Anda di halaman 1dari 7

Daftar isi

Risalah Seminar Ilmiah Aplikasi lsotop dan Radiasi, 2(}()6

DETEKSI Mycobacterium tuberculosis DAN RESISTENSINY A TERHADAP


RIFAMPISIN DENGAN METODE NESTED POLYMERASE CHAIN
REACTION/PCR DAN SEKWENSING.

Maria Lina R.
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi - BATAN

ABSTRAK

DETEKSI Mycocacterium. tuberculosis DAN RESISTENSINY A TERHADAP


RIFAMPISIN DENGAN METODE NESTED POLYMERASE CHAIN REACTION/ PCR DAN
SEKWENSING. DNA rpo~ (RNA polymerase sub unit fJ! M. tuberculosis dapat diamplifikasi secara
spesifik dengan metode nested PCR. Nested PCR yang dilanjutkan dengan sekwensing dapat secara
langsung diaplikasikan untuk mendeteksi M. tuberculosis dan menentukan resistensinya terhadap
rifampisin dalam sampel sputum.maupun isolat klinis. Dalam penelitian ini digunakan 20 isolat
klinis dan 30 sampel sputum yang diamplifikasi dengan primer yang dirancang daTi bagian gen
rpofJ M. tuberculosis. Metode fenol-kloroform dan metode Boom masing-masing digunakan untuk
ekstraksi DNA isolat klinis dan sampel sputum. Sekwensing hanya dilakukan untuk hasil PCR
dari sampel sputum. DaTi 20 isolat klinis, 15 isolat positif terdeteksi sebagai M. tuberculosis dengan
nested PCR, 4 isolat tergolong MOTT (Mycobacteria Other Than Tuberculosis) dan 1 isolat non-
mycobacteria. HasH nested PCR pada 30 sampel sputum dengan 25 sampel BTA (Basil Tahan Asam)
positif dan 5 sampel BTA negatif, menunjukkan hasil positif pada 21 sampel. Besarnya produk
first-round dan second-round PCR masing-masing adalah 205 bp dan 157 bp. Berdasarkan hasil
sekwensing daTi produk amplifikasi yang positif pada sampel sputum, diperoleh M. tuberculosis
daTi 8 sampel tidak mengalami mutasi pad a bagian gen rpo~.

ABSTRACT

NESTED POLYMERASE CHAIN REACTION / PCR AND SEQUENCING METHODS


FOR DETECTION OF Mycobacterium tuberculosis AND ITS RESISTANCE TO
RIFAMPICIN. The rpo~ (RNA polymerase sub unit~) DNA of M. tuberculosis can be specifically
amplified by using a nested PCR The nested-PCR linked to DNA sequencing was applied directly
to detect M. tuberculosis and determine the rifampicin resistance either in clinical isolates or sputa.
Samples used in this research were 20 clinical isolates and 30 sputa which were amplified with the
region of rpo~ DNA of M. tuberculosis. DNA of clinical isolates and sputum samples were
extracted by means of fenol-kloroform and Boom's methods, respectively. Sequencing method
was just applied for sputum samples. Of 20 clinical isolates, 15 isolates were positive of results as
M. tuberculosis with nested-PCR., 4 isolates were MOTT and 1 isolate was non-mycobacteria. The
nested-PCR could detect 21 sputum samples of 30 samples consist of 25 samples with positif AFB
(Acid fast bacilli! and 5 samples with negative AFB. First-round and second-round PCR products
were 205 bp and 157 bp, respectively. Results of the sequencing method from positive amplified
sputum, revealed that mutation of rpo~ gen region did not occur in M. tuberculosis of 8 sputums
samples

