Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SHALAT

Dosen Pengampu: Abdul Hafiz, S.Sos.I.,M.Pd.I.

Disusun Oleh:

Kelompok 2

1. Nisa Lestari
2. Rizki Mandala Putra
3. Muhammad Rofif

FAKUTAS FISIPOL

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH MATARAM

2023/2024
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang ...........................................................................................1


B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2

A. Bagaimana Shalat dalam FIQIH ISLAM.........................................................2


BAB III PENUTUP.......................................................................................................10

A. Kesimpulan ..............................................................................................................10
B. Saran ........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Shalat merupakan salah satu ibadah wajib bagi umat muslim dan shalat merupakan sarana
komunikasi antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya sebagai suatu bentuk ibadah yang di
dalamnya terdapat sebuah amalan yang tersusun dari beberapa ucapan dan perbuatan yang
diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, dan dilakukan sesuai dengan syarat
maupun rukun shalat yang telah ditentukan (Imam Bashari Assayuthi, 30). Shalat terdiri dari
shalat fardhu (wajib) dan shalat sunnah. Shalat fardhu (wajib) sendiri terdiri atas 5 waktu antara
lain subuh, druhur, ashar, maghrib dan isya' Shalat dapat membentuk kecerdasan spiritual bagi
siapa saja yang melakukannya (Agustian, 2001).

Selain itu mempelajari shalat merupakan kewajiban bagi setiap muslim, karena shalat
adalah bentuk pengabdian manusia kepada Allah SWT yang wajib dilaksanakan agar didalam
setiap kegiatannya selalu diberikan keberkahan, kebaikan, kemudahan, dan jalan keluar dari
kesulitan yang menimpa. Adapun manfaat dari melaksanakan shalat menurut Imam Ja'far Al-
Shadiq antara lain yaitu mengajarkan bagaimana agar kita selalu mengawali suatu perbuatan
dengan niat yang baik, dan ini bisa tercermin dari sebelum memulai shalat kita harus selalu
mengawalinya dengan niat. Selain itu manfaat shalat yang lainnya yaitu dapat memperkuat iman,
membangun akhlak yang baik dan moralitas yang tinggi. mengajarkan tentang kesabaran, serta
dapat mencegah dari segala perbuatan yang keji dan mungkar (QS. Al-Ankabut/29:45).

Anak-anak perlu diajarkan untuk mempraktekkan shalat fardhu (wajib) 5 waktu sejak
dini. Hal ini termasuk dalam salah satu ajaran kebaikan sebagai landasan agama dan pendidikan
karakter bagi anak-anak. Tujuan dari mengajarkan shalat fardhu (wajib) 5 waktu sejak dini yaitu
agar anak menjadi simpatik dan terbiasa melakukan shalat sejak usia dini, sehingga mudah
baginya kelak dalam melaksanakan shalat di usia dewasa (Syarhus Sunnah, 2/406).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman Shalat dalam FIQIH Islam.?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Arti dan Kedudukan Shalat

Secara etimologis, shalat berarti do'a dan rahmat (Ahmad Warson Munawwir, 1984:
847). Shalat dengan dua pengertian ini telah dipakai oleh orang Arab sebelum Islam. Shalat
dengan arti do'a ditemukan dalam QS. At-Taubah: 103. Sedangkan dengan arti rahmat
ditemukan dalam QS. Al-Ahzab: 43. Adapun secara terminologis, Shalat adalah:

‫ ُم ْفتَت ََحةُ بِتَ ْكبِي ٍر‬،‫ض َّمنُ َأ ْف َوااًل َوَأ ْن َعااًل مخصوصة‬
َ َ‫صاَل ةُ ِعبَا َدةٌ تَت‬
َّ ‫ال‬

ْ َّ‫هللاِ تَ َعالَى ُم ْختَتَ َمةٌ بِالت‬


‫سلِيم‬

Artinya: Shalat adalah suatu ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan tertentu yang
dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam. (Sayyid Sabiq, 1983, 1: 78).

Secara historis, Al-Qur'an secara tegas menyatakan bahwa ibadah shalat, atas dasar
perintah Allah, sudah dilakukan oleh umat-umat sebelum Nabi Muhammad saw, seperti kepada
Nabi Ibrahim dan anak cucunya (QS. Al-Anbiya': 73 dan Maryam: 55), kepada Nabi Syu'aib
(QS. Huud: 87), kepada Nabi Musa (QS. Thaha: 14), dan kepada Nabi Isa al-Masih (QS.
Maryam: 31). Pernyataan-pernyataan Al-Qur'an ini dibenarkan oleh cerita- cerita yang ada dalam
kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang mengisahkan tata cara beribadah para Nabi
sebelum Muhammad yaitu ada yang dengan cara berdiri, ruku dan sujud seperti tata cara Shalat
umat Nabi Muhammad saw Perintah Shalat dalam Al-Qur'an ditemukan diantaranya dalam ayat-
ayat berikut:

َّ ‫وَأقِي ُموا ال‬


ْ ‫صالةَ َوآتُوا ال َّز َكاةَ َو‬
‫ار َك ُعوا َم َع ال َّرا ِك ِعين‬

Artinya. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang
rukuk (QS. Al-Baqarah: 43).

ْ ‫صاَل ةَ تَ ْن َهى َع ِن ا ْلفَ ْحشَا ِء َوا ْل ُم ْن َك ِر َولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَ ُر َوهَّللا ُ َي ْعلَ ُم َما ت‬
َ‫َصنَعُون‬ َّ ‫ب َوَأقِ ِم ال‬
َّ ‫صاَل ةَ ِإنَّ ال‬ ِ ‫ا ْت ُل َما ُأ‬
ِ ‫وح َي ِإلَيْكَ ِمنَ ا ْل ِكتَا‬

Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-kitab (Al Qur'an) dan
dirikanlah shalat Sesungguhnya Shalat itu mencegah dari (perbuatan perbuatan) keji dan
mungkar Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahu apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Ankabut 45).

َ‫سطَى َوقُو ُموا هَّلِل ِ قَانِتِين‬


ْ ‫صاَل ِة ا ْل ُو‬ َّ ‫َحافِظُوا َعلَى ال‬
ِ ‫صلَ َوا‬
َّ ‫ت َوال‬

Artinya: Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) Shalat wusthaa Dan berdirilah untuk
Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu' (QS. Al-Baqarah: 238).

Shalat dalam Islam merupakan rukun Islam yang kedua.

