Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH MANAJEMEN PEMASARAN JASA

MANAJEMEN PEMULIHAN JASA

Dosen Pengampu:

Dosen Pengampu: Drs. Hadi Oetomo, M.M

Disusun oleh:
Kelompok 1

EM-B

1. Anastasia Ines C.P (141200022)

2. Fx Aan Tri Widhiyatmoko (141200024)

3. Wahyu Aji Pamungkas (141200029)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat izin dan karunia-Nya
penyusunan makalah yang berjudul “Manajemen Pemulihan Jasa” ini dapat selesai dengan
lancar. Penyelesaian makalah ini tidak akan berjalan lancar apabila tidak ada dukungan dari
beberapa pihak, berupa motivasi, bimbingan, dan pengajaran, serta pengarahan penulisan
makalah. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah mendukung tersusunnya makalah ini. Ucapan terima kasih tersebut penyusun
sampaikan kepada:
1. Bapak Drs. Hadi Oetomo, M.M, selaku dosen mata kuliah Manajemen Pemasaran
Jasa.
2. Serta semua pihak dan teman-teman yang membantu memperlancar penyusunan
makalah ini.
Semoga bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak ini mendapatkan pahala dari Allah SWT
dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi sesama. Kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan bagi penyusun demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 22 Mei 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................................................. 3
D. Manfaat ........................................................................................................................... 4
BAB II........................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 5
A. Pendahuluan .................................................................................................................... 5
B. Tipe-Tipe Kegagalan Jasa ............................................................................................... 5
C. Proses Pemulihan Jasa .................................................................................................. 10
D. Garansi Jasa ................................................................................................................... 22
BAB III .................................................................................................................................... 26
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 27

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemulihan jasa merupakan salah satu determinan signifikan kepuasan,
loyalitas, dan retensi pelanggan Meta analisis yang dilakukan de Maks, Henrique dan
Rossi (2007) menyimpulkan bahwa pemulihan jasa berpengaruh besar terhadap
kepuasan pelanggan. Sedangkan menurut Lovelock (2001) definisi pemulihan jasa
merupakan tindakan yang dilakukan penyedia jasa untuk menyelesaikan masalah
yang diakibatkan terjadi nya kegagalan jasa dan untuk mempertahankan customer
goodwill. Peranan pemulihan jasa dalam pemasaran jasa sangat krusial. Kepuasan
terhadap pemulihan jasa berkontribusi pada minat pembelian ulang, loyalitas dan
komitmen pelanggan, kepercayaan komunikasi berupa gethok tular yang positif, dan
persepsi pelanggan terhadap keadilan (Hoffman & Kelley, 2000; Mattila, 2001).
Dengan ini, pemulihan jasa sangat penting dilakukan oleh perusahaan karena
berdampak pada reputasi dan profitabilitas perusahaan kedepannya. Pemulihan jasa
sebagai bahan evaluasi perusahaan dengan beberapa tindakan yang dapat dilakukan,
seperti peningkatan respon karyawan yang sesuai dengan permintaan atau keluhan
yang hadir dan peningkatan tindakan karyawan yang sesuai dengan harapan
pelanggan, misalnya cekatan, ramah, disiplin, tanggap, responsif, dan lain-lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep manajemen pemulihan jasa?
2. Bagaimana cara melakukan identifikasi kegagalan jasa?
3. Bagaimana mekanisme proses pemulihan jasa?
4. Bagaimana cara garansi jasa dalam upaya mengantisipasi pemulihan
kegagalan jasa?
5. Bagaimana mengklasifikasikan tipe-tipe kegagalan jasa?

C. Tujuan
1. Memberikan informasi terkait konsep manajemen pemulihan jasa
2. Memberikan informasi terkait cara untuk melakukan identifikasi kegagalan
jasa
3. Mengetahui proses mekanisme pemulihan jasa

3
4. Memberikan informasi terkait cara dalam memberikan garansi sebagai bentuk
antisipasi kegagalan jasa
5. Memberikan informasi mengenai klasifikasi tipe kegagalan jasa

D. Manfaat
1. Bagi pembaca
Memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai cara dalam melakukan
manajemen pemulihan jasa
2. Bagi penulis
Mampu melakukan analisis terkait upaya dalam melakukan pengembangan
pemulihan jasa serta menambah wawasan penulis terkait manajemen
pemulihan jasa

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendahuluan

"A good recovery can tum angry, frustrated customers into loyal one

(Hart, Heskett & Sasser, 1990)

Pemulihan jasa merupakan salah satu determinan signifikan kepuasan, loyalitas, dan
retensi pelanggan Meta analisis yang dilakukan de Maks, Henrique dan Rossi (2007)
menyimpulkan bahwa pemulihan jasa berpengaruh besar terhadap kepuasan
pelanggan. Temuan ini mengkonfirmasi Service Recovery Parade (SRP), yang
didefinisikan sebagai situasi kepuasan naska-kegagalan layanan (post-failure
satisfaction lebih besar bandingkan kepuasan sebelum terjadinya kegagalan layanan
(veure satisfaction (McCollouth & Bharadwaj, 1992).

Upaya mempertahankan jalinan relasi dengan pelanggan yang tidak puas melalui
implementasi kebijakan pemulihan jasa yang efektif telah menjadi fokus utama
sebagian besar strategi retensi pelanggan. Pada hakikatnya, pemulihan jasa merupakan
tindakan yang dilakukan penyedia jasa untuk menyelesaikan masalah yang
diakibatkan terjadi nya kegagalan jasa dan untuk mempertahankan customer's
goodwill (Lovelock 2001). Dalam program pemulih Jasa formal perusahaan-
perusahaan menambah manfaat-manfaat pokok yang ditawarkan produk inti dan
meningkatkan komponen layanan dalam rantai nilai perusahaan (Kotler & Keller,
2012)

