Anda di halaman 1dari 7

SISTEM RELIGI AGAMI JAWA DAN ORANG SANTRI PADA

MASYARAKAT JAWA

Oleh :

Nama : Dede Farokah Padilia

NIM : 3401420020

Mata Kuliah : Struktur Sosial Budaya Masyarakat Jawa

Rombel : A

PENDIDIKAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


BAB I

1.1 PENDAHULUAN

Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang menganut tradisi sejarah dan aturan kehidupan
beragama. Dari segi antropologi budaya, orang-orang Jawa atau lebih tepatnya suku Jawa
adalah masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa dan berbagai dialek dalam kehidupan
sehari-hari secara turun temurun. Orang Jawa adalah orang-orang yang berdomisili di Jawa
Tengah atau Jawa Timur, dan merujuk pada mereka yang mengaku membela ciri khas dan
budaya orang Jawa, termasuk orang Jawa yang tinggal di pulau Jawa dan orang Jawa yang
tinggal di luar pulau Jawa.

Koentjaraningrat, 2009 mengatakan bahwa sistem religi atau agama merupakan aspek
penting dalam kebudayaan, bahkan C. Kluckhohn menempatkan agama sebagai cultural
universal ke enam dari unsur kebudayaan yang dikemukakannya, yaitu (1) bahasa, (2) sistem
pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata
pencaharian hidup, (6) sistem religi, dan (7) kesenian .

Agama atau religi pada dasarnya meyakini adanya kekuatan supernatural, luar biasa atau
supernatural yang mempengaruhi kehidupan pribadi dan sosial, termasuk fenomena alam.
Keyakinan ini tidak hanya mengarah pada sikap psikologis tertentu, seperti ketakutan,
ketaatan, optimisme, dll, tetapi juga perilaku tertentu individu atau masyarakat yang
mempercayainya, seperti doa dan ibadah. Dalam kehidupan, orang Jawa selalu mengacu pada
memiliki semacam kekuatan. Kepercayaan terhadap arwah leluhur terkait dengan
kepercayaan terhadap kekuatan alam yang mempengaruhi kehidupan manusia, inilah ciri
utama orang Jawa, bahkan memberi warna khas Jawa pada kehidupan keagamaan dan adat
istiadatnya.

Ciri lain dari masyarakat Jawa adalah kepercayaan kepada Tuhan. Orang Jawa telah percaya
sejak zaman prasejarah, dan pertemuan agama Jawa primitif dan agama baru membentuk
pemahaman yang unik tentang agama Jawa. Tanggapan agama Jawa adalah menerima
budaya dan memilih tradisi dan agama baru, asalkan menguntungkan. Agama Jawa di sini
berarti agama Jawa primitif (Kejawen Islam). Agama Jawa jenis ini, gaya hidupnya lebih
dipengaruhi oleh tradisi Jawa pra-Islam, seperti animisme, vitalitas, Hindu, Budha dan
Kristen. Bentuk Islam Jawa, yang dikenal sebagai Agami Jawi atau Kejawen, adalah
kompleks kepercayaan Hindu dan Buddha dan konsep mistisisme. Mereka bergabung
bersama dan dianggap sebagai varsh Agami Islam Santri dari agama Islam, meskipun

2
sebenarnya tidak. Tidak ada unsur animisme, Hindu dan Budha sama sekali, dan lebih
mendekati doktrin ajaran Islam yang sebenarnya.

1.2 METODE PENELITIAN

Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam mengumpulkan data untuk
penelitian ini, penulis menggunakan studi pustaka, mengacu pada artikel terkait, buku,
internet, dan berita media. Ketika penulis mengumpulkan data ini, penulis lebih merujuk pada
materi dan buku Internet, karena keterbatasan penulis dalam mencari data asli.

