Anda di halaman 1dari 9

PRINSIP PERJANJIAN / KONTRAK DI PERBANKAN SYARIAH DI

INDONESIA

M. Fajri Assidiqi, Dr. H. Ahmad Yubaidi, S.H., M.H


Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga
Jl. Marsada Adisucipto Yogyakarta, 55281
Email:21103080029@studen.uin-suka.ac.id

Abstrak

Sejak tahun 1992, Indonesia memperkenalkan dual system banking yaitu system Ketika
bank konvensional dan bank syariah diizinkan beroperasi berdampingan. Pada tahun 1992,
berdiri bank syariah pertama, yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI). Namun demikian,
system perbankan ganda baru benar-benar diterapkan sejak 1998 pada saat di
keluarkannya Undang-Undang perbankan dengan UU No. 10/1998 adanya Undang-
Undang ini memiliki tujuan sebagai landasan hukum yang kuat bagi bank syariah di
Indonesia. Selain itu Undang-Undang tersebut juga ditunjukan sebagai legal formal bagi
para investor dalam mendirikan bank syariah baru maupun unit usaha syariah bagi bank
konvensional. Dengan adanya Undang-Undang perbankan, pemerintah dan Bank
Indonesia memberikan komitmen dalam mengembangkan bank syariah di Indonesia
dengan membuat berbagai kebijakan-kebijakan terkait bank syariah. Perbedaan bank
syariah dengan bank konvensional adalah terletak pada landasan operasi yang digunakan.
Bank konvensional beroperasi berlandaskan bunga, bank syariah beroperasi berlandaskan
bagi hasil, ditambah dengan jual beli dan sewa. Inilah yang mendasari perbedaan tersebut.
Semua berawal dari akad-akad atau perjanjian bisnis yang dijalankan dalam perbankan.
Secara prakteknya, perbankan syariah pada dasarnya merupakan modifikasi atau
penyesuaian belaka dari system dan praktek bank konvensional dengan memasukkan
unsur-unsur dan prinsip-prinsip hukum islam didalamnya. Dalam perspektif ekonomi,
bank syariah dapat pula didefinisikan sebagai sebuah Lembaga intermediasi yang
mengalirkan investasi public secara optimal dengan zakat dan larangan riba yang bersifat
produktif serta dijalankan sesuai nilai, etika, moral dan prinsip Islam. Bank syariah
merupakan Lembaga keuangan syariah yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
yang menghendaki layanan jasa perbankan sesuaidengan prinsip syariah islam yang
dianutnya, khususnya yang berkaitan dengan larangan praktik riba dan lainnya.
1. PENDAHULUAN ambil peran dalam pengembangan
A. Latar belakang perbankan syariah.
Dewasa ini perkembangan ekonomi Melihat semakin meluasnya bisnis
syariah semakin marak di kaji di berbasis syariah maka,
beberapa kajian keilmuan baik itu perlindungan dan penerapan asas
dari perguruan tinggi, Lembaga- perjanjian dalam kontrak menjadi
lembaga, komonitas, dll. Sehingga sangat penting untuk di upayakan
pada prakteknya, ekonomi Islam penerapannya. Di karenakan dalam
berkembang dalam bentuk penerapannya para pelaku dan
perbankan dan beberapa Lembaga- pengguna ekonomi syariah harus
lembagapun juga banyak yang menjalankan kegiatannya
menggunakan label syariah. Bahkan berdasarkan syariah, seperti akad.
peristiwa ini mendapat perhatian Hal ini dikarenakan pola dalam
yang besar di kalangan masyarakat perbankan syariah sangat
Indonesia yang mayoritas ditentukan oleh akadnya, sehingga
penduduknya beragama Islam. akad itulah yang melandasi setiap
Pada tahun 1992 Bank Muamalat transaksi dan hal inilah yang
menjadi promotor atau yang membedakan antara lembaga
pertama kali menawarkan layanan keuangan konvensional dengan
berbasis syariah, hal itu bermula Lembaga keuangan syariah.
sejak Indonesia memperkenalkan B. Rumusan Masalah
dual system banking yaitu Ketika Bagaimanakah prinsip perjanjian
Bank konvensional dan bank dalam hukum kontrak syariah baik
syariah diizinkan beroperasi itu dari asas-asas perjanjian maupun
berdampingan. Namun demikian, asas kebebasan berkontrak?
system perbankan ganda baru 2. PEMBAHASAN
benar-benar diterapkan sejak 1998 Pengertian akad/kontrak
pada saat di keluarkannya Undang- Akad secara Bahasa berasal dari
Undang perbankan dengan UU No. Bahasa Arab yaitu Áqada-
10/1998 adanya Undang-Undang ya’qidu(al-Áqd) yang berarti
ini memiliki tujuan sebagai perjanjian atau ikatan. Sedangkan
landasan hukum yang kuat bagi akad menurut istilah dari Wahbah
