Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Berdasarkan identifikasi pada aspek optimalisasi kinerja Polres Bone


guna mendukung pengamanan Pemilu 2019 dalam rangka terpeliharanya
kamtibmas yang kondusif, maka selanjutnya dilakukan diagnosa kinerja,
yang dimulai dari menginventarisasi faktor-faktor yang mempengaruhi.
Inventarisasi berbagai faktor tersebut tidak terlepas dari analisis SWOT
yang menurut Rangkuti (2009) merupakan identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi
Analisa SWOT dikaji melalui ES (Enviromental Scanning) dan OHA
(Organizational Health Audit). Pengertian ES adalah suatu proses
sistematis untuk meneliti dan menafsirkan data yang relevan untuk
mengidentifikasi peluang dan ancaman dari eksternal organisasi.
Sedangkan OHA adalah penelitian atau analisis secara cermat terhadap
kesehatan organisasi sendiri, baik terhadap kelemahan-kelemahan atau
kekurangan-kekurangan maupun terhadap kekuatan-kekuatan atau
kelebihan-kelebihannya.
Analisis ini didasarkan pada logika yang tidak hanya dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities). Namun
secara bersamaan juga dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan
ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu
berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan
organisasi. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus
menganalisis faktor-faktor strategis organisasi (kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada pada saat ini.
Adapun hasil inventarisasi faktor-faktor yang mempengaruhi
optimalisasi kinerja Polres Bone guna mendukung pengamanan Pemilu
2019 dalam rangka terpeliharanya kamtibmas yang kondusif, adalah
sebagai berikut :

41
42

A. Faktor Internal
Sesuai dengan analisis SWOT, yang menjadi obyek analisis
dari faktor internal yang mempengaruhi optimalisasi kinerja Polres
Bone guna mendukung pengamanan Pemilu 2019 dalam rangka
terpeliharanya kamtibmas yang kondusif, adalah faktor yang berasal
dari dalam organisasi berupa kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weaknesses), yaitu :
1. Kekuatan (Strengths)
Kekuatan (Strengths) adalah sumber daya yang dimiliki
organisasi yang dapat mendukung organisasi untuk mencapai
tujuan, adapun kekuatan Polres Bone dalam upaya
mengoptimalkan kinerja guna mendukung pengamanan
Pemilu 2019, adalah sebagai berikut:
a. Komitmen pimpinan Polres Bone untuk memberikan
pelayanan dan rasa aman kepada masyarakat melalui
pemeliharaan kamtibmas sesuai dengan Program
Prioritas Kapolri ke-8 Penguatan Harkamtibmas, agar
tercipta kondusifitas keamanan di wilayah hukum Polres
Bone sehingga mampu mendukung penyelenggaraan
Pemilu 2019 mendatang;
b. Susunan organisasi secara berjenjang digelar mulai dari
Polsek sebagai ujung tombak operasional sampai
dengan Polres dan adanya HTCK antar satuan fungsi
yang terstruktur sehingga pelaksanaan tugas
operasional dapat dilaksanakan secara efektif, efisien
dan akuntabel sesuai dengan kebutuhan dan dapat
mencapai sasaran yang telah ditetapkan, pada
umumnya HTCk untuk kegiatan operasi disusun dalam
bentuk rantai komando yang lebih sederhana, yang
mengatur Hubungan dan Tata Cara Kerja antar satuan
43

tugas baik Internal secara vertikal, horizontal dan


diagonal maupun Eksternal secara Lintas Sektoral,
sehingga dapat mendukung kegiatan secara optimal
sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing;
c. Adanya produk-produk Intelijen oleh Sat Intelkam Polres
Bone yang berperan dalam memberikan informasi
sekaligus deteksi dini terhadap setiap gejolak maupun
gangguan keamanan yang mungkin dapat terjadi di
masyarakat serta dapat mengganggu stabilitas
kamtibmas dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 di
Kabupaten Bone, dimana gangguan kamtibmas dapat
berpengaruh terhadap proses pembangunan bangsa
melalui agenda demokrasi. Proses Pulbaket dan deteksi
dini intelkam Polres Bone dilakukan melalui berbagai
tahap, yaitu; pengolahan data-data dan juga
menggunakan analisis yang mendalam sehingga
menghasilkan informasi yang akurat. Informasi yang ada
dibuat dalam bentuk produk-produk intelijen yang
disajikan kepada pimpinan guna memberikan masukan
dalam penentuan TO dan sasaran operasi;
d. Adanya dukungan sumber daya organisasi, baik
anggaran dan sarana prasarana yang sudah mendekati
ideal maupun sumber daya manusia dengan
pengalaman yang baik dari personel Polres Bone
sebagai anggota Kepolisian dalam melaksanakan tugas,
sesuai dengan tugas pokoknya dalam Undang-Undang
No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri, sebagai alat negara
yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakan hukum serta
memberikan perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
44