Nabi saw menyatakan:

َّ‫هَ ِإاَّل هَّللا ُ َوَأن‬tَ‫ َها َد ِة َأنْ اَل ِإل‬t‫ش‬ َ ‫س‬ٍ ‫اَل ُم َعلَى َخ ْم‬t‫س‬ ْ ‫لَّ َم بُنِ َي اِإْل‬t‫س‬
َ ‫ ِه َو‬t‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬t‫ص‬ ُ ‫ض َي هللاُ َع ْن ُه َما قَا َل قَا َل َر‬
َ ِ‫سو ُل هللا‬ ِ ‫عَنْ ا ْب ِن ُع َم َر َر‬
َ‫ضان‬ َ ‫ص ْو ِم َر َم‬ َ ‫صاَل ِة َوِإيتَا ِء ال َّز َكا ِة َوا ْل َح َّج َو‬ َ
َّ ‫سو ُل هللاِ َوِإق ِام ال‬ ُ ‫ُم َح َّمدًا َر‬

Artinya: Dari Ibnu Umar ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: agama Islam dibangun
atas dasar lima unsur, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah; mendirikan shalat; berhaji; membayar zakat dan berpuasa pada bulan
Ramadhan. (HR. Al-Bukhari: 7; Muslim: 21).

Dalam pandangan Islam, Shalat merupakan ibadah yang paling istimewa, unik dan tidak dapat
dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainya. Disebut istimewa dan unik, karena Shalat merupakan
ibadah yang pertama kali diwajibkan dalam Islam, yang langsung diterima oleh Nabi saw saat
melakukan isra' dan mi'raj, tanpa melalui perantara malaikat Jibril (Sayyid Sabiq, 1999:78).
Selain menjadi tiang agama, Shalat juga menjadi ibadah yang pertama kali diperhitungkan di
akhirat dan sekaligus menjadi barometer perhitungan amal perbuatan manusia (HR. At-Tirmizi:
378, An-Nasa'i: 461). Karena itu, sangat logis jika Allah mewajibkan untuk mendirikan Shalat
dalam kondisi apapun, baik saat musafir atau mukim, saat aman ataupun konflik (QS. Al-
Baqarah: 238-239), saat sakit maupun sehat. Dalam pandangan Quraish Shihab, pakar tafsir
Indonesia, menyatakan kewajiban Shalat itu secara berkesinambungan sesuai tuntunan
Rasulullah saw (Quraish Shihab, 2010, I: 215-216).

B. Hukum Meninggalkan Shalat

Seorang Muslim yang telah mukallaf, balig dan berakal lalu meninggalkan Shalat dengan
sengaja, seperti karena malas atau lainnya, maka hukumnya ia telah melakukan tindakan syirik
dan kufur. Dalam hal ini Nabi saw bersabda
َّ ‫سلَّ َم يَقُو ُل ِإنَّ بَيْنَ ال َّر ُج ِل َوبَيْنَ الش ِّْر ِك َوا ْل ُك ْف ِر ت َْر َك ال‬
‫صاَل ِة‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫س ِمعْتُ النَّبِ َّي‬
َ ‫س ِمعْتُ َجابِ ًرا يَقُواُل‬
َ

Artinya: Dari Jabir berkata: aku telah mendengar Nabi saw bersabda: sesungguhnya
(beda) antara seorang (mikmin) dan antara syirik dan kekafiran ialah meninggalkan Shalat.
(HR. Muslim: 116)

Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw bersabda:

‫صاَل ةُ فَ َمنْ تَ َر َك َها فَقَ ْد َكفَ َر‬


َّ ‫سلَّ َم ا ْل َع ْه ُد الَّ ِذي بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ ُه ْم ال‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫عَن بُ َر ْي َدةً قَا َل قَا َل َر‬
َ ِ‫سو ُل هللا‬

Artinya: Dari Buraidah berkata. Rasulullah saw telah bersabda perbedaan antara kita
dengan mereka (orang-orang kafir) itu adalah shalat. Barang siapa yang meninggalkannya
maka dia telah kafir (HR. Ahmad: 1069).

Mayoritas ahli hukum Islam, baik klasik (salaf) maupun kontemporer (khalaf)
berpendapat bahwa terminologi kafir dan syirik seperti disebut dalam hadis di atas maksudnya
adalah syirik dan kafir amalt (dalam tindakan), bukan dalam masalah keimanan (aqidah), karena
jika seseorang telah mengucap dan meyakini syahadat, maka ia termasuk orang beriman
(mukmin). Dalam terminologi fiqih, orang yang meninggalkan Shalat di sini disebut orang fasik,
yang harus diberi nasihat, pelajaran dan disuruh bertaubat. Tetapi jika ada orang yang
meninggalkan Shalat dengan keyakinan bahwa Shalat tidak wajib, maka mereka sepakat
mengklaimnya kafir, baik secara keimanan maupun tindakan (Sayyid Sabiq, 1983, 1: 80-82) dan
kalau meninggal dunia tidak dishalatkan jenazahnya berdasarkan QS. At-Taubah: 84 (Syakir
Jamaluddin, 2010: 45).

C. Fungsi dan Hikmah Shalat

Telah banyak penelitian-penelitian ilmiah yang mengungkap fungsi dan hikmah shalat.
Berikut disebutkan beberapa fungsi dan hikmah Shalat yang langsung diterangkan oleh Al-
Qur'an dan penelitian-penelitian ilmiah modern:

1. Untuk mengingat Allah. Inilah fungsi Shalat yang paling utama. Dengan mengingat Allah,
maka kesadaran terhadap eksistensi, kebesaran, dan kekuasaan Allah dengan segala
konsekuensinya akan muncul pada orang yang shalat. Allah berfirman:
َّ ‫ِإنَّنِي َأنَا هللاُ اَل ِإلَهَ ِإاَّل َأنَا فَا ْعبُ ْدنِي َوَأقِ ِم ال‬
‫صاَل ةَ لِ ِذ ْك ِري‬

Artinya: Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan(yang hak) selain Aku, Maka
sembahlah Aku dan dirikanlah Shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thahaa: 14).

2. Mencegah perbuatan keji dan mungkar. Fungsi ini merupakan salah satu konsekuensi dari
zikrullah. Allah swt berfirman:

ْ ‫صاَل ةَ تَ ْن َهى َع ِن ا ْلفَ ْحشَا ِء َوا ْل ُم ْن َك ِر َولَ ِذ ْك ُر هَّللا ِ َأ ْكبَ ُر َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم َما ت‬
َ‫َصنَعُون‬ َّ ‫ب َوَأقِ ِم ال‬
َّ ‫صاَل ةَ ِإنَّ ال‬ ِ ‫ا ْت ُل َما ُأ‬
ِ ‫وح َي ِإلَيْكَ ِمنَ ا ْل ِكتَا‬

Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al kitab (Al-Qur'an) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya Shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut: 45).

