Anda di halaman 1dari 159

Volume 2 Nomor 1 Tahun 2019

PROSIDING SEMINAR
Kesehatan Perintis
DAFTAR ISI (CONTENT)
POSTER PRESENTASI

1. Hubungan Status Gizi, Asupan Gizi Dan Riwayat Keluarga Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas
Lubuk Buaya Padang
Dezi Ilham, Harleni Harleni, Siska Ratu Miranda ......................................................................................... 1

2. Gambaran Kadar Asam Urat Pada Masyarakat Batu Bagiriak Usia 40 Tahun Di Puskesmas Alahan Panjang
Endang Suriani, Rita Permata Sari................................................................................................................... 8

3. Gambaran Kadar Hemoglobin (HB) Petugas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)PT.Tabing Raya Kota
Padang Tahun 2019
Marisa Marisa, Yunda Wahyuni ....................................................................................................................... 12

4. Uji Daya Hambat Cairan Pembersih Lensa Kontak Dalam Menghambat Pertumbuhan Staphylococcus aureus
Sri Indrayati, Aulia Vebby Amelia .................................................................................................................... 18

5. Analisa Logam Berat Merkuri (HG) Pada Kuku Dan Kadar Hemoglobin (HB) Penambang Emas Di Nagari Abai Siat
Kecamatan Sangir Solok Selatan
Betti Rosita, Bella Suharika ............................................................................................................................... 25

6. Pengaruh Pemberian Pisang Ambon (Musa Paradisiaca S) Terhadap Tekanan Darah Pra Lansia Hipertensi Di Wilayah
Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun 2019
Nurhamidah, Wilda Laila, Atika Putri Khairani ............................................................................................ 31

7. Hubungan Asupan Energi, Protein Dan Zink Terhadap Kejadian Stunting Di Sdn 11 Kampung Jua Kecamatan Lubuk
Begalung
Yensasnidar, Tika Dwita Adfar, Besty Hartini................................................................................................ 41

8. Hubungan Variasi Menu Makanan Dengan Minat Sarapan Pagi Pada Siswa Kelas IV Di SDN 11 Rujukan Lubuk
Buaya Tahun 2019
Nova Mustika, Rinda Lestari ............................................................................................................................. 47

9. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Relawan Bencana Dengan Keterampilan Melakukan Triase Metode Start Di Kota
Bukittinggi
Aldo Yuliano, Kalpana Kartika, M. Alfandi .................................................................................................... 52

10. Komunikasi Terapeutik Mempengaruhi Kepuasan Keluarga Pasien Di Rsud Dr Adnaan WD Payakumbuh
Endra Amalia, Rini Handayani , Yessi Andriani ............................................................................................ 60

11. Hubungan Lama Waktu Tunggu Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien Poli Penyakit Dalam RSUD Painan
Nofriadi Nofriadi, Mera Delima, Yuni Sara..................................................................................................... 67

12. Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku Caring Perawat Pada Praktek Keperawatan
Dia Resti Dewi Nanda Demur, Yuli Permata Sari .......................................................................................... 73
13. Hubungan Faktor Pengetahuan Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru Di Kabupaten Solok Tahun 2018
Vetra Susanto, Ali Asmul.................................................................................................................................... 82

ORAL PRESENTASI

14. Hubungan Karakteristik Individu Dan Dukungan Sosial Dengan Perilaku Pencegahan Stroke Pada Masyarakat
Diwilayah Kerja Puskesmas Gulai Bancah
Yaslina Yaslina, Lilisa Murni, Latifa Najwa ................................................................................................... 86

15. Hubungan Ketepatan “GOLDEN PERIOD” Dengan Derajat Kerusakan Neurologi Pada Pasien Stroke Iskemik
Diruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2018
Muhammad Arif, Nuria Okraini, Aldo Yuliano Mas Putra .......................................................................... 94

16. Pemberian Jus Wortel Dan Manajemen Hidroterapi (Sitzbath) Terhadap Penurunan Dismenore Pada Siswi
Mera Delima, Yessi Andriani, Rilla Suci Fajria .............................................................................................. 99

17. Terapi Okupasi Bina Diri Terhadap Kemandirian Pada Anak Tunagrahita
Yendrizal Jafri1, Esa Putri Nabella, Nofriadi Nofriadi ................................................................................. 105

18. Pengaruh Buerger Allen Exercise Terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Mellitus
Ida Suryati, Lilisa Murni, Berly Arnoval ......................................................................................................... 111

19. Pemeriksaan Telur Cacing Soil Transmitted Helminths Pada Anak Usia 2-5 Tahun Di Nagari Batu Bajanjang
Lembang Jaya Solok
Suraini Suraini, Vivi Oktavianti ........................................................................................................................ 117

20. Hubungan Uji Diagnostik Widal Salmonella typhi Dengan Hitung Leukosit Pada Suspek Demam Tifoid
Renowati Renowati , Mila Siti Soleha ............................................................................................................... 123

21. Pengaruh Pemberian Jus Wortel Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Derajat 1 Lansia
Umur 50-70 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tapus Kabupaten Pasaman Timur
Wilda laila, Nurhamidah Nurhamidah, Leni santika ..................................................................................... 129

22. Dampak Gangguan Muskoloskeletal Akibat Pekerjaan Pada Perawat di RSI Siti Rahmah Padang Tahun 2019
Zifriyanthi Minanda Putri, Dewi murni, Esthika Ariany Maisa, Ilfa Khairina, Muthmainnah .............. 133

23. Determinan Faktor Kepuasan Kerja Petugas Puskesmas Dalam Tantangan Pencapaian Jaminan Kesehatan Semesta Di
Kabupaten Merangin
Novia Susianti ....................................................................................................................................................... 138

24. Hubungan Dukungan Sosial Dan Ketersedian Informasi Terhadap Perilaku Kesiapsiagaan Menghadapi Erupsi Gunung
Merapi Pada Siswa SMP N 2 Kab. Tanah Datar
Kalpana Kartika, Yaslina Yaslina ..................................................................................................................... 146

25. Pendidikan Kesehatan Tentang Kanker Serviks Terhadap Sikap Dan Motivasi Wanita Usia Subur Melakukan Deteksi
Dini
Yessi andriani, Vera Sesrianty, Asra Laila ...................................................................................................... 153
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hubungan Status Gizi, Asupan Gizi Dan Riwayat Keluarga Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas Lubuk Buaya Padang

Dezi Ilham, Harleni Harleni, Siska Ratu Miranda


STIKes Perintis, Padang
Email : dezi.fkunand@gmail.com

ABSTRAK

Data lansia dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya Padang pada tahun 2018
sebanyak 675 orang. Lansia mengakui sering mengkonsumsi makanan yang tinggi garam, sering
menggunakan penyedap rasa dan santan, sering makan gorengan sebagai cemilan dan teh telur.
Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan status gizi, pola makan (natrium, lemak, kalium) dan
riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah kerja puskesmas Lubuk Buaya
Padang tahun 2019. Metode penelitian ini bersifat analitik dengan Desain Cross Sectional, di
laksanakan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang dari bulan Desember 2018 sampai bulan
Juli 2019. Populasi penelitian adalah lansia hipertensi usia ≥60-74 tahun sebanyak 271 orang dengan
sampel 59 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Analisis
univariat ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan uji
chi square jika berhubungan didapatkan nilai (p<0,05). Hasil penelitian diketahui (62,7%) mengalami
hipertensi, (47,5%) memiliki status gizi lebih, sebagian besar (76,3%) lansia asupannya lemak sering,
(78,0%) memiliki pola makan natrium sering, (83,1%) memiliki pola makan kalium sering, dan
(66,1%) memiliki riwayat pada keluarga. Ada hubungan asupan makan lemak, asupan makan natrium
dan riwayat keluarga dengan kejadian Hipertensi di wilayah kerja puskesmas Lubuk Buaya Padang
tahun 2019. Tidak ada hubungan status gizi dan pola makan kalium wilayah kerja puskesmas Lubuk
Buaya Padang tahun 2019. Diharapkan petugas kesehatan puskesmas dapat tetap memberikan upaya
penyuluhan kepada semua masyarakat baik yang menderita maupun yang tidak menderita hipertensi.

Kata kunci : Hipertensi, Pola Makan Kalium, Pola Makan Lemak, Pola Makan Natrium,
Riwayat Keluarga, Status Gizi

ABSTRACT

Elderly data with the incidence of hypertension in the Lubuk Buaya Public Health Center in
2018 as many as 675 people. The elderly admit that they often consume foods that are high in salt,
often use flavorings and coconut milk, often eat fried foods as snacks and tea eggs. The purpose of
this study was to analyze the relationship between nutritional status, diet (sodium, fat, potassium) and
family history with the incidence of hypertension in the elderly in the working area of Padang Lubuk
Buaya Public Health Center in 2019. This research method is analytic with Cross Sectional Design,
carried out in the work area Padang Lubuk Buaya Health Center from December 2018 until July
2019. The study population was elderly hypertension aged ≥60-74 years as many as 271 people with a
sample of 59 people. The sampling technique uses simple random sampling technique. Univariate
analysis is displayed in the form of a table of frequency distribution and bivariate analysis using the
chi square test if related values are obtained (p <0.05). The results showed (62.7%) had hypertension,
(47.5%) had more nutritional status, (76.3%) had frequent fat diets, (78.0%) had frequent sodium
diets (83.1 %) have a frequent potassium diet, (66.1%) have a family history. There is a relationship
between fat diet, sodium diet and family history with the incidence of hypertension in the working
area of the Lubuk Buaya Public Health Center in 2019. There is no relationship between nutritional
status and dietary potassium in the Lubuk Buaya Public Health Center in 2019. It is hoped that the
health center staff can continue providing counseling efforts to all people both suffering and not
suffering from hypertension.

Keywords : Hypertension, Potassium Diet, Fat Diet, Sodium Diet, Family History, Nutritional Status

1
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

PENDAHULUAN berlebih dapat menyebabkan gangguan


Hipertensi merupakan masalah kesehatan keseimbangan tubuh, sehingga dapat
masyarakat global dimana hipertensi yang menyebabkan oedema, asites dan hipertensi.
berkontribusi terhadap penyakit jantung, stroke, Kelebihan asupan lemak dapat
gagal ginjal, kematian prematur dan cacat mengakibatkan kadar lemak dalam tubuh
(WHO, 2013). Menurut WHO dan the meningkat, terutama kolesterol yang
International Society of Hypertension (2016), menyebabkan kenaikan berat badan seseorang
saat ini terdapat 600 juta penduduk penderita sehingga volume darah mengalami peningkatan
hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di tekanan yang lebih besar (Ramayulis, 2010).
antaranya meninggal dunia setiap tahunnya Kurangnya mengkonsumsi sumber makanan
(WHO, 2016). yang mengandung kalium mengakibatkan
Berdasarkan data WHO, di seluruh dunia jumlah natrium menumpuk dan akan
sekitar 972 juta orang dengan persentase meningkatkan resiko hipertensi (Junaedi dkk,
sebesar 26,4% orang di seluruh dunia mengidap 2013).
hipertensi, angka ini kemungkinan akan Riwayat keluarga (keturunan) merupakan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari salah satu faktor risiko hipertensi yang tidak
972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di dapat diubah. Riwayat keluarga berkaitan
negara maju dan 639 sisanya berada di negara dengan genetik. Jika salah satu orang tua
berkembang, termasuk Indonesia (Yonata, menderita hipertensi, kemungkinan besar anak
2016). Penyakit terbanyak pada lansia juga menderita hipertensi dibandingkan mereka
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang tidak memiliki orang tua penderita
adalah hipertensi dengan prevalensi 45,9% hipertensi (Puspitorini, 2009). Penelitian yang
pada usia 55-64 tahun, 57,6% pada usia 65-74 dilakukan oleh Talumewo tahun 2014 di
dan 63,8% pada usia ≥ 75 tahun (Infodatin Puskesmas Airmadidi menunjukkan bahwa
Kemenkes RI, 2016). orang yang mempunyai anggota keluarga
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan hipertensi berisiko 17,71 kali lebih besar
Kota Padang tahun 2017, hipertensi merupakan dibandingkan orang yang tidak mempunyai
penyakit nomor dua yang paling banyak anggota keluarga yang menderita hipertensi.
kasusnya setelah ISPA. Berdasarkan hasil
pengukuran tekanan darah, prevalensi METODE PENELITIAN
hipertensi usia 18 tahun keatas di Kota Padang Penelitian ini bersifat analitik dengan
mencapai 9.587 orang. Berdasarkan data desain cross sectional untuk mengetahui
kunjungan lansia yang terkena penyakit hubungan status gizi, asupan makan (lemak,
hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya Padang natrium, kalium) dan riwayat keluarga dengan
pada tahun 2018 ada sebanyak 675 orang, kejadian hipertensi pada lansia di wilayah kerja
dimana rata-rata yang berkunjung tersebut puskesmas lubuk buaya padang tahun 2019.
adalah kebanyakan dari perempuan. Pada Penelitian ini di laksanakan di wilayah kerja
survei awal 6 diantara 10 lansia hipertensi Puskesmas Lubuk Buaya Padang dari bulan
memiliki status gizi lebih, setelah melakukan Desember 2018 sampai dengan bulan Juli 2019.
wawancara pola makan, lansia tersebut Populasi penelitian adalah lansia hipertensi usia
mengakui sering mengkonsumsi makanan yang ≥60-74 tahun sebanyak 271 orang dengan
tinggi garam, sering menggunakan penyedap sampel 59 orang. Teknik pengambilan sampel
rasa dan santan pada saat memasak, sering menggunakan teknik simple random sampling.
memakan gorengan sebagai cemilan dan juga Data primer diperoleh peneliti secara
teh telur. langsung melalui timbangan dan microtoise
Pola makan yang tidak benar merupakan untuk data status gizi, pengukuran tekanan
salah satu faktor risiko yang meningkatkan darah dengan menggunakan alat tensimeter
penyakit hipertensi. Faktor makanan modern dibantu oleh mahasiswa tamatan keperawatan
sebagai penyumbang utama terjadinya dan FFQ semi kuantitatif untuk mengetahui
hipertensi (AS, 2010). Menurut Muliyati (2012) pola makan responden dengan teknik
natrium dan kalium adalah kation utama dalam wawancara langsung kepada responden yang
cairan ekstraseluler tubuh yang mempunyai sudah di ketahui datanya dari puskesmas Lubuk
fungsi mengatur ke-seimbangan cairan dan Buaya Padang. Data sekunder dalam penelitian
asam basa tubuh serta berperan dalam transmisi ini diperoleh dari sumber yang sudah ada
saraf dan kontraksi otot. Asupan natrium yang melalui data yang berasal dari Dinas Kesehatan

