Anda di halaman 1dari 7

Nama : AGUS SETIAWAN

NIM : 041597301

Mata Kuliah : HUKUM DAN MASYARAKAT

Kasus :

Arahkan Nasabah untuk Beli Motor Bekas dengan Dana KUR, Karyawan BRI Jadi
Tersangka, Ini Ceritanya

KOMPAS.com - MH karyawan BRI unit Leces diamankan polisi karena menyalahgunakan


penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merugikan negara lebih dari Rp 1 miliar.
Kasus tersebut terjadi pada 2018 dan 2019. Saat itu BRI menyalurkan dana KUR untuk
pendanaan UMKM pada masyarakat. Sesuai audit BPKP kerugian mencapai sebesar Rp
1.059.202.822. MH yang bertugas di BRI unit Leces ternyata mengarahkan nasabah yang
menerima KUR untuk membeli motor bekas di showroom milik YA.

Di BRI unit Leces, MH bertugas sebagai peneliti kelayakan calon penerima KUR. Padahal dana
KUR seharusnya digunakan untuk meningkatkan usaha kecil bukan untuk hal yang bersifat
konsumtif. "Dana KUR yang dicairkan BRI Cabang Probolinggo itu diperuntukkan bagi
masyarakat yang memiliki usaha agar usaha kecilnya berkembang," kata Kepala Kejaksaan
Negeri Kabupaten Probolinggo Adhryansah kepada Kompas.com di Kantor Kejari, Selasa
(19/1/2021). "Tapi oleh MH yang bertugas sebagai peneliti kelayakan calon penerima KUR,
ternyata tidak dilaksanakan sebagaimana diatur BRI dan Kementerian Perekonomian," kata
Adhryansah. "Jadi MH ini mengarahkan nasabah yang menerima KUR membeli motor bekas di
shòwroom milik YA," kata Adhryansah.

Nasabah tak miliki usaha, tak ada KTP serta KK

Adhryansah mengatakan MH mengarahkan nasabah yang memiliki usaha untuk menggunakan


dana KUR untuk membeli motor bekas. Tak hanya itu. MH juga juga memberikan dana KUR
pada nasabah yang tak memiliki usaha. Untuk mendapatkan dana KUR, nasabah tidak disurvei,
dan tak memiliki KTP serta KK atau pun keterangan usaha. Lalu nasabah tersebut diarahkan
untuk membeli motor di showroom milik YA. Selain MH, kejaksaan juga menetapkan YA
pemilik YA sebagai tersangka.

Walaupun sudah ditetapkan sebagai tersangka, MH dan YA belum ditahan. Setelah tahapan
selesai, kasus tersebut akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya. "Ini prosesnya
sebenarnya masih panjang. Tapi kami ingin kasus ini segera dibawa ke pengadilan," jelasnya.
Pada Rabu (20/1/2021) Kompas.com mendatangi Kantor BRI Cabang Probolinggo di Kota
Probolinggo. Dari keterangan satpam, pimpinan BRI sedang keluar. Setelah beberapa jam
menunggu, satpam yang bertugas memberikan nomor sekretariat BRI untuk dihubungi.

Kompas.com menghubungi nomor yang dimaksud dan diangkat oleh petugas wanita yang
mengaku bernama Lina. Saat itu Lina berjanji akan menghubungkan Kompas.com dengan pihak
manajamen. Dia juga berjanji akan menghubungi melalui telepon. Kompas.com juga telah
menunggu keterangan pimpinan BRI di kantor BRI selama tiga setengah jam. Namun hingga
berita ini ditulis belum pernyataan resmi dari pihak BRI Probolinggo.

Sumber: https://regional.kompas.com/read/2021/01/21/09490071/arahkan-nasabah-untuk-beli-
motor-bekas-dengan-dana-kur-karyawan-bri-jadi?page=all#page2.

Soal 1 :

 Analisis kasus di atas menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999!

Jawab :

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang PEMBERANTASAN TINDAK


PIDANA KORUPSI.

Kasus diatas telah melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Yang berbunyi,

"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)".

Dimana saudara MH (karyawan bank BRI). Telah menyalahgunakan wewenang nya yang
dipercaya pihak Bank BRI sebagai peneliti kelayakan calon penerima KUR.

