Anda di halaman 1dari 10

Volume 2 No.

1 Bulan Juni Tahun 2020


https://journal.upnvj.ac.id/index.php/esensihukum/index

HUKUM INDONESIA DEWASA INI DITINJAU DARI ALIRAN


FILSAFAT HUKUM

Cucu Rahmawati

Program Magister Ilmu Hukum Universitas Esa Unggul


E-mail: zenki_sh@yahoo.com

Abstrack

Some expert of law on electronic media lay open that at the moment position punish in Indonesia lost
ground. expected law can become supporter to change better society, in the reality only in the form of empty
order which do not can reply answer problem in society. Knowing which stream is which selected by
Indonesian nation as best law philosophy stream and important cause of philosophy stream punish to
Indonesian nation. To the number of philosophy stream punish and Pancasila philosophy. Pancasila as
states philosophy mean every nation system at Republic of Indonesia base state have to and have to as
according to Pancasila values. Embraced by Philosophy law is good Indonesian nation since yore till in this
time philosophy stream punish Pancasila and Pancasila represent Indonesian nation covering ground
history in commemorating and respecting fathers founding and also warriors which killed in grabbing
independence of Indonesian nation.

Keywords: Pancasila, Philosophy Law., Law Indonesia

Abstrak
Beberapa pakar hukum di media elektronik mengungkapkan bahwa pada saat ini posisi
hukum di Indonesia mengalami kemunduran. Hukum yang diharapkan dapat menjadi
pendukung bagi perubahan masyarakat yang lebih baik, ternyata hanyalah berupa aturan-aturan
kosong yang tak mampu menjawab persoalan dalam masyarakat. Mengetahui aliran filsafat
mana yang dipilih oleh bangsa Indonesia sebagai aliran filsafat hukum yang terbaik dan sebab
pentingnya aliran filsafat hukum bagi bangsa Indonesia. Banyaknya aliran-aliran filsafat hukum
dan aliran filsafat Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara berarti setiap sendi-sendi
ketatanegaraan pada negara Republik Indonesia harus berlandaskan dan/atau harus sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Aliran filsafat hukum yang dianut bangsa Indonesia baik sejak
dahulu kala hingga sampai saat ini adalah aliran filsafat hukum Pancasila dan Pancasila
merupakan sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia dalam memperingati dan menghormati
founding fathers maupun para pahlawan yang gugur dalam merebut kemerdekaan bangsa
Indonesia.

Kunci Kunci: Pancasila, Filsafat Hukum, Hukum Indonesia

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Beberapa pakar hukum di media elektronik mengungkapkan bahwa pada saat
ini posisi hukum di Indonesia mengalami kemunduran. Hukum yang diharapkan dapat

113
Jurnal ESENSI HUKUM,

Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2020, hlm 113-122

menjadi pendukung bagi perubahan masyarakat yang lebih baik, ternyata hanyalah
berupa aturan-aturan kosong yang tak mampu menjawab persoalan dalam masyarakat.
Hukum terkadang hanyalah menjadi legitimasi penguasa dalam menancapkan
ketidakadilannya pada masyarakat. Singkatnya, ada rentang jarak yang cukup jauh
antara hukum dalam cita-cita ideal konsep hukum dalam manifestasi undang-undang
dengan realitas pelaksanaan hukum.
Salah satu pakar hukum terkemuka tersebut adalah seperti gambar disamping ini.1
Andi Hamzah : Penegakan Hukum Saat Ini Lebih Buruk dari Orde Lama [Hukum
dianggap lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas].
Jakarta, IDN Times - Guru Besar Hukum Pidana, Andi Hamzah, menilai potret
penegakan hukum di era pemerintahan Joko Widodo jauh lebih buruk ketimbang
zaman orde lama. Hal itu ditandai dengan penegakan hukum yang semakin tajam ke
bawah namun tumpul ke atas.Selain itu, dia menilai aparat penegak hukum saat ini
berada di bawah pemerintahan, sehingga tidak bisa bersikap independen dan secara
fungsional kurang menunjukkan giginya. "Sebagai contoh dalam kasus Ahmad Dhani,
ia seharusnya tidak ditahan karena pelanggar UU ITE (Informasi dan Transaksi
Elektronik) dihukum empat tahun. Seseorang ditahan, apabila ancaman hukumannya
di atas lima tahun," ujar Andi di program Indonesia Lawyer Club yang tayang di tvOne,
Selasa (12/2) malam. Alasan lain mengapa ia menyebut penegakan hukum di Indonesia
saat ini jauh lebih buruk dibandingkan Orde Lama, karena ketika itu aparat penegak
hukum jarang yang berbuat korupsi.
"Jaksa, hakim, rata-rata tidak mengantongi sertifikat sebagai sarjana hukum. Di
tahun 1950-an pendapatannya masih jauh lebih rendah. Tapi, tidak ada yang korupsi.
Saya tidak pernah tahu dulu ada jaksa yang korupsi," kata Andi. Ia mengakui tidak
semua orang setuju dengan pendapatnya itu. Namun, ia hanya mencoba untuk
berbicara jujur. "Tapi, tetap saja ada orang yang tidak senang," tutur dia. Lalu, apa lagi
yang menyebabkan dia mengambil kesimpulan penegakan hukum di Indonesia, di
bawah pemerintahan Jokowi, lebih buruk ketimbang di era Orde Lama?
a. Penerapan UU di masa kini kacau dan saling tumpang tindih
Menurut Andi, penerapan hukum di masa kini kacau dan aturannya saling
tumpang tindih. Sebagai contoh, ia menyebut di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) sudah ada pasal khusus yang mengatur soal ujaran
kebencian. Hal itu tertulis di Pasal 154-158.Bunyi Pasal 154: "barang siapa di muka
umum menyatakan pernyataan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap
Pemerintah Indonesia maka akan diancam pidana penjara paling lama 7 tahun atau
pidana denda paling banyak Rp4.500".
Namun, pada 2007, Mahkamah Konstitusi mencabut dua pasal yang
dianggap dapat menjerat demonstran yang menghujat pemerintah. Menurut
hakim Mahkamah Konstitusi ketika itu, Jimly Asshidiqie, pasal tersebut secara
tidak proporsional menghalangi kemerdekaan untuk menyampaikan
pendapat. Tetapi setelah itu, pemerintah membuat UU Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Revisinya kemudian disahkan pada 2016 lalu.
"Padahal isi Pasal 25A ayat 1 UU ITE sama dengan isi Pasal 154-158 di dalam
KUHP. Jadi, sudah jelas ada tumpang tindih," kata Andi.

1
https://www.idntimes.com/news/indonesia/santi-dewi/andi-hamzah-penegakan-hukum-saat-ini-
lebih-buruk-dari-orde-lama

114
Contoh lain di mana terdapat aturan yang tumpang tindih yakni UU Anti
Pornografi dan Pornoaksi. Sebenarnya, tutur Andi, itu sudah diatur di dalam
Pasal 281-282 KUHP
b. UU yang mengatur korupsi dinilai sangat kacau
Hal lain yang dicatat oleh Guru Besar Universitas Trisakti itu yakni soal
penerapan hukuman bagi para koruptor. Ia menilai ancaman hukumannya tidak
adil. "Seorang koruptor yang sudah korupsi uang senilai milaran rupiah malah
diancam hukuman 4 tahun. Tapi, di sisi lain, Irman Gusman (mantan Ketua
DPD) yang dituduh telah menerima suap senilai Rp100 juta, juga divonis dengan
hukuman yang sama," ujar Andi.
Pelaku korupsi puluhan miliar, malah diberikan pemotongan tahanan lebih
dari 70 bulan. Tapi, ada napi kasus korupsi yang ia anggap sudah berubah di
dalam penjara, yakni Angelina Sondakh, malah ditolak remisinya. "Saya
menyaksikan di sidang, ia sudah berubah. Sekarang mengenakan jilbab, bahkan
menjadi guru ngaji bagi napi lainnya, tapi kok malah tidak mendapatkan remisi?
Kalau di negara maju, napi yang seperti ini sudah pasti mendapatkan remisi,"
kata dia. Sebab, tujuan dari seseorang ditahan di lapas untuk membuat ia
menjadi individu yang lebih baik. "Sama saja fungsinya seperti rumah sakit.
Kalau dia sudah sembuh, maka diizinkan pulang," tutur dia.
c. Penegak hukum saat ini tidak bekerja secara adil
Hal lain yang juga disorot oleh Andi yakni aparat penegak hukum saat ini,
yang dinilai bekerja tidak independen. Sebagai contoh di 1950-an keluar UU
Nomor 1 mengenai Mahkamah Agung. Di sana, tertulis posisi Jaksa Agung
independen dan bukan anggota kabinet. Maka, jadilah Jaksa Agung ketika itu
Suprapto berani menangkap tiga orang menteri yakni Menteri Kehakiman,
Menteri Kemakmuran, dan Menteri Luar Negeri. Khusus untuk Menlu, ia
ditangkap di Bandara Kemayoran ketika hendak bertolak ke Amerika Serikat
dan menghadiri Sidang Umum PBB. "Menlu ditangkap karena dia membawa
uang dolar milik seorang pengusaha. Dipikir pengusaha itu, dolarnya tidak akan
diketahui oleh jaksa agung karena dalam jumlah besar. Ternyata, hal itu
diketahui oleh jaksa agung," kata Andi. Alhasil, Menlu tetap diizinkan pergi ke
Amerika Serikat, tapi uang dolar tersebut diserahkan ke negara.
d. Kesadaran hukum masyarakat perlu ditingkatkan.
Hal lain yang perlu ditingkatkan apabila perbaikan hukum di Indonesia
ingin lebih baik yaitu dengan meningkatkan kesadaran masyarakat. Ia kemudian
mengambil contoh yang paling sederhana.
"Coba saja Anda berkunjung ke Jalan Margonda Raya di Depok itu setiap
pagi. Di sana, Anda bisa melihat para pengemudi sepeda motor berebut jalan.
Bahkan, ada yang berani menentang arus ketika mengemudi," kata
Andi. Peristiwa itu pun tidak digubris oleh polisi. Sementara, apabila peristiwa
yang sama terjadi di Malaysia, sudah pasti, tutur dia, akan diproses oleh polisi
lalu lintas. Gaji para penegak hukum pun, kata Andi, juga perlu diperbaiki.
Tujuannya, agar mereka tidak mudah untuk disuap

Memang menjadi pertanyaan bagi kita semua apakah “Hukum Indonesia


Dewasa Ini Ditinjau Dari Aliran Aliran Filsafat Hukum” yang arti dan maksudnya
apakah sistem hukum atau tata hukum Indonesia perlu dievaluasi atau diketahui

115
Jurnal ESENSI HUKUM,

Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2020, hlm 113-122

apakah filsafat Hukum Indonesia saat ini. Sebab menurut “Radbruch juga
mengungkapkan bahwa tujuan hukum adalah memberikan kepastian, keadilan, dan
kemanfaatan yang dalam prakteknya seringkali kontradiktif, dimana yang satu
mengesampingkan yang lainnya”.2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan rumusan masalah adalah:
a. Aliran filsafat mana yang dipilih oleh bangsa Indonesia sebagai aliran filsafat
hukum yang terbaik.?
b. Sebab pentingnya aliran filsafat hukum bagi bangsa Indonesia?

2. PEMBAHASAN
2.1 Hukum Indonesia
Bila memperlajari tentang hukum Indonesia, maka kita dapat melihat mata kuliah
fakultas hukum yang sebagai berikut :
“PHI adalah kepanjangan kata dari Pengantar Hukum Indonesia. Ada tiga kata dalam
istilah ini, yakni “pengantar”, “hukum”, dan “Indonesia”. Kata pengantar mempunyai
pengertian sebagai mengantarkan kepada tujuan tertentu, atau dapat pula dimaknai
sebagai memperkenalkan yang di dalam bahasa Belanda disebut inleideing, atau di dalam
bahasa Inggris disebut introduction. Sedangkan yang dimaksud dengan kata “hukum”
dan “Indonesia”, adalah “hukum Indonesia” yang dimaknai sebagai hukum yang berlaku
di Indonesia. Dengan demikian maka istilah Pengantar Hukum Indonesia dapat dimaknai
sebagai memperkenalkan secara umum atau secara garis besar tentang hukum di
Indonesia”.3
“Sebelum berlakunya kurikulum 1984, materi kuliah Pengantar Hukum Indonesia (PHI)
disebut dengan Pengantar Tata Hukum Indonesia (PTHI). Dimaksud dengan ‘tata
hukum Indonesia” ini adalah tatanan atau susunan atau tertib hukum yang berlaku di
Indonesia”.4

Bahwa: Kata “tata hukum” adalah terjemahan dari kata recht orde (Bahasa Belanda)
yang berarti memberikan tempat yang sebenarnya kepada hukum.5 Tata hukum yang
berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu disebut dengan hukum positif atau ius
constitutum. Sedangkan hukum hukum yang akan berlaku atau hukum yang dicita-
citakan disebut ius constituendum.
PHI adalah mata kuliah yang berobyekan hukum yang sekarang berlaku di
Indonesia, atau mata kuliah yang berobyekan hukum positif di Indonesia. Adapun
tujuan mempelajari hukum di Indonesia adalah agar dapat diketahui tentang:6
a. macam-macam hukum di Indonesia;
b. perbuatan-perbuatan apa yang diharuskan, diwajibkan, dilarang, serta yang
diperbolehkan menurut hukum Indonesia;

2
I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum: Dimensi Tematis dan Historis, Malang : Setara Press,
2013, hal. 37.
3
I Ketut Wirawan dan I Dewa Gede Atmadja, Pengantar Hukum Indonesia (PHI), Denpasar:
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2017, hal 10.
4
` Ibid.
5
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014, hal.
5,
6
I Ketut Wirawan, Op., Cit., hal. 12.

116
c. kedudukan, hak, dan kewajiban bagi setiap orang dalam bermasyarakat dan
bernegara menurut hukum Indonesia;
d. macam-macam lembaga penyelenggara negara di Indonesia dalam bidang
legislatif, eksekutif, yudikatif, dan lembaga-lembaga lainnya;
e. prosedur di dalam melaksanakan hukum (acara peradilan dan prosedur
birokrasi dalam negara) menurut hukum positif Indonesia.

Jadi bila berbicara tentang Sejarah Tata Hukum Indonesia, maka kita akan diajak
untuk mengetahui bagaimana tata hukum Indonesia pada masa lampau untuk
diketahui, diingat, dan dipahami. Perlunya pengetahuan tentang sejarah tata hukum
Indonesia ini adalah untuk memahami tentang hukum di Indonesia pada masa lampau
untuk menjadi koreksi tentang bagaimana hukum yang sebaiknya atau seharusnya
diterapkan bagi bangsa Indonesia.
Pembangunan hukum sebagai salah satu sektor dari pembangunan di bidang
politik, maka tampak bahwa tatanan hukum lebih dipandang sebagai subsistem dari
tatanan politik yang berarti bahwa tatanan hukum disubordinasikan dari tatanan
politik. Hal ini berarti juga memandang hukum hanya sebagai instrumen saja.
Penuangan hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan mengacu pada
Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973
tentang irarki peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan apa yang
diamanatkan dalam UUD 1945. Hierarki dimaksud adalah :7
(1) Undang-Undang Dasar 1945
(2) Ketetapan MPR
(3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(4) Peraturan Pemerintah
(5) Keputusan Presiden
(6) Peraturan pelaksanaan lainnya:
a. Instruksi Menteri
b. dan lain-lain.

Tujuan dari mempelajari PHI adalah untuk mengetahui macam-macam hukum di


indonesia perbuatan apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak sesuai dengan
kebiasaan yang berlaku di masyarakat, kedudukan yang sama serta hak dan kewajiban
bagi setiap orang menurt hukum di indonesia, mengetahui macam-macam lembaga
penyelenggara negara di indonesia serta prosedur dalam pelaksanaan hukum di
Indonesia.8

2.2 Aliran Filsafat Hukum


Begitu banyaknya aliran-aliran filsafat hukum, tetapi sebelum kita membahas
aliran aliran filsafat hukum, maka terlebih dahulu kita membahas apak defenisi filsafat
hukum pendapat ahli hukum sebagai berikut:
“Menurut Mochtar Kusumaatmadja, istilah filsafat hukum lebih sesuai jika
disinonimkan dengan philosophy of law atau rechts filosofie. Hal ini dikarenakan istilah
legal dari legal philosophy sama dengan undang-undang atau resmi. Jadi kurang tepatlah,

7
Ibid., hal. 14.
8
Ibid., hal. 16.

117
Jurnal ESENSI HUKUM,

Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2020, hlm 113-122

jika legal philosophy disinonimkan dengan filsafat hukum. Hukum bukan undang
undang saja, dan hukum bukan hal-hal yang sama dengan resmi belaka”.9

“Menurut Mr. Soetika, filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia ingin
mengetahui apa yang ada di belakang hukum, apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia
menyelidiki kaidah kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia member penjelasan
mengenai nilai, postulat [dasar-dasar] hukum sampai pada dasar dasarnya, ia berusaha
untuk mencapai akar akar dari hukum”.10

“Menurut Mahadi, filsafat hukum adalah falsafah tentang hukum, falsafah tentang segala
sesuatu dibidang hukum sampai ke akar akarnya secara mendalam”.11

Maka kesimpulannnya secara logika berpikir, maka filsafat hukum adalam


memiliki tujuan mempelajari hukum, yang menjadi obyeknya adalah hukum itu sendiri,
sedangkan aliran aliran filsafat hukum adalah sebagai berikut:
(1) Aliran Hukum Alam
Ada dua pandangan dalam pembahasan hukum kodrat ini, yakni: pandangan
teologis dan pandangan sekuler.12
a. Pandangan Teologis:
Dalam pandangan teologis dikatakan bahwa seluruh alam semesta diatur
oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai ciptaannya. Tuhan telah meletakkan prinsip-
prinsip yang abadi untuk mengatur segala kehidupan di dunia ini. Oleh karenanya
seluruh aturan yang diciptakan oleh manusia harus berdasarkan pada hukum Tuhan
yang abadi.
b. Pandangan Sekuler
Dalam pandangan skuler, diyakini bahwa manusia memiliki kemampuan
akal budi yang menjadi sumber tatanan moral dalam diri dan masyarakat manusia.
Keutamaan moral tidak ada dalam sabda Tuhan yang tertulis dalam kitab suci.
Prinsip-prinsip kodrati bersifat abadi, menjadi acuan validitas segala norma yang
digapai dengan penalaran yang tepat dan benar. Prinsip-prinsip yang universal ini
berlaku secara universal pula, dan saat menggapainya harus disingkirkan segala
hukum positif yang tidak bersumber kepada hukum kodrat. Hukum kodrat adalah
hal yang fundamental dalam kehidupan manusia di masyarakat. Adapun Tokoh-
tokoh dalam mazhab hukum kodrat adalah: Thoman Aquinas, H.L.A. Hart
(2) Aliran Hukum Positif
Aliran ini disebut juga dengan positivisme hukum. Aliran ini berpandangan
bahwa hukum itu adalah perintah penguasa (law is a command of the lewgivers).
Bahkan bagian aliran hukum positif yang dikenal dengan nama Legisme
berpendapat lebih tegas, bahwa hukum itu adalah identik dengan undang-undang.13
Aliran hukum positif ini dapat dibedakan dalam dua corak, yakni: (1) Aliran Hukum

9
Astim Riyanto, Filsafat Hukum, Bandung: Yapemdo, 2003, hal. 19.
10
Soetikno, Filsafat Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, Cet. Ke-8, 1997, hal. 2.
11
H. Lili Rasyidi, Dasar Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung : Citra Aditya Bhakti, 2001,
hal. 3.
12
Antonius Cahyadi, E. Fernando M. Manullang, Pengantar Ke Filsafat Hukum, Prenada, Edisi
Pertama Cetakan Ke-3, Jakarta, 2010, hal. 43.
13
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintar Sejarah, Jakarta : Kanisius, 1982, hal. 122.

118
Positif Analitis (Analitical Jurisprudence) atau biasa disebut positivisme sosiologis
yang dikembangkan oleh Jhon Austin [1790-1859], dan (2) Aliran Hukum Murni
(Reine Rechtslehre) atau dikenal juga dengan positivisme yuridis yang
dikembangkan oleh Hans Kelsen [1881-1973].14
a. Aliran Positivisme Sosiologis:
Merurut Jhon Austin (1790-1859) sebagai pelopor positivisme sosiologis ini,
hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat hukum itu terletak pada
unsur “perintah” itu. Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, logis, dan
tertutup. Selanjutnya disebutkannya bahwa negara sebagai superior menentukan
apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan. Kekuasaan dari negara
ini memaksakan orang untuk taat. Negara sebagai superior memberlakukan hukum
secara menakut-nakuti, dan mengarahkan tingkah laku orang ke arah yang
diinginkannya. Hukum adalah perintah yang memaksa, yang dapat saja bijaksana
dan adil, atau sebaliknya.15
b. Aliran Positivisme Yuridis
Menurut Hans Kelsen (1881-1973), hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir
non yuridis. seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan etis. Pemikiran inilah
yang kemudian dikenal dengan Teori Hukum Murni (Reine Rechtslehre) dari
Kelsen. Jadi, hukum adalah suatu Sollen Ketegorie (kategori faktual). Bagi Kelsen,
hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai
makhluk rasional. Hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan isi (materia).
Jadi keadilan sebagai isi hukum berada di luar hukum. Oleh karenanya bisa saja
suatu hukum itu tidak adil, tetapi ia tetaplah hukum karena dikeluarkan oleh
penguasa.16
(3) Aliran Utilitarian17
Utiliarianisme atau Utilitisme adalah aliran yan meletakkan kemanfaatan
sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan
(happines). Jadi baik buruk ataupun adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada
apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.
Pendukung utama utilitarianisme ini adalah: Jeremy Bentham [1748-1832], John
Stuart Mill [1806-1873], dan Rudolf von Jhering [1818-1892].
(4) Mazhab Sejarah
Mazhab Sejarah timbul sejalan dengan gerakan nasionalisme di Eropa. Jika
sebelumnya para ahli hukum memfokuskan perhatiannya kepada individu,
penganut mazhab sejarah sudah mengarah kepada bangsa, tepatnya jiwa bangsa
(volksgeist). Adapun tokoh-tokoh pada mazhab ini ialah: Friedrich Karl von Savigny,
Puchta, dan Henry Summer Maine.18
(5) Aliran Sociological Jurisprudence.19
Menurut aliran sociological jurisprudence, hukum yang baik haruslah

14
Muhammad Erwin, Op., Cit., hal. 249.
15
Sukarno Aburaera, et.al., Filsafat Hukum Teori Dan Praktek, Jakarta : Kencana, 2013,
hal. 108.
16
Ibid., hlm. 109.
17
I Ketut Wirawan, et.,al., Pengantar Filsafat Hukum, Denpasar: Fakultas Hukum Universitas
Udayana, 2016, hlm. 33
18
Ibid., hal. 271.
19
I Ketut Wirawan, Loc., Cit., hal. 34.

119
Jurnal ESENSI HUKUM,

Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2020, hlm 113-122

hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Aliran ini
memisahkan secara tegas antara hukum positif (the positive law) dengan hukum
yang hidup di masyarakat (the living law). Timbulnya aliran ini adalah dari hasil
dialektika antara Positivisme Hukum (tesis) dan Mazhab Sejarah (antitesis).
Positivisme Hukum memandang hukum hanyalah perintah penguasa, sedang
Mazhab Sejarah memandang hukum timbul dan berkembang bersama masyarakat.
Para Tokoh dalam aliran ini antara lain: Eugen Ehrlich [1862-1922] dan Roscoe Pound
[1870-1964].20
(6) Aliran Legal Realism.21
Aliran Legal Realism disebut pula dengan Realisme Hukum. Dalam
pandangan penganut realisme hukum, hukum adalah hasil kekuatan-kekuatan
sosial dan alat kontrol sosial. Pembentuk hukum dapat meliputi kepribadian
manusia, lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan bisnis, gagsan yang
sedang berlaku, emosi-emosi yang umum, dan hasil hukum dalam kehidupan.
Pandangan dalam realisme hukum adalah bahwa tidak ada hukum yang mengatur
suatu perkara sampai ada putusan hakim terhadap perkara itu. Apa yang dianggap
sebagai hukum didalam buku, baru merupakan tafsiran tentang bagaimana hakim
akan memutuskan

2.3 Falsafah Hukum Kebangsaan Indonesia


Pancasila itu sendiri sebagai suatu sistem filsafat merupakan lima sila peradaban
yang saling memberikan kesimbangan dalam suatu kesatuan yang utuh dan harmonis.
Lima sla peradaban bangsa Indonesia itu saling berhubungan sangat erat sehingga tidak
dapat dipisahkan satu sama lain, sebagaimana rumusan berikut :22

Gambar 76. Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pancasila sebagai dasar negara berarti setiap sendi-sendi ketatanegaraan pada
negara Republik Indonesia harus berlandaskan dan/atau harus sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Hal tersebut bermakna, antara lain bahwa, Pancasila harus senantiasa
menjadi ruh atau spirit yang menjiwai kegiatan membentuk negara seperti kegiatan
mengamandemen UUD dan menjiwai segala urusan penyelenggaraan negara. Bilamana
ada kesempatan, maka bisa kita memperdalam 5 (lima) sila dan 45 (empat puluh lima)

20
Muhammad Erwin, Loc., Cit., hal. 273.
21
I Ketut Wirawan, Ibid.,hlm. 34.
22
Muhammad Erwin, Loc., Cit., hal. 378.

120
butir yang terkaandung di dalamnya, seperti gambar dibawah ini:23

Bahwa dari uraian di atas, dapat ditarik benang filosofinya bahwa hakikat hukum
menurut Pancasila untuk keluarga besar Indonesia adalah hukum yang berketuhanan,
yang berkemanusiaan, yang mengutamakan persatuan dan kejayaan Indonesia, yang
berkedaulatan rakyat dan tentunya yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.24 Singkat kata, jika tidak memakai Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia
maka jelas tidak menghargai jasa founding fathers dan wajib menjunjung tinggi
Pancasila sebagai aliran filsafat bangsa Indonesia yang merupakan sumber segala
sumber hukum di Indonesia hingga kapan pun.

3. SIMPULAN
Berdasarkan seluruh uraian sederhana di bab-bab sebelumnya, maka
mendapatkan hasil analisa yakni:
1. Aliran filsafat hukum yang dianut atau dipilih oleh bangsa Indonesia baik sejak
dahulu kala hingga sampai saat ini adalah aliran filsafat hukum Pancasila yang
mana merupakan falsafah atau filsafat bangsa Indonesia yang dinyatakan oleh
founding fathers bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945.

23
Ibid., hal. 384.
24
Ibid.,

121
Jurnal ESENSI HUKUM,

Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2020, hlm 113-122

2. Sebab pentingya aliran filsafat hukum bagi bangsa Indonesia adalah merupakan
sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia dalam memperingati dan
menghormati founding fathers maupun para pahlawan yang gugur dalam
merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Dan aliran filsafat hukum Pancasila
adalah merupakan sumber segala sumber hukum bagi segala peraturan
perundang undangan yang berlaku di Indonesia tercinta ini.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Aburaera, Sukarno, Muhadar, dan Maskun, Filsafat Hukum: Teori dan Praktik, Jakarta:
Prenada Media Group, 2017.

Atmadja, I Dewa Gede, Filsafat Hukum: Dimensi Tematis dan Historis, Malang : Setara
Press, 2013.

Djamali, R. Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,


2014.

Cahyadi, Antonius dan, E. Fernando M. Manullang, Pengantar Ke Filsafat Hukum,


Prenada, Edisi Pertama Cetakan Ke-3, Jakarta, 2010.

Erwin, Muhammad, Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum dan Hukum
Indoensia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015.

Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dalam Lintas Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 1982.

Rasjidi, H. Lili dan Liza Sonia Rasjidi, Dasar Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung,
PT. Citra Aditya Bakti, 2012.

Riyanto, Astim, Filsafat Hukum, Bandung: Yapemdo, 2003.


Soetikno, Filsafat Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, Cet. Ke-8, 1997.

Wirawan, I Ketut dan I Dewa Gede Atmadja, et. al., Pengantar Filsafat Hukum,
Denpasar : Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2016.

Wirawan, I Ketut dan I Dewa Gede Atmadja, et. al., Pengantar Hukum Indonesia ,
Denpasar : Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2017.

B. Internet
https://www.idntimes.com/news/indonesia/santi-dewi/andi-hamzah-
penegakan-hukum-saat-ini-lebih-buruk-dari-orde-lama

122

Anda mungkin juga menyukai