Anda di halaman 1dari 26

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN POLRI

TOPIK:
DEMOCRATIC POLICING TERHADAP
KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT

JUDUL:
OPTIMALISASI PROFESIONALISME SATBRIMOB POLDA PAPUA BARAT GUNA
MENDUKUNG PENINGKATAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
DALAM RANGKA TERWUJUDNYA KEAMANAN DALAM NEGERI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam konteks keamanan, kompleksitas ancaman dalam dinamika
perkembangan dunia di era global dewasa ini telah memperluas cara pandang
kompleksitas ancaman dalam melihat konsepsi keamanan. Konsepsi keamanan
saat ini bergeser dari ancaman keamanan yang bersifat militer ke ancaman
keamanan terhadap keamanan manusia (human security) seperti bencana alam,
kerusakan lingkungan, dan lainnya 1. Dalam konteks democratic policing,
paradigma konsepsi keamanan ini menjadi landasan filosofis bagi kepolisian yang
tidak saja menjalankan fungsi penegakkan hukum, tetapi juga menyangkut
dimensi hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob). Oleh karena itu fungsi polisionil
dalam democratic policing melekat 24 jam dalam diri masyarakat yang tidak bisa
diintervensi oleh siapapun termasuk negara. Dengan demikian fungsi pemolisian
di masyarakat bukan sekedar menurunnya angka kejahatan tetapi juga
menyangkut kesejahteraan masyarakat 2.
Secara garis besar, keamanan dalam negeri mencakup keamanan individu,
keamanan masyarakat, dan keamanan negara 3. Rasa aman dalam masyarakat
bukan semata-mata berkaitan dengan rendahnya tingkat kejahatan, akan tetapi

1
Barry Buzan, “New patterns of global security in The Twenty-First Century” Internasional Affairs (Royal
Institute of Internasional Affairs, 1944-), Vol. 67, No. 3 (Jul.,1991), 431-451
2
Mercedes S. Hinton, Tim Newburn (eds), Policing Developing Democracies, (London: Routledge, 2009).
3
Hermawan Sulistyo, et.al., Keamanan Negara, Keamanan Nasional, dan Civil Society, (Jakarta: Pensil
324, 2012), h63

1
2

juga berkaitan dengan derajat keteraturan sosial (social order) dan kepatuhan
hukum warga masyarakat (law abiding citizen). Rasa aman bagi masyarakat
mencakup empat unsur, yaitu: pertama, rasa bebas dari gangguan badani
maupun rohani (security), kedua, rasa terjaminnya keselamatan terhadap dirinya,
miliknya, dan hak-hak serta kehormatannya (safety), ketiga, rasa terjaminnya
kepastian hukum (surety), dan keempat, rasa damai bebas dari kekawatiran
(peace)4.
Polri yang paripurna (excellence) merupakan tuntutan masyarakat yang terus
berkembang sejalan dengan tingkat gangguan kamtibmas yang juga semakin
beragam dan meningkat. Dalam rangka menuju Polri yang paripurna, maka salah
satu tantangan utama Polri ke depan adalah mampu secara terus-menerus
beradaptasi dengan perkembangan sosial, budaya, ekonomi, dan politik
masyarakat. Seiring dengan perkembangan lingkungan strategis yang sedemikian
cepat, telah menggugah kesadaran seluruh komponen bangsa untuk melakukan
pembenahan dan pembaharuan atas berbagai ketimpangan, kinerja, dan hal-
halyang dianggap tidak profesional serta proporsional. Polri pun tidak terlepas dari
wacana besar perubahan ini. Hal ini dikarenakan Polri merupakan cerminan dari
tuntutan dan harapan masyarakat akan adanya rasa aman, keamanan, ketertiban,
dan ketentraman masyaraka sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002.
Brigade Mobil Polri merupakan pasukan Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang sejak lahirnya diberikan tugas khusus diantaranya memelihara
keamanan dan ketertiban di dalam negeri. Kapolri Jemderal Polisi Tito Karnavian
dalam sambutannya sebagai Inspektur Upacara pada HUT Brimob ke – 72 tahun
2017 mengingatkan bahwa jajaran Korbrimob mampu memberikan peran dan
kontribusi yang positif dalam rangka meraih kepercayaan publik terhadap Polri
melalui peningkatan profesionalime dan modernisasi, dimana profesionalisme
merupakan salah satu aspek prinsip democratic policing. Tantangan ke depan
yang akan dihadapi masih memerlukan kontribusi Brimob mulai dari konlik sosial,
banyaknya kekerasan yang terjadi, kekerasan kriminal bersenjata, serta ancaman
teror yang mengganggu stabilitas kamtibmas.
B. Pokok Permasalahan
Dari uraian tersebut di atas, dapat diambil satu permasalahan yaitu:
“Bagaimana mengoptimalkan profesionalisme Satbrimob Polda Papua Barat guna

4
Hermawan Sulistyo, et.al., Keamanan Negara, Keamanan Nasional, dan Civil Society, h86
3

mendukung peningkatan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka


terwujudnya keamanan dalam negeri?”
C. Pokok-Pokok Persoalan
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah ditentukan, pokok-pokok
persoalan yang akan dibahas pada naskah ini adalah:
1. Bagaimana kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Satbrimob Polda Papua
Barat dalam mendukung peningkatan Kamtibmas?
2. Bagaimana penerapan fungsi manajemen Satbrimob Polda Papua Barat
dalam mendukung peningkatan Kamtibmas?
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penulisan NKP ini dibatasi pada pengoptimalan
profesionalisme pada SDM dan fungsi manajemen Satbrimob Polda Papua Barat
Detasemen B Pelopor Sorong untuk melaksanakan harkamtibmas secara
profesional dengan tetap menghormati hak asasi manusia guna meningkatkan
keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terwujudnya Kamdagri.
E. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Untuk memenuhi salah satu persyaratan kurikulum dalam
menyelesaikan Sespimmen Polri Dikreg ke-58 Tahun Anggaran 2018.
2. Tujuan
Untuk memberikan masukan kepada unsur pimpinan melalui pemikiran
secara sistematis tentang upaya untuk mengoptimalkan profesionalisme dan
Satbrimob Polda Papua Barat
F. Metode dan Pendekatan
1. Metode
Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu mengumpulkan
data dan menguraikan serta menggambarkan fakta-fakta dari permasalahan
yang terjadi kemudian dianalisa guna menemukan jalan pemecahannya.
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif berupa studi
kepustakaan dan penelitian dokumen.
G. Tata Urut
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Landasan Pemikiran
Bab III : Kondisi Faktual
4

