Anda di halaman 1dari 18

KERAJAAN SINGASARI

Keywords: tumapel, Kutaraja, Wishnudrharna, kertanegara, Dinasti Yuan, Tu-ma-pan, Ken arok, tunggul
ametung, ken umang, ken dedes, tohjaya, anusapati, wangsa rajasa
Kerajaan Singasari memiliki nama asli Kerajaan Tumapel yang ibu kotanya berada di Kutaraja, penamaan Singasari
berasal dari Raja Wisnuwardhana yang menunjuk anaknya. Bernama Kertanegara, sosok putra mahkota hingga
menjadi nama pusat serta pemerintahan kerajaan Singasari yang lebih terkenal ketimbang nama kerajaannya yakni
Tumapel.
Kejayaan kerajaan Singasari terjadi saat berada di bawah kepemimpinan Kertanegara dan sekaligus menjadi raja terakhir
dari kerajaan ini. Menariknya, rumor beredar bahwa Kertanegara memiliki impian untuk menyatukan nusantara di bawah
naungan kerajaan yang dipimpinnya. Dengan pusat pemerintahan di wilayah Jawa bagian timur.
Sejarah Asal Usul Kerajaan Singasari
Nama Kerajaan Tumapel diketahui berdasarkan keterangan yang terdapat di dalam prasasti Kudadu, bahkan
kemunculannya juga berada dalam berita Tiongkok dari Dinasti Yuan. Saat itu menggunakan ejaan Tu-ma-pan, ibukota
Tumapel kemudian diperjelas melalui Kakawin Negarakertagama yang bernama Kutaraja dan kali pertama berdiri di
tahun 1222.
Lewat pararaton disebutkan jika Tumapel berasal dari sebuah daerah bawahan Kerajaan Panjalu, Tunggul Ametung saat
itu sebagai pejabat penting raja kerajaan Singosari. Namun meninggal terkena tipu muslihat Ken Arok. Setelahnya Ken
Arok mendeklarasikan dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi.
Ken Arok pun menikahi janda dari Tunggul Ametung dan memiliki anak bernama Anusapati yang merupakan buah cinta
Ken Dedes dengan Tunggul Ametung. Namun Ken Arok tak hanya memiliki satu istri, ia kemudian menikah lagi dengan
Ken Umang dan memiliki anak bernama Tohjaya. Di tahun 1222, Ken Arok berniat melepas Tumapel dari Kadiri atau
Panjalu.
Namun terjadi perseteruan dengan raja kerajaan Kadiri, Kertajaya lewat kaum brahmana yang kemudian bergabung
dengan Ken Arok. Perang pun meletus dan dimenangi oleh Tumapel, menariknya saat berdirinya Tumapel dalam
Negarakertagama tidak menyebutkan nama Ken Arok, justru disebutkan Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang
mengalahkan Kadiri.
Wishnuwardhana mengangkat putra, Kertanegara sebagai putra mahkota dan mengganti nama ibu kota kerajaan Singasari
didirikan oleh dirinya. Nama ini yang kemudian justru terkenal ketimbang Tumapel, begitu pula informasi yang didapat
dari prasasti Mula Malurung yang muncul di tahun 1255 atas perintah Wisnuwardhana yang menyebabkan rajasa dijuluki
Bhatara Syiwa.
Hingga kemudian nama tersebut menjadi gelar anumerta dari Ranggah Rajasa dalam Negarakertagama pendiri awal
kerajaan Singasari disebut sebagai Syiwa. Pararaton bahkan menyebutkan jika Ken Arok lebih dulu mendapat julukan
tersebut sebelum maju dalam peperangan melawan Kadiri.
Silsilah Wangsa Rajasa
Versi Pararaton
Anusapati yang merupakan putra tunggal Tunggul Ametung ingin membalaskan dendam kematian ayahnya terhadap Ken
Arok. Hingga pada akhirnya Ken Arok mati di tangannya, hingga Anusapati berkuasa dan meninggal di tahun 1249
setelah dibunuh Tohjaya. Yang merupakan anak Ken Arok bersama Ken Umang.
Usai Anusapati meninggal, takhta yang dimiliki Tohjaya hanya berlangsung secara singkat setelah digulingkan oleh
Ranggawuni. Ranggawuni inilah yang kemudian disebut Wisnuwardhana dan merupakan anak dari Anusapati, lingkaran
dendam yang terus berlanjut hingga ke anak-anak Ken Arok dan Tunggul Ametung.
Wisnuwardhana pun diangkat menjadi raja, setelahnya melepaskan takhta tersebut kepada Kartanegara. Silsilah raja
Tumapel berikut ini versi Pararaton, Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi (1222-1247), Anusapati (1247-
1249), Tohjaya (1249-1250), Ranggawuni atau Wisnuwardhana (1250-1272) dan Kartanegara (1272-1292).

Versi Kakawin Negarakertagama


Dalam kitab ini tak menyebutkan adanya Tunggul Ametung, Ken Arok, Ken Dedes, Ken Umang hingga Tohjaya dalam
rentetan tragedi pembunuhan berebut kekuasaan di Tumapel. Hanya berisi pujian untuk Hayam Wuruk yang merupakan
raja Majapahit. Peristiwa berdarah leluhur dianggap sebagai aib, hanya Wisnuwardhana dan Kartanegara saja yang
muncul dari prasasti.
Sebagai penguasa Tumapel, Negarakertagama mengalahkan Kadiri yang merupakan Sri Ranggah Rajasa Sang
Girinathaputra. Setelahnya isi yang ada di dalam kitab ini sama dengan yang ada dalam pararaton. Dengan silsilah berikut
ini, Sri Ranggah Rajasa Girinathaputra (1222-1227), Anusapati (1227-1248), Wisnuwardhana (1248-1254) dan
Kartanegara (1254-1292).
Kehidupan Kerajaan Singasari
Politik
Berkembang dengan cepat, hal ini terlihat dari pelaksanaan politik yang ada di dalam maupun di luar. Masa pemerintahan
Kertanegara memiliki politik dengan mengganti pejabat pembantu dalam memperkuat kekuasaan. Selain itu adanya
praktik pernikahan politik dalam memperkuat aspek perang, politik luar juga dilakukan salah satunya dengan ekspedisi
Pamalayu.
Ekonomi
Kerajaan Singasari tergolong strategis dalam menjalankan ekonomi dan terbilang cukup maju, karena letak kerajaan
Singasari di lembah sungai Brantas. Dengan mayoritas mata pencaharian sebagai petani dibantu dengan Sungai Brantas
yang menjadi salah satu lalu lintas perdagangan antardaerah dan wilayah di nusantara.

Sosial
Kehidupan sosial di kerajaan ini pasang surut, setelah tergolong cukup maju di jaman Ken Arok dengan bergabungnya ke
wilayah Tumapel. Namun terabaikan karena kesibukan masing-masing, hingga sampai ke Wisnuwardhana meski sempat
kembali sedikit. Kehidupan sosial Singasari menjadi sangat maju saat dipimpin Raja Tarumanegara.

Keagamaan
Pada saat itu agama yang berkembang di Kerajaan Singasari adalah Hindu dan Budha, dan memang menjadi agama
pertama di Nusantara. Bahkan saat itu para penganut agama Hindu dan Budha bisa saling hidup berdampingan tanpa
adanya perselisihan yang terjadi. Perselisihan justru terjadi di kalangan pemimpin yang berebut kekuasaan.

Budaya
Banyaknya peninggalan berupa prasasti membuat kehidupan budaya kerajaan Singasari terbilang cukup maju. Terdapat
banyak produk kebudayaan yang dihasilkan, selain prasasti ada pula candi, patung dan yang lainnya. Yang paling populer
adalah patung Ken Dedes, istri Tunggul Ametung yang kemudian diperistri Ken Arok.
Sistem dan Perkembangan Pemerintahan Kerajaan Singasari
Pusatnya di Jawa bagian Timur dengan sistem pemerintahan yang pernah mengalami masa perkembangan yang sangat
pesat. Sengketa dan perebutan kekuasaan membuat mereka mengalami kemunduran, karena sistem pemerintahan dan
politik yang dilakukan hanya fokus pada pelebaran kekuasaan.
Hal itu tidak bisa dipungkiri mengingat perluasaan kekuasaan dapat memberi kesuksesan tersendiri bagi Kerajaan
Singasari. Menariknya, hal itu bisa dilakukan dengan beberapa contoh seperti penguasaan terhadap wilayah Sunda,
Malaka, Bali dan bahkan Kalimantan juga ikut di dalamnya meski juga muncul kemerosotan.

Penyebab Runtuhnya Kerajaan Singasari


Di era Kertanegara, sebagai raja ia justru sibuk dengan strategi dalam pengembangan kekuasaan melalui sistem ketahanan
laut. Menyebabkan abai dengan pertahanan dari dalam kerajaan itu sendiri, hingga muncul Jayakatwang yang masih
keturunan Kadiri melakukan serangan dari dalam dengan bantuan Wiraraja membuat Singasari diserang dari dua arah
sekaligus.
Dari arah utara dan selatan, serangan dari utara ditujukan untuk mengecoh pasukan yang dipimpin Ardharaja dan Raden
Wijaya. Sementara serangan dari selatan membuat Singasari kewalahan, muncul banyak korban hingga menjadi akhir dari
Kerajaan Singasari. Jayakatwang pun berkuasa dan sukses mendirikan ibukota baru.
Peninggalan Kerajaan Singasari
Candi Singasari
Berada di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang dan terletak di lembah pegunungan Arjuna dan Tengger. Merupakan
tempat untuk dilakukan Dharma terhadap Raja Kertanegara, beberapa orang mengklaim jika candi ini tak selesai
dibangun.

Prasasti Mula Malurung


Berbentuk lempengan tembaga yang muncul di era Kartanegara dan saat itu ia masih berstatus sebagai anak muda.
Prasasti merupakan piagam dalam mengesahkan desa Malurung dan desa Mula, namun peninggalan ini memberi
informasi besar terhadap generasi penerus mereka baik garis lurus keturunan maupun orang luar.

Candi Kidal
Merupakan bentuk penghormatan terakhir untuk Raja Anusapati, setelah tewas dibunuh Tohjaya dan disebut-sebut
sebagai kutukan dari keris Mpu Gandring. Selain itu masih ada banyak peninggalan kerajaan Singasari.
Candi Jago
Prasasti Manjusri
Candi Sumberawan
Arca Dwarapala
Arca Prajnaparamita
Pendiri Kerajaan Singasari Adalah Ken Arok
Berasal dari dua kitab, yakni Pararaton dan Negarakertagama dengan prasasti yang ada disebutkan jika pendiri kerajaan
Singasari adalah Ken Arok. Sosok pejuang yang berasal dari kalangan bawah sukses menggulingkan Tunggul Ametung
dengan cara membunuhnya lewat strategi licik. Seorang yang tadinya memiliki jabatan cukup tinggi namun dikalahkan
dengan hasratnya.

Untuk memiliki istri Tunggul Ametung, yakni Ken Dedes yang cantik dan rupawan nafsu yang membuat Ken Arok
menggunakan keris Mpu Gandring sebagai senjata dalam pembunuhan Tunggul Ametung. Hingga rencananya itu
berhasil, Ken Arok tak hanya mendapatkan Ken Dedes tetapi juga menjadi pemimpin kerajaan tersebut.

MAJAPAHIT
Kerajaan Majapahit berdiri pada akhir abad ke-13. Kerajaan Hindu-Buddha ini mengalami masa kejayaan pada abad ke-
14.  Raja pertama adalah Raden Wijaya.
Dia dinobatkan menjadi raja pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 Saka, atau bertepatan dengan tanggal 10
November 1293.
Reden Wijaya, sang pendiri Kerajaan Majapahit, bergelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana.
Masa pemerintahan Raden Wijaya berlangsung selama 16 tahun, yakni pada 1293 Masehi hingga 1309 Masehi.
Keruntuhan Kerajaan Majapahit diperkirakan terjadi pada abad ke-16.