2
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Kota Padang dan dari Puskesmas Lubuk Buaya SPSS versi 16. Tahapan pengolahan data yang
Padang. dilakukan berupa editing, coding, entry, dan
Data diolah dengan cara manual dan cleaning, yang dianalisa secara univariat dan
komputer dengan program Microsoft excel dan bivariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Lubuk Buaya Padang Tahun 2019

Kejadian Hipertensi
Jumlah p value
Status Gizi Hipertensi Tidak Hipertensi
f % f % F %
Kurus 5 8,5 4 6,8 9 15,3
Normal 11 18,6 11 18,6 22 37,3 0,172
Lebih 21 35,6 7 11,9 28 47,5
Jumlah 37 62,7 22 37,3 59 100,0

Berdasarkan tabel 1. terlihat bahwa didapatkan nilai p = 0,172 (p > 0,05) yang
kejadian hipertensi lebih tinggi pada status gizi berarti tidak ada hubungan yang bermakna
lebih sebanyak 35,6%. Dari uji statistik antara status gizi dengan kejadian hipertensi.

Tabel 2. Hubungan Pola Makan Lemak dengan Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun 2019

Kejadian Hipertensi
Pola Makan Jumlah p value
Lemak Hipertensi Tidak Hipertensi
f % f % f %
Sering 32 54,2 13 22,0 45 76,3 0,017
Tidak sering 5 8,5 9 15,3 14 23,7
Jumlah 37 62,7 22 37,3 59 100,0

Berdasarkan tabel 2. terlihat bahwa 0,05) yang berarti ada hubungan yang
kejadian hipertensi lebih tinggi terjadi pada bermakna antara pola makan lemak dengan
pola makan lemak sering sebanyak 54,2%. Dari kejadian hipertensi.
uji statistik didapatkan nilai p = 0,017 (p <

Tabel 3. Hubungan Pola Makan Natrium dengan Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun 2019

Kejadian Hipertensi
Pola Makan Jumlah p value
Natrium Hipertensi Tidak Hipertensi
f % f % F %
Sering 32 54,2 14 23,7 46 78,0
0,041
Tidak sering 5 8,5 8 13,6 13 22,0

Jumlah 37 62,7 22 37,3 59 100,0

3
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Berdasarkan tabel 3. terlihat bahwa < 0,05) yang berarti ada hubungan yang
kejadian hipertensi lebih tinggi terjadi pada bermakna antara pola makan natrium dengan
pola makan natrium sering sebanayak 54,2%. kejadian hipertensi.
Dari uji statistik didapatkan nilai p = 0,041 (p

Tabel 4. Hubungan Pola Makan Kalium dengan Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun 2019

Kejadian Hipertensi
Pola Makan Jumlah p value
Kalium Hipertensi Tidak Hipertensi
f % f % f %
Sering 30 50,8 19 32,2 49 83,1
0,601
Tidak sering 7 11,9 3 5,1 10 16,9
Jumlah 37 62,7 22 37,3 59 100,0

Berdasarkan tabel 4. terlihat bahwa > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang
kejadian hipertensi lebih tinggi terjadi pada bermakna antara pola makan kalium dengan
pola makan kalium sering sebanyak 50,8%. kejadian hipertensi.
Dari uji statistik didapatkan nilai p = 0,601 (p

Tabel 5. Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja


Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun 2019

Kejadian Hipertensi
Riwayat Jumlah p value
Keluarga Hipertensi Tidak Hipertensi
f % f % f %
Ada riwayat
28 47,5 11 18,6 39 66,1
keluarga
Tidak ada 0,044
9 15,3 11 18,6 20 33,9
riwayat keluarga
Jumlah 37 62,7 22 37,3 59 100,0

Berdasarkan tabel 5. terlihat bahwa yang sering mengkonsumsi sumber makanan


kejadian hipertensi lebih tinggi dengan ada tinggi natrium dan lemak, mempunyai riwayat
riwayat keluarga hipertensi sebanyak 47,5%. keluarga hipertensi, faktor stress, rokok, dll.
Dari uji statistik didapatkan nilai p = 0,044 (p Hasil penelitian ini mendukung hasil
< 0,05) yang berarti ada hubungan yang penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
bermakna antara riwayat keluarga dengan Kosim (2008), bahwa tidak ada hubungan
kejadian hipertensi. antara gizi lebih dengan hipertensi dan status
kognitif pada lansia di Kota Yogyakarta. Hal
PEMBAHASAN ini dapat diartikan bahwa hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian terdahulu banyak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ahli yang menyebutkan patogenesis hipertensi
kejadian hipertensi lebih tinggi pada status gizi pada gizi lebih masih belum jelas benar.
lebih sebanyak 35,6%. Dari uji statistik Beberapa ahli berpendapat peranan faktor
didapatkan ada hubungan yang bermakna genetik sangat menentukan kejadian hipertensi
antara status gizi dengan kejadian hipertensi. pada obesitas, tetapi yang lainnya berpendapat
Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi tidak bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan
hanya disebabkan oleh status gizi, bisa juga yang lebih utama.
karena faktor lain seperti kebiasaan pola makan

4
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Penelitian yang dilakukan oleh Hendrik di pada pola makan natrium sering sebanyak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara 54,2%. Dari uji statistik yang berarti ada
tahun 2012 menunjukan bahwa kenaikan nilai hubungan yang bermakna antara pola makan
IMT diikuti dengan kenaikan tekanan darah. natrium dengan kejadian hipertensi.
Artinya semakin tinggi nilai IMT seseorang Hasil penelitian ini sejalan dengan
maka peluang untuk terkena hipertensi semakin penelitian yang dilakukan oleh Abdurrachim,
tinggi pula. Menurut Sheps pada tahun 2005 Hariyawati dan Suryani (2016) yang
kelebihan berat badan adalah salah satu faktor menyatakan bahwa ada hubungan yang
dari hipertensi. Ketika seseorang mengalami bermakna antara asupan natrium terhadap
kelebihan berat badan maka orang tersebut tekanan darah lansia. Penelitian tersebut
akan membutuhkan lebih banyak darah untuk menunjukkan adanya korelasi positif yang
menyuplai oksigen dan makanan ke jaringan bermakna antara asupan natrium terhadap
tubuhnya, sehingga volume darah yang beredar tekanan darah sistol dan diastol.
melalui pembuluh darah meningkat, curah Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
jantung ikut meningkat, dan akhirnya tekanan penelitian Arlita (2014) menunjukkan bahwa
darah ikut meningkat. adanya hubungan antara asupan natrium
Hasil penelitian yang diperoleh dari dengan tekanan darah. Natrium berhubungan
wawancara secara langsung dengan responden dengan kejadian tekanan darah tinggi karena
menggunakan form FFQ semi kuantitatif konsumsi natrium dalam jumlah yang tinggi
bahwa kejadian hipertensi lebih tinggi terjadi dapat mengecilkan diameter dari arteri,
pada pola makan lemak sering sebanyak sehingga jantung harus memompa lebih keras
54,92%. Dari uji statistik berarti ada hubungan untuk mendorong volume darah yang
yang bermakna antara pola makan lemak meningkat melalui ruang yang semakin sempit
dengan kejadian hipertensi. dan akan menyebabkan tekanan darah
Hasil penelitian ini sesuai dengan meningkat (Brunner dan Suddarth, 2001).
pernyataan Ramayulis (2010) yang mengatakan Hasil penelitian yang diperoleh dari
pola makan yang salah dapat menyebabkan wawancara secara langsung dengan responden
peningkatan tekanan darah seperti kebiasaan menggunakan form FFQ semi kuantitatif
mengkonsumsi makanan berlemak terutama terlihat bahwa kejadian hipertensi lebih tinggi
pada asupan lemak jenuh dan kolesterol. terjadi pada pola makan kalium sering (50,8%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian terkait Dari uji statistik didapatkan tidak ada hubungan
yang dilakukan oleh Sangadji & Nurhayati yang bermakna antara pola makan kalium
(2014) menunjukkan bahwa proporsi kejadian dengan kejadian hipertensi.
hipertensi lebih tinggi pada responden yang Tidak adanya hubungan antara kalium
sering mengkonsumsi lemak lebih besar dengan hipertensi pada penelitian ini mungkin
dibandingkan responden yang jarang juga dikarenakan karena penelitian ini tidak
mengkonsumsi lemak. melihat rasio antara natrium kalium. Rasio
Mengkonsumsi lemak jenuh yang berlebih kalium dan natrium yang dikonsumsi
dapat meningkatkan risiko aterosklerosis yang memberikan pengaruh yang besar dimana
dapat meningkatkan tekanan darah. Akibat dalam pengolahan makanan melalui proses
penumpukan plak tersebut terjadi peningkatan pemasakan bahan makanan yang mengandung
resistensi pada dinding pembuluh dan terjadi kalium akan mengalami pengurangan kalium
penyempitan yang memicu peningkatan denyut ketika masakan tersebut di tambahkan garam.
jantung dan volume aliran darah yang berakibat Ketika natrium dalam makanan meningkat
pada meningkatnya tekanan darah. Penurunan terjadilah pengurangan kalium (rasio natrium
konsumsi lemak jenuh yang bersumber dari kalium).
hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
jenuh secukupnya yang berasal dari minyak pernyataan AS (2010) yang mengatakan jika
sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang asupan kalium tercukupi maka akan membuat
bersumber dari tanaman dapat menurunkan perubahan positif tekanan darah pada penderita
tekanan darah (Sheps SG, 2005). hipertensi. Tetapi jika kurang mengkonsumsi
Hasil penelitian yang diperoleh dari sumber makanan yang mengandung kalium
wawancara secara langsung dengan responden mengakibatkan jumlah natrium menumpuk dan
menggunakan form FFQ semi kuantitatif akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi.
bahwa kejadian hipertensi lebih tinggi terjadi

