C)
memiliki nilai tegangan tarik dan tegangan tekan yang relatif lebih rendah dibandingkan
sebagian besar kasus variasi nilai CBR yang tidak seragam.
Untuk kasus variasi tak seragam melintang (2A & 2B) dan variasi tak seragam tepi (4A
& 4B) menghasilkan tegangan relatif lebih tinggi dibanding kasus seragam (1A). Untuk
kasus variasi tak seragam melintang (3C), variasi tak seragam tepi (4C) dan variasi tak
seragam acak (5A) menghasilkan tegangan relatif lebih tinggi dibanding kasus seragam
(1B). Untuk variasi tak seragam memanjang (3A, 3B & 3C) menghasilkan tegangan relatif
lebih rendah dibanding kasus seragam (1A & 1B). Secara keseluruhan, kasus variasi tak
seragam tepi 4B dengan nilai CBR 6% dan CBR 33,91% memiliki nilai tegangan yang
lebih tinggi untuk semua variabel yang dianalisis.

48
Tabel 5.1 Tegangan Akibat Beban pada Posisi Pembebanan Edge dengan Berbagai
Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis pada Perkerasan Kaku menggunakan
Metode Finite Element

Variasi S11 S22 S33 S12 S13 S23


Letak Nilai CBR Tanah (MPa) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa)
Seragam tarik 1,205 0,878 0,065 0,210 0,209 0,131
1A (6%) tekan 1,228 1,040 0,465 0,211 0,208 0,157
Seragam tarik 0,864 0,629 0,031 0,159 0,189 0,140
1B (18,23%) tekan 0,875 0,761 0,466 0,158 0,188 0,147
Seragam tarik 0,725 0,524 0,027 0,145 0,178 0,142
1C (33,91%) tekan 0,740 0,651 0,466 0,144 0,177 0,141
Tak Seragam Melintang tarik 1,245 0,844 0,046 0,193 0,217 0,160
2A (6%, 18,23%) tekan 1,262 1,013 0,530 0,190 0,210 0,173
Tak Seragam Melintang tarik 1,347 0,882 0,040 0,206 0,231 0,189
2B (6%, 33,91%) tekan 1,377 1,080 0,617 0,188 0,226 0,197
Tak Seragam Melintang tarik 0,965 0,663 0,027 0,170 0,202 0,162
2C (33,91%; 18,23%) tekan 0,984 0,816 0,530 0,166 0,203 0,165
Tak Seragam Memanjang tarik 1,039 0,688 0,055 0,190 0,215 0,164
3A (6%, 18,23%) tekan 1,052 0,846 0,530 0,190 0,215 0,177
Tak Seragam Memanjang tarik 0,997 0,859 0,054 0,193 0,232 0,199
3B (6%, 33,91%) tekan 1,018 1,030 0,710 0,192 0,231 0,204
Tak Seragam Memanjang tarik 0,841 0,543 0,032 0,152 0,201 0,163
3C (18,23%, 33,91%) tekan 0,859 0,692 0,530 0,149 0,201 0,166
Tak Seragam Tepi tarik 1,322 1,105 0,058 0,229 0,237 0,127
4A (6% ; 18,23%) tekan 1,344 1,288 0,529 0,225 0,236 0,182
Tak Seragam Tepi tarik 1,500 1,350 0,068 0,278 0,275 0,132
4B (6% ; 33,91%) tekan 1,522 1,561 0,616 0,274 0,273 0,216
Tak Seragam Tepi tarik 0,974 0,761 0,030 0,190 0,215 0,148
4C (18,23%, 33,91%) tekan 0,987 0,910 0,530 0,188 0,214 0,169
Tak Seragam Acak tarik 0,997 0,744 0,045 0,182 0,231 0,193
5A (6% ; 18,23% ; 33,91%) tekan 1,020 0,923 0,615 0,179 0,234 0,200

Tabel 5.2 Deformasi Akibat Beban pada Posisi Pembebanan Edge dengan Berbagai
Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis pada Perkerasan Kaku menggunakan
Metode Finite Element

Variasi U1 U2 U3
Letak Nilai CBR Tanah (mm) (mm) (mm)
Seragam 1A 0,062 0,039 0,910
Seragam 1B 0,036 0,020 0,404
Seragam 1C 0,026 0,014 0,250
Tak Seragam Melintang 2A 0,048 0,030 0,655
Tak Seragam Melintang 2B 0,044 0,028 0,587
Tak Seragam Melintang 2C 0,032 0,019 0,354
Tak Seragam Memanjang 3A 0,048 0,031 0,603
Tak Seragam Memanjang 3B 0,043 0,039 0,497
Tak Seragam Memanjang 3C 0,032 0,020 0,327
Tak Seragam Tepi 4A 0,063 0,040 0,907
Tak Seragam Tepi 4B 0,069 0,048 0,976
Tak Seragam Tepi 4C 0,039 0,022 0,438
Tak Seragam Acak 5A 0,038 0,026 0,412

49
Posisi Beban = Edge Skala 1:200
Variasi = Tak Seragam Tepi 4B

Starik max=1,500 MPa


Stekan max=1,522MPa

`
Gambar 5.1 Tegangan Arah Memanjang Pelat Perkerasan Kaku Akibat Beban pada Posisi
Pembebanan Edge dengan Variasi Nilai CBR yang Menghasilkan Tegangan
Terbesar

Posisi Beban = Edge Skala 1:200


Variasi = Seragam 1A

Starik max=1,205MPa

Stekan max=1,228MPa

Gambar 5.2 Tegangan Arah Memanjang Pelat Perkerasan Kaku Akibat Beban pada Posisi
Pembebanan Edge dengan Variasi Nilai CBR Seragam 1A

1,8
1,6
Tegangan Tarik (MPa)

