Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS PANGAN
ACARA V
KARBOHIDRAT

Disusun Oleh:
Katarina Vania Ayu
H0920050 / Kelas B

PROGRAM STUDI ILMU TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
ACARA V
KARBOHIDRAT

A. Tujuan
Tujuan dari dilaksanakannya praktikum Analisis Pangan Acara V
“Karbohidrat” adalah agar mahasiswa mampu menganalisis dan menentukan
kadar gula reduksi suatu bahan pangan dengan metode Nelson-Somogyi.
B. Tinjauan Pustaka
Karbohidrat dapat didefinisikan sebagai senyawa organik yang berperan
sebagai sumber energi untuk makhluk hidup (Navarro et al., 2019). Karbohidrat
menyediakan 4 kalori energi pangan/gram dan berperan penting dalam
penentuan karakteristik makanan, seperti warna, tekstur, rasa, dan lainlain.
Karbohidrat berguna untuk mencegah pertumbuhan ketosis, memecah kelebihan
protein, dan membantu metabolisme protein maupun lemak di dalam tubuh
(Fitri dan Fitriana, 2020). Karbohidrat juga dapat didefinisikan sebagai salah
satu zat gizi penghasil energi untuk kebutuhan manusia. Karbohidrat sederhana
tersusun dari monosakarida yang merupakan molekul dasar karbohidrat,
disakarida yang merupakan dua monosa terikat, dan oligosakarida yang
merupakan gula rantai pendek yang terbentuk dari galktosa, fruktosa, dan
glukosa. Monosakarida memiliki arti gizi berupa fruktosa, galktosa, dan glukosa,
sedangkan disakarida memiliki arti gizi berupa maltosa, laktosa, dan sukrosa
(Siregar, 2014).
Karbohidrat adalah zat yang mengandung karbon, hidrogen dan oksigen
yang sesuai dengan rumus empiris, Cx(H2O)y dimana x dan y sama dengan 3
atau lebih. Karena hidrogen dan oksigen hadir dalam proporsi yang sama seperti
dalam air, kelompok senyawa ini secara kimia dapat digambarkan sebagai hidrat
karbon. Beberapa karbohidrat mengandung unsur nitrogen dan belerang. Salah
satu atom karbon membentuk gugus karbonil (aldehida atau keton), sedangkan
atom karbon lainnya menunjukkan gugus hidroksil. Istilah karbohidrat
dipertahankan untuk menggambarkan zat-zat yang lebih akurat, didefinisikan
sebagai polihidroksialdehida atau polihidroksiketon yang diperluas untuk
memasukkan turunannya dan produk polimerisasinya melalui reaksi kondensasi
(Blackstock, 1989).
Spektrofotometer merupakan alat yang mengandalkan pantulan atau
transmisi dari sampel untuk mengukur rasio dari daya optik yang dideteksi
dengan sampel yang masuk dan sampel keluar. Penghitungan ini dapat dilakukan
pada setiap panjang gelombang sampel yang dimiliki. Untuk menutupi berbagai
spektrum yang luas, detektor inframerah yang digunakan dalam
spektrofotometer dibuat sebagai sistem bolometer detektor kriogenik. Alat ini
terdiri dari campuran silikon bolometer, parabola senyawa konsentrator, bukaan
diafragma dingin, filter dingin, jendela transmisi inframerah, dan preamplifier
(Zong dan Datla, 1998). Spektrofotometer UV-Visible merupakan alat yang
umum digunakan dalam laboratorium kimia. Alat ini umumnya digunakan pada
analisa kimia kuantitatif. Namun, alat ini juga dapat digunakan untuk analisa
kimia semi kuantitatif dan semi kualitatif. Prinsip kerja spektrofotometer UV-
Vis didasarkan pada fenomena penyerapan sinar oleh spesi kima tertentu di
daerah ultra lembayung (ultra violet) dan sinar tampak (Huda, 2001).
C. Metodologi
1. Alat
a. Corong
b. Erlenmeyer
c. Gelas beaker
d. Gelas ukur
e. Kertas saring
f. Labu ukur
g. Neraca analitik
h. Penangas
i. Pipet ukur
j. Pipet volume
k. Rak tabung reaksi
l. Spektrofotometer
m. Tabung reaksi
n. Vortex
2. Bahan
a. Aquadest
b. Glukosa anhidrat
c. Larutan arsenomolibdat
d. Larutan nelson
e. Tepung beras
f. Tepung maizena
g. Tepung tapioka
h. Tepung terigu
i. Tepung ubi ungu
3. Cara Kerja
a. Pembuatan Kurva Glukosa Standar