5
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hasil penelitian yang diperoleh melalui memberikan data dengan kejadian hipertensi
wawancara langsung kepada responden bahwa pada lansia.
kejadian hipertensi lebih tinggi dengan ada
riwayat keluarga hipertensi sebanyak 47,5%. REFERENSI
Dari uji statistik didapatkan ada hubungan yang
bermakna antara riwayat keluarga dengan Abdurrachim, R., Hariyawati, I., dan
kejadian hipertensi. Suryani, N. 2016. Hubungan Asupan
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Natrium, Frekuensi Dan Durasi
yang dilakukan oleh Susanto (2010) yang
Aktivitas Fisik Terhadap Tekanan
mengatakan sebagian besar kasus hipertensi
dipengaruhi oleh faktor keturunan. Jika kedua Darah Lansia Di Panti Sosial Tresna
orang tua memiliki riwayat penyakit hipertensi Wardha Budi Sejahtera dan Bina Laras
anaknya akan beresiko terkena hipertensi, budi luhur Kota Banjarbaru,
terutama pada hipertensi primer (essensial). Hal Kalimantan Selatan. Journal of the
ini terjadi karena adanya gen yang berhubungan Indonesian Nutrition Association.
dengan kejadian hipertensi yang menurun pada Arlita. 2014. Hubungan Asupan Natrium,
dirinya. Mannan dkk. (2012) juga mengatakan Kalium, magnesium dan Status Gizi
bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan dengan tekanan darah Pada Lansia Di
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika Kelurahan Makamhaji Kecamatan
kedua orang tuanya menderita hipertensi. Surakarta. Universitas Muhammadiyah
Seseorang yang memiliki riwayat keluarga
Surakarta.
hipertensi beresiko 4,36 kali.
AS, M (2010). Hidup bersama hipertensi,
KESIMPULAN In Book,Yogyakarta.
Tidak ada hubungan status gizi dengan Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan
kejadian Hipertensi. Diketahui ada hubungan Medikal Bedah. Edisi 8. EGC: Jakarta
pola makan lemak dengan kejadian Hipertensi. Mulyati, H., Syam, A., Sirajuddin, S.
Diketahui ada hubungan pola makan natrium 2011. Hubungan Pola Konsumsi
dengan kejadian Hipertensi. Diketahui tidak Natrium dan Kalium serta Aktifitas
ada hubungan pola makan kalium dengan fisik Dengan Kejadian hipertensi Pada
kejadian Hipertensi. Diketahui ada hubungan Pasien Rawat jalan Di RSUP DR.
riwayat keluarga dengan kejadian Hipertensi Wahidin Sudirohusodo. Makassar.
pada lansia di wilayah kerja puskesmas Lubuk
Info Datin Pusat Data Dan Informasi
Buaya Padang tahun 2019.
Kementrian Kesehatan RI. (2016).
Hipertensi
SARAN
Kosim, Fajar. 2008. Hubungan Antara
Diharapkan kepala Puskesmas Lubuk
Buaya Padang dan petugas kesehatan dapat Obesitas dan Hipertensi Dengan Status
tetap memberikan upaya promotif, preventif Kognitif Pada Lansia di Kota
dan meningkatkan intensitas penyuluhan Yogyakarta, Yogyakarta : Fakultas
kepada semua masyarakat baik yang menderita Kedokteran UGM.
maupun yang tidak menderita hipertensi Mannan, H, Wahiduddin, Rismayanti 2012
dengan memberikan informasi melalui media ‘Faktor resiko kejadian hipertensi di
audiovisual dalam rangka pengendalian dan wilayah kerja puskesmas bangkala
pencegahan hipertensi yang meliputi faktor kabupaten jeneponto tahun 2012’,
risiko dan bahaya dari penyakit hipertensi serta hlm.1-13.
mengadakan kegiatan yang mengajak Muliyati. (2012). Hubungan Pola Konsumsi
masyarakat untuk turut aktif melakukan Natrium dan Kalium serta Aktivitas Fisik
kegiatan terkait pencegahan hipertensi. dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien
Rawat Jalan di RSUP Dr. Wahidin
UCAPAN TERIMAKASIH Sudirohusodo. Skripsi. Makasar: Fakultas
Terima kasih yang tak terhingga saya Kesehatan Masyarakat Universitas
ucapkan kepada Dinas Kesehatan kota Padang Hasanuddin.
dan puskesmas Lubuk Buaya yang telah

6
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Ramayulis, R (2010). Menu dan resep


untuk penderita hipertensi, Penebar
Plus+, Jakarta
Sangadji, NW & Nurhayati 2014
‘Hipertensi Pada Pramusaji Bus
Transjakarta Di Pt.Bianglala
Metropolitan Tahun 2013’ BIMKMI,
Vol.2 no.2, Januari-Juni 2014, hlm.1-
10.
Sheps SG. Mayo Clinic Hipertensi:
Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta: Intansari Mediatama; 2005.
Sutanto. (2010). Cekal (cegah & tangkal)
Penyakit Modern, ANDI, Yogyakarta.
World Health Organization. (2013). A global
brief on Hypertension. World Health Day.
WHO, (2016). Blood Pressure Prevalence.
Diakses pada laman:
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/b
lood_pressure_prevalence_text/en/ pada 2
Desember 2018 pukul 20.37 WIB.
Yonata, A., Satria, A. (2016). Hipertensi
sebagai faktor pencetus terjadinya stroke.
Majority Vol. 5 No. 3

7
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Gambaran Kadar Asam Urat Pada Masyarakat Batu Bagiriak Usia 40 Tahun Di
Puskesmas Alahan Panjang

Endang Suriani, Rita Permata Sari


STIKes Perintis Padang
Email:endangprabu0510@gmail.com

ABSTRAK

Bertambahnya usia harapan hidup maka fungsi fisiologis seseorang akan mengalami penurunan
fungsi organ tubuh, sehingga banyak penyakit yang muncul pada masyarakat. Salah satu penyakit
yang sering di derita oleh kebanyakan orang adalah Asam Urat. Penyakit Asam Urat ini selain
menyebabkan peradangan pada persendian kronis menyebabkan komplikasi yaitu ginjal, jantung,
akibat penumpukan kristal-kristal asam urat. kadar asam urat yang berlebihan dalam darah
menyebabkan penimbunan kristal asam urat. Tujuan penelitian untuk mengetahui Gambaran Kadar
Asam Urat Pada Masyarakat Batu Bagiriak Usia 40 tahun di Puskesmas Alahan Panjang. Penelitian
ini bersifat Deskriptif Analitik. Metode pemeriksaan menggunakan alat point of care tes (POCT) yaitu
pemeriksaan asam urat menggunakan rapid test, di mana pengambilan sampelnya pada 30 orang
masyarakat usia 40 tahun yang di periksa kadar asam uratnya hasil pemeriksaan kadar asam urat di
olah menggunakan tabel distribusi frekuensi. Di dapatkan kadar asam urat normal sebanyak 18 orang
(60%) dan yang tinggi sebanyak 12 orang (40%). Penelitian ini diharapkan dapat Memberikan
gambaran hasil pemeriksaan asam urat pada petani usia 40 tahun di Puskesmas Alahan Panjang,
Menambah kompetensi penulis dan memperdalam pengetahuan penulis di bidang kimia klinik.

Kata kunci :Asam Urat, Metode Rapid Test

ABSTRACT

Increasing life expectancy the physiologis function of a person will experience a decline in
organ function , so that many diseases appear in the elderly. One disease that is often suffered by the
elderly is gout. Gout besides causing inflammation in cronic joints causes complications, namely the
kidneys, heart, due to the accumulutation of uric acid crystal – crystal. Excessive levels of uric acid in
the blood causes accumulation of uric acid crystals. The aim of the study was to determine the
description of uric acid levels in 40 years old Batu Bagiriak in the Alahan Panjang community health
center. This research is descriptive analystic. This research method uses a point of care test (POCT)
,which is uric acid examination using s rspid test in which the samples were taken st 30 people who
were examined for uruc acid levels from february to june 2019.Processed using a frequency
distribution table. Who get normal uric acid result as many as 18 ( 60%) and a high 12 (40%)

Keyword: Gout , Rapid Test Method

PENDAHULUAN (menumpuk) bila purin tidak di proses


Asam urat adalah hasil akhir dari (metabolisme) secara sempurna. Asam urat
katabolisme (pemecahan) suatu zat yang tidak bisa larut kembali dalam darah. Jika kadar
bernama purin. Asam urat merupakan hasil asam urat dalam darah melebihi batas normal
buangan dari zat purin ini. Zat purin adalah zat maka akan mengendap menjadi kristal urat dan
alami yang merupakan salah satu kelompok masuk ke organ-organ tubuh, khususnya
stuktur kimia pembentuk DNA dan RNA kedalam sendi (Sustrani,2008).
(Susanto,2013). Asam urat hasil pemecahan Selama berabad-abad penyakit asam urat
purin, baik yang berasal dari tubuh kita maupun (gout) dianggap sebagai penyakit keturunan
dari makanan, beredar dalam darah untuk di yang terjadi dalam lingkungan keluarga.
buang melalui saluran pencernaan dan saluran penyebab utama gout adalah gangguan
kemih. Asam urat ini sangat mudah mengkristal metabolisme sejak lahir (Noer

8
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Sjaifoellah,1996). Gangguan metabolisme ini pada laki-laki, sedangkan pada perempuan


menyebabkan kadar asam urat dalam darah biasamya terjadi setelah mengalami
serum menjadi tinggi. Selain itu, kadar asam menopause. Faktor usia tersebut yang juga
urat ini juga tergantung pada beberapa faktor berpengaruh pada penurunan ginjal terutama
antara lain berat badan, jumlah alkohol yang pada pria (setyoningsih,2009). Hal ini terjadi
diminum, faal ginjal, dan volume urine per hari. karena proses degeneratif yang menyebabkan
Pemakaian alkohol yang banyak dan penurunan fungsi ginjal. Penurunan fungsi
kegemukan merupakan pemacu terjadinya gout ginjal akan menghambat eksresi dari asam urat
(Susanto,2013). dan akhirnya menyebabkan hiperusemia (Liu,
Kadar asam urat yang tinggi atau 2011).
hiperurisemia bisa menimbulkan penyakit gout
(penyakit akibat pengendapan kristal Mono METODE PENELITIAN
Sodium Urat/MSU) di jaringan. Endapan kristal Penelitian ini bersifat Deskriptif Analitik
Mono Sodium Urat/MSU di jaringan bisa yaitu hasil yang didapatkan secara langsung
menimbulkan berbagai macam penyakit seperti kemudian di defenisikan secara rinci dan jelas
peradangan sendi akut,peradangan sendi kronik berdasarkan data yang didapat. Penelitian ini
berulang (arthiritis gout), timbulnya tofi (akibat dilakukan pada bulan Februari sampai Juni
akumulasi kristal MSU di persendian ,tulang 2019 di Puskesmas Alahan Panjang. Populasi
rawan atau jaringan lunak) terganggunya fungsi dalam penelitian ini semua masyarakat Batu
ginjal (nefropoti gout) terbentuknya batu asam Bagiriak penderita asam urat usia 40 tahun
urat di ginjal(Misnadiarly,2007). yang datang ke Puskesmas Alahan Panjang dari
Faktor usia berpengaruh untuk tingginya bulan April sampai Mei 2019. Sampel dalam
resiko terkena gout. Suatu organ atau sistem penelitian ini di ambil sebanyak 30 masyarakat
akan kehilangan fungsinya dari 1% pertahun, Batu Bagiriak penderita asam urat usia 40
terhitung mulai dari usia 40 tahun yang di kenal tahun yang diambil secara acak atau random
sebagai “The 1% Rale” kemunduran faal pada dari populasi. Alat yang di gunakan dalam
usia lanjut akan semakin progresif dengan penelitian ini adalah Autoclik, Easy
bertambahnya usia. Dengan bertambahnya usia TouchBahan yang di gunakan untuk penelitian
kegunaan fungsi berbagai sistem organ tubuh ini adalah Lancet, Kapas, Alkohol, 70%, Stick
mulai menurun. Penurunan tersebut Urid Acid, Darah kapiler.
menggambarkan adanya perubahan yang terjadi
pada sintesis, metabolisme, serta faal hormonal, Prosedur kerja
dimana sebenarnya perubahan di maksud tidak Dibersihkan salah satu ujung jari 2,3,4
begitu terlihat klinis terutama pada kondisi basa yang akan di ambil menggunakan kapas
(Budiman H,2003). alkohol 70% tunggu sampai kering, Di pegang
Proses penuaan menyebabkan perubahan salah satu bagian ujung jari 2,3,4 yang akan di
antomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh, tusuk dan di tekan supaya berkurang rasa nyeri,
sehingga akan mempengaruhi fungsi dan Di tusuk salah satu ujung jari 2,3,4 dengan
kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes, cepat dan di tekan ujung jari dengan perlahan
2004). Kemunduran sel-sel terjadi pada usia untuk mendapatkan cukup darah, Lalu di buang
lanjut karena proses penuaan yang dapat tetesan darah yang pertama keluar dengan
berakibat pada kelemahan organ,kemunduran kapas kering, dan tetesan selanjutnya di pakai
fisik, juga timbulnya berbagai macam penyakit untuk pemeriksaan (Ganda Soebrata).
seperti peningkatan kadar asam urat
(hiperurisemia). Asam urat adalah hasil HASIL DAN PEMBAHASAN
produksi oleh tubuh, sehingga keberadaannya Dari hasil penelitian yang telah di lakukan
bisa normal dalam darah dan urine. Sisa dari di Puskesmas Alahan Panjang pada bulan
metabolisme protein makanan yang Maret 2019 tentang Gambaran Hasil
mengandung purin tinggi yaitu seperti ektrak Pemeriksaan Asam Urat Pada Masyarakat Batu
daging, kerang, dan jereoan seperti hati, ginjal, Bagiriak Usia 40 tahun Di Puskesmas Alahan
limpa, paru, otak (Misnadiarly,2007). Panjang dapat dilihat pada tabel 1:
Usia sekitar 40 tahun kenaikan kadar
asam urat dalam darah biasanya di temukan