1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Tak Seragam Acak 5A
Tak Seragam Memanjang 3A

Tak Seragam Memanjang 3B

Tak Seragam Memanjang 3C


Seragam 1A

Seragam 1B

Seragam 1C

Tak Seragam Melintang 2A

Tak Seragam Melintang 2B

Tak Seragam Melintang 2C

Tak Seragam Tepi 4A

Tak Seragam Tepi 4B

Tak Seragam Tepi 4C

S11 S22
S33 S12
S13 S23

Gambar 5.3 Grafik Nilai Tegangan Tarik Maksimum Akibat Beban pada Posisi
Pembebanan Edge dengan Berbagai Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis
pada Perkerasan Kaku menggunakan Metode Finite Element

50
1,8
1,6

Tegangan Tekan (MPa)


1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Seragam 1A

Tak Seragam Memanjang 3A

Tak Seragam Memanjang 3B

Tak Seragam Memanjang 3C

Tak Seragam Tepi 4A


Seragam 1B

Seragam 1C

Tak Seragam Melintang 2A

Tak Seragam Melintang 2B

Tak Seragam Melintang 2C

Tak Seragam Tepi 4B

Tak Seragam Tepi 4C

Tak Seragam Acak 5A


S11 S22
S33 S12
S13 S23

Gambar 5.4 Grafik Nilai Tegangan Tekan Maksimum Akibat Beban pada Posisi
Pembebanan Edge dengan Berbagai Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis
pada Perkerasan Kaku menggunakan Metode Finite Element
5.2.1.2. Posisi Pembebanan Interior (Dalam)
Hasil analisis dengan aplikasi Abaqus CAE pada posisi pembebanan interior ditampilkan
pada Tabel 5.3. dapat dilihat bahwa tegangan maksimum pada posisi pembebanan yang
dimaksud terjadi saat variasi nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi CBR 6% dan
CBR 33,91%) yaitu 0,939MPa untuk tegangan tarik dan 1,004MPa untuk tegangan tekan.
Bila nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai fr sebesar 3,894MPa, maka nilai-nilai
tersebut masih berada dibawah nilai fr. Untuk tegangan geser maksimum pada posisi
pembebanan yang sama terjadi saat variasi nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi
CBR 6% dan CBR 33,91%) yaitu 0,190MPa untuk tegangan tarik dan 0,191MPa untuk
tegangan tekan. Bila nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai Vijin sebesar 1,047MPa,
maka nilai-nilai tersebut masih berada dibawah nilai Vijin. Pada Tabel 5.4 menunjukkan
besaran deformasi yang terjadi saat variasi nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi
CBR 6% dan CBR 33,91%) yaitu 0,0458mm arah U1, 0,0312mm arah U2 dan 0,624mm
arah U3.
Melalui Gambar 5.7 dan Gambar 5.8, ditampilkan grafik yang menunjukkan nilai
tegangan tarik antar variasi pembebanan pada posisi pembebanan interior (dalam)
sehingga dapat dibandingkan antara nilai tegangan yang didapat ketika kondisi nilai CBR
seragam dengan kondisi ketika nilai CBR bervariasi. Tanah dasar dengan nilai CBR
seragam (1A, 1B, 1C) memiliki nilai tegangan tarik dan tegangan tekan yang relatif lebih
rendah dibandingkan sebagian besar kasus variasi nilai CBR yang tidak seragam.
Untuk kasus variasi tak seragam melintang (2A & 2B) dan variasi tak seragam tepi (4A
& 4B) menghasilkan tegangan relatif lebih tinggi dibanding kasus seragam (1A). Untuk
kasus variasi tak seragam melintang (3C), variasi tak seragam tepi (4C) dan variasi tak
seragam acak (5A) menghasilkan tegangan relatif lebih tinggi dibanding kasus seragam

51
(1B). Untuk variasi tak seragam memanjang (3A, 3B & 3C) menghasilkan tegangan relatif
lebih rendah dibanding kasus seragam (1A & 1B). Secara keseluruhan, kasus variasi tak
seragam tepi 4B dengan nilai CBR 6% dan CBR 33,91% memiliki nilai tegangan yang
lebih tinggi untuk semua variabel yang dianalisis.

Tabel 5.3 Tegangan Akibat Beban pada Posisi Pembebanan Interior dengan Berbagai
Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis pada Perkerasan Kaku menggunakan
Metode Finite Element
Variasi S11 S22 S33 S12 S13 S23
Letak Nilai CBR Tanah (MPa) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa)
Seragam tarik 0,829 0,586 0,055 0,174 0,164 0,125
1A (6%) tekan 0,855 0,699 0,480 0,175 0,163 0,131
Seragam tarik 0,587 0,477 0,027 0,131 0,152 0,123
1B (18,23%) tekan 0,616 0,590 0,489 0,128 0,151 0,120
Seragam tarik 0,496 0,423 0,020 0,114 0,146 0,122
1C (33,91%) tekan 0,529 0,536 0,111 0,111 0,145 0,115
Tak Seragam Melintang tarik 0,916 0,650 0,042 0,182 0,188 0,153
2A (6%, 18,23%) tekan 0,954 0,797 0,596 0,178 0,183 0,154
Tak Seragam Melintang tarik 0,914 0,659 0,039 0,175 0,188 0,164
2B (6%, 33,91%) tekan 0,961 0,815 0,652 0,160 0,188 0,162
Tak Seragam Melintang tarik 0,655 0,516 0,025 0,137 0,165 0,140
2C (33,91%; 18,23%) tekan 0,691 0,648 0,560 0,128 0,166 0,134
Tak Seragam Memanjang tarik 0,877 0,809 0,052 0,174 0,200 0,156
3A (6%, 18,23%) tekan 0,916 0,921 0,607 0,171 0,199 0,162
Tak Seragam Memanjang tarik 0,900 0,893 0,054 0,162 0,214 0,174
3B (6%, 33,91%) tekan 0,941 1,015 0,659 0,161 0,213 0,174
Tak Seragam Memanjang tarik 0,636 0,581 0,025 0,135 0,173 0,139
3C (18,23%, 33,91%) tekan 0,675 0,703 0,562 0,133 0,172 0,137
Tak Seragam Tepi tarik 0,942 0,671 0,049 0,178 0,198 0,145
4A (6% ; 18,23%) tekan 0,976 0,818 0,580 0,170 0,197 0,151
Tak Seragam Tepi tarik 0,964 0,764 0,049 0,194 0,211 0,157
4B (6% ; 33,91%) tekan 1,004 0,919 0,621 0,191 0,210 0,175
Tak Seragam Tepi tarik 0,650 0,470 0,025 0,134 0,169 0,131
4C (18,23%, 33,91%) tekan 0,685 0,601 0,553 0,130 0,168 0,131
Tak Seragam Acak tarik 0,855 0,724 0,041 0,164 0,190 0,169
5A (6% ; 18,23% ; 33,91%) tekan 0,899 0,863 0,610 0,163 0,186 0,158