B. Tipe-Tipe Kegagalan Jasa

Sekalipun organisasi jasa telah berusaha melakukan yang terbaik dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan keinginan kelirunya, kerap kali tetap saja kegagalan jasa
(service forel tidak terelakkan. Misalnya, kedatangan dan keberangkatan pesawat
terlambat, staf berlaku kasar atau tidak sopan, hasil cukur rambut tidak sesuai
harapan, dan persoalan-persoalan lainnya. Menurut Denham (1998), secara garis besar
masalah-masalah yang dihadapi setiap perusahaan bisa ditelusuri dari tiga sumber
utama: (1) 40% masalah disebabkan oleh perusahaan sendiri, misalnya Janji yang

5
berlebihan; (2) 20% masalah disebabkan karyawan, misalnya perlakuan kasar dan
tidak sopan: dan (3) 40% sisanya disebabkan pelanggan, misalnya tidak teliti
membaca instruksi atau petunjuk yang diberikan. Setiap perusahaan pasti membuat
kesalahan. Namun, bagaimana kesalahan itu ditangani merupakan faktor kunci yang
menentukan keberhasilan atau kegagalan mempertahankan pelanggan.

Bila perusahaan acuh tak acuh atau malah menerima kegagalan jasa sebagai bagian
dari bisnisnya sehari-tan malu perusahaan bersangkutan bakal mendapat masalah
besar, bahkan bisa kehilangan bisnisnya. Kunci sukses setiap perusahaan adalah
bersikap proaktif dalam menekan setiap kemungkinan terjadinya kegagalan justru
membekali karyawan dengan serangkaian alat pemulihan (recovery) yang efektif guna
memperbaiki service encounter manakala terjadi kegagalan dalam memuaskan
harapan pelanggan.

Faktor penyebab utama kegagalan jasa yang bersifat inheren dalam service encounter
adalah karakteristik unik jasa yang membedakannya dari barang. Dikarenakan sifat
intangibility, perbandingan antara persepsi dengan harapan oleh pelanggan menjadi
proses evaluasi yang sangat subyektif. Konsekuensinya, tidak semua pelanggan bakal
merasa puas. Berkaitan dengan sifat heterogenitas, dalam proses penyampaian jasa
akan terdapat agai variasi dan akibatnya, tidak semua service encounter akan
samalldentik. Sifat perishability menyebabkan penawaran dan permintaan jasa sangat
sulit diselesaikan. Implikasinya, pelanggan jasa akan mengalami penundaan dalam
layanan dan waktu ke waktu, sementara ada kalanya pekerja jasa kehilangan
kesabaran dalam usahanya memenuhi begitu banyaknya tuntutan dari para pelanggan
yang tak sabar dan panik. Selain itu, karakteristik inseparability menempatkan
penyedia jasa dalam interaksi langsung (face to face dengan pelanggan. Interaksi
langsung dan partisipasi pelanggan dalam proses produksi Jasa sangat potensial
menimbulkan berbagai macam masalah, terutama menyangkut kualitas Jasa

Kegagalan jasa terjadi pada berbagai critical incidents dalam service encounters.
Setiap service encounters terbentuk dari sejumlah critical incidents atau "moments of
truth, yaitu momen Interaksi spesifik dan aktual antara pelanggan dengan karyawan
penyedia jasa, terutama yang memuaskan dan tidak memuaskan. Beberapa contoh
kegagalan jasa yang terjadi dalam critical incidents jasa penerbangan antara lain:

6
kekeliruan dalam penanganan bagasi layanan yang lambat, sikap petugas yang tidak
simpatik, dan perubahan skedul penerbangan tanpa pemberitahuan.

Respon karyawan terhadap kegagalan Jasa berhubungan langsung dengan kepuasan


atau ketidakpuasan pelanggan. Kegagalan jasa umumnya dikelompokkan ke dalam
tiga kategori berikut (Bitner, et al. 1990, lihat Tabel 12.1 dan Gambar 12.1);

Gambar 12.1 Kategori Kegagalan Jasa

Tabel 12.1 Sumber Penyebab Kegagalan Jasa

1. Respon karyawan terhadap kegagalan sistem penyampaian Jasa

7
Tipe ini merupakan kegagalan dalam penawaran jasa inti perusahaan. Dalam
konteks perusahaan penerbangan, contoh kegagalan semacam ini antara lain:
menghidangkan makanan yang sudah dingin atau tidak segar, keliru
menangani bagasi penumpang tidak mengumumkan perubahan skedul
penerbangan; kondisi pesawat yang jorok; kekurangan stok (seperti makanan,
minuman, selimut, bantal, headphone, dan lain-lain); dan jumlah pra
mugan/pramugara yang tidak memadai untuk melayani kebutuhan para
penumpang Semua aktivitas ini berkaitan langsung dengan jasa Inti
perusahaan penerbangan. Secara garis besar, kegagalan sistem penyampaian
Jasa terdiri atas respon karyawan terhadap tiga tipe kegagalan jasa:

● Ketidaktersediaan Jasa (unavailable services), berkenaan dengan tidak


adanya layanan tertentu yang biasa nya tersedia;
● Layanan yang lambatnya keterlaluan (unreasonably slow service),
yaitu layanan atau karyawan yang dipersepsikan pelanggan sangat
lambat dalam menjalankan fungsi atau tugasnya:
● Kegagalan jasa inti lainnya (other core service failures) yang
mencerminkan berbagai jasa ini yang ditawarkan oleh Industri yang
berbeda-beda, misalnya makanan yang sudah dingin, pesawat yang
kotor, dan bagasi yang keliru ditangani (industri jasa penerbangan).

