Anda di halaman 1dari 12

"Perencanaan Partisipatif"

FITHRIA

G3IP22014

PROGRAM STUDI S3 ILMU PERTANIAN

PASCASARJANA

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul
"Perencanaan Partisipatif". Tak lupa salawat serta salam, semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, para
keluarganya, sahabat-sahabtanya, tabit-tabiitnya sampai pada kita selaku
umatnya.
Makalah ini merupakan tugas yang disusun sebagai salah satu
tugas mata kuliah. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak
mendapatkan kendala, namun berkat bantuan dari banyak pihak dalam
maupun innformasi maka makalah ini dapat diselesaikan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis siap menerima saran
maupun kritik yang konstruktif dari siapapun. Walaupun makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembaca.

Kendari, Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................i


KATA PENGANTAR .................................................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................3
C. Tujuan Penulisan ............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Ruang Lingkup Perencanaan Partisipatif ........................................5
B. Perspektif Perencanaan Partisipatif .................................................5
C. Partisipasi Trasisional atau Tokenist ...............................................6
D. Perencanaan Radikal ......................................................................7
E. Kerangka Evaluasi Proses Partisipasi Publik .................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................14
B. Saran .............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Partisipasi publik telah menjadi isu sentral perencanaan kota
dalam beberapa dekade terakhir sebagai tanggapan terhadap
ketidakefisienan model top-down yang dominan dan pendekatan berbasis
ahli dalam praktik perencanaan. Istilah tersebut mengacu pada berbagai
aktivitas yang menunjukkan keterlibatan masyarakat dalam proses
perencanaan dan administrasi untuk mempengaruhi kebijakan dan
tindakan. Ini telah dipraktikkan di banyak negara sebagai prasyarat untuk
keberhasilan desentralisasi, demokrasi, dan tata kelola yang baik. Praktisi
perencanaan dan akademisi memerlukan definisi, kriteria, dan metode
yang tegas untuk mengevaluasi praktik partisipasi publik (Akbar, Flacke et
al. 2020).
Partisipasi dalam perencanaan dan program pembangunan telah menjadi
semakin penting bagi bantuan pembangunan internasional sejak tahun
1980-an setelah dan penerapan pendekatan seperti Penilaian Pedesaan
Partisipatif yang menekankan fasilitasi dan keunggulan pengetahuan
lokal. Proses partisipatif bersifat holistik, membangun kemitraan,
membangun institusi lokal, menciptakan sinergi lintas sektor, mendorong
kepemilikan lokal, mengembangkan mitra lokal, dan menciptakan
lingkungan yang memungkinkan bagi penyampaian layanan yang
transparan dan akuntabel di masyarakat (Sultana and Abeyasekera 2008).
Musyawarah perencanaan pembangunan adalah perencanaan
pembangunan secara bersama-sama dengan masyarakat, suatu
pedoman atau model pembangunan yang menekankan peran serta
masyarakat dalam keseluruhan prosesnya. Musyawarah perencanaan
pembangunan memuat pengertian sebagai berikut: 1) Perencanaan
sebagai rangkaian proses analitik dimulai dari identifikasi kebutuhan
masyarakat hingga penetapan program pembangunan. 2) perencanaan
bina lingkungan, yaitu program dalam meningkatkan kesejahteraan,
keamanan, kemakmuran, dan ketentraman masyarakat di lingkungan
pemukiman mulai dari tingkat RT/RW sampai dengan tingkat dusun dan
desa. 3) perencanaan pembangunan didasarkan pada permasalahan,
kebutuhan, aspirasi dan sumber daya manusia setempat. 4) perwujudan
partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan (Mustanir and
Lubis 2017).
Partisipasi dalam bentuk pengelolaan sumber daya alam milik
bersama berbasis masyarakat telah digalakkan untuk meningkatkan
pengelolaannya dan memberdayakan masyarakat setempat. Hal ini
melibatkan penggunaan pengetahuan lokal, mengakui institusi lokal,
membangun rezim kepemilikan bersama, dan mengembangkan kemitraan
dan pengelolaan bersama antara masyarakat dan pemerintah (Sultana
and Abeyasekera 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja ruang lingkup perencanaan partisipatif ?
2. Bagaimana perspektif perencanaan partisipatif ?
3. Bagaimana partisipasi tradisional atau tokenist ?
4. Pengertian perencanaan radikal ?
5. Bagaimana kerangka evaluasi proses partisipasi publik ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui ruang lingkup perencanaan partisipatif
2. Untuk mengetahui perspektif perencanaan partisipatif
3. Untuk mengetahui partisipasi tradisional atau tokenist
4. Untuk mengetahui perencanaan radikal
5. Untuk mengetahui kerangka evaluasi proses partisipasi publik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ruang Lingkup Perencanaan Partisipatif
Pengertian partisipasi masyarakat adalah keterlibatan anggota
masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program
pembangunan yang dilakukan di lingkungan masyarakat.Musyawarah
perencanaan pembangunan merupakan forum terbuka multipihak yang
mengidentifikasi dan memutuskan prioritas kebijakan pembangunan
masyarakat. Pengertian partisipasi masyarakat adalah keterlibatan
anggota masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan
program pembangunan yang dilakukan di lingkungan masyarakat
(Mustanir and Lubis 2017).
Menurut (Mustanir and Lubis 2017) ruang lingkup keikutsertaan
dengan mempertimbangkan pengaturan proses perencanaan
pembangunan. Berdasarkan penjelasannya, jenis partisipasi dapat
dibedakan sebagai berikut:
1) Partisipasi dalam pengambilan keputusan;
2) Partisipasi dalam pelaksanaan;
3) Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi program;
4) Partisipasi dalam memanfaatkan hasil pembangunan
Masyarakat adalah sekelompok orang yang menyatukan perasaan
karena berbagi identitas, minat, perasaan memiliki, dan, biasanya, tempat
tinggal (Mustanir and Lubis 2017).
B. Perspektif Perencanaan Partisipatif
Gagasan dan praktik partisipasi publik telah dilembagakan dalam
undang-undang perencanaan di sebagian besar negara Eropa Barat sejak
tahun 1940-an. Persyaratan legislatif seringkali membatasinya pada
pameran publik rencana pembangunan dan hak warga yang terkena
dampak untuk mengajukan banding terhadap keputusan perencanaan
untuk undang-undang Swedia, dan Urbani untuk undang-undang Italia).
Partisipasi publik resmi telah dipertanyakan sebagai akibat dari perspektif
perencanaan baru serta kekecewaan terhadap demokrasi perwakilan.
Aktivisme politik atau perencanaan radikal adalah reaksi yang lebih luas
terhadap ketidakpuasan yang tumbuh terhadap demokrasi perwakilan.
Pembahasan kami tentang kedua perspektif ini berfokus pada tiga isu
utama: sifat partisipasi, nilai-nilai partisipasi, dan partisipasi dan
pemberdayaan, yang memungkinkan kami menyoroti beberapa dikotomi
diantara keduanya (Monno and Khakee 2012).
C. Partisipasi Tradisional atau Tokenist
Partisipasi publik yang diatur oleh undang-undang perencanaan
sesuai dengan prinsip demokrasi perwakilan dimana keputusan politik
dibuat oleh perwakilan yang dipilih sesuai dengan keinginan pemilih,
kepentingan publik, dan kesetaraan politik. Bahkan, beberapa ilmuwan
politik terkemuka berpendapat bahwa partisipasi tidak sesuai dengan
demokrasi perwakilan. Dengan pengakuan bahwa perencanaan bersifat
politis, partisipasi yang disetujui legislatif telah mencakup berbagai bentuk
konsultasi dan pemberian informasi. Perubahan ini telah diterima oleh elit
politik dan birokrasi selama mereka tidak menghasilkan oposisi yang
keras atau penghalang keputusan politik. Argumen utama lainnya yang
menentang partisipasi adalah bahwa orang kurang bersemangat untuk
berpartisipasi dalam isu-isu yang lebih umum tetapi tertarik untuk secara
aktif memengaruhi isu-isu yang menjadi perhatian. Selain itu, hanya warga
negara yang kaya dan berpendidikan yang menunjukkan kecenderungan
yang signifikan untuk berpartisipasi (Monno and Khakee 2012).
D. Perencanaan Radikal
Dalam interpretasinya tentang perencanaan radikal, Friedmann
menekankan tiga konsep kunci: masyarakat sipil, pemberdayaan dan
kewarganegaraan pemberontak. Demokrasi terus dibentuk oleh interaksi
antara negara, industri dan masyarakat sipil. Alih-alih menganggap
partisipasi sebagai keterlibatan sipil konvensional, perencanaan radikal
berkaitan dengan mobilisasi masyarakat sipil untuk menantang elit yang
kuat, memperbesar ruang aksi demokrasi dan memajukan hak-hak warga
negara. Sebagai aktor kolektif, masyarakat sipil berpotensi memperkuat
demokrasi dengan melakukan perlawanan aktif terhadap wacana
hegemonik melalui pelaksanaan kewarganegaraan politik di arena
deliberatif (Monno and Khakee 2012).
Berbeda dengan perspektif tradisional, perencanaan radikal tidak
hanya bekerja dalam kerangka hubungan kekuasaan yang ada, tetapi
upaya untuk mengubah hubungan ini dan mengubah 'kerangka yang
menentukan bagaimana sesuatu bekerja dan parameter dariapa yang
dianggap "mungkin" dalam konstelasi yang ada. Partisipasi adalah praktik
sosial dimana 'bertindak dan mengetahui disatukan dalam satu proses
pembelajaran'; itu bukan proses untuk mengontrol, menetralisir atau
menghilangkan konflik. Ini adalah tindakan kolektif yang melaluinya
kesadaran historis tentang hubungan dominasi dan ingatan historis dari
pengalaman masa kini menjadi bagian dari pencarian masyarakat
alternatif yang lebih luas. Kemajuan jangka panjang tidak dapat dicapai
kecuali masyarakat sipil berperan aktif dalam mengarahkan masa
depannya sendiri (Monno and Khakee 2012).
Nilai partisipasi terletak pada menghubungkan kembali
pengetahuan dengan bentuk tindakan yang berakar kuat pada cita-cita
masyarakat yang baik yang menyediakan kerangka acuan untuk
menentukan model pembangunan alternatif untuk meningkatkan kualitas
tempat. Berbeda dengan kebijakan kota hirarkis, perencanaan radikal
menggambarkan politik pembangunan sebagai menyiratkan proses
perubahan sosial daripada pelaksanaan 'intervensi teknokratis diskrit'. Ini
memindahkan perubahan dan dengan demikian perencanaan dalam
interaksi agonistik antara negara dan pemberontak; praktik pembangunan
komunitas terjadi melalui upaya sehari-hari untuk meningkatkan standar
hidup yang ada diantara komunitas yang dicabut haknya dan
terpinggirkan. Secara khusus, kata 'pemberontak' menekankan potensi
kontra-hegemonik dari praktik perencanaan radikal serta hak warga
negara untuk berbeda pendapat, memberontak dan menentukan
ketentuan keterlibatan dan partisipasi mereka sendiri (Monno and Khakee
2012).
Dalam perencanaan radikal, partisipasi sesuai dengan anak
tangga paling atas dari tangga Arn stein. Arnstein menggambarkannya
sebagai pelaksanaan 'kekuasaan atau kontrol yang menjamin bahwa
peserta atau warga dapat mengatur program atau lembaga, bertanggung
jawab penuh atas kebijakan dan aspek manajerial, dan mampu
menegosiasikan kondisi dimana "orang luar” dapat mengubah mereka'.
Jadi perencanaan radikal tidak selalu memberontak atau menentang
tetapi bertujuan untuk mengubah hubungan kekuasaan yang ada antara
negara dan masyarakat sipil, melalui perubahan bertahap, 'pemberdayaan
kecil' dari kelompok terpinggirkan dan penciptaan 'struktur partisipatif yang
mampu bekerja dengan konflik dengan cara yang produktif' (Monno and
Khakee 2012).
Penting dalam proses pemberdayaan adalah meningkatkan
kapasitas individu atau kelompok untuk mengubah klaim dan perhatian
mereka menjadi kemampuan untuk membuat pilihan dan mengubah
pilihan tersebut menjadi tindakan dan hasil yang diinginkan.
Pemberdayaan tidak dapat direncanakan atau diberikan oleh agen
eksternal manapun. Namun, para perencana, jika terlatih secara
memadai, dapat memainkan peran penting selama mereka menjaga jarak
kritis dari masyarakat sipil maupun lembaga formal. Para perencana dapat
membantu mengorganisir dan memobilisasi masyarakat sipil dan
memberikan 'dukungan dengan cara yang mendorong mereka yang tidak
berdaya untuk membebaskan diri dari ketergantungan tradisional' (Monno
and Khakee 2012).
E. Kerangka Evaluasi Proses Partisipasi Publik
Terlepas dari inovasi metode partisipatif yang cepat untuk
melibatkan warga dalam proses pemerintahan, bentuk partisipasi publik
yang dominan umumnya dilakukan melalui pertemuan publik atau
audiensi publik. Metode ini berguna untuk menyebarkan informasi kepada
khalayak luas sekaligus menyediakan forum bagi orang-orang untuk
menyampaikan pendapat atau keprihatinan mereka. Meskipun demikian,
pertemuan publik juga dapat memiliki keterbatasan. Pertemuan publik
dapat menyebabkan konflik diantara para peserta atau menemui jalan
buntu ketika mendiskusikan isu-isu yang diperdebatkan, sementara
proses deliberatif yang tidak memadai menghambat dialog kolaboratif
antar pemangku kepentingan, membuat partisipasi mereka kurang intensif
(Akbar, Flacke et al. 2020).
Selain itu, pemangku kepentingan yang memiliki lebih banyak
waktu, sumber daya, atau posisi yang lebih baik daripada populasi yang
lebih luas seringkali memiliki kesempatan untuk mendominasi proses
partisipatif daripada kelompok yang kurang beruntung yang tidak memiliki
kekuatan atau keterampilan verbal yang diperlukan untuk mengungkapkan
pendapat mereka. Banyak pemerintah telah mengadopsi kebijakan untuk
meningkatkan partisipasi kelompok terpinggirkan, seperti perempuan,
anak-anak, penyandang disabilitas, dan mereka yang bekerja di sektor
informal. Namun, relasi kuasa dalam komunitas ini biasanya menjadi
hambatan utama bagi mereka untuk berpartisipasi. Suara warga dianggap
hanya sebagai saran yang tidak wajib untuk proposal pembangunan
pemerintah, sementara partisipasi mereka seperti stempel untuk
memenuhi persyaratan proses partisipatif (Akbar, Flacke et al. 2020).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan giliran komunikatif dalam teori perencanaan dan
munculnya pemerintahan, partisipasi publik telah menjadi isu sentral
sehubungan dengan wacana inklusi dan pelembagaan praktik
perencanaan yang lebih demokratis. Banyak praktik perencanaan
partisipatif telah dilaksanakan dengan mengacu pada berbagai perspektif
teoretis dan pendekatan teknis mulai dari model tradisional hingga model
radikal. Meskipun perdebatan saat ini tentang berbagai kegiatan
partisipatif ini telah memunculkan kesenjangan yang semakin besar
antara retorika dan realitas berbagai model, hanya ada sedikit upaya
untuk membandingkannya dalam praktik. Perbandingan kegiatan
partisipatif menurut model tradisional/tokenis dan radikal, masing-masing,
harus menarik dalam perdebatan saat ini tentang krisis perencanaan
partisipatif dan hambatan pelembagaan perencanaan partisipatif.
B. Saran
Partisipasi publik dalam praktik pembuatan tempat dan sebagai
cara untuk mengurangi ketidakadilan sosial. Partisipasi bukan sekadar
'alat' lain yang tersedia untuk gaya pemerintahan baru yang mencirikan
pembuatan kebijakan perkotaan. Ini adalah faktor penting jika
perencanaan sebagai praktik negara ingin dipertahankan dan
dikembangkan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A., J. Flacke, J. Martinez and M. F. van Maarseveen (2020).


"Participatory planning practice in rural Indonesia: A sustainable
development goals-based evaluation." Community Development
51(3): 243-260.

Monno, V. and A. Khakee (2012). "Tokenism or political activism? Some


reflections on participatory planning." International Planning
Studies 17(1): 85-101.

Mustanir, A. and S. Lubis (2017). Participatory Rural Appraisal in


Deliberations of Development Planning. International Conference
on Democracy, Accountability and Governance (ICODAG 2017),
Atlantis Press.

Sultana, P. and S. Abeyasekera (2008). "Effectiveness of participatory


planning for community management of fisheries in Bangladesh."
Journal of environmental management 86(1): 201-213.

Anda mungkin juga menyukai