PENDAHULUAN menyatakan ada 22 negara dikategorikan sebagai


high-burden countries terhadap TBC. Indonesia
Tuberkulosis (TBe) , pen yak it infeksi termasuk peringkat ketiga tertinggi jumlah kasus
disebabkan M. tuberculosis sampai saat ini TBC di dunia setelah India dan China (31.
masih menjadi masalah serius di seluruh dunia, Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah
.karena merupakan penyebab kematian tertinggi. Tangga (SKRT) tahun 2001 (4). TBC menduduki
Setiap tahun diperkirakan 8 juta infeksi baru peringkat ke tiga sebagai penyebab kematian
terjadi dan 2,5 sampai dengan 3 juta (9,4% dari total kematian). setelah penyakit
meninbulkan kematian. (11. Dari seluruh kasus kardiovaskular dan sistem pernafasan. WHO
TBC di dunia, 38% terdapat di Asia Tenggara dan memperkirakan 583.000 kasus baru tuberkulosis
lebih dari 95% kasus tersebut terdapat di negara terjadi di Indonesia setiap tahun dan 140.000
berkembang seperti India, Indonesia, mengakibatkan kematian (5). Estimasi prevalensi
Bangladesh, Thailand, dan Myanmar (21. Dalam TBC di Indonesia berdasarkan pemeriksaan
Annual report on global TB control 2003, WHO mikroskopik BTA positif sebesar 148,5 per

49
Risalah Seminar Ilmiah Aplikasi Isofop dan Radiasi, 2006

100.000 orang (6). Program pemberantasan Dalam penelitian ini digunakan 20 isolat
tuberkulosis menjadi lebih rumit akibat klinis M. tuberculosis hasil isolasi pasien. dan 30
munculnya kuman penyebabnya yang resisten spesimen klinik berupa sputum. Isolat klinik
terhadap oat (obat anti tuberkulosis) disebabkan didapat dari Bagian Mikrobiologi, Fakultas
penggunaan obat yang tidak tepat baik dosis Kedokteran, Universitas Indonesia dan telah diuji
maupun lamanya. secara konvensional dengan metode kultur.
Diagnosis tuberkulosis khususnya Sampel sputum diperoleh dari PPTI
tuberkulosis paru, dapat ditegakkan dengan (perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis
pemeriksaan klinik ( anamnesis terhadap keluhan IndonesiaL Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
penderita dan hasil pemeriksaan fisikL dengan hasil mikroskopik BTA positif (25
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan sampel) dan negatif (5 sampel). Data dukung
radiologik. Ketiga hasil pemeriksaan tersebut pender ita meliputi jenis kelamin dan umur.
disatukan untuk diagnosis tuberkulosis. Salah Penderita terdiri dari 16 orang laki-laki dan 14
satu pemeriksaan laboratorium adalah perempuan dengan umur masing-masing
mendeteksi kuman M. tuberculosis sebagai berkisar 18 - 55 tahun dan 17 - 60 tahun.
penyebabnya. Pada umumnya metode yang
digunakan adalah metode konvensional seperti
Homogenisasi dan Ekstraksi DNA Sputum
pemeriksaan mikroskopik basil tahan asam Isolat klinis yang tumbuh dalam media
(BTA) dan pemeriksaan kultur. Pemeriksaan Lowenstein Jensen diekstraksi DNAnya dengan
mikroskopik cukup cepat dan ekonomis akan memanen isolat bakteri terse but dengan cara
tetapi sensitivitas dan spesifitasnya masih kurang menambahkan larutan NaCl 0,9%. Ekstraksi