3. Penolong bagi orang yang beriman. Shalat merupakan media komunikasi yang paling efektif
antara makhluk dan khaliq- nya. Saat itulah manusia dianjurkan untuk berdo'a memohon
pertolongan kepada-Nya, lebih-lebih saat sujud. Allah berfirman:

ِ ‫صاَل ِة َوِإنَّ َها لَ َكبِي َرةً ِإاَّل َعلَى ا ْل َخ‬


َ‫اش ِعين‬ َّ ‫ست َِعينُوا بِال‬
َّ ‫ص ْب ِر َوال‬ ْ ‫َوا‬

Artinya: Jadikanlah sabar dan Shalat sebagai penolongmu dan Sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu' (QS. Al-Baqarah: 45).

4. Mendidik dan melatih manusia menjadi hamba yang tenang dalam menghadapi masalah dan
tidak bersikap kikir saat mendapat nikmat dari Allah. Allah swt berfirman:

َّ ‫سهُ الش َُّّر َجزُوعًا َوِإ َذا َم‬


َ ُ ‫سه‬
‫الخ ْي ُر‬ َّ ‫ق َهلُوعًا ِإ َذا َم‬ َ ‫ِإنَّ اِإْل ْن‬
َ ِ‫سانَ ُخل‬

‫َمنُوعًا‬

َ ‫ِإاَّل ا ْل ُم‬
َ ‫صلِّينَ الَّ ِذينَ ُه ْم َعلَى‬
َ‫صاَل تِ ِه ْم دَاِئ ُمون‬
Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, Dan apa- bila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Kecuali orang-
orang yang mengerjakan shalat. Yang mereka itu selalu mengerjakan shalatnya (QS. Al-Ma'arij:
19-23).

D. Syarat Sahnya Shalat

1. Suci dari hadas besar dan kecil. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Maidah: 6 dan sabda
Rasulullah saw

َ ‫سلَّ َم يَقُو ُل اَل تُ ْقبَ ُل‬


ٌ‫صاَل ة‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ‫سو َل هللا‬ َ ‫ِإنِّي‬
ُ ‫س ِمعْتُ َر‬

‫ِب َغ ْي ِر ظُ ُهو ٍر‬

Artinya: Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda: tidak diterima Shalat tanpa
bersuci. (HR. Muslim: 329).

Sedangkan kesucian badan, pakaian dan tempat dari najis didasarkan pada hadis-hadis yang telah
dijelaskan pada bab thaharah

2. Menutup aurat. Hal ini didasarkan firman Allah dan hadis

berikut:

ْ ‫س ِرفُوا ِإنَّهُ اَل يُ ِح ُّب ا ْل ُم‬


َ‫س ِرفِين‬ ْ ‫يَا بَنِي آ َد َم ُخ ُذوا ِزينَتَ ُك ْم ِعن َد ُك ِّل َم‬
ْ ‫س ِج ٍد َو ُكلُوا َوا‬
ْ ُ‫ش َربُوا َواَل ت‬

Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan
dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berlebih-lebihan (QS. Al-A'raf 31).

ِ ‫سلَ َمةَ ْب ِن اَأْل ْك َو‬


ُ ‫ع قَا َل قُ ْلتُ يَا َر‬
‫سو َل هَّللا ِ ِإنِّي َر ُج ٌل‬ َ ‫َح َّدثَنَا ا ْلقَ ْعنِ ُّي َح َّدثَنَا َع ْب ُد ا ْل َع ِزي ِز يَ ْعنِي ابْنَ ُم َح َّم ٍد عَنْ ُمو‬
َ ْ‫سى بي ِإ ْب َرا ِهي َم عَن‬

ْ ‫اح ِد قَا َل نَ َع ْم َو‬


‫از ُر ْرهُ َولَ ْو بِش َْو َك ٍة‬ ِ ‫ص ا ْل َو‬ َ ‫صي ُد َأفََأ‬
ِ ‫صلِّي فِي ا ْلقَ ِمي‬ ِ ‫َأ‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami (Al-Qa'nabi'] telah menceritakan kepada kami [Abdul
Aziz bin Muhammad] dari [Musa bin Ibrahim] dari [Salamah bin Al-Akwa'] dia berkata; Saya
pernah bertanya, Ya Rasulullah, saya sedang berburu, apakah saya boleh shalat dengan
menggunakan sehelai baju? Beliau menjawab: "Ya, dan ikatlah dia walau hanya dengan duri."
(HR. Abu Daud: 537)

3. Menghadap ke arah Masjidil Haram. Hal ini didasarkan firman Allah:

ُ‫ش ْط َره‬
َ ‫ث َما ُكنتُ ْم فَ َولُوا ُو ُجو َه ُك ْم‬ ْ ‫ش ْط َر ا ْل َم‬
ُ ‫س ِج ِد ا ْل َح َر ِام َو َح ْي‬ َ ‫ضاهَا فَ َو ْل َو ْج َه َك‬
َ ‫س َما ِء فَلَنُ َولِّيَنَّ َك قِ ْبلَةً ت َْر‬
َّ ‫قَ ْد نَ َرى تَقَلُّ َب َو ْج ِه َك فِي ال‬

‫ق ِمنْ َربِّ ِه ْم َو َما هَّللا ُ بِ َغافِ ٍل‬


ُّ ‫الح‬ َ ‫َوِإنَّ الَّ ِذينَ ُأوتُوا ا ْل ِكت‬
َ ُ‫َاب لَيَ ْعلَ ُمونَ َأنَّه‬

َ‫َع َّما يَ ْع َملُون‬

Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui,
bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; Artinya: Sesungguhnya
aku mendengar Rasulullah saw bersabda: tidak diterima Shalat tanpa bersuci. (HR. Muslim:
329).

Sedangkan kesucian badan, pakaian dan tempat dari najis didasarkan pada hadis-hadis yang telah
dijelaskan pada bab thaharah

2. Menutup aurat. Hal ini didasarkan firman Allah dan hadis

berikut:

ْ ‫س ِرفُوا ِإنَّهُ اَل يُ ِح ُّب ا ْل ُم‬


َ‫س ِرفِين‬ ْ ‫يَا بَنِي آ َد َم ُخ ُذوا ِزينَتَ ُك ْم ِعن َد ُك ِّل َم‬
ْ ‫س ِج ٍد َو ُكلُوا َوا‬
ْ ُ‫ش َربُوا َواَل ت‬

Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan
dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berlebih-lebihan (QS. Al-A'raf 31).