bank syariah di Indonesia. Sehingga Zuhaily dalam kitabnya Al-Fiqh Al-
hal ini menarik para investor untuk Islami wa Ad’illatuh menerangkan
bahwa akad merupakan hubungan sebuah ijma’ meskipun itu hanya
atau keterikatan antara ijab dan kesepakatan pendududk Madinah.
qabul atas diskursus yang Yang selanjutnya adalah qias ialah
dibenarkan oleh syara’ dan bilamana kasus tersebut tidak
berimplikasi pada hukum tertentu. terdapat didalam nash maka hal
Sedangkan menurut Subhi yang dilakukan ialah menyamakan
Mahmasaniy mengartikan akad dengan kasus-kasus yang serupa
sebagai ikatan atau hubungan dengan persamaat illatnya.
diantara ijab dan qabul yang Selanjutnya terdapat al istihsan
memiliki akibat hukum terhadap secara Bahasa berarti menganggap
hal-hal yang di aqadkan. Pada garis sesuatu itu baik. Namun secara
besarnya dua definisi yang istilah tersebut memiliki maksud
disampaikan di atas memiliki sebagai upaya untuk
kesamaan yaitu terdapat ijab dan menangguhkan prinsip-prinsip
Kabul baik lisan, isyarat, maupun umum dalam dalam suatu nash
tulisan antar dua belah pihak atau dissebabkan adanya nash yang lain
lebih yang pada intinya hal tersebut menghendaki demikian. Secara
tidak bertentangan dan sesuai khusus ialah berpalingnya mujtahid
dengan ajaran Islam. dari qias jail(jelas) kepada kias
khafi(tidak jela).
Dasar hukum perjanjian/akad Selanjutnya terdapat maslahah
atau kontrak pada perbankan mursalah yaitu sebuah metode
syariah penetapan hukum yang kasusnya
Dasar hukum kontrak pada produk tidak diatur secara rinci didalam Al-
perbankan syariah terdiri dari Qur’an dan sunnah. Metode ini
beberapa sumber hukum dalam lebih condong kepada penetapan
dalam islam yang mana sumber maslahah secara langsung.
hukum tersebut bermuara kepada Urf adalah suatu kebiasaan yang
Al-Quran dan hadist yang sudah menjadi kebiasaan
menghasilkan ijma’ qias dst. masyarakat setempat namun tidak
Ijma’merupakan kesepakatan para melanggar ajaran Islam. Para ulama
mujtahid atas suatu hukum syara’. mayaoritas menerima kebiassan
Menurut mazhab maliki sebagai dalil hukum.
kesepakatan sudah merupakan
Sadd al dzariah adalah suatu yang implementasi akad dalam
menjadi sarana kepada yang perbankan harus diketahui secara
diharamkan atau yang dihalalkan. komprehensif.(Ghazali, 2018)
Artinya dalam perkara mubah tetapi Dalam hal ini adalah pengertian
membawa kepada perbuatan yang akad atau kontrak atau perjanjian.
haram maka hukunya adalah haram. Akad dalam bahasa Indonesia
Syar’u man qablana syariat sebelum dikenal dengan istilah perjanjian,
islam. Ada yang dibatalkan ada juga perikatan, atau kontrak. Menurut
yang masih diberlakukan dan Kamus al-Mawrid, al-‘Aqd adalah
disertai juga oleh dalil. contract and agreement atau kontrak
dan perjanjian Sementara kata akad
Prinsip perjanjian dalam juga berasal dari bahasa Arab, al-
perbankan syariah ‘Aqd secara bahasa berarti al-
Dalam menjalankan fungsinya, rabthu, yaitu mengikat atau ikatan.
Perbankan Syariah menyediakan Dikatakan rabatha al-Syai’ rabthan,
berbagai macam transaksi dengan berarti ia mengikat sesuatu dengan
menggunakan berbagai jenis akad, kuat. Sedangkan akad atau kontrak
diantaranya adalah pertama akad menurut istilah adalah suatu
dengan pola titipan, seperti wadî’ah kesepakatan atau komitmen
yad amânah dan wadî’ah yad bersama baik lisan, isyarat, maupun
dhamânah; kedua adalah akad tulisan antara dua pihak atau lebih
dengan pola bagi hasil, seperti yang memiliki implikasi hukum
mudhârabah dan musyârakah; yang mengikat untuk
ketiga adalah akad dengan pola jual melaksanakannya Perjanjian
beli, seperti murâbahah, salam, dan perjanjian yang paling menyolok
istishnâ’; keempat adalah akad menunjukkan dominan salah satu
dengan pola sewa, seperti ijârah dan pihak adalah perjanjian yang dalam
ijârah wa iqtinâ’ atau ijârah bahasa belanda disebut standard
muntahiyah bi al-tamlîk (IMBT); voorwarden atau dalam hukum
kelima adalah akad dengan pola Inggris disebut standard
pinjaman, seperti qard; keenam contract.(Ibrahim & Salam, 2021)
adalah akad dengan pola lainnya, Dalam hukum Islam istilah kontrak
seperti wakâlah, kafâlah, hiwâlah, dan perjanjian adalah sama yaitu
rahn, dan lain-lain. Tentunya, disebut akad. Dengan demikian,