sedangkan pemeriksaan kultur memerlukan DNA dilakukan dengan cara sebelumnya (171.
waktu yang cukup lama sekitar 3 - 12 minggu (7, yaitu dengan melisis sel bakteri yang telah
8). Oleh karenanya, untuk mengatasi dipanen dengan larutan TE (Tris-EDTA) 1 x ,
keterbatasan terse but , diperlukan met ode deteksi SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) dan proteinase-K.
M. tuberculosis yang cepat, sensitif dan spesifik kemudian ditambahkan larutan fenol-kloroform-
seperti metode PCR. Amplifikasi DNA M. isoamil alkohol (24: 1) untuk mengekstraksi
tuberculosis dengan target sekwens yang berbeda DNA. Presipitasi DNA dilaksanakan dengan
telah banyak diteliti. menggunakan pasangan menambahkan etanol dan sentrifugasi dengan
primer dari bagian gen yang conserved seperti gen kecepatan tinggi. Untuk proses PCR, pelet DNA
yang menyandi protein 38 kDa, 65 kDa, mtp40 yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan
(9, 10, 11) ataupun dari sekwens sisipan /insertion larutan buffer TE 1x.
sequence seperti IS6110 (11,12). Proses homogenisasi dan dekontaminasi
Pengembangan metode PCR untuk deteksi dilakukan untuk spesimen klinis (sputum)
M. tuberculosis telah mulai dikembangkan dengan dengan tujuan untuk memekatkan sampel
tujuan untuk meningkatkan sensitivitas yaitu sehingga memperbanyak jumlah bakteri
dengan nested PCR. Metode tersebut khususnya M. tuberculosis yang terkandung
menggunakan 2 pasang primer dari bagian yang dalam sam pel sputum dan untuk mengeliminasi
conserved dari genom bakteri terse but ( 7, 13, mikroba lain selain mycobacteria. Sputum
14J. Nested PCR yang dikaitkan dengan metode dihomogenisasi dan di-dekontaminasi dengan
lain seperti nested PCR-SSCP ( 15 ) nested PCR larutan asetil-L-sistein , NaOH dan Na- sitrat,
reverse hybridization (16 ) dan nested PCR- kemudian disenrtifugasi. Metode untuk ekstraksi
sekwennsing (15). Metode tersebut dapat DNA sputum adalah metode Boom (18). Sel
mendeteksi tidak hanya keberadaan M. dilisis dengan larutan Tris-HCl, guanidin tiosianat
tuberculosis dalam spesimen klinis akan tetapi sebagai chao tropic agent, EDTA, dan triton X-lOO.
juga dapat menentukan resistensinya tehadap Larutan diatom (pengikat DNA), aseton, etanol
oat, berdasarkan adanya mutasi gen penyandi 70% serta sentrifugasi dengan kecepatan tinggi
sasaran oat pada M. tuberculosis seperti gen rpo~ digunakan untuk ekstraksi dan presipitasi DNA.
untuk rifampisin. Untuk proses PCR, DNA hasil ekstraksi dielusi
Dalam penelitian ini digunakan metode dengan buffer TE 1 x .
nested PCR dan nested PCR- sekwensing untuk
mendeteksi M. tuberculosis dalam isolat klinis dan Proses PCR dan Elektroforesis
sampel sputum dan mengetahui adanya mutasi Amplifikasi DNA hasil ekstraksi dilakukan
gen rpo~ yang berkaitan dengan resistensinya dengan nested PCR dan dilaksanakan di
terhadap rifampisin. Departement of Microbiology, Seoul National
University College of Medicine, Seoul Korea. Primer
BAHAN DAN METODE yang digunakan adalah TB1 (5'- ACGTGGAGGC
GATCACACCGCAGA CGT-3') dan TB2 (5'-
Sampel penelitian. TGCACGTCGCGGACCTCCAGCCCGGCA-3')