Bab IV : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Bab V : Kondisi Ideal
Bab VI : Pemecahan Masalah
Bab VII : Penutup
H. Pengertian-Pengertian
1. Optimalisasi, suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau optimasi
(nilai efektif yang dapat dicapai). Optimalisasi dapat diartikan sebagai bentuk
mengoptimalkan sesuatu yang sudah ada, ataupun merancang dan
membuat sesuatu secara optimal5.
2. Profesionalisme, (profésionalisme) ialah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran,
cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya
terdapat pada atau dilakukan oleh seorang profesional. Profesionalisme
berasal daripada profesion yang bermakna berhubungan dengan profesion
dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994).
Jadi, profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau kualiti dari
seseorang yang profesional (Longman, 1987) 6. Dimana profesionalisme
merupakan kondisi keseluruhan organisasi meliputi SDM, Metode/Fungsi
manajemen, Anggaran dan sarana prasarana.
3. Kamtibmas, adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu
prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka
tercapainnya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan,
ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang
mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan
kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi
segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya.
4. Keamanan dalam negeri, adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya
hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.” (Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 2 Tahun 2002).

5
https://www.google.com/search?q=optimalisasi, 24 Mei 2018.
6
https://www.google.co.id/search?=profesionalisme, 24 Mei 2018.
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN

A. Teori Analisa SWOT


Salah satu alat yang dapat digunakan untuk merumuskan strategi
adalah dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah
identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
perusahaan, analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan
dapat menimbulkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threat). Proses
perencanaan strategi (strategic planner) harus mampu menganalisis faktor-
faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman)
dalam kondisi yang ada disaat ini (Freddy Rangkuti, 2014, p19).
SWOT sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi masa depan
organisasi ini menjadi dasar dalam menentukan posisi organisasi saat ini.
Melalui Analytical Hierarchy Process (AHP), faktor-faktor yang ada pada
SWOT di berikan weight (bobot). Kemudian ditetapkan rating (peringkat)
dan score untuk diproses dalam tabel internal factors analysis summary
(IFAS) dan external factors analysis summary (EFAS). Hasil IFAS dan
EFAS berupa angka kuantitatif digunakan untuk menentukan posisi
organisasi (strategi organisasi). Selanjutnya faktor-faktor yang ada pada
IFAS dan EFAS dipilih dengan mempertimbangkan faktor yang dinilai paling
penting dan memberikan kontribusi signifikan bagi terwujudnya visi sebagai
dasar untuk melakukan analisis pada tabel SFAS (strategic factors analysis
summary). Analisis SFAS ini digunakan untuk menetapkan time frame
strategi jangka pendek, sedang dan strategi jangka panjang.
B. Teori Manajemen Strategik
Wheelen dan Hunger (2012: 5) mendefinisikan manajemen strategik
sebagai seperangkat keputusan dan aksi manajemen yang menentukan
tindakan organisasi dalam jangka panjang. Proses ini terdiri dari empat
elemen dasar yaitu (1) enviromental scanning, (2) strategy formulation,
(3) strategy implementation, dan (4) strategy evaluation. Environmental
scanning adalah proses memonitor, mengevaluasi, dan menyebarkan

1
6

informasi dari lingkungan baik internal maupun eksternal kepada orang-


orang penting dalam organisasi yang dilakukan melalui analisis SWOT.
Strategy formulation dilakukan dengan langkah menentukan misi organisasi,
target spesifik, mengembangkan strategi, dan menentukan panduan dalam
pembuatan kebijakan.
C. Konsep Profesionalisme
Menurut Arifin (1995, 105) profesionalisme adalah suatu pandangan
terhadap keahlian tertentu yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu, yang
mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan
khusus. Dalam konsep profesionalisme Satbrimob, maka peningkatan
profesonalisme dapat dilakukan melalui pendidikan atau latihan khusus
(dengan konsep manajemen pelatihan) yang berkaitan dengan tugas
pokoknya sesuai dengan konsep democratic policing. Sementara itu konsep
Profesionalisme mencakup seluruh sumber daya organisasi (SDO) yaitu
SDM, Anggaran, Sarana Prasarana, dan Metode/fungsi manajemen.
D. Teori Kompetensi
Menurut Spencer and Spencer, (1993 : 9) kompetensi adalah sebagai
karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas
kinerja individu dalam pekerjaannya. Karakteristik kompetensi menurut
Spencer and Spencer (1993: 10) terdiri dari 3 (tiga) Karakteristik 7, yaitu:
pengetahuan (Knowledge), keterampilan (skill), dan perilaku/sikap (attitude).
E. Teori Manajemen
George R. Terry menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
manajemen adalah proses planning (perencanaan), organizing
(pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengendalian)
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien melalui kegiatan
yang dilakukan oleh orang lain8.