1.3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Kerangka Teori
1. Kajian Pustaka
Religiusitas berasal dari kata religi (latin) atau relegre, yang berarti membaca
dan mengumpulkan. Menurut Nasution religare yang berarti mengikat
(Jalaluddin, 2007). Sementara dalam bahasa Indonesia religi berarti agama
merupakan suatu konsep yang secara definitif diungkapkan pengertiannya oleh
beberapa tokoh yaitu Menurut Gazalba religi atau agama pada umumnya
memiliki aturan – aturan dan kewajiban – kewajiban yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh pemeluknya. Semua hal itu mengikat sekelompok orang
dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya.
Sedangkan menurut Shihab (1993) agama adalah hubungan antara makhluk
dengan Khalik (Tuhan) yang berwujud dalam ibadah yang dilakukan dalam
sikap keseharian (Ghufron dan Risnawita, 2010).
Sistem religi ini berkaitan dengan sistem religi masyarakat Jawa yang dikenal
sebagai Agami Jawi atau Kejawen, adalah kompleks kepercayaan Hindu dan
Buddha dan konsep mistisisme.
2. Kerangka Berfikir
Di bawah ini akan dideskripsikan konsep-konsep yang digunakan untuk memberi
kerangka pemikiran terhadap penelitian ini. Kerangka pemikiran sangat diperlukan
untuk memberikan penjelasan secara ilmiah yang berkaitan dengan pembahasan. Pada
penelitian ini, penulis akan membahas tentang sumbangan pemikiran sistem religi
atau keyainan Agami Jawi dan orang santri. Penulis menggunakan pendekatan
pemikiran kebudayaan yang dikaitkan dengan sistem religi atau agama masyarakat
Jawa.

3
BAB II

TELAAH PUSTAKA

1. Sistem Religi atau Keyakinan Agami Jawa


Sistem budaya agami Jawa Seiring dengan sistem budaya dan agama yang dianut oleh
masyarakat Jawa, terdapat berbagai keyakinan, konsep, sudut pandang, keyakinan
akan nilai-nilai, seperti adanya Tuhan, dan keyakinan bahwa Muhammad adalah
utusan dan keberadaan Allah. Nabi-nabi lain meyakini adanya tokoh-tokoh suci
Islam, konsep-konsep tertentu tentang asal usul alam semesta yang diciptakan oleh
alam, esyatologi, pada dewa-dewa tertentu yang menguasai bagian-bagian alam
semesta, konsep-konsep tertentu tentang kehidupan dan kehidupan setelah mati, dan
akan adanya dari semua makhluk.
Penjelmaan halus dari leluhur yang telah meninggal, mereka percaya pada perwalian
dewa, mereka percaya pada setan, hantu, dan raksasa, dan mereka percaya akan
adanya kekuatan gaib di alam semesta ini. Bagian dari sistem budaya keagamaan
Kejawen adalah tradisi yang diturunkan dari mulut ke mulut, tetapi ada bagian
penting yang juga termasuk dalam sastra, yang dianggap sangat sakral dan bermoral.
Masyarakat Jawa Kejawen juga meyakini bahwa Al-Quran adalah sumber utama dari
segala ilmu yang ada. Namun, seperti semua pemeluk agama di seluruh dunia,
masyarakat biasa Agami Jawi akan dipengaruhi oleh keyakinan, ide, pendapat, nilai
budaya dan norma rata-rata ketika mereka menjalankan berbagai aktivitas keagamaan
sehari-hari. Pengetahuan yang lebih mendalam yang terdapat dalam buku-buku
keramat yang diperolehnya melalui seorang dukun, seorang kaum atau modin, atau
seorang kiyai dan seorang guru.
Keyakinan orang Jawa yang beragama Agami Jawi Tuhan sangat mendala dan hal itu
dalam suatu istilah sebutan Gusti Allah Ing kang Maha Kuwaos. Para penganut
Agami Jawt dari pedesaan memiliki konsep yang sangat sederhana bahwa Tuhan
adalah pencipta dan karena itu penyebab semua kehidupan, dunia dan seluruh alam
semesta (ngalam donya), dan hanya ada satu Tuhan (Ingkang Maha Esa).
Agama Jawi meyakini adanya Nabi Muhammad dan para nabi lainnya. Sistem
kepercayaan Agami Jawi meyakini bahwa Nabi Muhammad sangat dekat dengan
Tuhan. Hampir di semua upacara dan upacara , pada waktu mengadakan pengorbanan
sajian, atau slametan, orang Jawa melafalkan nama Allah dan nama Nabi Muhammad
yang dalam bahasa Jawa dinyatakan sebagai berikut : (Kanjeng Nabi Muhammad