50
Ib'salah Seminar Ilmiah Aplikasi Is%p dan Radiasi, 2006

sebagai outer primer sedangkan sebagai inner primer Dari hasil tersebut diperkirakan ke lima isolat
TB3 (5'-TCGCCGCGATCAAGGAGTTCTTC-3') dan adalah mycobacteria bukan M. tuberculosis
TR8 (5'-TGCACG TCG CGGACC TCCA-3'). Pada (MOTT = Mycobacteria Other Than Tuberculosisl
proses nested PCR digunakan campuran pereaksi at au bukan mycobacteria (non-mycobacteria). DNA
yang sudah dikemas dalam tabung PCR ( Accu rpo~ MOTT atau non-mycobacteria tidak
Power PCR Premix; Bioneer, Daejon, Korea) yang teramplifikasi pada first round nested PCR dengan
terdiri dari 50mM Tris-HCI (pH 8,3), 40 mM KCI, primer yang sarna menggunakan suhu annealing
1,5 mM MgClz, 250 pM dNTP, 1U Taq DNA yang tinggi (15). Fragmen DNA rpo~ berukuran
polymerase dan gel loading dye. Konsentrasi akhir 342 bp dapat diamplifikasi dengan menggunakan
outer primer dan inner primer masing-masing 20 primer MF & MR dari 44 strain acuan (reference
pmol dan 0,5 pmol. DNA target, ditambahkan strain) mycobacteria akan tetapi tidak ada
dalam campuran terse but (1 tabung untuk 1 reaksi) amplifikasi pada DNA non-mycobacteria (191.
sehingga volume menjadi 20 pI. Program pada 151 Oleh karenanya, untuk mengetahui apakah ke
round PCR dari nested PCR meliputi 1 siklus lima isolat terse but di at as tergolong dalam
denaturasi awal, yaitu pada 94°C, 5 menit; 15 mycobacteria atau non- mycobacteria, dilakukan
siklus dengan tiap siklus terdiri dari denaturasi juga amplifikasi dengan primer MF & MR. Isolat
pada suhu 94°C, 30 detik, annealing 82°C, 30 detik, lOR ternyata non-mycobacteria karena tidak ada
extension, 82°C, 30 detik. Program ini langsung fragmen DNA 342 bp sebagai hasil amplifikasi,
dilanjutkan dengan 2nd round PCR dengan 30 siklus sedangkan 4 isolat lainnya (Z4, Z9, ZlO, Zll)
dari denaturasi pada 94°C, 30 detik; annealing, mempunyai fragmen tersebut, menunjukkan
noc, 30 detik, extension noc, 30 detik, dan tahap isolat2 terse but tergolong dalam genus
akhir adalah extended extension pada noc, 5 menit. mycobacteria. Dari hasil restriksinya dengan
Hasil nested PCR dideteksi dengan teknik enzim restriksi HindII terlihat 4 isolat adalah
elektroforesis gel agarosa (1,50/0).-Visualisasi DNA MOTT karena fragmen 342 bp tidak terestriksi

