Disusun oleh ;
Ardi Wiguna Pamungkas (204010259)
Anggi Eko Prasetyo (204010259)
Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya, Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Manajemen Pemasaran, dengan judul : “
Complaint and Handling Service Recovery “
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak.
Dalam hal ini kami telah berusaha semaksimal mungkin agar peny8usunan makalah ini
menjadi sempurna seperti yang diharapkan.
Semoga upaya yang telah dilakukan kami dapat membawa manfaat dan kebaikan.
Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………….3
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………iii
ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemasaran online adalah salah satu jenis pemasaran yang banyak digunakan
untuk menjual produk atau jasa dan untuk menjangkau konsumen menggunakan saluran
internet. pemasaran online melalaui internet marketing 2 termasuk saluran yang menggunakan
internet. Ini termasuk media sosial seperti facebook, instagram, website, dan lain-lain. Hal ini
menimbulkan pengaruh besar bagi kehidupan penduduk di Indonesia.
Tax dan Brown (1998) (dalam Kau dan Loh, 2006) mengemukakan bahwa pemulihan
jasa dipersepsikan oleh pelanggan dalam tiga bentuk tindakan dan perlakuan yang adil, yakni:
Outcomes fairness, Procedural fairness, dan Interactional fairness. Peranan pemulihan jasa atau
service recovery pada pemasaran jasa sangat penting. Kepuasan konsumen terhadap proses
pemulihan jasa berkontribusi pada minat pembelian ulang (repeat purchase), loyalitas dan
komitmen (trust), komunikasi gethok tular (word of mouth) positif, dan persepsi pelanggan
terhadap keadilan atau fairness (Tjiptono, 2004:465). Konsumen yang mengeluh akan lebih
memungkinkan untuk melakukan pembelian berulang ketika keluhan mereka direspon dan
dipulihkan secara memuaskan. Lebih lanjut, proses 3 pemulihan layanan yang dilakukan
1
dengan tepat, cepat serta memuaskan dapat meningkatkan pembelian berulang (repurchase
intentions).
The Justice Theory (Clemmer & Schneider, 1996) atau teori keadilan menyatakan
bahwa pelanggan mengevaluasi keadilan dari service recovery melalui tiga dimensi yaitu : -
Pertama, Distributive justice atau keadilan distributif mengacu pada hasil yang diterima.
Kompensasi dianggap efektif untuk mengembalikan persepsi konsumen terhadap keadilan
distributive. - Dimensi kedua: Procedural justice atau keadilan prosedural, yakni mengacu pada
proses, kebijakan dan peraturan dimana keputusan terhadap service recovery dibuat. Kecepatan
penanganan atas service failure atau penanganan keluhan adalah penentu terbesar dalam
persepsi konsumen terhadap keadilan prosedural. - Dimensi ketiga adalah Interactional justice
atau keadilan interaksional. Berfokus pada perlakuan interaksional pada proses service recovery
termasuk diantaranya permintaan maaf, pemberian pertolongan, kesopanan dan empati dari
karyawan pada saat proses recovery
B. Rumusan Masalah
2
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam memberikan pelayanan kepada pela nggan terkadang terjadi kesalahan ataupun
kegagalan pelayanan. Untuk mengatasi dampak negative kegagalan pelayanan tersebut
diperlukan pemulihan layanan (service recovery). Pemulihan layanan memiliki peran penting
dalam mencapai kepuasan pelanggan. Selain itu, pemulihan layanan memberikan bukti
seberapa besar komitmen penyedia jasa terhadap kepuasan dan kualitas pelayanan pelanggan.
Dalam jangka panjang, pemulihan layanan mempengaruhi loyalitas pelanggan dan profitabilitas
perusahaan di masa depan.
Untuk memberikan pemulihan layanan yang baik, penyedia jasa memang harus
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Namun, perusahaan harus melihat upaya pemulihan
layanan bukan sebagai pusat biaya, melainkan pusat keuntungan (profit center). Pemulihan
layanan memberikan keuntungan melalui kepuasan dan dan loyalitas pelanggan.
