Disusun Oleh :
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
A. Latar Belakang
Walaupun orang yang mengaku sebagai ateis biasanya
diasumsikan tak beragama, beberapa sekte agama tertentu pula ada yang
menolak keberadaan dewa pencipta yang personal. Pada akhir-akhir ini,
aliran-aliran keagamaan tertentu juga telah menarik banyak penganut
yang secara terbuka ateis, seperti misalnya Yahudi ateis atau Yahudi
humanis dan Kristen ateis.
Dikarenakan artian paling kaku ateisme positif tidak memerlukan
kepercayaan spesifik apapun di luar ketidakpercayaan pada dewa/tuhan,
ateis dapat memiliki kepercayaan spiritual apapun. Untuk alasan yang
sama pula, para ateis dapat berpegang pada berbagai kepercayaan etis,
mulai dari universalisme moral humanisme, yang berpandangan bahwa
nilai-nilai moral haruslah diterapkan secara konsisten kepada seluruh
manusia, sampai dengan nihilisme moral, yang berpendapat bahwa
moralitas adalah hal yang tak berarti.
Walaupun ia merupakan kebenaran filosofis, yang secara ringkas
dipaparkan dalam karya Plato dilema Euthyphro bahwa peran tuhan
dalam menentukan yang benar dari yang salah adalah tidak diperlukan
maupun adalah sewenang-wenang, argumen bahwa moralitas haruslah
diturunkan dari Tuhan dan tidak dapat ada tanpa pencipta yang bijak
telah menjadi isu-isu yang terus menerus muncul dalam debat politik.
Persepsi moral seperti "membunuh adalah salah" dilihat sebagai hukum
Tuhan, yang memerlukan pembuat hukum dan hakim. Namun, banyak
ateis yang berargumen bahwa memperlakukan moralitas secara legalistik
adalah analogi salah, dan bahwa moralitas tidak seperlunya memerlukan
seorang pencipta hukum sama halnya hukum itu sendiri.
Hal-hal yang telah disampaikan di atas, kemudian dijadikan dasar
oleh penulis untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai pemikiran
terhadap asal-usul terciptanya alam semesta. Dengan demikian penulis
memilih untuk mengangkat judul “Antisipasi Tentang Pemikiran
Atheis”.
B. Rumusan Masalah
Sementara untuk membatasi pembahasan ini, maka diajukan
beberapa pertanyaan sekaligus sebagai rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa itu ateis?
2. Apa saja dasar, penyempurnaa pemikiran, dan antisipasi terhadap
pemikiran ateis itu sendiri?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa itu ateis
2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi dasar pemikiran,
penyempurnaan pemikiran, dan bagaimana antisipasi terhadap
pemikiran ateis itu sendiri
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Tentang Ateis
Ateisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak memercayai
keberadaan Tuhan dan dewa-dewi ataupun penolakan terhadap teisme.
Dalam pengertian yang paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada
keberadaan dewa atau Tuhan.
Istilah ateisme berasal dari Bahasa Yunani ἄθεος (átheos), yang
secara peyoratif digunakan untuk merujuk pada siapapun yang
kepercayaannya bertentangan dengan agama/kepercayaan yang sudah
mapan di lingkungannya. Dengan menyebarnya pemikiran bebas,
skeptisisme ilmiah, dan kritik terhadap agama, istilah ateis mulai
dispesifikasi untuk merujuk kepada mereka yang tidak percaya kepada
tuhan. Orang yang pertama kali mengaku sebagai "ateis" muncul pada
abad ke-18. Pada zaman sekarang, sekitar 2,3% populasi dunia mengaku
sebagai ateis, manakala 11,9% mengaku sebagai nonteis.
1. Ateisme Praktis
Dalam ateisme praktis atau pragmatis, yang juga dikenal
sebagai apateisme, individu hidup tanpa tuhan dan
menjelaskan fenomena alam tanpa menggunakan alasan
paranormal. Menurut pandangan ini, keberadaan Tuhan
tidaklah disangkal, namun dapat dianggap sebagai tidak
penting dan tidak berguna; Tuhan tidaklah memberikan kita
tujuan hidup, ataupun memengaruhi kehidupan sehari-hari.
Salah satu bentuk ateisme praktis dengan implikasinya dalam
komunitas ilmiah adalah naturalisme metodologis, yaitu
pengambilan asumsi naturalisme filosofis dalam metode ilmiah
yang tidak diucapkan dengan ataupun tanpa secara penuh
menerima atau memercayainya.
Ateisme praktis dapat berupa :
Ketiadaan motivasi religius, yakni kepercayaan pada
tuhan tidak memotivasi tindakan moral, religi, ataupun
bentuk-bentuk tindakan lainnya
Pengesampingan masalah tuhan dan religi secara aktif
dari penelusuran intelek dan tindakan praktis
Pengabaian, yakni ketiadaan ketertarikan apapun pada
permasalahan tuhan dan agama
Ketidaktahuan akan konsep tuhan dan dewa
2. Ateisme Teoritis
Ateisme teoretis secara eksplisit memberikan argumen
menentang keberadaan tuhan, dan secara aktif merespon
kepada argumen teistik mengenai keberadaan tuhan, seperti
misalnya argumen dari rancangan dan taruhan Pascal.
Terdapat berbagai alasan-alasan teoretis untuk menolak
keberadaan tuhan, utamanya secara ontologis, gnoseologis,
dan epistemologis. Selain itu terdapat pula alasan psikologis
dan sosiologis.
Argumen Metafisika
Ateisme metafisik didasarkan pada monisme
metafisika, yakni pandangan bahwa realitas adalah
homogen dan tidak dapat dibagi. Ateis metafisik
absolut termasuk ke dalam beberapa bentuk fisikalisme,
sehingga secara eksplisit menolak keberadaan makhluk-
makhluk halus. Ateis metafisik relatif menolak secara
implisit konsep-konsep ketuhanan tertentu didasarkan
pada ketidakkongruenan antara filosofi dasar mereka
dengan sifat-sifat yang biasanya ditujukan kepada tuhan,
misalnya transendensi, sifat-sifat personal, dan keesaan
tuhan. Contoh-contoh ateisme metafisik relatif meliputi
panteisme, panenteisme, dan deisme.
Argumen Antroposentris
Ateisme aksiologis atau konstruktif menolak
keberadaan tuhan, dan sebaliknya menerima
keberadaan "kemutlakan yang lebih tinggi" seperti
kemanusiaan. Ateisme dalam bentuk ini menganggap
kemanusiaan sebagai sumber mutlak etika dan nilai-nilai,
dan mengizinkan individu untuk menyelesaikan
permasalahan moral tanpa bergantung pada Tuhan.
Marx, Nietzsche, Freud, dan Sartre semuanya
menggunakan argumen ini untuk menyebarkan pesar-
pesan kebebasan, Ü bermensch, dan kebahagiaan tanpa
kekangan.
Salah satu kritik yang paling umum terhadap
ateisme adalah bahwa menolak keberadaan Tuhan akan
membawa pada relativisme moral, menyebabkan
seseorang tidak bermoral ataupun tidak memiliki dasar
etika, atau membuat hidup tidak berarti dan
menyedihkan. Blaise Pascal memaparkan argumen ini
pada tahun 1669.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah kami paparkan dapat kami simpulkan
bahwa : penulis berharap dapat memberikan sumbangan dalam
mengembangkan khazanah pengetahuan dan informasi.
B. Saran
Saran penulis kepada pembaca untuk memohon petunjuk kepada
Allah SWT, mudah-mudahan kita selalu di dalam lindungan-Nya &
dijauhkan dari segala bentuk kedzaliman.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Ateisme