dilakukan
diwarnai dalam --
denganlarutan'etidiurrroromida)
UV (transilluminator~e"telah
- gel
(data tidak diperlihatkan). Restriksi produk PCR
dengan primer MF-MR dengan enzim HindII,
dapat membedakan antara M. tuberculosis
Sekwensing Produk PCR. kompleks dan MOTT yaitu 2 fragmen (232 bp,
Sekwensing dilakukan hanya untuk 20 110 bpI merupakan hasil restriksi M. tuberculosis
sampel sputum serta M. tuberculosis H37Rv hasil kompleks , sedangkan untuk MOTT tidak
nested PCR. Persiapan untuk sekwensing dilakukan direstriksi (342 bpI (20). Hasil deteksi 5 isolat
dengan memotong masing-masing DNA sampel terse but secara konvensional dengan kultur
pada gel agarosa, kemudian dipurifikasi dengan menunjukkan hasil posit if. Hal ini membuktikan
QIAEX II Agarose Gel Extraction. Sekwensing nested PCR lebih spesifik dibanding dengan
dengan menggunakan inner primer TR8. dan kultur. Dari hasil penelitian KIM dkk (15),
dilaksanakan oleh Department of DNA Sequencing, menunjukkan amplifikasi dengan first round-
Macrogen Company, Seoul, Korea. nested PCR menggunakan primer TB 1 dan TB2
pada 48 isolat klinik hasil identifikasi dengan tes
HASIL DAN PEMBAHASAN biokimia dan sekwensing 16S rDNA parsial,
memberikan hasil positif hanya pada 20 isolat
Nested PCR dalam penelitian ini telah klinis sedangkan 28 isolat yang lain hasilnya
mengamplifikasi DNA rpo~ M. tuberculosis. negatif. Semua isolat sesuai dengan hasil
Produk amplifikasi pada first-round PCR identifikasi dengan tes biokimia dan sekwensing
menggunakan primer TB 1 dan TB2 yaitu 20 isolat adalah M. tuberculosis dan 28 isolat
menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran 205 adalah MOTT. Amplifikasi juga tidak terjadi pada
bp, sedangkan fragmen ukuran 157 bp 19 strain acuan mycobacteria dan 9 strain non-
merupakan prod uk PCR dengan primer TB3 dan mycobacteria. Produk PCR 322 bp pada nested
TR8 pada second-round PCR (Gambar 1 dan 2). PCR dengan primer yang mengamplifikasi daerah
Hasil posit if dari nested PCR yaitu terdapatnya gen yang menyandi protein 38-kDa (protein
fragmen DNA 205 bp at au 157 bp menunjukkan antigen b) M. tuberculosis, hanya dapat
adanya M. tuberculosis. mendeteksi M. tuberculosis kompleks dan tidak
Hasil nested PCR isolat klinis dan sampel pada 10 strain acuan MOTT (21).
sputum beserta hasil BTAnya dapat dilihat pada Pada Tabel 1 terlihat hasil second round -
Tabel 1. Dari 20 isolat klinis, 5 isolat PCR dari 30 sam pel sputum, 21 sampel
menunjukkan hasil negatif yaitu tidak terlihat menunjukkan hasil posit if mengandung M.
fragmen DNA baik fragmen 205 bp maupun 157 tuberculosis yaitu terdapatnya fragmen 157 bp
bp pad a gel agarosa. Isolat terse but adalah R10 dan sebaliknya 9 sampel negatif (Gambar 3).
(Gambar 1, lajur 101 ) dan Z4, Z9, ZlO, Zll Dari hasil pemeriksaan secara mikroskopik pada
(Gambar 2 , lajur 4, 8, 9, 10). 9 sampel tersebut, 8 sampel menunjukkan hasil

