TOPIK
DEMOCRATIC POLICING TERHADAP
KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
JUDUL
OPTIMALISASI KEMAMPUAN PENYIDIK SATRESKRIM POLRES
SORONG KOTA YANG PROMOTER GUNA MENDUKUNG PENANGANAN
TINDAK PIDANA PEMILU 2019
DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemikiran mainstream beranggapan bahwa kepastian hukum
merupakan keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok,
maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah
digariskan oleh aturan hukum. Kepastian hukum secara normatif adalah
ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena
mengatur secara jelas dan logis. Sudikno Mertokusumo (1986: 130)
menuturkan bahwa kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel
terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang
akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan
tertentu1 yang merupakan asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan,
dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara 2.
Ungkapan di atas merupakan suatu prinsip yang wajib dijunjung tinggi
oleh para penegak hukum. Upaya untuk mewujudkan kepastian hukum
1
Mertokusumo, Sudikno, 1986, “Mengenal Hukum”, Liberty, Yogjakarta, hal : 130
2
https://www.scribd.com/doc/46240963/Asas-Kepastian-Hukum diunduh Rabu 14 Februari 2018,
pukul 17.53 WITA
1
2
tentu tidak lepas dari peran Polri sebagai aparat penegak hukum yang
melakukan penanganan tindak pidana.
Salah satu hal yang menjadi concern Polri menghadapi tahun politik
2019 adalah penanganan tindak pidana pemilu. Pemilu adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam NKRI berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945, yang mana di dalam penyelenggaraannya tidak lepas dari
berbagai pelanggaran. Pelanggaran Pemilu dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu
pelanggaran administratif, pelanggaran kode etik dan tindak pidana
Pemilu3. Berbagai pelanggaran yang dapat dikategorikan sebagai tindak
pidana Pemilu terjadi sepanjang tahapan pelaksanaan Pemilu. Melihat
kasus yang terjadi pada pelaksanaan Pemilu 2014 dan Pemilukada 2017
yang diselenggarakan di wilayah hukum Polres Sorong Kota tidak lepas
dari berbagai pelanggaran yang bahkan menjadi tindak pidana Pemilu.
Namun jika dilihat dari proses penanganan dan penyelesaian kasus tindak
pidana pemilu yang ada selama ini, tidak banyak kasus yang sampai ke
tingkat pengadilan meskipun banyak pengaduan dan laporan ke
Panwaslu.
Oleh karena itu Polres Sorong Kota perlu berperan penting dalam
menangani tindak pidana Pemilu melalui berbagai upaya dan langkah
sistematis yang salah satunya dengan mengembangkan kemampuan dan
atau keterampilan Penyidik Ditreskrimum Polda Papua Barat, mengingat
hal yang paling penting agar penanganan tindak pidana Pemilu ini dapat
berjalan dengan efektif dan efisien adalah adanya Penyidik yang memiliki
kemampuan dan keterampilan yang tinggi. Meskipun harus diakui bahwa
dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya optimal karena masih banyak
kendala dan hambatan yang perlu mendapat perhatian serius. Kondisi ini
merupakan tantangan bagi Kapolres Sorong Kota untuk melakukan
berbagai langkah sistematis dan konseptual bagaimana mengoptimalkan
kemampuan Penyidik yang profesional, modern dan terpercaya sesuai
dengan commander wish Kapolri agar penanganan tindak pidana pemilu
3
Undang-undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 94
3
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan Naskah ini
adalah “Bagaimana mengoptimalkan kemampuan penyidik
Satreskrim Polres Sorong Kota yang Promoter guna mendukung
penanganan tindak pidana Pemilu 2019 dalam rangka mewujudkan
kepastian hukum?”.
C. Pokok-pokok Persoalan
Pokok-pokok persoalan dalam penulisan NKP ini adalah:
1. Bagaimana kemampuan penyidik Satreskrim Polres Sorong Kota
dalam menyusun perencanaan penyidikan tindak pidana pemilu?
2. Bagaimana kemampuan penyidik Satreskrim Polres Sorong Kota
dalam membuat pengorganisasian penyidikan tindak pidana pemilu?
3. Bagaimana kemampuan penyidik Satreskrim Polres Sorong Kota
dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana pemilu?
D. Ruang lingkup
Dibatasi pada optimalisasi kemampuan penyidik Satreskrim Polres
Sorong Kota dalam menangani tindak pidana Pemilu dimulai dari tahap
perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan agar terwujud
kepastian hukum bagi pelaku tindak pidana Pemilu.
E. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Memberikan gambaran terkait kondisi mengoptimalkan kemampuan
penyidik Satreskrim Polres Sorong Kota yang Promoter guna
mendukung penanganan tindak pidana Pemilu 2019 dalam rangka
mewujudkan kepastian hukum.