ِ ‫سلَ َمةَ ْب ِن اَأْل ْك َو‬


ُ ‫ع قَا َل قُ ْلتُ يَا َر‬
‫سو َل هَّللا ِ ِإنِّي َر ُج ٌل‬ َ ْ‫سى بي ِإ ْب َرا ِهي َم عَن‬ َ ‫َح َّدثَنَا ا ْلقَ ْعنِ ُّي َح َّدثَنَا َع ْب ُد ا ْل َع ِزي ِز يَ ْعنِي ابْنَ ُم َح َّم ٍد عَنْ ُمو‬
ْ ‫اح ِد قَا َل نَ َع ْم َو‬
‫از ُر ْرهُ َولَ ْو بِش َْو َك ٍة‬ ِ ‫ص ا ْل َو‬
ِ ‫صلِّي فِي ا ْلقَ ِمي‬ َ ‫صي ُد َأفََأ‬ ِ ‫َأ‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami (Al-Qa'nabi'] telah menceritakan kepada kami
[Abdul Aziz bin Muhammad] dari [Musa bin Ibrahim] dari [Salamah bin Al-Akwa'] dia berkata;
Saya pernah bertanya, Ya Rasulullah, saya sedang berburu, apakah saya boleh shalat dengan
menggunakan sehelai baju? Beliau menjawab: "Ya, dan ikatlah dia walau hanya dengan duri."
(HR. Abu Daud:

3. Menghadap ke arah Masjidil Haram. Hal ini didasarkan firman Allah:

ُ‫ش ْط َره‬
َ ‫ث َما ُكنتُ ْم فَ َولُوا ُو ُجو َه ُك ْم‬ ْ ‫ش ْط َر ا ْل َم‬
ُ ‫س ِج ِد ا ْل َح َر ِام َو َح ْي‬ َ ‫ضاهَا فَ َو ْل َو ْج َه َك‬ َ ‫س َما ِء فَلَنُ َولِّيَنَّ َك قِ ْبلَةً ت َْر‬
َّ ‫قَ ْد نَ َرى تَقَلُّ َب َو ْج ِه َك فِي ال‬
‫ق ِمنْ َربِّ ِه ْم َو َما هَّللا ُ بِ َغافِ ٍل‬ َ ُ‫َاب لَيَ ْعلَ ُمونَ َأنَّه‬
ُّ ‫الح‬ َ ‫َوِإنَّ الَّ ِذينَ ُأوتُوا ا ْل ِكت‬

َ‫َع َّما يَ ْع َملُون‬

Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui,
bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya ( HR. Muslim: 4414).

E. Azan dan Iqamat

Sedangkan secara etimologis, azan adalah al-i'lam (pemberitahuan) atau an-nida (seruan)
(QS. At-Taubah: 3). Sedangkan secara terminologis, azan adalah pemberitahuan atau seruan
terhadap masuknya waktu Shalat maktubah (wajib) dengan kalimat-kalimat yang telah
ditentukan. Sedangkan iqamah secara etimologis berarti mendirikan. Sedangkan secara
terminologis, iqamah adalah panggilan atau seruan bahwa Shalat akan segera dikerjakan dengan
kalimat-kalimat tertentu.

Dalam hadis-hadis Nabi saw, istilah azan dan iqamah kadang disebut dengan azan saja.

Azan dan iqamah disyari'atkan berdasarkan firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 58 dan hadis
Nabi saw:

‫صالة فََأ ْذنَا َوَأقِي َما ثُ َّم لِيَْؤ م ُك َما َأ ْكثَ ُر ُك َما‬ ْ ‫سلَّ َم قَا َل ِإذا‬
َّ ‫حض َرتْ ال‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ِ ‫عَنْ َمالِ ِك ْب ِن ا ْل َخ َو ْي ِر‬
َ ‫ث عَن النَّب ِّي‬

Artinya: Dari Malik bin Al-Huwairis, dari Nabi saw bersabda waktu Shalat telah tiba, maka
azanlah dan iqamatlah (salah seorang) diantara kalian berdua, kemudian hendaklah (salah
seorang) di antara kalian berdua yang tertua yang menjadi imam. (HR. Al-Bukhari 618,
Muslim: 1081).

Mayoritas ulama berpendapat bahwa azan hukumnya sunnah. Ibnu Taimiyah, Al-Bani,
Ibnu Hazm dan Syekh Utsaimin berpendapat bahwa azan hukumnya wajib.

Secara historis, azan pertamakali disyari'atkan pada tahun pertama Hijriyah (Sayyid
Sabiq, 1983: 94). Dalam hadits Ibnu Umar diceritakan bahwa saat kaum muslimin datang ke
Madinah dan berkumpul, lalu mereka memperkirakan datangnya waktu shalat, tanpa ada yang
menyerunya dengan apa pun. Pada suatu hari, mereka berbincang-bincang tentang hal itu.
Sebagian mereka berkata: Gunakan saja lonceng seperti lonceng Nasrani! Dan sebagian
menyatakan: Gunakan saja terompet seperti terompet Yahudi!. Maka Umar berkata: mengapa
kalian tidak mengangkat seseorang untuk menyeru shalat? Lalu Rasulullah saw bersabda: Wahai,
Bilal. Bangun dan serulah untuk Shalat (HR. Al-Buhkari: 569, Muslim: 568), dengan kalimat-
kalimat azan yang kita ketahui dan dengar sekarang.

F. Tata Cara Shalat Nabi Saw

1. Menghadap Kiblat
Shalat wajib menghadap ke arah kiblat, yaitu Masjidil Haram (QS. Al-Baqarah: 144).
Jika dalam keadaan darurat, seperti perang (QS. Al-Baqarah: 238-239) atau di atas kendaraan
yang sedang berjalan, atau ketika tidak mengetahui arah kiblat, dibolehkan tidak menghadap ke
arah kiblat (QS. Al-Baqarah: 115).

2. Niat
Kewajiban niat didasarkan pada surat Al-Bayyinah ayat 5 dan hadis Umar tentang niat
(HR. Al-Bukhari: 1, Muslim: 3530). Niat artinya sengaja (al-qasdu). Niat adalah pekerjaan hati,
bukan lisan sehingga tidak perlu diucapkan. Tidak ada satu hadispun, meskipun dla'if, apalagi
yang sahih, yang menerangkan Nabi mengucapkan niat saat hendak shalat. Siapapun yang
dengan sengaja melakukan sesuatu maka hakikatnya dia telah berniat di dalam hatinya. Allah
Maha Mengetahui apa yang dibisikkan oleh hamba di dalam lubuk hatinya (QS. Qaf: 16). Hanya
orang yang tidak sadar dan gila yang tidak berniat mengerjakan sesuatu."

Pembahasan tentang niat, khususnya terkait dengan apakah niat itu diucapkan
(talaffuzunniah) atau tidak, menyita banyak perhatian ahli hukum Islam, terutama dari golongan
Syafi'iyyah (pengikut Imam syafi'i, bukan Imam Syafi'i sendiri). Sebagian mereka berpandangan
bahwa melafazkan niat hukumnya wajib

Secara historis, Abu Abdillah Az-Zubairi, seorang pengikut Syafi' adalah orang pertama
yang perpandangan bahwa melafazkan niat itu hukumnya wajib Az Zubairi merujuk
pandangannya ini kepada pendapat Imam Syafi'i. Pendapatnya itu kemudian diikuti oleh generasi
berikutnya
Dalam pandangan An-Nawawi (seorang ulama besar dari mazhab Syafi'i), Abu Abdillah
Az-Zubairi telah keliru dalam mengiterpretasikan perkataan Imam Syafi'i "Jika seseorang berniat
menunaikan ibadah haji atau umrah dianggap cukup sekalipun tidak dilafazkan Tidak seperti
shalat, tidak dianggap sah kecuali dengan an-nutha (diartikan oleh Al Zubairi dengan
melafazkan, sedangkan yang dimaksud dengan an-nutha disini adalah takbir). Redaksi lengkap
perkataan An-Nawawi ini adalah sebagai berikut:

‫الزبَ ْي ِري َأنَّهُ اَل يُخرتُهُ عَلى يَ ْج َم َع بين بية القلب واللفظ اللسان ألن الشافعي رحمه‬ ُّ ِ ‫ب الحاوى ُه َو قَ ْو ُل َأبي َع ْب ِد هَّللا‬ ُ ‫صا ِح‬َ ‫وقَا َل‬
ْ ‫ق قَا َل َأ‬
‫ص َحابُنَا غلط هذا ا ْلقَاِئ ُل‬ ِ ‫ص ُح ِإاَّل بِالنُّ ْط‬ َّ ‫هللاُ قَا َل ِفي الحج ِإ َذا تَ َوى َحجاَأ ْو ُع ْم َر ٍة َأ ْجراً َوِإنْ لَ ْم يَتَلَفَّظ وليس كال‬
ِ َ‫صال ِة اَل ت‬
، ‫ ولو للفظ بلسانه ولم ينو بقلبه لم تتعقد صاللة باإلجماع في ِه‬. ‫صال ِة َه َذا بَ ْل ُم َرا ُدهُ التكبير‬ َّ ‫س ُم َرا ُد الشافعي بالتعلق في ال‬ َ ‫َولَ ْي‬
‫صالة العصر الغالت صالة الظهر‬ َ ‫سانِ ِه‬ َ ِ‫صال ِة ال َعلَ ُه ِر َو َج َرى عَلى ل‬ َ ‫َولَ ْو ت ََوى بِقَ ْلبِ ِه‬

Artinya: Pengarang buku Al-Hawi mengungkap pendapat Abu Abdillah Az-Zubairi yang
mengatakan bahwa niat itu tidak sah kecuali bersamaan dengan niat hati dan ucapan lisan, karena
Syafi'i berpendapat dalam masalah haji, apabila seseorang berniat haji dan umrah saja itu sudah
sah, sekalipun tidak dilafazkan niatnya. Berbeda dengan shalat, tidak sah kecuali dengan an-
nuthq Sahabat-sahabat kami berkata: "Orang yang mengatakan hal itu telah keliru. Bukan itu
yang dikehendaki oleh As Syafi'i dengan kata "an-nuthq" di dalam shalat, melainkan yang
dimaksud dengan "an-nuthq" oleh beliau adalah takbir". Jika seseorang melafazkan niat dengan
lisannya, tetapi tidak berniat dalam hati, maka shalatnya tidak sah menurut kesepakatan ulama.
Jika seseorang berniat dalam hati shalat Zuhur, tetapi di lisannya mengucapkan shalat Asar,
maka yang sah adalah shalat Zuhur (An- Nawawi dan Majmu' Syarah Al-Muhazzab, Tt III: 277).
Ibn Qayyim Al-Juziyyah menyatakan bahwa Rasulullah saw jika hendak shalat mengucapkan
Allahu akbar, tidak mengucapkan lafaz apapun sebelum itu dan tidak pernah melafazkan niat
sama sekali. Beliau juga tidak mengucapkan "ushalli lillah shalaatan kadzaa mustaqbilal qiblah
arba'a raka'at imaaman aw ma'muuman (artinya aku berniat mengerjakan shalat ini dan itu karena
Allah,menghadap kiblat sebanyak 4 raka'at imam atau makmum). Rasulullah saw juga tidak
pernah mengatakan adaa'an atau qadhaa'an (artinya melakukannya secara tepat waktu atau
qadha'). Beliau juga tidak pernah menyebutkan kefardhuan waktu shalat. Semua itu adalah bid'ah
yang tidak ada sumbernya baik melalui hadis sahih, dhaif, musnad (bersambung sanadnya),
ataupun mursal (ada perawi yang gugur dalam sanadnya). Bahkan tidak juga dinukil dari seorang
sahabat nabi, para tabi'in dan imam 4 (Malik, Abu Hanifah, Syafi'l dan Ahmad). Pendapat ini
muncul akibat sebagian ulama belakangan yang salah memahami perkataan Imam Syafi'i (Ibnu
Qayyim Al-Jauziyyah, Tt, I: 194), seperti yang dilakukan oleh Abu
3. Berdiri

Shalat harus dilakukan dengan berdiri secara sempurna bagi yang mampu (QS. Al-
Baqarah: 238). Kalau tidak mampu harus dengan duduk, kalau tidak mampu duduk harus dengan
berbaring. (HR. Al-Bukhari: 1050). Pahala orang yang Shalat dengan tidak berdiri karena uzur
sama dengan orang yang berdiri. Hal ini berdasarkan sabda Nabi:

َ ‫ض ا ْل َع ْب ُد َأ ْو‬
‫سافَ َر ُكتِ َب لَهُ ِم ْث ُل َما‬ َ ‫سلَّ َم ِإ َذا َم ِر‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫س ِمعْتُ َأبَا ُمو‬
ُ ‫سى ِم َرا ًرا يَقُو ُل قَا َل َر‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ َ َ‫فَقَا َل لَهُ َأبُو بُ ْر َدة‬
‫ص ِحيحا‬ َ ‫َكانَ يَ ْع َم ُل ُمقِي ًما‬

Artinya: Abu Burdah berkata: Aku mendengar Abu Musa berkali-kali berkata: Telah bersabda
Rasulullah saw: apabila seorang hamba sakit atau dalam keadaan dalam perjalanan, maka
dicatat untuknya pahala seperti apa yang dilakukan oleh orang yang muqim lagi sehat (HR. Al-
Bukhari: 2774).

Khusus Shalat sunnah dibolehkan duduk walaupun tanpa uzur (HR. Muslim: 1201).
Tetapi harus diingat, Nabi melakukan hal ini diakhir hayatnya saat beliau sudah tua (HR.
Muslim: 1213).

4. Bertakbir dan Mengangkat Kedua Tangan

Setelah berdiri sempurna melakukan takbir (HR. Al-Bukhari 751, Muslim: 602). Takbir
ini adalah takbir pertama, yang dalam terminologi fiqih disebut takbiratul ihram. Disebut
demikian karena mengharamkan selain gerakan dan selain aktifitas dalam Shalat yang
diperintahkan hingga salam. Bacaan takbir adalah: Tata cara bertakbir adalah dengan
mengangkat kedua tangan sambil meluruskan jari jemarinya, tidak merenggangkannya dan tidak
pula menggenggamnya (HR. Abu Daud dan Ibnu Huzaimah) dalam posisi sejajar dengan telinga
dan bahu sekaligus, sambil membaca Allahu Akbar (HR. Al-Bukhari: 696), yang dibaca dengan
keras oleh imam saat Shalat jama'ah agar makmum mendengarnya (HR. Muslim). Setelah imam
membaca takbir, makmum kemudian mengikutinya dengan membaca takbir juga (HR. Ahmad
dan Baihaqi). Boleh juga bertakbir dengan mengangkat tangan sejajar dengan bahu (HR.
Jama'ah). Mengangkat tangan lebih dahulu (HR. Jamaah) atau bertakbir lebih dahulu (HR.
Muslim, Malik dan Baihaqi) atau bertakbir dan mengangkat tangan secara bersamaan (HR. Al-
Bukhari dan Nasa'i), hukumnya boleh.

5. Meletakkan Tangan Kanan di Atas Tangan Kiri

Setelah bertakbir dan mengangkat kedua tangan, lalu meletakkan tangan kanan di atas
punggung pergelangan lengan kiri dan mengencangkannya (HR. Al-Bukhari, Abu Daud) atau di
atas punggung telapak tangan kiri (HR. Huzaimah dan Thabrani) dalam keadaan memegang
tangan kiri (HR. Huzaimah), di atas dada yaitu di atas atas pusar (HR. Ibnu Huzaimah dan
Thabrani). Tidak boleh di bawah pusar. Dilarang meletakkan tangan di atas lambung (al-ikhtisar)
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

6. Pandangan Ke Arah Tempat Sujud

Pandangan ke arah tempat sujud (HR Al-Baihaqi dan Al-Hakim), tidak boleh menutup
mata dan menengadah ke atas (HR. Al-Bukhari dan Abu Daud), tidak boleh menoleh (iltifat) ke
kanan-kiri (HR. Al-Bukhari) Menyingkirkan gambar di tempat sujud yang dapat mengganggu
ke-khusyu'-an Shalat (HR. Abu Daud dan Ahmad). Tidak boleh juga Shalat di depan makanan
dan sedang ingin buang hajat (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

7 Membaca Da'a iftitah

Do'a iftitah cukup banyak, diantaranya adalah

ُ َ‫ب اَأل ْبي‬


ِ َ‫ض ِمنَ ال َّدن‬
‫س‬ ُ ‫ب الل ُهم نَقَنِي ِمنَ ا ْل َخطَايَا َك َما يُنَقَّى القَ ْو‬
ِ ‫ق َوا ْل َم ْغ ِر‬ ْ ‫اي َك َما َبا َعدْتَ َبيْنَ ا ْل َم‬
ِ ‫ش ِر‬ َ َ‫اللَّ ُهم َبا ِع ْد بَ ْينِي َوبَيْنَ َخطَاي‬
‫ج َوا ْلبَ َر ِد‬
ِ ‫اي ِبا ْل َما ِء َوالتَّ ْل‬ ِ ‫اللَّ ُهم ا ْغ‬
َ َ‫س ْل َخطَاي‬

Artinya: Ya Allah, jauhkanlah antaraku dan antara kesalahanku, sebagaimana Kau telah
jauhkan antara Timur dan Barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahanku sebagaimana
dibersihkannya pakaian putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah segala kesalahanku dengan air,
salju dan air hujan beku. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

8. Membaca Surat Al-Fatihah

Membaca Al-Fatihah secara tartil (jelas dan pelan), dengan terlebih dahulu membaca
tamuwudz (QS. An-Nahl: 16:98) lalu bas- malah yang keduanya dibaca dengan lirih (sirr), tidak
keras (jahr) (HR. Muslim, Nasa'i dan Ahmad), baik saat berjama'ah atau tidak. Membaca Al-
Fatihah ayat demi ayat Abu Daud). Adapun hadis yang mengeraskan bacaan basmalah saat
bacaan nyaring (jahr) semuanya bermasalah (dla'if). Setelah membaca Al-Fatihah langsung
mengucapkan aamiin (artinya kabulkanlah). Jika berjama'ah dibaca dengan keras dan panjang
(HR. Al-Bukhari). Setelah itu membaca surat atau kelompok ayat yang mudah dalam Al-Qur'an
tanpa mengeraskan bacaan basmalah (HR Muslim dan Ahmad).
9. Ruku'

Apabila selesai membaca ayat, beliau berhenti sejenak (HR. Abu Daud dan Al-Hakim)
untuk menghela napas. Setelah itu baru ruku dengan mengangkat kedua tangan seperti saat
takbiratul ihram sambil bertakbir menuju posisi ruku Saat ruku' membaca:

‫ اللَّ ُه َّم اغفِر لي‬، َ‫سبحانَكَ اللَّ ُه َّم َربَّنَا َوبِحم ِدك‬
ُ

Artinya: Segala puji bagi-Mu, Ya Allah Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu ya Allah ampunilah
aku. (HR. Muttafaq Alih). Atau:

‫وح‬
ِ ‫الر‬ ُ ‫سبوح قُد‬
ُّ ‫ُّوس َر ُّب ا ْل َماَل ِئ َك ِة َو‬ ٌ

Artinya: (Tuhan) maha suci, maha kudus, Tuhan sekalian Malaikat dan Ruh (Jibril). (HR.
Muslim).

Atau

ِ ‫س ْب َحانَ َربِّ َي ا ْل َع ِظ‬


‫يم‬ ُ

Artinya: Maha suci Tuhanku yang Maha Agung. (HR. Muslim, Nasa'i, Tirmizi, dan Ahmad).

10. I'tidal

I'tidal adalah berdiri tegak (i'tidal) dengan sempurna dan tenang (thuma'ninah) setelah
bangkit dari ruku' (HR. Muttafaq Alih), sambil mengangkat kedua tangan (HR. Muttafaq Alaih),
seperti saat takbiratul ihram dan mengucap:

‫َربَّنَا لَكَ ا ْل َح ْم ُد‬

Artinya: Ya Tuhan kami, kepunyaan Engkau segala puji. (HR. Muttafaq Alaih).

Lalu membaca:
‫الح ْم ُد َح ْمدًا َكثِي ًرا طَيِّبًا ُمبَا َر ًكا ِفي ِه‬
َ ‫َربِّنَا َولَ َك‬

Artinya: Ya Tuhan kami, kepunyaan Engkau segala puji, pujian yang banyak, lagi baik dan
memberkati. (HR. Al-Bukhari, Nasa'i,

11 Sujud

Setelah selesai berdo'a saat i'tidal, membaca takbir menuju posisi sujud tanpa
mengangkat tangan dengan cara meletakkan lutut terlebih dahulu lalu kedua tangan (HR.
Tirmizi, Nasa'i dan Abu Daud), kemudian meletakkan wajah (dahi dan hidung) di tempat sujud.
Saat sujud harus menempel 7 tulang dahi [denganhidung), kedua tangan, kedua lutut dan kaki
[ujung kaki] (HR. Al-Bukhari dan Muslim) lalu

‫س ْب َحانَكَ اللَّ ُه َّم َربَّنَا َوبِ َح ْم ِدكَ اللَّ ُه َّم ا ْغفِ ْر لِي‬
ُ

Atau

‫س ْب َحانَ َربِّ َي اَأْل ْعلَى َوبِ َح ْم ِد ِه‬


ُ

Atau

‫س ْب َحانَ َربِّ َي اَأْل ْعلَى‬


ُ

Artinya: Maha suci Tuhanku yang Maha Tinggi

Saat sujud, posisi kedua telapak tangan sejajar dengan kedua telinga (HR. Abu Daud,
Nasa'i dan Ahmad), wajah berada di tengah antara kedua telapak tangan (HR. Muslim dan
Ahmad), kedua telapak kaki ditegakkan (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa'i), jari jemarinya
dirapatkan (HR. Ibnu Hibban, At-Tabrani dan Ibnu Huzaimah) dan dihadapkan ke kiblat (HR.
Al-Baihaqi dan Abi Syaibah), kedua tumit dan telapak kaki direnggangkan (tidak rapat, tidak
juga renggang). Mengangkat kedua siku (HR.

12. Duduk Antara Dua Sujud

Setelah selesai berdo'a, lalu bangkit dari sujud sambil bertakbir menuju posisi duduk di
mana posisi tangan kanan berada di atas paha-lutut kanan dan tangan kiri di atas paha-lutut kiri
(Muslim, Malik dan Abu Daud). Sedangkan posisi duduk, yaitu duduk di atas bentangan kaki
kiri sementara telapak kaki kanan ditegakkan dengan jari kaki kanan menghadap kiblat (duduk
iftirasy). Saat duduk antara dua sujud berdo'a:
‫ار ُز ْقنِي‬
ْ ‫اجبُ ْرنِي َوا ْه ِدنِي َو‬ ْ ‫اللَّ ُه َّم ا ْغفِ ْرلِي َو‬
ْ ‫ار َح ْمنِي َو‬

Artinya: "Ya Allah ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah aku, tunjukilah aku, dan berilah
rizki untukku," (HR. At-Tirmizi, Abu Daud dan Ibnu Majah).

Kemudian sujud lagi untuk yang kedua kalinya sambil bertakbir dan berdo'a seperti
bacaan sebelumnnya.

13. Duduk Istirahat

Ketika akan bangkit, sambil bertakbir, dari sujud kedua pada rakaat ganjil menuju rakaat genap
disunnahkan duduk istirahah (istirahat) (HR. Al-Bukhari, Tirmizi dan Abu Daud), dengan posisi
sama dengan saat duduk diantara dua sujud. 14. Berdiri Menuju Rekaat Kedua

Setelah duduk istirahat, kemudian berdiri dengan menekankan kedua telapak tangan
(tanpa dikepalkan)' di tanah lalu meletakkan keduanya pada kedua paha untuk berdiri dan
langsung bersedekap, tanpa mengangkat tangan. Selanjutnya pada rakaat ke dua, melakukan dan
membaca bacaan seperti pada rakaat pertama, kecuali tidak membaca do'a iftitah.

14 Berdiri Menuju Rekaat Kedua

Setelah duduk istirahat, kemudian berdiri dengan menekankan kedua telapak tangan
(tanpa dikepalkan)" di tanah lalu meletakkan keduanya pada kedua paha untuk berdiri dan
langsung bersedekap, tanpa mengangkat tangan. Selanjutnya pada rakaat ke dua, melakukan dan
membaca bacaan seperti pada rakaat pertama, kecuali tidak membaca do'a iftitah.

15. Duduk Iftirasy atau Tasyahhud Awwal

Setelah sujud kedua pada rakaat kedua diperintahkan untuk duduk. Jika Shalat itu lebih
dari dua rakaat, diperintahkan untuk duduk iftirasy sambil membaca tasyahhud awal. Duduk
iftirasy adalah duduk di atas bentangan kaki kiri sementara telapak kaki

kanan ditegakkan dengan jari kaki kanan menghadap kiblat Saat duduk tasyahhud awal, posisi
jari-jari tangan kiri terjulur di atas tempurung lutut, sedangkan jari-jari tangan kanan dalam
posisi mengepal, kecuali telunjuk yang menunjuk untuk berdo'a sejak awal tasyahhud sampai
akhir (Muslim dan Ahmad)," tanpa menggerak-gerakkannya (HR. An-Nasa'i: 1253 dan Abu
Daud:
16. Berdiri Menuju Rakaat Ketiga

Adapun saat bangkit menuju rakaat ketiga untuk berdiri dilakukan dengan bertakbir dan
mengangkat kedua tangan seperti takbiratul ihram, lalu bersedekap (HR. Al-Bukhari, Abu 12
Daud dan Nasa'i). Lalu membaca surat al-Fatihah saja. Setelah itu ruku dan sujud seperti pada
rakaat sebelumnya. Setelah selesai sujud kedua langsung duduk seperti dalam penjelasan
selanjutnya, jika Shalat itu tiga rakaat. Jika Shalat itu empat rakaat, disunnahkan untuk duduk
istirahat, sebelum menuju rekaat ke empat.

