Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Kelompok 1
EM-B
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat izin dan karunia-Nya
penyusunan makalah yang berjudul “Manajemen Pemulihan Jasa” ini dapat selesai dengan
lancar. Penyelesaian makalah ini tidak akan berjalan lancar apabila tidak ada dukungan dari
beberapa pihak, berupa motivasi, bimbingan, dan pengajaran, serta pengarahan penulisan
makalah. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah mendukung tersusunnya makalah ini. Ucapan terima kasih tersebut penyusun
sampaikan kepada:
1. Bapak Drs. Hadi Oetomo, M.M, selaku dosen mata kuliah Manajemen Pemasaran
Jasa.
2. Serta semua pihak dan teman-teman yang membantu memperlancar penyusunan
makalah ini.
Semoga bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak ini mendapatkan pahala dari Allah SWT
dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi sesama. Kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan bagi penyusun demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemulihan jasa merupakan salah satu determinan signifikan kepuasan,
loyalitas, dan retensi pelanggan Meta analisis yang dilakukan de Maks, Henrique dan
Rossi (2007) menyimpulkan bahwa pemulihan jasa berpengaruh besar terhadap
kepuasan pelanggan. Sedangkan menurut Lovelock (2001) definisi pemulihan jasa
merupakan tindakan yang dilakukan penyedia jasa untuk menyelesaikan masalah
yang diakibatkan terjadi nya kegagalan jasa dan untuk mempertahankan customer
goodwill. Peranan pemulihan jasa dalam pemasaran jasa sangat krusial. Kepuasan
terhadap pemulihan jasa berkontribusi pada minat pembelian ulang, loyalitas dan
komitmen pelanggan, kepercayaan komunikasi berupa gethok tular yang positif, dan
persepsi pelanggan terhadap keadilan (Hoffman & Kelley, 2000; Mattila, 2001).
Dengan ini, pemulihan jasa sangat penting dilakukan oleh perusahaan karena
berdampak pada reputasi dan profitabilitas perusahaan kedepannya. Pemulihan jasa
sebagai bahan evaluasi perusahaan dengan beberapa tindakan yang dapat dilakukan,
seperti peningkatan respon karyawan yang sesuai dengan permintaan atau keluhan
yang hadir dan peningkatan tindakan karyawan yang sesuai dengan harapan
pelanggan, misalnya cekatan, ramah, disiplin, tanggap, responsif, dan lain-lain.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep manajemen pemulihan jasa?
2. Bagaimana cara melakukan identifikasi kegagalan jasa?
3. Bagaimana mekanisme proses pemulihan jasa?
4. Bagaimana cara garansi jasa dalam upaya mengantisipasi pemulihan
kegagalan jasa?
5. Bagaimana mengklasifikasikan tipe-tipe kegagalan jasa?
C. Tujuan
1. Memberikan informasi terkait konsep manajemen pemulihan jasa
2. Memberikan informasi terkait cara untuk melakukan identifikasi kegagalan
jasa
3. Mengetahui proses mekanisme pemulihan jasa
3
4. Memberikan informasi terkait cara dalam memberikan garansi sebagai bentuk
antisipasi kegagalan jasa
5. Memberikan informasi mengenai klasifikasi tipe kegagalan jasa
D. Manfaat
1. Bagi pembaca
Memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai cara dalam melakukan
manajemen pemulihan jasa
2. Bagi penulis
Mampu melakukan analisis terkait upaya dalam melakukan pengembangan
pemulihan jasa serta menambah wawasan penulis terkait manajemen
pemulihan jasa
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
"A good recovery can tum angry, frustrated customers into loyal one
Pemulihan jasa merupakan salah satu determinan signifikan kepuasan, loyalitas, dan
retensi pelanggan Meta analisis yang dilakukan de Maks, Henrique dan Rossi (2007)
menyimpulkan bahwa pemulihan jasa berpengaruh besar terhadap kepuasan
pelanggan. Temuan ini mengkonfirmasi Service Recovery Parade (SRP), yang
didefinisikan sebagai situasi kepuasan naska-kegagalan layanan (post-failure
satisfaction lebih besar bandingkan kepuasan sebelum terjadinya kegagalan layanan
(veure satisfaction (McCollouth & Bharadwaj, 1992).