akad dapat diartikan sebagai ke dalam sistem ekonomi di dunia
pertemuan ijab yang dinyatakan ini untuk menjadi penyaring dan
oleh salah satu pihak dengan kabul penyeimbang sehingga sistem
dari pihak lain secara sah menurut perekonomian yang ada berjalan
syariah yang tampak akibat stabil ke arah tujuan perekonomian
hukumnya pada obyeknya. untuk kebaikan semua pihak.(M.
Sedangkan dalam literatur Ilmu Iqbal & Llewellyn, 2002)
Hukum, Hukum kontrak dapat Menurut Prof. Dr. H. Fathurrahman
diistilahkan sebagai”Hukum Djamil bahwa dalam hukum Islam
Perikatan” untuk menggamarkan terdapat beberapa asas yang
ketentuan hukum yang mengatur melandasi suatu akad. Walaupun
transaksi dalam masyarakat. Ada tidak tertulis menjadi bagian dari
yang menggunakan istilah ”Hukum rukun akad seperti yang telah
Perutangan”, ”Hukum Perjanjian” dipaparkan sebelumnya, tetapi ia
ataupun ”Hukum Kontrak”. sangat berpengaruh pada status
Masing-masing istilah tersebut akad itu sendiri. Di mana ketika asas
mempunyai artikulasi yang berbeda ini tidak terpenuhi, maka akan
satu dengan lainnya Istilah hukum mengakibatkan batal atau tidak
perutangan biasanya diambil karena sahnya perikatan (akad perjanjian)
suatu transaksi mengakibatkan yang dibuat. Asas-asas perjanjian
adanya konsekuensi yang berupa merupakan konkretisasi dari norma-
suatu peristiwa tuntutmenuntut. norma filosofis, yaitu nilai-nilai
Hukum perjanjian digunakan dasar yang menjadi fondasi ajaran
apabila melihat bentuk nyata dari Islam.
adanya transaksi. Apabila Dalam asas kebebasan berkontrak
pengaturan hukum tersebut bahwa para pihak memiliki
mengenai perjanjian dalam bentuk kebebasan untuk membuat akad
tertulis sering disebut Hukum kontrak (freedom of making
Kontrak Akad menjadi bagian dari contract), baik dari segi objeknya
produk hukum Islam dan syariat maupun dari segi persyaratan-
(wahyu) yang lebih menjamin persyaratan lainnya, termasuk
kemaslahatan manusia. Sebagai menetapkan cara-cara penyelesaian
nilai, akad dalam ekonomi syariah bila terjadi sengketa. Dengan asas
atau ekonomi Islam dapat melebur kebebasan berkontrak maka tidak
ada unsur paksaan, tekanan, dan Selanjutnya Asas konsensualisme
penipuan dari pihak manapun menyatakan bahwa untuk
sehingga akan memberikan terciptanya suatu perjanjian cukup
implikasi hukum terhadap legalitas tercapainya kata sepakat antara para
akad yang telah dibuat bilamana ada pihak tanpa perlu dipenuhinya
unsur-unsur paksaan, tekanan dan formalitas-formalitas tertentu.
lain sebagainya dan dapat dianggap Dalam hukum Islam pada umumnya
tidak sah atau batal. Hukum Islam perjanjian-perjanjian itu bersifat
pada dasarnya memberikan konsensualisme. Asas ini
kebebasan orang membuat menyatakan segala bentuk transaksi
perjanjian sesuai dengan yang dilakukan harus atas dasar
keinginannya, tetapi yang kerelaan semua pihak. Kerelaan
menentukan akibat hukumnya para pihak yang berkontrak adalah
adalah ajaran agama, untuk menjaga jiwa setiap kontrak yang Islami dan
jangan sampai terjadi penganiayaan dianggap sebagai syarat
antara sesama manusia melalui akad terwujudnya semua transaksi. Jika
(perjanjian) dan syarat-syarat yang dalam suatu transaksi asas ini tidak
dibuatnya. terpenuhi, dipandang telah
Asas selanjutnya ialah persamaan memakan sesuatu dengan cara yang
hukum memberikan penjelasan batil.
bahwa kedua belah pihak yang Selanjutnya asas Kejujuran
melakukan kontrak mempunyai merupakan hal yang prinsip bagi
kedudukan yang sama atau setara manusia dalam segala kehidupan,
antara satu dengan yang lainnya. termasuk penyusunan kontrak
Sehingga, pada saat menentukan syariah dalam bisnis. Jika kejujuran
hak dan kewajiban masingmasing tidak diamalkan dalam penyusunan
didasarkan pada asas persamaan kontrak, maka akan merusak
atau kesetaraan. Dengan kata lain, keridhaan, disamping itu,
bank dapat, bahkan sebaiknya, ketidakjujuran dalam penyusunan
menyiapkan draf kontrak yang kontrak akan berakibat perselisihan
sifatnya hanya merupakan usulan diantara pihak yang melakukan
atau penyajian (`ard alsyurut) dan kontrak.
bukan bersifat final yang harus Selanjutnya asas janji itu mengikat
dipatuhi pihak nasabah Dalam hukum konvensional dikenal
asas ”pacta sunt servanda” yang secara tertulis supaya tidak terjadi
berari janji itu mengikat, yang permasalahan dikemudian hari.
dimaksud adalah suatu kontrak
yang dibuat secara sah oleh pihak Prinsip perbankan syariah dalam
mengikat para pihak tersebut secar hukum positif
penuh sesuai isi kontrak tersebut. Syariah adalah hukum Islam.
Asas dapat disimpulkan dalam pasal Syariah mengatur semua aspek
1338 ayat (1) KUH Perdata yang kehidupan umat yang terdiri atas
menyatakan: ”Perjanjian yang keimanan dan ibadah serta aspek-
dibuat secara sah, berlaku sebagai aspek ekonomi, politik,
undang-undang. Suatu perjanjian perkawinan, warisan, social dan
tidak dapat ditarik kembali selain budaya masyarakat. Dalam
dengan sepakat kedua belah pihak perbankan syariah,
atau karena alasan-alasan yang oleh transaksitransaksi yang
undang-undang dinyatakan cukup dilaksanakan berdasarkan
untuk itu. Asas kekuatan aturanaturan syariah meliputi
mengikatnya kontrak ini yang transaksi yang dikenal dalam
menjadi dasar penting di dalam perbankan konvensional dan
hukum kontrak bahwa orang harus transaksi yang biasa dilakukan oleh
mematuhi janji. Dengan perkataan lembaga-lembaga keuangan non-
lain, asas inilah yang menjadi bank, seperti multi finance company
landasan bahwa para pihak di dalam yang berupa transaksi sewa
kontrak terikat atau wajib menyewa (leasing) dan sewa beli
melaksanakan perjanjian. (hire purchase), pasar uang
Selanjutnya Asas tertulis dalam (financial market), pasar modal
kontrak syariah adalah, dimana (capital market), asuransi, dan
dalam suatu perjanjian hendaknya transaksi-transaksi
dilakukan secara tertulis agar dapat lainnya.(Maksum, 2018) Posisi
dijadikan sebagai alat bukti apabila prinsip syariah perbankan dapat
di kemudian hari terjadi diakui sebagai hukum positif. Posisi
persengketaan Dalam ini merupakan menurut Undang-
melaksanakan kontrak maka Undang No. 21 tahun 2008 tentang
keharusan untuk melakukannya Perbankan Syariah. Dalam Undang-
Undang tersebut dijelaskan bahwa
Pasal 24 ayat (1) huruf a. Pasal 24 perjanjian bertentangan dengan
ayat (2) huruf a, dan Pasal 25 huruf undang-undang, maka perjanjian
a Undang-Undang No. 21 tahun tersebut atau ketentuan (pasal atau
2008 tentang Perbankan Syariah ayat) yang bertentangan dengan
menentukan dengan tegas bahwa undang-undang menjadi batal demi
bank syariah dilarang melakukan hukum sehingga konsekuensi
kegiatan usaha yang bertentangan hukumnya adalah bahwa perjanjian
dengan Prinsip Syariah. Artinya, atau ketentuan yang bertentangan
akad syariah yang dibuat antara dengan undang-undang tersebut
bank (Bank Umum Syariah, Unit dianggap tidak pernah ada sejak
Usaha Syariah dan Bank semula. (Nurwulan, 2018)Prinsip-
Pembiayaan Rakyat Syariah) dan prinsip (asas-asas) syariah adalah
nasabah tidak boleh berisi syarat- berdasarkan sumber-sumber dari
syarat dan ketentuan-ketentuan hukum Islam. Sumber hukum Islam
yang bertentangan dengan Prinsip ada lima yang terdiri dari sumber
Syariah.(Gayo & Taufik, 2012) hukum primer dan sumber hukum
Implikasi adanya Undang-Undang sekunder. Sumber hukum primer
No. 21 tahun 2008 adalah bahwa adalah Al-Quran dan Hadits dan
bank syariah dilarang melakukan sumber hukum sekunder adalah
kegiatan usaha yang bertentangan Ijma yaitu konsensus para ulama,
dengan Prinsip Syariah, maka bank Qiyas yaitu penalaran (reasoning)
dan calon nasabah yang memasuki secara analogis, dan Ijtihad yaitu
suatu akad syariah harus penalaran hukum secara mandiri
mengetahui betul apa saja yang dan lainnya.
menjadi prinsip-prinsip (asas-asas)
umu dari syariah Islam dan prinsip 3. KESIMPULAN
khusu yang berlaku bagi suatu jenis Perkembangan perbankan di
akad transasksi syariah. Sesuai Indonesia yaitu berupa system
dengan asas hukum perjanjian, perbankan syariah bertujuan
sebagaimana dimuat dalam Kitab memenuhi kebutuhan masyarakat
Undang-Undang Hukum Perdata, Indonesia yang Mayoritas
suatu perjanjian tidak boleh antara penduduknya beragama Islam.
lain bertentangan dengan Yang mana di dalam ajaran Islam
UndangUndang. Apabila isi suatu terdapat akad-akad yang sangat
menentukan bagaimana arah https://doi.org/10.34202/imanensi
transaksi itu akan berlanjut. .1.1.2013.62- 74