Pembuatan larutan glukosa standar


(2 mg glukosa anhidrat/10mL)

Pemasukkan ke dalam 6 tabung reaksi (masing-


masing sebanyak 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1) mL

Aquades Penambahan hingga 1 mL

1 mL Penambahan
Nelson

Pemanasan dalam air mendidih (20 menit)

Pendinginan hingga 25oC

1 mL Penambahan
Arsenomolidat

7 mL Penambahan
Aquades

Penghomogenisasian

Peneraan dengan spektrofotometer (λ=540nm)

Penentuan kurva standar hubungan gula reduksi


dengan absorbansi

Gambar 5.1 Diagram Alir Penentuan Kurva Glukosa Standar


b. Penentuan Gula Reduksi
Sampel

Penimbangan sebanyak 2 gr

Pemasukkan ke labu takar 100 mL

Aquades Penambahan hingga tanda tera

Penyaringan dengan kertas saring

Pengambilan 1 mL ke tabung reaksi

9 mL Pengenceran 10-1
Aquades
Pengambilan 1 mL ke tabung reaksi

1 mL Penambahan
Nelson

Pemanasan dalam air mendidih (20 menit)

Pendinginan hingga suhu 25oC

1 mL Penambahan
Arsenomolidat

7 mL Penambahan
Aquades
Penghomogenisasian

Peneraan dengan spektrofotometer (λ=540nm)

