Anda di halaman 1dari 13

PERANAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARI’AH

DALAM MENGEMBANGKAN USAHA KECIL MASYARAKAT


(Oleh : Drs. SUHARTO, MH. Hakim Pengadilan Agama Slawi)

I. PENDAHULUAN
Lembaga Keuangan Mikro Syariah secara formal telah disebutkan dalam
Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, yang dimaksud dengan "ekonomi
syari'ah" adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah,
antara lain meliputi: a. bank syari'ah; b. lembaga keuangan mikro syari'ah. c. asuransi
syari'ah; d. reasuransi syari'ah; e. reksa dana syari'ah; f. obligasi syari'ah dan surat berharga
berjangka menengah syari'ah; g. sekuritas syari'ah; h. pembiayaan syari'ah; i. pegadaian
syari'ah; j. dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan k. bisnis syari'ah.1
Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga yang memberikan jasa keuangan bagi
pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik formal, semi formal, dan
informal yang tidak terlayani oleh lembaga keuangan formal dan telah berorientasi pasar
untuk tujuan bisnis.2 Sedangkan Lembaga Keuangan Mikro Syariah adalah lembaga
keuangan mikro yang bergerak dalam kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip/
berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Seiring dengan perkembangan kegiatan usaha syari’ah, lembaga keuangan mikro syari’ah
misalnya Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), Koperasi Syariah, pun mengalami perkembangan
yang sangat pesat dari tahun ke tahun. Sejak kehadiran Bank Muamalat Indonesia (BMI)
pada tahun 1992, telah memberikan inspirasi untuk membangun kembali sistem keuangan
yang lebih dapat menyentuh kalangan bawah (grass root). Semula harapan ini hanya
tertumpu pada BMI. Namun harapan ini terhambat oleh Undang-Undang Perbankan,
karena usaha mikro tidak mampu memenuhi prosedur perbankan yang dibakukan Undang-
Undang. BMI sebagai bank umum terkendala dengan prosedur ini. Meskipun misi
keumatannya cukup tinggi, namun realitas di lapangan mengalami banyak hambatan, baik
dari sisi prosedur, plafon pembiayaan maupun lingkungan bisnisnya.3
Menurut Makhalul Ilmi SM. dalam bukunya Teori dan Praktek Lembaga Mikro
Keuangan Syari’ah, sampai dengan tahun 2003 jumlah LKMS yang berhasil diinisiasi dan
dikembangkan sebanyak 3.200 dan tersebar di 27 propinsi.4 Dan menurut pengamatan
penulis jumlah ini mengalami kenaikan terus dari tahun ke tahun sampai dengan sekarang

1 Penjelasan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang perobahan terhadap
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
2 http://www.referensimakalah.com/2013/03/pengertian-lembaga-keuangan-mikro.html.
3 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), UII Press, Yogyakarta, 2005,
halaman 72.
4 Ibid., dan lihat Makhalul Ilmi SM., Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syari’ah, UUI Press,
Yogyakarta, 2002, halaman vi.

1
(sepuluh tahun terakhir).

Perkembangan tersebut juga telah merambah ke daerah-daerah terutama di daerah


yang penduduknya mayoritas beragama Islam dan masyarakat yang usahanya pada skala
usaha kecil atau mikro, serta di masyarakat yang sebagian besar mata pencahariannya
adalah pengrajin dan usaha kecil.

Kehadiran dan perkembangan LKMS ditengah-tengah masyarakat begitu cepat


menunjukkan telah diterima masyarakat sebagai patner kerja untuk menumbuh
kembangkan usaha kecil mereka. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari manajemen dan
produk yang ditawarkan kepada masyarakat tersebut. Bagaimanakah manajemen yang
diterapkan dan produk-produk syariah yang diaplikasikan oleh LKMS. Dua hal inilah yang
akan dibahas sehingga akan diketahui peranan LKMS dalam mendukung perkembangan
usaha kecil masyarakat.

II. MANAJEMEN LKMS.

Manajemen dalam bahasa Arab disebut dengan idarah. Idarah diambil dari
perkataan adartasy-syai’a5 atau perkataan ‘adarta bihi (kamu menggunakannya sebagai
alat untuk memutar sesuatu), juga dapat didasarkan pada kata ad-dauran (mengelilingi
sesuatu). Pengamat bahasa menilai pengambilan kata yang kedua yaitu : ‘adarta bihi itu
lebih tepat. Oleh karena itu, dalam buku Modern Dictionary English Arabic kata
management (Inggris), sepadan dengan kata tadbir, idarah, siyasah dan qiyadah dalam
bahasa Arab. Dalam al Qur’an dari terma-terma tersebut, hanya ditemui terma tadbir dalam
berbagai derivasinya. Tadbir adalah bentuk masdar dari kata kerja dabbara, yudabbiru,
tadbiran. Tadbir berarti penertiban, pengaturan, pengurusan, perencanaan dan persiapan.6

Secara istilah manajemen diartikan sebagai alat untuk merealisasikan tujuan umum
dalam sebuah organisasi. Oleh karena itu idarah (manajemen) adalah suatu aktivitas
khusus menyangkut kepemimpinan, pengarahan, pengembangan, personal, perencanaan,
dan pengawasan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan dengan unsur-unsur pokok
dalam suatu proyek.7 Tujuannya adalah agar hasil-hasil yang ditargetkan dapat tercapai
dengan cara yang efektif dan efesien.8

Menurut Sobrun Jamil, bahwa prinsip-prinsip manajemen dapat diringkas menjadi tiga
yaitu: amanah, pertanggungjawaban, dan komunikatif.9 Adapun yang dimaksud dengan
manajemen dalam LKMS ini adalah proses merencanakan dan mengambil keputusan,

5 Mahdi bin Ibrahim bin Muhammad Mubjir, Amanah dalam Manajemen (terjemahan: Rahmad Abas),
Pustaka al Kautsar, Jakarta, 1997, halaman 59.(adartasy syai’a artinya kamu menjadikan sesuatu itu
berputar).
6 Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir, Yogyakarta, 1984, halaman 415.
7 Mubjir, Op.cit. halaman 59.
8 Lihat, Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, Ekonisia, Yogyakarta, 2005, halaman 14.
9 Sobrun Jamil, “Manajemen dalam Perspektif Islam”, Yogyakarta: STIS Yogyakarta, 2002.

2
mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan sumber daya manusia guna mencapai
sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan efisien. Sejalan dengan hal tersebut
menurut Habib Nasir dan Muhammad Hasanuddin bahwa manajemen mengandung
komponen-komponen pokok yaitu: Planning (perencanaan dan pengambilan putusan),
Organizing (pengorganisasian), Actuating (kepemimpinan), Controlling (Pengendalian),
Evaluing (evaluasi) .

Dalam menjalankan fungsi manajemen dan mengaplikasikannya komponen-


komponen pokok tersebut di LKMS dapat dilakukan tindakan-tindakan konkrit sebagai
berikut:

1. Manajemen Jemput Bola.

Pegawai/karyawan LKMS harus bertindak proaktif, tidak menunggu tapi menjemput


bola, bahkan merebut bola kalau perlu, artinya Pegawai/karyawan LKMS harus terjun
langsung ke pasar-pasar dimana pedagang/pengusaha kecil berada sebagai calon
anggota/nasabah untuk menghimpun dana maupun menyalurkan pembiayaan.
Pelayanannya mengacu kepada kebutuhan calon anggota/nasabah, sehingga semua
pegawai/karyawan LKMS harus mampu memberikan yang terbaik buat calon
anggota/nasabah dan masyarakat.

Kantor LKSM dibuka dan ditutup sesuai kebutuhan pasar, waktu buka kasnya tidak
terbatas pada siang hari saja, tapi dapat saja malam atau sore hari tergantung pada
kondisi pasarnya. Kantor ini hanya ditunggui oleh sebagian pegawai saja, karena
kebanyakan dari pegawai yang lain pada keluar untuk menjemput calon
anggota/nasabah. Pembicaraan bisnis bahkan transaksi/akad pembiayaan dapat saja
atau bahkan lebih banyak dilakukan di luar kantor misalnya di pasar atau di rumah
nasabah/anggota.10

Disamping itu manajemen jemput bola ini dapat berfungsi sebagai sosialisasi dan
komunikasi kepada masyarakat secara langsung. Sehingga masyarakat yang
menghendaki atau berurusan dengan LKMS tidak susah payah harus ke kantor LKMS
mereka cukup ditempat namun kebutuhan tetap terpenuhi.

2. Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan syariah.