Upaya mempertahankan jalinan relasi dengan pelanggan yang tidak puas melalui
implementasi kebijakan pemulihan jasa yang efektif telah menjadi fokus utama
sebagian besar strategi retensi pelanggan. Pada hakikatnya, pemulihan jasa merupakan
tindakan yang dilakukan penyedia jasa untuk menyelesaikan masalah yang
diakibatkan terjadi nya kegagalan jasa dan untuk mempertahankan customer's
goodwill (Lovelock 2001). Dalam program pemulih Jasa formal perusahaan-
perusahaan menambah manfaat-manfaat pokok yang ditawarkan produk inti dan
meningkatkan komponen layanan dalam rantai nilai perusahaan (Kotler & Keller,
2012)
Sekalipun organisasi jasa telah berusaha melakukan yang terbaik dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan keinginan kelirunya, kerap kali tetap saja kegagalan jasa
(service forel tidak terelakkan. Misalnya, kedatangan dan keberangkatan pesawat
terlambat, staf berlaku kasar atau tidak sopan, hasil cukur rambut tidak sesuai
harapan, dan persoalan-persoalan lainnya. Menurut Denham (1998), secara garis besar
masalah-masalah yang dihadapi setiap perusahaan bisa ditelusuri dari tiga sumber
utama: (1) 40% masalah disebabkan oleh perusahaan sendiri, misalnya Janji yang
5
berlebihan; (2) 20% masalah disebabkan karyawan, misalnya perlakuan kasar dan
tidak sopan: dan (3) 40% sisanya disebabkan pelanggan, misalnya tidak teliti
membaca instruksi atau petunjuk yang diberikan. Setiap perusahaan pasti membuat
kesalahan. Namun, bagaimana kesalahan itu ditangani merupakan faktor kunci yang
menentukan keberhasilan atau kegagalan mempertahankan pelanggan.
Bila perusahaan acuh tak acuh atau malah menerima kegagalan jasa sebagai bagian
dari bisnisnya sehari-tan malu perusahaan bersangkutan bakal mendapat masalah
besar, bahkan bisa kehilangan bisnisnya. Kunci sukses setiap perusahaan adalah
bersikap proaktif dalam menekan setiap kemungkinan terjadinya kegagalan justru
membekali karyawan dengan serangkaian alat pemulihan (recovery) yang efektif guna
memperbaiki service encounter manakala terjadi kegagalan dalam memuaskan
harapan pelanggan.
Faktor penyebab utama kegagalan jasa yang bersifat inheren dalam service encounter
adalah karakteristik unik jasa yang membedakannya dari barang. Dikarenakan sifat
intangibility, perbandingan antara persepsi dengan harapan oleh pelanggan menjadi
proses evaluasi yang sangat subyektif. Konsekuensinya, tidak semua pelanggan bakal
merasa puas. Berkaitan dengan sifat heterogenitas, dalam proses penyampaian jasa
akan terdapat agai variasi dan akibatnya, tidak semua service encounter akan
samalldentik. Sifat perishability menyebabkan penawaran dan permintaan jasa sangat
sulit diselesaikan. Implikasinya, pelanggan jasa akan mengalami penundaan dalam
layanan dan waktu ke waktu, sementara ada kalanya pekerja jasa kehilangan
kesabaran dalam usahanya memenuhi begitu banyaknya tuntutan dari para pelanggan
yang tak sabar dan panik. Selain itu, karakteristik inseparability menempatkan
penyedia jasa dalam interaksi langsung (face to face dengan pelanggan. Interaksi
langsung dan partisipasi pelanggan dalam proses produksi Jasa sangat potensial
menimbulkan berbagai macam masalah, terutama menyangkut kualitas Jasa
Kegagalan jasa terjadi pada berbagai critical incidents dalam service encounters.