BAB III
7
Spencer, M. Lyle and Spencer, M. Signe ,1993, Competence at Work Modelas for Superrior
Performance, John Wily & Son, Inc, New York, USA
8
Terry, George R. 1993. Principles of Management. Saduran Drs. Sujai. Bandung: Penerbit
Grafika
7

KONDISI FAKTUAL

Perkembangan lingkungan strategis yang sangat dinamis mengakibatkan


upaya penegakkan hukum dan keamanan di wilayah Polda Papua Barat
Khususnya Kota Sorong dari waktu kewaktu senantiasa dihadapkan kepada
tantangan yang cukup kompleks. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan situasi Politik
saat ini,pemilihan Kepala Daerah yang akan diikuti Partai - Partai Politik peserta
pemilihan kepala daerah yang berpotensi memunculkan kerawanan gangguan
Kamtibmas terutama yang berimplikasi Kontinjensi, antara lain konflik antar Partai
Politik, Money Politik, perdebatan tidak sehat dan unjuk rasa disertai dengan
tindakan anarkhis. Berdasarkan dinamika demokrasi dan semakin meningkatnya
berbagai kejahatan tentunya mempunyai dampak terhadap gangguan Kamtibmas.
Misalnya dalam dinamika demokrasi membuka peluang bagi masyarakat untuk
menyampaikan aspirasi dengan melakukan kegiatan pengumpulan massa yang
begitu besar dan berujung pada tindakan anarkhis. untuk itu diharapkan adanya
upaya Polri yang profesionalisme dalam menghadapi perkembangan lingkungan
strategis yang berpengaruh terhadap situasi dan kondisi keamanan masyarakat.
Berdasarkan data yang dihimpun penulis, berikut adalah kondisi kamtibmas Kota
Sorong yang menjadi wilayah tugas Detasemen B Pelopor Sorong:
Tabel 3.1 Perbandingan GK Tahun 2015 dengan GK Tahun 2016 Polres
Sorong
NO TAHUN CRIME TOTAL CRIME CLEAR PERSENTASE KET
CRIME TOTAL
1. 2015 1.512 249 17%
NAIK 29%
2. CRIME CLEAR
2016 1.948 488 26%
NAIK 96%
Sumber: Lapsat Polres Sorong tahun 2017
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dilihat bahwa kondisi kamtibmas di
Polres Sorong sangat mengkhawatirkan karena angka kejahatannya yang
meningkat. Sat Brimobda Polda Papua Barat adalah unsur pelaksana  pada
Mapolda Papua Barat yang bertugas menyelenggarakan gerakan pembinaan
kemampuan tehnis Brimob dan mengerahkan kekuatan untuk melaksanakan
penindakan dan penanggulangan gangguan Kamtibmas yang berinsentitas tinggi
utamanya kerusuhan massal yang anarkis, kejahatan yang terorganisir, bersenjata
api dan bahan peledak yang menjurus kepada terrorisme dan separatis, serta
8

operasi-operasi kemanusiaan/ penyelamatan masyarakat atau Search and


Rescue (SAR)  baik yang dilaksanakan secara mandiri maupun dalam
bentukbantuan taktis operasional kewilayahan, serta tugas-tugas lainnya atas
perintah Kapolda Papua Barat baik yang dilaksanakan secara terpusat ditingkat
Mapolda Papua Barat maupun dilaksanakan oleh satuan kewilayahan lainnya
(Polresta / Polres).
Namun demikian masih kerap ditemukan adanya ketidak profesionalan
personel Brimob Polda Papua Barat sehingga tidak dapat mendukung
peningkatan kamtibmas. Profesionalisme merupakan salah satu indikator atau
prinsip dari democratic policing, yang mana ketidakprofesionalan Personet
Satbrimob Polda Papua Barat mengindikasikan bahwa penerapan democratic
policing tidak berjalan dengan baik. Profesionalisme Satbrimob Polda Papua Barat
akan penulis bahas dari aspek Sumber Daya Manusia (SDM) dan penerapan
fungsi manajemen sebagaimana dijelaskan berikut ini:
A. Kondisi Faktual Sumber Daya Manusia (SDM) Satbrimob Polda Papua
Barat dalam mendukung peningkatan Kamtibmas
Sumber daya manusia merupakan salah satu aspek penting dalam
profesionalisme Personel satbrimob Polda papua Barat. Berdasarkan
penelusuran penulis, secara kuantitas personel Satbrimob Polda Papua
Barat belum memadai, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2 :
Data Personel Sat Brimob Polda Papua Barat

Sumber : Sat Brimob Polda Maluku Tahun 2018


9

Berdasarkan tabel 3.2 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah personel


Satbrimob Polda papua Barat masih sangat jauh dari DSPP, dimana kondisi
riil hanya 552 personel sedangkan sesuai ketentua seharusnya sebanyak
2.425 personel. Ini berarti pemenuhan 22,7%, artinya masih membutuhkan
77,3% lagi agar sesuai DSPP. Sedangkan ditinjau dari aspek kualitas sesuai
teori Kompetensi dengan kriteria pengetahuan (Knowledge), keterampilan
(skill), dan perilaku/sikap (attitude), Sumber Daya Manusia (SDM) Satbrimob
Polda Papua Barat dalam mendukung peningkatan Kamtibmas adalah
sebagai berikut:
1. Pengetahuan (Knowledge):
a. Masih banyak personel yang kurang memiliki pengetahuan
tentang pemetaan wilayah serta pengetahuan dasar psikologi
massa, akibatnya personel belum mampu meningkatkan situasi
kamtibmas;
b. Sebagian personel masih ada yang belum memiliki pengetahuan
tentang hukum yang cukup seperti pada personel Resmob;
c. Personel satbrimob Polda Papua Barat masih ada yang belum
memiliki pengetahuan yang kuat tentang prosedur serta teknik dan
taktik pada pelaksanaan tugas.
2. Keterampilan (Skill):
a. Masih banyak Personel satbrimob Polda Papua Barat yang lemah
dalam kemampuan Beladiri sehingga kurang mampu mendukung
pelaksanaan tugas di lapangan khususnya Detasemen Pelopor
Sorong;
b. Lemahnya kemampuan beberapa personel dalam hal
penyelidikan/intelijen lapangan akibat kurangnya pemahaman
terkait prosedur penyidikan terbatas menurut ketentuan yang
berlaku;
c. Tidak semua Personel satbrimob Polda Papua Barat khususnya
Detasemen B Pelopor Sorong memilki kemampuan negosiasi
yang baik akibat dari lemahnya kemampuan komunikasi personel
sehingga kerap terbawa emosi dalam pelaksanaan tugas;
10