Sebagaimana kita ketahui bahwa di semua daerah baik di kota maupun di desa di
wilayah Indonesia terdapat pasar-pasar tradisional, disana banyak pedagang-pedagang
kecil yang perlu dibina untuk mengembangkan usahanya. Pembinaan mereka (pedagang
kecil) dibutuhkan tidak saja pembinaan secara teoritis bahkan yang penting pembinaan

Habib Nasir, Muhammad Hasanuddin, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, Kafa Publishing,
2008, Cet.II, halaman 415.
10 Bandingkan dengan Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal … halaman 133.

3
sarana dan prasarana atau permodalan dalam rangka untuk mengembangkan usaha
mereka. Banyaknya pedagang-pedagang kecil yang hidup di pasar-pasar tradisional
yang beragam karakter orangnya dan jenis dagangannya yang merupakan sasaran utama
LKMS untuk mengembangkan usahanya sehingga LKMS harus mampu menyuguhkan
jenis-jenis produk pelayanan sesuai yang dibutuhkan, produk pelayanan LKMS tidak
perlu dibatasi secara kaku namun harus diciptakan secara fleksibel atau luwes dan
kontekstual. Sehingga masyarakat akan mudah memilih produk LKMS sesuai dengan
apa yang diinginkan.11

3. Menggunakan prosedur dan mekanisme yang praktis

Sesuai dengan kondisi masyarakat pedagang kecil dimana kebanyakan budaya dan pola
pikir mereka yang cenderung sederhana dan praktis sehingga mereka lebih senang
segala sesuatu yang ada kaitannya dengan pengembangan usaha kecilnya memilih
prosedur dan mekanisme yang praktis, mudah dan tidak berbelit-belit termasuk prosedur
dan mekanisme dalam berpatner dengan lembaga keuangan yang ada baik dalam
memperoleh pinjaman modal untuk menumbuhkembangkan usahanya maupun dalam
menabung hasil usahanya.

Kondisi semacam ini haruslah difahami oleh LKMS dalam memberikan pelayanan
terhadap masyarakat pedagang kecil yang ada di lingkungan LKMS tersebut. Misalnya
dalam pembiayaan sebuah usaha pedagang kecil, Untuk menyerasikan budaya dan pola
pikir yang sederhana ini maka LKMS harus menciptakan produk dengan menggunakan
pelayanan prosedur dan mekanisme yang praktis dan sederhana serta mudah diterima.
Jika hal ini ditempuh bukan tidak mungkin LKSM akan dapat merebut pangsa pasar
yang menjanjikan sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk mengetahu praktik
manajemen tersebut dapat dilihat pada uraian tentang beberapa produk LKMS dan
aplikasinya berikut ini.

III. BEBERAPA CONTOH PRODUK LKMS DAN APLIKASINYA.

Pada dasarnya produk LKMS memiliki dua fungsi utama yakni funding
(penghimpunan dana) dan financing (penyaluran/pembiayaan dana). Dua fungsi ini
memiliki keterkaitan yang sangat erat antara yang satu dengan lainnya. Keterikatan ini
terutama berhubungan dengan rencana penghimpunan dana supaya tidak menimbulkan
terjadinya dana menganggur (idle money) di satu sisi dan di sisi lain rencana pembiayaan
untuk menghindari terjadinya kurangnya dana/likuiditas saat dibutuhkan.

Upaya penghimpunan dana ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
menarik simpati masyarakat untuk menjadi anggota/nasabah di LKMS. Prinsip utama

11 Lihat : Baihaqi Abdul Majid, dkk, Pedoman Pendirian, Pembinaan dan Pengawasan Lembaga
Keuangan Mikro BMT, Laznas BMT, Jakarta, 2007, halaman xx.

4
dalam manajemen funding ini adalah kepercayaan. Artinya kemauan masyarakat untuk
menaruh dananya pada LKMS sangat dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap LKMS itu sendiri. Karena LKMS pada prinsipnya merupakan lembaga amanah,
maka setiap insan LKMS harus dapat menunjukkan sikap amanah tersebut.

Baik produk funding maupun financing digerakkan dengan prinsip syariah yang
memberikan keuntungan yang bebas dari bunga serta melaksanakannya adalah bernilai
ibadah kepada Allah SWT. Jadi transaksi di LKMS disamping menguntungkan juga akan
mendapatkan pahala di sisi Allah SWT. karena telah menjalankan syariatNya.

a. Funding (Penghimpunn dana) LKMS

Jumlah dana yang dapat dihimpun melalui LKMS sesungguhnya tidak terbatas.
Namun demikian, LKMS harus mampu mengidentifikasi berbagai sumber dana dan
mengemasnya ke dalam produk-produknya, sehingga layak jual di tengah-tengah
masyarakat yang sangat kompetitif dalam pengelolaan keuangan. Misalnya produk
penghimpunan dana berupa tabungan. Produk tersebut dioperasikan berdasarkan prinsip
syariah baik dalam akad wadi’ah maupun mudharabah.

Wadi’ah berarti titipan. Prinsip ini merupakan akad titipan barang atau uang pada
LKMS, oleh sebab itu LKMS mempunyai kewajiban untuk menjaga dan merawatnya
dengan sebaik-baiknya serta mengembalikannya saat penitip (muwadi’) menghendakinya.
Di masyarakat, prinsip ini biasa dikenal dengan istilah tabungan atau saving depost
(wadi’ah amanah) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan atau alat yang
dipersamakannya.12

Akad wadi’ah dibagi menjadi dua, yaitu Wadi’ah Yadul Amanah dan Wadi’ah
Yadudh Dhamanah. Wadi’ah Yadul Amanah yaitu penitipan barang atau uang tetapi LKMS
tidak memiliki hak untuk mendayagunakan titipan tersebut. Atas pengembangan produk
ini, LKMS dapat mensyaratkan adanya jasa (fee) kepada penitip sebagai imbalan atas
pengamanan, pemeliharaan, dan administrasinya. Nilai jasa tersebut sangat tergantung pada
jenis barang dan lamanya penitipan.

Wadi’ah Yadudh Dhamanah merupakan akad penitipan barang atau uang kepada
LKMS, namun LKMS memiliki hak untuk mendayagunakan dana tersebut. Atas akad ini
deposan akan mendapatkan imbalan berupa bunos, yang tentu saja besarnya sangat
tergantung dengan kebijakan manajemen LKMS. Produk ini biasanya kurang berkembang
karena deposan menghendaki adanya bagi hasil yang layak. Prinsip ini sering dipraktekkan
untuk dana-dana yang bersifat sosial, penitip tidak menghendaki adanya imbalan.

12 Siamat, , Manajemen Lembaga Keuangan, Cet. II, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta,
1999, halaman 88.

5
a. Tabungan

Tabungan atau saving deposit adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang
dipersamakan.13 Dalam praktenya anggota/nasabah lebih memilih tabungan mudharabah
dari pada wadi’ah karena lebih menguntungkan.

Ketentuan umum tabungan berdasarkan mudharabah :

1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank
(LKMS) bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.

2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bak (LKMS) dapat melakukan berbagai usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan pengembangannya, termasuk
didalamnya mudharabah dengan pihak lain.

3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening.

5. Bank (LKMS) sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan


menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.

6. Bank (LKMS) tidak diperkenankan mengurangi nisbah tanpa persetujuan yang


bersangkutan.

Dalam mengaplikasikan produk tabungan tersebut pegawai LKMS perlu mendatangi


pengusaha kecil sebagai calon anggota/nasabah (sebagai konsekwensi sistem jemput bola)
dan yakinkan kepada calon anggota/nasabah bahwa menabung di LKMS akan menghasil
keuntungan yang terhindar dari bunga karena menggunakan sistem bagi hasil (nisbah) tidak
seperti lembaga keuangan konvensional, Insya Allah berkah. Ciptakan dengan cara-cara
yang sangat mudah dan praktis sehingga anggota/nasabah dalam menabung atau
mengambil tabungan tidak perlu ke kantor LKMS namun akan dilayani ditempat dimana
anggota/nasabah bekerja. Nisbah akan diberikan secara periodik sesuai kebijakan LKMS
tersebut.

b. Financing (penyaluran/pembiayaan dana)

Aktivitas yang tidak kalah pentingnya dalam produk LKMS adalah Financing
(penyaluran atau pembiayaan) yang sering dalam keuangan konvensional dikenal dengan
sebutan kredit. Bahkan pembiayaan ini digunakan untuk menunjukkan aktivitas utama
LKMS, karena menyangkut masalah rencana perolehan pendapatan.
13 Siamat, Manajemen... halaman 88.

6
Menurut Pasal 1 ayat 25 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 menyebutkan bahwa
pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiyah bit tamlik;

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istshna’;

d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh;

e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa;
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antar bank (LKMS) dan/atau diberi fasilitas
dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan
ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Di antara produk pembiayaan adalah sebagai berikut :

1. Murabahah

Murabahah merupakan akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga


belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
keuntungan yang disepakati.14

Ketentuan umum murabahah.15

a. Bank (LKMS) dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

B. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.

c. Bank (LKMS) membiayai sebagian atau seluruh harta pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.

d. Bank (LKMS) membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian itu harus sah dan bebas riba.

e. Bank (LKMS) harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

f. Bank (LKMS) kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga jual

14 Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d Undang-Undang No. 21 Tahun 2008.


15 Lihat Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 1 April 2000, Pasal 19 ayat (1) huruf d
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008. Dan Pasal 20 ayat 6 KHES.

7
senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank (LKMS) harus memberi
tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu
tertentu yang telah disepakati.

h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank
(LKMS) dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

i. Jika bank (LKMS) hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik bank.

Aplikasi dari produk murabahah ini dapat dilakukan oleh LKMS dengan cara
menawarkan barang-barang yang diperlukan oleh pedagan kecil. Misalnya pengadaan
grobag dorong sebagai tempat dagangan bagi pedagang yang belum punya tentunya.
LKMS membuat proposal sederhana tentang pengadaan atau pembuat grobag dorong,
dari proposal ini dapat diketahui bentuk, kapasitas, kegunaan, warna dan harga yang
dibutuhkan bahkan dijelaskan juga prospek ke depan jika menggunakan grobag ini.
Dari sini pedagang dapat mempertimbangkan apakah akan membeli atau tidak. Jika
pedagang berminat membeli maka LKMS membiayai pembelian grobag dorong tersebut
dengan berpedoman tata cara akad murabahah sesuai dengan ketentuan yang ada. Cara
pembelian ini dapat dilakukan secara kontan maupun kredit dengan mengacu prinsip-
prinsip syariah yang ada.

2. Mudharabah

Mudharabah yaitu akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (malik, shahibul maal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua
(‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di
antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.. Jika terjadi kerugian,
maka dibebankan kepada pemilik harta saja. Sedang orang yang mengusahakan atau
pengelola menanggung kerugian dalam usahanya, sehingga tidak perlu diberi beban
kerugian yang lain.16

Ketentuan Pembiayaan Mudharabah :

a. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang dilakukan oleh bank (LKMS) kepada
pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.

b. Dalam pembiayaan ini bank (LKMS) sebagai shahibul maal membiayai 100%

16 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syari’ah: Wacana, ulama’ dan Cendekiawan, tazkiyah
institut, Jakarta,1999, halaman 177.
8
kebutuhan suatu usaha, sedangkan nasabah bertindak sebagai mudharib.

c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana ditentukan berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak bank (LKMS) dengan pengusaha.

d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syari’ah, dan bank (LKMS) tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan
tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.

f. Bank (LKMS) sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah kecuali jika mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi perjanjian.

g. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, bank (LKMS) dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila nudharib terbukti
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

h. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan


diatur oleh bank ( LKMS) dengan memperhatikan fatwa DSN.

i. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

j. Dalam hal penyandang dana bank (LKMS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya
yang telah dikeluarkan.17

Aplikasi dari produk mudharabah ini dapat dilakukan oleh LKMS dengan cara
menawarkan modal kerja yang diperlukan oleh pedagan kecil. Misalnya bagi pengrajin
souvenir yang ingin memperbanyak barang-barang souvenirnya sementara mereka tidak
ada modal maka LKMS dapat memberi penawaran modal kerja untuk pengadaan
barang-barang souvenir tersebut. Pencairan dana pembiayaan ini tentunya setelah
dilakukan studi kelayakan oleh LKMS, jika layak diajak kerja sama maka akan
dilakukan transaksi kerjasama ini dengan akad mudharabah. Dalam akad dapat
disepakati prosentase nisbah untuk menentukan keuntungan antara keduanya, namun
sebelum disepakati, keduanya baik LKMS selaku shahibul mal maupun nasabah selaku
mudharib dapat mengajukan prosentase pembagian nisbah antara shohibul mal dengan
mudharib, yang penting hasil akhir harus disepakati tentang prosentase nisbah tersebut,
misalnya bagian mudharib 60 % dan bagian shahibul mal 40% atau disepakati lain

17 Fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 4 April 2000, . Undang-Undang No. 21


Tahun 2008 Pasal 19 ayat (1) huruf c, KHES Pasal 20 ayat 4.

9
tergantung isi dari akad tersebut.

3. Ijarah

Yang dimaksud dengan ijarah adalah akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Jika akad ijarah ini
dimaksudkan dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri maka transaksi tersebut
dinamakan ijarah al muntahiyah bit tamlik.
Ketentuan transaksi ijarah
1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan / atau jasa

2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.