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Budha terakhir di Nusantara yang berdiri pada abad ke-13. Kerajaan
ini pertama kali ditemukan oleh Raden Wijaya yang merupakan cucu dari Raja Singasari.
Kerajaan Majapahit melewati masa kejayaannya pada abad ke-14. Ketika itu Majapahit yang berada di bawah
kepemimpinan Hayam Wuruk berhasil menguasai sejumlah wilayah di Nusantara dan sekitarnya.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit


Majapahit konon berdiri setelah kerajaan Singasari runtuh pada 1292 M atau pada abad ke-13. Ketika itu Kerajaan
Singasari runtuh setelah terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh raja Gelanggelang, Jayakatwang.

Kemudian, pada saat Kerajaan Singasari berada di ujung tanduk, cucu dari Raja Singasari, yaitu Raden Wijaya, melarikan
diri dan meminta bantuan dari Arya Wiraraja. Dalam pelariannya tersebut Raden Wijaya membuat sebuah desa kecil di
hutan daerah Trowulan yang diberi nama desa Majapahit.

Konon, nama Majapahit diambil dari nama buah yang ditemukan di Hutan yang bernama Maja. Tetapi, buah tersebut
diketahui berasa pahit. Seiring berjalannya waktu, desa Majapahit terus mengalami perkembangan. Bahkan Raden
Wijaya berhasil menarik perhatian dari penduduk Tumapel dan Daha.

Alhasil, Raden Wijaya berhasil membangun kekuatan dengan tambahan bantuan dari pasukan Khubilai Khan pada 1293
M. Pasukan tersebut lantas digunakan untuk membalaskan dendam runtuhnya kerajaan Singasari dengan menyerbu
Jayakatwang.

Namun, setelah Jayakatwang Tumbang, pasukan Kubilai Khan justru diserang oleh Raden Wijaya karena dinilai tidak
tunduk dengan kekuasaan Kaisar Mongol.
Keberhasilan itu membuat Raden Wijaya memimpin kekuasaan wilayah Jawa dan Majapahit. Ia juga dinobatkan sebagai
raja pada tanggal 10 November 1293. Raden Wijaya pun memiliki gelar Kertarajasa Jayawardhana. Hal tersebut pun
diyakini menjadi awal mula berdirinya Kerajaan Majapahit.

Kerajaan Majapahit lantas mengalami kejayaan ketika berada di bawah pimpinan cucu Raden Wijaya, Hayam Wuruk.
Hayam Wuruk diketahui memimpin Kerajaan Majapahit pada periode 1350 M hingga 1389 M.

Kepemimpinan Hayam Wuruk saat itu berjaya juga karena ada peran dari Patih Gajah Mada. Ketika itu, Patih Gajah Mada
yang diangkat sebagai patih amangku bhumi bersumpah untuk menyatukan Nusantara. Sumpah tersebut lantas dikenal
sebagai Sumpah Palapa.

Dalam Sumpah Palapa itu, Gajah Mada mengatakan ingin menguasai negara-negara seperti Gurun, Seran, Tanjung Pura,
Pahang, Haru, Dompo, Bali, Palembang, Sunda, dan Tumasik. Sumpah tersebut pun menjadi kenyataan dimana Kerajaan
Majapahit berhasil menguasai sejumlah wilayah-wilayah tersebut.

Namun, pada akhirnya kejayaan Majapahit runtuh setelah era kepemimpinan Hayam Wuruk. Keruntuhan Majapahit
disebut-sebut terjadi karena terjadinya masalah internal. Wikramawardhana yang ditunjuk sebagai penguasa Majapahit
setelah Hayam Wuruk dinilai menjadi sosok yang membuat Majapahit runtuh.

Pasalnya, saat penunjukkan, Wikramawardhana menuai banyak kecaman. Kemudian diperparah dengan lepasnya daerah
kekuasaan Majapahit dan juga terjadinya wabah kelaparan pada 1426 M.

Lokasi Kerajaan Majapahit


Ada tiga pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit semasa kejayaannya. Ketiga wilayah itu saat ini berada di Jawa Timur.
Tiga wilayah itu antara lain:
1. Mojokerto
Pusat pemerintahan pertama Majapahit ada di Mojokerto. Ketika itu, Majapahit masih pimpin oleh Raden Wijaya. Jika
ditinjau saat ini, lokasi itu diperkirakan berada di tepi Sungai Berantas.
2. Trowulan
Setelah Mojokerto, pusat pemerintahan Majapahit berpindah ke Trowuulan saat dipimpin oleh raja kedua, yakni Sri Jaya
Negara. Lokasi tersebut saat ini kabarnya berada 12 km dari pusat kota Mojokerto.
3. Daha
Sekarang ini, Daha dikenal sebagai Kediri. Daha menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit ketiga setelah
Trowulan.
Wilayah Daha ini diyakini menjadi pusat pemerintahan terakhir dari Majapahit. Pasalnya, masalah internal dari Majapahit
terjadi di Daha ini.

Raja-raja Majapahit
 Raden Wijaya (1293-1309)
Raden Wijaya tentunya adalah tokoh penting dari Kerajaan Majapahit karena ia merupakan pencetus sekaligus pemimpin
pertama kerajaan.
 Jayanegara (1309-1328)
Jayanegara merupakan putra dari Raden Wijaya dari selir yang ditunjuk sebagai raja kedua Kerajaan Majapahit.
 Tribhuawana Tunggadewi (1328-1350)
Tribhuwana Tunggadewi adalah raja wanita pertama Kerajaan Majapahit. Ia ditunjuk sebagai raja setelah Jayanegara
Wafat pada 1328.
 Hayam Wuruk (1350-1389)
Hayam Wuruk merupakan raja keempat dan bisa disebut sebagai raja tersukses di Kerajaan Majapahit. Di bawah
kepemimpinannya, Majapahit melewati masa kejayaan. Bahkan, disebutkan bahwa tak ada pemimpin Majapahit yang
sekuat dan seberhasil Hayam Wuruk.
 Patih Gajah Mada
Gajah Mada merupakan pendamping dari Hayam Wuruk di masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Gajah Mada
menjadi salah satu sosok yang membuat Majapahit berjaya dengan menguasai berbagai wilayah. Gajah Mada merupakan
sosok yang mengutarakan sumpah untuk menyatukan Nusantara yang dikenal dengan Sumpah Palapa.
 Wikramawardhana (1390-1428)
Wikramawardhana kemudian menjadi pemimpin kerajaan majapahit setelah era kerajaan Hayam Wuruk.
Wikramawardhana merupakan suami dari putri Hayam Wuruk, Kusuma Wardhani.
Majapahit pun mulai melemah semenjak kepemimpinan Wikramawardhana. Di masa kepemimpinannya itu, terjadi perang
yang dikenal sebagai Perang Paregreg yang merupakan perang saudara antara Majapahit Barat dan Majapahit Timur.

Peninggalan
1. Kitab Negarakertagama
Kitab Negarakertagama merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit dalam bentuk karya sastra. Negara kertagama ditulis
oleh Mpu Prapanca. Dalam kitab tersebut berisi tentang istilah soal sejarah majapahit, mulai dari nama raja sampai
wilayah kekuasaan kerajaan.
Mpu Prapanca adalah petinggi agama Budha di Majapahit. Kitab Negarakertagama diselesaikan saat usianya sudah senja
di sebuah lereng gunung di Desa Kamalasana.
2. Kitab Sutasoma
Kitab Sutasoma juga merupakan peninggalan sejarah berupa karya sastra yang ditulis oleh Mpu Tantular. Kitab tersebut
ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dengan aksara Bali. Konon Kitab Sutasoma merupakan awal mula dari semboyan
“Bhinneka Tunggal Ika”.
3. Candi Panataran
Candi Panataran yang terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar merupakan salah satu situs
peninggalan Majapahit.
Di halaman Candi Panataran ditemukan prasasti Palah yang berisi soal kirab Hayam Wuruk di Jawa Timur.
4. Candi Tikus
Candi Tikus ditemukan oleh Bupati Mojokerto, RAA Kromodjojo pada 1914. Candi Tikus ini merupakan peninggalan dari
Majapahit saat dipimpin oleh Hayam Wuruk. Candi ini diperkirakan dulunya digunakan sebagai tempat mandi para raja
dan upacara tertentu.
5. Candi Jabung
Candi Jabung berada di Probolinggo, Jawa Timur. Konon bangunan tersebut dulunya pernah dikunjungi oleh Hayam
Wuruk dan juga merupakan tempat pemakaman dari seorang keluarga raja yang bernama Bhra Gundal.
6. Gapura Bajangratu
Gapura ini terletak di daerah Dukuh Kraton, Desa Temon, Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Gapura ini diperkirakan ada pada masa pemerintahan Hayam Wuruk pada abad ke-14. Keunikan dari Gapura ini adalah
memiliki relief Ramayana di sisinya dan relief Sri Tanjung di kakinya.

KERAJAAN ISLAM

1. KERAJAAN SAMUDERA PASAI


a. Berdirinya
Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, dengan sebutan singkat
yaitu Pasai adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatra, kurang lebih di sekitar Kota
Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia.Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu,
yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267.
b. Faktor-faktor pendorong perkembangnya

 Letaknya strategis, di dekat selat Malaka yang menjadi perlintasan perdagangan internasional, sehingga
kemaritiman menjadi berkembang.
 Membina hubungan erat dengan India dan China. Buktinya, Ibnu Battuta utusan India diterima baik
dan menerima perlindungan Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok.
 Adanya hasil bumi rempah-rempah sebagai produk ekspor seperti lada dan kemiri. 
 Diperintah oleh penguasa bijaksana yang bersikap ramah dan terbuka. Terlihat dari diterimanya
utusan India Ibnu Battuta.
c. Perlawanan menentang kekuasaan asing
Kerajaan samudra pasai tidak melawan kekuasaan asing. Penyebab keruntuhan Samudera Pasai adalah
penyerangan Portugis pada abad ke 16. Pada 1511, Portugis yang dipimpin oleh Alfonso de Albequerque
menyerang Malaka dengan membawa kekuatan 15 kapal dan 16.000 pasukan.
d. Masa Kejayaan
Masa kejayaan Samudera Pasai terjadi pada kepemimpinan Sultan al-Malik Zahir II. Dalam kepemimpinannya,
Wilayah Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan. Sehingga banyak saudagar dari penjuru dunia, seperti India,
Siam, Arab hingga Cina datang untuk berniaga ke Pasai.
e. Sebab-Sebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Samudera Pasai adalah adanya konflik keluarga kerajaan yang mulai terjadi pada
akhir abad ke-14. Buntut dari konflik ini adalah perang saudara dan perebutan kekuasaan di dalam istana.
f. Warisan peninggalan dan fungsinya

