Anda di halaman 1dari 3

ASPEK HSE DALAM EKSPLORASI DAN

EKSPLOITAS

>PENGERTIAN HSE
HSE distrukturkan secara sistematis sebagai sebuah sistem manajemen sebuah
organisasi untuk mencapai tujuan, sasaran dan visinya dalam aspek Keselamatan dan
Kesehatan kerja serta Lingkungan. Sebagai sebuah sistem, maka ini adalah panduan dan
aturan main bagi semua jajaran baik team manajemen maupun pekerja dan sub lini organisasi
yang ada dalam organisasi/perusahaan.

Beberapa perusahaan mengintegrasikan sistem manajemen HSE ini dengan Sistem


Manajemen Sekuriti (Security) dan/atau Mutu (Quality). Bahkan ada yang mengintegrasikan
dengan semua aspek, spt. HR, Finance, Marketing dll, sehingga terkadang nama sebuah
sistem tidak lah terlalu penting, karena yang essential adalah refleksi dari sistem itu sendiri
dalam implementasinya.

Sebagai sebuah sistem manajemen modern, maka dokumentasi untuk panduan dan
pengimplementasian harus disusun dan disahkan untuk digunakan. Jenis dan tipe dokumen-
dokumen tersebut tergantung dari ukuran organisasi, jenis usaha, kompleksitas proses yg
terlibat dalam organisasi tersebut.

>ASPEK PADA EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI


Pada Keselamatan Kesehatan Kerja atau HSE, dimana untuk eksplorasi nya di mulai
saat seperti contoh Pencarian migas di Indonesia dimulai tahun 1871. Peraturan
pertambangan minyak dan gas bumi pertama kali dikeluarkan pada tahun 1899 (Indische
Minjwet 1899), yang mengatur hak dan kewajiban pemegang konsesi (Wilayah Kuasa
Pertambangan terhadap pemerintah). Pada tahun 1930, aspek keselamatan kerja termasuk
pengawasannya ditangani secara hukum yakni dengan diundangkannya Mijn Ordonante dan
Mijn Politie Reglement (MPR) yang mengatur mengenai keselamatan pekerja tambang.

Usaha pertambangan migas telah mengalami perombakan dari sistem konsesi pada
zaman penjajahan belanda menjadi sistem perjanjian karya setelah diberlakukannya UU No
44 tahun 1960 dan kemudian menjadi sistem bagi hasil atau Production Sharing Contract
(PSC) yang beroperasi sejak dimulainya kegiatan di lepas pantai Indonesia tahun 1966.
Sejarah perkembangan usaha pertambangan migas di Indonesia sejak awal
menunjukkan bahwa hal-hal yang menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja serta
lingkungan hidup, telah menjadi masalah utama yang perlu diawasi oleh pemerintah secara
ketat.

Pemerintah menyadari bahwa usaha pertambangan migas merupakan kegiatan yang


memiliki resiko yang cukup besar, sehingga masalah keselamatan operasi perlu mendapat
perhatian khusus. Oleh karena itu, untuk mendorong motivasi peningkatan prestasi dalam
bidang keselamatan operasi di sub sektor migas, dikembangkan kebijakan pemberian tanda
penghargaan keselamatan migas, sertifikasi tenaga teknik khusus migas serta sertifikasi
instalasi dan peralatan.

Berdasarkan UU No 44 tahun 1960, telah diterbitkan seperangkat perundang-


undangan yang menjadi dasar hukum untuk mengatur, membina dan mengawasi masalah
Keselamatan Kesehatan Kerja pada sektor migas, antara lain PP no 17 tahun 1974 tentang
Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi di Daerah Lepas Pantai dan PP No 11
tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas
Bumi.

Sebagai pelaksanaan UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Sektor


Pertambangan, pemerintah telah membuat pengaturan melalui PP No 19 tahun 1973 tentang
Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kesehatan Kerja di Bidang Pertambangan.

 Pada kegiatan usaha migas, kecelakaan kerja dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu:
o Ringan, kecelakaan yang tidak menimbulkan kehilangan hari kerja
(pertolongan pertama/first aid).
o Sedang, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja (tidak mampu
bekerja sementara) dan diduga tidak akan menimbulkan cacat jasmani dan
atau rohani yang akan mengganggu tugas pekerjaannya.
o Berat, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga akan
menimbulkan cacat jasmani atau rohani yang akan mengganggu tugas dan
pekerjaannya.
o Meninggal/fatal, kecelakaan yang menimbulkan kematian segera atau dalam
jangka waktu 24 jam setelah terjadinya kecelakaan.

UU No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengamanatkan kepada badan
usaha dan atau bentuk usaha tetap, wajib menjamin standar dan mutu, menerapkan kaidah
keteknikan yang baik, keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup,
mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat dan produk dalam negeri.

Keselamatan migas adalah ketentuan tentang standardisasi peralatan, sumber daya


manusia, pedoman umum instalasi migas dan prosedur kerja agar instalasi migas dapat
beroperasi dengan andal, aman dan akrab lingkungan agar dapat menciptakan kondisi aman
dan sehat bagi pekerja (K3), aman bagi masyarakat umum (KU), aman bagi lingkungan (KL)
serta aman dan andal bagi instalasi migas sendiri (KI).
Keselamatan pekerja adalah suatu perlindungan bagi keamanan dan kesehatan pekerja
agar terhindar dari kecelakaan kerja. Agar keselamatan pekerja dapat tercapai, persyaratan
yang harus dipenuhi, antara lain terdapatnya standardisasi kompetensi, tempat kerja dan
lingkungan kerja yang baik, prosedur kerja dan menggunakan alat pelindung diri (APD) bagi
yang bekerja di tempat berbahaya.

 Tujuan Inpeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


o Mencegah terjadinya kecelakaan kerja
o Mencegah penyakit akibat kerja
o Memelihara keamaan lingkungan kerja
o Mencegah tindakan tidak aman
o Memelihara kelancaran proses dan produktivitas kerja

Anda mungkin juga menyukai