Tabel 5.4 Deformasi Akibat Beban pada Posisi Pembebanan Interior dengan Berbagai
Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis pada Perkerasan Kaku menggunakan
Metode Finite Element
Variasi U1 U2 U3
Letak Nilai CBR Tanah (mm) (mm) (mm)
Seragam 1A 0,045 0,032 0,630
Seragam 1B 0,024 0,018 0,258
Seragam 1C 0,017 0,013 0,152
Tak Seragam Melintang 2A 0,036 0,028 0,470
Tak Seragam Melintang 2B 0,030 0,025 0,386
Tak Seragam Melintang 2C 0,021 0,017 0,222
Tak Seragam Memanjang 3A 0,038 0,024 0,484
Tak Seragam Memanjang 3B 0,036 0,022 0,458
Tak Seragam Memanjang 3C 0,022 0,017 0,231
Tak Seragam Tepi 4A 0,047 0,027 0,641
Tak Seragam Tepi 4B 0,046 0,031 0,624
Tak Seragam Tepi 4C 0,025 0,016 0,267
Tak Seragam Acak 5A 0,029 0,023 0,363

52
Posisi Beban = Interior Skala 1:200
Variasi = Tak Seragam Tepi 4B
Starik max=0,964MPa
Stekan max=1,004MPa

Gambar 5.5 Tegangan Arah Memanjang Pelat Perkerasan Kaku Akibat Beban pada Posisi
Pembebanan Interior dengan Variasi Nilai CBR yang Menghasilkan
Tegangan Terbesar

Posisi Beban = Interior Skala 1:200


Variasi = Seragam 1A

Starik max=0,829MPa
Stekan max=0,855MPa

Gambar 5.6 Tegangan Arah Memanjang Pelat Perkerasan Kaku Akibat Beban pada Posisi
Pembebanan Interior dengan Variasi Nilai CBR Seragam 1A

1,2

1
Tegangan Tarik (MPa)

0,8

0,6

0,4

0,2

0
Tak Seragam Memanjang 3A
Seragam 1B

Seragam 1C

Tak Seragam Memanjang 3B

Tak Seragam Memanjang 3C

Tak Seragam Tepi 4A

Tak Seragam Acak 5A


Tak Seragam Melintang 2A
Seragam 1A

Tak Seragam Melintang 2B

Tak Seragam Melintang 2C

Tak Seragam Tepi 4B

Tak Seragam Tepi 4C

S11 S22
S33 S12
S13 S23

Gambar 5.7 Grafik Nilai Tegangan Tarik Maksimum Akibat Beban pada Posisi
Pembebanan Interior dengan Berbagai Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis
pada Perkerasan Kaku menggunakan Metode Finite Element

53
1,2

Tegangan Tekan (MPa)


0,8

0,6

0,4

0,2

Tak Seragam Memanjang 3A

Tak Seragam Acak 5A


Tak Seragam Melintang 2B

Tak Seragam Melintang 2C

Tak Seragam Tepi 4B

Tak Seragam Tepi 4C


Tak Seragam Memanjang 3B

Tak Seragam Memanjang 3C


Seragam 1B

Seragam 1C

Tak Seragam Tepi 4A


Seragam 1A

Tak Seragam Melintang 2A


S11 S22
S33 S12
S13 S23

Gambar 5.8 Grafik Nilai Tegangan Tekan Maksimum Akibat Beban pada Posisi
Pembebanan Interior dengan Berbagai Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis
pada Perkerasan Kaku menggunakan Metode Finite Element

5.2.1.3. Posisi Pembebanan Corner (Pojok)


Hasil analisis dengan aplikasi Abaqus CAE pada posisi pembebanan corner ditampilkan
pada Tabel 5.5. Dapat dilihat bahwa tegangan maksimum pada posisi pembebanan yang
dimaksud terjadi saat variasi nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi CBR 6% dan
CBR 33,91%) yaitu 1,33MPa untuk tegangan tarik dan 1,365MPa untuk tegangan tekan.
Bila nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai fr sebesar 3,894MPa, maka nilai-nilai
tersebut masih berada dibawah nilai fr. Untuk tegangan geser maksimum pada posisi
pembebanan yang sama terjadi saat variasi nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi
CBR 6% dan CBR 33,91%) yaitu 0,297MPa untuk tegangan tarik dan 0,299MPa untuk
tegangan tekan. Bila nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai Vijin sebesar 1,047MPa,
maka nilai-nilai tersebut masih berada dibawah nilai Vijin. Pada Tabel 5.6 menunjukkan
besaran deformasi yang terjadi saat variasi nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi
CBR 6% dan CBR 33,91%) yaitu 0,0874mm arah U1, 0,0542mm arah U2 dan 1,067mm
arah U3.
Melalui Gambar 5.11 dan Gambar 5.12, ditampilkan grafik yang menunjukkan nilai
tegangan tarik antar variasi pembebanan pada posisi pembebanan corner (pojok) sehingga
dapat dibandingkan antara nilai tegangan yang didapat ketika kondisi nilai CBR seragam
dengan kondisi ketika nilai CBR bervariasi. Tanah dasar dengan nilai CBR seragam (1A,
1B, 1C) memiliki nilai tegangan tarik dan tegangan tekan yang relatif lebih rendah
dibandingkan sebagian besar kasus variasi nilai CBR yang tidak seragam.
Untuk kasus variasi tak seragam melintang (2A & 2B) dan variasi tak seragam tepi (4A
& 4B) menghasilkan tegangan relatif lebih tinggi dibanding kasus seragam (1A). Untuk
kasus variasi tak seragam melintang (3C), variasi tak seragam tepi (4C) dan variasi tak