3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.

4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah .

5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah
(ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.

6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa
juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.

7. Sewa adalah suatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada Lembaga Keuangan
Syari'ah sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual
beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.

8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat) dari jenis yang sama dengan obyek
kontrak.

9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu,
tempat dan jarak.18

Aplikasi dari produk Ijarah ini dapat dilakukan oleh LKMS dengan cara menawarkan
barang yang diperlukan oleh pedagan kecil untuk disewa. Misalnya LKMS membangun
kios-kios kecil kemudian kios disewakan kepada pedagang kecil denga waktu dan nilai
sewa yang telah disepakati. Kios milik LKMS tersebut dapat disewa tanpa pemindahan
(ijarah murni) artinya selama kios tersebut ditempati selama itu pula pedagang
membayar sewanya, tapi jika pedagang tersebut menginginkan ada pemindahan hak
kepemilikan kios tersebut maka LKMS harus memperhitungkan nilai kios tersebut
dengan cara mengangsur dan pada akhir angsuran kios tersebut akan dimiliki olah
pedagang. Inilah yang disebut ijarah al muntahiya bit tamlik yaitu transaksi sewa yang

18 Fatwa DSN., No.09/DSN-MUI/IV/2000.

10
diakhiri dengan pemindahan kepemilikan.

Itulah beberapa contoh produk syariah yang dapat disebutkan disini meskipun masih
banyak lagi produk-pruduk yang menggunakan prinsip syariah yang memungkinkan dapat
diterapkan oleh LKMS dengan catatan semua produk yang diprogramkan oleh LKMS
harus diaplikasikan dilapangan secara praktis dan mudah dengan tetap mengacu pada
prinsip-prinsip syariah. Sehingga masyarakat dalam memanfaatkan dana-dana dari LKMS
dengan mudah mendapatkannya untuk pengembangan usaha kecilnya. Dengan
mengaplikasikan produk-produk syariah secara praktis, sederhana dan kontekstual akan
mendukung laju perkembangan usaha kecil yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.

IV. KESIMPULAN

Kehadiran LKMS memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam


perkembangan ekonomi global ditengah-tengah masyarakat terutama terhadap pengusaha
kecil. Hal ini dapat dilihat perkembangan LKMS dari tahun ke tahun bertambah banyak.
Setidak-tidaknya ada dua hal yang dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan
usaha kecil oleh LKMS yaitu diterapaknya manajemen proaktif misalnya sistem
menjemput bola dan aplikasi produk-produk LKMS yang sederhana, mudah dan tidak
berbelit-belit.

Semoga tulisan yang sederhana ini bermanfaat, tentunya masih banyak


kekurangannya untuk itu mohon masukan sehingga dapat lebih sempurna. Atas
masukannya diucapkan terima kasih.

$$$$$$$$

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir, Yogyakarta, 1984.


Baihaqi Abdul Majid, dkk, Pedoman Pendirian, Pembinaan dan Pengawasan
Lembaga Keuangan Mikro BMT, Laznas BMT, Jakarta, 2007.
Habib Nasir, Muhammad Hasanuddin, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan
Syariah, Kafa Publishing, 2008, Cet.II.
Mahdi bin Ibrahim bin Muhammad Mubjir, Amanah dalam Manajemen
(terjemahan: Rahmad Abas), Pustaka al Kautsar, Jakarta, 1997.
Muhammad Ridwan, , Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), UII Press,
Yogyakarta, 2005.

11
Makhalul Ilmi SM., Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syari’ah, UUI
Press, Yogyakarta, 2002.
Muhammad, Majemen Dana Bank Syari’ah, Ekonisia, Yogyakarta, 2005.
Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Cet. II, Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi UI, Jakarta, 1999.
Sobrun Jamil, “Manajemen dalam Perspektif Islam”, Yogyakarta: STIS
Yogyakarta, 2002.
Muhammad Syafi'i Antinio, Bank Syari’ah: Wacana ulama’ dan Cendekiawan,
tazkiyah institut, Jakarta,1999.
http://www.referensimakalah.com/2013/03/pengertian-lembaga-keuangan-
mikro.html.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perobahan Undang-Undang No. 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008.
Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000
Fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2000.
Fatwa DSN. No. 09/DSN-MUI/IV/2000.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah

12
13

Anda mungkin juga menyukai