CONTOH RINGKASAN
Penentuan tanda-tanda kebuntingan sapi perah. Sebulan setelah perkawinan, sangat sulit
untuk mengetahui apakah sapi tersebut sudah bunting atau tidak. Namun, hal yang dapat
dipergunakan sebagai patokan adalah apakah sapi itu birahi kembali pada saat periode birahi
berikutnya. Kalau sapi tersebut tidak birahi kembali, berarti sapinya bunting dan sebaliknya. Sapi
yang birahi kembali ini seharusnya segera dikawinkan kembali untuk menghindari kerugian waktu
dalam memperoleh keturunan. Hal ini terjadi sebagai akibat dari kelainan-kelainan reproduksi.
Umumnya tanda-tanda kebuntingan dapat dilihat dari luar setelah umur kebuntingan 5
bulan ke atas. Tanda-tanda kebuntingan yang dapat dilihat dari luar antara lain:
c. Pada umur kebuntingan yang semakin tua, apa bila kita menempelkan tangan pada perut bagian
kanan, akan terasa ada gerakan-gerakan foetus.
d. Gerakan sapi menjadi kurang lincah, akan tetapi kondisi badan sapi membaik dan berat badannya
bertambah.
Hal yang utama atau yang paling penting harus diperhatikan pada pemeliharaan sapi
perah bunting adalah ransum dan kesehatannya. Sapi perah bunting yang mendapatkan
ransum yang cukup baik ditinjau dari kualitas maupun kuantitasnya serta kesehatannya
terpelihara dengan baik akan melahirkan pedet yang sehat dan kuat. Perhatian terhadap
ransumnya sangat penting dilakukan terutama setelah umur kebuntingan lebih dari dua bulan.
Alasannya, karena sapi perah bunting harus mempersiapkan perkembangan foetus yang
dikandungnya disamping harus memperbaiki kondisi tubuhnya sendiri dalam waktu yang
bersamaan untuk mempersiapkan produksi susu pada periode laktasi berikutnya.
Sapi perah bunting harus mendapat energi yang cukup untuk kebutuhan pertumbuhan
foetus dan produksi susunya pada saat yang bersamaan. Sapi perah bunting hendaknya tidak
mendapat energi yang berlebihan karena akan mengakibatkan kegemukan yang biasanya sering
menyebabkan kesulitan pada saat melahirkan. Ketersediaan protein dalam tubuh lebih terbatas
dibandingkan dengan ketersediaan energi. Oleh karena itu protein harus cukup tersedia di dalam
ransum yang diberikan untuk sapi perah yang sedang bunting. Kekurangan protein dapat
mengakibatkan menurunnya ketahanan tubuh terhadap penyakit dan kematian pada pedet yang
dilahirkan. Kebutuhan pakan utuk setiap kondisi fisiologis yang berbeda akan dibahas dalam bab
khusus.
Tanda-tanda Sapi Yang Akan Melahirkan. Bila ambing sapi perah telah membesar dan terdapat
tonjolan-tonjolan vena disekitarnya, putingnya keluar kolostrum kalau dipencet, urat-urat daging
sekitar vulva tampak mengendor sehingga sebelah kanan dan kiri pangkal ekor kelihatan cekung,
maka kelahiran diperkirakan kurang dari 24 jam ke depan (selambat-lambatnya 2 hari lagi). Hal ini
umumnya diikuti oleh pengendoran ligamentum sacropenosum tuberosum. Jika saat beranak hampir
tiba, maka induk sapi menjadi gelisah dan berjalan berputar-putar, sebentar tidur dan sebentar
berdiri dan kadang-kadang mengeluarkan feces sedikit-sedikit, vulva kelihatan memerah, bengkak
dan keluar lendir. Pada saat ini sapi mulai terasa kesakitan dan akan siap beranak. Bila sapi-sapi
sudah menunjukkan hal-hal diatas, maka perlu segera diambil keputusan yaitu mempersiapkan
segala peralatan yang diperlukan pedet yang baru lahir.