 Makam Sultanah Nahrasiyah.   Kerajaan Samudera pasai meninggalkan makam dengan nisan yang
bentuknya sangat indah, salah satunya adalah makam Sultanah Nahrasiyah. Makam Sultanah Nahrasiyah
terletak di Desa Meunasah Kuta Krueng, Kecamatan Samudera. Sultanah Nahrasiyah adalah ratu pertama
Kerajaan Samudera Pasai dan merupakan keturunan Sultan Malik as Saleh. Pada batu nisan Sultanah
Nahrasiyah terdapat kaligrafi yang berisi kutipan Ayat Kursi dan Surat Yasin. Nisan Sultanah Nahrasiyah
didatangkan langsung dari Kamboja.
 Makam Sultan Malik Al-Saleh.     
Sultan Malik Al Saleh atau Marah Silu adalah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Samudera Pasai.
Makamnya memiliki angka 1297 M dan diklaim sebagai batu nisan tertua yang pernah ditemukan. Batu
Nisan pada makam Sultan Malik Al-Saleh menjadi bukti adanya pengaruh Islam dari Gujarat di
Samudera Pasai.
 Lonceng Cakra Donya.       
Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai yang diperkirakan dibuat pada 1409 M. Lonceng dengan tinggi
125 cm dan lebar 75 cm ini berupa mahkota besi berbentuk stupa. Diduga, Lonceng Cakra Donya
merupakan hadiah dari kekaisaran Cina kepada Sultan Samudera Pasai.
 Dirham Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai.                     
Samudera Pasai adalah kerajaan makmur yang mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran, yaitu
dirham yang terbuat dari emas. Dirham Kerajaan Samudera Pasai pertama kali dikeluarkan pada masa
pemerintahan raja kedua, yakni Sultan Muhammad Malik Al Zahir. Koin berbahan emas ini menjadi alat
pembayaran yang kemudian dikenalkan oleh orang-orang kerajaan kepada bandar perdagangan di
Nusantara, seperti bandar Malaka. Dari mata uang emas yang ditemukan ini, diketahui beberapa nama
raja yang pernah memerintah di Kerajaan Samudera Pasai.
 Hikayat Raja-raja Pasai.            
Hikayat Raja-raja Pasai merupakan karya dalam Bahasa Melayu yang dipekirakan ditulis pada abad ke-
14. Isi karya sastra tersebut menceritakan mengenai Kerajaan Samudera Pasai termasuk mimpi Marah
Silu saat bertemu dengan Nabi Muhammad dan kemudian mengislamkannya.

2. KERAJAAN ACEH
a. Berdirinya
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Pada awalnya kerajaan ini berdiri
atas wilayah Kerajaan Lamuri, kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya
mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari
kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru. Kesultanan Aceh melakukan ekspansi dan pengaruh terluas pada
masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636) atau Sultan Meukuta Alam. Pada masa
kepemimpinannya, Aceh menaklukkan Pahang yang merupakan sumber timah utama.  Salah satu faktor
runtuhnya Kesultanan Aceh, yaitu adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta kesultanan
b. Faktor-faktor pendorong perkembangnya

 Kerajaan Aceh berdiri sekitar awal abad ke-16. Kerajaan ini terletak di Sumatera bagian utara, dengan
pusatnya di Kotaraja (Banda Aceh). Banyak pedagang Islam dari Gujarat dan Arab tidak suka dengan
monopoli perdagangan Portugis. Mereka mulai mengalihkan pelayarannya ke Kerajaan Aceh karena
letaknya tidak terlalu jauh dari Malaka. Akibatnya, Aceh menjadi daerah perdagangan yang ramai dengan
pelabuhan Kutaraja sebagai pelabuhan utamanya. Informasi tentang kerajaan ini dapat kita ketahui
melalui kitab Bustanussalatin yang ditulis oleh Nuruddin ar-Raniri tahun 1637 dan dari berita-berita orang
Eropa. Raja pertama Kerajaan Aceh adalah Sultan Ibrahim dengan gelar Sultan Ali Mughayat Syah.
Beliau memerintah dari tahun 1514-1528 M. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Aceh melakukan
perluasan daerah kekuasaan, antara lain ke daerah Daya dan Pasai. Kerajaan Aceh mengalami
perkembangan pesat pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (tahun 1607-1636 M). Pada masa
itu, Kerajaan Aceh menjadi kerajaan besar yang menguasai jalur perdagangan alternatif melalui pantai
barat Sumatera dan daerah-daerah di Semenanjung Malaya seperti Aru, Johor, Pahang, Kedah, Perak, dan
Indragiri.
c. Perlawanan menentang kekuasaan asing
latar belakang terjadinya perlawanan kesultanan Aceh adalah tindakan Portugis yang menjadi pesaing berat dalam
perdagangan di Malaka yang melakukan monopoli perdagangan serta Portugis dianggap sebagai ancaman yang
dapat menggagalkan cita-cita Aceh dan mengganggu kedaulatan Aceh. Kedudukan Malaka yang sangat penting
dalam perdagangan dunia menarik bangsa asing untuk memperebutkan wilayah ini. Aceh sebagai wilayah yang
berdekatan dengan Malaka melihat keuntungan politik dan ekonomis apabila menguasai daerah tersebut.
Meskipun demikian, upaya Aceh menguasai Malaka tidak mudah karena harus berhadapan dengan Portugis yang
telah berkuasa di Malaka sejak tahun 1511. Portugis dianggap sebagai ancaman yang dapat menggagalkan cita-
cita Aceh dan mengganggu kadaulatan Aceh. Pertumbuhan Aceh sebagai kekuatan baru yang begitu pesat
menimbulkan kehawatiran Portugis. Portugis menganggap Aceh sebagai sumber kekayaan sekaligus ancaman.
Oleh karena itu, pada tahun 1523 dan 1524 Portugis mengirim pasukan untuk menyerang Aceh. Akan tetapi,
kedua serangan tersebut berhasil dikalahkan oleh pasukan Aceh.

Dengan demikian, latar belakang terjadinya perlawanan kesultanan Aceh adalah tindakan Portugis yang menjadi
pesaing berat dalam perdagangan di Malaka yang melakukan monopoli perdagangan serta Portugis dianggap
sebagai ancaman yang dapat menggagalkan cita-cita Aceh dan mengganggu kedaulatan Aceh.
d. Masa Kejayaan
Kerajaan Aceh Darussalam mengalami masa puncak kejayaan pada masa Sultan Iskandar Muda karena
Kerajaan Aceh berhasil menguasai wilayah yang luas. Wilayah kekuasaan Aceh mencapai Natal, Paseman, Tiku,
Pariaman, Salida, Indrapura, Pahang, Kedah, Patani, Perlak, Siak, Indragiri, Lingga, Palembang, dan Jambi.
Selain itu, kerajaan ini memiliki kekuatan militer yang kuat. Kerajaan Aceh ini memiliki tentara laut dan darat
yang sama-sama kuat. Namun, setelah Sultan Iskandar Muda wafat kerajaan Aceh mulai mengalami kemunduran.
e. Sebab-Sebab Kemunduran
Terdapat beberapa faktor umum di balik kemunduran Kerajaan Aceh. Pertama, tidak adanya pemimpin yang
cakap setelah wafatnya Sultan Iskandar Muda. Kedua, terjadi perpecahan internal antara kaum bangsawan
kerajaan dengan kaum agama. Ketiga, banyak wilayah yang memisahkan diri, termasuk Johor, Pahang, Perlak,
Minangkabau, Siak, dan lainnya. Selain faktor-faktor umum di atas, terdapat pula faktor khusus yang mendorong
keruntuhan Kerajaan Aceh. Pada tahun 1873, Kerajaan Aceh mulai berperang dengan Belanda. Meskipun telah
berjuang selama 30 tahun, akhirnya Kerajaan Aceh menyerah kepada Belanda.

Dengan demikian, faktor umum runtuhnya Kerajaan Aceh adalah pemimpin yang tidak cakap,
perpecahan internal kerajaan, dan lepasnya wilayah kekuasaan. Sedangkan faktor khususnya adalah
perang antara Belanda dan Aceh pada 1873-1903
f. Warisan peninggalan dan fungsinya
1. Masjid Raya Baiturrahman
   Masjid Baiturrahman merupakan simbol agama, budaya, dan perjuangan rakyat Aceh.

Masjid Baiturrahman didirikan pada masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612.

Namun, sumber lain menyebutkan masjid dibangun lebih awal, pada tahun 1291, oleh Sultan Alaudin
Mahmudsyah.
Pada masa penjajahan Belanda, masjid pernah dibakar saat Agresi Militer yang dipimpin Jenderal Van Swieten
pada tahun 1873. Catatan sejarah lain, Masjid Baiturrahman pernah menjadi saksi dasyatnya bencana tsunami
pada 26 Desember 2004. Meskipun diterjang gelombang, masjid masih berdiri kokoh.

Sejak dulu, Masjid Baiturrahman tidak hanya untuk tempat ibadah saja, tetapi masjid juga sebagai pusat
pendidikan dengan peradaban ilmu agama Islam. Beberapa kali, Masjid Baiturrahman mengalami renovasi dan
perluasan. Saat ini, luas Masjid Baiturrahman 31.000 meter persegi dengan luas bangunan 4.000 meter persegi.
Masjid diperkirakan dapat menampung sebanyak 13.000 jamaah.

2. Taman Sari Gunongan


    Taman Sari   Gunongan didirikan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Taman Sari
Gunongan disebut juga Taman Ghairah yang di tengahnya mengalir Sungai Daroy (Darul Asyiqi). Taman Sari
Gunongan digunakan sebagai tempat bersenang-senang permaisuri Sultan Iskandar Muda, Putri Pahang. Ia adalah
anak Sultan Johor dari Malaysia. Dalam kitab karangan Syeikh Nuruddin Ar-Raniri yang berjudul Bustanussalatin
dijelaskan bahwa Taman Sari Gunongan dialiri Sungai Darul Asyiki. Taman penuh dengan bunga-bunga dan
bangunan yang terbuat dari batu pualam warna-warni. Pada tiang bangunan dibalut logam tembaga yang terukir
indah. Bangunan dirancang oleh ahli-ahli dari Cina dan Turki yang terkenal dengan keahlian ukirannya. Taman
Sari Gunongan terletak di Gampong Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman. Lokasi ini berjarak sekitar empat
menit dari Masjid Baiturrahman. Taman Sari Gunongan dapat dikunjungi masyarakat setiap hari.
   
3. benteng indra patra
    Lokasi benteng terletak di bibir pantai menghadap ke Selat Malaka. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda, benteng digunakan sebagai basis pertahanan yang dipimpin oleh Laksamana Malahayati. Saat itu, pasukan
Kesultanan Aceh menggunakan benteng ini untuk menahan gempuran Portugis yang ingin menguasai Aceh.
Menurut catatan, bangunan dengan arsitektur kuno ini terdiri dari susunan batu gunung, kapur, tanah liat, kulit
kerang, dan telur.

4. meriam kesultanan aceh


    berada di Gampng Drien Rampak, kecamatan Arongan Lambek, Aceh Barat. Meriam dibuat untuk
mempertahankan wilayah dari serangan penjajah.

5. makam Sultan Iskandar muda


    Makam Sultan Iskandar Muda terletak di dekat Krueng Daroy, bersebelahan dengan Meuligoe Aceh (kediaman
resmi Gubernur Aceh), serta berdampingan dengan Museum Aceh. Pada saat Perang Aceh, jejak makam Sultan
Iskandar Muda pernah dihilangkan oleh Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1952, lokasi jejak makam ditemukan
kembali berkat petunjuk yang diberikan permaisuri salah satu Sultan Aceh bernama Pocut Meurah. Sultan
Iskandar Muda memerintahkan Kerajaan Aceh pada tahun 1607-1636 dan membawa Kerajaan Aceh pada puncak
kejayaan.