d. Masih banyak Personel satbrimob Polda Papua Barat yang belum


memiliki kemampuan membuat laporan yang baik sebagai bentuk
akuntabilitas dalam pemolisian demokratis.
3. Perilaku/sikap (Attitude)
a. Banyak Personel Satbrimob Polda Papua Barat khususnya
Detasemen B Pelopor Sorong yang kerap bertindak kasar serta
tidak memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga kerap
tidak profesional dalam pelaksanaan tugas (berlawanan dengan
konsep democratic policing);
b. Belum tertanamnya kode etik Polri dalam diri sebagian besar
Personel Satbrimob Polda Papua Barat akibat dari lemahnya
implementasi nilai-nilai Kebhayangkaraan, Tribrata dan
Caturprasetya.
B. Kondisi Faktual penerapan fungsi manajemen Satbrimob Polda Papua
Barat dalam mendukung peningkatan Kamtibmas
Satbrimob dalam melaksanakan tugas dan fungsinya utamanya untuk
mendukung peningkatan Kamtibmas, maka fungsi manajemen perlu
diperhatikan karena fungsi ini melihat pelaksanaan tugas dari aspek
planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating
(pelaksanaan), dan controlling (pengendalian). Berikut kondisi penerapan
fungsi manajemen Satbrimob Polda Papua Barat dalam mendukung
peningkatan Kamtibmas:
1. Planning (perencanaan)
a. Penyusuanan perencanaan kebutuhan pendukung, seperti halnya
piranti lunak, dukungan anggaran, dan sarana prasarana pada
pelaksanaan pengamanan kegiatan untuk meningkatkan
kamtibmas belum disusun secara sistematis, sehingga belum
terukur pencapaiannya;
b. Penyusunan rencana kegiatan operasional seperti bantuan atau
pelibatan Satbrimob Polda Papua Barat belum dibuat sesuai
prakiraan yang baik.
2. Organizing (pengorganisasian)
11

a. Masih terdapat penempatan personel yang tidak sesuai


kompetensinya seperti, personel yang hanya memiliki kemampuan
Pelopor ditempatkan pada satuan Gegana begitu pula sebalikanya
sehingga personel kerap mengalami kesulitan di lapangan;
b. Assesment yang telah dilaksanakan oleh Satbrimob Polda Papua
Barat belum dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.
3. Actuating (pelaksanaan)
a. Pada saat penanganan huru-hara maupun pengamanan kegiatan
yang memiliki gangguan keamanan berintensitas tinggi, mediasi
yang dilaksanakan untuk meredam konflik tidak berjalan sesuai
dengan harapan, akibatnya kondisi yang ada berkembang ke
tingkat atau tahapan selanjutnya;
b. Pendayagunaan Satuan Brimob dalam pelaksanaan tugas untuk
mendukung peningkatan kamtibmas kurang didahului dengan
adanya latihan pratugas/pra-opsnal bagi anggota yang akan
ditugaskan.
4. Controlling (pengendalian)
Pelaksanaan supervisi oleh unsur pimpinan guna memberikan
petunjuk teknis dan arahan yang bersifat direktif, korektif dan motivasi
terhadap personel jarang dilaksanakan, sehingga kurang memberikan
masukan dalam pemecahan masalah, akibatnya kegiatan yang
dilakukan cenderung asal-asalan
C. Implikasi tidak optimalnya profesionalisme personel Satbrimob Polda
Papua Barat
1. Implikasi V1 terhadap V2:
a. Tidak optimalnya profesionalisme personel Satbrimob Polda
Papua Barat akan berpengaruh negative terhadap upaya
peningkatan harkamtibmas;
b. Kondisi kamtibmas tidak stabil, sehingga akan muncul berbagai
gangguan keamanaan laiinya.
2. Implikasi V1 terhadap V3:
a. Keamanan dalam negeri tidak terwujud akibat personel Brimob
tidak profesional dalam pelaksanaan tugas;
12

b. Tidak terdukungnya satuan lain ketika membutuhkan bantuan


satbrimob.
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

A. Faktor Internal
1. Kekuatan
a. Terlaksananya reformasi internal Polri sebagai bagian dari
program Promoter Kapolri nomor 1 (satu) menjadi landasan untuk
meningkatkan profesionalsime Satbrimob Polda Papua Barat.
b. Tingginya integritas pengabdian personel Brimob kepada Polri dan
Negara khususnya Satbrimob Polda Papua Barat;
c. Tumbuhnya jiwa kejuangan anggota Brimob Polri yang siap
mendukung dan melaksanakan tugas pokok serta fungsinya
terutama dalam peningkatan situasi kamtibmas;
d. Tersedianya sarana prasarana yang cukup untuk mendukung
peningkatan profesionalisme Satbrimob Polda Papua Barat;
e. Adanya program peningkatan kompetensi dan kualifikasi bagi
personel Satbrimob Polda Papua Barat yang mendukung
peningkatan profesionalisme.
2. Kelemahan
a. Masih terdapat personel Satbrimob Polda Papua Barat yang
resisten terhadap perubahan sehingga berdampak pada
lemahnya profesionalisme personel;
b. Rendahnya kesejahteraan anggota Brimob jika dibandingkan
dengan satuan lainnya mengakibatkan motivasi personel rendah
serta berpotensi adanya penyimpangan dan pelanggaran;
c. Minimnya infrastruktur yang dimiliki oleh Satbrimob Polda Papua
Barat berakibat pada rendahnya profesionalisme personel;
d. Masih banyak personel Satbrimob Polda Papua Barat yang belum
memiliki perumahan yang layak sehingga berakibat pada
menurunnya profesionalisme kerja;
13

e. Minimnya jumlah personel Satbrimob Polda Papua Barat, yang


dapat dilihat dari ketidaksesuaian antara jumlah riil dan DSPP.
.