9
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Tabel 1 Pengelompokan berdasarkan Kadar Asam Urat

Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) Normal Tinggi


7
40-50 18 60 11
2
51-60 6 20 4
3 3
>60 6 20
18 12
Jumlah 30 100%
60% 40%

Berdasarkan tabel 1 di atas di dapatkan hasil sebanyak 12 orang (40%) sedangkan yang
pemeriksaan Kadar Asam Urat yang normal rendah tidak ada.
sebanyak 18 orang (60%) dan yang tinggi

Tabel 2. Pengelompokan berdasarkan jenis kelamin

Jumlah Persentase
Normal Tinggi
Jenis kelamin (orang) (%)
7 3
Laki-laki 10 33,3
11 9
Perempuan 20 66,7
18 12
Jumlah 30 100%
60% 40%

Berdasarkan tabel 2 di dapatkan hasil orang dan yang tinggi 3 orang dan yang
pemeriksaan yang di lakukan di Puskesmas perempuan sebanyak 20 orang (66,7%) dengan
Alahan Panjang terdapat jumlah laki-laki 10 jumlah yang normal sebanyak 11 orang dan
orang (33,3%) dengan normal sebanyak 7 yang tinggi sebanyak 12 orang

Tabel 3. pengelompokan berdasarkan umur

Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) Normal Tinggi


7
40-50 18 60 11
4 2
51-60 6 20
>60 6 20 3 3
Jumlah 30 100% 18 12

Berdasarkan tabel 3 di dapatkan hasil PEMBAHASAN


pemeriksaan yang di lakukan di Puskesmas Dari hasil penelitian tentang kadar asam
Alahan Panjang yang berumur 40-50 tahun urat pada masyarakat Batu Bagiriak usia 40
yaitu 18 orang 11 orang normal normal dan 7 tahun yang di lakukan di Puskesmas Alahan
orangyang tinggi dan yang berumur 51-60 Panjang di dapatkan peningkatan kadar asam
adalah 6 orang ada 4 orang yang normal dan urat pada 12 orang pasien yaitu sebesar 40%.
yang tinggi ada 2 orang kemudian yang Penelitian ini di lakukan terhadap 30 pasien
berumur >60 adalah 6 orang yaitu 3 orang yang di ambil secara acak dengan hasil rata-rata
normal dan 3 orang tinggi. kadar asam urat normal pada laki-laki 3,4 - 7,0
mg/dl dan perempuan 2,4 – 6,0 mg/dl.
Peningkatan asam urat di sebabkan oleh
beberapa hal berikut: (1) Produksi asam urat

10
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

dalam tubuh meningkat. Keadaan ini terjadi memicu nyeri dan pembengkakan di berbagai
karena tubuh memproduksi asam urat secara sendi tubuh. Meskipunpun umumnya terbenuk
berlebihan. Sebagai penyebabnya antara lain: di sendi, krisal asam urat juga bisa terbentuk di
(a) Produksi asam urat dalam tubuh sangat ginjal dan saluran kemih. Kondisi tersebut
berlebih karena adanya gangguan metabolisme dapat menganggu fungsi ginjal atau
purin bawaan. Kelainan ini bersifat pautan, menyebabkan batu saluran kemih.
dimana perempuan sebagai pembawa gen ini Walaupun di sebabkan oleh tingginya
biasanya tanpa gejala. (b) Akibat kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia),
mengkonsumsi makanan yang berkadar purin tidak semua penderita hiperuresemia terserang
tinggi seperti, daging, jeroan, kepiting, kerang, penyakit asam urat. Faktanya hanya 1/3
keju, kacang tanah, bayam, buncis, kembang penderita hiperurisemia saja yang mengalami
kol, dan brokoli. Metabolisme makanan penyakit ini.
tersebut akan membentuk asam urat. (2)
Kurangnya pembuangan asam urat. KESIMPULAN
Berkurangnya pembuangan asam urat terjadi Berdasarkan jenis kelamin dapatkan hasil
akibat ketidakmampuan ginjal mengeluarkan yang normal sebanyak 18 orang ( dan yang
asam urat yang berbentuk berlebihan dalam tinggi sebanyak 12 orang). Berdasarkan umur
tubuh. Keadaan ini timbul akibat beberapa hal di dapatkan hasil yang normal sebanyak 18
berikut: (a) Mengkonsumsi obat-obat tertentu orang (60%) dan yang tinggi sebanyak 12
yang mengandung pirazinamid, betabloker orang (40%)
obat-obat tersebut bisa menigkatkan asam urat
dalam darah. (b) Dalam kedaan kelaparan. Pada DAFTAR PUSTAKA
keadaan ini kekurangan kalori tubuh di penuhi Budiman H, 2003. Nutrisi pada Usia Lanjut,
dengan membakar lemak tubuh. Zat keton yang Majalah Kedokteran Atma Jaya, vol
terbentuk dari pembakaran lemak akan 2, no 1:52-53
menghambat keluarnya asam urat melalui Bulan Febri, Ayu, dkk.2008. Sajian Sehat dan
ginjal. Akibatnya kadar asam urat dalam darah Lezat untuk Penderita Asam Urat. Jakarta.
meningkat. (c) Keracunan kehamilan (d) Demedia pustaka
Minum alkohol berlebihan Ciptosumarto,Susanto,2004. Gambaran
Peningkatan kadar asam urat ke kadar Radiologis Gout. Majalah Medika
maksimal sekitar 0,9mmol/1, ini biasanya Kartika vol 2 no 1
merupakan keseluruhan yang diperlukan untuk Darmawan. 2008. Mencegah dan Mengobati
diagnose. Pada gout kronika, di antara episode Asam Urat. Yogyakarta: Araska.
akut , biasanya urat plasma dalam batas normal Ismayadi. 2004. Asuhan Keperawatan dengan
yang tinggi dan peningkatan yang moderat bisa Rematik (Arthritis Rheumatoid)lansia.
di temukan pada family laki-laki pasien. Jakarta: penebar plus.
Penyebab urat plasma tinggi pada gout belum Kristinatuti Dian, Rina Yendrina. 1997.
di ketahui dalam semua kasus,tetapi biasanya Kedokteran Perawat Gizi dan Analis Jilid
karena peningkatan sintesa asam urat endogen II. Jakarta. Penebar Swadya IKAPI.
sebagai cacat metabolic bawaan. Pada gout Kurniawan F, Lembar, 2004. Gambaran Status
pangkalan asam urat dalam tubuh bisa lebih Kesehatan Lansia : Studi kasus di wilayah
dari 10 kali normal, 6 mmol dan natrium urat di Paroki Kristorus. Majalah kedokteran
deposit di dalam jaringan sebagai tofi. Bisa Atma Jaya, vol 3 no 3 : 159-161.
terjadi kerusakan ginjal sekunder karena Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu
deposisi urat kadang-kadang dengan kalkulus. Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 3. Jakarta
Pada usia 40 tahun ke atas itu banyak yang Balai Penerbit FKUL
menderita asam urat di karenakan banyaknya Rubenstein, David, dkk. 2005. Kedokteran
masyrakat yang tidak dapat mengontrol nafsu Klinis. Jakarta. Erlangga
makanannya, serta kurangnya aktifitas fisik. Siti Aminah,Mia. 2013. Khasiat Sakti Tanaman
Sehingga terjadinya penumpukan asam urat Obat Untuk Asam Urat. Jakarata. Dunia
akan membentuk kristal di sendi, yang dapat Sehat.

11
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Gambaran Kadar Hemoglobin (HB) Petugas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
(SPBU)PT.Tabing Raya Kota Padang Tahun 2019

Marisa Marisa, Yunda Wahyuni


STIKes Perintis Padang
Email:marisaazzhila@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penggunaan bahan bakar seperti premium dan solar melepaskan 95% emisi timbal yang dapat
mencemari udara dan kemudian dapat dihirup serta diserap oleh tubuh sehingga dapat menimbulkan
gangguan kesehatan seperti penurunan kadar hemoglobin. Menurut WHO (2009), konsentrasi normal
timbal dalam darah adalah 10-25 ul/dl. Jika kadar tersebut melewati batas normal timbal maka akan
terjadi keracunan yang dapat membahayakan tubuh manusia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran kadar hemoglobin dalam darah pada petugas SPBU Kota Padang. Jenis
penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sampel berjumlah 10 orang yang diambil dengan teknik
sampling random, pemeriksaan Hb dilakukan dengan cara Rapid Tes atau RDT. Hasil penelitian kadar
hemoglobin (Hb) menunjukan bahwa dari 10 petugas SPBU Pt. Tabing Raya Kota Padang ditemukan
kadar hemoglobin (Hb) yang normal 5 orang (50%), tidak normal sebanyak 5 orang (50%).
Sedangkan kadar Hemoglobin tertinggi yaitu 17,8 g/dL dan hasil pemeriksaan kadar Hemoglobin
terendah yaitu 10,0 g/dL. Dapat dijadikan sebagai informasi terutama pada petugas SPBU tentang
pentingnya kesehatan, serta lebih memperhatikan safety peralatan standar keamanan dan keselamatan
kerja. Misalnya memakai masker saat bekerja untuk mengurangi paparan timbal dari gas tersebut.

Kata Kunci: Kadar Hemoglobin, Petugas SPBU

ABSTRACT

The use of fuels such as premium and diesel releases 95% of lead emissions that can pollute the
air and can the be inhaled and absorbed by the body so that it can cause health problems such as
decreased hemoglobin levels. According to WHO (2009) the normal concentration of lead in the
blood is 10-25 ul/dl if the level exceeds the normal limit of lead, there will be poisoning that can harm
the human body. This study aims to describe the level of hemoglobin in the blood of the city gas
station staff in Padang. This type of research is decriptive study conducted in February- June 2019.
This sample numbered 10 people taken by a simple random sampling technique. From the results of
examinaion of hemoglobin levels showed that of 10 gas station officers in the city of Padang found
normal Hemoglobin levels were 5 people (50%) and abnormal ones as many as 5 people (50%).
While the highest Hemoglobin level was 17.8 g/dL and the lowest hemoglobin level was 10.0 g/dL.

