Manfaat
dilaksanakannya evaluasi
proses dan hasil pembelajaran ada beberapa hal, diantaranya yang penting adalah:
1. Memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang telah
berlangsung/dilaksanakan pendidik,
2. Membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran,
dan
3. Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya
meningkatkan kualitas keluaran.
Evaluasi untuk suatu tujuan tertentu penting, tetapi ada kemungkinan tidak menjadi
bermanfaat lagi untuk tujuan lain. Oleh karena itu, seorang guru harus mengenal
beberapa macam tujuan evaluasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar mereka
dapat merencana dan melakukan evaluasi dengan bijak dan tepat.
Suatu evaluasi perlu memenuhi beberapa syarat sebelum diterapkan kepada siswa
yang kemudian direfleksikan dalam bentuk tingkah laku (Sukardi, 2011: 8). Evaluasi
yang baik harus memiliki syarat seperti berikut:
Adapun beberapa uraian tentang pentingnya evaluasi pembelajaran,
diantaranya :
1. Pentingnya evaluasi pembelajaran bagi siswa
Bagi siswa, evaluasi digunakan untuk mengukur pencapaian keberhasilan dalam
mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Dalam hal ini ada 2
kemungkinan:
a. Hasil bagi siswa yang memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan, tentunya kepuasan ini ingin diperoleh
nya kembali pada waktu yang akan datang.
b. Hasil bagi siswa yang tida memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang tidak memuaskan, maka pada kesempatan yang
akan datang dia akan berusaha memperbaikinya
Ina Magdalena, Hadana Nur Fauzi, & Raafiza Putri
Bintang : Jurnal Pendidikan dan Sains246
karena akan mempengaruhi langkah – langkah selanjutnya, bahkan
mempengaruhi keefektifan evaluasi secara menyeluruh.
5. Bagaimana fungsi evaluasi terhadap pekembangan peserta didik ?
- Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah
dicapai oleh peserta didiknya.
- Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-
masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
- Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan
status peserta didik.
- Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi
peserta didik yang memang memerlukannya.
- Memberikan petunjuk tentang sudah sejauh mana program pengajaran yang
telah ditentukan telah dapat dicapai.
6. Manfaat evaluasi dalam pendidikan dan pengajaran ?
Ada 3 manfaat dilaksanakannya evaluasi proses dan hasil pembelajaran
Manfaat-manfaat tersebut yaitu (1) Memperoleh pemahaman pelaksanaan dan
hasil pembelajaran yang telah berlangsung/dilaksanakan guru (2) Membuat
keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran; dan (3)
Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya
meningkatkan kualitas keluaran.
PEMBAHASAN
Pengertian Evaluasi
Secara etimologi "evaluasi" berasal dan bahasa Inggris yaitu evaluation dari akar kata
value yang berarti nilai atau harga. Nilai dalam bahasa Arab disebut alqiamah atau al-
taqdir’ yang bermakna penilaian (evaluasi). Sedangkan secara harpiah, evaluasi
pendidikan dalam bahasa Arab sering disebut dengan al-taqdir altarbiyah yang
diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal yang
berkaitan dengan kegiatan pendidikan. Secara terminologi, beberapa ahli memberikan
Ina Magdalena, Hadana Nur Fauzi, & Raafiza Putri
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2020 247
pendapat tentang pengertian evaluasi diantaranya: Edwind dalam Ramayulis
mengatakan bahwa evaluasi mengandung pengertian suatu tindakan atau proses
dalam menentukan nilai sesuatu (Ramayulis, 2002). M. Chabib Thoha,
mendefinisikan evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk rnengetahui
keadaan objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan
tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan (Thoha, 1990). Pengertian evaluasi secara
umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu
(ketentuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek dan yang lainnya)
berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. Untuk menentukan nilai sesuatu
dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator dapat langsung
membandingkan dengan kriteria umum, dapat pula melakukan pengukuran terhadap
sesuatu yang dievaluasi kemudian membandingkan dengan kriteria tertentu. Dalam
pengertian lain antara evaluasi, pengukuran, dan penilaian merupakan kegiatan yang
bersifat hirarki.
Tujuan Evaluasi
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang disengaja dan bertujuan. Kegiatan evaluasi
dilakukan dengan sadar oleh guru dengan tujuan untuk memperoleh kepastian
mengenai keberhasilan belajar siswa dan memberikan masukan kepada guru
mengenai apa yang dia lakukan dalam kegiatan pengajaran. Dengan kata lain, evaluasi
yang dilakukan oleh guru bertujuan untuk mengetahui bahan bahan pelajaran yang
disampaikan apakah sudah dikuasi oleh siswa ataukah belum. Selain itu, apakah
kegiatan pegajaran yang dilaksanakannya itu sudah sesuai dengan apa yang
diharapkan atau belum. Menurut Sudirman N, dkk, bahwa tujuan penilaian dalam
proses pembelajaran adalah:
1. Mengambil keputusan tentang hasil belajar.
2. Memahami siswa
3. Memperbaiki dan mengembangkan program pengajaran.
Selanjutnya, mengatakan bahwa pengambilan keputusan tentang hasil belajar
merupakan suatu keharusan bagi seorang guru agar dapat mengetahui berhasil
tidaknya siswa dalam proses pembelajaran. Ketidakberhasilan proses pembelajaran itu
disebabkan antara lain sebagai berikut:
Ina Magdalena, Hadana Nur Fauzi, & Raafiza Putri
Bintang : Jurnal Pendidikan dan Sains248
1. Kemampuan siswa yang rendah.
2. Kualitas materi pelajaran tidak sesuai dengan tingkat usia anak.
3. Jumlah bahan pelajaran terlalu banyak sehingga tidak sesuai dengan waktu yang
diberikan.
4. Komponen proses belajar dan mengajar yang kurang sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan oleh guru itu sendiri.
Seorang guru yang merasa bertanggung jawab atas penyempurnaan pengajarannya,
maka ia harus mengevaluasi pengajarannya itu agar ia mengetahui perubahan apa
yang seharusnya diadakan (Popham & Baker, 2008: 112). Siswa juga harus dievaluasi.
Evaluasi harus dilakukan secara sistematis dan kontinu agar dapat menggambarkan
kemampuan para siswa yang dievaluasi. Dalam pembelajaran yang terjadi di sekolah
atau khusunya di kelas, guru adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas
hasilnya. Kesalahan utama yang sering terjadi di antara para guru adalah bahwa
evaluasi hanya dilakukan pada saat-saat tertentu, seperti pada akhir materi,
pertengahan, dan/atau akhir suatu program pengajaran. Penyimpangan-
penyimpangan dalam mengevaluasi pun dapat terjadi apabila guru tersebut
memanipulasi hasil belajar siswanya (Sukardi, 2011: 2).
Mengadakan evaluasi meliputi dua langkah yaitu mengukur dan menilai. Mengukur
adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Menilai adalah mengambil suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk. Guru sebelum
melakukan evaluasi juga harus melakukan pengukuran dan penilaian terhadap
siswanya (Arikunto, 2010: 3).
Evaluasi merupakan proses penilaian pertumbuhan siswa dalam proses belajar
mengajar. Percapaian perkembangan siswa perlu diukur, baik posisi siswa dalam
proses belajar individu maupun posisinya di dalam kegiatan kelompok. Hal yang
demikian perlu disadari oleh guru karena pada umumnya siswa masuk kelas dengan
kemampuan yang bervariasi. Ada siswa yang dengan cepat menangkap materi
pelajaran, tetapi ada pula yang tergolong memiliki kecepatan biasa dan ada pula yang
tergolong lambat. Guru dapat mengevaluasi pertumbuhan kemampuan siswa tersebut
Ina Magdalena, Hadana Nur Fauzi, & Raafiza Putri
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2020 249
dengan mengetahui apa yang mereka kerjakan pada awal sampai akhir belajar
(Sukardi, 2011: 2).
Sebelum mengevaluasi seorang guru hendaknya mengetahui prinsip-prinsip evaluasi.
Keberadaan prinsip bagi seorang guru mempunyai arti penting, karena dengan
memahami prinsip evaluasi dapat menjadi petunjuk atau keyakinan bagi dirinya atau
guru lain guna merealisasi evaluasi dengan cara benar. Menurut Slameto (2001:16)
evaluasi harus mempunyai minimal tujuh prinsip berikut: 1) terpadu, 2) menganut
cara belajar siswa aktif, 3) kontinuitas, 4) koherensi dengan tujuan, 5) menyeluruh, 6)
membedakan (diskriminasi), dan 7) pedagogis.
Manfaat dilaksanakannya evaluasi
proses dan hasil pembelajaran ada beberapa hal, diantaranya yang penting adalah:
1. Memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang telah
berlangsung/dilaksanakan pendidik,
2. Membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran,
dan
3. Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya
meningkatkan kualitas keluaran.
Evaluasi untuk suatu tujuan tertentu penting, tetapi ada kemungkinan tidak menjadi
bermanfaat lagi untuk tujuan lain. Oleh karena itu, seorang guru harus mengenal
beberapa macam tujuan evaluasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar mereka
dapat merencana dan melakukan evaluasi dengan bijak dan tepat.
Suatu evaluasi perlu memenuhi beberapa syarat sebelum diterapkan kepada siswa
yang kemudian direfleksikan dalam bentuk tingkah laku (Sukardi, 2011: 8). Evaluasi
yang baik harus memiliki syarat seperti berikut:
1. Valid
Suatu alat ukur dikatakan valid atau mempunyai validitas yang tinggi apabila
alat ukur itu betul-betul mengukur apa yang ingin diukur.
2. Andal
3. Objektif
Ina Magdalena, Hadana Nur Fauzi, & Raafiza Putri
Bintang : Jurnal Pendidikan dan Sains250
Penskor hendaknya menilai/menskor apa-adanya, tanpa dipengaruhi oleh
subjektif penskor atau faktor-faktor lainnya diluar yang tersedia.
4. Seimbang
5. Membedakan
6. Norma
7. Fair, dan
8. Praktis.
Di samping kedelapan persyaratan yang perlu ada dalam kegiatan evaluasi, ada
beberapa tujuan mengapa evaluasi dilakukan oleh setiap guru. Selain untuk
melengkapi penilaian, secara luas evaluasi dibatasi sebagai alat penilaian terhadap
faktor-faktor penting suatu program termasuk situasi, kemampuan, pengetahuan, dan
perkembangan tujuan.
Apabila guru tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana mengevaluasi yang baik
dan sesuai maka akan berakibat melemahnya moral guru. Salah satu kenyataannya
adalah melakukan kecurangan dengan memanipulasi nilai raport siswa, tujuannya
untuk mendapatkan predikat sekolah berkualitas baik. Bahkan, praktik memanipulasi
nilai inipun sudah dipraktikan pada jenjang rendah yaitu SD/MI.
Tuduhan kecurangan guru dalam manipulasi nilai terkadang ditepis dengan
bermacam alasan. Adanya rasa kasihan kepada siswanya, anggapan agar gurunya
berhasil dalam proses belajar mengajar ataupun karena media dan metode belajar
yang digunakan belum memadai. Sebenarnya guru hanya menginginkan cara cepat
dan instan dalam melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Entah sebenarnya
ada kesalahan dalam media atau metode pembelajaran yang digunakan sehingga
menyebabkan anjloknya nilai siswa. Karena tidak mau repot, gurupun akhirnya
memanipulasi nilai dengan seenaknya tanpa peduli kemampuan siswa.
Pemberian nilai yang tidak disesuaikan dengan kemampuan siswanya akan berakibat
pada ras puas dan tingkat percaya diri tinggi pada siswanya. Semakin puas dan
semakin percaya diri seorang siswa, keinginan untuk belajar menjadi lebih baik lagi
mulai surut. Mereka beranggapan untuk mendapatkan nilai yang baik tidak perlu
belajar lebih giat lagi. Padahal sebenarnya antara nilai yang diterima dengan
kemampuan individu tidak sebanding.
Ina Magdalena, Hadana Nur Fauzi, & Raafiza Putri
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2020 251
Kecenderungan sekolah mendapat sandangan berpredikat baik dengan cara curang,
perlu ditiadakan. Percuma saja menyandang predikat baik namun output yang
dihasilkanya bermutu rendah. Lebih baik jika memberikan nilai apa adanya daripada
memberikan nilai yang tidak sesuai dengan kemampuan siswanya. Karena dampak
yang akan ditimbulkan dari manipulasi nilai lebih buruk.
Jika praktik manipulasi nilai terus terjadi dalam dunia pendidikan jenjang SMA, SMP
bahkan SD, kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk. Pendidikan yang
semestinya mengajarkan siswa menjadi pandai, kini pendidikan mengajarkan siswa
menuju pembodohan. Pembodohan yang nyata berasal dari pemberian nilai raport.
Pembodohan dikalangan para penerus bangsa Indonesia. Kehancuran pendidikan
sudah ada di depan mata. Tinggal bagaimana kita sebagai pendidik dan penerus
bangsa bisa mengatasinya.
Penuntasan belajar menggunakan remedial teaching disebut-sebut sebagai dasar
dalam pemberian nilai. Padahal prosedur remedial teaching dilakukan dalam batasan
waktu. Jika dalam batasan waktu tertentu seorang siswa dinyatakan masih belum
tuntas, nilai yang diperoleh siswa tersebut dituliskan apa adanya di raport sesuai
dengan nilai sesungguhnya tanpa ada penambahan nilai sebagai “embel-embel”
kasihan.
Sebenarnya saat memanipulasi nilai raport, hanya siswalah yang menerima dampak
buruknya. Lebih lama lagi dampak ini berakibat pada kualitas guru bangsa Indonesia.
Para pendidik yang sebenarnya belum mampu menjadi pendidik, dianggap sangat
professional mencetak peserta didik menjadi pandai. Hampir separuh dari
keseluruhan siswa mendapatkan nilai baik. Jika dilihat sekilas, kemampuan seorang
guru dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut sudah mencapai tujuan yang telah
dirancang. Keprofesionalan semu dari guru tertutupi dengan nilai siswanya yang
menjulang tinggi. Ini merupakan borok pendidikan bangsa yang masih tertutupi.
Pada hakikatnya evaluasi pembelajaran adalah proses pengukuran dan penilaian
terhadap suatu pembelajaran dimana seorang pendidik mengukur atau menilai peserta
didik dengan menggunakan alat tes. Pengukuran alat tes ini bersifat kuantitati dengan
menggunakan perhitungan angka dalam mengukur hasil belajar peserta didik.
Ina Magdalena, Hadana Nur Fauzi, & Raafiza Putri
Bintang : Jurnal Pendidikan dan Sains252
Sedangkan penilaian alat tes lebih bersifat kualitatif dengan menilai peserta didik
sesuai kualitas hasil belajar belajar mereka.
Tujuan evaluasi itu sendiri adalah untuk mengetahui proses belajar peserta didik
apakah sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah diterapkan,
mengecek hasil belajar peserta didik apakah ada kekurangan atau tidak dalam proses
pembelajaran, mencari solusi dari kekurangan yang peserta didik alami dan
menyimpan seberapa menguasainya peserta didik dalam kompetensi yang diterapkan.
Jadi mengapa peranan Evaluasi pembelajaran sangat penting? Evaluasi pembelajaran
sangatlah penting dilakukan karena kita harus mengetahui efektif atau tidaknya suatu
sistem pembelajaran yang diterapkan oleh tenaga pendidik.
Karena bila seorang pendidik tidak melakukan evaluasi, sama saja tenaga pendidik
tersebut tidak ada perkembangan dalam merancang sistem pembelajaran. Sehingga
peserta didik bisa saja merasa bosan dengan sistem belajar yang terus menerus sama.
Tenaga pendidik harus menciptakan inovasi baru untuk memperbaharui sistem yang
akan diterapkan dalam kelas, mulai dari materi, metode, m, s belajar, lingkungan dan
sistem penilaian.
Adapun beberapa uraian tentang pentingnya evaluasi pembelajaran,
diantaranya :
1. Pentingnya evaluasi pembelajaran bagi siswa
Bagi siswa, evaluasi digunakan untuk mengukur pencapaian keberhasilan dalam
mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Dalam hal ini ada 2
kemungkinan:
a. Hasil bagi siswa yang memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan, tentunya kepuasan ini ingin diperoleh
nya kembali pada waktu yang akan datang.
b. Hasil bagi siswa yang tida memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang tidak memuaskan, maka pada kesempatan yang
akan datang dia akan berusaha memperbaikinya.
Ina Magdalena, Hadana Nur Fauzi, & Raafiza Putri
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2020 253
2. Pentingnya evaluasi pembelajaran bagi orang
a. Mengetahui kemajuan belajar anaknya
b. Membimbing kegiatan belajar anaknya
c. Menentukan tindak lanjut pendidikan yang sesuai kemampuan anaknya
3. Pentingnya evaluasi Pembelajaran bagi guru
a. Dapat mengetahui siswa yang manakah menguasai pelajaran dan yang belum.
b. Dapat mengetahui ketepatan metode yang digunakan dalam menyajikan bahan
pelajaran tersebut.
c. Dapat megeta apakah tujuan dan materi pelajaran yang telah disampaikan itu
dikuasai siswa atau belum.
Prinsip dalam Evaluasi Pembelajaran
1. Kontinuitas
Evaluasi dalam pembelajaran bukan hanya dilakukan saat ujian tengah semester atau
akhir semester saja. Lebih dari itu, jika Bapak/Ibu Guru ingin melihat perubahan nilai
dari siswa harus dilakukan secara berkesinambungan. Artinya, sejak dari tahap
penyusunan rencana pembelajaran hingga pelaporannya tetap harus dipantau secara
kontinyu.
2. Komprehensif
Tidak jarang beberapa guru hanya fokus pada aspek kognitif dari siswanya. Padahal,
dua aspek lainnya yakni kognitif dan afektif turut berperan besar dalam proses
evaluasi pembelajaran. Sebagai guru memang tidak hanya dituntut bagaimana siswa
bisa paham sebuah materi. Guru juga dituntut bagaimana bisa membentuk karakter
siswa yang baik hingga bisa memiliki dampak positif di kehidupannya. Oleh karena
itu evaluasi pembelajaran yang baik dilakukan dari proses belajar hingga hasil belajar
dari siswa.
3. Kooperatif
Sejatinya, proses evaluasi pembelajaran yang dilakukan harus berkoordinasi dengan
berbagai elemen yang turut andil dalam perkembangan siswa. Mulai dari kepala
Ina Magdalena, Hadana Nur Fauzi, & Raafiza Putri
Bintang : Jurnal Pendidikan dan Sains254
sekolah, guru mata pelajaran, wali kelas, orang tua, hingga petugas administrasi.
Bahkan, sangat dianjurkan juga bekerjasama dengan siswa itu sendiri. Mengapa?
Karena ini bertujuan supaya seluruh elemen yang terlibat dalam evaluasi
pembelajaran merasa dihargai atas kerjasama yang dilakukan.
4. Objektif
Penilaian hasil dalam evaluasi belajar haruslah bersifat objektif. Artinya, faktor-faktor
subyektif seperti hubungan guru dengan siswa dan faktor perasaan karena merasa
tidak tega atau yang lainnya tidak boleh dimasukkan ke dalam evaluasi. Jika siswa
tersebut mendapat nilai yang kurang baik, berarti harus dimasukkan nilai tersebut
dengan pemberian catatan untuk memotivasi siswa dan pemberitahuan kepada orang
tua.
5. Praktis
Prinsip evaluasi pembelajaran harus bersifat praktis. Artinya, kegiatan tersebut harus
menghemat biaya, waktu, dan tenaga. Pada prinsip ini sangat menekankan
kemudahan guru untuk menyusun instrumen penilaian yang mudah digunakan tidak
hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga memungkinkan digunakan oleh guru lain.
Seiring dengan kepraktisan tersebut, jangan sampai menghilangkan esensi evaluasi
pembelajaran itu sendiri yakni mencapai keoptimalan dari tujuan belajar.
Telah disampaikan sebelumnya bahwa model pembelajaran yang inovatif harus dinilai
secara inovatif pula. Penilaian tersebut biasa dikenal dengan asesmen. Alasan
mengapa pengajar menggunakan asesmen, karena asesmen dapat :
1.Mendiagnosis kelebihan dan kelemahan peserta didik
2.Memonitor kemajuan belajar peserta didik
3.Memberikan grade pada peserta didik
4.Memberikan batasan bagi efektivitas pengajaran
5.Mengevaluasi guru
6.Meningkatkan kualitas pengajaran
Berhubung penilaian/asesmen banyak ragamnya, maka penjabarannya dibatasi hanya
pada asesmen autentik dan asesmen portofolio.
Ina Magdalena, Hadana Nur Fauzi, & Raafiza Putri
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2020 255
Pendekatan Evaluasi
Pendekatan merupakan sudut pandang seseorang dalam mempelajari sesuatu.
Dengan demikian, pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam
menelaah atau mempelajari evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran,
pendekatan evaluasi dapat dibagi dua, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan
sistem. Dilihat dari penafsiran hasil evaluasi, pendekatan evaluasi dibagi menjadi dua,
yaitu criterion-referenced evaluation dan norm-referenced evaluation (Arifin,2014:85)
1. Pendekatan Tradisional
Menurut Arifin (2014:85-86) pendekatan ini berorientasi pada praktik evaluasi
yang telah berjalan selama ini di sekolah yang ditujukan pada perkembangan
aspek intelektual peserta didik. Aspek-aspek keterampilan dan pengembangan
sikap kurang mendapatkan perhatian yang serius. Dengan kata lain, peserta
didik hanya dituntut untuk menguasai mata pelajaran. Kegiatan-kegiatan
evaluasi juga lebih difokuskan pada komponen produk saja, sementara
komponen proses cenderung di abaikan. Hasil kajian Spencer cukup
memberikan gambaran betapa pentingnya evaluasi pembelajaran. Dia
mengemukakan sejumlah isi guruan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan
untuk merumuskan tujuan guruan secara komprehensif dan pada gilirannya
menjadi acuan dalam membuat perencanaan evaluasi. Namun, tidak sedikit
guru mengalami kesulitan untuk mengembangkan sistem evaluasi di sekolah
karena bertentangan dengan tradisi yang selama ini sudah berjalan. Misalnya,
ada tradisi bahwa target kuantitas kelulusan setiap sekolah harus di atas 95 %,
begitu juga untuk kenaikan kelas. Ada juga tradisi bahwa dalam mata
pelajaran tertentu nilai peserta didik dalam rapor harus minimal enam.
Seharusnya, kebijakan evaluasi lebih menekankan pada target kualitas, yaitu
kep entingan dan kebermaknaan guruan bagi peserta didik.
2. Pendekatan Sistem
Sistem adalah totalitas dari berbagai komponen yang saling berhubungan dan
ketergantungan. Jika pendekatan sistem dikaitkan dengan evaluasi, 31 maka
pembahasan lebih difokuskan pada komponen evaluasi, yang meliputi
komponen kebutuhan dan feasibility, komponen input, komponen proses,
2. yang dimaksud dengan setrategi dan model pembelajaran adalah:
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan
profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang
dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan
teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria
dan ukuran baku keberhasilan.
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered
approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach).
1. Pendekatan Expository
Pendekatan Expository menekankan pada penyampaian informasi yang
disampaikan sumber belajar kepada warga belajar. Melalui pendekatan ini sumber belajar
dapat menyampaikan materi sampai tuntas. Pendekatan Expository lebih tepat digunakan
apabila jenis bahan belajar yang bersifat informatif yaitu berupa konsep-konsep dan
prinsip dasar yang perlu difahami warga belajar secara pasti. Pendekatan ini juga tepat
digunakan apabila jumlah warga belajar dalam kegiatan belajar itu relatif banyak.
Pendekatan expository dalam pembelajaran cenderung berpusat pada sumber
belajar, dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) adanya dominasi sumber belajar
dalam pembelajaran, 2) bahan belajar terdiri dari konsep-konsep dasar atau materi yang
baru bagi warga belajar, 3) materi lebih cenderung bersifat informasi, 4) terbatasnya
sarana pembelajaran.
Langkah-langkah penggunaan pendekatan Expository
a. Sumber belajar menyampaikan informasi mengenai konsep, prinsip-prinsip dasar
serta contoh-contoh kongkritnya. Pada langkah ini sumber belajar dapat
menggunakan berbagai metode yang dianggap tepat untuk menyampaikan informasi
b. Pengambilan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan baik dilakukan oleh sumber
belajar atau warga belajar atau bersama antara sumber belajar dengan warga belajar
Keuntungan dari penggunaan pendekatan Expository adalah sumber belajar dapat
menyampaikan bahan belajar sampai tuntas sesuai dengan rencana yang sudah
ditentukan, bahan belajar yang diperoleh warga belajarnya sifatnya seragam yaitu
diperoleh dari satu sumber, melatih warga belajar untuk menangkap, manafsirkan materi
yang disampaikan oleh sumber belajar, target materi pembelajaran yang perlu
disampaikan mudah tercapai, dapat diikuti oleh warga belajar dalam jumlah relatif
banyak.
Disamping kebaikan ada juga kelemahannya yaitu pembelajaran terlalu berpusat
kepada sumber belajar sehingga terjadi pendominasian kegiatan oleh sumber belajar yang
mengakibatkan kreatifitas warga belajar terhambat. Kelemahan lain yaitu sulit
mengetahui taraf pemahaman warga belajar tentang materi yang sudah diberikan, karena
dalam hal ini tidak ada kegiatan umpan balik.
Untuk mengatasi kelemahan pendekatan ini harus ada usaha dari sumber belajar
tentang jenis metode yang digunakan yaitu setelah penyampaian informasi selesai harus
ada tindak lanjutnya yaitu dengan menggunakan metode bervariasi yang sekiranya
memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk mengemukakan permasalahan atau
gagasannya yang ada kaitannya dengan materi yang sudah diberikan.
2. Pendekatan Inquiry
Istilah Inquiry mempunyai kesamaan konsep dengan istilah lain seperti
Discovery, Problem solving dan Reflektif Thinking. Semua istilah ini sama dalam
penerapannya yaitu berusaha untuk memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk
dapat belajar melalui kegiatan pengajuan berbagai permasalahan secara sistimatis,
sehingga dalam pembelajaran lebih berpusat pada keaktifan warga belajar. Dalam
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Inquiry, sumber belajar
menyajikan bahan tidak sampai tuntas, tetapi memberi peluang kepada warga belajar
untuk mencari dan menemukannya sendiri dengan menggunakan berbagai cara
pendekatan masalah. Sebagaimana dikemukakan oleh Bruner bahwa landasan yang
mendasari pendekatan inquiry ini adalah hasil belajar dengan cara ini lebih mudah
diingat, mudah ditransfer oleh warga belajar. Pengetahuan dan kecakapan warga belajar
yang bersangkutan dapat menumbuhkan motif intrinsik karena warga belajar merasa puas
atas penemuannya sendiri.
Pendekatan Inquiry ditujukan kepada cara belajar yang menggunakan cara
penelaahan atau pencarian terhadap sesuatu objek secara kritis dan analitis, sehingga
dapat membentuk pengalaman belajar yang bermakna. Warga belajar dituntut untuk
dapat mengungkapkan sejumlah pertanyaan secara sistimatis terhadap objek yang
dipelajarinya sehingga ia dapat mengambil kesimpulan dari hasil informasi yang
diperolehnya. Peran sumber belajar dalam penggunaan pendekatan Inquiry ini adalah
sebagai pembimbing/fasilitator yang dapat mengarahkan warga belajar dalam kegiatan
pembelajarannya secara efektif dan efisien.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dengan menggunakan pendekatan Inquiry
yaitu sebagaimana dikemukan oleh A.Trabani :
a. Stimulation : Sumber belajar mulai dengan bertanya mengajukan persoalan atau
memberi kesempatan kepada warga belajar untuk membaca atau mendengarkan
uraian yang memuat permasalahan
b. Problem Statement : Warga belajar diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai
permasalahan. Permasalahan yang dipilih selanjutnya harus dirumuskan dalam
bentuk pertanyaan atau hipotesis
c. Data Collection : Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis itu, warga belajar diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objeknya, mewawancarai
nara sumber, uji coba sendiri dan sebagainya.
d. Data Processing : Semua informasi itu diolah, dilacak, diklasifikasikan, ditabulasikan
kalau mungkin dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu.
e. Verification : Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada
tersebut, pertanyaan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian
dicek terbukti atau tidak.
f. Generalization : Berdasarkan hasil verifikasi maka warga belajar menarik
generalisasi atau kesimpulan tertentu.
Adapun langkah secara keseluruhan mulai dari perencanaan sampai evaluasi
tentang penggunaan pendekatan Inquiry adalah sebagai berikut :
a. Kegiatan pemberian dorongan : Kegiatan ini ditujukan untuk menarik perhatian
warga belajar dan mengungkapkan hubungan bahan belajar yang akan dipelajari
dengan bahan belajar yang sudah dikuasai atau dalam keseluruhan bahan belajar
secara utuh
b. Kegiatan penyampaian rencana program pembelajaran. Kegiatan ini ditujukan untuk
mengungkapkan rencana program pembelajaran, termasuk prosedur pembelajaran
yang harus diikuti oleh warga belajar
c. Proses inquiry. Pelaksanaan pembelajaran dapat mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut :
1) Pengajuan permasalahan
2) Pengajuan pertanyaan penelitian atau hipotesis
3) Pengumpulan data
4) Penarikan kesimpulan
5) Penarikan generalisasi
d. Umpan balik. Kegiatan ini ditujukan untuk melihat respon warga belajar terhadap
keseluruhan bahan belajar yang telah dipelajari
e. Penilaian. Kegiatan penilaian dilakukan oleh sumber belajar baik secara lisan
maupun tertulis dan atau penampilan.