Setiap service encounters terbentuk dari sejumlah critical incidents atau "moments of
truth, yaitu momen Interaksi spesifik dan aktual antara pelanggan dengan karyawan
penyedia jasa, terutama yang memuaskan dan tidak memuaskan. Beberapa contoh
kegagalan jasa yang terjadi dalam critical incidents jasa penerbangan antara lain:
6
kekeliruan dalam penanganan bagasi layanan yang lambat, sikap petugas yang tidak
simpatik, dan perubahan skedul penerbangan tanpa pemberitahuan.
7
Tipe ini merupakan kegagalan dalam penawaran jasa inti perusahaan. Dalam
konteks perusahaan penerbangan, contoh kegagalan semacam ini antara lain:
menghidangkan makanan yang sudah dingin atau tidak segar, keliru
menangani bagasi penumpang tidak mengumumkan perubahan skedul
penerbangan; kondisi pesawat yang jorok; kekurangan stok (seperti makanan,
minuman, selimut, bantal, headphone, dan lain-lain); dan jumlah pra
mugan/pramugara yang tidak memadai untuk melayani kebutuhan para
penumpang Semua aktivitas ini berkaitan langsung dengan jasa Inti
perusahaan penerbangan. Secara garis besar, kegagalan sistem penyampaian
Jasa terdiri atas respon karyawan terhadap tiga tipe kegagalan jasa:
8
● Kebutuhan spesial, yaitu permintaan yang didasarkan pada
pertimbangan medis, religius, diet, psikologis, bahasa, atau sosiologis
khusus pelanggan. Misalnya, menyediakan makanan khusus untuk
vegetarian merupakan upaya memenuhi permintaan spesial".
● Respon karyawan terhadap preferensi pelanggan, menyangkut
kemampuan karyawan memodifikasi sistem penyampaian jasa
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi preferensi khusus
pelanggan yang bukan disebabkan masalah medis, religius, diet,
psikologis, bahasa, maupun sosiologis mereka. Contoh tipikal
preferensi pelanggan restoran adalah permintaan mereka agar
hidangannya ditukar atau diganti.
● Respon karyawan terhadap kesalahan pelanggan (customer erron),
meliputi skenario dimana kegagalan jasa disebabkan kesalahan
pelanggan yang diakuliditerima, seperti tiket dan kunci kamar hotel
yang hilang
● Respon karyawan terhadap disruptive others (pelanggan atau pihak-
pihak tertentu yang mengganggu penga Jaman Jasa pelanggan lainnya),
berkenaan dengan kemampuan karyawan dalam menenangkan situasi
atau menyelesaikan perselisihan antar pelanggan. Misalnya, meminta
penonton bioskop agar tenang/diam selama pertunjukan, atau meminta
perokok agar tidak merokok di ruangan-ruangan restoran yang tidak
boleh ada asap rokok
Tipe ini menyangkut kejadian dan perilaku karyawan (yang baik maupun yang
jelek) yang sama sekali tidak diharapkan pelanggan. Tindakan-tindakan ini
üdak diminta pelanggan dan juga tidak menjadi bagian dari sistem
penyampaian Jasa Inti. Kategori Ini terdiri atas lima macam:
9
negatif berkenaan dengan sikap karyawan yang acuh tak acuh atau
mengabaikan pelanggan.
● Tindakan luar biasa (unusual actions) yang mencerminkan kejadian
positif dan negatif, di mana karyawan merespon dengan tindakan yang
di luar kebiasaan. Contoh kejadian positif di antaranya: perhatian
khusus pada hari ulang tahun pelanggan dan sikap empati atas masalah
atau musibah yang dialami pelanggan. Sedangkan contoh kejadian
negatif antara lain: ketidaksopanan atau tutur kata yang kasar.
● Norma kultural, mengacu pada tindakan-tindakan karyawan Jasa yang
secara positif memperkuat norma kultural (seperti kesamaan hak,
keadilan, dan kejujuran), serta yang melanggar norma sosial
masyarakat. Pelanggaran norma sosial meliputi perilaku diskriminatif:
tindakan tidak jujur seperti berdusta dan mencuri: serta aktivitas-
aktivitas lainnya yang dianggap tidak fair oleh pelanggan.
