Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Strategi
2.1.1 Konsep Strategi
Menurut Rangkuti (2014:3) strategi adalah alat
untuk mencapai tujuan. Menurut Daft (2010:249)
mendefinisikan strategi (strategy) secara eksplisit, yaitu
rencana tindakan yang menerangkan tentang alokasi
sumber daya serta berbagai aktivitas untuk
menghadapi lingkungan, memperoleh keunggulan
bersaing, dan mencapai tujuan perusahaan. Strategi
adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan
dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan
eksekusi sebuah aktifitas dalam kurun waktu tertentu.
Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim
kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor
pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam
pendanaan dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan
secara efektif. Strategi dibedakan dengan taktik yang
memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu
yang lebih singkat.
Pengertian strategi lainnya seperti yang
diutarakan Craig & Grant (2002) adalah strategi
merupakan penetapan sasaran dan tujuan jangka
panjang sebuah perusahaan dan arah tindakan serta
alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai
sasaran dan tujuan.

1
Jadi, dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa strategi adalah gabungan dari
kegiatan yang direncanakan dan diimplementasikan
dalam sebuah aktivitas untuk mengantisipasi
persaingan dan perkembangan yang tidak terduga.

2.1.2 Manajemen Strategis


Manajemen strategis semakin penting arti dan
manfaatnya apabila diingat bahwa lingkungan
organisasi mengalami perubahan yang semakin cepat
dan komplek, sehingga keberhasilan manajemen
strategis ditentukan oleh para menejer atau
pimpinannya. Menurut Siagian (2004:15) menyatakan
pengertian manajemen strategi adalah serangkaian
keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh
manajemen puncak dan diimplementasikan oleh
seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi tersebut. Menurut
Rindaningsih (2009) pengertian manajemen strategis
adalah proses atau rangkaian kegiatan pengambilan
keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh,
disertai penetapan cara pelaksanaannya, yang dibuat
oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh
seluruh jajaran di dalam suatu organisasi, untuk
mencapai tujuannya.
Lebih lanjut menurut Akdon (dalam
Rindaningsih, 2009) menuturkan manajemen strategik
berkaitan dengan upaya memutuskan persoalan
strategi dan perencanaan, dan bagaimana strategik
tersebut dilaksanakan dalam praktiknya. Manajemen
strategik dapat dipandang sebagai hal yang mencakup

2
tiga macam elemen utama. Pertama, terdapat adanya
analisis strategik dimana penyusunan strategi yang
bersangkutan berupaya untuk memahami posisi
strategik organisasi yang bersangkutan. Kedua,
terdapat pula adanya pilihan strategik yang
berhubungan dengan perumusan aneka macam arah
tindakan, evaluasinya, dan pilihan antara mereka.
Ketiga, terdapat pula implementasi strategi yang
berhubungan dengan merencanakan bagaimana
pilihan strategi dapat dilaksanakan.

2.1.3 Rencana Strategis


Menurut Edward (Umar, 2002), rencana strategis
adalah rencana yang dilakukan oleh para manager
paling atas dan menengah untuk mencapai tujuan
organisasi yang lebih luas. Menurut Tjokroamidjojo
(2000) rencana strategis adalah suatu cara bagaimana
mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan menggunakan
sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan
efektif, dengan menentukan tujuan apa yang akan
dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana,
bilamana dan oleh siapa.
Untuk itu dalam penerapannya di sekolah, kepala
sekolah perlu membuat suatu rencana strategis yang
mana dikoordinasikan dengan para guru dan komite
untuk dijalankan bersama demi mencapai tujuan yang
diharapkan. Rencana strategis merupakan bagian yang
penting dalam Total Quality Managenent (TQM). Tanpa
adanya perencanaan baik itu jangka panjang maupun
jangka pendek yang jelas dan terukur, maka institusi

1
atau lembaga tidak akan bisa merencanakan
peningkatan mutu.
Rencana strategis suatu lembaga pendidikan
menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut: mampu
memperbaiki hasil pendidikan, membawa perubahan
yang lebih baik, prioritas kebutuhan, partisipasi,
keterwakilan, realitas sesuai dengan hasil analisis
SWOT, mendasarkan pada hasil review dan evaluasi,
keterpaduan menyeluruh, transparan, dan keterkaitan
serta kesepadanan secara vertikal dan horizontal
dengan rencana-rencana lain (Tilaar, 2000).
Dari beberapa pendapat di atas maka rencana
strategis pengelolaan laboratorium dalam penelitian ini
adalah rencana yang dilakukan oleh stakeholder
sekolah dengan memperhatikan prinsip perbaikan hasil
pengelolaan laboratorium, membawa perubahan yang
lebih baik, prioritas kebutuhan, partisipasi,
keterwakilan, realitas sesuai dengan hasil analisis
SWOT, mendasarkan pada hasil review dan evaluasi,
keterpaduan menyeluruh, transparan, dan keterkaitan
serta kesepadanan secara vertikal dan horizontal
dengan rencana-rencana lain.

2.1.4 Tahap-tahap Penyusunan Rencana Strategis


Tim SP4 UGM (Somantri, 2014) mengemukakan
bahwa proses penyusunan rencana strategis
pendidikan dapat dilakukan dalam tiga tahap yaitu :
1. Diagnosis
Tahap diagnosa dimulai dengan pengumpulan
berbagai informasi perencanaan sebagai bahan
kajian. Kajian lingkungan internal bertujuan untuk

1
memahami kekuata-kekuatan (strengths) dan
kelemahan (weakness) dalam pengelolaan
pendidikan. Sementara kajian lingkungan eksternal
bertujuan untuk mengungkap peluang-peluang
(opportunities) dan tantangan-tantangan (threats)
dalam penyelenggaraan pendidikan.
2. Perencanaan
Tahap perencanaan dimulai dengan menetapkan
visi dan misi. Visi (vision) merupakan gambaran
(wawasan) tentang keadaan yang diinginkan di
masa depan. Sementara misi (mission) ditetapkan
dengan jalan mempertimbangkan rumusan
penugasan, yang merupakan tuntutan tugas dari
luar organisasi dan keinginan dari lembaga
berkaitan dengan visi masa depan dan situasi yang
dihadapi saat ini. Setelah menetapkan visi, misi,
tahap selanjutnya adalah tahap pengembangan
dirumuskan berdasarkan misi yang diemban dan
dalam rangka menghadapi isu utama (isu strategis).
Urutan strategis pengembangan disusun sesuai
dengan isu-isu utama. Dalam rumusan strategi
pengembangan dapat dibedakan menurut kelompok
strategi, dengan rincian terdiri atas tiga tingkat
(strategi utama, substrategi, dan rincian strategi).
Jadi dapat dirangkum bahwa dalam tahap
perencanaan terlebih dahulu dilakukan penetapan visi
dan misi, selanjutnya visi dan misi tersebut
dikembangkan kedalam bentuk isu-isu strategis, dari
masing-masing isu strategis maka dibuat strategi
untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan.