Keywords: Hemoglobin levels, Gas station officer

PENDAHULUAN salah satu enzim yang paling rentan terhadap


Pencemaran udara banyak memberikan efek toksik timbal.
pengaruh terhadap kehidupan manusia baik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
pada orang dewasa maupun anak-anak (SPBU) merupakan salah satu sumber
(Darmon,2008). Studi penelitian menunjukan pemaparan timbal, karena ditempat inilah
bahwa, angka kematian akibat pencemaran kendaraan bermotor mengisi bahan bakar.
udara berjumlah 50.000-100.000 orang setiap Paparan timbal yang ada di SPBU ini sebagai
tahunnya. Timbal didalam tubuh akan besar menggunakan besin premium yang
mempengaruhi jalur sintesis heme, dengan cara mengandung Tetra Ethyl Lead (TEL) atau Tetra
menghambat heme, sintesis hemoglobin Methyl Lead, yang merupakan bagian terbesar
mengubah morfologi sel darah merah dan dari seluruh emisi timbal yang dibuang diudara
memengaruhi kelangsungan hidup sel darah (Putri Minartika dan Witjahjo Bambang RB
merah. Dalam jalur sintesis heme enzim Amino 2010). Petugas SPBU merupakan orang yang
levulinic acid dehydratase (ALAD) adalah beresiko terpapar langsung uap bensin yang

12
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

mengandung timbal didalamnya, karena timbal kejaringan dan mengembalikankarbondioksida


merupakan salah satu sumber pencemarn udara dari jaringan ke paru-paru. Didalam tubuh
yang berasal dari buangan asap kendaraan hemoglobin berfungsi mengakut oksigen
bermotor. Ketika mengisi bensin di SPBU baik keseluruh jaringan tubuh untuk dipakai sebagai
petugas pengisi dan konsumen dapat terpapar media transportasi.
uap bensin maupun uap yang berasal dari bahan Hemoglobin juga berperan
bakar yang ada di SPBU tersebut. Namun orang mempertahankan keseimbangan asam basa dari
yang bekerja di SPBU akan terpapar timbal tubuh. Bila hemoglobin berkurang, tubuh
lebih banyak dibandingkan dengan orang yang menjadi cepat letih, lesu, mengantuk, dan
sesekali ketempat pengisian bensin dan juga konsentrasiberkurang. Akibatnya, produktifias
orang-orang yang sedang mengendarai kerjapun menurun. Penurunan kadar
kendaraan dijalan raya. hemoglobin yang sangat rendah pada seseorang
Menurut WHO (2009), konsentrasi normal akan mengalami terjadinya anemia (Zarianis,
timbal dalam darah adalah 10-25 ul/dl. Jika 2006).
kadar tersebut melewati batas normal timbal Anemia merupakan penyakit akibat
maka akan terjadi keracunan yang dapat kurangnya sel darah merah. Sel darah merah
membahayakan tubuh manusia. Sedangkan tersusun atas hemoglobin, yang merupakan
menurut Suksmerri (2008), timbal masuk ke pekerja utama dalam mendukung fugsi darah
dalam tubuh manusia melalui berbagai cara sebagai transportasi oksigen dan
antara lain adalah melalui pernafasan (inhalasi), karbondioksida dari jaringan ke paru-paru.
saluran cerna, dan kotak dermal (kulit). Namun Kecenderungan penurunan hemoglobin dapat
jalur penting untuk paparan timbal terhadap terjadi akibat paparan zat-zat toksik, salah
manusia adalah melalui pernafasan (inhalasi). satunya adalah paparan timbal yang disebarkan
Melalui beberapa proses tersebut maka darah bersama dengan asap kendaraan motor maupun
akan terkontaminasi timbal sehingga akan mobil (Muhilal, Hardiansyah, Dkk, 2004).
mengganggu proses metabolisme darah Anemia ditandai dengan badan terasa
khususnya pada hemoglobin dalam tubuh lemah, lelah, kurang energi, kurang nafsu
manusia, serta lebih jauh lagi akan makan, daya konsentrasi menurun, sakit kepala,
menyebabkan gangguan kesehatan seperti stamina tubuh menurun, dan pandangan
anemia, dan gangguan otak. berkunang-kunang terutama bila bangkit dari
Penggunaan bahan bakar seperti premium posisi duduk. Kriteria anemia dapat ditentukan
dan solar melepaskan 95% emisi timbal yang secara klinis maupun laboratorium. Kriteria
dapat mencemari udara dan kemudian dapat secara klinis adalah wajah, selaput lendir
dihirup serta diserap oleh tubuh sehingga dapat kelopak mata, bibir, dan kuku penderita tampak
menimbulkan gangguan kesehatan seperti pucat. Sedangkan laboratorium salah satunya
mual, pusing, penurunan kadar hemoglobin, adalah pengukuran kadar hemoglobin.
gangguan pencernaan dan pernafasan, hingga Menurut Wirjatmadi (2006) pada anemia
penurunan tingkat daya reaksi fisik maupun tingkat sedang dapat menurunkan kapasitas
mental. Efek paparannya bersifat kronis oksigen dalam darah. Selain itu anemia
sehingga semakin lama seseorang terpapar dihubungkan dengan mengalami lemah dan
maka akan terjadi peningkatan dosis yang kelelahan panjang secara terus menerus.
bertambah secara terus menerus. Kadar timbal Anemia merupakan faktor risiko terjadinya
dalam darah yang tinggi dapat mengganggu masalah kesehatan antara lain terganggunya
sistem hematologi karena mengganggu perkembangan kognitif, penurunan konsentrasi
pembentukan sel darah merah(eriropoesis) dan kemampuan belajar, penurunan respon
dengan menghambat sintesis protoporfirin dan imunitas terhadap penyakit infeksi, penurunan
mengganggu penyerapan zat besi sehingga kapasitas dan produktifitas kerja.
dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia Dalam bekerja telah ditetapkan jam kerja,
yang tinggi (Suksmerri, 2008). waku isirahat kerja, waktu lembur yang diatur
Pemeriksaan hemoglobin dalam darah dalam pasal 77 sampai pasal 85 Undang-
mempunyai peranan yang sangat penting dalam Undang No.13 tahun 2003 tentang
mendiagnosa suatu penyakit, karena Ketenagakerjaan. Dibeberapa perusahaan, jam
hemoglobin merupakan salah satu protein kerja, waktu istirahat dan lembur dicantumkan
khusus yang ada didalam sel darah merah dan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Untuk
fungsi khusus yaitu mengakut oksigen karyawan yang bekerja 6 hari dalam seminggu,

13
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

jam kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari dan 40 beberapa saat, hingga hasil keluar pada alat.
jam dalam 1 minggu. Sedangkan untuk Jika pemeriksaan telah selesai, dilepaskan strip
karyawan dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, pada alat.
kewajiban bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari
dan 40 jam dalam 1 minggu. Prosedur Persiapan Pasca Analitik
Petugas SPBU Kota Padang memiliki Hasil pemeriksaan, nilai normal pemeriksaan
masa kerja yaitu 8 jam dalam seiap harinya. hemoglobin :
Jumlah SPBU di Kota Padang adalah 26 pom Laki-laki : 14 -18 g/dl
bensin. Dari hasil observasi yang ditemukan Perempuan : 12-16 g/dl
ada beberapa petugas yang mengalami gejala Anemia : < Normal
anemia tingkat sedang dengan tanda-tanda Polisitemia : > Normal
seperti wajah pucat, pusing, dan bibir kering.
berjudul “Gambaran Kadar Hemoglobin (Hb) Pengolahan Dan Analisa Data
Petugas SPBU PT. Data dari hasil pemeriksaan kadar Hb
petugas SPBU diolah secara deskriptif, maka
METODE PENELITIAN rumus yang digunakan dalam menganalisis data
Jenis Penelitian yaitu digunakan adalah guna mengetahui persentase setiap variabel
deskriptif yakni untuk mengetahui gambaran yang diteliti adalah sebagai berikut:
kadar hemoglobin pada petugas SPBU dengan % Perempuan = Sampel x %
menggunakan alat Strip Tes Hemoglobin. Jumlah Sampel
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan
Februari sampai bulan Juni 2019 bertempat di % Laki-laki = Sampel x %
SPBU PT. Tabing Raya Kota Padang. Populasi Jumlah Sampel
dalam penelitian ini adalah semua petugas
operator SPBU PT. Tabing Raya HASIL PENELITIAN DAN
Jln.Adineggoro No.36 Kota Padang. Sampel PEMBAHASAN
diambil sebanyak 10 orang pada petugas SPBU
PT. Tabing Raya Jln.Adineggoro No.36 Kota Berdasarkan hasil pengamatan atau
Padang secara acak. Alat yang digunakan untuk observasi lapangan terhadap pengaruh kadar
melakukan penelitian ini adalah Autoklik, Alat hemoglobin (Hb) petugas stasiun pengisian
tes hemoglobin. Bahan yang digunakan untuk bakar umum (SPBU)PT.Tabing Raya
melakukan penelitian ini adalah Alcohol 70%, Jln.Adineggoro No.36 di kota Padang disajikan
Kapas, Strip Tes hemoglobin, Blood Lancet. pada tabel 1

Prosedur Persiapan Pra analitik Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan


Persiapan pasien tidak memerlukan Jenis Kelamin
persiapan khusus. Persiapan sampel darah
kapiler. Metode Immunocromatography.
No JK f %
Prinsip Strip tes diletakkan pada alat, ketika
darah diteteskan pada zona reaksi tes strip, 1 Laki-laki 6 60
katalisator hemoglobin akan mereduksi
hemoglobin dalam darah. Intensitas dari 2 Perempuan 4 40
electron yang terbentuk dalam strip setara Jumlah 10 100
dengan konsentrasi hemoglobin, dalam darah.
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa 10
Prosedur Persiapan Analitik petugas SPBU PT. Tabing Raya
Siapkan alat dan bahan. Dimasukkan Jln.Adineggoro No.36 Kota Padang frekuensi
lanset pada alat autoklik. Gunakan kapas jenis kelamin laki-laki yang paling tinggi
alkohol untuk mendesinfeksi jari yang akan dengan jumlah 10 orang (60%) dan frekuensi
diambil darahnya. Ditekan autoklik di atas jari terendah 4 0rang (40%) dengan jenis kelamin
yang akan di ambil darahnya. Setelah darah perempuan. Hal ini dikarenakan dalam
keluar, darah pertama dihapus. Dimasukkan pengambilan menggunakan teknik sampling
chip dan strip pada alat. Darah selanjutnya yang sampel secara acak tanpa memperhatikan strata
keluar disentuhkan pada strip, darah akan yang ada dalam populasi itu sehingga tidak ada
langsung meresap pada ujung strip. Ditunggu

14
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

batasan dalam memperhatikan pemilihan jenis kelamin.

Tabel 1. Hasil pemeriksaan kadar Hb pada petugas SPBU

No Kode Sampel Jk Usia (thn) Kadar Hb (g/dl) Kategori


1 1 P 30 15.2 Normal
2 2 L 32 17.3 Normal
3 3 L 35 16.7 Normal
4 4 P 36 14.4 Normal
5 5 L 31 13.1 Anemia
6 6 L 23 13.4 Anemia
7 7 P 22 10.9 Anemia
8 8 L 21 13.3 Anemia
9 9 L 21 16.5 Normal
10 10 P 45 17.8 Polisitemia
Jumlah Sampel : 10 5 5

Pada tabel 1 menunjukan bahwa dari 10 Padang terdapat 5 sampel positif yang terpapar
sampel yang ada pada Petugas SPBU PT. oleh Pb yang mempengaruhi menurunnya kadar
Tabing Raya Jln.Adineggoro No.36 di Kota Hemoglobin(Hb).