● Gestalt yaitu evaluasi pelanggan yang dibuat secara holistik dan tidak
merinci atau menspesifikasi kejadian individual yang dianggap gagal
atau bermasalah. Dalam hal ini, pelanggan hanya menggunakan
ungkapan penilaian menyeluruh (overall terms). Contoh komplain yang
bisa dikategorikan evaluasi Gestalt adalah komentar pelanggan seperti
"Tidak bisa dibayangkan betapa buruknya kami diperlakukan para
karyawan perusahaan penerbangan Anda!" tanpa menyebutkan aspek
kegagalannya.
● Adverse conditions meliputi tindakan positif dan negatif karyawan
dalam kondisi penuh tekanan (stressful). Pelanggan akan sangat
terkesan bila ada karyawan perusahaan jasa yang bisa mengendalikan
secara efektif situasi di mana hampir semua orang di sekitarnya sudah
kehilangan akal'. Sebaliknya, tindakan anak buah kapal dan kapten
kapal yang bakal tenggelam naik sekoci sebelum penumpang
dikategorikan sebagai tindakan negatif dan tidak bertanggung jawab
dalam situasi penuh tekanan.
Konsep pemulihan jasa (service recovery) mengalami evolusi dari waktu ke waktu.
Sebelum dekade 1970-an dan awal 1980-an, Istilah ini mengacu pada upaya
10
memperbaiki kerusakan komputer atau alat telekomunikasi, atau menangani
kerusakan setelah terjadinya bencana alam. Akan tetapi, mulai awal 1970-an dan
berlanjut pada dekade berikutnya, para pemasar mulai menekankan bukan hanya pada
insiden pemulihan jasa dalam konteks reaktif (memecahkan masalah jasa spesifik),
namun juga berfokus pada manfaat pemulihan dalam jangka panjang (seperti
peningkatan loyalitas pelanggan dan komunikasi gethok tular yang lebih positif.
Artikel klasik yang dipublikasikan Hart et al. (1990) berjudul "The Profitable Art of
Service Recovery memicu perubahan pandangan ke arah perspektif strategik dan
proaktif yang menempatkan pemulihan jasa pada peranan yang lebih signifikan dalam
konteks persaingan bisnis.
11
Gambar 12.3 Relationship-Focused service recover, Brown (1996)
Proses pemulihan jasa yang efektif dan komprehensif terdiri atas empat tahap
utama: (1) mengidentifikasi kegagalan Jasa (service failure). (2) memecahkan
masalah pelanggan; (3) mengkomunikasikan dan mengklasifikasikan kegagalan jasa;
dan (4) mengintegrasikan data dan menyempurnakan jasa keseluruhan (Tax & Brown,
1998; lihat Gambar 12.4).
12
sistem jasa. Sedangkan kepuasan pelanggan diwujudkan oleh karyawan yang puas,
loyal, dan produktif. Dengan demikian, dampak pemulihan jasa dapat ditelusuri
melalui penyempurnaan sistem jasa (Tahap 4) dan melalui dampak langsung
penanganan komplain pelanggan terhadap kepuasan (Tahap 21.
1. Identifikasi Kegagalan Jasa
Hambatan terbesar dalam upaya pemulihan jasa dan organization
learning adalah fakta bahwa hanya sekitar 5-10% dari pelanggan yang tidak
puas yang melakukan komplain atas kegagalan jasa (TARP, 1986). Sebagian
besar dari mereka justru memilih beralih pemasok atau berusaha membalas
dendam' dengan jalan menyampaikan komentar negatif kepada pihak-pihak
lain. Riset yang dilakukan Tax & Brown (1998) mengidentifikasi empat
penyebab utama mengapa pelanggan enggan menyampaikan komplain: (1)
pelanggan yakin bahwa organisasi bersangkutan tidak akan responsif; (2)
mereka enggan mengkonfrontasikan tanggung jawab individual atas kegagalan
yang terjadi; (3) mereka kurang memaham! hak-hak mereka dan tanggung
jawab perusahaan; dan (4) mereka mengkhawatirkan blaya tinggi berkenaan
dengan waktu dan usaha untuk menyampaikan komplain.