Pelanggan jasa yang loyal akan memberikan keuntungan, seperti menurunkan biaya
promosi dan meningkatkan pendapatan (revenue). Informasi dari mulut ke mulut (word-of-
mouth-WOM) yang terjadi antara pelanggan dan orang-orang disekitarnya adalah promosi
gratis yang efektif. Peningkatan pendapatan diperoleh dari pelanggan loyal yang kurang sensitif
terhadap perubahan harga sehinggan penyedia jasa bisa mengambil keuntungan lebih.
Perusahaan yang berintegritas kepada pelayanan berkualitas dan yang memiliki perilaku
proaktif terhadap pelayanan berkualitas, pasti akan melakukan pemulihan pelayanan secepat
mungkin. Perusahaan tidak akan sekedar meminta maaf tapi bekerja cepat, bekerja tanpa lelah,
bekerja dengan penuh semangat, bekerja dengan antusias, dan bekerja dengan cerdas untuk
memulihkan pelayanan dan memberikan yang terbaik buat pelanggan.
Setiap orang di perusahaan sangat berpotensi membuat kesalahan yang disengaja maupun
yang tidak disengaja terhadap kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Dan hal ini dapat membuat
pelanggan marah dan kecewa terhadap pelayanan perusahaan. Dalam jangka pendek, dengan
meminta maaf kepada pelanggan untuk kesalahan yang dibuat dapat membuat pelanggan
memaafkan. Dalam jangka panjang, bila kesalahan berlangsung beberapa kali, maka pelanggan
setia berpotensi pergi dari perusahaan, dan mungkin akan menjadi pelanggan setia dari pesaing.
Padahal setiap rupiah yang dihasilkan perusahaan berasal dari kontribusi para pelanggan.
3
Seorang pelanggan pergi, berarti perusahaan akan kehilangan sebuah potensi bisnis yang besar,
dan hal ini secara perlahan akan merugikan bisnis perusahaan di masa depan.
Bekerjalah untuk melakukan pemulihan layanan di saat pelanggan merasa tidak terlayani
dengan baik. Pastikan bahwa setiap keluh kesah dan perasaan tidak nyaman pelanggan dapat
dijawab melalui cara pelayanan perusahaan yang menciptakan kepuasaan, kebahagiaan dan
kenyamanan.Setiap orang di perusahaan wajib memiliki empati terhadap kebutuhan pelanggan,
dan haurs cerdas melakukan identifikasi terhadap perasaan tidak puas pelanggan. Lalu, mencari
cara untuk menghilangkan emosi mengeluh dan emosi tidak puas si pelanggan. Setiap karyawan
dan pimpinan di perusahaan harus memiliki nilai-nilai positif dalam karakter diri agar dapat
memiliki kekuatan dan kemampuan untuk meminta maaf, mendengar, berempati, menawarkan
solusi, memperbaiki kesalahan, dan memperbaiki janji-janji yang tidak mampu diberikan.
Termasuk, kecerdasan diri untuk membangun relasi berkualitas yang positif dengan semua
pelanggan.
Dalam pelayanan dan produktivitas yang berkualitas hal yang pertama dilakukan
adalah melakukan pelayanan dengan benar. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa
kegagalan dalam pelayanan sering kali terjadi dan kadang-kadang dengan alasan berada di luar
kendali dari suatu perusahaan (kejadian yang berkaitan dengan kondisi alam), sehingga dalam
proses pelayanan jasa, rentan terhadap kegagalan. Karakteristik layanan seperti kinerja terkini,
interaksi pelanggan dan pelanggan sebagai produk jasa, sangat berpeluang untuk terjadinya
kegagalan pelayanan. Perusahaan dituntut untuk dapat menangai dan menyelesaikan masalah
yang sering terjadi. Dan hal ini sangatlah menentukan kemampuan perusahaan untuk dapat
membangun loyalitas pelanggan.
2.3 Respon Pelanggan Terhadap Pelayanan (Customer Response Options to Service
Failures)
Jika pelanggan mengalami kegagalan pelayanan seperti halnya ketidakpuasan pelayanan,
maka pelanggan biasanya melakukan beberapa tindakan sebagai respon atas ketidakpuasan
tersebut. Berikut adalah Model respon atas kegagalan pelayanan
4
1. Melakukan beberapa tindakan publik(mengadu ke perusahaan, mengadu ke pihak
ketiga seperti kelompok advokasi pelanggan urusan konsumen atau badan peraturan,
danjuga pula melakukan tindakan hukum seperti pengadilan sipil maupun pidana).