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kadar Hb

Kode Kadar Hb
Frekuensi (n) Persentase (%)
sampel Normal Abnormal
L 3 3 6 60
P 2 2 4 40
Jumlah 10 100

Pada tabel menunjukan bahwa 10 petugas 50%. Berdasarkan hasil pemeriksaan


SPBU PT.Tabing Raya Jln.Adineggoro No.36 menunjukkan bahwa dari penurunan kadar Hb
Kota Padang didapatkan gambaran kadar Hb bukan sepenuhnya dari bahan bakar uap bensin,
yang normal pada laki-laki sebanyak 6 orang penyebab dari rendahnya kadar Hb dipengaruhi
(60%) sedangkan pemeriksaan kadar Hb yang oleh beberapa fakor lain diantaranya :
rendah adalah perempuan sebanyak 4 orang Meningkatnya aktifitas fisik tubuh seseorang
(40%). yang menjadi cepat kelelahan dan kurang
mendapat istirahat saat bekerja, Kurangnya
Tabel 4. Frekuensi Kadar Hb cairan dalam tubuh dapat disebabkan oleh
No Pemeriksaan Hb f % berbagai macam aktifitas seperti berolahraga yg
1 Normal 5 50 tidak diimbangi dengan asupan cairan yang
2 Abnormal 5 50 cukup dalam tubuh, Kurangnya asupan nutrisi
dalam tubuh. Rata-rata setiap harinya petugas
Jumlah 10 100 SPBU bekerja selama 7 jam, jadi kemungkinan
selama 7 jam tersebut mereka terpapar oleh Pb.
Pada tabel 4 menunjukan bahwa 10 Logam Pb yang terserap dalam darah berikatan
petugas SPBU PT. Tabing Raya dengan sel darah merah ( eritrosit ) dan akan
Jln.Adineggoro No.36 Kota Padang, frekuensi menghambat proses pembentukan hemoglobin,
dari hasil pemeriksaan kadar Hb didapatkan sehingga seseorang yang menghirup Pb di
seimbang yaiu 50% normal dan tidak normal

15
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

udara, maka kandungan Pb dalam darah akan Bakta. I. M (2012). Hematologi Klinik Ringkas.
meningkat dan hemoglobin menurun. Jakarta. EGC.
Hemoglobin disusun oleh molekul heme Caur, M. G. Yuanari (2009). Studi Ekonomi
dan globin. Molekul heme disusun oleh unsur Lingkungan Penggunaan Pestisida dan
besi dan porfirin yang terjadi pada tahap akhir Dampaknya pada Kesehatan Petani di
proses biosintesis heme. Proses biosintesis Area Pertanian Hertikulturan Desa
heme dapat terhambat salah satunya karena Sumber Rejo Kecamatan Ngamblak
pengaruh Pb yang masuk ke dalam tubuh. Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
Timbal yang masuk ke paru-paru melalui D’Hiru. (2013). Live Blood Analisis. PT
pernafasan akan terserap dan berikatan dengan Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
darah yang kemudian diedarkan keseluruh Darmon, (2008). Lingkungan hidup dan
jaringan dan organ tubuh. Lebih dari 90% pencemaran. Jakarta : UI-Press.
timbal yang terserap oleh darah berikatan Evelyn, 2009. Anatomi dan fisiologi untuk
dengan sel-sel darah merah, dan efek paramedis. Jakarta. Gramedia.
predominan dari timbal adalah gangguan pada Forqonita, D. 2007. Seri IPA Biologi, SMP
biosintesis heme dan hematopoiesis (Santosa B, Kelas VII, Quadra. Penerbit Yudhistira
2015). Ghalia Indonesia. Jakarta.
Senyawa timbal yang terdapat dalam Hardiasyah. Dkk. 2004. Penilaian dan
tubuh akan mengikat gugus aktif dari enzim Perencanaan Konsumsi Pangan. Jurusan
ALAD di sitosol dan koproporfirinogen dan Gizi Masyarakat dan Fakultas Pertanian
kelanjutan dari proses reaksi ini tidak dapat IPB: Bogor.
berlanjut (terputus) (Palar, 2004). Gangguan H.Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi:
aktivitas ALAD menyebabkan penimbunan Kurikulum Berbaris Koprehensif
ALAD. Metabolisne koproporfirin tertekan dan untukKeperawatan dan Bidan. Edisi 4
pemasukan besi dalam bentuk Fe ke dalam Jakarta: EGC.
protorfirin terhambat karena timbal juga Kiswari. R. 2014. Hematologi dan Transfusi.
menghambat sintesis heme. Penekanan sintesis Erlangga. Jakarta.
heme menyebabkan sel darah merah menimbun Kosasih, E. N. Dan A.S Kosasih. 2008.
protorfirin secara berlebihan (Sacher and Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboraorium
McPherson, 2004). Klinik edisi kedua. Karisma Publishing
Timbal (Pb) menghambat enzim Group: Tangerang.
ferokelatase yang merupakan enzim pada tahap Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan
akhir pada proses biosintesis heme. Hambatan Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan.
pada enzim ferokelatase ini menghambat Salemba Medika : Jakarta.
biosintesis heme sehingga mengganggu Palar. H. (2004). Pencemaran dan Toksikoloagi
pembentukan hemoglobin. Gangguan logam berat. Rineka Cipta. Jakarta. P.78-
pembentukan hemoglobin tersebut 86.
mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin Putri Minartika dan Witjahjo Bambang RB.
sebagai indikator anemia (Santosa B,2015). (2010). Pengaruh Paparan Timbal (Pb)
pada Udara Jalan Tol Terhadap
KESIMPULAN Gambaran Mikroskopis Paru dan Kadar
Kadar Hemoglobin (Hb) petugas SPBU Timbal (Pb) Dalam Darah Mencit Balb/C
Pt.Tabing Raya kota Padang yang nilai normal Jantan. Fakultas Kedokteran Universitas
sebanyak 5 orang (50%). Kadar Hemoglobin Diponegoro.
(Hb) petugas SPBU Pt.Tabing Raya kota Santosa, B. (2008). Penundaan Plasma Sitrat
Padang yang tidak normal sebanyak 5 orang pada Suhu Kamar (27oC) terhadap Hasil
(50%). Kadar Hemoglobin (Hb) petugas SPBU Pemeriksaan aPTT ( Activated Partial
Pt. Tabing Raya kota Padang yang tertinggi Thromboplastin Time).
yaitu 17,8 g/dL dan hasil pemeriksaan kadar Sacher. R.A. McPherson, R.A. 2004. Tinjauan
Hemoglobin terendah yaitu 10,0 g/Dl. klinis atas hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Cetakan 1. Jakarta: EGC.
REFERENSI Setiyarno. Dkk. 2012. Hubungan Konsumsi Teh
Arisman. (2007). Gizi dalam Daur Kehidupan dengan Kadar Hemoglobin Di Kecamatan
Buku Ajar Ilmu Gizi. Buku Kedokteran Jenawi Kabupaten Karanganyar. Jurnal
EGC. Jakarta.

16
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. I. No. 1 WHO. Guidelines on Hand Hygiene in Health
Februari 2012. Care Library Cataloguing-in Publication
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Data; 2009.
Keperawatan. Graha Ilmu: Yogyakarta. Wirjatmadi (2006). Peranan Gizi dalam Siklus
Suryatin. B. (2012). Sains materi dan sifatnya. Kehidupan Kencana. Jakarta.
Grasindo. Jakarta. Widayati, D.T.2008. Effect of Oocyte
Suksmerri. (2008). Dampak Pencemaran Morphology on Embryo Development and
Logam Timah Hitam (Pb) Terhadap Implantation. Materi Kuliah Program
Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Konsultan Fertilitas dan Endokrinologi
Semarang. Hal II (2). Reproduksi (Unpublished), bagian obsgin.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Fakultas Kedokteran UGM.
Kualitatif dan R dan D, Bandung: Zarianis. 2006. Esensial Anatomi dan fisiologi
Alfabeta. Dalam Asuhan Maternitas. EGC: Jakarta.
Syaifuddin, 2011. Buku Prakis Pelayanan
Kesehatan Maternal Neonatal. Jakarta ;
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

17
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Uji Daya Hambat Cairan Pembersih Lensa Kontak Dalam Menghambat Pertumbuhan
Staphylococcus aureus

Sri Indrayati, Aulia Vebby Amelia


STIKes Perintis Padang
(Email : Endlesofichy@gmail.com)

ABSTRAK

Penggunaan lensa kontak dapat menimbulkan dampak negatif berupa infeksi mata oleh
mikroorganisme. Salah satu bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi mata adalah
Staphylococcus aureus. Sebagian faktor yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi mata terkait
penggunaan lensa kontak adalah cairan pembersih lensa kontak yang tidak efektif dalam membunuh
bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat cairan pembersih lensa kontak dalam
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental
disc diffusion dengan mengukur diameter zona hambat disekitar pertumbuhan bakteri pada media
MHA (Mueller-Hinton Agar), dilakukan dengan menggunakan 4 perlakuan cairan pembersih lensa
kontak dengan 4 merk berbeda (A, B, C, dan D), kontrol negatif aquadest, kontrol positif amoxillin,
dengan ulangan 6 kali ulang. Hasil penelitian menunjukan tidak adanya diameter zona hambat yang
terbentuk pada cairan merk A, B, C, dan D (konsentrasi desinfektan 0%, 0.0001%, 0%, dan 20%).
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang daya hambat dari cairan pembersih
lensa kontak dalam menghambat pertumbuhan bakteri, sebagai dasar teori untuk meningkatkan
kesadaran pengguna lensa kontak untuk mematuhi aturan perawatan lensa konta dapat meningkatkan
kesadaran pengguna lensa kontak agar lebih teliti dalam memilih cairan pembersih lensa kontak.
Maka dapat disimpulkan bahwa cairan pembersih lensa kontak dengan konsentrasi desinfektan 0%,
0.0001%, 0%, dan 20% tidak memiliki daya hambat dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus.

Kata Kunci : Staphylococcus aureus, cairan pembersih, lensa kontak, daya hambat

ABSTRACT

The use of contact lenses can cause negative effects of eye infections by microorganisms. One
of the bacteria that most commonly causes eye infections is Staphylococcus aureus. Some of the
factors that increase the risk of eye infection associated with the use of contact lenses are contact lens
cleaning fluid that is not effective in killing bacteria. This study entitled Rescue Fluid Resistance Test
Contact Lenses inhibiting Staphylococcus aureus Growth, aims to determine the inhibition of contact
lens cleaning fluid inhibiting the growth of Staphylococcus aureus. This research used disc diffusion
experimental method by measuring the inhibition zone diameter around bacterial growth on MHA
media (Mueller-Hinton Agar), done by using 4 treatments of contact lens cleaning liquid with 4
brands (A, B, C, and D), negative control aquadest, positive control of amoxillin, with repeat 6 times.
The results showed no inhibition zone diameter formed on liquid brands A, B, C, and D (disinfectant
concentration 0%, 0.0001%, 0%, and 20%). It can be concluded that contact lens cleaning fluids with
0%, 0.0001%, 0%, and 20% disinfectant concentrations have no inhibitory power to inhibit the
growth of Staphylococcus aureus bacteria.

Keywords: Staphylococcus aureus, contact lens cleaning fluid, inhibitory power

PENDAHULUAN menggunakan lensa kontak bukan sekedar alat


Lensa kontak sudah menjadi bagian gaya bantu penglihatan (kacamata) tetapi juga
hidup masyarakat modern masa kini. Lensa dipakai sebagai alat kosmetika untuk
kontak sangat terkenal terutama dikota-kota mempercantik bagian mata dengan berbagai
besar. Banyak orang terutama kaum wanita

18
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

warna yang menarik (Pietersz, Sumual, & berfungsi untuk mencuci, membersihkan, dan
Rares, 2016). perendam lensa kontak. Tetapi ada cairan
Seiring dengan perkembangan teknologi, pembersih lensa kontak yang berfungsi lebih
bahan lensa kontak yang digunakan saat ini dari satu yakni mengangkat protein,
terasa sangat nyaman di mata dan membersihkan dan membilas, mensterilkan,
memungkinkan masuknya asupan oksigen yang membunuh kuman, dan menjaga kelembaban
dibutuhkan oleh kornea dengan lebih maksimal. tergantung kandungan dari cairan pembersih
Bahkan masalah potensial yang dahulu dapat lensa kontak. Pada umunya cairan pembersih
ditimbulkan pada penggunaan lensa kontak, lensa kontak berupa larutan garam (biasanya
yaitu infeksi oleh mikro organisme, kini sudah 5%) dengan penambahan bahan-bahan lain
merupakan hal yang dapat dihindari dengan sesuai dengan fungsi yang diinginkan seperti
penggunaan bahan baku yang lebih aman untuk desinfektan, surfaktan, dan bahan aktif
(Idayati & Mutia, 2016). lain.
Iritasi mata yang terjadi pada pengguna Larutan pembersih lensa kontak
lensa kontak paling sering terjadi karena mengandung agen osmolaritas, agen
kurangnya perawatan lensa kontak. Selain itu pengkhelat, dapar, agen untuk membuat
iritasi mata juga dapat terjadi karena kurangnya nyaman dalam pemakaian, zat pembersih dan
kebersihan saat menggunakan lensa kontak, desinfektan. Zat pengkhelat dan osmolaritas
tempat dan alat bantu penggunaan lensa kontak biasanya ada pada semua cairan pembersih
yang kurang hygienis, maupun kebiasaan buruk lensa kontak walaupun ada perbedaan pada
dari pengguna itu sendiri, misalnya tetap konsentrasi. Pengkelatan adalah pengikatan
menggunakan lensa kontak selama tidur logam dengan cara menambahkan senyawa
(Idayati, 2016). pengkelat dan membentuk kompleks logam
Salah satu faktor resiko utama terjadinya senyawa pengkelat(Saputri, 2014).
kontaminasi mikroba pada lensa kontak yaitu Zat pengkhelat yaitu EDTA terkandung
kurangnya kepatuhan dan kebersihan yang pada larutan pembersih lensa kontak yang
buruk terhadap perawatan lensa yang apabila memiliki peran penting yaitu sebagai pengawet
lensa terkontaminasi akan menyebabkan infeksi antimikroba yang dapat mengikat logam dan
pada mata. Oleh karena itu, penggunaan lensa meningkatkan aktivitas antimikroba
kontak memerlukan cairan pembersih, dan desinfektan. Selain itu dapat mencegah endapan
prosedur kebersihan yang ketat. Pada setiap protein dari pembentukan pada lensa kontak.
intervensi terhadap lensa, selalu digunakan Formulasi dari cairan pembersih lensa kontak
cairan pembersih untuk pemasangan, bervariasi tergantung dari zat pendapar,
pelepasan, pemeliharaan atau perendaman. desinfektan, pembersih, dan agent comfort
Salah satu upaya pencegahan keratitis bakterial yang digunakan.
akibat penggunaan lensa kontak adalah Beberapa desinfektan yang terkandung
menggunakan cairan pembersih lensa yang pada cairan pembersih kontak mata termasuk
bebas bakteri (Hildebrandt, Wagner, PHMB (polihexametilen biguanid/
Kohlmann, & Kramer, 2012). polyaminopropyl biguanid), PQ-1
Penggunaan lensa kontak seharusnya (polyquaternium-1), miristamidopropyl
mematuhi panduan perawatan lensa kontak dimetylamin (MAPD amidoamine), dan
yang benar berdasarkan anjuran American alexidin dihydrochlorida.
Optometric Association. Oleh karena itu, salah Penelitian sebelumnya menemukan adanya
satu upaya pencegahan keratitis bakterial akibat kontaminasi cairan pembersih lensa kontak
penggunaan lensa kontak adalah menggunakan oleh bakteri patogen. 9% sampel yang diambil
cairan perawatan lensa yang bebas bakteri. dari lensa kontak, 34% sampel dari wadah lensa
Larutan lensa kontak merupakan salah satu kontak dan 11% sampel dari cairan pembersih
penyebab terbawanya mikroorganisme patogen lensa kontak, terkontaminasi oleh
pada mata, yang dapat menyebabkan infeksi mikroorganisme patogen. Serratia sp,
pada mata(Iguban & Nanagas, 2016). Staphyloccous aureus dan Staphylococci
Faktor lain yang meningkatkan risiko coagulase-negative, adalah mikroorganisme
terjadinya komplikasi penggunaan lensa kontak yang paling banyak ditemukan. Bakteri
adalah dari cairan pembersih lensa kontak. (Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus
Cairan pembersih lensa kontak merupakan aureus, dan Escherichia coli) menjadi salah
cairan desinfektan yang pada umumnya satu penyebab yang terhitung hingga dua