54
seragam acak (5A) menghasilkan tegangan relatif lebih tinggi dibanding kasus seragam
(1B). Untuk variasi tak seragam memanjang (3A, 3B & 3C) menghasilkan tegangan relatif
lebih rendah dibanding kasus seragam (1A & 1B). Secara keseluruhan, kasus variasi tak
seragam tepi 4B dengan nilai CBR 6% dan CBR 33,91% memiliki nilai tegangan yang
lebih tinggi untuk semua variabel yang dianalisis.
Tabel 5.5 Tegangan Akibat Beban pada Posisi Pembebanan Corner dengan Berbagai
Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis pada Perkerasan Kaku menggunakan
Metode Finite Element
Variasi S11 S22 S33 S12 S13 S23
Letak Nilai CBR Tanah (MPa) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa)
Seragam tarik 1,053 0,877 0,199 0,213 0,207 0,208
1A (6%) tekan 1,081 1,044 0,764 0,217 0,199 0,210
Seragam tarik 0,780 0,652 0,171 0,159 0,189 0,212
1B (18,23%) tekan 0,805 0,782 0,692 0,154 0,156 0,199
Seragam tarik 0,664 0,558 0,015 0,143 0,178 0,207
1C (33,91%) tekan 0,688 0,673 0,657 0,137 0,136 0,197
Tak Seragam Melintang tarik 1,246 0,977 0,215 0,267 0,268 0,252
2A (6%, 18,23%) tekan 1,285 1,182 0,962 0,273 0,225 0,270
Tak Seragam Melintang tarik 1,270 1,117 0,254 0,306 0,305 0,251
2B (6%, 33,91%) tekan 1,312 1,320 0,999 0,316 0,264 0,303
Tak Seragam Melintang tarik 0,965 0,663 0,027 0,170 0,202 0,162
2C (33,91%; 18,23%) tekan 0,984 0,816 0,530 0,166 0,203 0,165
Tak Seragam Memanjang tarik 0,998 0,830 0,173 0,226 0,232 0,266
3A (6%, 18,23%) tekan 1,031 0,989 0,873 0,226 0,195 0,272
Tak Seragam Memanjang tarik 0,899 0,968 0,206 0,231 0,232 0,288
3B (6%, 33,91%) tekan 0,934 1,132 0,905 0,232 0,182 0,301
Tak Seragam Memanjang tarik 0,767 0,629 0,158 0,152 0,202 0,237
3C (18,23%, 33,91%) tekan 0,795 0,754 0,747 0,151 0,156 0,236
Tak Seragam Tepi tarik 1,258 1,217 0,271 0,255 0,254 0,216
4A (6% ; 18,23%) tekan 1,292 1,425 0,966 0,256 0,242 0,227
Tak Seragam Tepi tarik 1,330 1,390 0,308 0,297 0,273 0,211
4B (6% ; 33,91%) tekan 1,365 1,615 1,055 0,299 0,259 0,246
Tak Seragam Tepi tarik 0,882 0,793 0,202 0,191 0,215 0,225
4C (18,23%, 33,91%) tekan 0,910 0,941 0,797 0,185 0,178 0,213
Tak Seragam Acak tarik 0,840 0,889 0,188 0,211 0,215 0,271
5A (6% ; 18,23% ; 33,91%) tekan 0,872 1,040 0,848 0,212 0,171 0,279

Tabel 5.6 Deformasi Akibat Beban pada Posisi Pembebanan Corner dengan Berbagai
Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis pada Perkerasan Kaku menggunakan
Metode Finite Element
Variasi U1 U2 U3
Letak Nilai CBR Tanah (mm) (mm) (mm)
Seragam 1A 0,076 0,044 0,976
Seragam 1B 0,042 0,024 0,443
Seragam 1C 0,030 0,019 0,287
Tak Seragam Melintang 2A 0,081 0,049 1,042
Tak Seragam Melintang 2B 0,092 0,054 1,202
Tak Seragam Melintang 2C 0,032 0,019 0,354
Tak Seragam Memanjang 3A 0,062 0,038 0,691
Tak Seragam Memanjang 3B 0,050 0,033 0,537
Tak Seragam Memanjang 3C 0,037 0,024 0,363
Tak Seragam Tepi 4A 0,086 0,049 1,062
Tak Seragam Tepi 4B 0,087 0,542 1,067
Tak Seragam Tepi 4C 0,046 0,029 0,483
Tak Seragam Acak 5A 0,046 0,031 0,489

55
Posisi Beban = Corner
Variasi = Tak Seragam Tepi 4B
Starik max=1,330MPa
Stekan max=1,365MPa

Skala 1:200

Gambar 5.9 Tegangan Terbesar Pelat Perkerasan Kaku Akibat Beban pada Posisi
Pembebanan Corner dengan Variasi Nilai CBR yang Menghasilkan
Tegangan Terbesar

