Makala H
Makala H
DISUSUN OLEH
KELOMPOK V
PADANGSIDIMPUAN
2022/2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................1
BAB 1 .................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................
BAB II..............................................................................................................
PEMBAHASAN............................................................................................
a. PENGERTIAN AGAMA.......................................................
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya
penulis mampu menyelesaikan makalah dengan judul Kajian Nilai Moral dan
Kepribadian.Makala hini merupakan tugas mata kuliah agama.Melalui makalah
ini diharapkan dapat menunjang nilai penulis didalam mata kuliah Kimia
Instrumen.Selain itu, dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan informas
iyang dapat menjadi pengetahuan baru bagi pembacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Pengertian agama
Agama sudah menjadi bahasa Indonesia, secara etimologi berasal dari bahasa
Sanksekerta terdiri dari kata a artinya tidak, gama artinya kacau, agama berarti
tidak kacau. Sebagian lain mengatakan a adalah cara, gama adalah jalan, agama
berarti cara jalan, maksudnya cara berjalan untuk menempuh keridhaan Tuhan.
Dalam bahasa inggris agama disebut religion, berasal dari bahasa latin leregele
artinnya mengumpulkan,membaca. Relegion mengandung pengertian kumpulan
cara-cara peribadatan yang terdapat dalam kitab suci yang harus dibaca.
Dalam bahasa arab agama adalah din yang secara etimologis memiliki
arti balasan atau pahala, ketentuan, kekuasaan, pengaturan, perhitungan,
taat, patuh dan kebiasaan. Agama memang membawa peraturan, hukum yang
harus dipatuhi, menguasai dan menuntut untuk patuh kepada Tuhan dengan
menjalankan ajarannya, membawa kewajiban yang jika tidak dilaksanakan akan
menjadi hutang yang akan membawa balasan baik kepada yang taat memberi
balasan buruk kepada yang tidak taat.
Secara terminologis, Hasby as-siddiqi mendefinisikan agama sebagai dustur
(undang-undang) ilahi yang didatangkan Allah untuk menjadi pedoman hidup dan
kehidupan manusia didunia untuk mencapai kerajaan dunia dan kesejahteraan
akhirat. Agama adalah peraturan Tuhan yang diberikan kepada manusia yang
berisi sistem kepercayaan, sistem penyembahan dan sistem kehidupan manusia
untuk mencapai kebahagiaan didunia dan diakhirat.
Menurut endang saefudin anshari (1990) Agama meliputi sistem kredo
kepercayaan atas adanya sesuatu yang mutlak diluar manusia, sistem ritus tatacara
peribadatan manusia kepada yang mutlak dan sistem norma atau tata kaidah yang
mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan dengan alam
lainnya sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan tersebut.
2. Hubungan agama dengan moral
Berbicara tentang moral asosiasinya akan tertuju pada penentuan baik dan buruk
sesuatu. Dengan rasio atau tradisi dapat juga dengan lainnya seseorang dapat
menentukan baik atau buruk.
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa rasiolah yang menjadi sumber moral
bukanlah yang lain. Yang menentukan baik dan buruknya sesuatu adalah akal dan
pikiran manusia semata.
Aliran hedonisme berpendapat bahwa sumber kebaikan dan keburukan adalah
kebahagiaan. Sesuatu dikatakan baik jika mendatangkan kebahagiaan dan
sebaliknya sesuatu dikatakan buruk jika mendartangkan keburukan. Kebahagiian
yang dimaksud adalaj kebahagiaan individu aliran ini disebut egoistik hednisme,
aliran ini antara lain digagas oleh Epicurus (341-270).
Adalagi aliran hedoisme universal yang berpandangan bahwa kebaikan dan
keburukan diukur oleh kebahagiaan. Aliran ini digagas oleh John Stuart Mill
(1806-1873). Ia mengatakan ebaikan tertinggi (summmun bonum), adalah utility is
happiness for the greates number of sentimen being (kebahagiaan untuk jumlah
kebanyakan manusia yang sebesar-besarnya).