2. Respon karyawan terhadap kebutuhan Individual dan permintaan spesial


pelanggan

Kebutuhan pelanggan bisa implisit maupun eksplisit Kebutuhan implisit


adalah kebutuhan pelanggan yang tidak diminta secara khusus, namun
sepatutnya diketahui dengan jelas oleh penyedia jasa. Contohnya kalau ada
perubahan jadwal penerbangan, kebutuhan implisit para penumpang adalah
bahwa informasi tersebut seharusnya diumumkan sehingga mereka bisa
mengatur jadwal penerbangan alternatif selanjutnya. Sebaliknya, kebutuhan
eksplisit adalah kebutuhan pelanggan yang memang jelas-jelas diminta,
Misalnya, penumpang pesawat yang meminta voucher penginapan sehubungan
dengan tertundanya jadwal penerbangan oleh pihak perusahaan. Secara garis
besar, kebutuhan dan permintaan pelanggan mencakup respon karyawan
terhadap empat tipe kemungkinan kegagalan Jasa:

8
● Kebutuhan spesial, yaitu permintaan yang didasarkan pada
pertimbangan medis, religius, diet, psikologis, bahasa, atau sosiologis
khusus pelanggan. Misalnya, menyediakan makanan khusus untuk
vegetarian merupakan upaya memenuhi permintaan spesial".
● Respon karyawan terhadap preferensi pelanggan, menyangkut
kemampuan karyawan memodifikasi sistem penyampaian jasa
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi preferensi khusus
pelanggan yang bukan disebabkan masalah medis, religius, diet,
psikologis, bahasa, maupun sosiologis mereka. Contoh tipikal
preferensi pelanggan restoran adalah permintaan mereka agar
hidangannya ditukar atau diganti.
● Respon karyawan terhadap kesalahan pelanggan (customer erron),
meliputi skenario dimana kegagalan jasa disebabkan kesalahan
pelanggan yang diakuliditerima, seperti tiket dan kunci kamar hotel
yang hilang
● Respon karyawan terhadap disruptive others (pelanggan atau pihak-
pihak tertentu yang mengganggu penga Jaman Jasa pelanggan lainnya),
berkenaan dengan kemampuan karyawan dalam menenangkan situasi
atau menyelesaikan perselisihan antar pelanggan. Misalnya, meminta
penonton bioskop agar tenang/diam selama pertunjukan, atau meminta
perokok agar tidak merokok di ruangan-ruangan restoran yang tidak
boleh ada asap rokok

3. Tindakan karyawan yang tidak cepat dan tidak diharapkan (unprompted


and unsolicited employee actions)

Tipe ini menyangkut kejadian dan perilaku karyawan (yang baik maupun yang
jelek) yang sama sekali tidak diharapkan pelanggan. Tindakan-tindakan ini
üdak diminta pelanggan dan juga tidak menjadi bagian dari sistem
penyampaian Jasa Inti. Kategori Ini terdiri atas lima macam:

● Tingkat perhatian (level of attention), menyangkut sejauh mana tingkat


respek karyawan pada pelanggan. Salah satu cara mewujudkan tingkat
perhatian positif adalah upaya karyawan 'memanjakan pelanggan dan
mengantisipasi kebutuhan mereka. Di lain pihak, tingkat perhatian

9
negatif berkenaan dengan sikap karyawan yang acuh tak acuh atau
mengabaikan pelanggan.
● Tindakan luar biasa (unusual actions) yang mencerminkan kejadian
positif dan negatif, di mana karyawan merespon dengan tindakan yang
di luar kebiasaan. Contoh kejadian positif di antaranya: perhatian
khusus pada hari ulang tahun pelanggan dan sikap empati atas masalah
atau musibah yang dialami pelanggan. Sedangkan contoh kejadian
negatif antara lain: ketidaksopanan atau tutur kata yang kasar.
● Norma kultural, mengacu pada tindakan-tindakan karyawan Jasa yang
secara positif memperkuat norma kultural (seperti kesamaan hak,
keadilan, dan kejujuran), serta yang melanggar norma sosial
masyarakat. Pelanggaran norma sosial meliputi perilaku diskriminatif:
tindakan tidak jujur seperti berdusta dan mencuri: serta aktivitas-
aktivitas lainnya yang dianggap tidak fair oleh pelanggan.
● Gestalt yaitu evaluasi pelanggan yang dibuat secara holistik dan tidak
merinci atau menspesifikasi kejadian individual yang dianggap gagal
atau bermasalah. Dalam hal ini, pelanggan hanya menggunakan
ungkapan penilaian menyeluruh (overall terms). Contoh komplain yang
bisa dikategorikan evaluasi Gestalt adalah komentar pelanggan seperti
"Tidak bisa dibayangkan betapa buruknya kami diperlakukan para
karyawan perusahaan penerbangan Anda!" tanpa menyebutkan aspek
kegagalannya.
● Adverse conditions meliputi tindakan positif dan negatif karyawan
dalam kondisi penuh tekanan (stressful). Pelanggan akan sangat
terkesan bila ada karyawan perusahaan jasa yang bisa mengendalikan
secara efektif situasi di mana hampir semua orang di sekitarnya sudah
kehilangan akal'. Sebaliknya, tindakan anak buah kapal dan kapten
kapal yang bakal tenggelam naik sekoci sebelum penumpang
dikategorikan sebagai tindakan negatif dan tidak bertanggung jawab
dalam situasi penuh tekanan.

C. Proses Pemulihan Jasa

Konsep pemulihan jasa (service recovery) mengalami evolusi dari waktu ke waktu.
Sebelum dekade 1970-an dan awal 1980-an, Istilah ini mengacu pada upaya

10
memperbaiki kerusakan komputer atau alat telekomunikasi, atau menangani
kerusakan setelah terjadinya bencana alam. Akan tetapi, mulai awal 1970-an dan
berlanjut pada dekade berikutnya, para pemasar mulai menekankan bukan hanya pada
insiden pemulihan jasa dalam konteks reaktif (memecahkan masalah jasa spesifik),
namun juga berfokus pada manfaat pemulihan dalam jangka panjang (seperti
peningkatan loyalitas pelanggan dan komunikasi gethok tular yang lebih positif.
Artikel klasik yang dipublikasikan Hart et al. (1990) berjudul "The Profitable Art of
Service Recovery memicu perubahan pandangan ke arah perspektif strategik dan
proaktif yang menempatkan pemulihan jasa pada peranan yang lebih signifikan dalam
konteks persaingan bisnis.