2. Tujuan
a. enulisan NKP ini adalah sebagai sumbang saran pemikiran bagi
segenap anggota dan unsur pimpinan Polri dalam mengambil
langkah-langkah tepat dalam mengoptimalisasikan kemampuan
4
H. Pengertian-pengertian
1. Optimalisasi adalah proses, cara/perbuatan memuat optimal,
sedangkan mengoptimalkan / dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti menjadikan paling baik, paling tinggi atau menguntungkan
dengan kata lain bahwa optimalisasi adalah membentuk sesuatu
untuk menjadi lebih tinggi atau lebih baik 4;
2. Kemampuan adalah berasal dari kata ”mampu” yang memiliki arti : 1.
Kuasa (sanggup melakukan sesuatu, dapat, kemampuan :
kesanggupan; kecakapan; kekuatan), 2. Kemajuan 5;
3. Penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk
melakukan penyidikan (pasal 1 butir 1 KUHAP)6;
4
Drs. Peter Salim, MA, 1991, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer
5
Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2005
6
Pasal 1 butir 1 KUHAP
5
7
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung. Alumni. Hlm 4
8
http://ockyprayogawirayudha.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_19.pdf,
diunduh Rabu 14 Februari 2018, pukul 19.24 WITA
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
A. Teori Kompetensi
Kompetensi adalah sebagai karakteristik yang mendasari
seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam
pekerjaannya dan mengandung makna bagian dari kepribadian yang
mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat
diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan 9. Karakteristik
kompetensi terdiri dari 3 (tiga), yaitu : Knowledge, adalah informasi
yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu; Skills, adalah
kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik
maupun mental; Self Concept / attitude, adalah sikap dan nilai-nilai
yang dimiliki seseorang..
B. Teori Manajemen
Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi yang telah ditetapkan melalui kegiatan perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating) dan
pengendalian / pengawasan (controlling)10. Fungsi manajemen adalah
sebagai berikut: 1) perencanaan; 2) pengorganisasian; 3) pelaksanaan;
dan 4) pengawasan.
C. Teori Analisa SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi organisasi. Analisis ini
didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang,
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan
ancaman11. Analisis ini sangat relevan digunakan dalam menganalisa
kekuatan dan kelemahan organisasi dalam upaya mengetahui hakekat
ancaman dan peluang, sehingga pimpinan mampu menentukan
langkah pengambilan keputusan. Metode Analisa SWOT dilakukan
9
Spencer, M. Lyle and Spencer, M. Signe ,1993, Competence at Work Modelas for
Superrior Performance, John Wily & Son, Inc, New York, USA. Hal 9
10
Terry, George R. 1993. Principles of Management. Saduran Drs. Sujai. Bandung:
Penerbit Grafika
11
Freddy Rangkuti, 2009, Analisis SWOT, Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT Gramedia
pustaka utama, Jakarta, hal : 18
6
7
12
Musa Hubeis dan Mukhamad Najib, 2008, Manajemen Strategik, Dalam Pengembangan Daya
Saing Organisasi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
13
Perkap No 10 Tahun 2013 tentang Tatacara Penyidikan Tindak Pidana Pemilu
BAB III
KONDISI FAKTUAL
0 55%
Tahun Tahun Tahun
2015 2016 2017
Sumber: Ditreskrimum Polda Papua Barat, 2018
Berdasarkan grafik 3.1 diatas, dapat dilihat bahwa trend kasus
yang ditangani Ditreskrimum Polda Papua Barat meningkat setiap
tahunnya. Namun penyelesaian kasus masih sangat rendah tidak
ada yang mencapai 70%. Hal ini mengakibatkan lambatnya proses
pemberian kepastian hukum bagi masyarakat khususnya bagi
terlapor maupun pelapor. Gambaran ini menunjukkan bahwa
penanganan kasus oleh penyidik Ditreskrimum Polda Papua Barat
masih berjalan ditempat. Begitu pula dengan penanganan tindak
pidana Pemilu dan atau Pemilukada. Banyak laporan yang diajukan
kepada Bawaslu Provinsi Papua Barat maupun KPU namun hanya
sedikit saja yang diproses hingga ke pengadilan. Hal ini
mengakibatkan munculnya banyak kekecewaan dari masyarakat
terhadap Polri khususnya Polda Papua Barat. Padahal penegakan
hukum pada tindak pidana pemilu merupakan hal yang amat penting
8
9
demi mewujudkan Pemilu yang bersih, jujur dan adil (free and fair