Gambar 5.2 Diagram Alir Penentuan Gula Reduksi


D. Hasil dan Pembahasan
Karbohidrat adalah salah satu zat gizi yang dibutuhkan oleh manusia
untuk menghasilkan energi bagi tubuh. Seluruh karbohidrat terdiri atas unsur
Carbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Rumus empiris karbohidrat dapat
ditulis sebagai CnH2nOn atau Cn(H2O)n. Karbohidrat yang dibutuhkan dalam ilmu
gizi terbagi menjadi dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat
kompleks. Karbohidrat sederhana merupakan jenis karbohidrat yang terdiri dari
monosakarida yang merupakan molekul dasar karbohidrat, disakarida yang
terbentuk dari dua monosa yang saling terikat, dan oligosakarida berupa gula
rantai pendek yang dibentuk oleh galaktosa, glukosa dan fruktosa. Karbohidrat
kompleks tersusun atas polisakarida yang terdiri atas lebih dari dua ikatan
monosakarida dan serat yang disebut sebagai polisakarida nonpati
(Siregar, 2014). Gula reduksi adalah golongan gula atau karbohidrat yang
mampu mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, seluruh monosakarida
(glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa), kecuali sukrosa
dan pati (polisakarida) termasuk sebagai gula pereduksi
(Afriza dan Nilda, 2019). Gula reduksi memiliki kemampuan untuk mereduksi
karena adanya gugus aldehida atau keton bebas di dalam molekul karbohidrat.
Umumnya, gula pereduksi yang didapatkan berhubungan erat dengan aktivitas
enzim. Semakin tinggi aktivitas enzim, maka semakin tinggi pula jumlah gula
pereduksi yang dihasilkan (Kanti, 2005).
Uji Nelson Somogyi merupakan uji yang digunakan untuk menentukan
gula reduksi total dalam suatu medium tertentu. Penentuan gula reduksi pada
metode Nelson Somogyi menggunakan sifat mereduksi yang berasal dari
berbagai jenis karbohidrat. Penentuan gula reduksi dengan metode ini
didasarkan pada absorbansi di 500 nm yang berupa kompleks berwarna yang
berasal dari gula teroksidasi tembaga dan arsenomolibdat (Rohman, 2013).
Secara spesifik, metode ini digunakan dalam penetapan kadar gula pereduksi
pada sampel yang mempunyai senyawa gula campuran di dalamnya
(Al-Kayyis dan Hari, 2016). Prinsip dari metode Nelson-Somogyi adalah
mengoksidasi glukosa dengan reagen Nelson dan membentuk kompleks
molybdenum berwarna biru kehijauan setelah ditambahkan reagen
arsenmolibdat, sehingga dapat diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometri UV-Vis sebagai indikator penurunan kadar glukosa
(Razak et al., 2012). Menurut Asih et al. (2018), penentuan kadar gula reduksi
menggunakan metode Nelson Somogyi diawali dengan pembuatan larutan
standar glukosa dengan konsentrasi tertentu. Selanjutnya, dilakukan pemanasan
larutan standar dengan suhu 100℃ selama 20 menit dan pendinginan hingga
suhu 25℃. Setelah dingin, dilakukan penambahan reagen Nelson dan reagen
arsenomolibdat dan diaduk. Kemudian, dilakukan penginkubasian larutan
selama 30 menit sampai 1 jam. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang
gelombang 540 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang
gelombang tertentu. Kelebihan metode Nelson Somogy adalah memiliki
kepekaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. Selain itu,
metode ini juga lebih mempunyai nilai validasi karena ketelitiannya tinggi dalam
hasil uji, terbukti dari nilai slope-nya. Pada metode Nelson Somogyi, gula-gula
non pereduksi lain yang terdapat di dalam sampel tidak akan mempengaruhi
reaksi yang terjadi. Alasannya adalah karena reaksi yang terjadi antara reagen