Peranan pemulihan jasa dalam pemasaran jasa sangat krusial. Kepuasan


terhadap pemulihan jasa berkontribusi pada minat pembelian ulang, loyalitas dan
komitmen pelanggan, trust komunikasi gethok tular positif, dan persepsi pelanggan
terhadap keadilan atau fairness (Hoffman & Kelley, 2000; Mattila, 2001). Dalam hal
terjadi kegagalan jasa. Berry & Parasuraman (1991, p. 34) menegaskan bahwa
organisasi jasa harus berkomitmen untuk "doing the service very right the second
time". Kendati demikian, terdapat dua perspektif mengenal pemulihan Jasa. Pertama,
perspektif berfokus pada transaksi menekankan kepuasan pelanggan pada "moment of
truth, yaitu saat konsumen berinteraksi dengan penyedia jasa (Zeithaml & Bitner,
1996; lihat Gambar 12:2). Kedua, perspektif berfokus pada relasi menekankan bukan
hanya upaya mengoreksi aspek-aspek spesifik dari kegagalan jasa, namun juga
memperbaiki sistem penyampaian Jasa dalam rangka menghindari terulangnya
masalah yang sama di kemudian hari, meningkat kan persepsi keseluruhan pelanggan
terhadap kualitas Jasa, dan menjalin relasi jangka panjang dengan pelanggan yang
loyal Lihat Gambar 12.3). Gambar 12.2 menyiratkan bahwa pemulihan jasa
merupakan rute alternatif menuju kepuasan pelanggan (encounter satisfaction).
Sebaliknya, Gambar 12.3 menekankan pentingnya konsistensi dan reliabilitas dalam
membangun relasi pelanggan jangka panjang. Selain itu, upaya pemulihan jasa
berkontribusi pada penciptaan kepuasan pelanggan jangka pendek dan meningkatkan
desain dan penyampaian jasa di masa datang.

Gambar 12.2 Transaction-Focused Service Recovery, Brown,et al. (1996).

11
Gambar 12.3 Relationship-Focused service recover, Brown (1996)

Proses pemulihan jasa yang efektif dan komprehensif terdiri atas empat tahap
utama: (1) mengidentifikasi kegagalan Jasa (service failure). (2) memecahkan
masalah pelanggan; (3) mengkomunikasikan dan mengklasifikasikan kegagalan jasa;
dan (4) mengintegrasikan data dan menyempurnakan jasa keseluruhan (Tax & Brown,
1998; lihat Gambar 12.4).

Hubungan antara pemulihan jasa dan profitabilitas perusahaan dapat dijelaskan


dengan konsep "service-profit chain” (Heskett, et al., 1994). Menurut konsep ini, laba
dihasilkan dari loyalitas pelanggan, yang berasal dari kepuasan pelanggan terhadap

12
sistem jasa. Sedangkan kepuasan pelanggan diwujudkan oleh karyawan yang puas,
loyal, dan produktif. Dengan demikian, dampak pemulihan jasa dapat ditelusuri
melalui penyempurnaan sistem jasa (Tahap 4) dan melalui dampak langsung
penanganan komplain pelanggan terhadap kepuasan (Tahap 21.
1. Identifikasi Kegagalan Jasa
Hambatan terbesar dalam upaya pemulihan jasa dan organization
learning adalah fakta bahwa hanya sekitar 5-10% dari pelanggan yang tidak
puas yang melakukan komplain atas kegagalan jasa (TARP, 1986). Sebagian
besar dari mereka justru memilih beralih pemasok atau berusaha membalas
dendam' dengan jalan menyampaikan komentar negatif kepada pihak-pihak
lain. Riset yang dilakukan Tax & Brown (1998) mengidentifikasi empat
penyebab utama mengapa pelanggan enggan menyampaikan komplain: (1)
pelanggan yakin bahwa organisasi bersangkutan tidak akan responsif; (2)
mereka enggan mengkonfrontasikan tanggung jawab individual atas kegagalan
yang terjadi; (3) mereka kurang memaham! hak-hak mereka dan tanggung
jawab perusahaan; dan (4) mereka mengkhawatirkan blaya tinggi berkenaan
dengan waktu dan usaha untuk menyampaikan komplain.

Untuk mengatasi hambatan tersebut, dibutuhkan beberapa pendekatan yang


terbukti efektif pada berbagai perusahaan terkemuka. Di antaranya:

a. Menetapkan Standar Kinerja. Dalam artikelnya berjudul "Marketing


Success through Differentiation of Anything. Levill (1980) mengamati
suatu fenomena menarik dalam konsumsi jasa, yakni "You don't know
what you aren't going to get until you don't get it. Ungkapan ini
menggambarkan harapan pelanggan yang tidak jelas atas berbagai
macam jasa dan sekaligus menerangan mengapa mereka tidak
komplain bila tidak puas. Salah satu cara untuk mengatasi masalah
harapan yang tidak jelas adalah mengimplementasikan standar Jasa
yang sering kall dikomunikasikan lewat garansi jasa. Contohnya,
FedEx menetapkan bahwa bila petanggan belum menerima paket
kirimannya hingga pukul 10.30 pagi, maka biaya pengirimannya gratis.
Dengan demikian, pelanggan memahami betul kapan jasa tersebut bisa
dianggap gagal.

13
b. Mengkomunikasikan Pentingnya Pemulihan Jasa. Pemulihan jasa
berkaitan erat dengan upaya mewujudkan kepuasan pelanggan dan
meningkatkan relasi dengan pelanggan. Dalam hal ini, karyawan
memainkan peranan vital, baik sebagai pendengar yang baik (atas
segala keluhan, masalah maupun saran pelanggan, penyampaian
Informasi kepada pihak manajemen, maupun sebagai fasilitator
pemulihan jasa. Arti penting pemulihan jasa dikomunikasikan lewat
beberapa cara. Perusahaan terkenal seperti Promus Corp dan
Nordstrom, misalnya, menegaskan hal itu lewat nilai perusahaan
berupa "The customer is always right” UPS menggunakan fasilitas
pelatihan manajemen kualitasnya untuk mengkomunikasikan arti
penting pemecahan masalah pelanggan dan belajar dari kegagalan.
Sementara itu, setiap karyawan The Ritz-Carlton, mulai dari CEO
sampai busboys mendapatkan sebuah kartu seukuran dompet berisi
core values organisasi dan 20 pernyataan pedoman layanan pelanggan
yang disebut "The Ritz-Carlton Basics". Komunikasi nilai pemulihan
jasa lewat cara-cara ini bisa mencip akan atmosfer yang kondusif bagi
identifikasi kegagalan dan realisasi pemulihan jasa yang efektif.

c. Melatih Pelanggan Mengenai Cara Menyampaikan Komplain.