election). Berdasarkan penelusuran penulis berikut adalah
penanganan tindak pidana Pemilu 2014 dan Pemilukada 2017 yang
ditangani oleh Diterskrimum Polda Papua Barat:
Grafik 3.2 Tindak Pidana Pemilu & Pemilukada di Papua Barat
11
12 6
0
Pemilu 2014 Pemilukada 2017
Sumber: Ditreskrimum Polda Papua Barat 2015 dan 2017
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa tindak pidana
Pemilu 2014 ada 6 kasus dan Pemilukada ada 11 kasus. Melihat
jumlah kasus ini dapat disimpulkan bahwa tindak pidana hanya
sedikit, namun melihat fakta di lapangan banyak laporan tindak
pidana Pemilu/Pemilukada yang masuk ke Bawaslu dan KPU. Ini
menunjukkan bahwa penanganan tindak pidana Pemilu masih
memiliki berbagai hambatan dan kendala. Hal yang ditemukan di
lapangan adalah seringnya bolak balik berkas antara Bawaslu dan
penyidik serta antara penyidik dan Kejaksaan. Hal ini terjadi karena
berbagai hal diantaranya adalah minimnya waktu penyelesaian
(waktu penyelidikan hanya 1x24 jam dan penyidikan maksimal 14
hari) perkara, lemahnya koordinasi antar lembaga dibawah payung
Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu antara Bawaslu,
Polri dan Kejaksaan) serta lemahnya kemampuan penyidik dalam
menuntaskan kasus tindak pidana Pemilu. Jumlah penyidik yang
dimiliki oleh Ditreskrimum Polda Papua Barat sangat jauh dari
DSPP. Selain itu banyak penyidik yang belum atau kurang
mendapatkan pelatihan terutama tentang tindak pidana Pemilu
sesuai undang-undang. Kondisi sumber daya manusia yang dimiliki
oleh Ditreskrimum Polda Papua Barat dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 3.1 Data Personel Ditreskrimum Polda Papua Barat 2017
No Pangkat DSP Riil Kurang Ket
10
1 PAMEN 27 6 21
2 PAMA 44 3 41
3 BINTARA 86 23 64
4 PNS 27 0 27
Jumlah 184 32 152
Sumber data: Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Ditreskrimum Polda
Papua Barat tahun 2017
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa secara kuantitas
jumlah personel yang dimiliki oleh Ditreskrimum Polda Papua Barat
sangat jauh dari DSP dimana jumlah personel yang dimiliki hanya 32
orang sedangkan DSP seharusnya 84 orang atau hanya terpenuhi
sebesar 17,29%. Hal ini tentunya menyebabkan beban kinerja
menjadi lebih besar terutama menghadapi Pemilu dalam menangani
tindak pidana Pemilu yang mana sebagaimana diketahui tindak
pidana pemilu di Indonesia
Selain ditinjau dari segi kuantitas, dari segi kualitas pun
penyidik Ditreskrimum Polda Papua Barat belum memiliki
kemampuan yang baik dalam menangani tindak pidana Pemilu.
Berdasarkan Perkap No 14 tahun 2012 tentang Manajemen
Penyidikan dan Perkap No 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Penyidikan Tindak Pidana Pemilu maka proses penyidikan terdiri
dari 4 tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian. Hal ini sesuai dengan teori manajemen yang
dikemukakan oleh George R. Terry (1993). Oleh karena itu
kemampuan penyidik Ditreskrimum Polda Papua Barat dalam
menangani Tindak Pidana Pemilu akan ditinjau dari kemampuan
perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan dengan melihat 3
aspek kompetensi yaitu pengetahuan (knowledge), keterampilan
(skill), dan sikap (attitude) sebagaimana dijelaskan berikut ini:
A. Kondisi kemampuan penyidik Ditreskrimum Polda Papua Barat
dalam menyusun perencanaan penyidikan tindak pidana Pemilu
Perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan dan diikuti
dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan tersebut. Berdasarkan penelusuran penulis kemampuan
11
2. Keterampilan (Skill):
a. Masih banyak Penyidik yang kurang memiliki daya analisis
(Low Literacy Percentage) terhadap tindak pidana Pemilu
akibat kompleksitas dan sulitnya pembuktian kasus;
b. Sebagian besar Penyidik kurang memiliki pengalaman
(empirical value) yang memadai dalam menangani tindak
pidana Pemilu akibat pemilihan penyidik yang itu-itu saja
sebagai personel yang ditempatkan di Sentra Gakkumdu;
c. Dalam melaksanakan pemanggilan dan pemeriksaan
terhadap saksi atau tersangka, penyidik kurang
memperhatikan faktor kecepatan dan ketepatan waktu
padahal waktu yang diberikan hanya 14 hari;
d. Masih banyak Penyidik yang kurang mampu menjalin
hubungan kerjasama, seperti halnya kemampuan
melakukan negosiasi dan komunikasi yang baik terutama
dengan CJS dan pihak yang terlibat dalam Sentra
Gakkumdu serta dengan tersangka.