Aliran tradisionalisme berpendapat bahwa sumber kebaikan atau keburukan
adalah tradisi atau adat istiadat. Karena peradaban Barat mengalami trauma
historis berkenaan dengan agama, maka peradaban Barat berusaha menyingkirkan
agama dalam kehidupan mereka. Agama tidakhanya sekedar ritual peribadatan
semata-mata, diluar itu agama tidak berperan apa-apa. Sumber utama moral
adalah akal dengan variasi yang berbeda satu sama lain, karena akal manusia
terbatas dan relatif manusia moderen kehilangan pegangan mutalk. Dalam kondisi
demikian, ia mengalami risis moral yang dalam bentuknya ekstrim berakhir
dengan bunuh diri. Dalam hubungannya dengan ini Muhammad Qhutb
menulis, janganlah mudah kita ditipu oleh gagasan yang canggih dan tidak tahu
persoalan sebenarnya, sebab sepanjang moral telah diputuskan ikatannya dengan
akidah terhadap Allah, maka tidak akan kokoh (kuat) berpijak dimuka bumi ini
serta memiliki tempat bergantung terhadap akibat-akibat yang mengiringinya.
Atas dasar itulah, maka agama memiliki peranan penting usaha dalam mengahpus
krisis moral tersebut dengan menjadikan agama sebagai sumber moral. Allah
SWT telah memberikan agama sebagi pedoman dalam menjalani kehidupan
didunia ini agar mendapat kebahagiaan sejati, salah satunya adalah pedoman
moral. Melalui kitab suci dan para rosul, Allah telah mejelaskan prinsip-prinsip
moral yang harus dijadian pedoman oleh umat manusia. Dalam konteks islam
sumber moral itu adalah Al-Quran dan Hadist.
Mukti Ali mantan mentri agam pernah menyatakan, ‘agama menurut kami antar
lain memberi petunjuk bagaimana moral itu harus dijalankan, agamalah yang
memberikan hukum-hukum moral. Dan karenanya agamalah sanksi terakhir bagi
semua tindakan moral, sanksi agamalah yang membantu dan mempertahankan
cita-cita etik.’
Hamka menyatakan bahwa ‘agama ibarat tali kekang, yaitu talikekang dari
penguburan pikiran (yang liar / binar), tali kekang dari penguburan hawa nafsu
(yang angkara murka), tali kekang daripada ucapan dan perilaku (yang keji).
Menurut kesimpulan A.H. Muhaimin dalam bukunya Cakrawala Kuliah Agama
bahwa ada beebrapa hal yang patut dihayati dan penting dari agama, yaitu :
1. Agama itu mendidik manusia menjadi tentram, damai, tabah dan tawakal, ulet
serta percaya pada diri sendiri.
2. Agama itu dapat membentuk dan mencetak manusia menjadi, berani berjuang
menegakan kebenaran dan keadilan dengan kesiapan mengabdi dan berkorban,
serta sadar, enggan dan takut untuk melakukan pelanggaran yang menuju dosa
dan noda.
3. Agama memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwanya tumbuh sifat-sifat
mulia dan terpuji, penyantun, toleransi dan manusiawi.
Karena itu, menempatankan agama pada posisi semula bisa menjadi penawar
kebingungan manusia moderen. Moral yang bersumber agama bersifat mutlak,
permanen, eternal dan universal. Nilai-nilai moral dalam islam berlaku untuk
semua orang dan semua tempat tanpa memandang tanpa memandang latar
belakang etnis kesukuan, kebangsaan, dan sosial kultural.
C. MANFAAT MORAL DALAM KEHIDUPAN
1. Menjadikan insan yang lebih taqwa kepada Allah.
2. Dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
3. Memperbaiki tingkah laku manusia untuk menjadi pribadi yang baik.
4. Mengetahui dampak positif hidup rukun dalam kehidupan.
5. Memahami pentingnya arti persatuan di dalam kehudupan.
6. Menumbuhkan kesadaran pribadi untuk membentuk nuansa kebersamaan dalam
kehidupan sosial.
1.2 Cretchmer
Dalam membagi tipe wataknya Cretchmer mendasarkan pada bentuk tubuh
seseorang, yaitu :
1.2.1 Tipe Astenis (Litosome)
Yaitu tipe orang yang memiliki tubuh tinggi, kurus, dada sempit dan lengan kecil.