Cu alkalis (Cu) spesifik dengan gula pereduksi menjadi (Cu2+) (endapan merah
bata). Ketika diberikan tambahan arsenomolibdat, endapan tersebut akan larut
dan membentuk kompleks dengan warna biru kehijauan (Cu+ dapat diubah
kembali menjadi Cu2+) (Al-kayyis dan Susanti, 2016). Kekurangan metode
Nelson Somogy adalah mempunyai perlakuan analisis yang lama dan lebih
rumit, serta tingkat bahaya racunnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan
metode lainnya (Muawanah, 2006).
Penambahan reagen Nelson berfungsi untuk mereduksi kupri oksida
menjadi kupro oksida dimana K-Na-tartrat yang terkandung dalam reagen
Nelson berperan sebagai pencegah terjadinya pengendapan kupri oksida
(Anggraini, 2019). Kemudian, penambahan reagen arsenomolibdat berguna
untuk melarutkan kupro oksida supaya terbentuk larutan molibdenum berwarna
biru. Warna biru kehijauan dapat diukur serapannya menggunakan
spektrofotometri UV-Vis (Vifta dan Yustisia, 2018). Warna biru yang dihasilkan
menunjukkan ukuran konsentrasi yang terdapat di dalam sampel. Konsentrasi
dapat ditentukan menggunakan perbandingan antara nilai absorbansi larutan
sampel dengan nilai absorbansi larutan standar (Obed et al., 2015). Intensitas
warna biru yang dihasilkan ekivalen dengan jumlah gula reduksi pada sampel
(Sudarmadji et al., 1997).
Pada analisis, dibutuhkan peran kurva standar sebagai acuan untuk
menentukan konsentrasi. Kurva standar adalah suatu kurva yang terbuat dari
sederetan larutan standar yang terdapat pada batas linieritas. Larutan glukosa
bermanfaat untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai
absorbansi pada larutan, sehingga dapat diketahui konsentrasi pada sampel
(Day dan Underwood, 2002). Pembuatan kurva ditujukan untuk mencari
persamaan regresi linear sehingga dapat digunakan untuk mencari kadar bahan
yang nilai absorbansinya telah diukur (Moosavi dan Sussan, 2017).
Tabel 5.1 Absorbansi Larutan Glukosa 2 mg / 10 mL
mL larutan mL aquades Gula reduksi Absorbansi (Ǻ)
glukosa standar terlarut (mg)
0 1 0 0,029
0,2 0,8 0,04 0,170
0,4 0,6 0,08 0,331
0,6 0,4 0,12 0,479
0,8 0,2 0,16 0,606
1 0 0,2 0,775
Sumber: Hasil Praktikum
Berdasarkan Tabel 5.1, diketahui absorbansi larutan glukosa 2 mg/10
mL. Diketahui volume glukosa standar sebanyak 0 ml; 0,2 ml; 0,4 ml; 0,6 ml;
0,8 ml; dan 1 ml, volume aquades 1 ml; 0,8 ml; 0,6 ml; 0,4 ml; 0,2 ml; dan 0 ml.
Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui volume gula reduksi terlarut sebanyak
0 mg; 0,04 mg; 0,08 mg; 0,12 mg; 0,16 mg; dan 0,2 mg. Nilai absorbansi larutan
glukosa adalah 0,029; 0,170; 0,331; 0,479; 0,606; dan 0,775. Berdasarkan teori,
besarnya absorbansi pada hukum Lambert-Beer berada pada rentang 0,2-0,8.
Oleh karena itu, data absorbansi pada praktikum tidak sesuai dengan teori
Lambert-Beer. Penyimpangan dapat disebabkan oleh faktor pengenceran. Jika
nilai absorbansi kurang dari 0,2, maka terdapat kekurangan sampel dan
diperlukan penambahan sampel (Suhartati, 2017). Penentuan glukosa tereduksi
terlarut dilakukan dengan pengukuran absorbansi menggunakan
spektrofotometer. Panjang gelombang yang digunakan adalah 540 nm yang
mana masih masuk dalam rentang 510-600 nm. Hal tersebut telah sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa rentang panjang gelombang 510-600 nm akan
menyebabkan transmitansi larutan glukosa bekerja secara maksimum
(Hoffman, 1937). Konsentrasi larutan gula standar akan semakin tinggi jika
kadar gula tereduksi semakin tinggi (Asmawati et al., 2018).