19
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

pertiga kasus keratitis mikrobial (Iguban & kontrol negatif, biakan Staphylococcus aureus
Nanagas, 2016). dikultur pada media MSA (Mannitol Salt
Penelitian lainnya yang telah dilakukan Agar), standar Mc farland, cairan pembersih
sebelumnya Pemberian Polimer pada kontak lensa kontak yang akan diuji, alkohol. Media
lensa berupa PLL, AMP, PLL-g-PEG, dan Mueller Hinton Agar (MHA) adalah media
PLLg-PMOXA memberikan hasil yang berbeda terbaik untuk pemeriksaan sensibilitas tes
terhadap pembentukan diameter zona hambat (dengan metode Kirby-Bauer) pada bakteri
pada bakteri Staphyloccoccus sp., Neisseria sp., non-fastidious (baik aerob dan anaerob
Enterobacter sp., Aeromonas sp. Memiliki nilai fakultatif). Banyak data dan pengalaman yang
kekuatan antibakteri berkisar dari lemah sampai telah dikumpulkan tentang sensibilitas tes
sedang(Vitro et al., 2016). menggunakan media ini.
Beda penelitian ini dengan penelitian Bahan yang diujikan adalah empat merk
sebelumnya adalah terletak pada senyawa yang cairan pembersih lensa kontak yang dijual oleh
terkandung dan konsentrasi disinfektan yang agen resmi khusus alat optik Empat merk
terkandung pada cairan kontak lensa yang cairan pembersih lensa kontak yang
diujikan. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengandung antibakterial tersebut di kodekan
mengetahui daya hambat cairan pembersih dengan merk A, B, C, dan D serta
lensa kontak dalam menghambat pertumbuhan menggunakan aquadest sebagai kontrol negatif
bakteri Staphylococcus aureus. dan amoxillin sebagai kontrol positif. Sebagai
kontrol positif, digunakan kertas cakram uji
METODE PENELITIAN antibiotik amoxicillin. Sebagai kontrol negatif,
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif digunakan kertas cakram yang direndam dalam
menggunakan metode eksperimental disc akuades steril selama 15 menit.
diffusion (difusi cakram), untuk melihat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
efektivitas antimikroba cairan pembersih lensa ini disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat gelas
kontak terhadap pertumbuhan bakteri disterilkan dalam oven pada suhu 1700C
Staphylococcus aureus. selama ± 1 jam (sterilisasi kering), media
Penelitian ini dilakukan dengan disterilkan dalam autoclave pada suhu 1210C
menggunakan 4 perlakuan cairan pembersih selama 15 menit (sterilisasi basah) (Toy,
lensa kontak dengan 4 merk (A, B, C, dan D), Lampus, Hutagalung, Sam, & Manado, 2015).
kontrol negatif aquadest, kontrol positif Selanjutnya, sebanyak 9 gram Mueller-
amoxillin, dengan ulangan 6 kali ulangan. Hinton Agar ditimbang dan dimasukan ke
Kontrol positif yang digunakan dalam dalam erlenmeyer lalu ditambahkan dengan
penelitian ini ialah Amoxilin karena amoxilin aquades sampai menjadi 250 ml, serta
merupakan antibiotik. Sedangkan kontrol dipanaskan sambil diaduk sampai semua bahan
negatif yang digunakan dalam penelitian ini larut dengan sempurna, kemudian disterilkan
ialah aquades. Variabel bebas pada penelitian dalam autoclave selama 100 menit dengan suhu
ini adalah empat macam merk (A, B, C, dan D) 121oC. Sedangkan pembuatan stok bakteri ini
cairan pembersih lensa kontak yang dijual oleh dilakukan untuk memperbanyak bakteri,
agen resmi maupun dipasaran. Sedangkan dengan cara mengkultur bakteri Staphylococcus
variabel terikat pada penelitian ini adalah aureus pada media selektif sekaligus diferensial
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus MSA (Mannitol Salt Agar) .Selanjutnya,
diukur dengan diameter zona hambat. bakteri diencerkan dengan mencampurkan satu
Alat yang digunakan dalam penelitian ini ose suspensi bakteri Staphylococcus aureus ke
yaitu : tabung reaksi, mikro pipet, vortex, dalam tabung reaksi yang telah berisi NaCl
bunsen, korek api, jarum ose, spatula besi, steril, distandarisasi dengan konsentrasi 0.5 Mc
cawan petri, penggaris, rak tabung, neraca, Farland agar jumlah bakteri memenuhi syarat
autoclave, baki, aluminium foil, swab kapas, untuk uji efektivitas yaitu 105-108/ml.
erlenmeyer, pengukur waktu, inkubator, Kemudian larutan bakteri dioleskan pada media
cakram uji kosong, cakram amoxillin sebagai Mueller-Hinton Agar. Cakram amoxillin dan
kontrol positif, label, alat tulis, kamera, lidi, cakram uji kosong yang telah direndam di
tisu, kapas dan pinset. Bahan yang digunakan dalam cairan pembersih lensa kontak selama 15
dalam penelitian ini yaitu : media Mueller- – 45 menit lalu diletakan diatas permukaan
Hinton Agar, NaCl, aquades steril sebagai media Mueller-Hinton agar yang telah diolesi
bakteri. Lalu media diinkubasi ke dalam

20
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

inkubator. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 oC maka semakin sedikit pula senyawa aktif yang
selama 24 -48 jam, keesokan hatinya ukur terkandung didalamnya sehingga daya hambat
diameter zona hambat (clear zone) yang pertumbuhanpun semakin kecil (Razak,
terbentuk dengan skala milimeter (mm). Djamal, & Revilla, 2013).
Aktivitas antibakteri dinyatakan positif apabila Cairan pembersih merk A mengandung ;
terbentuk zona hambat berupa zona bening asam borat sebagai zat pendapar, EDTA
disekeliling paper disk (Kaseng, Muhlishah, & sebagai zat penghelat, NaCl sebagai zat
Irawan, 2016). Pengamatan dilakukan dengan pengosmolaritas, poloxamin sebagai surfaktan,
cara mengukur zona bening yang terbentuk HPMC sebagai comfort agen, pH control, dan
menggunakan jangka sorong, sehingga dapat zat pelembut. Cairan pembersih merk B
disebut dengan zona hambat (Province & mengandung ; PHMB 0,0001% sebagai zat
District, 2012). antimikroba, HPMC sebagai comfort agen,
Data yang diperoleh secara deskriptif poloxamer 407 sebagai surfaktan, NaCl sebagai
melalui pencatatan hasil uji efektivitas cairan pengosmolaritas, dan EDTA sebagai penghelat.
pembersih lensa kontak merk A, B, C, dan D, Cairan pembersih merk C mengandung ; asam
kontrol negatif serta kontrol positif amoxilin borat sebagai zat pendapar, EDTA sebagai zat
pada kertas cakram terhadap pertumbuhan penghelat, NaCl sebagai zat pengosmolaritas,
Staphylococcus aureus. Data disajikan secara poloxamin sebagai surfaktan, HPMC sebagai
deskriptif dalam bentuk tabel dan gambar. comfort agen, pH control, dan zat pelembut.
Cairan pembersih merk D mengandung ;
HASIL DAN PEMBAHASAN PHMB 20% sebagai zat antimikroba, asam
borat sebagai zat pendapar, NaCl sebagai zat
Karakteristik Cairan Pembersih Lensa pengosmolaritas, poloxamer 407 sebagai
surfaktan, EDTA sebagai zat penghelat, dan
Kontak
hydroxypropyl methylcellulose.
Penelitian ini menggunakan 4 merk yang
berbeda pada cairan pembersih lensa kontak
yang dikodekan dengan merk A, B, C, dan D, Karakteristik Bakteri Uji
cairan pembersih lensa kontak A, B, C, dan D Pengamatan makroskopis, Uji
diperoleh dari agen jual resmi khusus alat optik. Katalase, dan pengamatan mikroskopis dari
Cairan pembersih lensa kontak bermanfaat bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat
untuk membersihkan lensa kontak dari kotoran pada gambar
dan mikroorganisme sehingga menurunkan
risiko infeksi. Cairan pembersih lensa kontak
menjaga lensa kontak agar tetap lembab
sehingga tidak kering dan nyaman digunakan.
Air kran tidak boleh digunakan membersihkan
lensa kontak karena air tidak steril dapat
mengandung Achantamoeba sp yang dapat
menyebabkan keratitis (Lampung, 2018).
Cairan pembersih lensa kontak
mengandung zat pengosmolaritas, zat A
pengkhelat, pendapar, agen untuk membuat
nyaman dalam pemakaian, surfaktan, dan zat
antibakteri atau desinfektan cairan pembersih
lensa kontak A, B, C, dan D mengandung zat
tersebut di masing – masing komposisinya.
Besarnya daya hambat pertumbuhan
bakteri bergantung pada jumlah senyawa yang
terkandung pada tiap-tiap konsentrasi yang
berbeda. Semakin tinggi konsentrasi maka
semakin besar pula jumlah senyawa aktif yang B
terkandung didalamnya sehingga daya hambat
terhadap pertumbuhan kuman semakin besar.
Sebaliknya dengan penurunan konsentrasi