MH menyalurkan dana KUR tersebut kepada masyarakat yang sebenarnya tidak layak
mendapatkan dana KUR tersbut karena tidak memiliki berkas persyaratan seperti KK dan KTP
bahkan mereka tidak disurvei dan tidak memiliki usaha. Sementara dana KUR diberikan kepada
masyarakat yang memiliki usaha untuk meningkatkan perekonomian rakyat.
Soal 2 :

Bagaimana kaitan antara kasus di atas dengan perubahan sosial menurut pandangan Prof. Dr. M.
Tahir Kasnawi?

Jawab :

Menurut pendapat Prof. Dr. M. Tahir Kasnawi, yang dimaksud dengan perubahan sosial adalah
suatu proses perubahan atau modifikasi ataupun penyesuaian yang berlangsung di dalam
kehidupan masyarakat yang bersangkutan dengan nilai-nilai budaya, pola perilaku dalam
kelompok masyarakat, kehidupan sosial ekonomi dan juga terkait dengan kelembagaan di dalam
masyarakat baik itu dalam kehidupan material dan kehidupan non-material.

Prof. Dr. M. Tahir Kasnawi membagi empat pendekatan teori perubahan sosial, yaitu:
Pendekatan teori klasik, Pendekatan teori equilibrium, Pendekatan teori modernisasi, dan
Pendekatan teori konflik. Berikut diuraikan pendekatan-pendekatan tersebut.

Pendekatan Teori Klasik.

Dalam kelompok teori-teori perubahan sosial klasik dibahas empat pandangan dari tokoh-tokoh
terkenal yakni August Comte, Emile Durkheim, dan Max Weber.

August Comte menyatakan bahwa perubahan sosial berlangsung secara evolusi melalui suatu
tahapan-tahapan perubahan dalam alam pemikiran manusia, yang oleh Comte disebut dengan
Evolusi Intelektual. Tahapan-tahapan pemikiran tersebut mencakup tiga tahap, dimulai dari tahap
Theologis Primitif; tahap Metafisik transisional, dan terakhir tahap positif rasional. setiap
perubahan tahap pemikiran manusia tersebut mempengaruhi unsur kehidupan masyarakat
lainnya, dan secara keseluruhan juga mendorong perubahan sosial.

Emile Durkheim melihat perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-faktor ekologis dan
demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari kondisi tradisional yang diikat
solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat oleh solidaritas
organistik.

Max Weber pada dasarnya melihat perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat adalah akibat
dari pergeseran nilai yang dijadikan orientasi kehidupan masyarakat. Dalam hal ini dicontohkan
masyarakat Eropa yang sekian lama terbelenggu oleh nilai Katolikisme Ortodox, kemudian
berkembang pesat kehidupan sosial ekonominya atas dorongan dari nilai Protestanisme yang
dirasakan lebih rasional dan lebih sesuai dengan tuntutan kehidupan modern.

Dengan jelas pandangan teori klasik tentang perubahan sosial di atas disimpulkan bahwa
perubahan sosial berlangsung secara bertahap (step by step). Perubahan sosial yang demikian
disebut juga perubahan sosial alami (perubahan yang terjadi dengan sendirinya melalui akal
fikiran manusia sebagai mahluk sosial).
Pendekatan Teori Eqiulibrium

Pendekatan ekuilibrium menyatakan bahwa terjadinya perubahan sosial dalam suatu masyarakat
adalah karena terganggunya keseimbangan di antara unsur-unsur dalam sistem sosial di kalangan
masyarakat yang bersangkutan, baik karena adanya dorongan dari faktor lingkungan (ekstern)
sehingga memerlukan penyesuaian (adaptasi) dalam sistem sosial, seperti yang dijelaskan oleh
Talcott Parsons, maupun karena terjadinya ketidakseimbangan internal seperti yang dijelaskan
dengan Teori kesenjangan Budaya (cultural lag) oleh William Ogburn.

Teori ekuiliberium yang dijelaskan diatas cenderung mengatakan bahwa perubahan sosial
dikarenakan adanya salah satu bagian sistem yang tidak berfungsi dengan baik. Dalam
pendekatan ini perubahan sosial berjalan dengan lambat dan perubahan sosial diatur dan
dikendalikan oleh struktur yang ada (behind design) atau rekayasa sosial.