3. KERAJAAN DEMAK
a. Berdirinya
Kerajaan Demak atau Kasultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Kerajaan yang berdiri pada
awal abad ke-16 ini didirikan oleh Raden Patah dan mencapai masa kejayaan di bawah kepemimpinan Sultan
Trenggono.
Kerajaan Demak terletak di daerah Demak, Jawa Tengah. Pada awalnya, Demak merupakan wilayah kadipaten
yang tunduk pada kekuasaan Majapahit.
Kerajaan Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam di bawah kepemimpinan Raden Patah dengan adanya
peran sentral Wali Songo. Periode kepemimpinan Raden Patah adalah fase awal semakin berkembangnya
ajaran Islam di Jawa.
b. Faktor-faktor pendorong perkembangnya
Kerajaan Demak berkembang dengan pesat karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan
makanan, terutama beras. Selain itu, Demak juga tumbuh menjadi sebuah kerajaan maritim karena letaknya di
jalur perdagangan antara Malaka dan Maluku. Kerajaan Demak disebut juga sebagai sebuah kerajaan yang
agraris-maritim.
Dengan demikian faktor kemajuan kerajaan Demak adalah wilayahnya yang memiliki potensi sumber daya alam
juga berada dijalur perdagangan internasional.
c. Perlawanan menentang kekuasaan asing
Perlawanan Kerajaan Demak pernah dilakukan oleh Pangeran Sabrang Lor atau Dipati Unus yang
mengumpulkan dan mengirimkan pasukan dari Jawa, Makassar, serta Lampung. Kerajaan Demak dan pasukan
perangnya ini kemudian bekerja sama dengan Kerajaan Aceh dalam usaha merebut pelabuhan Malaka.
Dengan demikian, latar belakang perlawanan Demak terhadap Portugis adalah kerugian yang diterima Demak
karena aktivitas perdagangannya dengan para saudagar Muslim di wilayah Malaka terganggu oleh
Portugis
d. Masa Kejayaan

 Kehidupan Ekonomi
Dikutip dari buku Sejarah 8 Kerajaan Terbesar di Indonesia oleh Siti Nur Aidah dan Tim Penerbit KBM,
Kerajaan Demak terletak di pesisir utara Jawa, sehingga sumber ekonomi utama masyarakat Demak adalah
perdagangan laut. Tidak adanya kerajaan sahabat di Jawa juga menjadi faktor mengapa Kerajaan Demak sangat
aktif berdagang di laut.
Pada masa kejayaannya, Kerajaan Demak menguasai pelabuhan utama seperti Surabaya, Madura, Tuban,
Semarang, Jepara, Cirebon, dan Sunda Kelapa. Selain itu, kadipaten-kadipaten di pedalaman seperti Madiun,
Kediri, Malang, Pati, dan Pajang juga merupakan sumber utama pertanian dan peternakan sebagai komoditas
dagang. Beras Jawa merupakan komoditas penting dalam perdagangan internasional di Nusantara.

 Kehidupan politik
Secara politik, Kerajaan Demak merupakan kekuasaan terbesar di Jawa. Mengakhiri dominasi panjang Majapahit,
dan eksistensi penguasa Sunda yang secara konsisten berdiri sejak abad ke-6 Masehi. Kerajaan Demak
menempatkan adipati-adipati sebagai perpanjangan tangan Sultan. Wilayah seperti Surabaya, Tuban, dan Madiun
memiliki adipati-adipati yang cukup berpengaruh.
Kerajaan Demak juga pertama kali bersentuhan dengan imperialisme barat. Berdirinya Demak pada abad ke-16
kemudian dilanjutkan dengan pendudukan Portugis di Malaka. Direbutnya Sunda Kelapa pada tahun 1527 adalah
salah satu upaya untuk menguasai seluruh pesisir utara dan menangkal kedatangan Portugis di Jawa.
e. Penyebab kemunduran
Arya Penangsang (berkuasa 1549-1554 M) menduduki tahta Demak setelah membunuh Sunan Prawata. Ia
juga menyingkirkan Pangeran Hadiri/Kalinyamat penguasa Jepara yang dianggap berbahaya bagi kekuasaannya.
Hal ini menyebabkan tidak senangnya pada adipati Demak, salah satunya Hadiwijaya dari Pajang.
Hal ini menyebabkan dipindahnya pusat kekuasaan Demak ke Jipang, wilayah kekuasaan Arya Penangsang.
Meski begitu, Arya Penangsang berkuasa sampai dengan tahun 1554 ketika Hadiwijaya dibantu oleh Ki Ageng
Pemanahan, Ki Penjawi, dan anaknya Sutawijaya memberontak melawan Demak. Arya Penangsang tewas,
dan Hadiwijaya menduduki tahta dengan memindahkan kekuasaan ke Pajang, menandai berakhirnya kekuasaan
Kerajaan Demak.
f. Peninggalan
1. Pintu Bledek
Pintu Bledek merupakan pintu yang dilengkapi dengan pahatan yang dibuat tahun 1466 oleh Ki Ageng Selo.
Dari cerita yang beredar, pintu yang di buat oleh Ki Ageng Selo dengan petir yang tersambar memakai
kekuatan supranatural yang dimilikinya yang ia tangkap saat di tengah sawah.
2. Masjid Agung Demak
Peninggalan sejarah yang sangat terkenal dari Kerajaan Demak adalah Masjid Agung Demak. Masjid ini
terletak di Desa Kauman, Kecamatan Demak Kota, Kabupaten Demak Kota, Jawa Tengah. Masjid yang
didirikan tahun 1479 Masehi yang kini sudah berumur sekitar 6 abad tetapi masih berdiri dengan kokoh sebab
sudah dilakukan renovasi sebanyak beberapa kali.
3. Makam Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga merupakan salah satu dari 9 Sunan Walisanga yang berdakwah di sekitar wilayah Jawa.
Sunan Kalijaga wafat tahun 1520 lalu dimakamkan di Desa Kadilangu berdekatan dengan kota Demak.
Makam Sunan Kalijaga sekarang menjadi situs yang sering didatangi para peziarah dan wisatawan dari
berbagai wilayah di Tanah Air dan menjadi salah satu peninggalan sejarah dari Kerajaan Demak. Banyak
masyarakat yang berkunjung bertujuan untuk berziarah dan berdoa.
4. Soko Tatal
Soko Tatal berbentuk tiang penyangga dari Masjid Agung Demak. Selain Soko Tatal juga ada Soko Guru.
Soko Guru merupakan tiga buah tiang berdiameter sakitar satu meter untuk menyangga Masjid Agung
Demak. Sedangkan Soko Tatal sendiri terbuat dari potongan kayu yang berasal dari kayu siswa pembuatan
dari Soko Guru.
5. Pawastren
Pawastren merupakan tempat berwudhu untuk jamaah perempuan. Pawastren memiliki dinding yang sangat
indah dengan ukiran berupa motif majapahitan atau dinamakan maksurah.

4. KERAJAAN BANTEN
a. Berdirinya
Sejak masih berada di bawah kekuasaan raja-raja Sunda atau sebelum periode Islam, Banten telah menjadi kota yang
penting. Dalam Carita Parahyangan, disebut-sebut nama Wahanten Girang yang dihubungkan dengan Banten, sebuah kota
pelabuhan di ujung barat pantai utara Jawa. Banten yang saat itu masih dalam kekuasaan Pajajaran, berperan sebagai
pelabuhan lada. Kedudukannya menempati urutan kedua setelah Sunda Kelapa.
Mengetahui Portugis sangat berkepentingan dengan kedua pelabuhan tersebut, Kerajaan Pajajaran pun mengajak untuk
bekerjasama. Kerajaan Pajajaran memandang Portugis akan dapat membantunya dalam menghadapi orang Islam di Jawa
Tengah yang telah mengambil alih kekuasaan dari tangan raja-raja bawahan Majapahit. Oleh karena itu, pada 1522 Raja
Pajajaran resmi mengadakan perjanjian persahabatan dengan Portugis.
Namun, sebelum Portugis sempat mengambil manfaat dari perjanjian dengan mendirikan pos perdagangan, pelabuhan
Banten dan Sunda Kelapa telah diduduki oleh orang-orang Islam. Sunan Gunung Jati berhasil menguasai Banten pada
1525-1526 M dan Sunda Kelapa pada 1527 M.
Kedatangan Sunan Gunung Jati ke Banten adalah bagian dari misi Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak untuk
mengusir Portugis dari nusantara. Sebelum ke Banten, Fatahillah sebagai panglima perang Demak singgah di Cirebon
untuk menemui Sunan Gunung Jati.
Gabungan pasukan Demak dan Cirebon bersama pasukan Maulana Hasanuddin yang melawan penguasa Pajajaran
membuat Banten sangat mudah mereka kuasai. Setelah berhasil menguasai Banten, Sunan Gunung Jati segera
menyingkirkan bupati Sunda untuk mengambil alih pemerintahan. Akan tetapi, Sunan Gunung Jati tidak mengangkat
dirinya sebagai raja, bahkan ia hanya tinggal di Banten sampai 1552 M.
Ini disebabkan putranya, Pangeran Pasareyan, yang dijadikan wakilnya di Cirebon meninggal. Semenjak itu, Sunan
Gunung Jati kembali ke Cirebon dan menyerahkan Banten kepada putra keduanya, Sultan Maulana Hasanuddin. Pada
1552, Sultan Maulana Hasanuddin resmi diangkat sebagai raja pertama Kerajaan Banten.
Oleh karena itu, Sultan Maulana Hasanuddin yang dianggap sebagai pendiri dinasti sultan-sultan Banten, bukan Sunan
Gunung Jati. Sebab, Sunan Gunung Jati tidak lama berkedudukan di Banten dan Sultan Maulana Hasanuddin-lah yang
melepaskan diri dari segala ikatan Demak. Setelah menjadi raja, Sultan Maulana Hasanuddin melanjutkan cita-cita
ayahnya untuk meluaskan pengaruh Islam di tanah Banten.
b. Faktor-faktor pendorong perkembangnya
1. Lokasi pelabuhan Banten strategis karena terletak di teluk Banten dan terlindungi oleh pulau panjang. Sehingga
pelabuhan Banten menjadi pelabuhan yang sangat besar karena memenuhi syarat sebagai pelabuhan perdagangan maupun
sebagai benteng pertahanan dari serangan laut.
2. Letak geografis Banten di tepi selat Sunda, sehingga menjadikan banten bukan hanya pelabuhan transit melainkan
menjadi Pelabuhan Eksportir komoditas keberbagai daerah baik didalam daerah penjajahan Belanda maupun ke Eropa.
3. Banten adalah salah satu daerah penghasil Lada terbesar, dimana komoditas tersebut adalah komoditas yang bernilai
tinggi terutama di daratan eropa.
4. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga menjadikan banten menjadi alternative pusat perdagangan di Asia
tenggara.
c. Perlawanan menentang kekuasaan asing
Pada tahun 1681, Istana Surosowan berhasil direbut Sutan Haji dan VOC dan Sultan Ageng Tirtayasa pindah ke daerah
Tirtayasa untuk mendirikan keraton baru. Di Istana baru tersebut, Sultan Agung Tirtayasa mengumpukan bekal dan
kekuatan untuk merebut kembali Istana Surosowan. Pasukan Sultan Ageng mampu mendesak pasukan Sultan Haji dalam
penyerangan tahun 1682, sehingga Sultan Haji meminta bantuan VOC.
Sultan Haji dan VOC mampu meredam perlawanan dan berhasil memukul mundur pasukan Sultan Ageng dan Pangeran
Purbaya hingga ke Bogor. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya ditangkap oleh VOC pada 1683 dan ia dibawa ke Batavia
sebagai tahanan. VOC juga berhasil menjadikan Sultan Haji sebagai ‘’raja boneka’’ di kesultanan Banten, sehingga secara
tidak langsung VOC dapat menaklukan Banten serta memonopoli perdagangan di kawasan pesisir Jawa.
d. Masa Kejayaan
Kerajaan Banten berhasil mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Beberapa hal yang
dilakukannya untuk memajukan Kesultanan Banten di antaranya, sebagai berikut:
- Memajukan wilayah perdagangan Banten hingga ke bagian selatan Pulau Sumatera dan Kalimantan.
- Banten dijadikan tempat perdagangan internasional yang memertemukan pedagang lokal dengan pedagang Eropa.
- Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam.
- Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel.
- Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan dari kerajaan lain dan serangan pasukan Eropa.
Selain itu, Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai raja yang gigih menentang pendudukan VOC di Indonesia. Di bawah
kekuasaannya, kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju pesat.
e. Sebab-Sebab Kemunduran
Perang saudara adalah salah satu penyebab runtuhnya Kerajaan Banten. Sekitar tahun 1680 terjadi perselisihan dalam
Kesultanan Banten. Anak dari Sultan Ageng Tirtayasa, yakni Sultan Haji, berusaha merebut kekuasaan dari tangan sang
ayah. Perpecahan ini dimanfaatkan oleh kompeni VOC dengan memberi dukungan dan bantuan persenjataan kepada
Sultan Haji, sehingga perang saudara menjadi tak terhindarkan.
Akibat sengketa tersebut, Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah bersama putranya yang lain Pangeran
Purbaya. Kemudian pada 1683 Sultan Ageng ditangkap VOC dan ditahan di Batavia. Perang saudara yang berlangsung di
Banten menyisakan ketidakstabilan dan konflik di masa pemerintahan berikutnya.
VOC semakin ikut campur dalam urusan Banten bahkan meminta kompensasi untuk menguasai Lampung sekaligus hak
monopoli perdagangan lada di sana. Usai Sultan Haji meninggal, VOC semakin menekan Kerajaan Banten. Hal tersebut
pun membuat pengaruh Kerajaan Banten memudar dan ditinggalkan.
f. Warisan peninggalan dan fungsinya
1. Meriam Ki Amuk
Meriam Ki Amuk terdapat di dalam Benteng Speelwijk. Menurut sejarahnya, meriam ini memiliki daya tembakan yang
jauh dan memiliki ledakan yang besar. Meriam Ki Amuk konon dulu dipergunakan untuk menjaga Pelabuhan
Karanghantu yang berada di Teluk Banten.
2. Danau Tasikardi
Dulunya danau ini digunakan sebagai sebuah tempat rekreasi bagi keluarga Sultan. Berlokasi sektiar 6 KM di sebalah
barat kota Serang, Danau Tasikardi juga berfungsi sebagai penampung air Sungai Cibanten dan juga untuk mengairi
sawah.
3. Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk merupakan bukti penjagaan Kerajaan Banten atas serangan laut. Di samping itu, benteng Speelwijk
juga digunakan untuk memantau kegiatan pelayaran.
4. Vihara Avalokitesvara
Salah satu peninggalan Kerajaan Banten adalah Vihara Avalokitesvara. Vihara yang tertua di Banten dan diperkirakan
dibangun sekitar abad ke-16. Vihara ini menjadi bukti akan keterbukaan Kerajaan Banten dengan seluruh agama. Vihara
Avalokitesvara memiliki dinding yang memiliki relief legenda siluman ular putih.
5. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten berada di desa Banten Lama, kecamatan Kaseman. Masjid Agung Banten difungsikan sebagai
tempat ibadah juga menjadi destinasi wisata religi dan histori bagi umat Islam yang datang bukan hanya dari Banten,
tetapi juga dari provinsi lainnya. Masjid ini punya keunikan yaitu bentuk menara yang mirip dengan mercusuar dan
bagian atapnya mirip pagoda. Di bagian kanan dan kiri terdapat serambi dan makan Kesultanan Banten dan keluarganya.
6. Istana Keraton Surowosan
Istana Keraton Surowosan juga termasuk peninggalan Kerajaan Banten, Istana Keraton Surowosan menjadi pusat
pemerintahan Kerajaan Banten. Selain menjadi pusat kerajaan dalam menjalankan pemerintahan Kerjaan Banten, Keraton
Surosowan juga berfungsi sebagai tempat tinggal sultan beserta keluarga dan pengikutnya.
7. Istana Keraton Kaibon
Keraton ini menjadi keraton kedua di Banten setelah Keraton Surosowan. Berbeda dengan Keraton Surosowan, sebagai
pusat pemerintahan, Keraton Kaibon dibangun sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah. Hal ini dikarenakan Sultan Syafiudin
sebagai Sultan Banten ke 21 saat itu usianya masih 5 tahun.

5. KERAJAAN MATARAM ISLAM


a. Berdirinya
Kerajaan Mataram Islam atau Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Jawa yang didirikan pada abad ke-
16, lebih tepatnya pada 1586. Pendiri Kerajaan Mataram Islam adalah Danang Sutawijaya yang bergelar
Panembahan Senopati. Pusat pemerintahan Kesultanan Mataram terletak di wilayah Kotagede, Yogyakarta.
Sejarah berdirinya Kerajaan Mataram Islam di mulai setelah Kerajaan Demak mengalami kemunduran lalu ibu
kotanya dipindahkan ke Pajang, dan dimulailah pemerintahan Pajang sebagai kerajaan. Kerajaan Pajang terus
mengadakan ekspansi ke Jawa Timur dan juga terlibat konflik dengan keluarga Arya Penangsang dari kadipaten
Jipang Panolan yang berada di sekitar Cepu, Blora.
Pada akhirnya, Arya Penangsang berhasil ditaklukkan. Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya sebagai raja dari
Kerajaan Pajang memberi hadiah kepada dua orang yang dianggap berjasa dalam menaklukkan Arya Penangsang,
yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Ki Ageng Pemanahan dianugerahi wilayah tanah di hutan Mentaok
dan Ki Penjawi mendapatkan jatah wilayah di Pati.
Ki Ageng Pemanahan membangun tanah tersebut menjadi desa yang makmur dan kemudian menjadi kerajaan
yang mampu bersaing dengan Kerajaan Pajang. Pada 1575, Pemanahan meninggal dan diteruskan oleh putranya,
Danang Sutawijaya.
Tiga tahun kemudian, Sutawijaya mulai memberontak pada Pajang. Setelah raja Pajang, Sultan Hadiwijaya
meninggal pada 1586, Pangeran Benowo naik takhta menggantikannya. Namun, ia tidak mampu mengatasi
gerakan pemberontak yang dipimpin oleh Ario Pangiri. Oleh karena itu, Pangeran Benowo mencari suaka dari
teman masa kecilnya, Sutawijaya. Sutawijaya kemudian mengumpulkan pasukannya dan mengalahkan Ario
Pangiri serta merebut Istana Pajang. Pada 1586, Pangeran Benowo menyerahkan mahkotanya kepada Sutawijaya
dan secara resmi mengakhiri Kerajaan Pajang. Dengan demikian, berdirilah Kerajaan Mataram Islam dengan
Danang Sutawijaya sebagai raja pertamanya bergelar Panembahan Senopati.
b. Faktor-faktor pendorong perkembangnya
Puncak kejayaan Mataram pada masa Sultan Agung (1614-1645), di mana daerah kekuasaannya meliputi Jawa
Timur, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Barat. Kemajuan yang dicapai oleh Sultan Agung meliputi:
- Bidang Politik
Berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan memiliki sikap antihegemoni asing, terbukti
menyerang keberadaan VOC di Batavia (Jakarta) pada tahun 1628 dan tahun 1629 namun mengalami kegagalan.
- Bidang Ekonomi
Berhasil meningkatkan produksi beras dan menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa yang berdampak
peningkatan ekonomi terutama dalam perdagangan dan pelayaran.
-Bidang Sosial Budaya
Timbulnya budaya kejawen yang merupakan akulturasi budaya Islam dengan budaya yang telah berkembang
sebelum Islam. Ada juga mengganti tarikh Hindu yang didasarkan peredaran matahari dengan tarikh Islam lalu
berkembangnya kesusasteraan Jawa. Karya sastra yang terkenal berjudul sastra Gending, Niti Sastra, Niti Sruti,
dan Astabrata.
c. Perlawanan menentang kekuasaan asing
Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) atau Kongsi Dagang Hindia Belanda didirikan pada 1602 oleh
Belanda.Tujuan pembentukan VOC adalah untuk menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di
Asia, terutama Indonesia.
Konflik pertama antara Mataram dan VOC terjadi pada 8 November 1618 ketika Gubernur Jenderal VOC, Jan
Pieterzoon Coen memerintahkan anggotanya Vander Marct menyerang Jepara. Penyerangan ini membuat
Mataram mengalami kerugian yang sangat besar. Hubungan keduanya pun semakin memburuk setelah Sultan
Agung melarang menjual beras kepada pihak VOC. Sejak itu, orang-orang Belanda mulai membenci Sultan
Agung.
Setelah itu, muncul tuduhan bahwa VOC telah merampok kapal-kapal orang Jawa. Kejadian ini lantas membuat
Sultan Agung mempersiapkan penyerangan terhadap VOC yang bermarkas di Batavia. Awalnya, VOC bermarkas
di Ambon. Namun, setelah berhasil merebut Jayakarta yang kemudian namanya diganti menjadi Batavia, VOC
memutuskan memindahkan markas mereka ke sana pada 1619. Sultan Agung menyerang VOC sebanyak dua kali.
Serangan pertama Sultan Agung terhadap VOC dilaksanakan tanggal 22 Agustus 1628. Dalam serangan itu,
pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Bahureksa. Sekitar 10.000 prajurit Mataram langsung menyerang
VOC dengan dahysat. Namun, VOC langsung menembakkan meriam-meriamnya tiada henti yang memporak-
porandakan prajurit Mataram. Pasukan Mataram pun satu per satu mulai gugur. Demikian serangan pertama yang
dilakukan pasukan Mataram terhadap VOC mengalami kegagalan. Sekitar 1.000 prajurit Mataram tewas dalam
pertempuran.
Setelah gagal di serangan pertama, Sultan Agung melancarkan serangan kedua yang dipimpin oleh Kiai Adipati
Juminah, K.A. Puger, dan K.A. Purabaya pada 1629. Persiapan prajurit Mataram pada serangan kedua ini
terbilang jauh lebih matang dengan kekuatan yang lebih besar. Total ada 14.000 prajurit Mataram dikerahkan
untuk menyerang VOC.
Mereka mendirikan lumbung-lumbung padi di daerah Tegal dan Cirebon sebagai perbekalan selama bertempur.
Akan tetapi, rupanya VOC mengetahui hal tersebut sehingga lumbung-lumbung tersebut dibakar oleh VOC.
Akibatnya, pasukan Mataram tidak memiliki persediaan makanan apa pun. Kesimpulannya, Mataram kembali
mengalami kegagalan dalam serangan keduanya terhadap VOC. Setelah Sultan Agung wafat pada 1645, Mataram
pun jatuh ke tangan VOC.
d. Masa Kejayaan
Kerajaan Mataram menjadi salah satu Kesultanan Islam yang dinilai berkembang di tanah Jawa. Kerajaan
Mataram rutin menerjemahkan naskah Arab dan menerjemahkan Al-Quran ke bahasa Jawa. Mulai saat itu,
kesultanan ini mendirikan pesantren yang menjadikan wilayahnya sebagai pusat agama Islam. Selain membangun
pesantren, ada bermacam cara dilakukan para penguasa untuk menjadikan wilayah Kesultanan Mataram sebagai
pusat agama Islam, di antaranya dengan mendirikan rumah ibadah.
Ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma memimpin Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1613 hingga 1645 M,
kejayaan Kerajaan Kesultanan Mataram makin berada di puncak. Di eranya, Sultan Agung berhasil menguasai
banyak daerah kekuasaan di berbagai wilayah di Jawa. Selain itu, kemajuan Kerajaan Mataram Islam di bawah
kepemimpinan Sultan Agung juga berhasil menyentuh banyak aspek kehidupan masyarakat saat itu.
Beberapa di antaranya ialah pada bidang ekonomi, keagamaan, budaya, hukum, pemerintahan dan masih banyak
lagi. Pada era Sultan Agung beliau membangun sektor pertanian dengan memberikan tanah kepada petani dan
membentuk forum komunikasi sebagai tempat pembinaan. Adapun, dalam urusan fiskal, Sultan Agung mengatur
regulasi pajak yang tidak memberikan beban kepada rakyat.
Kemudian pada bidang moneter Sultan Agung membentuk lembaga keuangan untuk mengelola dana kerajaan. Di
bidang keagamaan dan hukum Islam, Sultan Agung juga menerapkan aturan yang sesuai dengan aturan Islam.
Pada saat itu, para ulama juga diberikan ruang untuk bekerja sama dengan pihak kerajaan. Bahkan, Sultan Agung
juga menetapkan penanggalan atau Kalender Jawa sejak tahun 1633 di mana penghitungan tanggal tersebut
merupakan kombinasi kalender Saka dan Hijriah.
Pada bidang kebudayaan dan kesenian, Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang sangat berperan dalam
memajukan kesenian wilayahnya. Menurut sumber sejarah, berbagai jenis tarian, gamelan hingga wayang sangat
berkembang pesat di bawah kepemimpinan Sultan Agung. Selain mengawal kemajuan kesenian, Sultan Agung
juga turut serta dalam menghasilkan karya seni berupa Serat Sastra Gendhing.
Sastra bahasa pada zaman tersebut juga makin berkembang ketika Sultan Agung mulai memberlakukan
penggunaan tingkatan bahasa di wilayah luar Yogyakarta hingga Jawa Timur. Sultan Agung juga termasuk
pemimpin yang menginisiasi terbentuknya provinsi dengan memilih adipati sebagai kepala wilayah di setiap
daerah yang dikuasai Mataram.
e. Sebab-Sebab Kemunduran
- Kemunduran sosial ekonomi
Sultan Agung adalah raja yang sangat anti kolonialisme dan tercatat dua kali menyerang VOC di Batavia. Meski
telah mengerahkan pasukan dalam skala besar, serangan yang dilakukan pada 1628 dan 1629 itu mengalami
kegagalan.
Akibat kekalahan tersebut, keadaan ekonomi rakyat Kerajaan Mataram Islam menjadi susah dan menurun karena
sebagian masyarakatnya dipaksa berangkat berperang. Setelah periode Sultan Agung, Kerajaan Mataram Islam
semakin banyak menghadapi peperangan. Hal ini membuat bidang ekonominya kian merosot dan penurunan
penduduk di pedalaman tidak dapat dihindari. Selain harus bertahan hidup di tengah kemiskinan dan kelaparan,
masyarakatnya juga menghadapi kegelisahan sosial. Pasalnya, kemunduran dalam bidang ekonomi membuat
kriminalitas semakin merajalela dan banyak orang telah kehilangan akal.
- Banyak negeri taklukan yang melepaskan diri
Ketika menduduki takhta, Sultan Agung berambisi menyatukan tanah Jawa di bawah kekuasaan Mataram. Usaha
ekspansi dan perebutan hegemoni politik di Jawa yang dilakukan para sultan setelahnya ternyata justru membuat
kondisi sosial dan ekonomi penduduk mengalami kemunduran.
Akibatnya, timbul ketegangan politik di dalam kerajaan ataupun wilayah taklukan Mataram, hingga
memunculkan gerakan disintergrasi. Gerakan pemisahan diri yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan kecil
taklukan Mataram pun tidak bisa diatasi oleh para pengganti Sultan Agung.
- Campur tangan Belanda
Kontras dengan sikap Sultan Agung, para sultan penggantinya memberi izin Belanda untuk ikut campur masalah
kerajaan. Hal ini dilakukan karena mereka tidak siap memperbaiki kondisi sosial ekonomi rakyat dan menghadapi
gerakan disintegrasi negeri taklukannya.
Untuk mengatasi pemberontakan daerah, pewaris Sultan Agung, yakni Amangkurat I, dan para pengganti
setelahnya, memilih bekerjasama dengan VOC. Tentunya kesempatan ini dimanfaatkan dengan baik oleh
Belanda, yang memang berambisi untuk menguasai tanah Jawa. Sejak itu, Mataram dan VOC selalu terlibat
dalam perjanjian yang sangat merugikan pihak kerajaan.
- Perselisihan antara pewaris takhta
Masuknya pengaruh Belanda menimbulkan perselisihan antara pewaris takhta Mataram. Hal ini semakin
dimanfaatkan oleh Belanda untuk melemahkan Kerajaan Mataram Islam. Melalui taktik politiknya, Belanda
berhasil memecah belah keluarga kerajaan hingga timbul banyak pergolakan.
Perselisihan antara kerabat kerajaan kemudian diakhiri dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti pada 13
Februari 1755. Dalam kesepakatan tersebut, Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Nagari
Kasultanan Ngayogyakarta dan Nagari Kasunanan Surakarta.
Kasultanan Ngayogyakarta diserahkan kepada Hamengkubuwono I, sementara Kasunanan Surakarta dipimpin
oleh Pakubuwono III. Dipecahnya kerajaan menjadi dua kekuasaan ini secara praktis mengakhiri riwayat
Kesultanan Mataram.
f. Warisan peninggalan dan fungsinya
1. Keraton Kasunanan Surakarta
Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II (Sunan PB II) pada tahun 1744. Istana ini pula dijadikan
saksi bisu penyerahan kedaulatan Kerajaan Mataram oleh Sunan PB II kepada VOC pada tahun 1749.
Didirikannya Keraton ini sebagai tempat tinggal sunan dan rumah tangga istananya yang sedang menjalankan
tradisi kerajaan.

2. Masjid Pathok Negara Sulthoni Plosokuning


Masjid Pathok Negara Sulthoni Plosokuning terletak di Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Sleman,
Yogyakarta. Pendiri masjid ini, yaitu Kiai Musodo yang juga merupakan keponakan Sri Sultan Hamengkubuwono
I. Ploso Kuning merupakan nama yang diambil dari pohon ploso yang tumbuh di sekitar masjid. Masjid ini
berfungsi sebagai penanda batas wilayah antara Kuthanegara dan Negaragung. Masjid ini juga berfungsi sebagai
pusat pendidikan, tempat upacara atau kegiatan keagamaan, dan bagian dari sistem pertahanan sekaligus sebagai
tempat peradilan surambi atau peradilan syariah pada masa pemerintahan kesultanan Yogyakarta.

3. Kompleks Makam Imogiri Kompleks Makam Imogiri terletak di Dusun Pajimatan, Girirejo, Kapanewon
Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Pendiri kompleks makam raja-raja Mataram Islam ini adalah Sultan Agung pada
tahun 1632. Lokasi kompleks makam berada di bukit Merak yang dinamai Pajimatan Imogiri. Makam ini di
bangun sebagai pemakaman keluarga dan keturunan raja-raja Kesultanan Mataram Islam.
4. Masjid Al Fatih Kepatihan  Masjid Al Fatih terletak di daerah Kepatihan, Jebres, Surakarta. Pembangunan
masjid tersebut atas perintah Sri Susuhunan Paku Buwono X. Pembangunan masjid dilakukan oleh Kanjeng
Raden Adipati Sosrodiningrat IV yang merupaka Pepatih Dalem. Masjid dibangun sebagai mahar lamaran
Pakubuwono X kepada istrinya pada tahun 1891.

5. Masjid Agung Gedhe Kauman


Masjid Agung Gedhe Kauman terletak di sebelah barat Alun-alun Utara, Yogyakarta. Tepatnya lokasi masjid di
Kampung Kauman, Kecamatan Gondomanan. Peninggalan Kesultanan Mataram dibangun pada tahun 1773,
dalam masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I. Bangunan masjid memiliki satu gendung induk sebagai
tempat shalat dan maksura sebagai pengamanan raja ketika akan shalat.
Pada awal berdirinya Kesultanan Yogyakarta, Masjid Gedhe Kauman digunakan sebagai pengadilan agama,
tempat pertemuan para ulama, pengajian dakwah islami, dan peringatan hari besar. Masjid Gedhe Kauman disebut
sebagai simbol harmonisasi kebudayaan Jawa dan agama Islam. Pasalnya, selain dibangun untuk fungsi
keagamaan, masjid ini juga didirikan sebagai kelengkapan Kesultanan Yogyakarta.

6. Keraton Kesultanan Yogyakarta


Keraton Yogyakarta atau Keraton Kasultanan Yogyakarta dibangun pada tahun 1755 Masehi oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono I , setelah Kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi dua.
Fungsi Keraton Yogyakarta kurang lebih sama dengan Keraton Surakarta, yaitu dijadikan tempat tinggal para
rajanya yang sampai saat ini masih menjalankan tradisi kesultanan.

7. Masjid Kotagede
Masjid Kotagede terletak di sebelah selatan Pasar Kotagede, Yogyakarta. Pembangunan masjid kemudian banyak
dibantu Umat Hindu. Salah satu yang sangat terlihat adalah pintu masuk Masjid Gedhe Mataram Kotagede yang
berwujud Pura. Masjid ini berfungsi sebagai pusat ibadah masyarakat, merupakan tempat, sarana, media dan
lembaga sosial yang mampu untuk memberikan peluang kepada umat Islam Kotagede dan sekitar dalam
menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan.

8.Taman Sari
Taman Sari merupakan situs bekas taman istana milik Keraton Yogyakarta yang dibangun pada masa Sultan
Hamangkubowono I pada tahun 1758-1765. Lokasi pembangunan Taman Sari telah dikenal sebagai tempat
pemandian yang disebut Mata Air Pecethokan, sejak masa pemerintahan Sunan Amangkurat IV. Taman Sari
memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai tempat istirahat, area meditasi, bengkel, area pertahanan, dan tempat
persembunyian.

9. Segara Wana dan Syuh Brata


Segara Wana dan Syuh Brata merupakan meriam-meriam peninggalan Kerajaan Mataram Islam. Meriam-meriam
itu diberikan oleh Belanda atas perjanjian dengan Kerajaan Mataram Islam dalam masa kepemimpinan Sultan
Agung. Meriam ini berfungsi sebagai senjata tambahan untuk melindungi Kerajaan Mataram Islam.

10. Kerajinan Perak


Pengrajin perak tumbuh seiring dengan tumbuhnya pusat Kerajaan Mataram Islam. Pusat kerajinan perak di
Kotagede, Yogyakarta, dimana wilayah tumbuhnya Kerajaan Mataram Islam.
Saat Belanda masuk ke Indonesia melalui VOC, kerajinan perak tumbuh pesat dengan adanya permintaan
peralatan rumah tangga dari perak, emas, tembaga, dan kuningan kualitas tinggi.
6. KERAJAAN GOWA-TALLO
a. Berdirinya
Sejarah Kerajaan Gowa-Tallo terbagi dalam dua zaman, yaitu periode sebelum memeluk Islam dan setelah
memeluk Islam. Kerajaan Gowa-Tallo merupakan gabungan dari dua kerajaan yang berasal dari keturunan sama,
yakni Kerajaan Gowa. Pada awalnya, di wilayah Gowa terdapat sembilan komunitas yang dikenal dengan nama
Bate Salapang atau Sembilan Bendera. Sembilan komunitas tersebut adalah Tambolo, Lakiung, Saumata, Parang-
parang, Data, Agangjene, Bisei, Kalili, dan Sero. Dengan berbagai cara, baik damai ataupun paksaan, sembilan
komunitas tersebut membentuk Kerajaan Gowa. Tomanurung kemudian diangkat menjadi raja dan mewariskan
Kerajaan Gowa kepada putranya, Tumassalangga. Bukti genealogis dan arkeologis mengisyaratkan bahwa
pembentukan Kerajaan Gowa terjadi pada sekitar tahun 1300, di mana masyarakat dan penguasanya masih
menganut kepercayaan animisme. Kerajaan Gowa pernah terbelah menjadi dua setelah masa pemerintahan
Tonatangka Lopi pada abad ke-15. Dua putra Tonatangka Lopi, Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero, berebut
takhta sehingga terjadilah perang saudara. Setelah Batara Gowa menang, Karaeng Loe ri Sero turun ke muara
Sungai Tallo dan mendirikan Kerajaan Tallo. Selama bertahun-tahun, dua kerajaan bersaudara ini tidak pernah
akur. Hingga pada akhirnya, Gowa dan Tallo bersatu dalam kesepakatan "dua raja tetapi satu rakyat" pada 1565.
Setelah bersatu kembali, kerajaan ini disebut Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar dengan sistem
pembagian kekuasaan. Raja dipilih dari garis keturunan Gowa, sedangkan perdana menterinya dari keturunan
Tallo.
b. Faktor-faktor pendorong perkembangnya
Faktor-faktor penyebab Kerajaan Gowa Tallo berkembang menjadi pusat perdagangan karena letaknya strategis
yaitu sebagai penghubung pelayaran Malaka dan Jawa ke Maluku. Letaknya di muara sungai, sehingga lalu lintas
perdagangan antar daerah pedalaman berjalan dengan baik. Di depan pelabuhan terdapat gugusan pulau kecil
yang berguna untuk menahan gelombang dan angin, sehingga keamanan berlabuh di pelabuhan ini terjamin.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong para pedagang mencari daerah atau pelabuhan yang menjual
belikan rempah-rempah. Halauan politik Mataram sebagai kerajaan agraris ternyata kurang memperhatikan
pengembangan pelabuhan-pelabuhan di Jawa. Akibatnya dapat diambil alih oleh Makasar. Kemahiran penduduk
Makasar dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal besar jenis Phinisi dan Lambo.
c. Perlawanan menentang kekuasaan asing

 Latar belakang perlawanan Gowa-Tallo


Kejayaan Gowa-Tallo ketika berada di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669 M) membuat posisi
VOC di kawasan Indonesia Timur menjadi terancam. Rivalitas antara Gowa-Tallo dan VOC semakin meruncing
dan perang tidak bisa lagi terelakkan. Dalam buku Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di
Indonesia (2012) karya Daliman, latar belakang perlawanan Gowa-Tallo terhadap VOC, yaitu:
- VOC menginginkan hak monopoli perdagangan di kawasan Indonesia Timur
- VOC melakukan blokade terhadap kapal-kapal yang akan berlabuh di Somba Opu
Untuk menghadapi tindakan VOC yang semena-mena, Sultan Hasanudin memperkuat pasukan dengan
memerintahkan kerajaan bawahan di Nusa Tenggara untuk mengirimkan prajuritnya.
Sedangkan di lain sisi, VOC menggunakan politik Devide et Impera dengan meminta bantuan Arung Palaka dari
Kesultanan Bone. Arung Palaka menerima permintaan dari VOC dengan alasan ingin membalas kekalahannya
atas Gowa-Tallo dan merebut kembali kemerdekaan Bone.

 Perlawanan Gowa-Tallo terhadap VOC


VOC dibawah JC Speelman membawa sekitar 1900 prajurit dan 21 armada kapal perang. Ditambah lagi pasukan
dari Bone dibawah pimpinan Arung Palaka. Pertempuran berlangsung sengit selama 4 bulan dan Sultan
Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya yang intinya berisi :
- VOC diperbolehkan memonopoli perdagangan di kawasan Indonesia Timur
- Semua orang asing diusir dari Gowa-Tallo, kecuali VOC
- Gowa-Tallo mengganti biaya kerugian perang
- Beberapa wilayah kekuasaan Gowa-Tallo diserahkan kepada VOC
d. Masa Kejayaan
Masa kejayaan dicapai pada abad ke-17, ketika kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan berkembang di sektor
pemerintahan, ekonomi, militer, dan sosial budaya. Pada saat ini Kesultanan Gowa Tallo dalam kepemimpinan
Sultan Hasanuddin, atau dijuluki sebagai Ayam Jantan dari Timur. Sultan Hasanuddin merupakan sosok raja yang
menentang keberadaan asing di Nusantara, hingga beliau terjun melakukan perlawanan terhadap VOC Belanda.
Sebab dedikasinya itulah, beliau juga diangkat sebagai pahlawan nasional.
e. Sebab-Sebab Kemunduran
Akibat sikap menentang Kerajaan Gowa terhadap kedudukan VOC di nusantara, Belanda terdesak dan melakukan
politik adu domba. Belanda mengadu domba Kerajaan Bone dengan Kerajaan Gowa-Tallo. Pada saat itu, Raja
Bone yaitu Aru Palaka terpengaruh VOC dan kemudian bersekutu untuk menyerang Makassar. Peperangan antara
Kerajaan Bone (dibantu VOC) dengan Kerajaan Gowa-Tallo inilah yang kemudian disebut sebagai Perang
Makassar. Setelah peperangan ini berjalan bertahun-tahun, Sultan Hasanuddin harus mengakui kekalahannya dan
terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 1667 M, yang banyak kerugian harus diterima Makassar.
Setelah Perjanjian Bongaya disepakati, akhirnya Sultan Hasanuddin harus turun dari singgasana dan menyerahkan
kekuasaan kepada Sultan Amir Hamzah, yang kemudian menjadi awal keruntuhan Kesultanan Gowa Tallo.
f. Warisan peninggalan dan fungsinya
a. Istana Balla Lompoa
Bangunan ini saat ini difungsikan sebagai museum untuk menyimpan benda-benda bersejarah dari kerajaan
Gowa-Tallo.
b. Istana Tamalate
Dulu pada masa Kerajaan Gowa, Tamalate merupakan pusat administrasi kerajaan sebelum beralih ke Somba Opu
pada masa pemerintahan Raja Gowa XIII, Pakere Tau Tunijallo ri Passukki. Bangunan ini digunakan untuk fungsi
resmi kabupaten dan sebagai tempat pertemuan.
c. Masjid Jongaya (Babul Firdaus)
Dibangunnya masjid ini tepat di hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, sekitar tahun 1314 H. Masjid yang
dibangun di pusat kerajaan ini, dahulu digunakan sebagai tempat pertemuan para raja untuk mengatur strategi
untuk memerangi pendudukan Belanda serta tempat untuk belajar Islam.
d. Masjid Jami ‘Nurul Mu’minin
Dikatakan bahwa masjid ini didirikan oleh salah satu pengrajin Gowa bernama Andi Cincing Karaeng
Talengkese. Tujuan dibangunnya masjid ini adalah untuk membantu orang-orang yang merasa kesulitan untuk
pergi ke tempat shalat yang cukup jauh, yaitu masjid Jongayya.
e. Masjid Katangka
Masjid Katangka atau juga dikenal sebagai Masjid Al-Hilal merupakan salah satu masjid tertua di Sulawesi
selatan. Masjid ini diberi nama Katangka karena terletak di Kel. Katangka, kec. Somba Opu, kab. Selain Gowa,
ada pendapat lain yang mengatakan bahwa masjid tersebut bernama Katangka karena bahan dasar untuk
pembuatan masjid ini berasal dari pohon Katangka.
f. Benteng Somba Opu
Banteng ini didirikan pada abad ke-16, oleh Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi ‘Kallonna yang merupakan raja
ke-9 Gowa. Pada zamannya, tempat ini dulunya merupakan pusat perdagangan pelabuhan dan rempah-rempah,
yang diperdagangkan untuk para pedagang dari Asia dan Eropa. Namun pada tahun 1969, tempat ini berhasil
ditaklukkan oleh VOC dan dihancurkan hingga tenggelam oleh ombak. Pada 1980-an, benteng itu ditemukan
kembali oleh para ilmuwan yang datang ke situs tersebut dan kemudian dibangun kembali pada 1990-an. Saat ini,
benteng Somba Opu ini dijadikan tempat wisata bersejarah, karena terdapat rumah-rumah tradisional. Benteng ini
difungsikan sebagai museum yang berisi benda-benda bersejarah dari kerajaan ini. Tidak kalah menariknya, di
sana juga ditemukan sebuah meriam dengan panjang 9 meter dan berat kisaran 9.500 kilogram.
g. Benteng Fort Rotterdam
Benteng Fort Rotterdam atau juga dikenal sebagai Benteng Ujung Pandang merupakan salah satu bangunan
benteng yang berasal dari peninggalan kerajaan Gowa Tallo, yang terletak di pantai barat kota Makassar, selatan
Sulawesi. Benteng ini pertama kali didirikan oleh Raja ke-9 Gowa, Raja Manringau Daeng Bonto Karaeng
Lakiung Tumapa’risi ‘Kallona, pada tahun 1545 M. Pada awal pembangunannya, benteng ini dibangun dengan
bahan dasar tanah liat, kemudian di bawah pemerintahan raja ke-14, Sultan Alauddin, dilakukan renovasi atau
perbaikan bangunan benteng menggunakan bahan dasar padas dari pegunungan karst yang terletak di Maros.