1.2.2 Tipe Piknis
Yaitu tipe orang yang memiliki bentuh tubuh gemuk bulat. Sifat yang dimilikinya
antaralain : Periang, mudah bergaul dan suka humor.
1.2.3 Tipe Atletis
Yaitu Tipe orang yang memiliki bentuk tubuh tubuh atlit tinggi, kekar dan berotot,
sifat-sifat yang dimiliki antara lain: mudah menyesuaikan dri, berpendrian teguh
dan pemberani.
1.2.4 Tipe Displastis
Yaitu Tipe manusia yang memiliki bentuk tubuh campuran. Sifat yang dimiliki
tipe ini adalah sifat yang mudah terombang ambing oleh situasi sekelilingnya.
Oleh karena itu di istilahkan Cretchmer tpe ini adalah tipe orang yang tidak
mempunyai ciri kepribadian yang mantab.
1.3 Sheldon
Sheldon membagi tipe kepribadian berdasarkan dominasi lapisan yang berada
dalam tubuh seseorang. Berdasar aspek ini ia membagi tipe kepribadian menjadi:
1.3.1 Tipe Ektomorph, yaitu tipe orang yang berbadan kurus tinggi, karena lapisan
badan bagian luar yang dominan. Sifatnya antara lain suka menyendiri dan kurang
bergaul pada masyarakat.
1.3.2 Tipe Mesomorph, yaitu tipe orang yang berbadan sedang dikarenakan lapisan
tengah yang dominan. Sifat orang tipe ini adalah: giat bekerja dan mampu
mengatasi sifat agresif.
1.3.3. Tipe Endomorph, yaitu tipe orang yang berbadan gemuk, bulat dan anggota badan
yang pendek, karena lapisan dalam tubuhnya yang dominan. Sifat tipe orang ini
adalah: kurang cerdas, senang makan, suka dengan kemudahan yang tidak banyak
membawa resiko dalam kehidupan.
2. Aspek Sosiologis
Pembagian ini didasarkan pada pandangan hidup dan kualitas sosial seseorang.
Yang mengemukakan teorinya berdasarkan aspek sosiologi ini antara lain:
1. Edward Spranger.
Ia berpendapat bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh pandangan hidup
mana yang dipilihnya. Berdasarkan hal itu ia membagi tipe kepribadian menjadi:
1.1 Tipe Teoritis, Orang yang perhatianya selalu diarahkan kepada masalah teori dan
nilai-nilai: ingin tahu, meneliti dan mengemukakan pendapat.
1.2 Tipe Ekonomis, Orang yang perhatianya tertuju kepada manfaat segala sesuatu
berdasarkan faidah yang dapat mendatangkan untung rugi
1.3 Tipe Esthetis, Orang yang perhatianya selalu diarahkan kepada masalah-masalah
keindahan.
1.4 Tipe Sosial, Orang yang perhatianya selalu diarahkan kepada kepentingan
masyarakat dan pergaulan.
1.5 Tipe Politis, Orang yang perhatianya selalu diarahkan kepada kepentingan
kekuasaan, kepentingan dan Organisasi.
1.6 Tipe Religius, Orang yang perhatianya selalu diarahkan kepada ketaatan pada
agama. Senang dengan masalah-masalah ketuhanan dan keyakinan agama.
2. Murray
Murray membagi tipe kepribadian:
1) Tipe Teoritis, yaitu orang yang menyenangi ilmu pengetahuan, berpikir logis dan
rasional.
2) Tipe Humanis, yaitu tipe orang yang memiliki sifat kemanusiaan yang mendalam.
3) Tipe Sensasionis, yaitu tipe orang yang suka sensasi, berkenalan.
4) Tipe Praktis yaitu tipe orang yang giat bekerja dan mengadakan praktek.
3. Fritz kunkel
Fritz kunkel membagi tipe kepribadian menjadi:
1) Tipe Sachelichkeit, yaitu tipe orang yang banyak menaruh perhatian terhadap
masyarakat.
2) Tipe Ichhaftigkeit, yaitu tipe orang yang menaruh perhatianya kepada
kepentinganya sendiri.
Menurut Fritz kunkel antara Tipe Sachelichkeit dan Tipe Ichhaftigkeit berbanding
terbalik. Jika seseorang memiliki Sachelichkeit yang besar maka, Ichhaftigkeit
menjadi kecil dan sebaliknya.
3.Aspek Psikologis
Dalam membagi tipe kepribadian berdasarkan tipe psikologis Prof. Heymann
mengemukakan, bahwa dalam diri manusia terdapat tiga unsur: emosionalitas,
aktifitas dan fungsi sekunder (proses pengiring)
1) Emosionalitas, merupakan unsur yang mempunyai sifat yang di dominasi oleh
emosi yang positif, sifat umumnya adalah: kurang respek terhadap orang lain,
perkataan berapi-api, tegas, ingin menguasai, bercita-cita yang dinamis, pemurung
suka berlebih-lebihan.
2) Aktifitas, sifat yang dikuasai oleh aktifitas gerakan, sifat umum yang tampak
adalah: lincah, praktis, berpandangan luas, ulet, periang, dan selalu melindungi
orang lemah.
3) Fungsi sekunder (proses pengiring), yaitu sifat yang didominasi oleh kerentanan
perasaan, sifat umum yang tampak: watak tertutup, tekun, hemat, tenang dan
dapat dipercaya.
Pilihan manusia terhadap dua masalah besar dalam kehidupannya,
yaitu "hak" dan "bathil" akan melahirkan perilaku-perilaku tertentu, sesuai dengan
karakteristik atau tuntutan yang hak atau bathil tersebut.
Perilaku-perilaku tersebut mengkristal dalam pola-pola tertentu yang satu sama
lainnya sangat berbeda. Pola-pola perilaku tertentu yang dimiliki individu dan bersifat
konstan atau tetap dapat dikategorikan sebagai tipe kepribadian. Tipe kepribadian
dalam kontek Al-Qur'an dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu mukmin
(orang yang beriman), kafir(menolak kebenaran) dan munafik (meragukan
kebenaran). (Syamsu Yusuf, 2007: 215).
a. Tipe Mukmin
Tipe kepribadian mukmin mempunyai karakteristik sebagai berikut.
1. Berkenaan dengan akidah, beriman kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir,
dan qodar
2. Berkenaan dengan ibadah, melaksanakan rukun islam
3. Berkenaan dengan kehidupan sosiaL bergaul dengan orang lain secara baik, suka
bekerja sama, menyeru kepada kebaikan dan mecegah kemungkaran, suka
memaafkan kesalahan orang lain dan dermawan.
4. Berkenaan dengan kehidupan keluarga: berbuat baik kepada kedua orang tua dan
saudara, bergaul yang baik antara suami istri dan anak, memelhara dan membiayai
keluarga.
5. Berkenaan dengan moral: sabar, jujur,adil, qonaah, amanah, tawadlu, istiqomah dan
mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu.
6. Berkenaan dengan emosi ; cinta kepada Allah, takut akan azab Allah, tidak putus
asa dalam mencari rahmah Allah, senang berbuat kebajikan kepada sesama,
menahan marah, tidak angkuh, tidak hasud, atau tidak iri, dan berani dalam mebela
kebenaran.
7. Berkenaan dengan intelektual ; memikirkan alam semesta dan ciptaan Allah yang
lainnya, selalu menuntut ilmu, menggunakan pikirannya untuk sustu yang bermakna.
8. Berkenaan dengan pekerjaan : tulus dalam bekerja dan menyempurnakan
pekerjaan, berusaha dengan giat dalam upaya memperoleh rizki yang halal.
9. Berkenaan fdengan fisik ; sehat, kuat dan suci/ bersih
b. Tipe Kafir
Tipe kepribadian kafir mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Berkenaan dengan Akidah; tidak beriman kepada Allah dan rukun iman
yang lainnya
2. Berkenaan dengan ibadah: menolak beribadah kepada Allah
3. Berkenaan dengan kehidupan sosial; zalim, ,memusuhi orang yang berimanm,
senang mengajak pada kemungkaran,dan melarang kebajikan.
Tipe-tipe Kepribadian Menurut Al-Qur’an
Di antara sedikit orang yang secara serius melakukan tes kepribadian dengan
Al-Qur’an adalah Ahnaf bin Qais, seorang tabi’in senior. Muhammad bin Nashr
al-Marwazy dalam Mukhtashar Qiyaamul Lail mengisahkan tentang Ahnaf. Suatu
kali beilau duduk merenungi firman Allah, “Sesungguhnya telah Kami turunkan
kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat ‘dzikrukum’ (penyebutan
tentang dirimu atau) sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada
memahaminya?” (QS. Al-Anbiya’: 10)
Tatkala membaca ayat tersebut, beliau bergumam, “Saya akan membaca
mushaf al-Qur’an dan mencari ayat yang menyebutkan tentang karakter diriku,
hingga aku tahu, tipe orang seperti apa aku, dan kaum mana yang paling mirip
dengan diriku.”
Mulailah beliau membaca, dan beliau melewati karakter suatu
kaum, “Mereka sedikit sekali tidur. Dan selalu memohon ampunan di waktu pagi
sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak meminta.” (QS. Adz-Dzariyat: 17-19)
Beliau juga mendapati kaum yang memiliki karakter, “(yaitu) orang-orang
yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-
orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS.Ali Imran: 134)
Beliau juga melewati kaum yang dipuji oleh Allah dalam firman-Nya, “dan
mereka mengutamakan saudaranya atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka
dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka
itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)
Juga kaum yang disebutkan Allah, “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi
dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah
mereka memberi maaf.” (QS. Asy-Syura: 37)
Setelah melewati beberapa kriteria kaum yang dipuji oleh Allah tersebut,
beliau berkata, “Allahumma lastu a’rifu nafsi fi haa’ulaa’i”, Ya Allah, aku
belum mendapati diriku termasuk dalam kriteria kaum-kaum itu.” Ini adalah sikap
tawadhu’ beliau, bukan berarti beliau nihil dari kebaikan-kebaikan seperti yang
beliau baca. Sebagian kita mungkin ada yang merasa, atau bahkan mengklaim
memiliki sebagian karakter kepribadian yang telah disebutkan, meskipun
keadaannya jauh di bawah kepribadian Ahnaf bin Qais. Ini dikarenakan, beliau
menyadari bahwa ayat-ayat menyebut semua kebaikan tersebut sebagai amal
unggulan, bukan sekedar pernah beramal demikian. Yakni orang yang konsisten,
rutin dan menjaga kualitas amal yang menjadi amal unggulannya. Karena itu,
beliau tidak berani mengklaim diri telah memiliki karakter (sempurna) salah satu
dari golongan yang Allah puji dalam Kitab-Nya.
Penasan karena merasa belum mendapatkan kriteria yang pas untuk dirinya,
beliau melanjutkan pencariannya dalam al-Qur’an. Beliau melewati karakter
manusia yang disebut oleh Allah, “Sesungguhnya mereka dahulu apabila
dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha illallah’ mereka menyombongkan
diri,” (QS. Ash-Shaffat: 35)
Ada lagi kaum yang tatkala ditanya, “Apakah yang memasukkan kamu ke
dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab, ‘Kami dahulu tidak termasuk orang-
orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang
miskin.’” (QS. Al-Mudatsir: 42-44)
Setelah beliau membaca beberapa kriteria orang-orang yang celaka tersebut,
beliau berkata, “Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu dari perilaku yang seperti
itu.” Beliau memang tidak memiliki kriteria seperti itu, dan beliau takut, dan tidak
ingin terjerumus dalam perilaku buruk di atas.
F. HUBUNGAN KEPRIBADIAN DENGAN SIKAP KEAGAMAAN
1. Sigmund Freud
Merumuskan sistem kepribadian menjadi tiga sistem. Ketiga sistem itu
dinamai id, ego, dan superego. Dalam diri orang yang memiliki jiwa yang sehat
ketiga sistem itu bekerja dalam suatu susunan yang harmonis. Segala bentuk
tujuan dan segala gerak-geriknya selalu memenuhi keperluan dan keinginan
manusia yang pokok.