1
3. Menyusun dokumen rencana strategis
Tahap penyusunan dokumen rencana strategis
dirumuskan secara singkat, tidak terlalu tebal
supaya dipahami dan dapat dilaksanakan oleh tim
manajemen secara luwes. Perumusannya dapat
dilakukan sejak saat pengkajian telah menghasilkan
temuan. Rumusan visi yang disepakati bersama
akan dijadikan sebagai panduan dalam
merumuskan misi dan tujuan organisasi
pendidikan. Hasil kajian tentang kekuatan dan
kelemahan organisasi pendidikan serta peluang dan
tantangan eksternalnya di suatu sisi serta rumusan
visi, misi dan tujuan organisasi pendidikan dapat
menghailkan isu-isu utama dalam pembangunan
pendidikan dalam konteks masing-masing. Di
antara isu-isu yang dikaji, pemilihan terhadap
strategi pengembangan kegiatan dan pembangunan
pendidikan. Alternatif rencana yang terbaik adalah
alternatif perencanaan yang paling memungkinkan
adanya perubahan manakala dalam proses
implementasinya memerlukan adanya penyesuaian
keadaaan.

2.2 Pengelolaan
Kata “Pengelolaan” dapat disamakan dengan
manajemen, yang berarti pula pengaturan atau
pengurusan (Arikunto, 1993: 31). Banyak orang yang
mengartikan manajemen sebagai pengaturan,
pengelolaan, dan pengadministrasian, dan memang
itulah pengertian yang populer saat ini. Pengelolaan

1
diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau
usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk
melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujuan
tertentu.
Manajemen adalah kemampuan dan
keterampilan khusus untuk melakukan suatu
kegiatan, baik bersama orang lain maupun melalui
orang lain dalam mencapai tujuan organisasi (Sudjana,
2000:17). Stoner (Handoko, 2005: 50) menyatakan
bahwa manajemen merupakan proses perencanan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan, usaha-
usaha para anggota organisasi dan pengguna sumber
daya organisasi lainnya untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu,
apabila dalam sistem dan proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, penganggaran, dan
sistem pengawasan tidak baik, proses manajemen
secara keseluruhan tidak lancar sehingga proses
pencapaian tujuan akan terganggu atau mengalami
kegagalan (Qalyubi, 2007: 271).
Perencanaan merupakan proses dasar dari suatu
kegiatan pengelolaan dan merupakan syarat mutlak
dalam suatu kegiatan pengelolaan. Kemudian
pengorganisasian berkaitan dengan pelaksanaan
perencanaan yang telah ditetapkan. Sementara itu
pengarahan diperlukan agar menghasilkan sesuatu
yang diharapkan dan pengawasan yang dekat. Dengan
evaluasi, dapat menjadi proses monitoring aktivitas
untuk menentukan apakah individu atau kelompok
memperolah dan mempergunakan sumber-sumbernya
secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.

1
Proses merencanakan, mengorganising, memimpin, dan
mengendalikan upaya organisasi dengan segala
aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif
dan efisien.
Slameto (2009:2) berpendapat bahwa dalam
proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang
ditampilkan oleh seorang manajer atau pimpinan, yaitu
perencanaan (planning), pengorganisasian (organising),
pemimpin (leading), dan pengawasan (controlling). Oleh
karena itu, manajemen diartikan sebagai upaya
organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan
organisasi tercapai secara efektif dan efisien. Henry
Fayol (dalam Salirawati, 2009) menyatakan bahwa
pengelolaan laboratorium hendaknya dijalankan
berkaitan dengan unsur atau fungsi-fungsi manajer,
yakni perencanaan, pengorganisasian, pemberian
komando, pengkoordinasian, dan pengendalian
Menurut Luther M. Gullick (dalam Rosbiono, 2004:24)
menyatakan fungsi-fungsi manajemen yang penting
adalah perencanaan, pengorganisasian, pengadaan
tenaga kerja, pemberian bimbingan, pengkoordinasian,
pelaporan, dan penganggaran. Pendapat lain
dikemukakan oleh Terry (dalam Salirawati, 2009) yang
mengemukakan fungsi manajemen menjadi empat,
yaitu perencanaan (Planning), organisasi (Organizing),
pelaksanaan (Actuating ), dan pengawasan (Controlling).
Berdasarkan definisi manajemen di atas secara
garis besar dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap
dalam melakukan manajemen meliputi melakukan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

1
pengawasan dengan memanfaatkan sumber daya yang
ada secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.

2.3 Laboratorium IPA


2.3.1 Konsep Laboratorium IPA
Menurut Poerwodarminto (1999:75), laboratorium
berarti tempat untuk mengadakan percobaan/
penyelidikan, dan sebagainya segala sesuatu yang
berhubungan dengan ilmu fisika, kimia, dan
sebagainya. Subiyanto (1998:79), menyatakan secara
sempit laboratorium diartikan sebagai ruangan yang
dibatasi oleh dinding yang di dalamnya terdapat alat-
alat dan bahan-bahan beranekaragam yang dapat
digunakan untuk melakukan eksperimen. Sudaryanto,
dkk (1998:2) mendefinisikan laboratorium sebagai
salah satu sarana pendidikan IPA, sebagai tempat
peserta didik berlatih dan kontak dengan objek yang
dipelajari secara langsung, baik melalui pengamatan
maupun percobaan.
Laboratorium adalah tempat riset ilmiah,
eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah
dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk
memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan
tersebut secara terkendali (Anonim, 2007:75).
Sementara menurut Emha (2006:89), laboratorium
diartikan sebagai suatu tempat untuk mengadakan
percobaan, penyelidikan, dan sebagainya yang
berhubungan dengan ilmu fisika, kimia, dan biologi
atau bidang ilmu lain. Pengertian lain menurut Sukarso
(2005), laboratorium ialah suatu tempat dimana

1
dilakukan kegiatan kerja untuk menghasilkan sesuatu.
Tempat ini dapat merupakan suatu ruangan tertutup,
kamar, atau ruangan terbuka, misalnya kebun dan
lain-lain.
Secara lebih umum laboratorium diartikan
sebagai suatu tempat dilakukannya percobaan dan
penelitian (Depdikbud,1994:7). Pengertian ini
bermakna lebih luas, karena tidak membatasi
laboratorium sebagai suatu ruangan, artinya kebun,
lapangan, ruang terbuka pun dapat menjadi
laboratorium.
Berdasarkan definisi tersebut, laboratorium
adalah suatu tempat yang digunakan untuk melakukan
percobaan maupun pelatihan yang berhubungan
dengan ilmu fisika, biologi, dan kimia atau bidang ilmu
lain, yang merupakan suatu ruangan tertutup, kamar
atau ruangan terbuka seperti kebun dan lain-lain.

2.3.2 Fungsi Laboratorium


Menurut Sukarso (2005), secara garis besar
laboratorium dalam proses pendidikan adalah sebagai
berikut:
1) Sebagai tempat untuk berlatih mengembangkan
keterampilan intelektual melalui kegiatan
pengamatan, pencatatan dan pengkaji gejala-
gejala alam; 2) Mengembangkan keterampilan
motorik siswa. Siswa akan bertambah
keterampilannya dalam mempergunakan alat-alat
media yang tersedia untuk mencari dan
menemukan kebenaran; 3) Memberikan dan
memupuk keberanian untuk mencari hakekat
kebenaran ilmiah dari sesuatu objek dalam
lingkungn alam dan sosial; 4) Memupuk rasa
ingin tahu siswa sebagai modal sikap ilmiah
seseorang calon ilmuan; dan 5) Membina rasa
percaya diri sebagai akibat keterampilan dan
pengetahuan atau penemuan yang diperolehnya.

2
Lebih jauh dijelaskan dalam Anonim (2003),
bahwa fungsi dari laboratorium adalah sebagai berikut:
1) Laboratorium sebagai sumber belajar. Tujuan
pembelajaran IPA dengan banyak variasi
dapat digali, diungkapkan, dan
dikembangkan dari laboratorium.
Laboratorium sebagai sumber untuk
memecahkan masalah atau melakukan
percobaan. Berbagai masalah yang berkaitan
dengan tujuan pembelajaran terdiri dari tiga
ranah yakni: ranah pengetahuan, ranah
sikap, dan ranah keterampilan/afektif;
2) Laboratorium sebagai metode pembelajaran.
Di dalam laboratorium terdapat dua metode
dalam pembelajaran yakni metode percobaan
dan metode pengamatan; dan
3) Laboratorium sebagai prasarana pendidikan
atau wadah proses pembelajaran.
Laboratorium terdiri dari ruang yang
dilengkapi dengan berbagai perlengkapan
dengan bermacam-macam kondisi yang dapat
dikendalikan, khususnya peralatan untuk
melakukan percobaan.

2.3.3 Peranan Laboratorium Sekolah


Menurut Emha (2002) menyatakan peranan
laboratorium sekolah antara lain:
1. Laboratorium sekolah sebagai tempat
timbulnya berbagai masalah sekaligus sebagai
tempat untuk memecahkan masalah tersebut.
2. Laboratorium sekolah sebagai tempat untuk
melatih keterampilan serta kebiasaan
menemukan suatu masalah dan sikap teliti.
3. Laboratorium sekolah sebagai tempat yang
dapat mendorong semangat peserta didik
untuk memperdalam pengertian dari suatu
fakta yang diselidiki atau diamatinya.
4. Laboratorium sekolah berfungsi pula sebagai
tempat untuk melatih peserta didik bersikap
cermat, bersikap sabar dan jujur, serta
berpikir kritis dan cekatan.
5. Laboratorium sebagai tempat bagi para peserta
didik untuk mengembangkan ilmu
pengetahuannya.

2
Lebih lanjut Sudaryanto, dkk (1998:7)
menyatakan peranan dan fungsi laboratorium ada tiga,
yaitu sebagai (1) sumber belajar, artinya laboratorium
digunakan untuk memecahkan masalah yang berkaitan
dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor atau
melakukan percobaan, (2) metode pendidikan, meliputi
metode pengamatan dan metode percobaan, dan (3)
sarana penelitian, tempat dilakukannya berbagai
penelitian sehingga terbentuk pribadi peserta didik
yang bersikap ilmiah.

2.4 Pengelolaan Laboratorium IPA


Pengelolaan atau manajemen laboratorium
(laboratory management) adalah usaha untuk
mengelola laboratorium. Manajemen laboratorium
merupakan suatu proses pendayagunaan sumber
daya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu
sasaran yang diharapkan secara optimal dengan
memperhatikan keberlanjutan fungsi sumber daya.
Manajemen laboratorium berkaitan dengan pengelola
dan pengguna, fasilitas laboratorium (bangunan,
peralatan laboratorium, spesimen biologi, bahan
kimia), dan aktivitas yang dilaksanakan di
laboratorium yang menjaga keberlanjutan fungsinya.
Dalam konteks laboratorium pengelolaam nencakup
kegiatan perencanaan, penataan,
pengadministrasian, perawatan,
keselamatan dan kesehatan kerja, serta monitoring dan
evaluasi.

2
Manajemen laboratorium dapat diartikan sebagai
kegiatan menata, mulai dari perencanaan, penataan,
pengadministrasian, pengamanan, perawatan dan
pengawasan. Dapat disimpulkan bahwa manajemen
laboratorium adalah sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian/
evaluasi pengelolaan laboratorium dalam rangka untuk
menunjang proses pembelajaran guna mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien.
1. Perencanaan (Planning)
Menurut Sutarno (2004:109), perencanaan
diartikan sebagai perhitungan dan penentuan tentang
apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai
tujuan tertentu, dimana menyangkut tempat, oleh
siapa pelaku itu atau pelaksana dan bagaimana tata
cara mencapai itu. Cropper (1998:1) berpendapat:
Planning is the basis from which all other function are
spawned. Without a congruent plan, organizations
usually lack a central focus. Bahwa perencanaan adalah
dasar yang akan dikembangkan menjadi seluruh fungsi
berikutnya. Tanpa rencana yang tepat dan padu
sebuah organisasi akan kehilangan fokus sentral
berpijak bukan sekedar daftar kegiatan yang harus
dilakukan.
Perencanaan merupakan suatu proses
mempersiapkan serangkaian pengambilan keputusan
untuk dilakukanya tindakan dalam mencapai tujuan
organisasi, dengan dan tanpa menggunakan sumber-
sumber yang ada. Rencana formal merupakan rencana
bersama anggota korporasi, artinya setiap anggota
harus mengetahui dan menjalankan rencana itu.

2
Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas
dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang
harus dilakukan.
Menurut Griffin (2010), kegiatan dalam fungsi
perencanaan meliputi:
1) Menetapkan tujuan dan target organisasi.
2) Merumuskan strategi untuk mencapai tujuan
dan target organisasi tersebut.
3) Menentukan sumber-sumber daya yang
diperlukan.
4) Menetapkan standar/indikator keberhasilan
dalam pencapaian tujuan dan target
organisasi.

Adapun aspek perencanaan meliputi:


1. Apa yang dilakukan?
2. Siapa yang melakukan?
3. Di mana akan melakukan?
4. Apa saja yang diperlukan agar tercapainya
tujuan dapat dilakukan?
5. Bagaimana melakukannya?
6. Apa aja yang dilakukan agar tercapainya
tujuan dapat maksimum? (Arikunto,1993:
38)

Dengan demikian kunci keberhasilan dalam


suatu pengelolaan atau manajemen tergantung atau
terletak pada perencanaanya. Perencanaan merupakan
suatu proses dan kegiatan pimpinan (manager) yang
terus menerus, artinya setiap kali timbul sesuatu yang
baru. Perencanaan merupakan langkah awal setiap
manajemen. Perencanaan merupakan kegiatan yang
akan dilakukan di masa depan dalam waktu tertentu
untuk mencapai tujuan tertentu pula. Sebuah
perencanaan yang baik adalah yang rasional, dapat
dilaksanakan dan menjadi panduan langkah
selanjutnya. Oleh karena itu, perencanaan tersebut