3. Perilaku (Attitude)
a. Masih ditemukan adanya perilaku oknum Penyidik yang
mudah disuap untuk memberikan tingkat keringanan
maupun pemberhentian perkara atau bahkan meminta
imbalan dengan dalih biaya operasional;
b. Masih banyak penyidik kurang memiliki kematangan
emosional dan mental yang kerap muncul emosi dalam
pelaksanaan penyidikan.
D. Implikasi tidak optimalnya kemampuan penyidik Ditreskrimum
Polda Papua Barat yang Promoter
Implikasi yang terjadi karena belum optimalnya kemampuan
Ditreskrimum Polda Papua Barat dalam menangani tindak pidana
Pemilu adalah sebagai berikut:
1. Peran dan kemampuan Penyidik Ditreskrimum Polda Papua
Barat dalam menangani tindak pidana Pemilu kurang
14
15
16
KONDISI IDEAL
17
18
21
22
D. Sasaran
1. Meningkatkan kemampuan penyidik Ditreskrimum Polda Papua
Barat yang Promoter dalam menyusun perencanaan penyidikan
tindak pidana pemilu pada aspek pengetahuan, keterampilan,
dan sikap melalui berbagai pelatihan dan pembinaan serta
pemberian sistem imbalan;
2. Meningkatkan kemampuan penyidik Ditreskrimum Polda Papua
Barat yang Promoter dalam membuat pengorganisasian
penyidikan tindak pidana pemilu pada aspek pengetahuan,
keterampilan, dan sikap melalui berbagai pelatihan dan
pembinaan serta pemberian sistem imbalan
3. Meningkatkan kemampuan penyidik Ditreskrimum Polda Papua
Barat yang Promoter dalam melaksanakan perencanaan
penyidikan tindak pidana pemilu pada aspek pengetahuan,
keterampilan, dan sikap melalui berbagai pelatihan dan
pembinaan serta pemberian sistem imbalan.
E. Kebijakan
1. Menyelenggarakan pembinaan dan pelatihan secara bertahap
dan berkesinambungan agar dapat meningkatkan kemampuan
penyidik Ditreskrimum Polda Papua Barat yang Promoter dalam
menangani tindak pidana Pemilu;
2. Melaksanakan Perkap No 14 tahun 2012 tentang manajemen
penyidika serta Perkap No 10 tahun 2013 tentang tata cara
penyidikan tindak pidana pemilu berlandaskan UU no 7 Tahun
2017 tentang Pemilu secara efektif dan efisien.
F. Strategi
1. Jangka Pendek (6 Bulan)
a. Meningkatkan kompetensi penyidik dalam menangani
tindak pidana pemilu dari aspek kemampuan perencanaan,
pengorganisasian dan pelaksanaan penyidikan;
b. Menyusun pedoman teknis terkait penanganan tindak
pidana Pemilu;
23
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan yaitu:
1. Kemampuan penyidik Ditreskrimum Polda Papua Barat dalam
menyusun perencanaan penyidikan tindak pidana Pemilu masih
belum memadai yang ditinjau dari aspek pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Oleh karena itu perlu upaya
peningkatan dengan cara: pelatihan IT, on the job training,
diskusi panel, pelatihan dan pembinaan rohani dan mental,
program edukasi, pembuatan SOP, Buku Saku, sosialisasi;
2. Kemampuan penyidik Ditreskrimum Polda Papua Barat dalam
membuat pengorganisasian penyidikan tindak pidana pemilu
belum optimal ditinjau dari aspek pengetahuan, keterampilan
dan sikap. Oleh karena itu perlu adanya upaya perbaikan
dengan cara: pembinaan dan pelatihan pemberkasan perkara
dan administrasi Penyidikan, pelatihan dan pembinaan rohani
dan mental, rumuskan pilun;
3. Kemampuan penyidik Ditreskrimum Polda Papua Barat dalam
melaksanakan penyidikan tindak pidana pemilu belum optimal
ditinjau dari aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap. Oleh
karena itu perlu upaya perbaikan melalui: dikjur, pelatihan,
workshop, diskusi, seminar. pelatihan dan pembinaan rohani dan
mental, mentorisasi, mengirimkan penyidik ke KPUD, panduan
penyusunan administrasi penyidikan.
B. Rekomendasi
1. Merekomendasikan kepada Kapolri up As SDM untuk memenuhi
jumlah penyidik Ditreskrimum Polda Papua BArat agar sesuai
DSP, analisis beban kinerja (ABK) serta pemilihan penyidik agar
memperhatikan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki;
28
29
30
31
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................
1
B. Pokok Permasalahan..................................................
2
C. Pokok- Pokok Persoalan.............................................
3
D. Ruang Lingkup Pembahasan .....................................
3
E. Maksud dan Tujuan.....................................................
3
F. Metode dan Pendekatan.............................................
3
G. Tata Urut .....................................................................
3
H. Pengertian-pengertian.................................................
4