B. Faktor Eksternal
1. Peluang
a. Adanya kesadaran berbagai kalangan masyarakat untuk
melaksanakan pengamanan mulai dari lingkungannya masing-
masing;
b. Tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap Brimob Polri
dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan terhadap
gangguan keamanan berintensitas tinggi;
c. Dukungan Pemerintah Daerah Papua Barat terhadap Satbrimob
Polda Papua Barat untuk meningkatkan profesionalisme;
d. Terjalinnya hubungan yang baik dengan TNI dalam pelaksanaan
tugas sehingga mampu mendukung peningkatan profesionalsime;
e. Adanya fungsi control sosial masyarakat terhadap Polri utamanya
Satbrimob Polda Papua Barat sebagai bentuk pengawasan.

2. Kendala
a. Maraknya berbagai kelompok bersenjata di wilayah hukum Polda
Papua Barat mengakibatkan separatisme yang tinggi sehingga
dapat mengancam kamtibmas;
b. Kentalnya budaya minum minuman keras bagi masyarakat di
wilayah hukum Polda Papua Barat kerap sebagai sumber
gangguan kamtibas;
c. Kondisi geografis wilayah hukum Polda Papua Barat yang sulit
dijangkau dan masih berupa hutan belantara;
d. Tingginya nilai kesukuan di Papua barat mengakibatkan kerap
terjadi konflik antar suku yang sering mamakan korban dan
mengganggu kamtibmas;
e. Papua merupakan wilayah endemic malaria, sehingga seingkali
personel terjangkit pernyakit malaria yang mengakibatkan
produktivitas kerja menurun akibatnya profesionalisme rendah.
14

BAB V
KONDISI IDEAL

Profesionalisme merupakan kualitas dan perilaku yang merupakan ciri khas


orang yang berkualitas dan profesional. Profesionalisme polisi adalah sikap, cara
berpikir, tindakan, dan perilaku pelaksanaan pemolisiannya dilandasi ilmu
kepolisian, yang diabdikan pada kemanusian atau melindungi harkat dan martabat
manusia sebagai aset utama bangsa dalam wujud terpeliharanya kamtibmas dan
tegaknya supremasi hukum. Berkaitan dengan profesionalisme Satbrimob Polda
Papua Barat, berdasarkan fakta masih belum sesuai dengan harapan.
Untuk mengukur profesionalisme menurut Sullivan dapat dilihat dari 3 (tiga)
parameter yaitu motivasi, pendidikan, dan penghasilan. Untuk memperoleh aparat
penegak hukum yang berkualitas maka harus memenuhi Well MES, yaitu:
Pertama, well motivation, harus dilihat motivasi polisi dalam mengabdikan diri
pada masyarakat. Kedua, well education, Satbrimob harusnya memiliki standar
pendidikan tertentu. Pendidikan dasar kepolisian tidak harus diikuti peserta didik
yang memiliki strata tinggi namun lemah dalam mental, akan tetapi standar
kurikulum yang harus disusun secara berjenjang sesuai dengan pola kependidikan
yang ada dalam Polri. Ketiga, well salary patut mendapat perhatian dari Pimpinan
Polri. Gaji polisi tidak seimbang dengan kinerja yang harus dituntut lebih oleh
masyarakat akan mempengaruhi perilaku mereka di lapangan, kecilnya
penghasilan ditambah dengan penerapan pola hidup yang tidak dimanage dengan
baik akan membuat Satbrimob menggunakan kewenangannya untuk melakukan
diskresi yang tidak bertanggungjawab (Rahardi, 2007: 207).
Berdasarkan kondisi factual terkait profesionalisme Satbrimob Polda Papua
Barat yang dilihat dari SDM dan fungsi manajemen pada Bab III, maka kondisi
idealnya adalah
A. Kondisi Ideal Sumber Daya Manusia (SDM) Satbrimob Polda Papua
Barat dalam mendukung peningkatan Kamtibmas
15

Sumber daya manusia merupakan salah satu aspek penting dalam


profesionalisme Personel satbrimob Polda papua Barat. Berdasarkan bab
sebelumnya dimana jumlah personel yang masih kurang dan tidak sesuai
DSPP, maka kondisi ideal yang diharapkan adalah terpenuhinya jumlah
personel Satbrimob Polda Papua Barat minimal sesuai dengan tantangan
tugas yang ada.
Sedangkan ditinjau dari aspek kualitas sesuai teori Kompetensi dengan
kriteria pengetahuan (Knowledge), keterampilan (skill), dan perilaku/sikap
(attitude), Sumber Daya Manusia (SDM) Satbrimob Polda Papua Barat
dalam mendukung peningkatan Kamtibmas yang ideal adalah sebagai
berikut:
1. Pengetahuan (Knowledge):
a. Seluruh personel telah memiliki pengetahuan tentang pemetaan
wilayah serta pengetahuan dasar psikologi massa, sehingga
personel lebih mampu meningkatkan situasi kamtibmas melalui
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya;
b. Semua personel telah memiliki pengetahuan tentang hukum yang
cukup seperti pada personel Resmob;
c. Seluruh personel Satbrimob Polda Papua Barat telah memiliki
pengetahuan yang kuat tentang prosedur serta teknik dan taktik
pada pelaksanaan tugas.
2. Keterampilan (Skill):
a. Setiap Personel satbrimob Polda Papua Barat telah memiliki
kemampuan Beladiri yang mumpuni dan sesuai standar yang
berlaku (minimal Kyu I / sederajat sesuai dengan kecabangan
beladiri masing-masing) sehingga mampu mendukung
pelaksanaan tugas di lapangan khususnya Detasemen Pelopor
Sorong;
b. Seluruh Personel satbrimob Polda Papua Barat telah memiliki
kemampuan dalam hal penyelidikan/intelijen lapangan yang
ditandai dengan meningkatnya pemahaman terkait prosedur
penyidikan terbatas menurut ketentuan yang berlaku;
16