51
Risalah Seminar Ilmiah Aplikasi lsotop dan Radiasi, 2006

BTA + 1 dan +2. Kemungkinan besar 8 sampel Metode nested PCR-sequencing dalam
tersebut bukan terinfeksi M. tuberculosis akan penelitian ini dapat diaplikasikan langsung
tetapi terinfeksi MaTT. Identifikasi mycobacteria untuk mendeteksi selain adanya M. tuberculosis
secara mikroskopik langsung dari sputum tidak dalam spesimen klinis seperti sputum juga dapat
dapat mengidentifikasi species mycobacteria yang mengetahui resistensinya terhadap rifampisin.
menunjukkan met ode pemeriksaan terse but
kurang spesifik.(8, 22). Tabel 1 juga KESIMPULAN
memperlihatkan hasil positif nested PCR pada 4
sampel dari 5 sampel sputum dengan BTA Nested PCR dapat mendeteksi M. tuberculosis
negatif. Penelitian CHENG dkk (23) dalam 15 isolat di antara 20 isolat klinis
menunjukkan hasil pemeriksaan mikroskopik sedangkan 5 isolat lainnya yang negatif
dari 144 spesimen pulmonary dan extrapulmonary dengan nested-PCR ternyata 4 isolat tergolong
dari pasien dengan diagnosis secara klinik MaTT dan 1 isolat non-mycobacteria.
terinfeksi M. tuberculosis, hanya 25 % positif M. tuberculosis pada 21 sampel sputum dari
pada pemeriksaan BTA nya sedangkan 80% hasil 30 sampel yang terdiri 25 sampel BTA + dan
posit if diperoleh dengan metode PCR. Pendapat 5 sampel BTA -., dapat terdeteksi dengan
umum menyatakan pasien dengan BTA negatif nested PCR.
tidak berperan secara nyata menyebarkan Hasil nested PCR- sequencing menunjukkan M.
infeksi akan tetapi dari hasil penelitian BEHR tuberculosis dalam 8 sampel sputum tidak
dkk yang dikutip oleh GARCIA-QUINTANILLA mengalami mutasi pada gen rpo~nya yang
dkk (24). diperoleh 27% kasus TB di San menyatakan bakteri terse but tidak resist en
Francisco, California ditransmisi dari kasus terhadap rifampisin.
dengan BTA negatif. Nested PCR dengan menggunakan primer yang
Hasil nested PCR yang dilanjutkan dengan dirancang dari bagian gen rpo~ M. tuberculosis
sekwensing fragmen 157 bp dari gen rpo~ dalam merupakan metode yang cepat, sensitif dan
penelitian ini dilakukan hanya pada 20 strain M. spesifik untuk mendeteksi M. tuberculosis baik
tuberculosis dari sample sputum dan M. isolat klinis maupun langsung specimen klinis
tuberculosis H37Rv sebagai strain standar. Dari 20 seperti sputum.
strain M. tuberculosis tersebut, hanya 8 sampel
dan M. tuberculosis H37Rv yang dapat UCAP AN TERIMA KASIH
diinterpretasikan hasil sekwensingnya sedangkan
strain M. tuberculosis yang lain tidak dapat Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
diinterpretasikan. Kemungkinan yang IAEA (International Atomic Energy Agency) atas
menyebabkan tidak diperolehnya DNA yang bantuan dana melalui program TC (Technical
murni saat dipurifikasi pada 12 strain dari sampel Cooperation)
sputum terse but dikarenakan terdapatnya DNA Prof. Yoon-Hoh Kook, MD. Ph.D., Department
multiband hasil PCR pada gel agarosa. of Microbiology, Seoul National University
Berdasarkan hasil sekwensing, pada strain College of Medicine, Seoul, Korea, atas ijin dan
standar dan 8 strain M. tuberculosis dari sampel fasilitas laboratorium untuk pelaksanaan
sputum ternyata tidak terjadi mutasi. Jadi strain2 penelitian ini.
tersebut masih sensitif terhadap rifampisin. Sdr. Rika Heryani dan Almaida at as
Dasar dari strain M. tuberculosis resisten terhadap bantuannya dalam penelitian ini.
rifampisin adalah adanya mutasi pada gen rpofJ.
Beberapa peneliti menyatakan lebih dari 95% DAFTAR PUSTAKA
strain M. tuberculosis resisten rifampisin
disebabkan adanya mutasi pada bagian DNA 81 1. ZHANG, M., YUE, j., YANG, Y.P., ZHANG,
bp dari gen rpofJ yang menyandi RNA polymerase H.M., LEI, j.Q., JIN, R.L., ZHANG,
sub unit fJ (25,26, 1). X.L., and WANG, H.H. Detection of
Pada umumnya deteksi M. tuberculosis dengan mutations associated with isoniazid
nested PCR digunakan untuk meningkatkan resistance in Mycobacterium
sensitivitas dengan menggunakan beberapa tuberculosis isolates from China. J.
macam primer yang dirancang dari bagian gen Clin. Microbiol. 4l 11 (2005) 5477 -
atau sekwens sisipan (IS) M. tuberculosis yang 5482.
conserved. Beberapa primer digunakan untuk 2. ALAMSY AH, B. Epidemiologi genetic serta factor
nested PCR seperti bagian gen yang menyandi resiko Mycobacterium tuberculosis yang
antigen protein 65 kDa (7). antigen protein b 38 resist en inh dan atau rifampisin.
kDa (211, MPB64 (major secreted protein specific to Disertasi Program Doktor Ilmu
M. tuberculosis complex) (14) dan IS6110 (27). Kesehatan Masyarakat, Program
Pascasarjana, Fakultas Kesehatan