Posisi Beban = Corner


Variasi = Seragam 1A

Starik max=1,053MPa
Stekan max=1,081MPa

Skala 1:200

Gambar 5.10 Tegangan Terbesar Pelat Perkerasan Kaku Akibat Beban pada Posisi
Pembebanan Corner dengan Variasi Nilai CBR Seragam 1A

1,8
1,6
Tegangan Tarik (MPa)

1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Seragam 1A

Tak Seragam Melintang 2A

Tak Seragam Acak 5A


Tak Seragam Memanjang 3A
Seragam 1B

Seragam 1C

Tak Seragam Memanjang 3B

Tak Seragam Memanjang 3C

Tak Seragam Tepi 4A

Tak Seragam Tepi 4B

Tak Seragam Tepi 4C


Tak Seragam Melintang 2B

Tak Seragam Melintang 2C

S11 S22
S33 S12
S13 S23

56
Gambar 5.11 Grafik Nilai Tegangan Tarik Maksimum Akibat Beban pada Posisi
Pembebanan Corner dengan Berbagai Variasi Nilai CBR dari Hasil
Analisis pada Perkerasan Kaku menggunakan Metode Finite Element

1,8
1,6
Tegangan Tekan (MPa)
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Seragam 1A

Seragam 1B

Seragam 1C

Tak Seragam Memanjang 3B

Tak Seragam Memanjang 3C

Tak Seragam Tepi 4B

Tak Seragam Tepi 4C


Tak Seragam Memanjang 3A

Tak Seragam Tepi 4A


Tak Seragam Melintang 2A

Tak Seragam Melintang 2B

Tak Seragam Melintang 2C

Tak Seragam Acak 5A


S11 S22
S33 S12
S13 S23

Gambar 5.12 Grafik Nilai Tegangan Tekan Maksimum Akibat Beban pada Posisi
Pembebanan Corner dengan Berbagai Variasi Nilai CBR dari Hasil
Analisis pada Perkerasan Kaku menggunakan Metode Finite Element

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada variabel-variabel yang diberikan, kasus variasi
nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi CBR 6% dan CBR 33,91%) memiliki nilai
tegangan baik tarik maupun tekan yang lebih besar dibanding kasus lainnya, baik kasus
nilai CBR yang seragam maupun yang tidak seragam dalam semua posisi pembebanan.
Nilai tegangan tertinggi yang dihasilkan pada penelitian ini terjadi pada posisi
pembebanan corner (pojok) sesuai yang ditampilkan pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Perbandingan Nilai Tegangan antara Variasi Nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B
dan Seragam 1A pada Posisi Pembebanan Corner dari Hasil Analisis pada
Perkerasan Kaku menggunakan Metode Finite Element
Seragam 1A (6%) Tak Seragam Tepi 4B (6%; Perbandingan
Posisi Beban 33,91%) Peningkatan
Corner Posisi Beban Corner Tegangan
(a) (b) (b) / (a)
tarik 1,053 1,330 126,31%
S11 (MPa)
tekan 1,081 1,365 126,27%
tarik 0,877 1,390 158,44%
S22 (MPa)
tekan 1,044 1,615 154,69%
tarik 0,199 0,308 154,65%
S33 (MPa)
tekan 0,764 1,055 138,14%
tarik 0,213 0,297 139,50%
S12 (MPa)
tekan 0,217 0,299 137,88%
tarik 0,207 0,273 131,64%
S13 (MPa)
tekan 0,199 0,259 129,75%
tarik 0,208 0,211 101,10%
S23 (MPa)
tekan 0,210 0,246 117,06%

57
Pada Tabel 5.7 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan tegangan sebanyak 26,27% untuk
tegangan S11, 58,44% untuk tegangan S22 dan 54,65% untuk tegangan S33. Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh antara ketidakseragaman nilai CBR terhadap
tegangan yang terjadi di struktur perkerasan kaku (pelat beton). Hasil ini juga sejalan
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Brand et al (2013) yang menunjukkan
bahwa tanah dasar kaku dengan tepi lunak dan tanah dasar dengan lokasi lunak dan kaku
yang acak secara signifikan meningkatkan tegangan tarik sekitar 32% dibandingkan
kondisi tanah dasar lunak yang seragam.
5.2.2. Analisis Fatigue
Fatigue (kelelahan) adalah suatu kondisi pengurangan kekuatan material yang disebabkan
oleh beban tarik yang diterapkan secara siklis yang biasanya dibawah kekuatan luluh
material. Konsep analisis kelelahan Portland Cement Association (PCA) adalah untuk
menghindari kegagalan perkerasan (atau inisiasi retak pertama) oleh kelelahan beton
karena pengulangan tegangan kritis (El-Mansy N. et al., 2020). Prosedur analisis fatigue
PCA 1984 dalam Titus-glover et al. (2005), mengestimasi nilai Nf sebagai berikut,
𝑆𝑅 = (5.3)

jika 𝑆𝑅 ≥ 0,55 maka,


log 𝑁 = 11,737– 12,077 𝑆𝑅 (5.4)
jika 0,45 < 𝑆𝑅 < 0,55 maka,
,
𝑁 = (5.5)
,

jika 𝑆𝑅 < 0,45 maka,


𝑁 =∞ (5.6)
dimana,
Nf = Allowable load repetition
MR = Modulus of rupture
SR = Stress ratio
Menurut Titus-glover et al. (2005) persamaan 5.4 sampai 5.6, prosedur PCA dengan model
yang digunakan untuk memperkirakan Nf tidak secara langsung mempertimbangkan
reliability sebagai input. Reliability dibangun dalam model pada tingkat yang telah
ditentukan diyakini lebih besar dari 90%. Dengan didasari hal tersebut, maka menurut
Titus-glover et al. (2005) persamaan fatigue PCA mengasumsikan 90% reliability yang
berarti kemungkinan terjadi kegagalan struktur sebelum umur perkerasan dicapai adalah
10%. Oleh karena itu, dalam persamaan lain yang ditunjukkan pada StreetPave, parameter
p bernilai 10% sehingga dihasilkan persamaan sebagai berikut,
, ,
( )
log 𝑁 = (5.7)
,

58
Dari hasil analisis fatigue yang telah dilakukan, didapatkan hasil berupa jumlah repetisi
beban maksimum yang dapat diterima oleh perkerasan kaku. Dari Tabel 5.7 dapat dilihat
bahwa jika perkerasan kaku pada posisi pembebanan edge (tepi) mendapatkan pengaruh
fatigue tertinggi pada kondisi variasi nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi CBR
6% dan CBR 33,91%) dengan nilai rasio tegangan (SR) terbesar bernilai 40,1%
menghasilkan nilai repetisi beban terkecil sebanyak 2,23x10 10 menurut metode StreetPave
dimana nilainya lebih kecil / lebih berpengaruh dibandingkan kondisi variasi nilai CBR
Seragam 1A (CBR 6%) yaitu 4,32x1017 menurut metode StreetPave dan Seragam 1C
(CBR 33,91%) yaitu 2,58x1054 menurut metode StreetPave.

Tabel 5.8 Analisis Fatigue Akibat Beban pada Posisi Pembebanan Edge dengan Berbagai
Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis pada Perkerasan Kaku menggunakan
Metode Finite Element

Tegangan Nilai Repetisi (Nf)


Variasi fR Rasio
Max Metode Metode
Letak Nilai CBR Tanah (MPa) Tegangan
(MPa) PCA StreetPave
Seragam tarik 1,205 3,894 30,9% unlimited 2,47E+18
1A (6%) tekan 1,228 3,894 31,5% unlimited 4,32E+17
Seragam tarik 0,864 3,894 22,2% unlimited 3,37E+38
1B (18,23%) tekan 0,875 3,894 22,5% unlimited 3,01E+37
Seragam tarik 0,725 3,894 18,6% unlimited 9,19E+56
1C (33,91%) tekan 0,740 3,894 19,0% unlimited 2,58E+54
Tak Seragam Melintang tarik 1,245 3,894 32,0% unlimited 1,27E+17
2A (6%, 18,23%) tekan 1,262 3,894 32,4% unlimited 3,95E+16
Tak Seragam Melintang tarik 1,245 3,894 32,0% unlimited 1,27E+17
2B (6%, 33,91%) tekan 1,377 3,894 35,4% unlimited 4,71E+13
Tak Seragam Melintang tarik 0,965 3,894 24,8% unlimited 1,36E+30
2C (33,91%; 18,23%) tekan 0,984 3,894 25,3% unlimited 7,42E+28
Tak Seragam Memanjang tarik 1,039 3,894 26,7% unlimited 3,68E+25
3A (6%, 18,23%) tekan 1,052 3,894 27,0% unlimited 7,41E+24
Tak Seragam Memanjang tarik 0,997 3,894 25,6% unlimited 1,08E+28
3B (6%, 33,91%) tekan 1,030 3,894 26,4% unlimited 1,16E+26
Tak Seragam Memanjang tarik 0,841 3,894 21,6% unlimited 7,15E+40
3C (18,23%, 33,91%) tekan 0,859 3,894 22,1% unlimited 1,07E+39
Tak Seragam Tepi tarik 1,322 3,894 33,9% unlimited 9,32E+14
4A (6% ; 18,23%) tekan 1,344 3,894 34,5% unlimited 2,69E+14
Tak Seragam Tepi tarik 1,500 3,894 38,5% unlimited 2,02E+11
4B (6% ; 33,91%) tekan 1,561 3,894 40,1% unlimited 2,23E+10
Tak Seragam Tepi tarik 0,974 3,894 25,0% unlimited 3,47E+29
4C (18,23% ; 33,91%) tekan 0,987 3,894 25,3% unlimited 4,88E+28
Tak Seragam Acak tarik 0,997 3,894 25,6% unlimited 9,92E+27
5A (6% ; 18,23% ; 33,91%) tekan 1,020 3,894 26,2% unlimited 4,33E+26

Dari Tabel 5.8 dapat dilihat bahwa jika perkerasan kaku pada posisi pembebanan interior
(dalam) mendapatkan pengaruh fatigue tertinggi pada kondisi variasi nilai CBR Tak
Seragam Tepi 4B (kombinasi CBR 6% dan CBR 33,91%) dengan nilai rasio tegangan (SR)
terbesar bernilai 25,8% menghasilkan nilai repetisi beban terkecil sebanyak 3,88x10 27
menurut metode StreetPave dimana nilainya lebih kecil / lebih berpengaruh dibandingkan
kondisi variasi nilai CBR Seragam 1A (CBR 6%) yaitu 2,48x1039 menurut metode
StreetPave dan Seragam 1C (CBR 33,91%) yaitu 1,24x10111 menurut metode StreetPave.

59
Tabel 5.9 Analisis Fatigue Akibat Beban pada Posisi Pembebanan Interior dengan
Berbagai Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis pada Perkerasan Kaku
menggunakan Metode Finite Element

Tegangan Nilai Repetisi (Nf)


Variasi fR Rasio
Max Metode Metode
Letak Nilai CBR Tanah (MPa) Tegangan
(MPa) PCA StreetPave
Seragam tarik 0,829 3,894 21,3% unlimited 1,51E+42
1A (6%) tekan 0,855 3,894 22,0% unlimited 2,48E+39
Seragam tarik 0,587 3,894 15,1% unlimited 7,22E+90
1B (18,23%) tekan 0,616 3,894 15,8% unlimited 3,98E+81
Seragam tarik 0,496 3,894 12,7% unlimited 3,19E+132
1C (33,91%) tekan 0,536 3,894 13,8% unlimited 1,24E+111
Tak Seragam Melintang tarik 0,916 3,894 23,5% unlimited 6,97E+33
2A (6%, 18,23%) tekan 0,954 3,894 24,5% unlimited 8,04E+30
Tak Seragam Melintang tarik 0,916 3,894 23,5% unlimited 6,97E+33
2B (6%, 33,91%) tekan 0,961 3,894 24,7% unlimited 2,56E+30
Tak Seragam Melintang tarik 0,655 3,894 16,8% unlimited 2,21E+71
2C (33,91%; 18,23%) tekan 0,691 3,894 17,8% unlimited 1,59E+63
Tak Seragam Memanjang tarik 0,877 3,894 22,5% unlimited 1,78E+37
3A (6%, 18,23%) tekan 0,921 3,894 23,7% unlimited 2,44E+33
Tak Seragam Memanjang tarik 0,900 3,894 23,1% unlimited 1,57E+35
3B (6%, 33,91%) tekan 1,015 3,894 26,1% unlimited 8,49E+26
Tak Seragam Memanjang tarik 0,636 3,894 16,3% unlimited 1,23E+76
3C (18,23%, 33,91%) tekan 0,703 3,894 18,1% unlimited 7,39E+60
Tak Seragam Tepi tarik 0,942 3,894 24,2% unlimited 6,23E+31
4A (6% ; 18,23%) tekan 0,976 3,894 25,1% unlimited 2,39E+29
Tak Seragam Tepi tarik 0,964 3,894 24,8% unlimited 1,60E+30
4B (6% ; 33,91%) tekan 1,004 3,894 25,8% unlimited 3,88E+27
Tak Seragam Tepi tarik 0,650 3,894 16,7% unlimited 2,79E+72
4C (18,23% ; 33,91%) tekan 0,685 3,894 17,6% unlimited 3,16E+64
Tak Seragam Acak tarik 0,855 3,894 22,0% unlimited 2,66E+39
5A (6% ; 18,23% ; 33,91%) tekan 0,899 3,894 23,1% unlimited 1,88E+35

Dari Tabel 5.9 dapat dilihat bahwa jika perkerasan kaku pada posisi pembebanan corner
(pojok) mendapatkan pengaruh fatigue tertinggi pada kondisi variasi nilai CBR Tak
Seragam Tepi 4B (kombinasi CBR 6% dan CBR 33,91%) dengan nilai rasio tegangan (SR)
terbesar bernilai 41,5% menghasilkan nilai repetisi beban terkecil sebanyak 3,93x10 9
menurut metode StreetPave dimana nilainya lebih kecil / lebih berpengaruh dibandingkan
kondisi variasi nilai CBR Seragam 1A (CBR 6%) yaitu 2,58x1023 menurut metode
StreetPave dan Seragam 1C (CBR 33,91%) yaitu 7,52x1063 menurut metode StreetPave.

60
Tabel 5.10 Analisis Fatigue Akibat Beban pada Posisi Pembebanan Corner dengan
Berbagai Variasi Nilai CBR dari Hasil Analisis pada Perkerasan Kaku
menggunakan Metode Finite Element

Tegangan Nilai Repetisi (Nf)


Variasi fR Rasio
Max Metode Metode
Letak Nilai CBR Tanah (MPa) Tegangan
(MPa) PCA StreetPave
Seragam tarik 1,053 3,894 27,0% unlimited 6,56E+24
1A (6%) tekan 1,081 3,894 27,8% unlimited 2,58E+23
Seragam tarik 0,780 3,894 20,0% unlimited 2,22E+48
1B (18,23%) tekan 0,805 3,894 20,7% unlimited 1,33E+45
Seragam tarik 0,664 3,894 17,1% unlimited 1,12E+69
1C (33,91%) tekan 0,688 3,894 17,7% unlimited 7,52E+63
Tak Seragam Melintang tarik 1,246 3,894 32,0% unlimited 1,19E+17
2A (6%, 18,23%) tekan 1,285 3,894 33,0% unlimited 8,79E+15
Tak Seragam Melintang tarik 1,246 3,894 32,0% unlimited 1,19E+17
2B (6%, 33,91%) tekan 1,320 3,894 33,9% unlimited 1,05E+15
Tak Seragam Melintang tarik 0,965 3,894 24,8% unlimited 1,36E+30
2C (33,91%; 18,23%) tekan 0,984 3,894 25,3% unlimited 7,42E+28
Tak Seragam Memanjang tarik 0,998 3,894 25,6% unlimited 9,10E+27
3A (6%, 18,23%) tekan 1,031 3,894 26,5% unlimited 1,02E+26
Tak Seragam Memanjang tarik 0,968 3,894 24,9% unlimited 8,21E+29
3B (6%, 33,91%) tekan 1,132 3,894 29,1% unlimited 1,35E+21
Tak Seragam Memanjang tarik 0,767 3,894 19,7% unlimited 1,34E+50
3C (18,23%, 33,91%) tekan 0,795 3,894 20,4% unlimited 1,95E+46
Tak Seragam Tepi tarik 1,258 3,894 32,3% unlimited 5,18E+16
4A (6% ; 18,23%) tekan 1,425 3,894 36,6% unlimited 4,68E+12
Tak Seragam Tepi tarik 1,390 3,894 35,7% unlimited 2,46E+13
4B (6% ; 33,91%) tekan 1,615 3,894 41,5% unlimited 3,93E+09
Tak Seragam Tepi tarik 0,882 3,894 22,6% unlimited 6,48E+36
4C (18,23% ; 33,91%) tekan 0,941 3,894 24,2% unlimited 7,67E+31
Tak Seragam Acak tarik 0,889 3,894 22,8% unlimited 1,33E+36
5A (6% ; 18,23% ; 33,91%) tekan 1,040 3,894 26,7% unlimited 3,25E+25

Dari hasil analisis diatas dapat dilihat bahwa untuk kondisi variasi nilai CBR dan posisi
pembebanan yang memiliki pengaruh paling besar dalam penelitian ini adalah kondisi
variasi nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi CBR 6% dan CBR 33,91%) dengan
posisi pembebanan corner (pojok) dengan nilai rasio tegangan (SR) terbesar bernilai
41,5% dan nilai yang repetisi pembebanan yang dapat ditanggung oleh perkerasan kaku
adalah sebanyak 3,93x109 menurut metode StreetPave, sedangkan metode PCA
menghasilkan nilai unlimited.

61
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis untuk perkerasan kaku pada ruas Jalan Trengguli di Kabupaten
Demak dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Di dalam penelitian ini perkerasan kaku eksisting dimodelkan dalam tiga belas (13)
variasi nilai CBR tanah dasar (subgrade) yang terdiri dari tiga (3) variasi nilai CBR
yang seragam dan sepuluh (10) variasi nilai CBR yang tidak seragam dengan berbagai
kombinasi. Ketebalan dari tanah dasar ditentukan menggunakan persamaan
Boussinesq menghasilkan ketebalan tanah dasar sebesar 2000mm. Posisi pembebanan
roda belakang truk MST-10 dilakukan pada tiga (3) posisi pembebanan yang berbeda
yaitu edge (tepi), interior (dalam), corner (pojok).
2. Hasil respons struktur pada perkerasan kaku akibat pengaruh variasi nilai CBR tanah
dasar dalam penelitian ini adalah nilai tegangan dan deformasi.
a. Nilai tegangan maksimum dari analisis perkerasan kaku eksisting terdapat pada
variasi nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi CBR 6% dan CBR 33,91%)
pada pembebanan corner dengan nilai tegangan tarik sebesar 1,390 MPa arah
melintang (sumbu Y) dari model (S22) dan nilai tegangan tekan sebesar 1,615 MPa
arah melintang (sumbu Y) dari model (S22). Tegangan yang terjadi masih berada
dibawah modulus of rupture.
b. Nilai deformasi dari analisis perkerasan kaku eksisting pada kasus tegangan
terbesar memiliki nilai sebesar 1,067 mm pada arah tebal (sumbu Z) dari model
(U3).
3. Perbandingan hasil tegangan struktur dari analisis pada perkerasan kaku eksisting
antara model dengan variasi nilai CBR tanah dasar yang seragam dengan model
dengan variasi nilai CBR tanah dasar tak seragam dilakukan pada posisi pembebanan
corner ditemukan peningkatan nilai tegangan yang disebabkan oleh ketidakseragaman
nilai CBR tanah dasar.
a. Peningkatan tegangan pada arah memanjang (sumbu X) dari model (S11) antara
variasi Seragam 1A (CBR 6%) dan variasi Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi CBR
6% dan CBR 33,91%) sebesar 26,27%.
b. Peningkatan tegangan pada arah melintang (sumbu Y) dari model (S22) antara
variasi Seragam 1A (CBR 6%) dan variasi Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi CBR
6% dan CBR 33,91%) sebesar 58,44%
c. Peningkatan tegangan pada arah tebal perkerasan (sumbu Z) dari model (S33)
antara variasi Seragam 1A (CBR 6%) dan variasi Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi
CBR 6% dan CBR 33,91%) sebesar 54,65%.
4. Hasil analisis fatigue yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
pengaruh antar variasi nilai CBR yang seragam dan tidak seragam turut menyumbang
pengaruh fatigue dengan kondisi variasi nilai CBR Tak Seragam Tepi 4B (kombinasi

62
CBR 6% dan CBR 33,91%) dengan posisi pembebanan corner (pojok) dengan nilai
rasio tegangan (SR) terbesar bernilai 41,5% dibandingkan dengan kondisi variasi nilai
CBR Seragam 1A (CBR 6%) dengan posisi pembebanan corner (pojok) dengan nilai
rasio tegangan (SR) terbesar bernilai 27,8%.
6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, terdapat usulan dan saran yang
dapat direkomendasikan dari penulis baik kepada proses perencanaan, proses konstruksi
dan pemeliharaan perkerasan kaku maupun kepada penelitian selanjutnya.
1. Perencanaan perkerasan kaku sebaiknya turut menyertakan standard spesifikasi untuk
pelaksanaan yaitu keseragaman nilai CBR tanah dasar. Selanjutnya, proses
pelaksanaan harus secara ketat mengukur nilai CBR sehingga tidak terdapat perbedaan
nilai CBR. Jika ditemukan adanya perbedaan nilai CBR harus segera diperbaiki
sebelum menyebabkan kerusakan yang berdampak pada keamanan dan kenyamanan
pelayanan perkerasan.
2. Pada penelitian terkait, pengaruh dari suhu tidak dianalisis. Untuk mendapatkan hasil
yang mendekati kondisi yang terjadi di lapangan, pengaruh suhu sebaiknya dilakukan
pada penelitian selanjutnya sehingga hasil dari analisis mendekati kondisi asli di
lapangan.
3. Dikarenakan keterbatasan sumber daya dan akses informasi dari penulis, penelitian
terkait menggunakan data sekunder dari perkerasan kaku yang dibangun diatas
perkerasan asli yang telah rusak. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan
mendekati hasil yang lebih ideal, penelitian dilakukan pada perkerasan kaku baru yaitu
yang dibangun pada tanah asli dan lapis drainase yang direcanakan sehingga
menghasilkan lapis perkerasan yang ideal.

63

Anda mungkin juga menyukai