2. Melakukan beberapa tindakan pribadi(meninggalkan atau mengganti perusahaan
penyedia layanan).
3. Tidak melakukan apa-apa.
Pelanggan dapat melakukan salah satu atau kombinasi dari alternatif pengaduan Dan pihak
managemen perusahaan perlu menyadari bahwa dampak dari ketidakpuasan dapat berakibat
fatal (beralihnya pelanggan kepada kompetitor)
c) Why don’t unhappy customers complain (Mengapa Pelanggan Yang Tidak Senang
Mengeluh)
Adapun beberapa alasan, mengapa pelanggan tidak melakukan penggaduan.
1. Pelanggan tidak ingin meluangkan waktu untuk mengirimkan surat, email, mengisi
formulir, menelpon dengan alasan layanan tidak sepadan dengan tindakan yang akan
mereka lakukan
2. Pelanggan menganggap bahwa tidak ada tindakan perbaikan yang signifikan dan
mengganggap bahwa tidak ada dari pihak manajemen yang memikirkan masalah tersebut
serta menyelesaikan
3. Pelanggan tidak tempat untuk melakukan pengaduan layanan
4. Tidak ingin terlibat dalam konfrontasi yang melibatkan dengan orang yang dikenal
5. Pengaruh dari norma-norma sosial suatu tempat(masyarakat indonesia lebih permisif)
6. “Bargaining power” palanggan terhadap penyedia layanan.
6
tingkat sosial-ekonomi rendah. Dengan kata lain, pelanggan yang cenderung mengeluh adalah
pelanggan yang memahami dengan dengan produk yang digunakan
f.) What Do Customer Expect Once They Have Made A Complaint (Apa yang di
Harapkan Pelanggan setelah Mereka Mengajukan Keluhan)
Pelanggan yang mengalami kegagalan pelayanan berharap untuk mendapatkan
kompensasi yang memadai, kan tetapi banyak pelanggan yang merasa tidak diperlakukan
dengan adil atau tidak mendapatkan kompensasi yang memadai sehingga pelanggan cenderung
emosi dan cenderung bertahan terhadap pendapat mereka.
Terdapat 3 dimensi keadilan dalam pemulihan pelayanan
7
b. Keadilan Interaksional (Interactional Justice)
Melibatkan karyawan dalam pemulihan layanan, dengan cara memberikan penjelasan atas
kegagalan serta upaya yang sedang dilakukan
c. Keadilan Hasil (Outcome Justice)
Kompensasi yang diterima oleh pelanggan atas kegagalan pelayanan berupa waktu,
usaha dan energi yang dihabiskan selama proses pemulihan layanan
Dalam pemulihan layanan, sebuah paradoks dikenal yang mengatakan bahwa pelanggan
yang mengalami kegagalan pelayanan dan di tangani dengan baik memiliki kemungkinan yang
lebih besar untuk mengulang pembelian di masa mendatang, dibanding dengan pelanggan yang
tidak pernah mengalami masalah sama sekali. Beberapa riset tidak mendukung paradoks ini dan
riset lain mengatakan bahawa paradoks ini tidak perlaku bagi pemulihan layanan yang kedua.
Kegagalan pelayanan untuk kedua kali dan seterusnya menurunkan kredibilitas perusahaan
dimata pelanggan. Sebab, kekecewaan pelanggan jauh lebih besar daripada kekecewaan
pelanggan saat pertama kali mengalami kegagalan pelayanan.
Selain itu, perusahaan penyedia jasa juga harus melihat bahwa tidak semua kegagalan
pelayanan dapat dipulihkan. Misalnya, seorasng karyawan yang ceroboh menumpahkan
minuman diatas sketsa atau dokumen yang penting dan berharga milik seorang pelanggan.