c. Semua Personel satbrimob Polda Papua Barat khususnya


Detasemen B Pelopor Sorong telah memilki kemampuan
negosiasi yang baik dikarenakan telah mendapatkan pelatihan
kemampuan komunikasi;
d. Semua Personel Satbrimob Polda Papua Barat telah memiliki
kemampuan membuat laporan yang baik sebagai bentuk
akuntabilitas dalam pemolisian demokratis.
3. Perilaku/sikap (Attitude)
a. Seluruh Personel Satbrimob Polda Papua Barat khususnya
Detasemen B Pelopor Sorong diharapkan dapat bertindak
proporsional, humanis serta memperhatikan Hak Asasi Manusia
(HAM), sehingga terwujud profesionalisme dalam pelaksanaan
tugas (sesuai dengan konsep democratic policing);
b. Tertanamnya kode etik Polri dalam diri seluruh Personel
Satbrimob Polda Papua Barat dikarenakan personel mampu untuk
mengimplementasikan nilai-nilai Kebhayangkaraan, Tribrata dan
Caturprasetya.
B. Kondisi Ideal penerapan fungsi manajemen Satbrimob Polda Papua
Barat dalam mendukung peningkatan Kamtibmas
Fungsi manajemen dalam pelaksanaan tugas Satbrimob Polda Papua
Barat ditinjau dari aspek planning (perencanaan), organizing
(pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengendalian).
Berikut kondisi ideal penerapan fungsi manajemen Satbrimob Polda Papua
Barat dalam mendukung peningkatan Kamtibmas:
1. Planning (perencanaan)
a. Penyusuanan perencanaan kebutuhan pendukung, seperti halnya
piranti lunak, dukungan anggaran, dan sarana prasarana pada
pelaksanaan pengamanan kegiatan untuk meningkatkan
kamtibmas telah disusun secara sistematis, sehingga dapat
terukur pencapaiannya;
b. Penyusunan rencana kegiatan operasional seperti bantuan atau
pelibatan Satbrimob Polda Papua Barat telah dibuat sesuai
prakiraan yang baik.
17

2. Organizing (pengorganisasian)
a. Penempatan personel diharapkan sesuai kompetensinya dan tidak
ditemukan lagi kesalahan penempatan personel, hal ini harus
didukung oleh jumlah dan kualitas personel yang mumpuni;
b. Assesment yang telah dilaksanakan oleh Satbrimob Polda Papua
Barat telah dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.
3. Actuating (pelaksanaan)
a. Pada saat penanganan huru-hara maupun pengamanan kegiatan
yang memiliki gangguan keamanan berintensitas tinggi, mediasi
yang dilaksanakan untuk meredam konflik diharapkan berjalan
sesuai dengan harapan;
b. Pendayagunaan Satuan Brimob dalam pelaksanaan tugas untuk
mendukung peningkatan kamtibmas didahului dengan adanya
latihan pratugas/pra-opsnal bagi anggota yang akan ditugaskan.
4. Controlling (pengendalian)
Pelaksanaan supervisi oleh unsur pimpinan guna memberikan
petunjuk teknis dan arahan yang bersifat direktif, korektif dan motivasi
terhadap personel dilaksanakan secara konsisten dan
berkesinambungan, sehingga mampu memberikan masukan dalam
pemecahan masalah
C. Kontribusi optimalnya profesionalisme personel Satbrimob Polda
Papua Barat
1. Kontribusi V1 terhadap V2:
a. Optimalnya profesionalisme personel Satbrimob Polda Papua
Barat akan berpengaruh posiitif terhadap upaya peningkatan
harkamtibmas;
b. Kondisi kamtibmas stabil, sehingga berbagai gangguan
keamanaan mampu diantisipasi dengan baik.
2. Kontribusi V1 terhadap V3:
a. Terwujudnya Keamanan dalam negeri karena didukung oleh
profesionalisme personel Brimob dalam pelaksanaan tugas;
b. Didukungnya satuan lain ketika membutuhkan bantuan satbrimob
secara optimal.
18

BAB VI
PEMECAHAN MASALAH

Pemecahan maslah dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu penentuan posis


organisasi dan pendekatan manajemen strategic. Penentuan posisi organisasi
diperoleh dari hasil analisa EFAS-IFAS (hasil terlampir) dengan melihat nilai
masing-masing tabel. Berdasarkan hasil analisa tersebut diperoleh posisi
organisasi di kuadran II (Competitive). Setelah itu pemecahan masalah dilakukan
melaui pendekatan manajemen strategic sebagai berikut:
A. Visi
Terwujudnya profesionalisme Satbrimob Polda Papua Barat yang efekti
dalam mendukung peningkatan keamanan dan ketertiban masyarakat
sehingga keamanan dalam negeri dapat diraih.
B. Misi
1. Terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Satbrimob Polda Papua
Barat yang efektif dalam mendukung peningkatan Kamtibmas;
2. Terwujudnya penerapan fungsi manajemen Satbrimob Polda Papua
Barat yang efektif efisien dalam mendukung peningkatan Kamtibmas.
C. Tujuan
1. Membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) Satbrimob Polda Papua
Barat yang efektif dalam mendukung peningkatan Kamtibmas;
2. Menerapkan fungsi manajemen Satbrimob Polda Papua Barat yang
efektif efisien dalam mendukung peningkatan Kamtibmas.
D. Sasaran
Sasaran NKP ini diperoleh dari hasil penjabaran tujuan yang telah
ditetapkan melalui analisis SFAS (data terlampir), yaitu:
1. Sasaran Jangka Pendek:
a. Merubah mental personel yang dapat menerima perubahan;
b. Meningkatkan kesejahteraan anggota Brimob;
19

c. Menegakkan hukum terhadap kelompok bersenjata


d. Penyelesaian konflik antar suku
2. Sasaran Jangka Menengah:
a. Menguatkan jiwa kejuangan
b. Menigkatkan kompetensi dan kualifikasi bagi personel Satbrimob
c. Menguatkan sinergi dengan TNI
d. Menguatkan fungsi control sosial masyarakat
3. Sasaran Jangka Panjang
a. Mengimplementasikan reformasi internal Polri
b. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap Brimob Polri
E. Strategi
1. Jangka Pendek (0-6 Bulan)
a. Strategi pemberdayaan Bagsumda dan Siwas untuk merubah
mental personel yang dapat menerima perubahan;
b. Strategi peningkatan kesejahteraan anggota Brimob;
c. Strategi kerjasama untuk menegakkan hukum terhadap kelompok
bersenjata
d. Strategi kerjasama dengan stakeholders untuk menyelesaikan
konflik antar suku
2. Jangka Sedang (0-12 Bulan)
a. Strategi Penguatan jiwa kejuangan Satbrimob Polda papua barat
b. Strategi pemberdayan Bagsumda untuk menigkatkan kompetensi
dan kualifikasi bagi personel Satbrimob
c. Strategi kerjasama untuk menguatkan sinergi dengan TNI
d. Strategi kerjasma dengan potensi masyarakat untuk menguatkan
fungsi kontrol sosial
3. Jangka Panjang (0-24 Bulan)
a. Strategi pemantapan reformasi internal Polri
b. Strategi pemberdayaan democratic policing untuk menumbuhkan
kepercayaan masyarakat terhadap Brimob Polri
F. Kebijakan
1. Melaksanakan berbagai pelatihan dan pendidikan serta bimbingan
untuk meningkatkan kesiapan SDM Satbrimob Polda Papua Barat;
20

2. Melaksanakan penerapan fungsi manajemen yang baik dan terstruktut


untuk mendukung profesionalisme personel Satbrimob Polda Papua
Barat;

G. Action Plan
1. Jangka Pendek (0-6 Bulan)
a. Pemberdayaan Bagsumda dan Siwas untuk merubah mental
personel yang dapat menerima perubahan.
1) Program: penanaman nilai tribrata, kebhayangkaraan dan
catur prasetya
2) Indikator: mental personel berubah sehingga mau menerima
perubahan
3) Kegiatan:
a) Melaksanakan pembinaan rohani dan mental secara
konsiten melalui kegiatan NAC, ESQ, Spiritual building
dan lainnya bagi personel Satbrimob Polda Papua
Barat;
b) Meningkatkan pembinaan nilai-nilai etika profesi
kepolisian melalui kegiatan jam pimpinan;
c) Melaksanakan pengawasan terhadap implementasi
nilai tribrata, kebhayangkaraan dan catur prasetya
b. Peningkatan kesejahteraan anggota Brimob.
1) Program: peningkatan tunjangan jabatan
2) Indikator: meningkatnya kesejahteraan anggota Brimob
3) Kegiatan :
a) Merealisasikan penambahan honor bagi seluruh
personel Satbrimob;
b) Mengusulkan kenaikan tunjangan daerah bagi para
personel Satbrimob Polda Papua Barat;
c) Pemanfaatan program CSR untuk kesejahteraan
personel Satbrimob Polda Papua Barat;
21

d) Menjalin kerjasama dengan Bank seperti Bank Papua


serta pemerintah untuk mengadakan program rumah
Murah bagi personel Satbrimob Polda Papua Barat.
c. Kerjasama untuk menegakkan hukum terhadap kelompok
bersenjata
1) Program: pelucutan senjata serta penutupan akses senjata
ilegal
2) Indikator: kelompok bersenjata tidak lagi menebar ancaman
3) Kegiatan:
a) Bekerjasama dengan TNI dalam memberantas
kelompok bersenjata tetapi megendepankan Hak Asasi
Manusia;
b) Bersama TNI, Pemda dan tokoh masyarakat
melakukan identifikasi jalur-jalur strategis masuknya
senjata illegal bagi kelompok bersenjata kemudian
menutup jalut tersebut;
c) Melakukan pendekatan secara humanis dan negosiasi
terhadap kelompok bersenjata, namun jika melawan
dan enggan mengikuti instruksi Polri, maka hukum
ditegakkan dengan memperhatikan HAM masyarakat
lain jika kelompok bersenjata ini tidak diberantas.
d. Kerjasama dengan stakeholders untuk menyelesaikan konflik
antar suku
1) Program: penerapan restorative justice dan penyelesaian
konflik berbasis kearifan lokal
2) Indikator: konflik antar suku dicegah
3) Kegiatan:
a) Menginventarisir seluruh suku-suku yang ada di wilayah
hukum Polda Papua Barat dan kemudian memanggil
seluruh kepala sukunya untuk berdiskusi dan
membentuk forum kemitraan dengan Polri;
22

b) Menanamkan nilai-nilai Pancasila dan prinsip Ke-


Bhinneka Tunggal Ika-an pada seluruh lapisan
masyarakat termasuk suku di Papua Barat;
c) Memberdayakan forum silaturahmi guna mempererat
hubunga silaturahim antar suku.
2. Jangka Sedang (0-12 Bulan)
a. Penguatan jiwa kejuangan Satbrimob Polda papua barat.
1) Program: laksanakan perintah kapolri untuk memegag teguh
moto operasional “'sekali melangkah pantang menyerah'
2) Indikator: meningkatnya daya juang Satbrimob Polda Papua
Barat
3) Kegiatan:
a) Meningkatkan penanaman nilai-nilai kebhayangkaraan
dan tribrata ke dalam diri personel;
b) Melaksanakan pengajian/acara keagamaan secara
rutin untuk menguatkan ruh dan semangat juang
personel;
c) Menekankan kepada seluruh personel Satbrimob Polda
Papua Barat agar memperhatikan HAM dalam
pelaksanan tugas.
b. Pemberdayan Bagsumda untuk menigkatkan kompetensi dan
kualifikasi bagi personel Satbrimob
1) Program: pelatihan internal mandiri
2) Indikator: dilaksanakannnya pelatihan peningkatan
kompetensi dan kualifikasi bagi personel Satbrimob Polda
Papua Barat
3) Kegiatan :
a) Memberikan kesempatan bagi personel Satbrimob
Polda Papua Barat yang berprestasi untuk mengikuti
pendidikan lanjutan;
b) Melaksanakan pelatihan komunikasi bagi personel
Satbrimob Polda Papua Barat secara intensif dengan
mengundang pakar/ahli;
23