13
b. Mengkomunikasikan Pentingnya Pemulihan Jasa. Pemulihan jasa
berkaitan erat dengan upaya mewujudkan kepuasan pelanggan dan
meningkatkan relasi dengan pelanggan. Dalam hal ini, karyawan
memainkan peranan vital, baik sebagai pendengar yang baik (atas
segala keluhan, masalah maupun saran pelanggan, penyampaian
Informasi kepada pihak manajemen, maupun sebagai fasilitator
pemulihan jasa. Arti penting pemulihan jasa dikomunikasikan lewat
beberapa cara. Perusahaan terkenal seperti Promus Corp dan
Nordstrom, misalnya, menegaskan hal itu lewat nilai perusahaan
berupa "The customer is always right” UPS menggunakan fasilitas
pelatihan manajemen kualitasnya untuk mengkomunikasikan arti
penting pemecahan masalah pelanggan dan belajar dari kegagalan.
Sementara itu, setiap karyawan The Ritz-Carlton, mulai dari CEO
sampai busboys mendapatkan sebuah kartu seukuran dompet berisi
core values organisasi dan 20 pernyataan pedoman layanan pelanggan
yang disebut "The Ritz-Carlton Basics". Komunikasi nilai pemulihan
jasa lewat cara-cara ini bisa mencip akan atmosfer yang kondusif bagi
identifikasi kegagalan dan realisasi pemulihan jasa yang efektif.
14
dan Internet websites untuk menangani kontak pelanggan, termasuk
komplain, sudah mulai banyak allerapkan berbagai perusahaan.
Pendekatan seperti ini memberikan kemudahan dan akses 24 jam yang
cepat serta murah bagi setiap pelanggan. Terlebih lagi, banyak
konsumen yang merasa lebih nyaman bila menyampaikan komplain
lewat telepon ketimbang atap muka langsung.
15
Tabel 12.2 merangkum beberapa prinsip utama berkaitan dengan ketiga tipe
keadilan ini, sedangkan Tabel 12.3 menampilkan sejumlah contoh praktik
yang memicu penilaian tidak adil terhadap perilaku penyedia jasa. Secara garis
besar, ada beberapa cara untuk mewujudkan ketiga aspek pemulihan jasa ini :
16
Keterampilan memahami dan 'mengelola' emosi pelanggan sangat
dibutuhkan dalam manajemen komplain yang efektif (Edwardson,
1998). Kendala kedua, karyawan seringkali tidak memiliki wewenang
untuk menangani masalah. Situasi seperti ini tidak saja membuat
pelanggan frustasi, namun juga karyawan bersangkutan, terutama jika
pelanggan mengharapkan tindakan sesegera mungkin.
17
terjadi, dengan Jalan mengambil tindakan korektif dan menindaklanjutinya
guna memastikan bahwa masalah itu telah terpecahkan).
18
Informasi komplain kepada setiap individu yang bertanggung Jawab atas
proses yang bermasalah.
19
Pada intinya, formulir ini dirinci menjadi beberapa kode penting,
seperti kode pertama berkaitan dengan masalah yang terjadi (sumber
daya manusia, produk, atau kebijakan) dan kode kedua berkaitan
dengan salah satu dari tujuh faktor (sikap, komunikasi, pelatihan, etika,
human error, teknis, atau tagihan). Sedangkan kode ketiga berkaitan
dengan bidang bisnisnya (penjualan, layanan, pasokan, dan logistik).
Setiap formulir yang telah diisi lengkap diserahkan kepada
administrator relasi pelanggan, dari pengumpulan dan distribusi
harapannya akan memberikan informasi utama untuk penyempurnaan
jasa.
20
yang sering mengajukan komplain atau tidak pernah puas dengan
segala upaya pemulihan jasa mungkin merupakan seorang “wrong
customers” atau konsumen yang harus dihindari (Lovelock, 1994).
21
difokuskan pada important customers atau profitable customers dan bukan
seluruh pelanggan yang mudah atau berpotensi beralih pemasok.
(1)harga — dapat terjadi apabila harga yang ditawarkan terlalu mahal atau
nilai yang diterima tidak sebanding dengan uang yang telah dikeluarkan.