4
Ingkang Sumare Ing Siti Medinah) atau Raja Nabi Muhammad yang dikuburkan di
Madinah. Namun, Nabi Muhammad kurang mendapat perhatian dalam sistem
keyakinan Agami Jawi dan sistem upacaranya , kecuali upacara Mi`raj pada tanggal
27 Rajab. Ini bukan berarti bahwa orang agami Jawa tahu sedikit tentang Nabi
Muhammad.
Keyakinan agami Jawi pada orang keramat, dan Avami Jawi mengenal banyak tokoh
orang keramat. Ini biasanya termasuk guru agama, tokoh sejarah dan semi sejarah,
terkenal melalui kesusastraan babad, pahlawan dalam cerita mitologis yang dikenal
melalui cara lain, dan karakter terkenal karena peristiwa. kehidupan. Banyak dari
orang-orang ini baru saja meninggal. Contoh yang terkenal dari guru-guru agama
yang telah diangkat menjadi orang keramat dalam sistem keyakinan orang jawa
adalah kesembilan Wali (Wali Sanga).
Keyakinan Agami Jawi akan dewa-dewa. Orang Jawa dari keluarga pedesaan dan
keluarga Priyayi biasanya dapat menyebutkan berbagai dewa, lengkap dengan sifat
dan rupanya masing-masing dewa yang dikenal dari cerita wayang. Di antara dewa-
dewa ini, ia selalu menjadi pelindung umat manusia. Yaitu untuk menolong dalam
mengatasi masalah yang dihadapinya, atau membantunya mengalahkan musuh-
musuhnya. Pengetahuan orang Jawa tentang dewa sangat luas dan detail, karena
wayang menggambarkan setiap bentuk, dekorasi, warna, dan lain sebagainya sangat
detail.
Keyakinan Agama Jawi tentang kematian dan Akhirat orang Jawa pada umumnya
percaya bahwa segera setelah seseorang meninggal, jiwanya akan menjadi mahkluk
halus (roh) yang disebut lelemah yang berkeliaran di tempat tinggalnya. Jiwa secara
bertahap akan meninggalkan tempat itu, dan pada titik tertentu, keluarga akan
mengadakan slametan untuk jarak yang ditempuh jiwa ke alam spiritual, menuju ke
tempat yang abadi kelak. Banyak orang jawa percaya bahwa roh orang yang
meninggal secara tidak wajar, tidak akan mencapai alam roh dan akan tetap
berkeliaran selamanya.
a. Sistem Upacara Agami Jawa
Seperti halnya dalam semua religi, upacara-upacara kematian juga menyangkut
berbagai maca, slametan, juga penting dalam agami Jawa. Hal yang tidak dapat
dilepaskan dari sistem upacara agami Jawa adalah berbagai jenis sajian (sajen).
Hal lain yang menonjol dalam beberapa upacara keagamaan adalah pertunjukan