Kegagalan ini sangat sulit di pulihkan secara optimal. Disinilah pentingnya pemahaman bahwa
tidak semua kegagalan bisa menjadi peluang keuntungan bagi penyedia jasa. Yang harus
ditanamkan kepada semua karyawan adalah lakukan segala suatunya dengan benar pada
kesempatan pertama kali karna bisa jadi tidak ada kesempatan untuk memperbaikinya.
Usahakan sebisa mungkin tidak melakukan kegagalan pelayanan yang pada akhirnya
mengharuskan penyedia jasa melakukan pemulihan layanan.
Ada beberapa strategi yang bisa diterapkan dalam memberikan pemulihan layanan yang
berujung pada keuntungan. Strategi-strategi tersebut adalah sebagai berikut.
Meskipun telah berusaha seoptimal mungkin, perusahaan sering kali harus mengalami
kegagalan pelayanan. Jika hal itu terjadi juga pada jasa. Anda harus dilakukan adalah
bersikaplah proaktif. Segera berikan pemulihan layanan sebelum pelanggan mengajukan
komplain/keluhan. Disini, pelanggan akan melihat pelayanan yang cepat tanggap dan bisa jadi
kekesalan mereka tertutupi oleh perasaan simpatik.
9
Perusahaan (penyedia) jasa sebaliknya memiliki prosedur pemlulihan layanan bagi
kegagalan-kegagalan pelayanan yang sering terjadi. Prosedur ini akan membuat karyawan lebih
siap dan cepat dalam memberikan pemulihan layanan karena mereka akan mengetahui apa yang
harus mereka lakukan.
Pemulihan layanan ini sebaiknya disusun oleh manager layanan pelanggan, manajer
jasa, atau manajer lain bertanggung jawab terhadap pemulihan layanan. Dalam menyusun
prosedur pemulihan layanan, akan lebih baik jika melibatkan karyawan karena mereka yang
lebih sering berhadapan langsung dengan pelanggan. Sering kali, mereka lebih memahami apa
yang diinginkan pelanggan dibandingkan dengan para manajer.
Prosedur pemulihan layanan yang telah disusun tidak akan banyak membantu jika tidak
dikomunikasikan kepada karyawan. Jika pemulihan layanan tersebut memerlukan pelatihan,
tidak ada salahnya perusahaan berinvestasi dalam memberikan pendidikan kepada karyawan,
melalui berbagai pelatihan. Berikut ini adalah contoh kegagalan layanan dan penanganan
keluhan salah satu pelanggan restoran yang sempat dibahas di beberapa forum.
10
seperti ini, penyedia jasa harus membudayakan karyawannya untuk mengambil inisiatif-inisiatif
yang memberikan solusi bagi masalah-masalah pelanggan. Karyawan juga perlu diberi otorisasi
dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan pemulihan layanan mengingat tidak
selamanya para manajer ada untuk memberikan kebijakan pemulihan layanan yang berada
diluar prosedur perusahaan.
Salah satu permasalahan yang ditemukan pada perusahaan adalah keluhan pelanggan dan
penanganan yang beragam membuat pelanggan berfikir atau cenderung untuk berpindah pada
perusahaan pesaing. Perilaku keluhan merupakan pernyataan sikap “tidak puas” atas kinerja
produk barang/jasa yang digunakan. Keluhan pelanggan harus dilihat sebagai “masukan” bagi
organisasi/perusahaan dan memberikan peluang bagi perbaikan produk barang/jasa yang
ditawarkan kepada pelanggan. Permasalahan keluhan pelanggan yang tidak dapat diselesaikan
secara cepat dapat mempengaruhi keputusan pelanggan untuk loyal pada perusahaan.
Permasalahan yang tidak terselesaikan atau yang tidak diselesaikan secara cepat disebabkan
oleh beberapa hal antara lain ketersediaan waktu teknisi, ketersediaan hardware pengganti,
prosedur pengusulan alat pengganti, dan permasalahan waktu tunggu customer service dalam
memberikan penjelasan terkait permasalahan.