Maka dari itu perbankan yang Ghazali, M. (2018). The Application of


Murābaha Contract in Islamic
mengusung konsep syariah
Banking from Muslim Jurists’
menawarkan produk kontrak /
Perspective. Al-Iktisab: Journal of
perjanjian berbentuk aqad seperti;
Islamic Economic Law, 2(1), 14–
akad wadi’ah, murabahah, dst.
23. https://doi.org/10.21111/al-
Dan hal ini didukung oleh iktisab.v2i1.2395
pemerintah yang mengeluarkan Ibrahim, A., & Salam, A. J. (2021). A
Undang-Undang perbankan dengan Comparative Analysis of DSN-
UU No. 10/1998, adanya Undang- MUI Fatwas Regarding
Undang ini memiliki tujuan sebagai Murabahah Contract and the Real
landasan hukum yang kuat bagi Context Application (A study at

bank syariah di Indonesia. Islamic Banking in Aceh).


Samarah: Jurnal Hukum
Keluarga Dan Hukum Islam, 5(1),
372–401.
https://doi.org/10.22373/sjhk.v5i1
4. REFERENSI
.8845
Faqihuddin, A. (2019). Tatakelola
Abdul Rachman, Atiqi Chollisni,
Syariah Pada Bank Syariah. El-
Muklis, Dewi Reni , Aisyah Defy
Arbah: Jurnal Ekonomi, Bisnis
R. Simatupang Dasar Hukum
Dan Perbankan Syariah, 3(01),
Kontrak (Akad) dan
19–34.
Implementasinya Pada Perbankan
https://doi.org/10.34005/elarbah.v
Syariah di Indonesia Departement
3i01.912
of Islamic Banking, STES Islamic
Satria, M. H. (2016). Akad Hybrid
Village https://jurnal.stie-
Pada Produk Qardh Beragun
aas.ac.id/index.php/jie
Emas. 7, 20.
Rahmanti, V. N. (2013). Mengapa
Perbankan Syariah Masih
Disamakan Dengan Perbankan
Konvensional? Imanensi: Jurnal
Ekonomi, Manajemen, Dan
Akuntansi Islam, 1(1), 62–74.

Anda mungkin juga menyukai