Sebaliknya, kalau ketiga sitem itu bekerja secara bertentangan satu sama lainnya,
maka orang tersebut dinamai sebagai orang yang tak dapat menyesuaikan diri. Ia
menjadi tidak puas dengan diri dan lingkungannya. Dengan kata lain, efisiensinya
menjadi berkurang.
a. Id (Das Es)
Sebagai suatu sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip kehidupan asli
manusia berupa penyaluran dorongan naluriah. Dengan kata lain id mengemban
prinsip kesenangan (pleasure principle), yang tujuannya untuk membebaskan
manusia dari ketegangan dorongan naluri dasar: makan, minum, seks, dan
sebagainya.
b. Ego (Das Es)
Ego merupakan sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan id ke keadaan
yang nyata. Freud menamakan misi yang di emban oleh ego sebagai prinsip
kenyataan.
c. Super Ego (Das Uber Ich)
Sebagai suatu sistem yang memiliki unsur moral dan keadilan, maka sebagian
besar super ego mewakili alam ideal. Tujuan super ego adalah membawa individu
ke arah kesempurnaan sesuai dengan pertimbangan keadilan dan moral.
2. H. J Eysenck
Menurut Eysenck, kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan dan disposisi-
disposisi yang terorganisasi dalam susunan hierarkis berdasarkan atas keumuman
dan kepentingannya, diurut dari yang paling bawah ke yang paling tinggi adalah:
a. Specific response, yaitu tindakan yang terjadi pada suatu keadaan atau kejadian
tertentu, jadi khusus sekali.
b. Habitual response mempunyai corak yang lebih umum daripada specific
response, yaitu respon yang berulang-ulang terjadi saat individu menghadapi
kondisi atau situasi yang sama.
c. Trait, yaitu terjadi saat habitual respon yang saling berhubungan satu sama lain,
dan cenderung ada pada individu tertentu.
d. Type, yaitu organisasi di dalam individu yang lebih umum dan mencakup
lagi.
3. Sukamto
Menurut pendapat Sukamto M. M. Kepribadian terdiri dari empat sistem/aspek,
yaitu:
1. Qalb (angan-angan kehatian).
2. Fuad (perasaan/hati nurani/ulu hati)
3. Ego (aku sebagai pelaksana dari kepribadian)
4. Tingkah laku (wujud gerakan)
Meskipun ke empat aspek itu masing-masing mempunyai fungsi. Sifat,
komponen, prinsip kerja, dan dinamika sendiri-sendiri, namun ke empatnya
berhubungan erat dan tidak bisa dipisah-pisahkan.
a. Qalb
Qalb adalah hati yang menurut istilah kata (terminologis) artinya sesuatu yang
berbolak-balik (sesuatu yang lebih), berasal dari kata qalaba, artinya membolak-
balikkan. Qalb bisa di artikan hati sebagai daging sekepal (biologis) dan juga bisa
berarti ‘kehatian’ (nafsiologis), ada sebuah hadits Nabi riwayat Bukhari/ Muslim
berbunyi sebagai berikut:
“ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekepal daging. Kalau itu baik, baiklah
seluruh tubuh. Kalau itu rusak, rusaklah seluruh tubuh”. Itulah qalb.
b. Fuad
Fuad adalah perasaan yang terdalam dari hati yang sering kita sebut hati nurani
(cahaya mata hati) dan berfungsi sebagai penyimpangan daya ingatan. Berbagai
rasa yang dialami oleh fuad dituturkan dalam ala-qur’an sebagai berikut;
1. Fuad bisa bergoncang gelisah (QS Al-Qashash: 10):
“Dan fuad ibu musa menjadi bingung (kosong). Hampir saja ia membukakan
rahasia (musa), jika aku tidak meneguhkan hatinya, sehingga ia menjad orang
yang beriman. “
2. Dengan diwahyukannya Al-qur’an kepada Nabi, fuad Nabi menjadi teguh
(QS. Al-Furqan:32).
“Dan orang-orang kafir bertanya: “mengapa al-qu’ran tidak diturunkan
kepadanya dengan sekaligus”?demikianlah, karena dengan (cara)itu, aku hendak
meneguhkan fuadmu, dan aku bacakan itu dengan tertib (sebaik-baiknya).”