ur a Standar arutan lukosa


0,
0, 5
0,

0,
0, 0
0,
bsorbansi

0,4 = , 04 0,02
0,5

0,4 0, 1
0,
0,1
0,2

0,10,02

0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25
ula eduksi erlarut (mg)

Gambar 5.2 Kurva Standar Larutan Glukosa


Berdasarkan Gambar 5.2, didapatkan hasil gula reduksi dan absorbansi
dengan panjang gelombang 540 nm. Pada grafik, diperoleh persamaan regresi
linear yaitu y = 3,7043x + 0,0279, dengan keterangan x sebagai gula terlarut dan
y sebagai nilai absorbansi. Nilai absorbansi terus mengalami peningkatan seiring
dengan meningkatnya gula reduksi terlarut. Hasil tersebut telah sesuai dengan
teori bahwa hubungan antara absorbansi dengan glukosa terlarut bersifat linier.
Semakin besar nilai glukosa terlarut, maka nilai absorbansinya juga akan
semakin besar (Green et al., 1989).
Tabel 5.2 Kadar Gula Reduksi Sampel
Tepung Berat sampel Absorbansi Gula reduksi Kadar gula
Terigu (g) (Ǻ) terlarut (mg) reduksi (%)
3 2,0004 0,020 -0,0021 -0,0104
8 2,0004 0,007 -0,0056 -0,0279
13 2,0004 0,590 0,1517 0,7583
Sumber: Hasil Praktikum
Berdasarkan Tabel 5.2, diketahui data kadar gula reduksi sampel.
Kelompok 3, 8, dan 13 memiliki berat tepung tapioka yang sama, yaitu 2,0004
gram. Nilai absorbansi kelompok 3, 8, dan 13 secara berturut-turut adalah 0,020;
0,007; dan 0,590. Dari hasil perhitungan, diketahui besar gula reduksi terlarut
pada kelompok 3, 8, dan 13 secara berturut-turut sebesar -0,0021 mg; -0,0056
mg, dan 0,1517 mg. Kadar gula reduksi pada kelompok 3, 8, dan 13 secara
berturut-turut adalah -0,0104%; -0,0279%; dan 0,7583%. Hasil tersebut telah
sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa jumlah gula reduksi yang terlarut
akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya nilai absorbansi dan
kadar gula reduksi yang semakin banyak (Pratiwi et al., 2019)..
Analisis gula reduksi berperan penting dalam pengolahan dan penentuan
kualitas bahan pangan. Analisis kadar gula reduksi dimanfaatkan untuk
mengetahui kandungan gula reduksi pada bahan yang mampu mempengaruhi
karakteristik suatu produk (Widiantara, 2018). Selain itu, analisis gula reduksi
berguna untuk menentukan umur simpan suatu bahan pangan, misalnya sirup.
Semakin banyak kadar gula reduksi dan oligosakarida, maka semakin meningkat
kadar bahan kering yang terkandung dalam sirup. Semakin tinggi gula reduksi
yang terdapat pada sirup, maka semakin meningkat nilai ekuivalen dekstrosa
(ED) pada sirup (Yunianta, 2010). Analisis kadar gula reduksi dapat digunakan
untuk menentukan kandungan gula reduksi yang ada dalam bahan pangan
sebagai proses pemenuhan standar baku yang sudah disyaratkan oleh SNI,
contohnya sirup glukosa memiliki standar baku gula reduksi yang dihasilkan
minimal sebesar 30% (Devita et al., 2015).
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum Analisis Pangan cara V “ arbohidrat”,
dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar gula reduksi tepung terigu dengan metode
Nelson-Somogyi pada kelompok 3 adalah -0,0104%, kelompok 8 adalah
-0,0279%, dan kelompok 13 adalah 0,7583%.
DAFTAR PUSTAKA

Afriza, R., dan Nilda I. 2019. Analisis Perbedaan Kadar Gula Pereduksi Dengan
Metode Lane Eynon Dan Luff Schoorl Pada Buah Naga Merah (Hylocereus
polyrhizus). Jurnal Temapela, 2(2): 90-96.
Al-kayyis, Hasanul K. dan Hari Susanti. 2016. Perbandingan Metode
SomogyiNelson Dan Anthrone-Sulfatpada Penetapan Kadar Gula Pereduksi
Dalam Umbi Cilembu (Ipomea batatas L.). Jurnal Farmasi Sains dan
Komunitas. 13(2): 81-89.
Anggraini, I. D., dan Dwi, D. 2019. Studi Antidiabetes Kombinasi Ekstrak Etanol
Kubis (Brassica Oleracea L.) dan Tomat (Solanum Lycopersicum L.) Secara
In Vitro. As-Syifaa Jurnal Farmasi. 11(01): 30-37.
Asih, N. N. K., Putu S., I. B. Putra M., dan I Nengah W. 2018. Hidrolisis Batang
Jagung Secara Enzimatik dari Tanah Hutan Mangrove. Cakra Kimia.
Indonesian E-Journal of Applied Chemistry. 6(2): 106-115.
Asmawati, Hamzan S., dan Syirril I. 2018. Kajian Persentase Penambahan Gula
terhadap Komponen Mutu Sirup Buah Naga Merah. Jurnal Agrotek. 5(2):
97-105.
Blackstock, J. C. 1989. Guide to Biochemistry. Wright. London.
Day, R. A. dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga.
Jakarta.
Devita, C., Winarni P., dan Sri M. 2015. Perbandingan Metode Hidrolisis Enzim
dan Asam dalam Pembuatan Sirup Glukosa Ubi Jalar Ungu. Indonesian
Journal of Chemical Science. 4(1): 15-19.
Fitri, A. S., dan Fitriana, Y. A. N. 2020. Analisis Senyawa Kimia pada Karbohidrat.
SAINTEKS. 17(1): 45-52.
Green, F., Clausen A C., and Highley L. T. 1989. Adaptation of the Nelson-
Somogyi Reducing-Sugar Assay to a Microarray Using Microtiter Plates.
Journal Analytical Biochemistry. 182(2): 197-199.
Hoffman, W. S. 1937. A Rapid Photoelectric Method For The Determination Of
Glucose in Blood and Urine. Journal of Biological Chemistry. 120(1): 51-
55.
Huda, N. 2001. Pemeriksaan Kinerja Spektrofotometer uv-vis. GBC 911A
menggunakan Pewarna Tartrazine CL 19140. Sigma Epsilon ISSN 0853-
9013.
Kanti A. 2005. Actinomycetes selulolitik dari tanah hutan Taman Nasional Bukit
Duabelas. Biodiversitas. 6(2): 85-89.
Moosavi, Seyed Mojtaba and Sussan Ghassabian. 2017. Linearity of Calibration
Curves for Analytical Methods: A Review of Criteria for Assessment of
Method Reliability. IntechOpen. 109-129.
Muawanah, A. 2006. Produksi Enzim Xilanase Termostabil dari Termomyces
lanugiosus IFO 150 pada Substrat Bagas Tebu. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Navarro, D. M. D. L., Abelilla, J. J., dan Stein, H. H. 2019. Structures and
Characteristics of Carbohydrates in Diets Fed to Pigs: a Review. J. Animal
Sci Biotechnol. 10(39): 1-17.
Obed., Andi, H. A., dan Harlia. 2015. Optimasi Katalis Asam Sulfat dan Asam
Maleat Pada Produksi Gula Pereduksi dari Hidrolisis Kulit Buah Durian.
Jurnal UNTAN. 4(1): 67-74.
Pratiwi, R., Ida B. W. G., dan Nyoman S. A. 2019. Pengaruh Penambahan Gula dan
Konsentrasi Starter Khamir Terhadap Karakteristik Wine Buah Naga
Merah. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri. 7(2): 268-278.
Razak, A. K., N. K. Sumarni, dan B. Rahmat. 2012. Optimasi Hidrolisis Sukrosa
Menggunakan Resin Penukar Kation Tipe Sulfonat. Journal of Natural
Science. 1(1): 119-131.
Rohman, A. 2013. Analisis Komponen Makanan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Siregar, N. S.. 2014. Karbohidrat. Jurnal Ilmu Keolahragaan. 13(2): 38-44.
Sudarmadji, B., Bambang H., dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Suhartati, T. 2017. Dasar-Dasar Spektrofotometri Uv-Vis dan Spektrometri Massa
untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. CV. Anugrah Utama Raharja.
Bandar Lampung.
Vifta, R. L., dan Advistasari Y. D. 2018. Analisis Penurunan Kadar Glukosa Fraksi
n-Heksan Buah Parijoto (Medinilla speciosa B) Secara in vitro dengan
Metode Spektrofotometri UV-Vis. Indonesian Journal of Chemical Science.
7(3): 249-253.
Widiantara, T. 2018. Pengaruh Perbandingan Gula Merah Dengan Sukrosa dan
Perbandingan Tepung Jagung, Ubi Jalar dengan Kacang Hijau terhadap
Karakteristik Jenang. Pasundan Food Technology Journal. 5(1): 1-9.
Yunianta, T. S., Apriliastuti, T. Estiasih, dan S. N. Wulan. 2010. Hidrolisis secara
Sinergis Pati Garut (Marantha arundinaceae .) oleh Enzim α milase,
Glukoamilase, dan Pullulanase untuk Produksi Sirup Glukosa. Jurnal
Teknologi Pertanian. 11(2): 78-86.
Zong, Y., and R. U. Datla. 1998. Development of a Bolometer Detector System for
the NIST High Accuracy Infrared Spectrophometer. Journal of Research of
the National Institute of Standards and Technology. 103(6): 43.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

a. Gula Reduksi Terlarut dari Larutan Glukosa 2 mg/10 mL


1. Diketahui:
Sampel = 2 mg
Pengenceran = 10 mL
Vol. Lar. Glukosa = 0 mL
Tanya:
Gula reduksi terlarut?
Jawab:
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Gula reduksi terlarut = 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
2 𝑚𝑔
= 10 𝑚𝐿 × 0 𝑚𝐿