52
Risa/an Seminar l/mian Ap/ikasi /sotop dan Radiasi, 2006

Masyarakat, Universitas Indonesia, 13. MIYASAKI, Y., KOGA, H., KOHNO, S., and
Jakarta 2003. KAKU, M. Nested polymerase chain
3. WHO, Global, Tuberculosis Control, WHO reaction for detection of Mycobacterium
Report, Surveillance, Planning, tuberculosis in clinical samples. J. Clin.
Financing, Geneva 2004. Micobiol. 318 (1993) 2228 - 2232.
4 BADAN PENELITIAN dan PENGEMBANGAN 14. MARTINS, L.C., PASCHOAL, LA.,
KESEHA TAN. Survei Kesehatan Rumah NOWAKONSKI, A.V., SILVA, S.A.B.,
Tangga, 2001. Badan Litbang Depkes, COSTA, F.F., and WARD, L.S.
Jakarta 2002. Nested-PCR using MPB64 fragment
5. DIREKTORAT JENDRAL PEMBERANTASAN improves the diagnosis of pleural and
PENY AKIT MENULAR dan meningeal tuberculosis. Rev. Soc.
PENYEHATAN LINGKUNGAN Bras. Med. Trop . .3..33 (2000)
PEMUKIMAN, DEPARTEMEN 15. KIM, B.J., LEE, K.H., PARK, B. N., KIM, S.J.,
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. PARK, E.M., PARK, Y.G., BAI, G.H.,
Pedoman pemberantasan tuberkulosis KIM,S.j., and KOOK,Y.H. Detection of
paru, Jakarta 2000. rifampin-resistant Mycobacterium
6. TIM SURKESNAS BADAN PENELITIAN dan tuberculosis in sputa by nested PCR -
PENGEMBANGAN DEPKES RI.. Survei linked single-strand conformation
prevalensi tuberkulosis Indonesia tahun polymorphism and DNA sequencing. J.
2004, Jakarta 2005. Clin. Microbiol. a9 7 (2001) 2610-
7. PIERRE, C., LECOSSIER, D., 2617.
BOUSSOUGANT, Y., BOCART, D., 16. PALUCH-OLES, j. Application of nested PCR
JOLY, V., YENI, P., and HANCE, A.J. and reverse hybridization for diagnosis
Use of reamplification protocol of central nervous system tuberculosis.
improves sensitivity of detection of European Society if Clinical
Mycobacterium tuberculosis in clinical Microbiology and Infectious Disease,
samples by amplification of DNA. j. 14th Europen Congress of Clinical
Clin. Microbiol. 29 4 (1991) 712- Microbiology and Infectious Disease,
717. Prague/Czech Republic, May 1 -4 2004.
8. HEIFETS, L.B., and BARNES, P.F. Current Abstract
laboratory methods for the diagnosis 17.MARIA LINA R., PRATIWI SUDARMONO,
of tuberculosis. In: Bloom, B.R. (ed.). dan FERA IBRAHIM. Sensitivitas
Tuberculosis, pathogenesis, metode PCR (polymeerase Chain
protection, and control. American Reaction) dalam mendeteksi isolat klinis
Society for Microbiology, Washington Mycobacterium tuberculosis. J.
DC. (1994) p. (85-110). Kedokteran Trisakti Z1 1 (2002) 7 - 14.
9. SJOBRING, U., MECKLENBURG, M., 18.KOLK, A.H.J., KOX, L.F.F., van LEEUWEN, J.,
ANDERSEN, A.B., and MIORNER, H. and KUIJPER, S. Polymerase chain
Polymerase chain for detection of reaction for the M. tuberculosis complex.
Mycobacterium tuberculosis. J. Clin. Laboratory of Tropical
Microbiol. Z8 10 (1990) 2200- 2204. Hygiene,Department of Biomedical
10. PAO, C.C, BENEDICT, T.S., YOU, J.B., MAA, Research Royal Tropical Institute,
j.S., FISS, E.H., CHANG, C. Detection Amsterdam, The Netherland, 1995.
and identification of Mycobacterium 19. KIM, B.J., LEE, S.H., LYU, M.A., KIM, S.]..
tuberculosis by DNA amplification. J. BAI, G.H., KIM, S.J., CHAE, G.T., KIM,
Clin. Microbiol. ZB- (1990)1877 - 1880. E.C., CHA, C.Y., and KOOK, Y.H.
11. BAROUNI, A.S., SARIDAKIS, H.O., VIDOTTO, Identification of mycobacterial species
M.C. Detection of Mycobacterium in by comparative sequence analysis of the
clinical samples by multiprimer RNA polymerase gene (rpof1.). J. Clin.
polymerase chain reaction. Braz. J. Microbiol..31 6 11999) 1714 - 1720.
Microbiol. 35 1-2 (2004) 20. KIM, B.J., LEE, K.H., PARK, B.N., KIM,
12. KOX, L.F.F., RHIENTHONG, D., MEDO S.J., BAI, G.H., KIM., j.K., and
MIRANDA, A., UDOMSANTISUK, N., KOOK, Y.H. Differentiation of
ELLIS, K. van LEEUWEN, J., van Mycobacterial species by PCR-
HEUSDEN, S., KUIJPER, S., and KOLK, restriction analysis of DNA (342 base
A.H.J. A more reliable PCR for pairs) of RNA polymerase gene (rpo~).
detection of Mycobacterium tuberculosis J. Clin. Microbiol. 39 6 (2001) 2102 -
in clinical samples. J. Clin. Microbiol. 2109.
32 3 (1994) 672 - 678.