terpeliharanya keamanan dalam negeri , khususnya


pengalaman personel pada kegiatan operasional
kepolisian untuk mendukung pengamanan pemilu 2019;
e. Adanya pertelahaan tugas (job description) yang jelas
pada masing-masing fungsi dan Protap berupa SOP
(Standar Operasional Procedure) dalam bentuk
Peraturan Kapolri, diantaranya Perkap No.9 Tahun 2009
Tentang Manajemen Operasi Kepolisian yang dapat
digunakan sebagai acuan personil Polri untuk bertindak.
Tujuan ditetapkan peraturan-peraturan ini adalah agar
anggota Polri tidak bingung dalam melaksanakan tugas
dan mempunyai acuan sehingga pelaksanaan tugas
operasi dapat mendekati kesempurnaan.

2. Kelemahan (Weaknesses)
Kelemahan (weaknesses) adalah hal penghambat yang
berasal dari internal organisasi yang dapat mengganggu
upaya pencapaian tujuan organisasi, adapun kelemahan
Polres Bone yang dapat menghambat upaya untuk
mengoptimalkan kinerja guna mendukung pengamanan
Pemilu 2019, adalah sebagai berikut :
a. Kurangnya kegiatan pelatihan dan penyegaran
kemampuan untuk mendukung kegiatan operasi
kepolisian, khususnya kemampuan dalam pembuatan
produk-produk intelijen. Kondisi ini berdampak pada
pengetahuan dan keterampilan personel Polres Bone
dalam melaksanakan kegiatan operasi. Hal ini
diperparah dengan kurangnya inisiatif anggota untuk
meningkatkan kemampuan secara otodidak atau belajar
sendiri karena membutuhkan pemikiran, tenaga dan
menyita perhatian guna mempelajarinya;
45

b. Kekuatan personel Polres Bone ditinjau dari segi


Kuantitas jumlah adalah 933 personel, yaitu 906
personel Polri dan 28 orang personel sipil (PNS),
dengan rasio perbandingan Polisi dengan masyarakat
1 : 943, sedangkan DSP seharusnya adalah 1804
personel, sehingga Polres Bone masih kekurangan 871
personel. Hal ini tentu berdampak kinerja tugas Polres
Bone, karena beban tugas tinggi belum diimbangi
dengan jumlah personel yang mencukupi untuk
mengawasi pelaksanaan tugas. Begitu pula dengan
jumlah anggota yang terlibat operasi kepolisian sesuai
anggaran relatif kurang, bila dibandingkan dengan luas
wilayah Kabupaten Bone dan karakteristik kerawanan
daerah yang ada.
c. Kurangnya Komitmen Afektif (Affective commitment) dan
Komitmen Berkelanjutan (Continuance commitment)
personel dalam mendukung kinerja Polres Bone,
khususnya pada pengamanan pemilu 2019 mendatang,
hal ini diantaranya dikarenakan budaya organisasi dan
sistem hierarki yang kaku maupun inkonsistensi reward
and punishment pimpinan kepada anggotanya, serta
kurangnya mekanisme pengawasan dan pengendalian
serta kemampuan supervisi atasan yang terbatas yang
berakibat mental dan dedikasi kurang terarah dan tidak
mendukung pelaksanaan tugas;
d. Masih adanya ego sektoral antar satuan fungsi,
sehingga dalam melaksanakan tugas, cenderung
berjalan sendiri-sendiri, koordinasi dan komunikasi antar
satuan fungsi kurang berjalan dengan sinergis, sehingga
pencapaian hasil kegiatan operasi kepolisian kurang
maksimal, masing-masing Satgas belum terjalin
46

harmonisasi hubungan dan sinergitas antar satuan


fungsi yang mampu meningkatkan soliditas internal
sesama Polri untuk mendukung pelaksanaan tugas,
sesuai dengan Program Promoter Bapak Kapolri;
e. Belum adanya standarisasi keberhasilan kerja bagi
personel Polres Bone dalam pelaksanaan tugas.
Padahal standarisasi keberhasilan kerja yang jelas
merupakan aspek penting dari suatu sistem penilaian
kerja. Sasaran utama dari adanya standar tersebut ialah
teridentifikasinya unsur-unsur krusial suatu pekerjaaan.
Standar tersebut kemudian menjadi suatu tolak ukur
seseorang melakukan pekerjaannya.