3. Fuad tidak bisa berdusta(QS. Al-Najm:11):
“Fuad tidak berdusta tentang apa yang dilihatnya”
4. Orang yang zalim hatinya kosong (bingung). (QS. Ibrahim:43)
“Dengan terburu-buru sambil menundukkan kepala, mereka tidak berkedip, tetapi
fuadnya kosong(bingung).”
c. Ego
Aspek ini timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik
dengan dunia kenyataan (realistis). Ego atau aku bisa dipandang sebagai aspek
eksekutif kepribadian, mengontrol cara-cara yang ditempuh, memilih kebutuhan-
kebutuhan, memilih objek-objek yang bisa memenuhi kebutuhan, mempersatukan
pertentangan-pertentangan antara qalb, dan fuad dengan dunia luar. Ego adalah
derivat dari qalb dan bukan untuk merintanginya. Kalau qalb hanya mengenal
dunia sesuatu yang subyektif dan yang objek (dunia realitas). Didalam fungsinya,
ego berpegang pada prinsip kenyataan (reality principle). Tujuan prinsip
kenyataan ini ialah mencari objek yang tepat (serasi) untuk mereduksikan
ketegangan yang timbul dalam orgasme. Ia merumuskan suatu rencana untuk
pemuasan kebutuhan dan mengujinya untuk mengetahui apakah rencana itu
berhasil atau tidak.
d. Tingkah laku
Nafsiologi kepribadian berangkat dari kerangka acuan dan asumsi –asumsi
subyektif tentang tingkah laku manusia, karena menyadari bahwa tidak
seorangpun bisa bersikap objektif sepenuhnya dalam mempelajari manusia.
Tingkah laku ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang disadari oleh pribadi.
Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku. Artinya, bahwa apa yang difikir
dan dirasakan oleh individu itu menentukan apa yang akan dikerjakan. Adanya
nilai yang dominan mewarnai seluruh kepribadian seseorang dan ikut serta
menentukan tingkah lakunya.
Masalah normal dan abnormal tentang tingkah laku, dalam nafsiologi
ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya universal. Orang yang disebut
normal adalah orang yang seoptimal mungkin melaksanakan iman dan amal saleh
disegala tempat. Kebalikan dari ketentuan itu adalah abnormal, yaitu sifat-sifat
zalim, fasik, syirik, kufur, nifak, dan lain-lain.
4. Mujib
Menurut mujib, struktur kepribadian perspektif Islam adalah fitrah. Struktur
fitrah memiliki tiga dimensi kepribadian :
1. Dimensi fisik yang disebut dengan fitrah jasmani, tidak bisa membentuk
kepribadian sendiri, keberadaannya tergantung pada substansi lain. Keberadaan
manusia bukan ditentukan oleh fitrah jasmani, melainkan fitrah nafsani.
2. Dimensi psikis yang disebut dengan fitrah rohani, meskipun belum menyatu
dengan jasmani, namun ia memiliki eksistensi tersendiri di alam arwah. Karena ia
telah di alam arwah telah mengadakan perjanjian dg Allah SWT, yang berupa
amanat.
3. Dimensi psikologis yang disebut dengan fitrah nafsani: merupakan psikofisik
manusia. Memiliki 3 daya pokok: kalbu, akal, dan nafsu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Agama merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan
hubungan manusia dengan sang mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan
hubungan manusia dengan alam lainnya sesuai dengan kepercayaan tersebut.
Moral yang bersumber agama bersifat mutlak, permanen, eternal dan universal.
Nilai-nilai moral dalam islam berlaku untuk semua orang dan semua tempat tanpa
memandang tanpa memandang latar belakang etnis kesukuan, kebangsaan, dan
sosial kultural. Jika dilihat dari maknanya maka persamaan dari moral, akhlak dan
etika adalah pada fungsi, sisi sumber dan pada sifatnya.
B. SARAN
Kita sebagai umat yang beragama islam sebaiknya kita berperilaku dan
bermoral yang baik terhadap semua makhluk Allah swt. Agar kita
selalu Menjadikan insan yang lebih taqwa kepada Allah swt, dapat membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk, mampu memperbaiki tingkah laku untuk
menjadi pribadi yang baik, dan mengetahui dampak positif hidup rukun dalam
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.jimpress.net/memahami-kepribadian-manusia/
http://imronfauzi.wordpress.com/2014/09/02/kematangan-beragama/
http://muhfathurrohman.wordpress.com/2014/09/02/memahami-kepribadian-dan-
sikap-keagamaan-dalam-perspektif-psikologi/