Keluhan pelanggan pada dasarnya berupa teks atau langsung mendatangi kantor pelayanan
dari suatu perusahaan, pelanggan juga sering menggunakan karena lebih cepat dan mampu
menjelaskan informasi secara tepat. Customer service sangat diutamakan disini, ia dapat
menjelaskan kepada pelanggan pada tingkat mana permasalahan tersebut akan terselesaikan dan
customer service mendelegasikan kepada pegawai yang berkepentingan. Berikut ini adalah
saran-saran (tips) metode pengenalan masalah:
1. Gunakan pertanyaan yang bersifat terbuka (siapa, apa, di mana, kapan, mengapa).
2. Lakukan kontak mata, simak secara cermat setiap masalah yang dikemukakan.
3. Gunakan urutan bertanya untuk mengenali masalah.
4. Fokus pada situasi permasalahan dan perilaku, bukan kepada orang.
5. Lakukan “Teknik Mendengar Aktif”. Sebagai contoh, mengulang Kembali permasalahan dari
apa yang didengar atau dinyatakan dalam komunikasi.
11
Jika mendapat keluhan dari pelanggan maka lakukan langkah-langkah penangan
keluhan berikut ini:
1. Simak dengan cermat. Lihat dari “kacamata” atau sudut pandang pelanggan.
2. Ucapkan “terimakasih”, disertai gerakan tubuh, pancaran sinar mata, dan senyuman tulus.
3. Jangan terbawa emosi jika menghadapi pelanggan yang agresif.
4. Arahkan pelanggan ke posisi yang membuatnya merasa dimengerti dan dihargai.
5. Setelah berterimakasih, ucapkan kata “maaf” dengan harapan emosi pelanggan mereda.
6. Tetapkan batas waktu penyelesaian keluhan yang logis. telepon saat mengadukan
permasalahan kepada perusahaan penyedia layanan.
7. Memberdayakan staf layanan pelanggan dengan melakukan Langkah konkret terhadap
penyelesaian keluhan.
12
BAB III
PENUTUP
2.4 Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
A large body of literature has examined consumer complaining behavior. Important studies
include:Jean-Charles Chebat, Moshe Davidow and Isabelle Codjovi (2005), “Silent Voices: Why
Some Dissatisfied Consumers Fail to Complain,” Journal of Service Research, Vol. 7, No. 4, pp. 328–
342; Nancy Stephens and Kevin P. Gwinner (1998), “Why Don’t Some People Complain? A
Cognitive-Emotive Process Model of Consumer Complaining Behavior,” Journal of the Academy of
Marketing Science, Vol. 26, No. 3, pp. 172–189; Kelli Bodey and Debra Grace (2006), “Segmenting
Service “Complainers” and “Non-Complainers” on the Basis of Consumer Characters,” Journal of
Services Marketing, Vol. 20, No. 3, pp. 178–187.
Cathy Goodwin and B.J. Verhage (1990), “Role Perceptions of Services: A Cross-Cultural Comparison
with Behavioral Implications,” Journal of Economic Psychology, Vol. 10, pp. 543–558.
John Goodman (1999), “Basic Facts on Customer Complaint Behavior and the Impact of Service on the
Bottom Line,” Competitive Advantage, Vol. 8, June, No.1, pp. 1–5.
Leonard L. Berry and A. Parasuraman (1997), “Listening to the Customer — The Concept of a Service
Quality Information System,” Sloan Management Review, Vol. 38, Spring, pp. 65–76.
Lupiyoanto, Rambat. 2013. Manajemen Pemasaran: Berbasis Kompetensi Edisi 3. Jakarta: Salemba
Empat Suharso, Wildan dan Hardono Wibowo. Klasifikasi Keluhan Berdasarkan Tingkat
Penanganan Pada Perusahaan Layanan Internet Menggunakan Rocchio Classifier. 03 (2018): 206-
207.
Nancy Stephens, “Complaining,” in Teresa A. Swartz and Dawn Iacobucci, eds. Handbook of Services
Marketing and Management (Thousand Oaks, CA: Sage Publications, 2000), p. 291; Alex M.
Susskind (2015), “Communication Richness: Why some Guest Complaints Go Right to the Top —
and Others Don’t,” Cornell Hospitality Quarterly, Vol. 56, No. 3, pp. 320–331.
These categories and the research data that follow have been adapted from information in D. Daryl
Wyckoff (2001), “New Tools for Achieving
14
iii