2. Pemeliharaan Pedet.
Pedet yang baru lahir sangat memerlukan perhatian peternak, karena pada saat-saat ini
pedet sangat rentan dengan lingkungan barunya. Pedet yang baru lahir biasanya langsung
dijilati oleh induknya. Hal ini merupakan naluri sapi untuk membantu mengeringkan tubuh
anaknya dan membantu sirkulasi darah serta pernafasannya. Kalau hal ini tidak terjadi,
peternak harus berperan aktif. Begitu pedet itu lahir, lendir-lendir yang ada di dalam lubang
hidung dan mulut pedet harus segera dibersihkan dengan menggunakan kain yang lembut dan
bersih. Apabila pedet yang baru lahir itu belum mulai bernafas, maka pedet harus segera
diberi pertolongan. Caranya adalah dengan menelentangkan pedet itu sedemikian rupa,
sehingga kaki-kakinya menghadap keatas. Kemudian kedua kaki depannya dipegang dan
digerak-gerakan ke atas dan kebawah dengan serentak berkali-kali sampai terlihat adanya
tanda-tanda bernafas. Setelah pedet tersebut dapat bernafas dengan sempurna, bersihkanlah
seluruh tubuhnya dengan kain yang bersih atau bahan lainnya yang bersih dan kering.
Kemudian tali pusar diikat sekitar 2,5 cm diatas perut, lalu dipotong sekitar 1 cm dari ikatan
kearah berlawanan tubuh pedet. Kemudian bekas potongan tali pusar atau plasenta diolesi
yodium. Tujuannya adalah untuk menghindari infeksi kuman melalui tali pusar. Apabila suhu
udara terlalu dingin, sebaiknya pedet diselimuti dan kandangnya diberi alas jerami kering.
Pedet yang lahir dalam keadaan normal akan terus berdiri beberapa saat setelah lahir dan
sekitar 30 menit kemudian sudah bisa menyusu pada induknya. Tetapi apabila pedet tidak
bisa menyusu sendiri ke induknya, maka peternak harus membantunya dengan mendekatkan
mulut pedet ke puting susu induknya sampai pedet bisa menyusu dengan lancar. Sebelum
pedet menyusu pada induknya, puting susu induk harus sudah dibersihkan dari kotoran
maupun organisme yang dapat menyebabkan penyakit pada pedet dengan cairan yang
mengandung 0,02 % Chlorine (Kaporit). Setelah selesai menyusu, mulut pedet harus
dibersihkan dengan kain yang lembut dan bersih.
Hal-hal lain yang harus juga mendapat perhatian dalam pemeliharaan pedet adalah
pemberian tanda. Pemberian tanda harus permanen dan yang umum digunakan adalah nomor
telinga. Tanpa pemberian tanda pada pedet yang baru lahir, akan menyulitkan dalam
melakukan managemen yang baik seperti dalam “sistem pencatatan” yang nantinya akan
menyulitkan dalam melakukan seleksi untuk meningkatkan program produksi. Hal-hal/data
yang sangat dianjurkan tercakup dalam suatu kartu catatan yang khusus untuk pedet adalah
sebagai berikut:
1. Nama/ nomor telinga
2. Tanggal lahir
3. Jenis kelamin
Sekitar 25 –33 % pedet mengalami kematian pada umur 4 bulanan. Kematian sering
diakibatkan karena kurang makan, pneumonia yang sering berkomplikasi dengan gangguan
pencernaan dan infeksi pada pusar. Sedangkan kematian pedet pada umur dibawah umur 3
bulan sekitar 20 %. Pedet yang dilahirkan dalam keadaan lemah, pemeliharaannya kurang
ekonomis karena pertumbuhannya terlambat sehingga memerlukan waktu yang lebih lama
sampai pedet itu berproduksi. Disamping itu, suatu kenyataan bahwa pemeliharaan pedet
pada umur beberapa minggu pertama memang saat-saat yang kritis bagi kehidupan pedet
terutama karena kepekaannya terhadap penyakit seperti penyakit pneumonia, diare dan
kesalahan makanan.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa sejak lahir pedet harus mendapat
kolostrum selama 4 hari. Pada hari-hari selanjutnya sampai umur 11 minggu, pedet harus
diberikan menyusu pada induknya atau diberikan secara terpisah dengan induknya dengan
memberikan susu hasil perahan induknya sendiri atau induk lainnya. Apabila pedet
memperoleh susu hasil perahan, susu dapat diberikan dalam tempayan atau ember biasa atau
ember khusus yang dilengkapi dengan karet yang menyerupai puting ambing sapi perah.
Tempat pemberian susu untuk pedet sebaiknya jangan dari bahan yang mudah berkarat dan
sebaiknya mudah dibersihkan. Sesudah maupun sebelum pemberian susu, tempat pemberian
susu hendaknya dibersihkan untuk mengurangi berkembangbiaknya kuman yang dapat
merugikan pedet.
1 – 4 hari Kolostrum
5 – 7 hari 2 – 4
Minggu ke-2 4,5 – 5,0
Minggu ke-3 5,0 – 6,0
Minggu ke-4 4,5 – 5,0
Minggu ke-5 3,0 – 4,0
Minggu ke-6 2,5 – 3,0
Minggu ke-7 2,0
Minggu ke-8 1,5
Minggu ke-9 1,5
Minggu ke-10 1,0
Minggu ke-11 Disapih
Jumlah pemberian susu pada pedet berdasarkan berat badannya dan untuk pedet
jantan berbeda jumlah pemberiannya dengan pedet betina. Untuk pedet jantan diberikan 1/8
dari berat badannya sedangkan untuk pedet betina 1/10 dari berat badannya. Jumlah susu
tersebut diberikan pada umur 5 hari sampai umur 4 minggu. Selanjutnya pemberian susu itu
terus menerus dikurangi sampai pedet tidak lagi diberi susu sampai umur 11 minggu. Susu
jangan diberikan dalam keadaan dingin, tetapi dalam keadaan hangat-hangat kuku dengan
suhu sekitar 32,30 C – 370 C. Frekuensi pemberian susu dapat diatur sesuai dengan banyaknya
susu yang akan diberikan.
Jumlah susu yang akan diberikan pada pedet sapi perah, dapat pula digunakan
ketentuan sebagai mana tercantum pada table 8. Pada umur sekitar 2 minggu, pedet sudah
mulai diberikan hijauan muda yang segar sedikit demi sedikit. Pemberian hijauan ditambah
terus sesuai dengan pertambahan umur pedet itu. Pemberian konsentrat dimulai sejak pedet
berumur 4 minggu.
Konsentrat yang akan diberikan disesuaikan dengan standar yang telah dianjurkan
khusus untuk pedet sapi perah (akan khusus dibahas pada bab selanjutnya yaitu ransum dan
formulasinya). Setelah berumur 15 minggu, pemberian konsentrat dan kualitasnya sudah
harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku untuk sapi dara bagi pedet betina dan untuk
sapi pejantan muda bagi pedet jantan.
Pemisahan Pedet Dari Induknya. Pedet tinggal bersama dengan induknya sebaiknya jangan
kurang dari 72 jam setelah melahirkan, dengan maksud agar pedet mendapat kolostrum dan
menggertak induk sapi perah untuk mengeluarkan air susu dengan mudah dan lancar. Pemisahan ini
sangat penting artinya, karena apabila dibiarkan lebih lama bersama induknya akan menyebabkan
terjadinya indigesti atau salah cerna sebagai akibat kebanyakan minum air susu, bahkan bisa mati
karena kekenyangan. Selain itu juga dimaksudkan untuk mencegah atau menghentikan naluri
menyusu pada induknya agar tidak menyulitkan pada saat pemerahan selanjutnya.Pedet kemudian
diberi minum kolostrum baik dengan menyusukan langsung ke induknya atau dengan menggunakan
ember yang telah disediakan. Susu yang baru keluar dinamakan kolostrum dan harus diberikan pada
pedet sampai 4 hari dan minimal selama 3 hari. Kolostrum ini sangat penting untuk pedet yang baru
lahir, karena berfungsi sebagai:
Untuk lebih jelasnya perbedaan komposisi gizi kolostrum dan susu biasa dari sapi FH dapat dilihat
pada table 9. Menurut beberapa peneliti, bahwa anak sapi yang tidak mendapatkan kolostrum
mengalami angka kematian yang lebih tingg
Tabel 2. Perbandingan Komposisi Antara Kolostrum dan Air Susu Biasa Pada Sapi Pries
Holstein.
(%)
dengan perbandingan 1: 9. Pemberian dapat diberikan 2 – 3 kali sehari dalam keaadaan masih
hangat kuku. Untuk lebih jelasnya pemberian air susu untuk pedet dapat dilihat pada table 10.
Umur Pedet (Minggu) Air Susu Penuh (kg) Skim Milk (kg)
1 1,8 -
2 2,5 -
3 3,2 - Menurut
beberapa 4 2,7 0,9 peneliti,
pemberian 5 1,8 1,8 “skim
milk” 6 0,9 2,7 untuk
pedet 7 - 4,5 tidak
8 - 5,0
9 - 5,4
10 - 5,4
12 - 5,4
14 - 4,5
18 - 3,6
20 - 2,7
22 - 1,8
24 - 0,9
26 - -
berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan bila dibandingkan dengan pemberian air susu
penuh. Bahkan hal ini dapat mengurangi penyakit mencret dan salah cerna pada pedet.
Namun untuk menjamin pertumbuhan yang lebih baik serta untuk pencegahan terhadap
penyakit yang mungkin menyerang pedet, sangat perlu penambahan vitamin dan antibiotika
ke dalam skim milk.
Tabel 4. Susunan Bahan-bahan Makanan Untuk Air Susu Pengganti (Milk Replacer).
* Sebagai tambahan
Catatan: Sebagai pedoman penggunaan pengganti air susu tersebut diatas adalah: setiap 1 kg
campuran setara dengan 8liter air susu. Setiap liter campuran tersebut harus
ditambahkan dengan 100gram molase.
Keterangan: Pemberian dilakukan 2 – 3 kali sehari dalam bentuk kering atau basah.
Campuran konsentrat yang tinggi kandungan proteinnya dikenal dengan nama “calf stater”
harus segera diberikan kira-kira sebanyak 1 kg. Calf stater tersebut harus mengandung 22 % protein
kasar atau sekitar + 18 % protein dapat dicerna dan 72 – 75 % TDN (Total Digestible Nutrient).
Walaupun calf stater berkualitas tinggi, namun tetap perlu ditambahkan mineral dan vitamin dalam
jumlah yang cukup. Table 14 memperlihatkan beberapa contoh ransum “Calf stater”.
Pedet betina sapi perah setelah disapih sampai dengan bunting dan akan melahirkan anak
pertama disebut dengan sapi perah dara. Pedet sapi perah sudah boleh disapih pada umur 11
minggu. Namun banyak peternak sapi perah yang menyapih pedetnya pada umur lebih dari 11
minggu. Peternak-peternak sapi perah yang belum memahami betul mengenai perawatan sapi
perah, terutama mengenai pemberian ransum pada pedet, sebaiknya menyapih pedet-pedetnya
pada umur yang lebih tua dari 11 minggu agar pertumbuhannya tidak mengalami hambatan.
Pertumbuhan dan besar badan sapi dara sebelum melahirkan anak pertama sangat
tergantung kepada pemberian makanan dan sistem pemeliharaannya. Bila makanan tidak
mencukupi baik secara kuantitatif maupun kualitatif maka pada waktu beranak pertama akan
mengalami:
Sistem Pemeliharaan Sapi Dara. Pada dasarnya ada dua macam sistem pemeliharaan sapi dara
yaitu:
Mengawinkan Sapi Dara. Sapi perah dara dikawinkan tergantung dari umur dan besar
tubuhnya. Namun yang paling menentukan adalah besar tubuhnya. Apabila pemberian pakan dan
pemeliharaannya cukup baik, sapi dara akan mempunyai berat badan yang mencukupi untuk
dikawinkan pada umur rata-rata 15 bulan, sehingga pada umur 2 tahun sudah beranak pertama.
Beberapa peternak sapi perah mengawinkan sapi daranya pada umur 14 – 17 bulan tanpa
menimbulkan akibat yang merugikan, sudah tentu dengan sistem managemen pemeliharaan yang
cukup baik. Sehingga pada umur 23 –26 bulan sapi-sapi tersebut sudah melahirkan pertama. Tetapi
banyak peternak yang mengawinkan sapi daranya pada umur 26 – 28 bulan, sehingga umur 3 tahun
baru bisa beranak pertama. Peternak yang demikian, praktis akan mengeluarkan biaya lebih banyak
sebelum sapi daranya berproduksi. Sebagai patokan apabila peternak merasa agak kurang
pengetahuannya atau pengalamannya dalam menangani sapi daranya, sebaiknya sapi dara
dikawinkan pada umur 17 – 18 bulan. Perkawinan sapi perah dara terlalu cepat, dengan keadaan
tubuh yang masih terlalu kecil, salah satu akibat negatifnya adalah sapi perah tersebut akan tetap
kecil (tidak tumbuh) setelah dia menjadi induk dan akan mengalami kesulitan melahirkan pada
periode melahirkan berikutnya. Dengan demikian sangatlah penting bagi seorang manager yang baik
untuk mengontrol berat badan ternaknya melalui recording/pencatatan terutama mengenai berat
lahir, berat sapih, berat pada umur 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan serta berat badan pada saat
melahirkan pertama.
Sebagai patokan pengontrolan mengenai berat badan yang normal pada saat dikawinkan
dan melahirkan serta berat badan pada periode pertumbuhan dari pedet sampai dara dapat dilihat
pada tabel 15 dan tabel 16.
Tabel 7. Berat Badan Yang Dianjurkan Bagi Sapi Dara Pada Saat Dikawinkan Dan
melahirkan.
Ayrshire
Brown Swiss 300 – 350 425 – 525 18
Tabel 8. Ukuran Berat Badan Normal Selama Periode Pertumbuhan Dari Pedet Sampai Dara
Lahir 44 25
1 54 33
2 73 47
3 97 63
4 124 82
5 152 104
6 180 126
7 207 148
8 231 168
9 254 186
10 277 203
11 290 219
12 325 236
13 336 245
14 352 257
15 366 266
16 382 278
17 397 289
18 415 300
19 430 312
20 448 324
21 466 336
Kesehatan. Pada prinsipnya untuk menjaga kesehatan sapi dara ada 3 hal penting
yang harus diperhatikan yaitu:
Kunci keberhasilan dalam pemeliharaan sapi perah terletak pada pengetahuan dan
pengertian terhadap ternak yang dipelihara. Perusahaan sapi perah biasanya dapat mengembalikan
investasi yang ditanamnya bila biaya tenaga kerja rendah, apalagi bila dapat memanfaatkan tenaga
kerja keluarga. Biaya tenaga kerja dan pakan adalah faktor utama dalam usaha produksi air susu.
Faktor lain yang persentase biaya produksinya juga cukup tinggi adalah biaya bangunan dan
peralatan (dibahas lebih detail di bab perencanaan perusahaan persusuan).
Pemeliharaan sapi perah adalah suatu ilmu pengetahuan dan seni yang merupakan
kombinasi antara idea, fasilitas, materi dan tenaga kerja untuk menghasilkan air susu (produk yang
berharga) dan pemasarannya. Untuk menghasilkan produk ini tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi
memerlukan suatu proses dari memelihara pedet sampai sapi perah menjadi dewasa. Oleh karena
itu diperlukan waktu dan perhatian sungguh-sungguh agar dapat memperoleh hasil yang maksimal.
Untuk memperoleh waktu yang tepat dalam mengawinkan sapi, maka perlu diketahui tanda-tanda
sapi yang sedang birahi seperti keterangan dibawah ini:
a. Bila sedang dilepas di padang rumput, sapi-sapi yang sedang birahi akan menunggangi sapi-
sapi yang tidak birahi, atau apabila dia ditunggangi oleh sapi-sapi lainnya akan diam saja.
b.Sapi yang birahi kelihatannya gelisah, berjalan mondar mandir, nafsu makan menurun dan
sering melenguh.
c. Vulvanya agak membesar, lunak dan berwarna kemerah-merahan.
d.Keluar cairan jernih (mucous) dari vulvanya.
Sapi perah begitu selesai melahirkan, biasanya ingin minum. Oleh karena itu, air minum
harus selalu tersedia. Air minum yang diberikan hendaknya yang hangat-hangat kuku. Kira-kira
setengah jam setelah melahirkan, air susunya sudah mulai keluar. Bilamana air susu belum keluar
juga, dapat disuntikkan hormon oxytocin atau meminta pertolongan dokter hewan.
Pada permulaan laktasi, berat badan sapi akan mengalami penurunan, karena sebagian dari
zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk pembentukan susu diambil dari tubuh sapi. Pada saat itu
sapi laktasi juga mengalami kesulitan untuk memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan sebab
nafsu makannya menurun. Oleh karena itu, pemberian ransum terutama konsentrat harus segera
ditingkatkan sesaat setelah nafsu makannya membaik kembali.
Dari sejak melahirkan, produksi susu akan meningkat dengan cepat sampai mencapai puncak
produksi yaitu kira-kira pada hari ke 35 – 50 hari setelah melahirkan. Setelah mencapai puncak
produksi, produksi susu harian akan mengalami penurunan rata-rata 2,5% per minggu. Lama diperah
atau lama laktasi yang ideal adalah 305 hari atau sekitar 10 bulan. Sapi perah yang laktasinya lebih
singkat atau lebih panjang dari 10 bulan, akan berakibat terhadap produksi susu yang menurun pada
laktasi yang berikutnya. Produksi susu sapi perah per laktasi akan meningkat terus sampai pada
laktasi ke 4 atau pada umur 6 tahun, apabila sapi perah itu pada umur 2 tahun sudah melahirkan
pertama (laktasi pertama). Setelah sapi perah itu berumur 8 tahun, produksi susu per laktasi sudah
mulai menurun. Apabila dibuat suatu indeks persentase, maka produksi susu yang tertinggi = 100 %
dicapai pada waktu sapi perah berumur 6 tahun; sedangkan pada umur 2 tahun; 3 tahun; 4 tahun;
dan 5 tahun, jumlah produksi susu yang dapat dicapai per laktasi adalah berturut-turut 77 %; 87 %;
94 %; dan 98 %. Produksi susu per laktasi akan menurun dengan bertambahnya umur sapi perah
tersebut, seperti terlihat pada tabel 18.
2 tahun I 77 %
3 tahun II 87 %
4 tahun III 94 %
5 tahun IV 98 %
6 tahun V 100 %
7 tahun VI 100 %
8 tahun VII 99 %
9 tahun VIII 98 %
10 tahun IX 96 %
11 tahun X 94 %
12 tahun XI 91 %
Peneliti lain juga berpendapat bahwa puncak produksi susu per laktasi dapat dicapai pada
umur 7 tahun. Sebelum dan sesudah umur 7 tahun produksi susu perlaktasi menurun.
Selama laktasi, kesehatan dan kebersihan sapi perah harus selalu dijaga dengan baik.
Pencegahan terhadap berbagai penyakit terutama mastitis harus benar-benar mendapat perhatian
khusus. Diduga 70 % dari sapi perah yang dipelihara di Indonesia menderita penyakit mastitis yang
dapat menurunkan produksi susu sekitar 15 – 20 % (Nurhadi, 1984).
Untuk memperoleh jumlah produksi susu sesuai dengan yang diharapkan, maka selain
memperhatikan faktor bangsa dan pemberian pakan, juga perlu diperhatikan
tatalaksanaannya. Mengeringkan sapi laktasi dari waktu ke waktu, terutama pada sapi yang
bunting tua merupakan suatu kebijaksanaan yang harus dilaksanakan. Beberapa kegunaan
dari masa kering tersebut adalah:
1. Memberikan kesempatan kepada kelenjar alveoli untuk beristirahat, agar ada persiapan untuk
produksi susu pada periode laktasi yang akan datang (berikutnya). Bila sapi tersebut dikeringkan,
keadaan alveolus menjadi sangat kecil dan hanya beberapa sistem saluran yang dapat terlihat.
Tetapi pada saat dua minggu sebelum melahirkan, jaringan-jaringan sekresi tersebut akan
bertambah kembali secara cepat dan membentuk suatu struktur yang akan menunggu
rangsangan dari kelahiran sehingga sekresi air susu dimulai lagi.
2. Memberikan kesempatan kepada induk sapi untuk menimbun makanan cadangan yang
diberikan untuk masa laktasi berikutnya. Air susu dibentuk dari zat-zat yang berasal dari darah
yang kemudian diubah menjadi zat-zat makanan yang terdapat dalam air susu. Dengan demikian
apabila seekor sapi diperah terus-menerus tanpa ada masa kering, maka akan terjadi suatu
pengurasan zat-zat pembentuk air susu dari tubuh sapi, sehingga produksi susu pada masa
laktasi berikutnya akan menurun.
3. Pada umur kebuntingan tertentu, hormon estrogen dan progesteron disekresikan lebih banyak,
terutama dua bulan dari akhir kebuntingan. Pertambahan kedua hormon ini mengakibatkan
penghambatan dari sel-sel sekresi sehingga air susu berkurang. Dengan demikian pada masa
kebuntingan dua bulan terakhir ini sangat baik untuk memulai pengeringan, karena selain
produksinya sudah sangat menurun (rendah), juga akan memberikan kesempatan kepada organ-
organ yang mengatur laktasi untuk mengadakan suatu penyegaran pada masa istirahat ini.
4. Untuk mempersiapkan kelahiran dan juga memberikan kesempatan pada sapi dalam
pembentukan kolostrum yang berkualitas lebih baik. Induk sapi perlu mendapat tenaga dan
ketahanan tubuh untuk menghadapi kelahiran, sehingga foetus dapat dilahirkan dengan mudah.
Selain mendapat tenaga untuk melahirkan juga kolostrum yang dihasilkan akan lebih banyak.
5. Menambah produksi susu pada laktasi yang akan datang.
7. Pemeliharaan Pejantan
Membeli pejantan yang telah jadi merupakan usaha yang mahal. Oleh karena itu, sebaiknya
memelihara sapi jantan muda yang telah dipilih dengan baik.
Jantan dan betina dipelihara bersama sebagai pedet hingga umur empat bulan. Setelah itu
mereka harus dipelihara secara terpisah.