c) Melaksanakan pelatihan akuntabilitas publik dan


transaparansi publik guna menerapkan pemolisain
demokratis sehingga profesionalsime personel
meningkat.
c. Kerjasama untuk menguatkan sinergi dengan TNI
1) Program: penguatan sinergitas Polri – TNI
2) Indikator: terjalinnya komunikasi, koordinasi dan kolaborasi
yang intensif serta efektif dalam meningkatkan kamtibmas
3) Kegiatan:
a) Melaksanakan kegiatan Commander Call dengan
Komandan Satuan TNI secara periodik;
b) Melaksanakan kegiatan patroli bersama Satuan TNI;
c) Membentuk satgas kamtibmas antara TNI dan Polri
guna meningkatkan situasi keamanan di wilayah hukum
Polda Papua Barat;
d) Meningkatakn komunikasi dan koordinasi dengan TNI
melalui kegiatan dialog formal dan informal serta coffee
morning guna membahas kondisi kamtibmas serta
upaya peningkatannya.
d. Kerjasma dengan potensi masyarakat untuk menguatkan fungsi
control sosial
1) Program: pembentukan mitra kepolisian dengan masyarakat
2) Indikator: terbentuknya mitra kepolisian
3) Kegiatan:
a) Membuka ruang bagi masyarakat yang ingin melakukan
control terhadap pelaksanaan tugas Polri khususnya
satbrimob dengan meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas melalui pembuatan aplikasi monitor
center;
b) Meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap
democratic policing dengan menanamkan nilai-nilai
kepedulian lingkungan melalui sambang dan
sosialisasi.
24

3. Jangka Panjang (0-24 Bulan)


a. Pemantapan reformasi internal Polri untuk meningkatkan
profesionalisme personel
1) Program: perubahan mindset dan culture set
2) Indikator: terlaksananya reformasi internal dan
profesionalisme meningkat
3) Kegiatan:
a) Meningkatkan keteladanan yang dapat menjadi contoh
bagi anggota maupun masyarakat;
b) Membangun Sikap dan prilaku yang santun,
mengayomi, dan terbuka terhadap aspirasi dari bawah;
c) Pimpinan memotivasi angggota dengan berbagai
aktivitas yang dapat mengkonversi ide-ide yang kreatif
menjadi kegiatan-kegiatan yang menguntungkan;
d) Menjadikan anggota sebagai penggerak revolusi mental
dan pelopor tertib sosial di ruang public.
b. Pemberdayaan democratic policing untuk menumbuhkan
kepercayaan masyarakat terhadap Brimob Polri.
1) Program: implementasi democratic policing
2) Indikator: meningkatnya profesionalisme perosnel Satbrimob
Polda Papua Barat
3) Kegiatan :
a) Meningkatkan disiplin dengan berpegang teguh pada
etika profesi Polri;
b) Menginternalisasi dan mensosialisasikan tri brata dan
catur prasetya kepada seluruh anggota secara
konsisten;
c) Memberikan reward kepada anggota yang berani
mengungkap kasus-kasus dan berani menolak
intervensi harus diberi semangat dan dukungan moril
yang tinggi;
d) Melakukan control dan peningkatan terhadap
penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi
25

sebagai salah satu wujud implementasi democratic


policing;
e) Mengadakan pelatihan internal mandiri terkait konsep
democratic policing secara holistic, mulai dari prinsip,
penanaman 12 kualitas, dan aspek lainnya melalui
metode off the job training;
f) Membuka akses informasi selebar-lebarnya
kepada SDM Polri dalam mengembangkan
pengetahuan dan wawasan yang berguna dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya di lapangan.

BAB VII
PENUTUP

A. Simpulan
1. Sumber Daya Manusia (SDM) Satbrimob Polda Papua Barat dalam
mendukung peningkatan Kamtibmas berdasarkan fakta belum optimal
sehingga profesionalisme personel masih rendah, hal ini dapat dilihat
dari aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap personel pada
pelaksanaan tugas seperti: kurang memiliki pengetahuan dasar
psikologi massa, belum memiliki pengetahuan tentang hukum yang
cukup, kemampuan Beladiri kurang, kemampuan negosiasi lemah,
belum mampu membuat laporan yang akuntabel serta masih muncul
sikap personel yang mengabaikan HAM. Oleh karena itu perlu
perbaikan melalui: Binrohtal, pembinaan nilai etika Profesi, acara
keagamaan, implementasi democratic policing, dikjur, dikbang, diklat.
2. Penerapan fungsi manajemen Satbrimob Polda Papua Barat dalam
mendukung peningkatan Kamtibmas belum efektif dan efisien baik
pada aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan wasdal,
sehingga profesionalisme personel tidak dapat diraih. Hal ini dapat
dilihat dari: Penyusunan rencana kegiatan operasional belum sesua
prakiraan yang baik, penempatan kurang sesuai dengan kompetensi,
26

mediasi tidak berjalan sesuai dengan harapan, serta supervise lemah.


Oleh karena itu perlu: pengawasan, peningkatan tunjangan
kesehateraan, kerjasama, bentuk mitra dengan masyarakat, reformasi
internal dan lainnya,
B. Rekomendasi
1. Merekomendasikan kepada Kapolda u.p. Karo Sarpras agar memenuhi
usulan pemenuhan alut alus patroli yang diajukan oleh Satbrimob Polda
Papua Barat terkait dengan luasnya wilayah hukum Satbrimob Polda
Papua Barat dan kerawanan daerahnya dengan adanya KKB dan
wilayah-wilayah yang berbatasan dengan Polda Papua dan terkenal
dengan tindak kekerasan yang dilakukan oleh kelompok KKB Papua.
2. Merekomendasikan kepada Kakor Brimob melalui Kapolda Papua Barat
agar Brimob mengaktifkan kembali sistem patroli Kamandahan
(keamanan daerah pertahanan). Karena melihat kondisi saat ini dan
hasil-hasil yang dicapai dahulu kala sangat baik dan mendapat
apresiasi yang sangat bagus dari masyarakat. Walaupun terkesan ada
unsur militernya, akan tetapi penulis merasa tidak ada jeleknya apabila
kegiatan tersebut diaktifkan kembali dengan memperbaiki juklak dan
juknisnya.

Anda mungkin juga menyukai