53
Risalah Seminar Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, 2006

MIYASAKI, Y., KOGA, H., KOHNO, S., and 25. TELENTI, A., IMBODEN, P., MARCHESI,
KAKU, M. Nested polymerase chain F., LOWRIE, D., COLE, S.,
reaction for detection of COLSTON, M.J., MATTER, L.,
Mycobacterium tuberculosis in clinical SCHOPFER, K, and BODMER, T.
samples. J. Clin. Micobiol. 3.18 (1993) Detection of rifampicin - resistance
2228 - 2232. mutation in Mycobacterium
22. MAGDALENA, J., VACHEE, A., SUPPLY, tuberculosis. The Lancet 341 (19931 647
P., and LOCHT, C. Identification of a - 650.
new DNA region specific for members 26. YUEN, L.KW., LESLIE, D. and COLOE,
of Mycobacterium tuberculosis complex. P.J. Bacteriological and molecular
J. Clin. Microbiol..3..6 4 (1998) 937- analysis of rifampin resistant
943. Mycobacterium tuberculosis strains
23. CHENG, V.C.C., YAM, W.C., HUNG, isolated in Australia. J. Clin. Microbiol
I.F.N., WOO, P.C.Y., LAU, S.KP., 3..Z 12 (1999) 3844 - 3850 ..
TANG, B.S.F. and YUEN, KY. 27. WHELEN, A.C., FELMLEE, T.A., HUNT,
Clinical evaluation of the polymerase J.M., WILLIAMS, D.L., ROBERTS,
chain reaction for the rapid diagnosis G.D., STOCKMAN, L., and
of tuberculosis. J. Clin. Pathol. 51 PERSING, D.H. Direct genotyping
(20041 281 - 285. detection of Mycobacterium
24. GARCIA-QUINTANILLA, A., GARCIA, L., tuberculosis rifampin resistance in
TUDO, G., NAVARRO, M., clinical specimens by using single-tube
GONZALEZ, J., and JIMENEZ de heminested PCR. J. Clin. Microbiol.
ANTA, M.T. Single-tube balanced .3..3.3 (1995) 556 - 561.
heminested PCR for detecting
Mycobacterium tuberculosis in smear·
negative samples. J. Clin. Microbiol.
38 3 (2000) 1166 -1169

54
Risalah S••71inarIlmiah Aplikasi Isolop dan Radiasi, 2006

M t Z 3 4 5 6 7 8 9 10 Tabel I. Hasil nested PCR isolat klinik dan sputum BT A


positif.

No. S97
S99
S101+3
S90
S91
S92
S94
S80
S81
S70
S72
S76
S78
S79
S68
S55
S56
S63
S64
S65
S61
S62
R3
Rl
R9
R8
R4
R2
R6
R7
21
22
23
24
25
27
28
210
211
S51
S54
RIO
29
S52
S100
S102+2
S95
R5
S53
S60
Kode +2
+3pel
+1
Hasil
sam +
Hasil
nested
(157bp! PCR +
+ (tipis)
36.
13.
14.
17.
7.
9.42.
47.
50.
43.
40.
35.
37.
38.
26.
30.
31.
32.
22.
23.
24.
10.
12.
16.
18.
4.
5.
3.
6.
8.
46.
29.49.
1. 34.
48.
41.
39.
33.
25.
27.
28. BTA
20.
11.
44.
21.
15.
19.
2.
45.

205 bp
157 bp

Gambar 1. Hasil amplifikasi bagian gen rpo~ isolat klinis M


tuberculosis dengan nested PCR dalam gel agarosa
1,5%.
Lajur M : MarkerDNA 100 bp ladder; Lajur 1 - 10:
Isolat klinis Rl - RIO.

205bp
157 bp

Gambar 2. Hasil amplifikasi bagian gen rpo~ isolat klinis M


tuberculosis dengan nested PCR dalam gel agarosa
1,5%.

Lajur M: MarkerDNA 100 bp ladder; Lajur 1 - 5: Isolat klinis 21


- 25;
Lajur 6: Isolat klinis 27; Lajur 7· 10: Isolat klinis 28 - 211

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

•.• 157 bp

Gambar 3. Hasil amplifikasi bagian gen rpo~ M tuberculosis


dari sputum dengan nested PCR dalam gel agarosa
1,5%.

Lajur M: Marker DNA 100 bp ladder; Lajur 1 : Sampel Sputum


(S61) ;

Lajur 2: Sampel sputum (S81) ; Lajur 3 : Sampel sputum (S97) ; ') Keterangan: + Pita DNA terlihat jelas; + tip is : Pita DNA
Lajur 4: Sampel sputum (S99! ; Lajur 5 : Sampel sputum (SIOI) ; terlihat tipis
Lajur 6: Sample sputum (SI02); Lajur 7 : Sampel sputum (S9O) ; Sampel no. 1·20 : Isolat klinik
Lajur 8: Sampel sputum (S91) ; Lajur 9 : Sampel sputum (S94) ; Sampel no. 21 - 40, no. 45· 47 dan 49 - 50 : Sputum BTA positif
LajurlO: Sampel sputum (SIOO); Lajur 11 : M tuberculosisH37 Rv
(kontrol positifl

55

Anda mungkin juga menyukai