Beberapa perusahaan menginformasikan secara eksplisit cara dan
proses menyampaikan komplain kepada para pelanggannya. Bank-bank
besar di Australia. seperti Commonwealth Bank of Australia, Westpac,
ANZ, National Australia Bank, Colonial State Bank, dan SL George
Bank menyediakan brosur, pamflet, dan semacam buku petunjuk
khusus berisi Informasi lengkap mengenai prosedur penyampaian dan
penanganan komplain. Strategi semacam ini dirancang dengan tiga
tujuan pokok: (1) mendorong agar para nasabah menyampaikan
komplain secara langsung ke bank bersangkutan; (2) meningkatkan
daya tanggap bank terhadap setiap masalah nasabah; dan (3)
mempertegas arti penting pemulihan jasa di mata para karyawan
maupun nasabah.

d. Memanfaatkan Dukungan Teknologi Seperti Customer Call Centers


dan Internet. Penggunaan telepon call center bebas pulsa, SMS, email,

14
dan Internet websites untuk menangani kontak pelanggan, termasuk
komplain, sudah mulai banyak allerapkan berbagai perusahaan.
Pendekatan seperti ini memberikan kemudahan dan akses 24 jam yang
cepat serta murah bagi setiap pelanggan. Terlebih lagi, banyak
konsumen yang merasa lebih nyaman bila menyampaikan komplain
lewat telepon ketimbang atap muka langsung.

2. Pemecahan Masalah Pelanggan


Berbagai riset menunjukkan bahwa sebagian besar dari komplain yang
dikemukakan menyangkut pengalaman pelanggan yang mereka dipersepsikan
sebagai masalah serius (Singh, 1990; Tax, et al, 1988; Tax & Bmwn, 1998:
Sheth, et al., 1999). Oleh sebab itu, bila pelanggan sampai melakukan
komplain, mereka sangat mengharapkan tindakan dan perlakuan yang adil.
Persepsi mereka terhadap keadilan (fa/mess atau justice dibentuk atas dasar
penilaian mereka terhadap tiga aspek pemulihan jast: (1) outcomes (2)
procedural features, dan (3) interactional treatment (Tax & Brown, 1998).

Outcome fairness berkenaan dengan hasil yang diterima pelanggan


dari komplain. Procedural fairness berkaitan dengan kebijakan, peraturan,
dan ketepatan waktu proses komplain. Sedangkan interactional treatment
menyangkut perilaku interpersonal yang didapatkan selama proses komplain.

15
Tabel 12.2 merangkum beberapa prinsip utama berkaitan dengan ketiga tipe
keadilan ini, sedangkan Tabel 12.3 menampilkan sejumlah contoh praktik
yang memicu penilaian tidak adil terhadap perilaku penyedia jasa. Secara garis
besar, ada beberapa cara untuk mewujudkan ketiga aspek pemulihan jasa ini :

a. Memberikan Hasil yang Adil. Bila terjadi kegagalan jasa, pelanggan


berharap ada kompensasinya. Bentuk kompensasi ini bisa berwujud
permohonan munt, read reparasi, penggantian, koreksi harga, maupun
kombinasi di antaranya. Untuk itu, perusahaan harus benar-benar
memahami ekspektasi pelanggan atas kegagalan jasa dan merancang
paket kompensasi sedemikian rupa sehingga bisa menutupi biaya
kegagalan yang ditanggung pelanggan.

b. Menyediakan Proses yang Adil Prosedur yang adil mencakup tiga


elemen penting, yakni: (1) perusahaan mengemban tanggung jawab
atas kegagalan jasa; (2) setiap komplain ditangani dengan cepat,
dimulai oleh karyawan yang pertama kali di kontak pelanggan; dan (3)
adanya sistem yang fleksibel dan mempertimbangkan pula situasi
individual serta masukan dari pelanggan mengenal hasil akhir yang
diharapkannya.

c. Merealisasikan Interaksi yang Adil. Perilaku relasi antar pribadi yang


adil meliputi kesopanan, perhatian, dan kejujuran: penjelasan atas
kegagalan jasa yang terjadi; dan usaha yang tulus dalam memecahkan
masalah yang dihadapi pelanggan. Dalam praktik, Ini tidak gampang
dilakukan sehubungan dengan dua faktor. Pertama, pelanggan kerap
kali datang ke proses komplain dengan perasaan jengkel dan marah.

16
Keterampilan memahami dan 'mengelola' emosi pelanggan sangat
dibutuhkan dalam manajemen komplain yang efektif (Edwardson,
1998). Kendala kedua, karyawan seringkali tidak memiliki wewenang
untuk menangani masalah. Situasi seperti ini tidak saja membuat
pelanggan frustasi, namun juga karyawan bersangkutan, terutama jika
pelanggan mengharapkan tindakan sesegera mungkin.

Kinerja pemulihan Jasa dapat ditingkatkan melalui empat strategi


utama. Pertama, rekrutmen, seleksi, pelatihan, dan pemberdayaan.
Keberhasilan upaya pemulihan jasa banyak dipengaruhi oleh efektivitas
karyawan lini depan yang berinteraksi langsung dengan pelanggan dan
menerima komplain dari mereka. Oleh sebab itu, desain sistem pemulihan jasa
harus berfokus pada kontak pertama dengan pelanggan dan penyusunan
kebijakan yang memungkinkan karyawan menangani komplain secara ensien.
Dengan kata lain, kinerja pemulihan jasa harus diintegrasikan dalam praktek
manajemen sumber daya manusia seperti rekrutmen dan seleksi calon
karyawan: pelatihan mengenal keterampilan komunikasi lisan dan tertulis,
manajemen stres, serta pemecahan masalah: dan pemberdayaan karyawan
dalam mengambil tindakan yang dipandang perlu sesegera mungkin dalam
mengatasi masalah yang timbul.

Kedua, menyusun pedoman dan standar pemulihan jasa. Kinerja


perusahaan jasa dapat ditingkatkan dengan cara menyusun pedoman
pemulihan jasa yang berfokus pada penciptaan kepuasan pelanggan dan
keadilan Jasa. Salah satu contohnya, Samaritan Health Services di Amerika
merancang kebijakan pemulihan jasa spesifik yang mencakup tiga aspek
keadilan (outcome, procedure dun interactional fairness. Standar itu disebut

"AAAA" Action Plan for Service Recovery, yang meliputi


Anticipate mengantisipasi dan mengkorelat masalah sebelum timbul);
Acknowledge (mengakui adanya kesalahan manakain itu terjadi, tanpa
mencari kambing hitam atau mencari-cari alasan); Apologize (meminta maaf
atas kesalahan yang terjadi, bahkan sekalipun bukan perusahaan atau karyawan
yang salah); dan Amends (memberikan kompensasi atas kesalahan yang

17
terjadi, dengan Jalan mengambil tindakan korektif dan menindaklanjutinya
guna memastikan bahwa masalah itu telah terpecahkan).

Ketiga, menyediakan kemudahan akses dan respon yang efektif


melalul call centers Selain bermanfaat untuk mengurangi hambatan bag
keputusan pelanggan untuk menyampalkan komplain, call centers juga
berkontribusi atas ketiga dimensi keadilan melalui kemudahan dan
kenyamanan akses (24 jam sehari. 7 hari seminggu serta respon penanganan
masalah yang cepat

Dan keempat, menyusun database pelanggan dan produk. Database


menyangkut pelanggan (seperti prefereral pelanggan, pembelian, dan insiden
jasa), bisa menjadi sumber utama bagi pemecahan masalah dan pemulihan jasa
secara cepat dan efektif. Sebagai contoh, Disney Orientation Program yang
wajib diikuti semua karyawan. apapun posisinya, memberikan perhatian
khusus pada penanganan komplain dan pertanyaan dan pelanggan. Salah satu
aspek penting dalam orientasi Disney mengenai pemulihan Jasa adalah
penekanan pada pentingnya setiap kegagalan jasa dilaporkan kepada para
penyelia. Disney berusaha melacak kegagalan "moment of truth? dalam rangka
mengeliminasi sumber masalah pelanggan

3. Komunikasi dan klasifikasi kegagalan Jasa


Banyak perusahaan yang tidak mendokumentasi dan
mengkategorisasikan komplain secara memadai: akibat nya, proses belajar dari
pengalaman menjadi terhambat. Situasi semacam ini biasanya disebabkan oleh
empat faktor. Pertama, dalam banyak kasus, karyawan kurang perhatian dalam
mendengarkan uraian atau penjelasan rindi pelanggan mengenal masalah yang
terjadi. Kedua, banyak karyawan dan manajer yang lebih suka meng hindari
tanggung jawab atas masalah yang terjadi, sebaliknya, mereka malah
cenderung menyalahkan pelanggan. Ketiga, banyak komplain yang tidak
pernah ditangani atau diselesaikan. Pelanggan telah menyampaikan komplain
via telepon, langsung ke karyawan, serta mengirim surat komplain, namun
tetap saja tidak ada tindak lanjut Keempat, banyak pula perusahaan yang tidak
memiliki pendekatan sistematis dalam mengumpulkan dan mendistribusikan

18
Informasi komplain kepada setiap individu yang bertanggung Jawab atas
proses yang bermasalah.

Lantas, apa yang bisa dilakukan dalam rangka mendata,


menyebarluaskan dan mengklasifikasikan komplain secara baik? Berbagai
praktik yang diidentifikasi dalam Tahap 1 dan 2 proses pemulihan jasa dapat
digunakan Juga dalam Tahap 3 ini. Sebagai contoh, call centers mencatat data
rinci mengenal setiap komplain dan memas tkan bahwa Informasi tersebut
dapat diakses atau didistribusikan kepada semua manajer dan karyawan yang
membutuhkannya. Penekanan aspek pemulihan Jasa dalam pelatihan karyawan
lini depan dan pembentukan sikap "belajar dari kesalahan sangat penting
dalam rangka mendorong agar setiap komplain dilaporkan secara Internal.

Organisasi jasa dapat memfasilitasi data kegagalan secara efektif


melalui tiga cara:

a. Membuat formulir komplain internal — merupakan dokumen


internal yang dipergunakan untuk mencatat setiap kegagalan jasa.
Tujuannya untuk memfasilitasi organizational learning dan memastikan
bahwa komplain dapat diselesaikan secara adil, dan memiliki dampak
baik bagi perusahaan maupun pelanggan. Salah satu contoh untuk
mencatat kegagalan jasa dengan “customer action request form” seperti
perusahaan Xerox dimana catatan tersebut menyajikan informasi rinci
mengenai masalah-masalah pelanggan. Komplain diidentifikasi sebagai
kegagalan yang terjadi sehubungan dengan satu atau lebih dari 13
bidang bisnis, seperti kinerja produk, pengiriman, layanan, dan lain-
lain. Dalam formulir turut disediakan pula koding atau kategori yang
lebih rinci, misalnya 12 macam kode, seperti kesulitan mendapatkan
layanan, staf layanan tidak sanggup mengatasi masalah, dan lain-lain.

19
Pada intinya, formulir ini dirinci menjadi beberapa kode penting,
seperti kode pertama berkaitan dengan masalah yang terjadi (sumber
daya manusia, produk, atau kebijakan) dan kode kedua berkaitan
dengan salah satu dari tujuh faktor (sikap, komunikasi, pelatihan, etika,
human error, teknis, atau tagihan). Sedangkan kode ketiga berkaitan
dengan bidang bisnisnya (penjualan, layanan, pasokan, dan logistik).
Setiap formulir yang telah diisi lengkap diserahkan kepada
administrator relasi pelanggan, dari pengumpulan dan distribusi
harapannya akan memberikan informasi utama untuk penyempurnaan
jasa.

b. Mengakses komplain yang ditujukan pada karyawan lini pertama


— pelanggan akan bertanya atau mengajukan komplain kepada
karyawan yang mudah mereka jumpai. Misalnya, customer service.
Karena itu, perusahaan harus bisa memastikan bahwa setiap komplain
yang diterima di lapangan dikomunikasikan kepada penyelia atau
manajer. Dengan ini, para karyawan lini depan harus dilibatkan dalam
manajemen kualitas dan kepuasan pelanggan.

c. Mengkategorikan pelanggan yang melakukan komplain — terdapat


dua alasan utama yang mendukung pentingnya melacak siapa yang
melakukan komplain. Pertama, upaya pemulihan jasa yang efektif
dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Kedua, melacak pelanggan

20
yang sering mengajukan komplain atau tidak pernah puas dengan
segala upaya pemulihan jasa mungkin merupakan seorang “wrong
customers” atau konsumen yang harus dihindari (Lovelock, 1994).

4. Integrasi Data dan Penyempurnaan Jasa Keseluruhan


Perusahaan yang ingin menyempurnakan kualitas jasa harus
mengupayakan sumber informasi tambahan melalui manajemen data. Tujuan
manajemen data untuk memastikan bahwa organisasi jasa akan mendapatkan
informasi yang relevan, kredibel, tepat waktu, serta dapat disebarluaskan
kepada setiap anggota organisasi yang terlibat dalam keputusan investasi
kualitas jasa. Upaya penyempurnaan jasa meliputi:

a. Mengumpulkan data kualitas jasa — Pendekatan riset jasa


berorientasi pasar yang terdiri atas berbagai alat untuk perencanaan
penyempurnaan jasa dan alokasi sumber daya organisasi. Di antaranya:
survei pelanggan, survei karyawan, survei pesaing; mystery shopping;
focus group, customer and employee advisory panels, dan data kinerja.
b. Mendistribusikan data — data yang dikumpulkan dari berbagai
macam sumber harus tersedia dan dapat diakses oleh setiap anggota.
Dalam mendistribusikan data, terjadi pertemuan antar departemen
untuk saling bertukar informasi, gagasan, dan rencana dalam rangka
penyempurnaan proses jasa.
c. Investasi dalam penyempurnaan kualitas — perusahaan menetapkan
prioritas investasi dalam penyempurnaan jasa yang dapat menilai
dampak berbagai pilihan, misalnya meningkatkan fasilitas check-in di
front-desk VS menambah menu room-service di hotel terhadap
kepuasan pelanggan, meningkatkan minat pembelian ulang, menekan
biaya proses, dan memperluas pangsa pasar. Tujuannya untuk
mengidentifikasi alternatif penyempurnaan proses yang memiliki
pengaruh terbesar bagi profitabilitas pelanggan.

Riset pasar formal yang dirancang khusus untuk memahami penyebab


pelanggan beralih ke pemasok dapat membantu pencegahan kesalahan sama
secara berulang di masa depan. Disarankan akan lebih baik jika riset

21
difokuskan pada important customers atau profitable customers dan bukan
seluruh pelanggan yang mudah atau berpotensi beralih pemasok.

Penyebab spesifik beralihnya pelanggan begitu bervariasi. Menurut


Keaceney (1995) mengidentifikasi delapan penyebab utama pelanggan beralih
jasa (customer service switching behavior), yakni:

(1)harga — dapat terjadi apabila harga yang ditawarkan terlalu mahal atau
nilai yang diterima tidak sebanding dengan uang yang telah dikeluarkan.
Misalnya, jasa foto tidak memberikan hasil foto terbaik mereka atau jasa
potong rambut menetapkan harga tinggi, tetapi memberikan hasil yang biasa
saja; (2) ketidaknyamanan — lokasi, suasana, atmosfer; (3) kegagalan inti
jasa—output dari jasa foto memberikan hasil yang biasa, tidak ada spesial dari
hasil ataupun editing, sehingga menimbulkan kekecewaan; (4) kegagalan
interaksi jasa — tidak dapat memberikan pelayanan baik; (5) kegagalan
respon terhadap jasa — adanya komplain pelanggan tidak teratasi secara
baik/tidak responsif, tidak sopan, dll; (6) kompetisi — menemukan pelanggan
yang lebih baik; (7) masalah etis — kebohongan, dan konflik kepentingan;
dan (8) peralihan terpaksa (involuntary switching) — pelanggan pindah atau
penyedia jasa tutup. Praktiknya, beralihnya pelanggan dapat disebabkan oleh
kombinasi dari kedelapan faktor tersebut.

D. Garansi Jasa

Menurut Tjiptono (2019) definisi garansi adalah jaminan kualitas atau umur
pemakaian yang diharapkan atas produk yang dijual dan kerap kali disertai, seperti

22
janji pengembalian dana, reparasi, atau pengerjaan ulang. Terdapat tujuh alasan
spesifik manfaat dari garansi jasa, yakni:

a. Garansi yang bagus mendorong perusahaan untuk berfokus pada pelanggan.


Misalnya, perusahaan memberikan garansi penuh selama jangka waktu satu
tahun untuk pembelian elektronik.
b. Garansi yang efektif memberikan standar jelas bagi organisasi. Misalnya,
elektronik yang rusak selama masih dalam jangka waktu satu tahun akan
mendapatkan bebas biaya pada perbaikan.
c. Garansi yang baik mendorong umpan balik yang segera dan relevan bagi
pelanggan. Misalnya, perusahaan bertindak responsif;
d. Bila garansi diminta, maka ada peluang instan untuk melakukan perbaikan,
sehingga kepuasan dan loyalitas pelanggan bisa tetap dipertahankan;
e. Informasi yang didapatkan melalui garansi dapat dilacak dan diintegrasikan
dalam upaya penyempurnaan kualitas berkesinambungan;
f. Berbagai riset tentang dampak garansi jasa menunjukkan bahwa moral dan
loyalitas karyawan dapat ditingkatkan melalui penyediaan garansi, dan;
g. Bagi pelanggan, garansi mengurangi persepsi negatif mereka terhadap
berbagai tipe risiko jasa dan sebaliknya meningkatkan evaluasi positif terhadap
jasa perusahaan sebelum pembelian.

Secara garis besar, garansi yang efektif bisa meningkatkan profitabilitas


melalui peningkatan customer awareness, loyalitas pelanggan, komunikasi word of
mouth, reduksi biaya, reduksi perputaran karyawan, dan terciptanya budaya layanan
yang lebih kondusif. Garansi jasa bisa dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni:

a. Garansi kepuasan VS Garansi atribut jasa


Garansi jasa dapat berupa unconditional satisfaction guarantee dan
bisa pula garansi atribut jasa. Dalam tipe pertama, perusahaan menjanjikan
kepuasan pelanggan total. Garansi atribut jasa lebih berfokus pada aspek
tertentu dari jasa (misalnya tiap individu memiliki aspek sendiri2 sebagai
penilaian). Misalnya, iklan McDonalds, we’ll make it right or your next meal
is on us. Selain itu, terdapat perusahaan yang menerapkan combined guarantee
yang menggabungkan garansi kepuasan total dengan standar kinerja atribut
spesifik.

23
b. Garansi eksternal VS Garansi internal
Garansi eksternal adalah garansi yang diberikan kepada pelanggan
eksternal. Sementara garansi internal merupakan garansi yang ditujukan bagi
pelanggan internal (karyawan). Contoh garansi internal terdapat di perusahaan
dimana para wiraniaga menjamin ketepatan waktu dalam menyediakan semua
data spesifikasi yang dibutuhkan departemen produksi untuk melayani
pelanggan eksternal. Apabila wiraniaga gagal maka akan terdapat hukuman,
misalnya berupa menginput seluruh data spesifikasi ke komputer.
Menurut Hart (1988) terdapat empat karakteristik garansi yang
efektif, yakni:

a. Unconditional — garansi tidak bersama dengan aneka macam restriksi


atau pembatasan, maupun kondisi dan persyaratan birokratis. Misalnya,
jika terdapat keluhan perusahaan dapat menerima pengembalian produk
tanpa prosedur yang bertele-tele.
b. Bermakna (meaningful) — memberikan jaminan atas elemen jasa yang
penting bagi pelanggan dan menawarkan kompensasi yang dapat
menutupi ketidakpuasan.
c. Mudah dipahami dan dikomunikasikan oleh karyawan dan pelanggan.
d. Mudah diminta dan diterima, dalam artian tidak membutuhkan waktu
lama.

Namun, garansi jasa tidak selalu cocok bagi seluruh penyedia jasa.
Sejumlah isu yang perlu dipertimbangkan secara cermat pada tabel di bawah
ini (Tabel 12.4).

24
Selain itu, garansi jasa memungkinkan tidak cocok untuk beberapa
situasi. Terdapat enam indikator menunjukkan, seperti:

a. Kualitas jasa saat ini buruk;


b. Garansi tidak sejalan dengan citra dan reputasi kualitas perusahaan
yang sudah sangat tinggi. Misalnya, hotel bintang lima memberi garasi
yang tidak sesuai dengan citra dan reputasi mereka;
c. Kualitas jasa sangat sulit dikendalikan;
d. Biaya garansi, seperti ganti rugi atau biaya perbaikan kualitas lebih
besar (>) daripada manfaat yang diperoleh, seperti loyalitas, perbaikan
kualitas, peningkatan jumlah pelanggan baru, dan komunikasi gethok
tular;
e. Persepsi pelanggan terhadap risiko jasa tergolong rendah dan harga jasa
relatif tidak terlalu mahal;
f. Persepsi terhadap variabilitas kualitas jasa antar pesaing relatif kecil.

25
BAB III

KESIMPULAN

Penyedia jasa telah berupaya sebaik mungkin untuk memuaskan pelanggan, tetapi
kerap kali pemasar menemui kegagalan. Kegagalan jasa sulit dihindari disebabkan oleh,
perusahaan sendiri, karyawan, dan pelanggan. Setiap perusahaan melakukan kesalahan, tetapi
cara menangani masalah dan belajar dari kegagalan merupakan faktor kritis yang menentukan
keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam mempertahankan pelanggan. Terdapat empat
proses pemulihan jasa, yakni: (1) mengidentifikasi kegagalan jasa; (2) memecahkan masalah
pelanggan; (3) mengkomunikasikan dan mengklasifikasikan kegagalan jasa; dan (4)
mengintegrasi data dan menyempurnakan jasa keseluruhan. Selain itu, konsep garansi jasa
mulai berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, garansi jasa belum tentu
cocok diterapkan untuk seluruh jenis penyedia jasa.

26
DAFTAR PUSTAKA

Tjiptono, Fandy,Ph,D (2018), Pemasaran Jasa: Prinsip, Penerapan, dan Penelitian (edisi
terbaru), Yogyakarta: Penerbit Andi
Bisnis.com, Dany Saputra (22 April 2022-21.28 WIB) dengan judul KAI Gantungkan Asa
Pemulihan Kinerja Lewat Mudik Lebaran diakses pada tanggal 08 Mei 2022 pukul
19.56 WIB, pada https://m.bisnis.com/ekonomi-
bisnis/read/20220422/98/1526097/kai-gantungkan-asa-pemulihan-kinerja-lewat-
mudik-lebaran#

27

Anda mungkin juga menyukai