Anda di halaman 1dari 3

BAHAN AJAR/MAKALAH YANG DIGUNAKAN DALAM RANGKA

SEMINAR BUDAYA
“MEMAKNAI NILAI-NILAI ADAT KEMATIAN DAN ADAT PERKAWINAN
UNTUK MENINGKATKAN SANDANG, PANGAN, PAPAN YANG
BERKELANJUTAN”

MEMAHAMI BUDAYA SUMBA TIMUR DALAM RANGKA


PENDEKATAN PENYEDERHANAAN

A. LATAR BELAKANG
Sumba Timur suatu Kabupaten du NTT yang terletak disebelah selatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan posisi geografis maka kondisi daerah Sumba Timur daerah yang
berbukit-bukit, dengan rata-rata kemiringan tertinggi ± 40% luas wilayah dan pada
bagian utara merupakan daerah yang datar dan berbatu-batu dan kurang subur, sedangkan
bagian selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan lereng-lereng yang cukup subur.
Secara keseluruhan Sumba Timur adalah bagian dari Pulau Sumba dengan batas-
batas sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan selat Sumba
- Sebelah selatan berbatasan dengan lautan hindia
- Sebelah Barat berbatasan dengan Sumba Tengah
- Sebelah Timur berbatasan dengan Laut sawu
Meskipun Kabupaten Sumba Timur dikategorikan daerah beriklim kering, namun
secara hidrologi kekayaan sumber daya air yang tersedia cukup baik, dimana terdapat
sejumlah 88 sungai besar maupun kecil (seperti sumber Mataway Yiangu, Sungai
Kadahang, Sungai Mondu, Sungai La Temu, Sungai Payeti, Sungai Kambaniru, Sungai
Kawangu, Sungai Watumbaka, Sungai Melolo dan lain-lain) yang tak pernah kering
sepanjang musim, serta potensi air tanah yang sangat besar dan tersebar hampir semua
wilayah kecamatan (22 kecamatan, 156 desa yang, 140 desa dan 16 kelurahan).
Di lain pihak KEMISKINAN/keadaan terbelakang adalah bahasa yang lugas dan
sangat familiar pada sebahagian terbesar penduduk yang mendiami Kabupaten Sumba
Timur. Hal ini ditunjukkan masih tingginya buta huruf, angka partisipasi kasap yang
hanya 6 tahun, rata-rata Pendidikan penduduk Sumba Timur lulus SMP, pengguna
JAMKESMAS dan JAMKESDA yang tinggi. Tingkat produksifitas yang rendah (rata-
rata pendapatan penduduk kabupaten ini adalah Rp. 18.000.000/tahun, Rp.
1.500.000/bulan, Rp. 50.000/hari.
Jika demikian produktifitas rendah, dan masih banyak lagi variable yang sangat
menggugah Nurani mereka. Juga pendapatan perkapita sudah rendah, namun masih
lakukan kesombongan social dan mempertahankan prestasi 1 harga diri yang tidak
bermakna bagi pribadi maupun kelompok atau Kabihu atau ……../marga.
Pada saat yang sama, penelitian empiris mendapat bahwa pengeluaran tidak
sebanding dengan pendapatan. Belum lagi apabila dikaitkan dengan perilaku budaya
pada bagian terbesar masyarakat kita, pertanyaannya : “ sampai kapankah kita
membiarkan keadaan ini terjadi? Atau perlukah kita lakukan pembinaan yang
berkepanjangan ?
Disinyalir, bahwa ditinjau dari segi ekonomi terdapat korelasi yang kuat antara
perlilaku budaya dan keterbelakangan secara ekonomi. Walaupun dari sisi yang lain,
perilaku budaya yang positif adalah investasi social yang menjanjikan baik sebagai
modal social maupun penempuan kekuatan social.
Namun apabila mencermat berbagai potensi yang ada maka akan banyak
interprestasi dari berbagai pihak /oknum yang kesemuanya itu bergantung dari sudu
mana yang besangkutan berdiri lalu memandang dan mencoba memulai Analisa sesuatu
fakta atau kondisi yang ada dan berkembang di masyarakat.
Untuk memudahkan dalam memahami potensi yang ada, maka berikut ini
disajikan Sebagian potensi yang ada sebagai berikut :
1. Luas wilayah 700.000 Km
2. Jumlah penduduk ± 287.000 jiwa
3. Tingkat kepadatan : 32/km2
4. Jumlah rumah tangga : 57.400 RT
5. Tingkat pertumbuhan penduduk : 2,8%
6. Pendapatan perkapita Rp. 18.000.000/tahun
7. Ternak besar : kuda, sapi, kerbau
8. Ternak kecil : babi dan kambing/domba
9. Ungags : ayam, bebek, puyuh
10. Tangkat Pendidikan : 81% tamat SMP
11. Mata pencaharian : 80% petani
Sisanya : ASN, nelayan, peternak, usaha wiraswasta

B. BUDAYA DAN IMPLEMENTASINYA


1. Secara umum budaya adalah kristalisasi nilai luhur yang hidup dan tepelihara secara
baik dalam suatu komunitas yang diturunkan / diteruskan dari geneasi ke generasi
berikutnya. Budaya menurut Bahasa ibu (Bahasa Sumba Timur) adalah “HORI
PANGERATU, NGGUTI KALARATU” artinya norma atau aturan suatu kelompok
komunitas yang diturunkan oleh leluhur agar digunakan demi kebaikan bresama
dalam suatu kampung yang terdiri dari Kabihu/klas/marga.
Budaya termasuk nilai dari norma, ada yang diturunkansecara tertulis serta
dilaksanakan dan ada diturunkan Bahasa tutur / lisan untuk dilaksanakan. Nilai-nilai
yang terkandung dalam adat istiadat adalah untuk kebaikan Bersama. Nilai-nilai
terkandung dalam budaya (adat istiadat) adalah :
- Ada pesan moral
- Ada pesan cinta kasih
- Ada pesan persatuan
- Ada pesan gotong royong
- Ada pesan mencerdaskan
- Ada yang bermuatan etika
Khusus budaya Sumba Timur diturunkan secara bertutur sehingga dalam
pelaksanaanya terkesan seolah-olah sesuatu yang dilaksanakan oleh pihak tertentu
itulah yang benar atau justru sebaliknya, sehingga mencoba mendalilkan suatu budaya
tutur tertentu dengan pendekatan tertentu masih terdapat cukup alas an untuk
mendiskusikannya atau perdebatan.

2. Implementasinya tradisi adat perkawinan (Li Laleyi, Li Mangoma)


Bahwa nilai-nilai universal dari budaya (adat perkawinan) yang dapat diterima
oleh para pihak adalah sebuah fakta yang harus diperjuangkan Bersama oleh semua
pemangku kepentingan (missal : keadilan, perdamaian, kesejahteraan, dll)
Secara prinsip, adat perkawinan, budaya Sumba mengenal Azas Keseimbangan,
artinya menempatkan secara proporsional pelaksanaan nilai budaya dimaksud dalam
sesuatu yang terus dijaga keseimbangannya demi kesejahteraan Bersama. (misalnya
pasangan suami istri/pasture akan memperoleh keturunan, kebahagiaan, diterima
dalam komunitasnya, dst).
Ada beberapa jenis Tradisi Perkawinan Sumba Timur. Pada bulan Februari 1953
ada pertemuan di Lailara
C. TAHAP MENJELANG PEMINDAHAN ANAK GADIS

Anda mungkin juga menyukai