Misalnya, jasa foto tidak memberikan hasil foto terbaik mereka atau jasa
potong rambut menetapkan harga tinggi, tetapi memberikan hasil yang biasa
saja; (2) ketidaknyamanan — lokasi, suasana, atmosfer; (3) kegagalan inti
jasa—output dari jasa foto memberikan hasil yang biasa, tidak ada spesial dari
hasil ataupun editing, sehingga menimbulkan kekecewaan; (4) kegagalan
interaksi jasa — tidak dapat memberikan pelayanan baik; (5) kegagalan
respon terhadap jasa — adanya komplain pelanggan tidak teratasi secara
baik/tidak responsif, tidak sopan, dll; (6) kompetisi — menemukan pelanggan
yang lebih baik; (7) masalah etis — kebohongan, dan konflik kepentingan;
dan (8) peralihan terpaksa (involuntary switching) — pelanggan pindah atau
penyedia jasa tutup. Praktiknya, beralihnya pelanggan dapat disebabkan oleh
kombinasi dari kedelapan faktor tersebut.
D. Garansi Jasa
Menurut Tjiptono (2019) definisi garansi adalah jaminan kualitas atau umur
pemakaian yang diharapkan atas produk yang dijual dan kerap kali disertai, seperti
22
janji pengembalian dana, reparasi, atau pengerjaan ulang. Terdapat tujuh alasan
spesifik manfaat dari garansi jasa, yakni:
23
b. Garansi eksternal VS Garansi internal
Garansi eksternal adalah garansi yang diberikan kepada pelanggan
eksternal. Sementara garansi internal merupakan garansi yang ditujukan bagi
pelanggan internal (karyawan). Contoh garansi internal terdapat di perusahaan
dimana para wiraniaga menjamin ketepatan waktu dalam menyediakan semua
data spesifikasi yang dibutuhkan departemen produksi untuk melayani
pelanggan eksternal. Apabila wiraniaga gagal maka akan terdapat hukuman,
misalnya berupa menginput seluruh data spesifikasi ke komputer.
Menurut Hart (1988) terdapat empat karakteristik garansi yang
efektif, yakni:
Namun, garansi jasa tidak selalu cocok bagi seluruh penyedia jasa.
Sejumlah isu yang perlu dipertimbangkan secara cermat pada tabel di bawah
ini (Tabel 12.4).
24
Selain itu, garansi jasa memungkinkan tidak cocok untuk beberapa
situasi. Terdapat enam indikator menunjukkan, seperti:
25
BAB III
KESIMPULAN
Penyedia jasa telah berupaya sebaik mungkin untuk memuaskan pelanggan, tetapi
kerap kali pemasar menemui kegagalan. Kegagalan jasa sulit dihindari disebabkan oleh,
perusahaan sendiri, karyawan, dan pelanggan. Setiap perusahaan melakukan kesalahan, tetapi
cara menangani masalah dan belajar dari kegagalan merupakan faktor kritis yang menentukan
keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam mempertahankan pelanggan. Terdapat empat
proses pemulihan jasa, yakni: (1) mengidentifikasi kegagalan jasa; (2) memecahkan masalah
pelanggan; (3) mengkomunikasikan dan mengklasifikasikan kegagalan jasa; dan (4)
mengintegrasi data dan menyempurnakan jasa keseluruhan. Selain itu, konsep garansi jasa
mulai berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, garansi jasa belum tentu
cocok diterapkan untuk seluruh jenis penyedia jasa.
26
DAFTAR PUSTAKA
Tjiptono, Fandy,Ph,D (2018), Pemasaran Jasa: Prinsip, Penerapan, dan Penelitian (edisi
terbaru), Yogyakarta: Penerbit Andi
Bisnis.com, Dany Saputra (22 April 2022-21.28 WIB) dengan judul KAI Gantungkan Asa
Pemulihan Kinerja Lewat Mudik Lebaran diakses pada tanggal 08 Mei 2022 pukul
19.56 WIB, pada https://m.bisnis.com/ekonomi-
bisnis/read/20220422/98/1526097/kai-gantungkan-asa-pemulihan-kinerja-lewat-
mudik-lebaran#
27