5
lakon wayang kulit yang keramat. Dalam agami Jawa masih ada satu upacara
yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu upacara bersih dhusun.
2. Sistem Religi Orang Islam Santri
Percaya pada Tuhan. Pelajar di desa dan kota sangat bergantung pada “ kehendak
Tuhan” yang merupakan tema yang dipinjam dari dar`tauhid atau keesaan Tuhan yang
ditulis dalam berbagai ayat Al-Quran. Allah adalah Al-Wähid Kecuali Allah (lā
ilähaillallh), tidak ada tuhan lain, Allah adalah nyata dan benar (Al-Haqq) $ serta
yang menurunkan Al-Quran.
Nabi Muhammad dan para nabi lain. Sesuai dengan ajaran agama Islam, orang santri
mengakui adanya semua nabi yang dikenal, dan yakin bahwa Allah telah berkenan
untuk menyatakan kehendakNya kepada berbagai ras di dunia melalui perantara 28
orang nabi, yang semuanya disebut di dalam Al-Qur'an. Para nabi tersebut adalah a.l.
Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan lain-lain, sedangkan nabi yang
terakhir adalah Nabi Muhammad. Orang santri bahkan mengakui Buddha sebagai
seorang nabi, walaupun tidak disebutkan dalam Qur'an. Meskipun demikian, mereka
yakin bahwa Nabi Muhammadlah yang membawa perintah paling sem purna dan
yang terakhir dari Allah.
Keyakinan mengenai kematian dan kehidupan akhirat. Menurut ajaran Islam, orang
santri percaya bahwa ketika seseorang meninggal, malaikat maut Izra`il akan berdiri
di atas kepala orang tersebut, mengeluarkan jiwanya dari tubuhnya, dan
memberikannya kepada para pembantunya yang membawanya ke surga ketujuh. Jiwa
itu kemudian ditenpatkan bersama tubuhnya kembali di dalam liang kubur. Namun
bila orang yang adalah seorang kafir, maka 'Izra'il akan meninggalnya dengan
kekerasan, yang kemudian dibawa ke atas dan dihempaskan ke bumi. Jadi berbeda
dengan keyakinan orang Agami Jawi, yang mengatakan bahwa roh orang yang
menínggal pengamatan di sekitar tempat tinggalnya sewaktu hidup, orang scntri
menganggap bahwa roh itu harus tetap di dalam kubur sampai Hari Kebangkitan
Kembali.
a. Sistem Upacara Orang Santri
Sembahyang atau pembacaan ayat-ayat suci. Salat atau sembahyang merupakan
ritus pokok orang santri. Jakat pitrah yang dilakukan para orang santri biasanya
memberikan zakat mereka kepada orang-orang tertentu, seperti cendekiawan-
cendekiawan atau guru-guru agama, atau kepada lembaga sosial seperti panti
asuhan, rumah sakit dan sebagainya. Siyam atau puasa cara orang santri

6
melakukan puasa tidak berbeda dengan penganut agami Jawa, walaupun tanpa
upacara-upacara slametan. Dzikir, seperti agami Jawa tetapi terutama orang santri
melakukan suatu upacara di mana semua orang yang hadir menyebutkan nama
Allah dan mengucapkan tahlil yaitu “la ilaha-illa lah” beberapa kali dan
menggunakan tasbih untuk menghitungnya. Haji dan kurba, bagi seorang santri
ibadah haji merupakan salah satu rukun islam yang wajib dipenuhinya.
Upacara kematian, orang santri juga melakukan upacara slametan orang
meninggal yaitu pada hari ketiga, ketujuh, kesepuluh, keempat puluh, keseratus,
dan keseribu. Yang terlarang bagi mereka hanyalah slametan surtanah saja. Pada
upacara-upacara slametan yang disebut sedhekah atau kenduri, dzikir merupakan
unsur yang penting.

DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah, E. K. (2017). Sistem religi dan kepercayaan masyarakat Kampung Adat Kuta
Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(4).

Lantowa, J., & Bagtayan, Z. A. (2017). SISTEM RELIGI MASYARAKAT JAWA DALAM
NOVEL MANTRA PEJINAK ULAR KARYA KUNTUWIJOYO (KAJIAN
ANTROPOLOGI SASTRA). Jurnal IKADBUDI, 6(1).

Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN BALAI PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai