Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH GEOMORFOLOGI

WILAYAH KEPESISIRAN

Disusun Oleh:

PUTRI DAMAYANTI
220109500009

Dosen pengampu:

Ir. Muh. Darwis, M.Si.

PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI A

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2023

i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAh SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayahnya sehingga penulis dapat merampungkan Makalah ini dengan baik dan
tepat waktu. Makalah ini berjudul “GEOMORFOLOGI WILAYAH KEPESISIRAN ”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan dari dosen
pengampu mata kuliah Geomorfologi Dasar. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan menambah pengetahuan khususnya mahasiswa Universitas Negeri Makassar jurusan
Geografi dan dapat memberikan gambaran tentang geomorfologi wilayah kepesisiran.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 14 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai sebuah negara maritim dan kepulauan, Indonesia memiliki batas laut-darat yang
tidak kecil. Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara dengan garis pantai terpanjang,
yaitu 99.093 km. Kondisi tersebut memberikan dampak signifikan terhadap kondisi ekosistem
kawasan pesisir sebagai zona transisi antara wilayah darat dan laut. Wilayah kepesisiran adalah
zona dengan luasan yang beragam, mulai zona pecah gelombang hingga area daratan dengan
batas pengaruh proses yang berasal dari lautan tidak berpengaruh. Wilayah kepesisiran
merupakan area peralihan tempat terbentuknya sistem yang merupakan hasil interaksi wilayah
darat, laut, dan udara (Marfai dkk, 2020). Wilayah kepesisiran dalam pengertian yang paling
umum merupakan wilayah di pertemuan antara darat dan perairan laut, dengan batas ke arah
darat termasuk daratan yang kering, terendam oleh air, dan yang terpenting masih dipengaruhi
oleh angin laut, intrusi air laut, pasang surut, dan bercirikan vegetasi yang khas. Batas darat di
wilayah kepesisiran secara genetik dapat berasal dari proses laut, proses fluvio-marin, atau
proses aeolian. Batas laut merupakan batas terluar landas kontinen yang mempunyai karakteristik
unik dan masih terpengaruh proses alam yang berasal dari daratan, seperti aliran air tawar,
sedimentasi, serta fenomena yang bersumber dari aktivitas manusia di daratan, seperti
pencemaran, polusi, dan deforestasi (Mutaqin, 2022).
1.2 Rumusan Masalah
1.1.1 Apakah yang dimaksud dengan Geomorfologi wilayah kepesisiran?
1.1.2 Apa saja ruang lingkup wilayah kepesisiran?
1.1.3 Apa saja klasifikasi dan bentuk- bentuk lahan wilayah kepesisiran?
1.3 Tujuan
1.1.4 Mengetahui apa yang di maksud dengan Geomorfologi wilayah kepesisiran
1.1.5 Mengetahui ruang lingkup wilayah kepesisiran
1.1.6 Mengetahui klasifikasi dan bantuk-bentuk wilayah kepesisiran

iv
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Geomorfologi Wilayah Kepesisiran


Geomorfologi mengkaji tentang bentuk lahan, khususnya mengenai sifat, asal
pembentukan, proses-proses perkembangan, dan komposisi materialnya. Bentuk lahan
merupakan bentukan pada permukaan bumi sebagai hasil dari perubahan bentuk permukaan
bumi oleh proses-proses geomorfologi yang beroperasi di permukaan bumi. Proses geomorfologi
adalah semua perubahan fisik maupun khemis yang terjadi di permukaan bumi oleh tenaga-
tenaga geomorfologi. Tenaga geomorfologi adalah medium alami yang mampu merusak dan
mengangkut partikel bumi dari suatu tempat ketempat lain.
Pesisir merupakan kawasan yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Hal ini
dikarenakan wilayah pesisir merupakan tempat pertemuan antara laut dan darat. Laut memiliki
sumberdaya hayati dan nonhayati yang melimpah. Daratan merupakan tempat bagi manusia
untuk bermukim. Daratan di wilayah pesisir awalnya dibentuk oleh tenaga endogen yang
kemudian diubah gelombang laut hingga menghasilkan bentuklahan yang ada saat ini yang
diantaranya dapat menjadi aset pariwisata. Sedimen yang dibawa dari pegunungan di sekitar
pesisir membawa mineral yang dapat memperkaya unsur hara sehingga tanah menjadi subur.
Faktor faktor tersebut yang menjadi daya tarik tersendiri bagi manusia untuk tinggal di wilayah
pesisir, Wilayah pesisir pada umumnya dimanfaatkan sebagai kawasan pemukiman. Lebih dari
70% kota besar di dunia berada di daerah pantai.
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat
meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-
sifat laut seperti angin laut, pasangsurut perembesanair laut (infiusi) yang dicirikan oleh
vegetasinya yang khas, sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas
terluar dari daerah paparan benua (continental shelfl), dimana ciri-ciri perairan ini masih di
pengaruhi oleh proses alami yang terjadi didarat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun
proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran. Menurut Sunarto (2001), menyatakan bahwa wilayah kepesisiran (coastal area)
adalah mencakup wilayah darat dan laut, ke arah laut dibatasi pada lokasi awal pertama kali
gelombang pecah terjadi ketika surut terendah dan ke arah darat dibatasi oleh batas terluar
bentuklahan kepesisiran di pedalaman. Daerah kepesisiran ini mencakup pesisir, pantai, dan
perairan laut dekat pantai (near shore).
Menurut Kodoatie dan Sjarief (2010), yang dimaksud dengan pesisir atau pantai adalah
suatu daerah di tepi laut sebatas surut terendah dan pasang tertinggi, di mana daerah ini terdiri
atas daratan dan perairan. Pada daerah pantai ini masing-masing wilayahnya dipengaruhi oleh
aktivitas daratan dan aktivitas marin, sehingga dapat disimpulkan bahwa daerah tersebut
memiliki sifat ketergantungan satu sama lain, atau dapat juga diartikan saling mempengaruhi.
Proses fisik yang terjadi di lautan dan daratan secara terus-menerus akan membentuk

v
jenis/tipologi pesisir tertentu tergantung pada proses genetik dan material penyusunnya, sehingga
tiap tipologi pesisir tertentu akan memberikan ciri-ciri pada bentanglahan (landscape) dan
berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut.
2.2 Lingkup Wilayah Kepesisiran
Wilayah kepesisiran secara umum dibagi menjadi beberapa bagian, seperti pantai, garis
pantai, tepi pantai, pantai belakang, dekat pantai, dan lepas pantai. Pantai adalah wilayah yang
dibatasi oleh garis air surut dan batas atas aksi gelombang normal, biasanya meluas ke dasar
tebing atau garis vegetasi saat kondisi pasang. Garis pantai (shoreline) didefinisikan sebagai
wilayah yang berada di antara garis pasang tertinggi dan surut terendah yang sangat dinamis
akibat pergerakan vertikal benua dan variasi permukaan laut. Keberadaan garis pantai di daerah
tropis dapat berupa pantai berpasir, pantai berbatu, tebing, hutan mangrove, atau batas buatan
manusia, misalnya dermaga dan dinding penahan gelombang.

Dalam literatur Amerika, istilah garis pantai sering digunakan sebagai sinonim dari garis
pesisir (coastline), sedangkan pesisir (coast) diartikan sebagai wilayah kepesisiran (coastal area).
Perbedaan utama antara istilah-istilah ini adalah bahwa garis pantai bergerak maju mundur
(dinamis) saat pasang dan surut, sedangkan garis pesisir hanya berubah karena keadaan luar
biasa, seperti gelombang badai atau tsunami. Garis pesisir diartikan sebagai garis yang menjadi
pembatas antara daratan dan lautan, biasanya ditandai dengan garis vegetasi atau dasar tebing
pada saat air pasang.
Dekat pantai (nearshore) didefinisikan sebagai daerah yang memanjang dari garis di
mana gelombang mulai pecah ke garis air surut lebih jauh ke daratan, sedangkan gisik (beach)

vi
adalah daerah pantai yang disusun oleh material sedimen lepas, seperti pasir dan kerikil yang
terakumulasi. Karena lokasinya berada di wilayah pertemuan dan interaksi antara tiga sistem
alam utama di permukaan bumi maka serangkaian proses dapat terjadi di wilayah kepesisiran.
Proses tersebut meliputi efek pasang surut.
2.3 Klasifikasi dan Bentuk- bentuk wilayah kepesisiran
Pemahaman tentang sistem klasifikasi pesisir diperlukan untuk mempelajari tipologi
wilayah kepesisiran. Ada beberapa sistem klasifikasi untuk wilayah kepesisiran, misalnya Davis
(1996) mengklasifikasikan pesisir dalam dua kategori, yaitu: 1) terbentuk oleh erosi; dan 2)
terbentuk oleh pengendapan/sedimentasi. Sementara peneliti lain memiliki kategorinya masing-
masing, seperti berdasarkan: 1) jenis sedimen, yaitu klastik kasar (sirap dan pasir) atau
berlumpur (King, 1959); 2) terangkat atau tenggelam (Johnson, 1919; Valentin, 1952); dan 3)
menurut proses tektonik (Inman dan Nordström, 1971).

Klasifikasi sistem kepesisiran oleh Shepard (1973), dan direvisi pada tahun-tahun
berikutnya, adalah yang paling banyak digunakan dalam studi kepesisiran di negara-negara
Anglo-Saxon (Gambar 5). Sistem klasifikasi ini mengacu pada proses yang paling dominan
terjadi di pesisir. Shepard (1973) mengklasifikasikan pesisir menjadi dua kelas: pertama, pesisir
primer yang sebagian besar dibentuk dan dikendalikan oleh proses yang berasal dari darat,
seperti erosi, sedimentasi, vulkanik, dan diastrofisme. Pesisir primer termasuk pesisir erosi darat
seperti yang terbentuk pada estuari dangkal yang masuk ke daratan (Ria coast) dan pesisir karst.
Pesisir primer lainnya termasuk pesisir pengendapan subaerial, misalnya delta; pesisir vulkanik,
misalnya aliran lava dan pesisir tephra; dan pesisir diastrofisme, seperti sesar dan lipatan.

vii
Kedua, pesisir sekunder yang dibentuk terutama oleh proses yang berasal dari laut atau
oleh organisme laut. Pesisir sekunder meliputi pesisir pengendapan laut, yang terbentuk dari
pengendapan material sedimen laut akibat aksi gelombang dan arus. Pesisir sekunder lainnya
termasuk pesisir erosi gelombang dan pesisir yang dibangun oleh organisme. Pesisir erosi
gelombang adalah pesisir yang garis pantainya dibentuk oleh aksi gelombang dan dapat
mengakibatkan tebing menjadi lurus atau tidak beraturan. Sedangkan pesisir yang dibangun oleh
organisme merupakan hasil konstruksi, baik oleh fauna maupun flora, misalnya pesisir terumbu
karang, atol, dan pesisir mangrove, yang tentu saja sangat umum dijumpai di daerah tropis.

Menurut Triadmodjo (1999), pesisir (coast) adalah daerah darat di tepi laut yang masih
mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut, dimulai dari
daerah pasang tertinggi hingga daerah belakang. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 yang
merupakan Perubahan atas Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pasal (1) mengatakan bahwa wilayah pesisir adalah peralihan
antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Snead (1982)
dalam Murti(2011) mengatakan bahwa pesisir adalah daerah membentang di pedalaman dari
laut, umumnya sejauh perubahan topografi pertama di permukaan daratan. Pesisir merupakan
area lahan yang membentang di pedalaman dari garis pesisir (coastline) sejauh pengaruh laut
yang dibuktikan pada bentuk lahannya.
Wilayah pesisir mencakup wilayah darat ke arah laut dibatasi oleh garis pesisir (coastline)
dan ke arah darat dibatasi oleh batas terluar bentuk lahan pesisir di pedalaman. Bentuk lahan
daerah pesisir terdiri atas beting gisik (beach ridge), gumuk pasir (sand dune), laguna (lagoon),
swale, dan dataran aluvial kepesisiran. Sementara itu, Supriharyono (2000) menyebutkan bahwa
wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisir
meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-

viii
sifat laut, seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sementara itu, ke arah laut,
wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di
darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di
darat, seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Pesisir merupakan wilayah yang memiliki dinamika, yaitu proses perubahan yang
melibatkan aspek ruang dan waktu pada daerah pesisir yang dipengaruhi oleh berbagai macam
tenaga, baik dari dalam bumi maupun dari luar bumi .Proses perubahan ini dapat terjadi dalam
kurun waktu yang lama, namun dapat pula terjadi dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Adapun dinamika kepesisiran tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor: astrodinamik,
aerodinamik, hidrodinamik, morfodinamik, geodinamik, dan antropodinamik

ix
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Wilayah pesisir adalah
daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik
kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut,
pasangsurut perembesanair laut (infiusi) yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas, sedangkan
batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar dari daerah paparan benua.
Wilayah kepesisiran secara umum dibagi menjadi beberapa bagian, seperti pantai, garis pantai,
tepi pantai, pantai belakang, dekat pantai, dan lepas pantai. Ada beberapa sistem klasifikasi untuk
wilayah kepesisiran, misalnya Davis (1996) mengklasifikasikan pesisir dalam dua kategori,
yaitu: 1) terbentuk oleh erosi; dan 2) terbentuk oleh pengendapan/sedimentasi. Sementara
peneliti lain memiliki kategorinya masing-masing, seperti berdasarkan: 1) jenis sedimen, yaitu
klastik kasar (sirap dan pasir) atau berlumpur (King, 1959); 2) terangkat atau tenggelam
(Johnson, 1919; Valentin, 1952); dan 3) menurut proses tektonik (Inman dan Nordström, 1971).
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik saran yang sifatnya membangun demi
kemajuan makalah penulis nantinya

x
DAFTAR PUSTAKA

xi

Anda mungkin juga menyukai