= 0 mg
2. Diketahui:
Sampel = 2 mg
Pengenceran = 10 mL
Vol. Lar. Glukosa = 0,2 mL
Tanya:
Gula reduksi terlarut?
Jawab:
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Gula reduksi terlarut = 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
2 𝑚𝑔
= 10 𝑚𝐿 × 0,2 𝑚𝐿

= 0,04 mg
3. Diketahui:
Sampel = 2 mg
Pengenceran = 10 mL
Vol. Lar. Glukosa = 0,4 mL
Tanya:
Gula reduksi terlarut?
Jawab:
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Gula reduksi terlarut = 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
2 𝑚𝑔
= 10 𝑚𝐿 × 0,4 𝑚𝐿

= 0,08 mg
4. Diketahui:
Sampel = 2 mg
Pengenceran = 10 mL
Vol. Lar. Glukosa = 0,6 mL
Tanya:
Gula reduksi terlarut?
Jawab:
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Gula reduksi terlarut = 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
2 𝑚𝑔
= 10 𝑚𝐿 × 0,6 𝑚𝐿

= 0,12 mg
5. Diketahui:
Sampel = 2 mg
Pengenceran = 10 mL
Vol. Lar. Glukosa = 0,8 mL
Tanya:
Gula reduksi terlarut?
Jawab:
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Gula reduksi terlarut = 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
2 𝑚𝑔
= 10 𝑚𝐿 × 0,8 𝑚𝐿

= 0,16 mg
6. Diketahui:
Sampel = 2 mg
Pengenceran = 10 mL
Vol. Lar. Glukosa = 1 mL
Tanya:
Gula reduksi terlarut?
Jawab:
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Gula reduksi terlarut = 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
2 𝑚𝑔
= 10 𝑚𝐿 × 1 𝑚𝐿

= 0,2 mg
b. Gula Reduksi Terlarut Sampel
1. Tepung tapioka kelompok 3
y = 3,7043x + 0,0279
0,020 = 3,7043x + 0,0279
x = -0,0021 mg
2. Tepung tapioka kelompok 8
y = 3,7043x + 0,0279
0,007 = 3,7043x + 0,0279
x = -0,0056 mg
3. Tepung tapioka kelompok 13
y = 3,7043x + 0,0279
0,590 = 3,7043x + 0,0279
x = 0,1517 mg
c. Kadar Gula Reduksi Sampel
1. Tepung tapioka kelompok 3
𝑚𝑔 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
Kadar gula reduksi sampel = x fp x 100%
𝑚𝑔 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
−0,0021
= x 10-1 x 100%
2,0004

= -0,0104%
2. Tepung tapioka kelompok 8
𝑚𝑔 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
Kadar gula reduksi sampel = x fp x 100%
𝑚𝑔 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
−0,0056
= x 10-1 x 100%
2,0004

= -0,0279%
3. Tepung tapioka kelompok 13
𝑚𝑔 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
Kadar gula reduksi sampel = x fp x 100%
𝑚𝑔 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,1517
= x 10-1 x 100%
2,0004

= 0,7583%
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 5.3 Pemanasan dalam Air Mendidih

Gambar 5.4 Penghomogenisasian Menggunakan Vortex

Gambar 5.6 Peneraan Menggunakan Spektrofotometer


Gambar 5.7 Hasil Pembacaan Absorbansi Sampel Tepung Tapioka

Anda mungkin juga menyukai