17. Berdiri Menuju Rakaat

Adapun saat bangkit menuju rakaat keempat untuk berdiri dilakukan dengan bertakbir
tanpa mengangkat kedua tangan, lalu bersedekap. Lalu membaca surat al-Fatihah saja. Setelah
itu ruku' dan sujud seperti pada rakaat sebelumnya. Setelah selesai sujud kedua langsung duduk
tawarruk

18. Duduk Tawarruk Atau Tasyahhud Akhir

Duduk saat tasyahhud akhir disebut duduk tawarruk, yaitu duduk dengan posisi pangkal
paha atas (pantat) yang kiri duduk bertumpu pada lantai, sedangkan posisi kaki kanan sama
dengan saat membaca tasyahhud awal (HR. Al-Bukhari, Abu Daud, Ibnu Huzaimah dan
Baihaqi). Posisi duduk tawarruk saat tasyahhud akhir berlaku pada semua shalat, baik Shalat
sunnah atau wajib; pada Shalat satu rakaat, dua rakaat, tiga rakaat, atau empat rakaat dan
seterusnya (Fatwa Majelis Tarjih PP Muhammadiyah tanggal 30 April 2010). Bacaan tasyahhud
akhir sama dengan bacaan tasyahhud akhir. Yang berbeda adalah do'anya. Adapun do'a setelah
tasyahhud akhir adalah:

‫يح الد ََّّجا ِل‬


ِ ‫س‬ِ ‫ َو ِمنْ ش َِّر فِ ْتنَ ِة ا ْل َم‬،‫ت‬
ِ ‫ َو ِمنْ ِف ْتنَ ِة ا ْل َم ْحيَا َوا ْل َم َما‬،‫ب ا ْلقَ ْب ِر‬ ٍ ‫اللَّ ُه َّم ِإنِّي َأعُو ُذ ِب َك ِمنْ َع َذا‬
ِ ‫ َو ِمنْ َع َذا‬،‫ب َج َهنَّ َم‬

Artinya: "Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari siksa jahannam dan siksa kubur, begitu
juga dari fitnah hidup dan mati, serta dari jahatnya fitnah dajjal," (HR. Muslim).

19. Salam

Setelah selesai membaca do'a setelah tasyahhud akhir, kemudian membaca salam ke
kanan lalu ke kiri sampai diperkirakan pipi dapat terlihat oleh orang yang di belakang.
20. Sujud Sahwi

Secara etimologis, sahwi berarti lupa atau lalai dari sesuatu dan berpaling darinya kepada yang
lain. Sedangkan secara terminologis, sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan karena lupa atau
ragu dalam Shalat sehingga meninggalkan perkara yang diperintahkan atau juga melakukan
sesuatu yang dilarang tanpa sengaja.

21 Sujud Tilawah

Sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan di dalam atau di luar Shalat karena mendengar ayat
sajdah. Sujud sajdah dalam Shalat didasarkan pada hadis Nabi.

َ ‫س ْج َدةُ فَقَا َل‬


ُ‫س َجدْت‬ َّ ‫س َج َد فِي َها فَقُ ْلتُ لَهُ َما َه ِذ ِه ال‬
َ َ‫شقَّتْ ف‬ َّ ‫صاَل ةَ ا ْل َعتَ َم ِة فَقَ َرَأ ِإ َذا ال‬
َ ‫س َما ُء ا ْن‬ َ َ‫صلَّيْتُ َم َع َأبِي ُه َر ْي َرة‬
َ ‫عَنْ َأبِي َرافِ ِع قَا َل‬
ِ ‫ِب َها َخ ْلفَ َأبِي ا ْلقَا‬
‫س ِم‬

Artinya: Dari Abu Rafi' berkata: aku Shalat di waktu malam bersama Abu Hurairah, ia
membaca "Izassamaun syaqqal" lalu sujud. Aku bertanya: sujud apa ini? Abu Hurairah
menjawab: Aku pernah mengerjakan itu (sujud) ketika bermakmum kepada Abul Qasim (Nabi
saw). (HR. Al-Bukhari: 726, Muslim: 907) Adapun sujud sajdah di luar Shalat didasarkan pada
riwayat:

ْ َ‫س ْج َدةُ فَي‬


ْ َ‫س ُج ُد َون‬
‫س ُج ُد َحتَّى َما يَ ِج ُد‬ ُّ ‫سلَّ َم يقرأ َعلَ ْينَا ال‬
َّ ‫سورةَ فِي َها ال‬ َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْن ُه َما قَا َل َكانَ النَّبِ ُّي‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ِ ‫عَنْ ا ْب ِن ُع َم َر َر‬
‫َأ َح ُدنَا‬

‫موضع جبهته‬

Artinya: Dari Ibnu Umar ra ia berkata: dahulu pernah Nabi saw membacakan kepada kami,
yang di dalamnya ada ayat Sajdah, lalu beliau sujud, kamipun sujud bersama-sama beliau
sehingga di antara kami ada yang tidak mendapatkan tempat sujud. (HR. Al-Bukhari: 1013).

Sedangkan cara sujud tilawah adalah dengan cara bertakbir dan sujud satu kali dengan membaca.

‫ك هللا‬ َ َ‫ص َرهُ تَب‬


َ ‫ار‬ َ َ‫ق َس ْم َعهُ َوب‬ َ ‫سجد َوجْ ِهي لِلَّ ِذى خَ لَقَهُ َو‬
َّ ‫ص َّو َرهُ َو َش‬

َ‫َأحْ َسنُ ْال َخالِقِين‬


Artinya: Wajahku sujud kepada Tuhan yang menciptakannya, yang melukiskannya, yang
memberi pendengaran dan penglihatan, maha suci Allah sebaik-baik Pencipta. (HR. At-Tirmizi:
529, An-Nasa'i: 1117, Abu Daud: 1205).

Ayat-ayat sajdah itu terdapat pada 15 tempat, yaitu pada surat Al-A'raf 206, Surat Ar-Ra'd:
15, surat An-Nahl: 49, surat Al-Isra' 107, surat Maryam: 58, surat Al-Hajj: 18 dan 77, surat Al-
Furqan: 60, surat An-naml: 25, surat As-sajdah: 15, surat Shaad
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kami mengambil kesimpulan bahwasanya sebagaiman
kita ketahui bahwa Shalat merupakan salah satu sarana yang paling utama dalam
hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Shalat juga merupakan sarana komunikasi
bagi jiwa manusia dengan Allah swt. Shalat juga mempunyai kedudukan yang sangat
penting dan mendasar dalam Islam, yang tidak bisa disejajarkan dengan ibadah-ibadah
yang lain.

B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, kami ucapkan banyak terimakasih kepada
pihak yang telah membantu atas terselesainya makalah ini. Kami menyadari makalah
yang kami buat ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mohon Kritik dan
Saran yang sifatnya membangun, agar kami dapat memperbaiki makalah kami
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir: Arab- Indonesia, Yogyakarta: Unit


Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pesantern Krapyak, 1984.

H. Falahuddin, S.Ag., M.Ag. Juni.2014 FIQIH IBADAH (LP3IK) Universitas Muhammadiyah


Mataram.

Najamudin, M.Pd.I. November. 2021 FIQIH IBADAH (LP3IK) Universitas Muhammadiyah


Mataram.

Quraish Shihab, 2010. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an, Jakarta:
Lentera Hati.

Syakir Jamaluddin, 2010. Shalat Sesuai Tuntunan Nabi saw, Yogyakarta: LPPI UMY.

Anda mungkin juga menyukai