Secara eksplisit pendekatan ini tidak menginginkan adanya perubahan sosial, dibukti dengan
adanya keharus aktor atau institusi sosial untuk memiliki prinsip Adaptasi, Gold, Integrasi,
(AGIL) dalam sistem sosial. Keseimbangan sistem dibutuhkan dalam mencapai tujuan bersama.

Pendekatan Teori Modernisasi

Pendekatan modernisasi yang dipelopori oleh Wilbert More, Marion Levy, dan Neil Smelser,
pada dasarnya merupakan pengembangan dari pikiran-pikiran Talcott Parsons, dengan
menitikberatkan pandangannya pada kemajuan teknologi yang mendorong modernisasi dan
industrialisasi dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Hal ini mendorong terjadinya
perubahan-perubahan yang besar dan nyata dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat
termasuk perubahan dalam organisasi atau kelembagaan masyarakat.

Pendekatan Teori Konflik

Adapun pendekatan konflik yang dipelopori oleh R. Dahrendorf dan kawan-kawan, pada
dasarnya berpendapat bahwa sumber perubahan sosial adalah adanya konflik yang intensif di
antara berbagai kelompok masyarakat dengan kepentingan berbeda-beda (Interest groups).
Mereka masing-masing memperjuangkan kepentingan dalam suatu wadah masyarakat yang sama
sehingga terjadilah konflik, terutama antara kelompok yang berkepentingan untuk
mempertahankan kondisi yang sedang berjalan (statusquo), dengan kelompok yang
berkepentingan untuk mengadakan perubahan kondisi masyarakat.

Pendekatan teori konflik terinspirasi dari teori perubahan sosial Karl Marx yang mangatakan
pada dasarnya melihat perubahan sosial sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi
dalam tata perekonomian masyarakat, terutama sebagai akibat dari pertentangan yang terus
terjadi antara kelompok pemilik modal atau alat-alat produksi dengan kelompok pekerja.
Pada dasarnya ke empat pendekatan yang dijelaskan di atas adalah satu kesatuan yang memiliki
perbedaan pendefinisian atas perubahan sosial. Dikatan demikian, karena munculnya
pendekatan- pendekatan yang dijelaskan tadi atas dasar perbaikan dan kritikan pendekatan
sebelumnya (proses ini sering disebut proses dialektika). Setiap pendekatan pasti memiliki
kelebihan dan kekurangan (ini hal yang alami dan tidak terbantahkan dalam realitas sosial).
Berikut digambarkan bagan hubungan pendekatan dalam teori perubahan sosial.

Soal 3 :

Simpulkan kasus di atas dalam kaitannya dengan kesadaran hukum, dan berikan contoh kegiatan
untuk mengupayakan kesadaran hukum dalam masyarakat!

Jawab :

Kesadaran hukum dapat diartikan sebagai kesadaran seseorang atau suatu kelompok masyarakat
kepada aturan-aturan atau hukum yang berlaku.Kesadaran hukum sangat diperlukan oleh suatu
masyarakat. Hal ini bertujuan agar ketertiban, kedamaian, ketenteraman, dan keadilan dapat
diwujudkan dalam pergaulan antar sesama. Tanpa memiliki kesadaran hukum yang tinggi, tujuan
tersebut akan sangat sulit dicapai.

Dikalangan pelajar pun demikian, contoh saja terjadinya perkelahian/ tawuran antar pelajar
karena kurang tumbuhnya kesadaran pelajar terhadap hukum. Akibat lemahnya kesadaran
hukum, kehidupan masyarakat akan menjadi resah dan tidak tenteram. Oleh karena itu, kita
hendaknya mengembangkan sikap sadar terhadap hukum.

Kesadaran hukum perlu ditanamkan sejak dini yang berawal dari lingkungan keluarga, yaitu
setiap anggota keluarga dapat melatih dirinya memahami hak-hak dan tanggung jawabnya
terhadap keluarga, menghormati hak-hak anggota keluarga lain, dan menjalankan kewajibannya
sebelum menuntut haknya. Apabila hal ini dapat dilakukan, maka ia pun akan terbiasa
menerapkan kesadaran yang telah dimilikinya dalam lingkungan yang lebih luas, yaitu
lingkungan masyarakat dan bahkan negara.

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum yang pertama adalah pengetahuan tentang
kesadaran hukum. Peraturan dalam hukum harus disebarkan secara luas dan telah sah. Maka
dengan sendirinya peraturan itu akan tersebar dan cepat diketahui oleh masyarakat. Masyarakat
yang melanggar belum tentu mereka melanggar hukum. Hal tersebut karena bisa jadi karena
kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang kesadaran hukum dan peraturan
yang berlaku dalam hukum itu sendiri.