Dalam penggunaan pendekatan Inquiry, Sumber belajar perlu memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
a. Warga belajar sudah memiliki pengetahuan konsep dasar yang berhubungan dengan
bahan belajar yang dipelajari
b. Warga belajar memiliki sikap dan nilai tentang keraguan terhadap informasi yang
diterima, keingintahuan, respek terhadap penggunaan fikiran, respek terhadap data,
objektif, keingintahuan dalam pengambilan keputusan, dan toleran dalam
ketidaksamaan
c. Memahami prosedur pelaksanaan penggunaan strategi pembelajaran Inquiry
Apabila pendekatan Inquiry digunakan dalam kegiatan pembelajaran maka
banyak kelebihan yang diperoleh, diantaranya yaitu :
a. Menumbuhkan situasi keakraban diantara warga belajar, karena diberi kesempatan
untuk saling berkomunikasi dalam memecahkan suatu permasalahan
b. Membiasakan berfikir sistimatis dan analitis dalam mengajukan hipotesis dan
pemecahan masalah
c. Membiasakan berfikir objektif dan empirik yang didasarkan atas pengalaman atau
data yang diperoleh
d. Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran
e. Dapat menambah wawasan bagi warga belajar dan sumber belajar karena terjadi
saling tukar pengalaman
Disamping kelebihan dari pendekatan ini juga tidak lepas dari kelemahan yang
mungkin timbul dalam proses pembelajaran yaitu apabila tidak ada kesiapan dan
kemampuan dari warga belajar untuk memecahkan permasalahan maka tujuan
pembelajaran tidak akan tercapai, juga kemungkinan akan terjadi pendominasian oleh
beberapa orang warga belajar yang sudah biasa dalam hal mengemukakan pendapat.
Untuk mengurangi permasalahan yang mungkin muncul, sumber belajar dituntut
memiliki kemampuan dalam hal membimbing dan mengarahkan warga belajar supaya
mereka dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan potensi yang sudah
dimilikinya.
Pengertian Strategi
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke
dalam strategi pembelajaran. Strategi dalam kegiatan pembelajaran dapat diartikan dalam
pengertian secara sempit dan pengertian secara luas. Dalam pengertian sempit bahwa
istilah strategi itu sama dengan pengertian metode yaitu sama-sama merupakan cara
dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam pengertian luas sebagaimana dikemukakan
Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur
strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan
sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera
masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling
efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh
sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran
(standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil
perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang
paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan
teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan
ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa
agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan
mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi
pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya
masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu
pelaksanaan pembelajaran.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian
pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning
(Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara
pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran
induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
METODE PEMBELAJARAN
Metode merupakan langkah operasional dari strategi pembelajaran yang dipilih
dalam mencapai tujuan belajar, sehingga bagi sumber belajar dalam menggunakan suatu
metode pembelajaran harus disesuaikan dengan jenis strategi yang digunakan. Ketepatan
penggunaan suatu metode akan menunjukkan fungsionalnya strategi dalam kegiatan
pembelajaran.
Istilah metode dapat digunakan dalam berbagai bidang kehidupan, sebab secara
umum menurut kamus Purwadarminta (1976), metode adalah cara yang telah teratur dan
terfikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode berasal dari
kata method (Inggris), artinya melalui, melewati, jalan atau cara untuk memeroleh
sesuatu.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas jelas bahwa pengertian Metode pada
prinsipnya sama yaitu merupakan suatu cara dalam rangka pencapaian tujuan, dalam hal
ini dapat menyangkut dalam kehidupan ekonomi, sosial, politik, maupun keagamaan.
Unsur–unsur metode dapat mencakup prosedur, sistimatik, logis, terencana dan aktivitas
untuk mencapai tujuan. Adapun metode dalam pembahasan ini yaitu metode yang
digunakan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya
yang sistimatik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar kegiatan
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Dalam kegiatan pembelajaran
tersebut tidak dapat lepas dari interaksi antara sumber belajar dengan warga belajar,
sehingga untuk melaksanakan interaksi tersebut diperlukan berbagai cara dalam
pelaksanaannya. Interaksi dalam pembelajaran tersebut dapat diciptakan interaksi satu
arah, dua arah atau banyak arah. Untuk masing-masing jenis interaksi tersebut maka jelas
diperlukan berbagai metode yang tepat sehingga tujuan akhir dari pembelajaran tersebut
dapat tercapai.
Metode dalam pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk
menyampaikan materi saja, sebab sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran
mempunyai tugas cakupan yang luas yaitu disamping sebagai penyampai informasi juga
mempunyai tugas untuk mengelola kegiatan pembelajaran sehingga warga belajar dapat
belajar untuk mencapai tujuan belajar secara tepat. Jadi, metode pembelajaran dapat
diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut maka kedudukan metode dalam pembelajaran
mempunyai ruang lingkup sebagai cara dalam:
1. Pemberian dorongan, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam rangka
memberikan dorongan kepada warga belajar untuk terus mau belajar
2. Pengungkap tumbuhnya minat belajar, yaitu cara dalam menumbuhkan rangsangan
untuk tumbuhnya minat belajar warga belajar yang didasarkan pada kebutuhannya
3. Penyampaian bahan belajar, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam
menyampaikan bahan dalam kegiatan pembelajaran
4. Pencipta iklim belajar yang kondusif, yaitu cara untuk menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan bagi warga abelajar untuk belajar
5. Tenaga untuk melahirkan kreativitas, yaitu cara untuk menumbuhkan kreativitas
warga belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya
6. Pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar, yaitu cara untuk
mengetahui keberhasilan pembelajaran
7. Pendorong dalam melengkapi kelemahan hasil belajar, cara untuk untuk mencari
pemecahan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk
mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan
kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan
metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan
untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2)
demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7)
brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
TEKNIK PEMBELAJARAN
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.
Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan
seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan,
penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak
membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan
penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula,
dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas
yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal
ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
TAKTIK PEMBELAJARAN
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan
metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat
dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat
berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung
banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi,
sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak
menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu.
Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing
guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang
bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga
seni (kiat)
MODEL PEMBELAJARAN
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik
pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa
yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan
secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan
dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model
pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3)
model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian,
seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi
pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat
divisualisasikan sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain
pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan
prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk
kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah
ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah,
3. tehnik pembuatan dan funsi lks pada pembelajaran:
Langkah-langkah Mudah dalam Membuat Bahan Ajar LKS (Lembar Kegiatan
Siswa)
Rabu, 29 Oktober 2014 Syaiful Imran 4 comments
Bahan ajar lembar kegiatan siswa (LKS) dapat menjadi bahan ajar yang sangat
bermanfaat dan tepat digunakan untuk materi pelajaran tertentu bahkan juga dapat
digunakan untuk hampir pada semua materi pembelajaran. Tak heran jika banyak guru
yang menerapkan dan menggunakan bahan ajar lembar kegiatan siswa (LKS) ini dalam
kegiatan belajar mengajar yang akan dilakukan.
Lembar kegiatan siswa (LKS) dapat disusun sendiri oleh guru agar lebih tepat digunakan
dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Lembar kerja siswa (LKS) dapat dibuat atau
disusun dalam berbagai bentuk, bentuk-bentuk LKS ini menyesuaikan dengan keperluan
pembelajaran yang akan dilakukan, misalnya guru merancang LKS untuk kumpulan
praktikum saja atau juga untuk penggunaan dalam pembelajaran lainnya.
Agar dapat membuat dan menyusun bahan ajar lembar kegiatan siswa (LKS) yang baik,
dalam proses penyusunan hendaknya memperhatikan berbagai hal yang mempengaruhi
dan juga tidak dibuat dengan asal-asalan. Bahan ajar apapun termasuk LKS meskipun
sederhana namun jika dibuat dengan sembarangan dan tanpa memperhatikan hal-hal atau
langkah-langkah dan tahapan yang baik akan menjadi bahan ajar yang kurang tepat
bahkan bisa sangat tidak cocok jika diterapkan dalam pembelajaran.
Untuk itu hendaknya dalam penyusunan atau pembuatan lembar kegiatan siswa (LKS)
perlu memperhatikan langkah-langkah atau tahapan yang baik dan runtut agar dapat
menghasilkan bahan ajar lembar kegiatan siswa yang baik dan tepat diterapkan dalam
pembelajaran. Diknas dalam Prastowo (2012: 212) menjelaskan mengenai tahapan atau
langkah-langkah yang baik dalam menyusun bahan ajar lembar kegiatan siswa (LKS),
langkah-langkah tersebut adalah:
1. Analisis Kurikulum
Analisis Kurikulum sangat penting dalam perencanaan pembuatan lembar kegiatan siswa.
Guru harus mampu memilih materi-materi yang akan dan tepat menggunakan bahan ajar
lembar kegiatan siswa (LKS). Hal-hal yang menyangkut kurikulum termasuk perangkat
pembelajaran harus diperhatikan terutama pada materi dan kompetensi yang harus dicapai
siswa.
2. Menyusun Peta Kebutuhan LKS
Langkah dalam penyusunan peta kebutuhan LKS ini menentukan kuantitas atau
banyaknya LKS yang diperlukan. Pada tahap ini juga ditentukan urut-urutan LKS agar
dapat digunakan secara dengan baik runtut dan tidak menimbulkan kebingungan. Analisis
kurikulum pada langkah sebelumnya sangat berperan disini, jika analisis kurikulum sudah
dilakukan maka penyusunan peta kebutuhan LKS dapat lebih mudah dilakukan.
Termasuk juga didalam penyusunan peta kebutuhan lembar kerja siswa adalah analisis
sumber belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Tahapan atau Langkah-langkah Mudah dalam Membuat Bahan Ajar LKS (Lembar
Kegiatan Siswa)
Bahan ajar lembar kegiatan siswa (LKS) dapat menjadi bahan ajar yang sangat
bermanfaat dan tepat digunakan untuk materi pelajaran tertentu bahkan juga dapat
digunakan untuk hampir pada semua materi pembelajaran. Tak heran jika banyak guru
yang menerapkan dan menggunakan bahan ajar lembar kegiatan siswa (LKS) ini dalam
kegiatan belajar mengajar yang akan dilakukan.
Lembar kegiatan siswa (LKS) dapat disusun sendiri oleh guru agar lebih tepat digunakan
dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Lembar kerja siswa (LKS) dapat dibuat atau
disusun dalam berbagai bentuk, bentuk-bentuk LKS ini menyesuaikan dengan keperluan
pembelajaran yang akan dilakukan, misalnya guru merancang LKS untuk kumpulan
praktikum saja atau juga untuk penggunaan dalam pembelajaran lainnya.
Agar dapat membuat dan menyusun bahan ajar lembar kegiatan siswa (LKS) yang baik,
dalam proses penyusunan hendaknya memperhatikan berbagai hal yang mempengaruhi
dan juga tidak dibuat dengan asal-asalan. Bahan ajar apapun termasuk LKS meskipun
sederhana namun jika dibuat dengan sembarangan dan tanpa memperhatikan hal-hal atau
langkah-langkah dan tahapan yang baik akan menjadi bahan ajar yang kurang tepat
bahkan bisa sangat tidak cocok jika diterapkan dalam pembelajaran.
Untuk itu hendaknya dalam penyusunan atau pembuatan lembar kegiatan siswa (LKS)
perlu memperhatikan langkah-langkah atau tahapan yang baik dan runtut agar dapat
menghasilkan bahan ajar lembar kegiatan siswa yang baik dan tepat diterapkan dalam
pembelajaran. Diknas dalam Prastowo (2012: 212) menjelaskan mengenai tahapan atau
langkah-langkah yang baik dalam menyusun bahan ajar lembar kegiatan siswa (LKS),
langkah-langkah tersebut adalah:
1. Analisis Kurikulum
Analisis Kurikulum sangat penting dalam perencanaan pembuatan lembar kegiatan siswa.
Guru harus mampu memilih materi-materi yang akan dan tepat menggunakan bahan ajar
lembar kegiatan siswa (LKS). Hal-hal yang menyangkut kurikulum termasuk perangkat
pembelajaran harus diperhatikan terutama pada materi dan kompetensi yang harus dicapai
siswa.
2. Menyusun Peta Kebutuhan LKS
Langkah dalam penyusunan peta kebutuhan LKS ini menentukan kuantitas atau
banyaknya LKS yang diperlukan. Pada tahap ini juga ditentukan urut-urutan LKS agar
dapat digunakan secara dengan baik runtut dan tidak menimbulkan kebingungan. Analisis
kurikulum pada langkah sebelumnya sangat berperan disini, jika analisis kurikulum sudah
dilakukan maka penyusunan peta kebutuhan LKS dapat lebih mudah dilakukan.
Termasuk juga didalam penyusunan peta kebutuhan lembar kerja siswa adalah analisis
sumber belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran.
3. Menentukan Judul LKS
Judul LKS biasanya ditentukan dan disesuaikan dengan tiap kompetensi yang akan
dicapai. Jika terlalu besar maka dapat disesuaikan dengan tiap-tiap materi pokok yang
diajarkan. Dalam penentuan judul lembar kegiatan siswa (LKS) ini juga harus
menentukan komponen penunjang LKS lainnya seperti Kompetensi dan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai juga tujuan penggunaan LKS tersebut serta komponen
lainnya.
4. Menulis LKS
Dalam menulis lembar kegiatan siswa (LKS) terdiri dari 4 langkah utama, yaitu:
1. Merumuskan kompetensi dasar. Kompeteensi dapat dirumuska dengan mengacu dari
kurikulum yang dipakai, guru langsung mencantumkan kompetensi yang ada pada
kurikulum dan perangkat pembelajaran ke dalam LKS
2. Menentukan alat penilaian. Penilaian perlu dilakukan dalam setiap pembelajaran,
maka sangat perlu dalam LKS dicantumkan alat penilaian yang digunakan. Penilaian
ditentukan sesuai kebutuhan serta bentuk dan tujuan dari penggunaan LKS.
Perhatikan juga apakah perlu adanya pre-test atau tidak jika ada tentu harus
dicantumkan pada awal pada struktur LKS tersebit nantinya.
3. Menyusun materi. Penyusunan materi jelas harus dilakukan dengan mengacu pada
materi dan hal-hal apa saja yang harus disampaikan. Materi ditulis diambil dari
sumber belajar yang telah ditentukan sebelumnya. Perlu diperhatikan juga seberapa
dalam materi harus dicantumkan dalam LKS, jika menggunakan sumber belajar lain
seperti buku teks pelajaran atau lainnya maka materi yang dicantumkan dalam LKS
dapat secara umum dan informasi tambahan yang tidak terdapat dalam sumber belajar
lain yang digunakan.
4. Menyusun Struktur LKS. Struktur bahan ajar lembar kegiatan siswa (LKS) harus
sangat diperhatikan, ini berkaitan dengan bagaimana kemudahan dalam menggunakan
LKS tersebut nantinya. LKS harus disusun secara baik, urut, dan tidak menimbulkan
kebingungan dalam penggunaannya. Struktur bahan ajar LKS harus disusus urut yang
setidaknya terdiri atas 6 komponen yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi,
informasi pendukung, tugas atau langkah kerja, dan penilaian.
Memang langkah-langkah pembuatan bahan ajar lembar kegiatan siswa diatas tidaklah
baku, namun jika langkah-langkah diatas diterapkan setidaknya bahan ajar LKS yang
dihasilkan dapat lebih baik dan berkualitas. Tahapan penyusunan LKS tersebut sangatlah
sederhana dan mudah diterapkan sehingga guru tentunya tidak perlu kebingungan lagi apa
yang harus dilakukan jika mengikuti langkah-langkah diatas dalam membuat LKS.
Salah satu metode yang dapat diterapkan dengan menggunakan LKS dalam pembelajaran
adalah SQ3R. Guru bisa mempertimbangkan untuk penggunaan metode SQ3R dalam
pembelajaran dengan bahan ajar LKS sehingga pembelajaran dan bahan ajar dapat lebih
sesuai dengan fungsi dan tujuan pembuatan LKS.
Lembar Kerja Siswa atau Lembar Kegiatan Siswa yang mudahnya disingkat dan disebut
dengan LKS merupakan salah satu bahan ajar yang dapat digunakan dan diterapkan
dalam pembelajaran. Banyak sekali guru yang memilih untuk menggunakan LKS dalam
pembelajaran yang akan dilakukan. LKS banyak dipilih karena cukup mampu untuk
menyajikan materi pelajaran yang hendak disampaikan dan disertai pula dengan latihan
dan evaluasi yang cukup banyak.
Dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan
metode SQ3R memuat apa-apa saja atau instruksi yang harus dilakukan oleh siswa.
Dilengkapi juga dengan isi materi dan evaluasi pembelajaran, ini membuat LKS bisa
dijadikan bahan ajar, sumber belajar, hingga untuk evaluasi pembelajaran. Dilihat dari
apa yang terkandung dalam LKS maka dapat dibilang bahwa LKS sudah cukup lengkap
dan dapat dipilih untuk digunakan dalam pembelajaran.
Guru yang memilih untuk menggunakan LKS dalam pembelajaran apalagi yang
menyusun sendiri perlu memperhatikan banyak hal. Pemilihan LKS ini harus sesuai
dengan fungsi dan tujuan penyusunan dan pembuatan Lembar Kerja Siswa (LKS).
Prastowo (2013: 205) menyebutkan bahwa fungsi penyusunan dan penggunaan
Lembar Kegiatan Siswa (LKs) dalam pembelajaran secara umum adalah sebagai
berikut:
Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih
mengaktifkan peserta didik
Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang
diberikan
Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih
Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik
Prastowo (2013: 206) juga menyebutkan mengenai tujuan LKS. Tujuan penyusunan
dan penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk pembelajaran secara adalah
sebagai berikut:
Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan
materi yang diberikan
Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi
yang diberikan
Melatih kemandirian belajar peserta didik
Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik
Penggunaan LKS dalam pembelajaran biasanya tidak berdiri sendiri atau tidak menjadi
bahan ajar utama dan satu-satunya untuk pembelajaran sebuah materi. Guru biasanya
mengkombinasikan dengan penggunaan buku paket atau buku teks pelajaran agar
semakin sempurna. Tak jarang pula ditambahkan dengan penggunaan media
pembelajaran yang interaktif sehingga siswa dapat mempelajari pelajaran dengan
menggunakan LKS dengan lebih mudah dan cepat memahami apa yang dipelajari.
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa LKS memiliki fungsi dan tujuan yang khusus
jika digunakan dalam pembelajaran. Fungsi dan tujuan LKS ini sangat perlu untuk
diperhatikan agar Lembar Kerja Siswa tidak sembarangan digunakan, dapat diterapkan
dalam pembelajaran seperti fungsi dan tujuan LKS ketika disusun. Fungsi dan tujuan
lembar kerja siswa ini sangat membantu guru dan siswa agar dapat menggunakan LKS
secara tepat dan mudah dalam pelaksanaan penerapan LKS dalam pembelajaran.