B. Faktor Eksternal
Faktor eksternal organisasi adalah kondisi lingkungan yang
dinamis yang mempengaruhi keberadaan organisasi tersebut dalam
mencapai tujuan. Faktor eksternal itu terdiri dari peluang
(opportunities) dan ancaman (threats), adapun faktor eksternal yang
mempengaruhi kinerja Polres Bone guna mendukung pengamanan
Pemilu 2019 dalam rangka terpeliharanya kamtibmas yang kondusif,
adalah sebagai berikut :
1. Peluang (Opportunity)
Peluang (opportunities) merupakan hal di luar organisasi
yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan membawa
manfaat bagi organisasi untuk mencapai tujuan. Adapun
peluang yang mendukung Polres Bone dalam upaya
mengoptimalkan kinerja guna mendukung pengamanan Pemilu
2019, adalah sebagai berikut :
a. Dukungan Pemerintah terhadap pelaksanaan tugas Polri
dalam hal pemeliharaan dan penciptaan situasi
Kamtibmas yang kondusif, diantaranya :
47

1) Dukungan pemerintah pusat dan pemerintah


daerah Kabupaten Bone terhadap pelaksanaan
tugas Polri dalam hal pemeliharaan dan penciptaan
situasi Kamtibmas yang kondusif, secara konkrit
diwujudkan dalam memberikan dukungan
anggaran bagi operasional Polri yang tidak terikat;
2) Kebijakan pemerintah daerah yang berorientasi
kepada terselenggaranya ketentraman dan
ketertiban masyarakat, diantaranya dengan
pembentukan Perda dan pelibatan Satpol PP untuk
membantu tugas Polri menjaga Harkamtibmas;
3) Adanya kesepakatan bersama antara Polri dan
instansi pemerintah dalam bentuk MOU.
b. Dukungan dan harapan masyarakat terhadap
pelaksanaan tugas Polri, dimana masyarakat memiliki
harapan yang besar terhadap peningkatan kinerja dan
profesionalisme Polri. Sehingga mampu mewujudkan
rasa aman dan damai dalam setiap tahapan pelaksanaan
pemilu 2019 mendatang. Hal ini terbukti dengan
meningkatnya keinginan masyarakat untuk untuk
berkomunikasi dengan Polri dan khususnya mengkritisi
Polri sehingga Polri dapat berbenah diri, diantaranya
melalui media sosial;
c. Tingkat pendidikan masyarakat semakin tinggi, sehingga
semakin menyadari pentingnya keamanan lingkungan,
dengan aktif berpartisipasi membantu Polri dalam tugas-
tugas kepolisian berkaitan dengan penangkalan,
pencegahan dan penegakkan hukum serta partisipasi
masyarakat yang menjadi jaringan informasi terkait situasi
dan kondisi wilayah yang tersebar merata di wilayah
Kabupaten Bone;
48

d. Makin aktifnya kontrol eksternal dari masyarakat, DPRD


serta LSM dan media massa yang merupakan kepedulian
masyarakat yang memotifasi peningkatan sumber daya
dan kinerja Polri, karena ketika berbicara kontrol
eksternal sosial terhadap Polri, hal tersebut secara
simultan berpengaruh pada otonomi dan independensi
Polisi dalam ruang gerak kerja mereka terhadap
penegakan hukum dan pembinaan keamanan. serta
kontrol netralitas Polri dalam hubungannya dengan
pengaruh kekuatan politik potensial nasional menjelang
Pemilu 2019 mendatang. Kontrol eksternal sangat
penting bagi eksistensi Polri, karena profesi polisi
memiliki posisi unik bila dibandingkan dengan profesi lain
didalam masyarakat yang bercorak demokratis.
Semangat demokrasi ini membawa pandangan
kesadaran polisi perlu dikontrol kuat dari masyarakat 
(Civil authority), karena Polri dirasakan memiliki kekuatan
(power) yang besar dalam penegakan dan pembinaan
hukum;
e. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
memungkinkan penggunaan teknologi untuk
mendapatkan informasi dan mengolah data yang
diperlukan untuk mendukung kegiatan kepolisian dalam
upaya meningkatkan kinerja Polri untuk mendukung
pengamanan Pemilu 2019, selain itu pemanfaatan
teknologi komunikasi dan informasi untuk
mengkomunikasikan keberhasilan Polri, khususnya
keberhasilan pelaksanaan operasi kepolisian kewilayahan
untuk menjaga stabilitas kamtibmas di wilayah hukum
Polres Bone.
49

2. Ancaman (Threat)
Ancaman (threats) merupakan hal di luar organisasi yang
dapat memberikan hambatan bagi organisasi dalam mencapai
tujuan. Adapun ancaman yang dapat menghambat upaya
peningkatan kinerja Polres Bone dalam mendukung
pengamanan Pemilu 2019 dalam rangka terpeliharanya
kamtibmas yang kondusif, adalah sebagai berikut :
a. Pengaruh globalisasi dan modernisasi berperan besar
dalam mempengaruhi gaya hidup hedonis dan konsumtif
yang cenderung membuat banyak polisi menjadi bermata
gelap untuk meraih kehidupan sosialita yang gemerlap.
Kondisi ini pula yang kemudian seringkali menggoyahkan
komitmen dan integritas Polri dalam menjalankan peran
dan fungsi, sehingga mampu dijadikan alat politik untuk
kepentingan suatu kelompok dengan imbalan materi;
Gaya hidup hedonis anggota Polri juga terjadi dikarenakan
kurangnya fungsi pengawasan eksternal terhadap polisi
dan tidak adanya keberanian masyarakat untuk
melaporkan perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan
oleh oknum polisi. Ada 5 (lima) hal yang membuat
anggota Polri dapat memenuhi gaya hidup hedonnya,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Kolusi dan pertemanan destruktif;
2) Menjadi makelar kasus dan mafia hukum;
3) Menerima setoran dari bawahan;
4) Melakukan pungutan liar (Pungli);
5) Memanipulasi barang bukti;
50

6) Menerima uang ucapan terima kasih, hal ini


merupakan komponen yang cukup signifikan dan
cenderung dianggap wajar padahal sebuah
gratifikasi.
b. Karakteristik masyarakat Bone yang sebagian besar
merupakan suku Bugis dengan karakter masyarakat
maritim yang keras dan berani sebagai masyarakat pelaut
yang kerap ‘bergaul’ dan akrab dengan angin dan
gelombang lautan, maka sifat-sifat dinamis dari gelombang
yang selalu bergerak tidak mau tenang itu, mempengaruhi
jiwa dan karakter orang Bugis Kabupaten Bone, OLeh
karena sejarah tersebut, maka masyarakat Sulawesi
dikenal gampang naik darah, suka mengamuk, membunuh
dan mau mati untuk sesuatu perkara sepele saja. Itulah
anggapan yang melekat pada diri dan disematkan sebagai
karakter orang Makassar. Cap ini kian lekat dan jelas
seiring makin banyak pemberitaan media perihal
kurusuhan, aksi kriminal dan tawuran mahasiswa di
Sulawesi Selatan, termasuk masyarakat Kabupaten Bone;
c. Masih kuatnya persepsi dan stigma negatif masyarakat
terhadap kinerja dan profesionalisme Polri, walaupun
dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir Polri terus
melakukan perbaikan dan meraih kepercayaan publik
dibawah kepemimpinan Kapolri Tito Karnavian, namun
stigma negatif masih cukup tinggi di masyarakat,
mengingat stigma ini dibangun cukup lama di masyarakat
oleh oknum-oknum anggota Polri yang tidak profesional
dan kurang berintegritas, khususnya stigma pungli dan
suap yang telah lama melekat di Polri. Ini juga yang
kemudian pernah menempatkan institusi Polri paling
memiliki citra buruk sebagai lembaga negara. Data laporan
51

Ombudsman pada 2016 menyebutkan Polri adalah


lembaga negara dengan angka tertinggi sebagai sarang
pungli dan praktik suap. Praktik itu, menurut Ombudsman,
dicirikan dengan mengulur-ulur pengungkapan kasus dan
mal administrasi yang jumlahnya mencapai 51 persen 7;
d. Meningkatnya suhu politik menjelang Pemilu 2019
berdampak pada meningkatnya potensi gangguan
kamtibmas, diantaranya terjadinya gesekan antar
pendukung yang mengakibatkan tidak kondusifnya daerah
Kabupaten Bone, selain itu Pemilu rawan memicu
terjadinya kontijensi yang dipicu pelanggaran ataupun
tindak pidana pada setiap tahapan Pemilu, pelaksanaan
pemungutan suara, masa tenang maupun pada saat
pengumuman hasil pemungutan suara dan pelantikan
calon terpilih, sehingga mengandung konsekuensi
terhadap kerawanan Kamtibmas secara umum
dimasyarakat;
e. Masih adanya pihak-pihak yang sengaja merusak
kondusifitas kamtibmas dengan motif politik dengan cara-
cara yang kurang terpuji demi mencapai tujuannya,
bahkan mengancam keutuhan NKRI, hal ini dapat dilihat
dari maraknya money politik dan kampanye hitam serta
semakin maraknya hastag yang dapat menganggu
stabilitas kamtibmas menjelang Pemilu 2019.

7
Sumandoyo Arbi, 2017, Buruk Polri di Mata Masyarakat, diakses dari : https://tirto.id/buruk-polri-di-
mata-masyarakat-cmwM

Anda mungkin juga menyukai