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum selanjutnya adalah tentang ketaatan masyarakat
terhadap hukum. Dengan demikian seluruh kepentingan masyarakat akan bergantung pada
ketentuan dalam hukum itu sendiri. Namun juga ada anggapan bahwa kepatuhan hukum justru
disebabkan dengan adanya takut terhadap hukuman ataupun sanksi yang akan didapatkan ketika
melanggar hukum.

Menurut Soerjono Soekanto, indikator-indikator dari kesadaran hukum sebenarnya merupakan


petunjuk yang relatif kongkrit tentang taraf kesadaran hukum. Dijelaskan lagi secara singkat
bahwa indikator pertama adalah pengetahuan hukum. Seseorang mengetahui bahwa perilaku-
perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah
hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang
dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.Indikator kedua adalah
pemahaman hukum. Seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman
mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan pemahaman yang benar dari
masyarakat tentang hakikat dan arti pentingnya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Indikator yang ketiga adalah sikap hukum. Seseorang mempunyai kecenderungan
untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum. Indikator yang keempat adalah perilaku
hukum, yaitu dimana seseorang atau dalam suatu masyarakat warganya mematuhi peraturan
yang berlaku.

Hukum adalah suatu tata aturan kehidupan yang diciptakan untuk mencapai nilai-nilai yang
diinginkan masyarakat. Salah satu nilai yang menjadi tujuan hukum adalah ketertiban. Ketertiban
artinya ada kepatuhan dan ketaatan perilaku dalam menjalankan apa yang dilarang dan
diperintahkan hukum. Konkretnya, dapat kita ambil contoh sederhana dalam tata aturan berlalu
lintas. Hukum atau perangkat aturan yang dibuat dalam bidang lalu lintas mempunyai tujuan agar
terjadi tertib dalam kegiatan berlalu-lintas. Hal ini juga dalam upaya melindungi kepentingan dan
hak-hak orang lain.

Untuk menumbuhkan kebiasaan sadar hukum inilah yang menjadi tantangan dan tanggung jawab
semua pihak. Budaya sadar dan taat hukum sejatinya haruslah ditanamkan sejak dini. Maka
elemen pendidikanlah menjadi ujung tombak dalam menanamkan sikap dan kebiasaan untuk
mematuhi aturan-aturan yang ada. Institusi pendidikan merupakan media sosialisasi primer yang
sangat mempengaruhi pembentukan karakter manusia dikemudian hari. Jika sikap dan perilaku
taat hukum telah ditanamkan sejak din, maka kedepan, sikap untuk menghargai dan mematuhi
aturan akan mendarah daging dan membudaya di masyarakat. Tentunya hal ini dilakukan dengan
memberikan pengetahuan yang benar tentang apa saja yang tidak boleh dilakukan dan boleh
dilakukan.

Tingginya kesadaran hukum di suatu wilayah akan memunculkan masyarakat yang beradab.
Membangun kesadaran hukum sejak dini, tidak harus menunggu setelah terjadi pelanggaran dan
penindakan oleh penegak hukum. Upaya pencegahan dinilai sangat penting dan bisa dimulai dari
dalam keluarga sebagai unit terkecil masyarakat. Kesadaran inilah yang mesti kita bangun
dimulai dari keluarga.
Dengan adanya kesadaran hukum ini kita akan menyaksikan tidak adanya pelanggaran sehingga
kehidupan yang ideal akan ditemui. Lembaga pendidikan formal, informal dan non formal perlu
diajak bersama-sama mengembangkankesadaran dan kecerdasan hukum sejak dini.Pendidikan
hukum tidak terbatas hanya pendidikan formal di bangku sekolah saja. Namun juga dapat
dilakukan di luar bangku sekolah. Pembelajaran mengenai hukum sejak dini harus diajarkan
kepada anak-anak. Agar nantinya tertanam dalam diri mereka rasa kebutuhan akan peraturan
hukum. Sehingga kesadaran hukum akan terbentuk sejak dini.

Sumber referensi :

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA


KORUPSI.

https://www.hukumonline.com

https://www.jdih.tanahlautkab.go.id

http://ondyx.blogspot.com

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai