1
Dibuka: Senin, 17 Oktober 2022, 00:00
Jatuh tempo: Senin, 31 Oktober 2022, 15:00
1. ALOR - Dua pelaku investasi bodong, sebesar Rp15 miliar ditangkap polisi. Uang,
emas batangan, dan barang bukti lainnya berhasil disita dari tas milik salah satu pelaku.
AL dan SB ditangkap Satuan Reskrim Polres Alor, di sebuah kapal tol laut tujuan Pulau
Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Minggu 28 Februari 2021. Kedua pelaku ini,
diduga akan mencari lokasi baru tepatnya di daerah Flores, untuk menjalankan aksi
investasi bodong. Kapolres Alor, AKBP Agustinus Christmas mengatakan, kedua pelaku
melakukan aksinya dengan cara meminjam uan g dari korbannya untuk modal, dengan
iming-iming bunga 40 % hingga 100 %. “Alasan investasi dengan jasa event organizer
wedding ini, mereka telah membawa uang dari para korban di beberapa daerah di
Kalimantan sebesar Rp15 miliar,” kata Agustinus. Dari tangan kedua pelaku, setelah
digeledah isi koper bawaan polisi menemukan uang tunai sebesar Rp165 juta, emas
batangan seberat 200 gram. “Kedua pelaku sudah ditahan,” sambungnya. Sementara
uang, emas batangan, cincin dan handphone pelaku telah disita sebagai barang bukti.
Sumber : https://news.okezone.com/read/2021/03/01/340/2370462/2-pelaku-investasi-
bodong-rp15-miliar-ditangkap-polisi
Sumber : https://bisnis.tempo.co/read/1305608/berkas-penyidikan-kasus-pidana-pajak-
pt-gsg-dinyatakan-lengkap/full&view=ok
Setelah membaca berita diatas, uraikan dan berikan analisis anda mengapa tindak
pidana yang terjadi digolongkan sebagai tindak pidana korporasi ! serta berikan
analisis anda keterkaitan Ditjen Pajak dengan Kepolisian dan Kejaksaan!
Jawaban
1. Tindak pidana di bidang ekonomi adalah tindak pidana dengan motif ekonomi atau
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Kejahatan ekonomi memiliki
karakteristik sebagai white collar crimes atau tindak pidana yang dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki kecerdasan, kedudukan dan jabatan tertentu. Pada
contoh kasus 1 yaitu investasi bodong termasuk pada jenis tindak pidana ekonomi
sebagaimana Pasal 378 KUHP jo Pasal 2 Ayat (1) huruf z Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pasal 378 KUHP berbunyi:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang
lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun”.
Pasal 2 Ayat (1) huruf Z Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang berbunyi:
“Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana lain yang diancam dengan
pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut
hukum Indonesia”.
Dapat disimpulkan bahwa Pelaku investasi bodong melanggar Pasal 378 KUHP yaitu
melakukan tindak pidana dengan menipu. Pada kasus ini juga dapat hukum
berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) huruf Z Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang agar hukuman lebih maksimal dan
lebih mudah melacak (tracing) aliran dana hasil kejahatan .
2. Dibandingkan dengan kejahatan tradisional khususnya kejahatan terhadap harta
benda, kejahatan ekonomi mempunyai karakteristik khusus. Kejahatan ekonomi lebih
banyak tergantung pada sistem ekonomi dan tingkat pembangunan suatu
masyarakat. Dengan demikian sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis
ataupun sistem gabungan masing-masing akan memiliki pengaturan tersendiri
tentang apa yang dinamakan kejahatan ekonomi. Berkaitan dengan tindak pidana
ekonomi ini Muladi mengemukakan bahwa yang paling mendasar adalah
pemahaman bahwa tindak pidana di bidang perekonomian merupakan bagian dari
hukum ekonomi yang berlaku di suatu bangsa, sedangkan hukum ekonomi yang
berlaku di suatu negara tidak terlepas dari sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa
tersebut.
Nyoman Serikat Putra Jaya mengemukakan bahwa ada setidaknya tiga karakteristik
kejahatan ekonomi (economic crime) yang menjadikan kejahatan tersebut sebagai
special interest, yaitu:
a. The economics crime adopts methods of operation that are difficult to
distinguish from normal commercial behavior (kejahatan ekonomi
pelaksanaan menggunakan metode atau cara yang sulit membedakannya
dengan perilaku komersialyang normal).
b. Economic crime may involve the participation of economically successful
individual of otherwise upright community standing (kejahatan ekonomi bisa
melibatkan partisipasi dari individu-individu yang sukses di bidang ekonomi,
partisipasi individu-individu yang mempunyai status yang bagus dalam
masyarakat).
c. Many economic crimes present special challenges to prosecutors, to the
criminaljustice system, and to civil liberties (banyak kejahatan ekonomi
menghadirkan tantangan khusus terhadap penuntut umum, terhadap sistim
peradilan pidana, dan terhadap kebebasan perorangan).
3. Subjek hukum dapat dibagi kedalam 2 jenis yaitu manusia (natuurlijke person) dan
Badan hukum (recht person). Jike melihat kedua subjek hukum tersebut maka pelaku
tindak pidana dapat digolongkan juga menjadi 2 macam yaitu manusia dan badan
hukum/korporasi. Dalam contoh kasus bahwa pelaku tindak pidana perpajakan yaitu
PT GSG yang merupakan sebuah badan hukum/korporasi. Tindak pidana korporasi
adalah kejahatan yang dilakukan baik oleh perusahaan maupun individu yang
mewakili perusahaan atau entitas bisnis lainnya.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan penyidik pegawai negeri sipil
(PPNS) selaku badan yang memiliki kewenangan dibidang perpajakan secara
konsisten akan melakukan tindakan penyidikan di bidang perpajakan kepada Wajib
Pajak.
Dalam pelaksanaan penyidikan, kedudukan mau pun eksistensi pejabat pegawai
negeri sipil (PPNS) dalam sistem peradilan pidana dapat dilihat pada ketentuan Pasal
1 ayat (1) jo Pasal 6 Ayat (1) huruf b KUHAP, yang menyatakan bahwa Penyidik
adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia (Penyidik Polri) atau PPNS tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.
Selain pada KUHAP, keberadaan PPNS sebagai penyidik dinyatakan pula dalam
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan peraturan perundang-undangan lain yang menjadi dasar hukum masing-masing
PPNS untuk melakukan penyidikan termasuk Direktorat Jenderal Pajak.
Selanjutnya keterkaitan antara Ditjen Pajak dan Polri yaitu sebagaimana Pasal 108
KUHAP Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang
mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera
melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
Sedangkan hubungan Kejaksaan dengan contoh kasus tersebut diatas yaitu
Kejaksaan RI sebagai Penuntut dalam kasus tindak pidana perpajak. Penuntut umum
adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim hal ini terdapat didalam Pasal 13
KUHAP.