2
sudah mencapai permulaan pekerjaan yang baik dari
proses pencapaian tujuan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas, perencanaan pada
hakekatnya merupakan proses pemikiran yang
sistematis, analisis, dan rasional untuk menentukan
apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya,
siapa pelaksananya, dan kapan kegiatan tersebut
harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Perencanaan laboratorium IPA meliputi
perencanaan dan pemeliharaan alat-alat dan bahan-
bahan serta sarana/prasarana, perencanaan kegiatan
yang akan dilaksanakan, serta rencana pengembangan
laboratorium. Beberapa hal yang perlu direncanakan
dalam manajemen laboratorium adalah :
a. Pengadministrasian Alat-alat dan Bahan-bahan
Laboratorium
Tujuan pengadministrasian alat-alat dan bahan-
bahan lababoratorium ini adalah agar dapat dengan
mudah diketahui : (1) jenis alat atau bahan yang ada,
(2) jumlah masing-masing alat dan bahan, (3) jumlah
pembelian atau tambahan, dan (4) jumlah yang pecah,
hilang, atau habis (Depdikbud, 1979 : 41).
Untuk keperluan pencatatan alat dan bahan
laboratorium ini diperlukan format atau buku
perangkat administrasi yang meliputi buku inventaris,
kartu stok, kartu permintaan/ peminjaman
alat/bahan, buku catatan harian, kartu alat/bahan
yang rusak, kartu reparasi, dan format label
(Depdikbud, 1999 : 26). Buku lainnya yang dapat
melengkapi perangkat administrasi antara lain daftar

2
alat dan bahan yang sesuai dengan LKS, jadwal
kegiatan laboratorium, dan program semester kegiatan
laboratorium.
b. Pengadaan Alat/Bahan Laboratorium
Untuk melengkapi atau mengganti alat/bahan
kimia yang rusak, hilang, atau habis dipakai
diperlukan pengadaan. Sebelum pengusulan
pengadaan alat/bahan, maka perlu dipikirkan: (1)
percobaan apa yang akan dilakukan, (2) alat/bahan
apa yang akan dibeli (dengan spesifikasi jelas), (3) ada
tidaknya dana/anggaran, (4) prosedur pembelian (lewat
agen, langganan, beli sendiri), dan (5) pelaksanaan
pembelian (biasanya awal tahun pelajaran baru)
(Depdikbud, 1999:32).
Prosedur pengadaan dimulai dengan penyusunan
alat/bahan yang akan dibeli yang dikumpulkan dari
usulan masing-masing guru IPA yang dikoordinasi oleh
penanggung jawab laboratorium. Sebelum pembelian,
hendaknya ditentukan terlebih dahulu di toko atau
perusahaan mana alat/bahan itu akan dibeli.
Sebaiknya setiap sekolah telah membuat jalinan kerja
sama dengan perusahaan atau toko alat dan bahan
kimia tertentu, sehingga akan memperoleh harga yang
relatif murah dan sewaktu-waktu memerlukan
tambahan alat/bahan kimia di luar jadwal pengadaan
dapat dengan mudah dikontak dan disuplai.
c. Alokasi Dana Laboratorium
Bagi sekolah Negeri, sumber dana sekolah dibagi
menjadi dua, yaitu dana dari Pemerintah yang
umumnya berupa dana rutin (biaya operasional dan
perawatan fasilitas) dan dana dari masyarakat yang

2
dapat berasal dari orang tua peserta didik maupun
sumbangan masyarakat luas/dunia usaha (Depdikbud,
1999:95). Dana laboratorium diperoleh dari proyek OPF
(Operasional dan Perawatan Fasilitas) yang dituangkan
dalam APBS (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah) yang disediakan untuk membiayai kegiatan
yang bersifat teknis edukatif dan kegiatan penunjang
proses belajar-mengajar.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Organisasi laboratorium adalah suatu sistem
kerja sama dari kelompok orang, barang, atau unit
tertentu tentang laboratorium untuk mencapai tujuan
(Sudaryanto, 1998:5). Mengorganisasikan laboratorium
berarti menyusun sekelompok orang/petugas dan
sumber daya lain untuk melaksanakan suatu rencana
atau program dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dengan cara yang berdaya guna
terhadap laboratorium. Pengorganisasian laboratorium
meliputi pengaturan dan pemeliharaan alat-alat dan
bahan-bahan laboratorium, pengadaan alat-alat dan
bahan-bahan, dan menjaga kedisiplinan dan
keselamatan laboratorium.
Orang-orang yang terlibat langsung dalam
organisasi laboratorium adalah Kepala Sekolah, Wakil
Kepala Sekolah Urusan Kurikulum, koordinator
laboratorium, penanggung jawab teknis laboratorium,
laboran, dan guru-guru mapel IPA (Kimia, Fisika,
Biologi). Tugas Kepala Sekolah adalah memberikan
bimbingan, motivasi, pemantauan, dan evaluasi kepada
seluruh staf yang terlibat dalam pengelolaan
laboratorium, menyediakan dana keperluan operasional

2
laboratorium. Dalam menjalankan tugas ini dibantu
oleh Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum yang
juga bekerja sama dengan koordinator laboratorium
dalam pelaksanaan kegiatan laboratorium.
Tugas koordinator laboratorium adalah
mengkoordinasikan masing-masing guru mapel IPA
segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan
laboratorium dan mengusulkan kepada penanggung
jawab laboratorium untuk pengadaan alat/bahan
praktikum. Penanggung jawab teknis laboratorium
bertanggung jawab atas kelengkapan administrasi
laboratorium, kelancaran kegiatan laboratorium,
mengusulkan kepada Kepala Sekolah tentang
pengadaan alat/bahan laboratorium, dan bertanggung
jawab atas kebersihan, penyimpanan, perawatan, dan
perbaikan alat-alat laboratorium. Tugas laboran adalah
mengerjakan administrasi laboratorium, mempersiap-
kan alat/bahan yang diperlukan untuk praktikum, dan
bertanggung jawab atas kebersihan alat/bahan dan
ruangan laboratorium beserta perlengkapannya
sebelum dan sesudah praktikum.
a. Penyimpanan Alat/Bahan Laboratorium Setelah
Pemeliharaan
Penyimpanan alat/bahan kimia dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu : (1)
alat/bahan yang sering dipakai, (2) alat/bahan dimana
peserta didik diijinkan untuk mengambil sendiri,
seperti beaker glass, gelas ukur, pipet, larutan encer
garam, asam, basa, (3) alat/bahan yang jarang dipakai,
dan (4) alat/bahan yang berbahaya, seperti alat yang

2
peka, mahal, dan mudah rusak, dan bahan yang
beracun, radioaktif, mudah terbakar/meledak.
Penyimpanan masing-masing alat/bahan
tergantung pada keadaan dan susunan laboratorium,
serta fasilitas ruangan (termasuk luas sempitnya
laboratorium). Alat/bahan yang sering digunakan
sebaiknya diletakkan di almari yang dapat dibuka dan
diambil sendiri oleh peserta didik, sehingga efisien
waktu dan tenaga. Namun jika pertimbangan
keamanan dan kedisiplinan peserta didik diragukan,
maka jumlah yang tersedia dibatasi.
Bahan-bahan kimia yang beracun, eksplosif
(mudah meledak), dan mudah terbakar sebaiknya
ditempatkan terpisah dari bahan yang lain dan
diusahakan diletakkan di tempat yang tidak mudah
dilihat peserta didik (di ruangan khusus dan hanya
laboran yang tahu). Hal ini untuk mengantisipasi
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, jika ada
peserta didik yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
Demikian juga dengan alat-alat laboratorium,
diletakkan sesuai jenis dan bahannya, seperti alat dari
kaca, porselin, kayu, atau logam diletakkan secara
terpisah. Hal ini untuk mempermudah jika akan
digunakan, juga mempermudah inventarisasi ulang.
Prinsip dari penyimpanan alat/bahan laboratorium
adalah alat/bahan tersebut dalam keadaan aman,
mudah dicari dan diambil sewaktu-waktu dibutuhkan.
Seringkali terjadi kerusakan alat-alat
laboratorium disebabkan salah menangani alat
tersebut. Oleh karena itu sangat penting bagi guru
sebelum praktikum diadakan dilakukan asistensi, yaitu

2
kegiatan pengenalan mulai dari pengenalan alat/bahan
yang akan digunakan dalam praktikum, baik fungsi
dan cara penggunaannya, sampai pada mata
praktikum yang akan dijalani untuk kurun waktu satu
semester dengan penjelasan garis besarnya, serta
bagaimana cara berpraktikum yang baik, tata tertib
praktikum, dan format penyusunan laporan praktikum.
Dengan demikian peserta didik memperoleh bekal yang
cukup untuk bekerja di laboratorium.
Hal penting lainnya adalah penanaman
kesadaran pada diri peserta didik bahwa laboratorium
adalah juga bagian dari sekolah yang membantu
prestasi belajar mereka, sehingga mereka harus ikut
merawat dan menjaga. Sebagai contoh, setiap kali
selesai praktikum, mereka membersihkan alat dan
meja praktikum seperti sebelum praktikum, termasuk
lantai dan bak air. Agar semua peserta didik mengerti
tanggung jawab menjaga kebersihan laboratorium,
maka dibuatkan jadwal piket, sehingga semua
mendapat giliran.
b. Disiplin di Laboratorium
Dalam rangka menjaga keamanan dan
keselamatan kerja di laboratorium, maka penegakan
disiplin bagi semua yang terlibat harus diterapkan, baik
itu peserta didik, guru, laboran, maupun asisten (jika
ada). Kebebasan memang diperlukan bagi peserta didik
yang berpraktikum, namun kebebasan yang dimaksud
bukan kebebasan tanpa batas. Hal ini disebabkan di
dalam laboratorium sangat banyak alat/bahan yang
berbahaya jika digunakan tanpa disiplin sesuai aturan
penggunaan alat/bahan yang bersangkutan. Jika

3
hanya kerusakan alat atau kelebihan pemakaian bahan
mungkin masih dapat ditoleransi, namun jika yang
terjadi kesalahan pemakaian alat/bahan yang
menimbulkan kebakaran/ledakan atau bahaya lainnya
akan sangat fatal akibatnya.
Berkaitan dengan disiplin di laboratorium, maka
peserta didik sebelum beraktivitas (praktikum) di
laboratorium perlu mengetahui tata tertib yang harus
ditaati ketika bekerja di laboratorium. Namun
demikian, disiplin yang diterapkan di laboratorium
hendaknya tidak terlalu kaku dalam beberapa hal yang
tidak berbahaya, misalnya larangan berbicara ketika
berpraktikum. Jika memang peserta didik ingin
mendiskusikan dengan temannya karena ada hasil
percobaan yang tidak sesuai dengan teori, maka perlu
diberi kelonggaran agar mereka menemukan penyebab
kegagalannya dengan segera.
Pelanggaran terhadap tata tertib yang berlaku
perlu diberikan sanksi, mulai dari peringatan secara
halus, peringatan keras, sampai pada pelarangan
mengikuti praktikum maupun mengikuti pelajaran di
sekolah (scorsing). Selain tata tertib untuk peserta
didik, juga ada peraturan semacam tata tertib untuk
guru. Sebenarnya tata tertib untuk peserta didik
sebagian juga berlaku untuk guru, seperti larangan
makan dan minum di laboratorium, merokok. Tata
tertib dan peraturan tersebut dibuat oleh koordinator
laboratorium beserta guru-guru mapel IPA.
3. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan merupakan salah satu fungsi
manajemen yang sangat penting, karena tanpa

3
pelaksanaan terhadap apa yang telah direncanakan
dan diorganisasikan tidak akan pernah menjadi
kenyataan.
Kegiatan laboratorium IPA diartikan sebagai
kegiatan yang berkaitan dengan pengamatan atau
percobaan yang menunjang kegiatan belajar-mengajar
IPA. Untuk melaksanakan kegiatan laboratorium IPA
perlu perencanaan secara sistematis agar dicapai
tujuan pembelajaran secara optimal (Depdikbud,
1999:13).
Adapun langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
laboratorium IPA adalah :
a. Setiap guru IPA pada awal semester/tahun
pelajaran baru sebaiknya menyusun program
semester/tahunan sesuai kegiatan laboratorium
yang ditandatangani Kepala Sekolah. Tujuan
penyusunan program ini adalah mengidentifikasi
kebutuhan alat/bahan yang dibutuhkan untuk
kegiatan praktikum selama satu semester/tahunan
dan menyusun jadwal bagi penanggung jawab
teknis untuk ketiga mapel (Kimia, Fisika, Biologi)
agar tidak terjadi tumbukan dalam pemakaian
laboratorium. Selain itu berguna untuk keperluan
supervisi/ pengawasan bagi Kepala Sekolah.
b. Setiap akan melaksanakan praktikum, setiap guru
sebaiknya mengisi format permintaan/peminjaman
alat/bahan yang kemudian diserahkan kepada
laboran minimal seminggu sebelum pelaksanaan,
sehingga laboran secara dini dapat mempersiapkan
dan mengecek ada tidaknya alat/bahan yang
dibutuhkan.

3
c. Setelah kegiatan laboratorium selesai sebaiknya
guru mengisi buku harian untuk mengetahui
kejadian-kejadian selama kegiatan laboratorium
serta untuk keperluan supervisi.
d. Alat/bahan yang telah selesai digunakan segera
dibersihkan dan disimpan kembali di tempat
semula.
Dalam kegiatan praktikum, penilaian terhadap
hasil belajar peserta didik harus dilakukan, baik
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk
aspek kognitif, biasanya dilakukan melalui pre-test
sebelum praktikum diadakan, bisa dilakukan secara
lisan maupun tertulis, tergantung waktu yang tersedia.
Pre-test terutama dilakukan untuk mengetahui
sejauhmana pemahaman peserta didik terhadap
konsep yang akan dipraktikumkan. Sebaiknya pre-test
tidak berisi pertanyaan teoretis, tetapi lebih difokuskan
pada konsep yang berkaitan dengan praktikum.
Penilaian dari aspek afektif dapat dilakukan guru
dengan menggunakan lembar observasi khusus yang
telah dipersiapkan guru yang berisi nilai-nilai atau
sikap yang harus dimiliki oleh seorang praktikan,
seperti kejujuran menulis data percobaan, kebersihan,
dan teliti dalam pengamatan. Pada kenyataannya,
sebagian besar guru tidak mempersiapkan lembar
observasi ini, sehingga penilaian aspek afektif ini hanya
ditinjau secara sepintas yang kemudian disimpulkan
sebagai nilai afektif, baik dinyatakan sebagai
kedisiplinan/ketelitian.

3
Penilaian aspek psikomotor adalah yang utama
dalam suatu praktikum, karena salah satu tujuan
utama praktikum adalah melatih keterampilan dan
mengukur penguasaan teknik peserta didik dalam
menggunakan alat/bahan kimia/IPA ketika
melaksanakan praktikum. Penilaian ini dapat
dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang
telah dipersiapkan sebelumnya oleh guru yang meliputi
aspek-aspek penting yang harus dikuasai peserta didik
dalam melaksanakan suatu mata praktikum. Dengan
demikian, setiap mata praktikum akan memiliki
tekanan aspek psikomotor yang berbeda.
Secara umum, dalam praktikum guru terutama
menilai ketrampilan peserta didik dalam menggunakan
alat/bahan, ketepatan, baik dalam hal ketepatan
pemilihan alat, pengambilan data yang tepat,
pengendalian variabel, perumusan hipotesis dan
pengujiannya, serta penyimpulan berdasarkan data
yang diperoleh, dan ketelitian yang sangat menentukan
keberhasilan praktikum yang berupa pembuktian
kebenaran suatu konsep (Dahar, 1986: 5.22).
4. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah kegiatan membandingkan
atau mengukur yang sedang atau sudah dilaksanakan
dengan kriteria, norma-norma standar atau rencana-
rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya (Sutarno,
2004:128). Sementera menurut Terry (dalam
Salirawati, 2009), pengawasan atau sering disebut pula
supervisi ditentukan oleh apa yang telah dilakukan,
yaitu evaluasi terhadap tindakan dan bila perlu

3
menggunakan pengukuran koreksi sehingga tindakan
tersebut sesuai dengan rencana.
Pengawasan atau kontrol yang merupakan bagian
terakhir dari fungsi manajemen dilaksanakan untuk
mengetahui:
1. Apakah semua kegiatan telah dapat berjalan sesuai
dengan rencana sebelumnya.
2. Apakah didalam pelaksanaan terjadi hambatan,
kerugian, penyalahgunaan kekuasaan dan
wewenang, penyimpangan dan pemborosan.
3. Untuk mencegah terjadinya kegagalan, kerugian,
penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang
penyimpangan, dan pemborosan.
4. Untuk meningkatkan efisien dan efektifitas
organisasi.
Adapun tujuan pengawasan dalam manajemen
sebagai berikut:
a) Menentukan dan menghilangkan sebab-sebab yang
menimbulkan kesulitan sebelum kesulitan itu
terjadi.
b) Mengadakan pencegahan dan perbaikan terhadap
kesalahan-kesalahan yang terjadi.
c) Mendapatkan efisiensi dan efektifitas.
Proses pengawasan terdiri atas beberapa
tindakan pokok, yaitu: (1) penentuan ukuran/pedoman
baku sebagai pembanding/alat ukur untuk menjawab
pertanyaan dari hasil pelaksanaan, (2)
penilaian/pengukuran terhadap tugas yang sudah atau
yang sedang dikerjakan, baik secara lisan maupun
tertulis, atau pertemuan langsung dengan petugas, (3)
perbandingan antara pelaksanaan pekerjaan dengan

3
ukuran/pedoman yang telah ditetapkan untuk
mengetahui penyimpangan/perbedaan yang terjadi dan
perlu tidaknya perbaikan, (4) perbaikan terhadap
penyimpangan yang terjadi agar pekerjaan sesuai
dengan apa yang direncanakan.
Ada beberapa prinsip dasar pengawasan yang
harus diterapkan agar manajemen laboratorium
menjadi baik, yaitu :
1. Pengawasan bersifat membimbing dan membantu
mengatasi kesulitan dan bukan mencari kesalahan.
Kepala Sekolah harus menfokuskan perhatian pada
usaha mengatasi hambatan yang dihadapi guru,
bukan sekedar mencari kesalahan. Kekeliruan guru
harus disampaikan Kepala Sekolah sendiri dan
tidak di depan orang lain.
2. Bantuan dan bimbingan diberikan secara tidak
langsung, artinya diupayakan agar yang
bersangkutan mampu mengatasi sendiri, sedangkan
Kepala Sekolah hanya membantu. Hal ini penting
untuk menumbuhkan kepercayaan diri yang pada
akhirnya menumbuhkan motivasi kerja yang lebih
baik.
3. Balikan atau saran perlu segera diberikan, agar
yang bersangkutan dapat memahami dengan jelas
keterkaitan antara balikan dan saran tersebut
dengan kondisi yang dihadapi. Dalam memberikan
balikan sebaiknya dalam bentuk diskusi, sehingga
terjadi pembahasan terhadap masalah yang terjadi
secara bersama.
4. Pengawasan dilakukan secara periodik/berkala,
artinya tidak menunggu sampai terjadi hambatan.

3
Jika tidak ada hambatan, kehadiran Kepala Sekolah
akan dapat menumbuhkan dukungan moral bagi
guru yang sedang mengerjakan tugas.

Pengawasan dilaksanakan dalam suasana


kemitraan, agar guru dengan mudah dan tanpa takut
menyampaikan hambatan yang dihadapi, sehingga
dapat segera dicari jalan keluarnya. Suasana kemitraan
juga akan menumbuhkan hubungan kerja yang
harmonis, sehingga tercipta tim kerja yang kompak.

2.4.1 Standar Ruang Laboratorium IPA


Dalam lampiran peraturan menteri pendidikan
nasional nomor 24 tahun 2007 tentang standar sarana
dan prasarana ruang laboratorium harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Ruang laboratorium IPA berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan pembelajaran IPA secara
praktik yang memerlukan peralatan khusus.
2. Ruang laboratorium IPA hanya dapat menampung
minimum satu rombongan belajar
3. Rasio minimum luas ruang laboratorium 2,4 m 2 per
peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan
peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum
ruang yang diperlukan adalah 48 m2 termasuk
ruang penyimpanan dan persiapan 18 m2, dengan
lebar minimim sebesar 5 m.
4. Ruang laboratotium IPA dilengkapi dengan
pencahayaan yang memadai untuk membaca buku
dan mengamati obyek percobaan.
5. Dilengkapi dengan air bersih

3
6. Ruang laboratorium IPA dilengkapi dengan sarana
yang tercantum dalam tabel berikut.

2.4.2 Standar tenaga laboratorium sekolah


Tenaga laboratorium sekolah merupakan salah
satu tenaga kependidikan yang sangat diperlukan
untuk mendukung peningkatan kualitas proses
pembelajaran di sekolah melalui kegiatan laboratorium.
Sebagaimana tenaga kependidikan lainnya, tenaga
laboratorium sekolah juga merupakan tenaga
fungsional. Oleh karena itu diperlukan adanya
kualifikasi, standar kompetensi, dan sertifikasi.
Menurut Permendiknas No. 26 tahun 2008, tenaga
laboratorium terdiri dari Kepala Laboratorium Sekolah
(Kompetensi: kepribadian, sosial, manajerial,
profesional);Teknisi Laboratorium Sekolah (Kompetensi:
kepribadian, sosial, administratif, profesional); dan
Laboran Laboratorium Sekolah (Kompetensi:
kepribadian, sosial, administratif, profesional)

2.5 Analisa SWOT


SWOT merupakan akronim dari Strength
(kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity
(kesempatan), dan Threats (ancaman, rintangan, dan
halangan). Rangkuti (2009: 55) menjelaskan Strengths
adalah beberapa hal yang merupakan kelebihan dari
sekolah yang bersangkutan. Weaknesses adalah
komponen-komponen yang kurang menunjang
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang ingin
dicapai sekolah. Opportunity adalah kemungkinan-

3
kemungkinan yang dapat dicapai apabila potensi-
potensi yang ada di sekolah mampu dikembangkan
secara optimal. Threats adalah kemungkinan yang
mungkin terjadi atau pengaruh terhadap
kesinambungan dan keberlanjutan kegiatan
penyelenggaraan sekolah.
Hisyam (1998), mengemukakan langkah-langkah
analisis SWOT adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi
kekuatan, kelemahan, peluang dan acaman yang
dihadapi.
2. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman.
3. Menetukan bobot relatif masing-masing faktor
berdasarkan tingkat kepentingannya sebagai
penentu keberhasilan dalam pengembangan
4. Menentukan rating atau skor (1 sampai dengan 5)
dari masing-masing faktor yang menggambarkan
kondisi internal dan eksternal
5. Menghitung total skor dengan mengalikan bobot
dan rating untuk masing-masing faktor kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman.
6. Menghitung total skor akhir faktor internal
(kekuatan- kelemahan) dan faktor eksternal
(peluang - ancaman).
7. Menentukan posisi strategis dari faktor internal dan
faktor eksternal.
8. Menentukan rencana strategis berdasarkan posisi
dari hasil analisis SWOT.

3
Kekuatan dan kelemahan akan dimasukkan ke
dalam tabel IFAS. Sementara itu untuk faktor peluang
dan ancaman akan dimasukkan ke dalam tabel EFAS,
kemudian dihitung bobot dan skornya.
Tabel 2.1
Internal Factors Analysis Summary (IFAS)
NO STRENGTHS SKOR BOBOT TOTAL
1
2 Dst
Dst Total
kekuatan
NO WEAKNESS SKOR BOBOT TOTAL
1
2
Dst Total
Kelemahan
SELISIH TOTAL KEKUATAN - TOTAL KELEMAHAN = S - W = X
Sumber: Hisyam, 1998 (http:/daps.bps.go.id)

Tabel 2.2
External Factors Analysis Summary (EFAS)
NO OPPORTUNITY SKOR BOBOT TOTAL
1
2 Dst
Dst Total Peluang
NO THREAT SKOR BOBOT TOTAL
1
2
Dst Total Ancaman Total Total Total
Ancaman Ancaman Ancaman
SELISIH PELUANG - TOTAL KELEMAHAN =
O- T= Y
Sumber: Hisyam, 1998 (http:/daps.bps.go.id)
Setelah dihitung dari masing-masing faktor
internal dan faktor eksternal, maka dapat diketahui
skor IFAS dan skor EFAS, selanjutnya dimasukkan ke
dalam diagram SWOT untuk mengetahui posisi strategi
berada pada kuadran I, II, III, atau IV. Berikut

4
dijelaskan strategi dari masing-masing kuadran yang
ada di diagram analisis SWOT.

Gambar 2.1 Diagram Analisis SWOT


Sumber: Rangkuti, 2009

Dari diagram analisis SWOT diatas yang


dimaksudkan dengan strategi agresif (SO) sebuah
strategi yang digunakan dengan memanfaatkan seluruh
kekuatan sekolah untuk merebut dan memanfaatkan
peluang sebesar-besarnya. Strategi diversifïkasi (ST)
dilakukan dengan memanfaatkan seluruh kekuatan
yang dimiliki sekolah untuk mengatasi masalah.
Strategi turn-around (WO) dilakukan dengan
meminimalkan kelemahan yang ada di sekolah untuk
menangkap peluang. Sedangkan Strategi defensif (WT)
dilakukan dengan meminimalkan kelemahan yang ada
di sekolah untuk menghindari ancaman.

4
Kuadran I (positif, positif). Posisi ini menandakan
sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang.
Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif,
artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap
sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan
ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih
kemajuan secara maksimal.
Kuadran II (positif, negatif). Posisi ini
menandakan sebuah organisasi yang kuat namun
menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi
strategi yang diberikan adalah Strategi Diversifikasi,
artinya organisasi dalam kondisi mantap namun
menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga
diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan
untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada
strategi sebelumnya. Oleh karenanya, organisasi
disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi
taktisnya.
Kuadran III (negatif, positif). Posisi ini
menandakan sebuah organisasi yang lemah namun
sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang
diberikan adalah turn-around (Ubah Strategi), artinya
organisasi disarankan untuk mengubah strategi
sebelumnya. Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan
sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada
sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.
Kuadran IV (negatif, negatif). Posisi ini
menandakan sebuah organisasi yang lemah dan
menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi
yang diberikan adalah Strategi Bertahan, artinya
kondisi internal organisasi berada pada pilihan

4
dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk
menggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja
internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini
dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.
Jika pihak stakeholder sekolah memahami dan
terbuka dengan strategi tersebut di atas maka sekolah
akan sangat tertolong dalam menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang muncul, baik dari
pihak internal ataupun dari eksternal.

2.6 Penelitian yang Relevan


Nyoman, dkk (2014) melakukan penelitian
mengenai Analisis Standarisasi Laboratorium Biologi
dalam Proses Pembelajaran di SMA Negeri Kota
Denpasar. Penelitian ini relevan karena variabel yang
digunakan sama walaupun tidak sama persis, yaitu
tentang laboratorium, hanya saja Nyoman dkk
melakukan penelitian di delapan sekolah SMA Negeri
yang ada di kota Denpasar sementara penulis hanya
melakukan penelitian di satu sekolah yaitu SMA Negeri
1 Boja. Jenis penelitian yang digunakan juga berbeda,
Nyoman dkk menggunakan korelasi sedangkan penulis
menggunakan R&D. Hasil penelitian Nyoman dkk
menunjukkan bahwa kondisi daya dukung fasilitas
alat-alat laboratorium IPA/Biologi yang ada di delapan
sekolah negeri kota denpasar menunjukkan bahwa
kondisinya belum memenuhi standar minimal 100%
yang telah ditetapkan yakni. 1)Fasilitas daya dukung
sarana prasarana yang ada di ruang laboratorium
IPA/Biologi yang ada di delapan sekolah SMA Negeri

4
Kota Denpasar belum memenuhi standar minimal
100% (80.56%). 2)Kompetensi pengelolaan laboratorium
yang di delapan sekolah SMA Negeri Kota Denpasar
86.04% dengan kualifikasi sangat baik baik. 3)
efektivitas dalam pemanfaatan laboratorium a)
efektivitas dalam pemanfaatan laboratorium yang ada
di delapan sekolah SMA Negeri yang ada di Kota
Denpasar berada pada kisaran 94.24%, b) used factor
dalam intesnitas pemanfaatan pada kegiatan pratikum
biologi berda pada kisaran 28.12% dengan kualifikasi
rendah.
Indriastuti, dkk (2013) melakukan penelitian
dengan judul Kesiapan laboratorium biologi dalam
Menunjang Kegiatan Praktikum SMA Negeri di
Kabupaten Brebes. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa, tingkat kesiapan laboratorium
dalam menyediakan sarana dan prasarana, kesiapan
pengelolaan penyelenggaraan praktikum dan kesiapan
kegiatan laboratorium secara berturut-turut
memperoleh skor 67,40%, 83,75% dan 68,72%.
Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Indriastuti
dkk adalah, laboratorium biologi SMA Negeri di
Kabupaten Brebes siap dalam menunjang kegiatan
praktikum pada pembelajaran biologi dengan rata-rata
tingkat kesiapan sebersar 73,29%. Penelitian ini relevan
karena sama-mana melakukan penelitian terhadap
laboratorium biologi pada tingkat SMA namun jenis
penelitiannya yang berbeda yaitu menggunakan
deskriptif kualitatif sedangkan penulis menggunakan
pendekatan penelitian pengembangan.

4
Penelitian yang dilakukan Nur Riana Novianti
(2011) tentang Kontribusi Pengelolaan Laboratorium
dan Motivasi Siswa terhadap Efektivitas Proses
Pembelajaran (Penelitian pada SMP Negeri dan Swasta
di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 1) Pengelolaan
laboratorium IPA berkriteria baik, 2) Motivasi belajar
siswa berkriteria sangat baik, 3) Efektivitas proses
pembelajaran IPA berkriteria sangat baik, 4) Kontribusi
pengelolaan laboratorium IPA terhadap efektivitas
proses pembelajaran menunjukkan tingkat kontribusi
yang rendah; 5) Kontribusi motivasi belajar siswa
terhadap efektivitas proses pembelajaran menunjukkan
tingkat kontribusi yang kuat; 6) Kontribusi pengelolaan
laboratorium IPA dan motivasi belajar siswa terhadap
efektivitas proses pembelajaran menunjukkan tingkat
kontribusi yang cukup kuat. Penelitian ini hampir mirip
dengan yang dilakukan peneliti yaitu mengenai
pengelolaan laboratorium, hanya saja peneliti
kemudian mengembangkan strategi pengembangan
pengelolaan laboratorium sedangkan dalam penelitian
ini lebih pada menganalisis kontribusi pengelolaan
laboratorium IPA dan motivasi belajar siswa terhadap
efektivitas proses pembelajaran IPA.
E. Peniati, dkk (2013), melakukan penelitian
tentang Model Analisis Evaluasi Diri Untuk
Mengembangkan Kemampuan Mahasiswa Calon Guru
IPA Dalam Merancang Pengembangan Laboratorium Di
Sekolah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
model analisis evaluasi diri laboratorium yang
dikembangkan dinyatakan layak berdasarkan penilaian

4
pakar laboratorium IPA. Kemampuan mahasiswa dalam
merancang pengembangan laboratorium dapat
ditingkatkan melalui penerapan model analisis diri
laboratorium. Penelitian ini sama dengan yang
dilakukan peneliti yaitu pengembangan laboratorium
hanya saja peneliti dalam menganalisis potensi dan
masalah laboratorium IPA di SMA Negeri 1 Boja
menggunakan analisis SWOT sedangkan yang
dilakukan E. Peniati dkk adalah pengembangan model
analisis evaluasi diri laboratorium.
Dhirendra Sharma and Vikram Singh (2010)
melakukan penelitian dengan judul ICT in Universities
of the Western Himalayan Region of India II : A
Comparative SWOT Analysis. Hasil dari penelitian ini
adalah kegiatan ICT memiliki peran penting sebagai
perngarah / kebijakan yang didiadopsi oleh perguruan
tinggi untuk mencapai kualitas dan keunggulan dalam
sistem pendidikan tinggi di wilayah tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa, konsistensi relatif antara tiga
kategori universitas, dengan penelitian sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan Dhirendra dan Vikram sama
dengan yang dilakukan peneliti yaitu menggunakan
analisis SWOT hanya saja peneliti menganalisis
pengembangan laboratorium sedangkan Dhirendra dan
Vikram menganalisis mengenai ICT.
Christian ugwuda dan Adegbite A Ayoade (2015)
melakukan penelitian tentang The Perception of Dental
Practitioners on Laboratory Management for Effective
Dental Health Care Deliveri : A Case Study of Some
Selected Dental Laboratories in Lagos State, Negeria.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keadaan

4
laboratorium perlu ditingkatkan dalam rangka
memenuhi standar negara digital dari peralatan global
saat ini, maka pengelolaan laboratorium dengan
persepsi staf mempengaruhi kualitas layanan
perawatan gigi yang diberikan kepada pasien. Analisis
SWOT menunjukkan bahwa peluang dalam profesi
adalah kecukupan pelatihan dan profesionalisme,
sedangkan bahaya pekerja dukun, usangnya peralatan,
pasokan listrik yang tidak memenuhi untuk
menjalankan peralatan dan kurangnya pemerintah
memungkinkan lingkungan yang ancaman dan
kelemahan yang mempengaruhi kegiatan laboratorium
gigi. Studi ini menyimpulkan bahwa keadaan
laboratorium gigi masih membutuhkan lebih banyak
perbaikan dengan menggunakan peralatan modern dan
digital, perlunya pelatihan ulang merupakan kekuatan
dan peluang. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk
lokakarya, konferensi dan untuk mendidik professional
pada peralatan terbaru pada tingkat global. Kemudian,
Pemerintah harus memulai infrastruktur
pengembangan fasilitas gigi yang ada dan mendorong
individu-individu. Penelitian ini sama yaitu tentang
manajemen laboratorium dengan melakukan analisis
SWOT hanya saja penelitian yang dilakukan Christian
ugwuda dan Adegbite A Ayoade pada manajemen
laboratorium gigi sedangkan yang dilakukan peneliti
pada laboratorium IPA.

4
2.7 Kerangka Pikir
Berikut ini adalah kerangka pikir dari alternatif
Strategi Pengembangan Pengelolaan Laboratorium IPA
di SMA Negeri 1 Boja.

Menyusun Draf Renstra

Perbaikan Draf Renstra Validasi Draf Renstra

Gambar 2.2 Kerangka pikir

Strategi pengembangan pengelolaan laboratorium


IPA adalah suatu rencana yang komprehensif dengan
melibatkan segala sumber kemampuan untuk
meningkatkan fungsi dan peran laboratorium yang
optimal. Indentifikasi visi, misi dan tujuan laboratorium
IPA adalah bagian yang sangat penting untuk
mewujudkan alternatif strategi pengelolaan
laboratorium IPA. Selanjutnya yang harus dilakukan
adalah menganalisis lingkungan internal dan
eksternalnya untuk mengukur atau mengidentifikasi
faktor kekuatan, kelemahan dan faktor peluang,
ancaman. Dari faktor-faktor tersebut jika dianalisa

4
secara komprehensif maka akan menghasilkan
informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
menyusun alternatif strategi pengembangan
pengelolaan laboratorium IPA. Jika alternatif strategi
tersebut dilaksanakan maka akan ada monitoring dan
evaluasi yang berkelanjutan dengan tujuan untuk
memperbaiki strategi dimasa yang akan datang. Namun
dalam penelitian ini penulis hanya akan melakukan
pembahasan sampai pada perumusan rencana
strategis.
Dengan adanya rencana strategis (renstra) baru
ini diharapkan bisa menjadi strategi alternatif bagi
laboratorium IPA di SMA Negeri 1 Boja dalam rangka
memberikan layanan yang lebih baik bagi para
pengguna jasa laboratorium IPA.

Anda mungkin juga menyukai