7. KERAJAAN TERNATE-TIDORE
a. Berdirinya

 Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13. Penduduk Ternate awal merupakan warga
eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat empat kampung yang masing-masing dikepalai
oleh seorang momole (kepala marga). Merekalah yang pertama–tama mengadakan hubungan dengan para
pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah. Penduduk Ternate semakin
heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas
perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak, atas
prakarsa Momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi
yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja.
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai kolano (raja) pertama dengan
gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam
perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai, sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai Gam
Lamo atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama).
Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan
Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate
berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang
berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
 Sejak awal didirikan pada 1081 hingga masa pemerintahan raja keempat, agama dan letak pusat
kekuasaan Kerajaan Tidore belum dapat dipastikan. Barulah pada periode pemerintahan Kolano
Balibunga, sumber sejarah Kerajaan Tidore mulai sedikit menguak lokasinya. Pada 1495, diketahui
bahwa kerajaan ini berpusat di Gam Tina dengan Sultan Ciriliati atau Sultan Djamaluddin sebagai
rajanya. Sultan Ciriliati, yang masuk Islam berkat dakwah seorang ulama dari Arab, diketahui sebagai
raja atau kolano pertama yang memakai gelar sultan. Dengan masuknya Islam ke Kerajaan Tidore,
berbagai aspek kehidupan masyarakat baik di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budayanya pun ikut
terpengaruh. Sepeninggal Sultan Ciriliati, singgasana diwariskan ke Sultan Al Mansur (1512-1526 M),
yang kemudian memindahkan ibu kota kerajaan ke Tidore Utara, lebih dekat dengan Kerajaan Ternate.
Dalam sejarahnya, Kerajaan Tidore memang mengalami beberapa kali pemindahan pusat pemerintahan
karena berbagai sebab. Letak ibu kotanya yang terakhir adalah di Limau Timore, yang kemudian berganti
nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.
b. Faktor-faktor pendorong perkembangnya
 Penguasaan Selat Makassar yang ramai.
 Teknologi kapal perang yang canramai
 Dukungan kerajaan-kerajaan dari Jawa.
 Penghasil sekaligus tempat perdagangan cengkeh.
 Wilayah laut luas yang kaya sumber daya alam.
c. Perlawanan menentang kekuasaan asing
Kerajaan Ternate dan Tidore sebernanya kerajaan yg bersaudara, tetapi ketika Portugis yg datang ke Ternate pada
tahun 1512, membuat Ternate bersekutu dengan Portugis. Demikian juga dengan Kerajaan Tidore, ketika Spanyol
menginjakkan kaki pertama kali di Tidore, membuat Kerajaan Tidore juga bersekutu dengan Spanyol. Di Ternate
Portugis akhirnya dapat mendirikan benteng Sao Paulo dan banyak melakukan monopoli perdagangan. Tindakan
ini menimbulkan perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Khairun (1550-1570). Tindakan Musquita menangkap
Sultan Khairun dilepas setelah kembali, tetapi kemudian dibunuh setelah paginya disuruh berkunjung ke benteng
Portugis. Sultan Baabullah (1570-1583) memimpin perlawanan untuk mengenyahkan Portugis dari Maluku
sebagai balasan terhadap kematian ayahnya. Benteng Portugis dikepung selama 5 tahun, tetapi tidak berhasil.
Sultan Tidore yang berselisih dengan Ternate kemudian membantu melawan Portugis. Akhirnya, benteng
Portugis dapat dikuasai setelah Portugis menyerah karena dikepung dan kekurangan makanan. Tokoh dari Tidore
yang anti-Portugis adalah Sultan Nuku. Pada tanggal 17 Juli 1780, Pata Alam dinobatkan sebagai vasal dari VOC
dengan kewajiban menjaga keamanan di wilayahnya, yaitu Maba, Weda, Patani, Gebe, Salawatti, Missol,
Waiguna, Waigen, negeri-negeri di daratan Irian, Pulau Bo, Popa, Pulau Pisang, Matora, dan sebagainya. Di sisi
lain, Nuku terus mengadakan perlawanan terhadap Belanda di Ternate dan Tidore. Pada tahun 1783, Pata Alam
menjalankan strategi untuk meraih loyalitas raja-raja Irian. Akan tetapi, usaha tersebut menemui kegagalan,
karena para utusan dengan pasukan mereka berbalik memihak Nuku. Akhirnya, Pata Alam dituduh oleh Kompeni
bersekongkol dengan Nuku. Pata Alam ditangkap dan rakyat pendukungnya dihukum. Peristiwa ini sering disebut
Revolusi Tidore (1783). Untuk mengatur kembali Tidore, pada tanggal 18 Oktober 1783, VOC mengangkat
Kamaludin untuk menduduki takhta Tidore sebagai vasal VOC. Di sisi lain, perjuangan Nuku mengalami pasang
surut. Pada tahun 1794, gerakan tersebut mendapat dukungan dari Inggris. Sekembalinya dari Sailan, Pangeran
Jamaludin beserta angkatannya menggabungkan diri dengan Nuku. Pada tanggal 12 April 1797 Angkatan Laut
Nuku muncul di Tidore. Hampir seluruh pembesar Tidore menyerah, kecuali Sultan Kamaludin berserta
pengawalnya. Mereka menyerahkan diri ke Ternate. Tidore diduduki oleh Nuku hingga meninggal tanggal 14
November 1805 dan digantikan oleh Zaenal Abidin.
d. Masa Kejayaan

 Pada abad ke-15, Kerajaan Ternate mengalami perkembangan pesat, terutama di bidang perdagangan dan
pelayaran, berkat kekayaan rempah-rempahnya. Akan tetapi, kestabilan kerajaan sempat terancam ketika
bangsa Portugis mulai menginjak tanah Ternate. Sejak awal abad ke-16, sultan Ternate mulai melakukan
perlawanan terhadap bangsa Portugis yang dirasa akan memonopoli perdagangan di wilayahnya. Terlebih
lagi, Portugis telah mendirikan benteng yang diberi nama Benteng Sao Paulo di Ternate. Setelah
peperangan selama beberapa tahun, bangsa Portugis baru dapat dikalahkan dan diusir pada 1577 M,
ketika Sultan Baabullah berkuasa. Kemenangan Ternate atas Portugis ini tercatat sebagai kemenangan
pertama putra nusantara melawan kekuatan barat. Selain itu, Sultan Baabullah (1570–1583 M) juga
mengantarkan Kerajaan Ternate menuju puncak kejayaan. Di bawah pemerintahan Sultan Baabullah,
wilayah kekuasaan Kerajaan Ternate membentang dari Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Timur,
Sulawesi Tengah, bagian selatan Kepulauan Filipina, dan Kepulauan Marshall di Pasifik. Pencapaian
tersebut membuat Sultan Baabullah dijuluki sebagai Penguasa 72 Pulau yang semuanya berpenghuni.
 Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M).
Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu
Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate.
e. Sebab-Sebab Kemunduran

 Salah satu penyebab runtuhnya Kerajaan Ternate adalah tidak ada penerus yang cakap. Setelah Sultan
Baabullah, kekuasaan Kerajaan Ternate dilanjutkan oleh Said Barkati. Namun, disayangkan Said Barkati
tidak memiliki pengaruh yang sama seperti ayahnya.
 Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kesultanan Ternate yang
dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil
rempah-rempah tersebut.
f. Warisan peninggalan dan fungsinya

 Istana Kesultanan Ternate.


Peninggalan sejarah dari Kerajaan Ternate salah satunya adalah Istana Kesultanan Ternate. Bangunan
bergaya abad ke-19 ini terletak di satu wilayah yang sama dengan Sigi Lamo (Masjid Sultan Ternate).
Istana Kesultanan Ternate terdiri atas dua lantai yang menghadap ke arah laut dan dikelilingi
perbentengan. Pada halaman samping kanan depan istana ada sebuah pintu gerbang yang disebut Ngara
Upas. Kemudian, pada bagian depan, ada dua buah tangga yang masing-masing beranak tangga sebanyak
27 buah. Setelah menaiki tangga, akan ada sebuah beranda terbuka atau balkon.  Di atas pintu istana
terdapat sebuah prasasti yang bertuliskan Arab. Isinya adalah penjelasan mengenai pendirian Kesultanan
Ternate.
 Masjid Jami.
Masjid Jami Kesultanan Ternate didirikan oleh Sultan Hamzah, raja Ternate ke-24. Masjid ini memiliki
atap bersusun tujuh dengan luas 22,40x39,30 meter dan tinggi mencapai 21.74 meter. Karena memiliki
ukuran yang megah, masjid ini ditopang oleh 12 tiang penyokong dan empat tiang utama. Di sekeliling
masjid juga diberi pagar dengan pintu gapura beratap dua susun yang berfungsi sebagai menara azan.
 Makam Sultan Baabullah.
Sultan Baabullah adalah raja Ternate ke-24 yang mendirikan Masjid Jami. Menurut sejarah, Sultan
Baabullah adalah raja yang berhasil membawa Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaan sehingga
jasanya selalu dikenang oleh masyarakat Ternate. Sultan Baabullah wafat pada Juli 1583. Jasadnya
kemudian dikebumikan di Puncak Bukit Foramadiahi, Ternate. Sultan Baabullah dimakamkan tepat di
bawah Pohon Momo yang berukuran sangat besar. Umumnya, masyarakat menyebut pohon itu dengan
Pohon Dara.

 Masjid Sultan Tidore


Masjid ini dibangun pada abad ke-17 dibawah kepemimpinan Sultan Zainal Abidin. Masjid tersebut
memiliki bangunan yang unik dan juga megah, masjid tersebut juga menandakan bahwa di wilayah
Maluku terdapat pengaruh yang masuk, yakni pengaruh Agama Islam.
 Kedati Kie (Istana Kie)
Istana tersebut merupakan warisan dari peninggalan Kerajaan Tidore. Istana Kie merupakan istana yang
diperkirakan dibangun sejak tahun 1812 oleh Sultan Syahjuan T. Dimana desain yang dibangun
menggambarkan sejarah Kerajaan Tidore pada masanya.
 Benteng Torre dan Tabula
Bangunan ini merupakan bangunan yang memiliki pengaruh penting pada masa Portugis. Benteng
tersebut berada di dekat Istana Kie yang dulunya memang sempat digunakan Portugis untuk melawan
Belanda.

A. Seni Bangunan

Seni dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia sangat unik, menarik dan akulturatif. Seni bangunan yang menonjol di
zaman perkembangan Islam ini terutama masjid, menara serta makam.

a. Masjid dan Menara

Dalam seni bangunan di zaman perkembangan Islam, nampak ada perpaduan antara unsur Islam dengan kebudayaan
praIslam yang telah ada. Seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid. Fungsi utama dari masjid, adalah tempat
beribadah bagi orang Islam. Masjid atau mesjid dalam bahasa Arab mungkin berasal dari bahasa Aramik atau bentuk
bebas dari perkataan sajada yang artinya merebahkan diri untuk bersujud. Dalam bahasa Ethiopia terdapat perkataan
mesgad yang dapat diartikan dengan kuil atau gereja. Di antara dua pengertian tersebut yang mungkin primer ialah
tempat orang merebahkan diri untuk bersujud ketika salat atau sembahyang. Pengertian tersebut dapat dikaitkan
dengan salah satu hadis sahih al-Bukhârî yang menyatakan bahwa “Bumi ini dijadikan bagiku untuk masjid (tempat salat)
dan alat pensucian (buat tayamum) dan di tempat mana saja seseorang dari umatku mendapat waktu salat, maka
salatlah di situ.” Jika pengertian tersebut dapat dibenarkan dapat pula diambil asumsi bahwa ternyata agama Islam telah
memberikan pengertian perkataan masjid atau mesjid itu bersifat universal. Dengan sifat universal itu, orang-orang
Muslim diberikan keleluasaan untuk melakukan ibadah salat di tempat manapun asalkan bersih. Karena itu tidak
mengherankan apabila ada orang Muslim yang melakukan salat di atas batu di sebuah sungai, di atas batu di tengah
sawah atau ladang, di tepi jalan, di lapangan rumput, di atas gubug penjaga sawah atau ranggon (Jawa, Sunda), di atas
bangunan gedung dan sebagainya. Meskipun pengertian hadist tersebut memberikan keleluasaan bagi setiap Muslim
untuk salat, namun dirasakan perlunya mendirikan bangunan khusus yang disebut masjid sebagai tempat peribadatan
umat Islam. Masjid sebenarnya mempunyai fungsi yang luas yaitu sebagai pusat untuk menyelenggarakan keagamaan
Islam, pusat untuk mempraktikkan ajaran-ajaran persamaan hak dan persahabatan di kalangan umat Islam. Demikian
pula masjid dapat dianggap sebagai pusat kebudayaan bagi orang-orang Muslim. Di Indonesia sebutan masjid serta
bangunan tempat peribadatan lainnya ada bermacam-macam sesuai dan tergantung kepada masyarakat dan bahasa
setempat. Sebutan masjid, dalam bahasa Jawa lazim disebut mesjid, dalam bahasa Sunda disebut masigit, dalam bahasa
Aceh disebut meuseugit, dalam bahasa Makassar dan Bugis disebut masigi. Bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Atapnya berupa atap tumpang, yaitu atap yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil dan tingkat yang paling atas
berbentuk limas. Jumlah tumpang biasanya selalu gasal/ ganjil, ada yang tiga, ada juga yang lima. Ada pula yang
tumpangnya dua, tetapi yang ini dinamakan tumpang satu, jadi angka gasal juga. Atap yang demikian disebut meru. Atap
masjid biasanya masih diberi lagi sebuah kemuncak/ puncak yang dinamakan mustaka.

2. Tidak ada menara yang berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan. Berbeda dengan masjid-masjid di luar
Indonesia yang umumnya terdapat menara. Pada masjidmasjid kuno di Indonesia untuk menandai datangnya waktu
salat dilakukan dengan

Anda mungkin juga menyukai