21
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

antibiotik, termasuk methicillin. Terjadi


peningkatan infeksi mata yang positif terhadap
MRSA dari 29,5% pada tahun 2000, menjadi
41,6% pada tahun 2005. Tetapi saat ini lensa
kontak yang tersedia telah memiliki
kemampuan sebagai desinfektan biosidal
terhadap MRSA.
C MRSA adalah bentuk dari infeksi bakteri
yang tahan terhadap berbagai antibiotik,
termasuk methicillin, amoxicillin, penicillin,
Gambar 1. Karakteristik Bakteri dan oxacillin, sehingga menyulitkan dalam
Staphylococcus aureus, A. makroskopis , B. Uji pengobatannya. Pada awalnya MRSA hanya
katalase, C. Pengamatan Mikroskopis resisten terhadap antimikroba bercincin β-
laktam, namun dalam perkembangannya
Bakteri uji yang digunakan pada penelitian muncul kekebalan juga terhadap golongan
ini adalah Methilin resistan Staphylococcus quinolone, aminoglikosida, tetracycline, bahkan
aureus yang terdapat di UPT Laboratorium vancomycin. MRSA mengalami resistensi
Teknologi Laboratorium Medik STIKes karena adanya perubahan genetik yang
Perintis Padang. Pemeriksaan makroskopis dan disebabkan paparan terapi antibiotik yang tidak
mikroskopis bakteri uji pada penelitian ini rasional. MRSA yang sesungguhnya (true
bertujuan untuk memastikan kebenaran dari MRSA) dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
bakteri uji, dalam hal ini bakteri yang Polymerase Chain Reaction (PCR) atau kultur
digunakan adalah Staphylococcus aureus. dengan CHROM agar MRSA.
Makroskopis dari bakteri Staphylococcus
aureus ini yaitu terbentuknya pigmen kuning Uji Daya Hambat Cairan Pembersih
ketika bakteri dikultur pada media diferensial Lensa Kontak
MSA (Mannitol Salt Agar), warna koloni Pada uji daya hambat cairan pembersih
kuning berbentuk bulat menonjol dan lensa kontak dengan 4 merk yang berbeda (A,
mengkilap, serta pada uji katalase bakteri uji B, C, dan D) dalam menghambat pertumbuhan
menghasilkan gelembung oksigen yang Staphylococcus aureus dilakukan 6 kali
menandakan bakteri berkatalase positif. pengulangan dan penetapan potensi dilakukan
Mikroskopis dari bakteri Staphylococcus dengan adanya kontrol positif dan kontrol
aureus ini yaitu berbentuk kokus gram positif, negatif.
serta bergerombol. Dari hasil uji dapat diketahui bahwa
Penelitian sebelumya dengan penggunaan cairan pembersih lensa kontak tidak memiliki
Larutan multiguna kontak lensa yang beredar di daya hambat dalam menghambat pertumbuhan
pasaran efektif terhadap bakteri isolat klinis Staphylococcus aureus. Hal ini dapat dilihat
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus dari tidak adanya diameter zona hambat yang
aureus dengan waktu kontak yang efektif terbentuk dalam 6 kali pengulangan pada merk
terhadap kedua bakteri tersebut adalah 6 jam A, B, C, maupun D pada media Mueller-Hinton
(Costeros & Perspectiva, 2006). Agar
Staphylococcus aureus berbentuk sferis ,
berdiameter 0.8-1 mikron dan tidak motil.
Staphylococcus aureus tidak menghasilkan
spora, berbentuk kokus gram positif
bergerombol, katalase positif, memiliki pigmen
kuning emas, mempoduksi eksotoksin
(enterotoksin), Penghuni mukosa hidung, dan
oral. Bakteri ini merupakan bakteri patogen
utama pada manusia yang menyebabkan
berbagai penyakit secara luas (Novaryatiin,
Pratomo, & Yunari, 2018).
Methilin resistan Staphylococcus aureus Gambar 2. Uji daya hambat cairan pembersih
(MRSA) merupakan beberapa strain dari kontak lensa terhadap Staphylococcus aureus
bakteri aureus yang resisten terhadap berbagai dengan metode difusi cakram.

22
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Berdasarkan hasil pengamatan dari tes secara signifikan, yang artinya cairan
dengan metode difusi cakram dapat pembersih kontak lensa tidak dapat
diperhatikan tidak terbentuknya zona bening menghambat pertumbuhan bakteri
disekitar kertas cakram. Diduga zona bening Staphylococcus aureus. Suatu bahan dikatakan
yang terbentuk hanya ≤ 6 mm dimana ukuran mempunyai aktivitas antibakteri apabila
kertas cakram yang digunakan adalah 6 mm. diameter hambatan yang terbentuk lebih besar
Dari uji daya hambat ini tidak ada perbedaan atau sama dengan 6 mm.

Tabel 1. Hasil perhitungan diameter zona hambat (clear zone) yang terbentuk dengan skala
milimeter (mm).

Cairan Konsentrasi Diameter Zona Hambat Pada


Kont Kontr
Bakteri Uji Pembersih Desinfektan Pengulangan (mm)
rol Positif
ol Negatif
Lensa Kontak (%) 1 2 3 4 5 6
A 0 ≤6 ≤6 ≤6 ≤6 ≤6 ≤6
Staphylococ B 0,0001 ≤6 ≤6 ≤6 ≤6 ≤6 ≤6
13mm 6mm
cus aureus C 0 ≤6 ≤6 ≤6 ≤6 ≤6 ≤6
D 20 ≤6 ≤6 ≤6 ≤6 ≤6 ≤6
Ket: Diameter zona hambat sama dengan diameter cakram = 6mm
Jika dikaitkan dengan ketentuan kriteria zat pelembut. Cairan pembersih merk B
aktivitas daya hambat, zona hambat yang mengandung ; PHMB 0,0001% sebagai zat
terbentuk ≥ 20 mm dianggap memiliki aktivitas antimikroba, HPMC sebagai comfort agen,
daya hambat sangat kuat,10-20 mm dinyatakan poloxamer 407 sebagai surfaktan, NaCl sebagai
memiliki aktivitas daya hambat kuat, 5-10 mm pengosmolaritas, dan EDTA sebagai penghelat.
dinyatakan memiliki aktivitas daya hambat Cairan pembersih merk C mengandung ; asam
sedang dan ≤ 5 mm dinyatakan memiliki borat sebagai zat pendapar, EDTA sebagai zat
aktivitas daya hambat lemah (Involvement, penghelat, NaCl sebagai zat pengosmolaritas,
2016). poloxamin sebagai surfaktan, HPMC sebagai
Kontaminasi bakteri pada permukaan comfort agen, pH control, dan zat pelembut.
kontak lensa atau alat-alat biomedis lainnya Cairan pembersih merk D mengandung ;
biasanya dimulai dengan adanya penempelan PHMB 20% sebagai zat antimikroba, asam
awal beberapa bakteri ke permukaan diikuti borat sebagai zat pendapar, NaCl sebagai zat
dengan proses implantasi (penanaman), tetapi pengosmolaritas, poloxamer 407 sebagai
kemudian, berkembang ke bentuk biofilm pada surfaktan, EDTA sebagai zat penghelat, dan
permukaan lensa kontak. Biofilm inilah yang hydroxypropyl methylcellulose.
menunjukkan adanya resistensi terhadap Dari kandungan masing – masing merk
antibiotik pada larutan pencuci dan sistem cairan pembersih lensa kontak yang digunakan
imunitas(Vitro et al., 2016). pada penelitian ini, cairan pembersih A dan C
Cairan pembersih lensa kontak tidak mengandung zat antimikroba pada
menggunakan polimer sebagai desinfektan, komposisinya, sedangkan cairan pembersih B
namun fungsi cairan pembersih lensa kontak menggunakan PHMB 0,0001% sebagai zat
lainnya yang lebih diutamakan adalah sebagai antimikroba serta cairan pembersih D
media penyimpanan steril selama lensa kontak menggunakan PHMB 20% sebagai zat
tidak digunakan. Agar lensa kontak yang antimikroba pada komposisinya.
direndam dalam cairan ini dapat langsung Dengan demikian pasien yang
digunakan pada mata, maka agen polimer yang menggunakan kontak lensa haruslah
digunakan dibuat sedemikian rupa sehingga berhati0hati dalam pemilihan cairan pembersih
tidak mengiritasi mata dengan mengurangi kontak lensa. Penggunaan lensa kontak
kadar desinfektannya(Razak et al., 2013) semakin meningkat karena mudah digunakan,
Cairan pembersih merk A mengandung ; nyaman untuk beraktivitas, memberikan lapang
asam borat sebagai zat pendapar, EDTA pandang lebih luas, dan lebih baik secara
sebagai zat penghelat, NaCl sebagai zat estetik. Meskipun demikian, penggunaan lensa
pengosmolaritas, poloxamin sebagai surfaktan, kontak memberikan komplikasi yang dapat
HPMC sebagai comfort agen, pH control, dan mengakibatkan buta. Komplikasi tersebut dapat

23
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

dicegah dengan mengetahui cara perawatan Volume 17, Nomor 1, April 2016, Hlm. 1-
lensa kontak yang benar. Perawatan lensa 6 (A), 17(1), 1–6.
kontak dimulai dengan memilih cairan Lampung, B. (2018). Bandar lampung 2018.
perendam, cara memasang dan melepas, cara 2018.
menyimpan, serta cara merawat kotak Novaryatiin, S., Pratomo, G. S., & Yunari, C.
penyimpan lensa kontak dengan tepat. (2018). Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol
Kebersihan tangan merupakan hal utama yang Daun Jerangau Hijau terhadap
harus diperhatikan saat memasang dan Staphylococcus aureus. Borneo Journal of
melepaskan lensa kontak. Oleh sebab itu, Pharmacy, 1(1), 11–15.
pasien harus mencuci kedua tangannya dengan https://doi.org/10.33084/bjop.v1i1.236
bersih menggunakan sabun antiseptik Pietersz, E. L., Sumual, V., & Rares, L. (2016).
(Sitompul, 2015). Penggunaan lensa kontak dan
pengaruhnya terhadap dry eyes pada
KESIMPULAN mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas
Cairan pembersih lensa kontak yang Sam Ratulangi. E-CliniC, 4(1).
dikodekan dengan A, B, C, dan D tidak https://doi.org/10.35790/ecl.4.1.2016.122
memiliki daya hambat dalam menghambat 89
pertumbuhan bakteri m Staphylococcus Province, J., & District, H. (2012). daya
aureus. Tidak adanya perbandingan daya hambat dekok kulit apel manalagi (malus
hambat pada cairan pembersih lensa kontak sylvestrs mill.) terhadap pertumbuhan
dalam menghambat pertumbuhan staphylococcus aureus dan pseudomonas
Staphylococcus aureus. sp. penyebab mastitis pada sapi PERAH
(1. 8013(2), 104–109.
REFERENSI Razak, A., Djamal, A., & Revilla, G. (2013).
Costeros, E., & Perspectiva, U. N. A. (2006). 1 Artikel Penelitian Uji Daya Hambat Air
, 1 , 2 ,. 6(2003), 2006. Perasan Buah Jeruk Nipis ( Citrus
Hildebrandt, C., Wagner, D., Kohlmann, T., & aurantifolia s .) Terhadap Pertumbuhan
Kramer, A. (2012). In-vitro analysis of the Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In
microbicidal activity of 6 contact lens Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(1), 5–
care solutions. BMC Infectious Diseases, 8. Retrieved from
12. https://doi.org/10.1186/1471-2334-12- http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_2n
241 o_1/05-08.pdf
Idayati, R., & Mutia, F. (2016). gambaran Saputri, F. (2014). Kajian Penggunaan
penggunaan lensa kontak ( soft lens ) Pengkelat untuk Menurunkan Kandungan
pada mahasiswa universitas syiah kuala Besi dalam Minyak Daun Cengkeh.
ditinjau dari jenis lensa. 129–134. Online Jurnal of Natural Science, 3(2),
Iguban, E. B., & Nanagas, J. P. R. (2016). The 57–61.
In Vitro Anti-Microbial Activity of Sitompul, R. (2015). Perawatan Lensa Kontak
Multipurpose Contact Lens Solutions untuk Mencegah Komplikasi Ratna
against Standard Strains of Common Sitompul. EJournal Kedokteran
Ocular Pathogens: The Effect of Duration Indonesia, 3(1), 1–9.
from First Use. Journal of Clinical & https://doi.org/10.23886/ejki.3.4811.
Experimental Ophthalmology, 7(3). Toy, T. S. S., Lampus, B. S., Hutagalung, B. S.
https://doi.org/10.4172/2155- P., Sam, U., & Manado, R. (2015).
9570.1000560 terhadap pertumbuhan bakteri
Involvement, G. (2016). # Staphylococcus staphylococcus aureus Program Studi
aureus DAN Escherichia coli. 3(1), 5–11. Pendidikan Dokter Gigi Fakultas
Kaseng, E. S., Muhlishah, N., & Irawan, S. Kedokteran
(2016). Staphylococcus aureus Dan Vitro, I. N., Activity, A., Various, O. F.,
Escherichia coli Ekstrak Etanol Daun Polymers, A., To, O. N., Bacteria, I., …
Mangrove Rhizophora mucronata Dan Surface, C. (2016). Aktivitas Antibakteri
Efek Antidiabetiknya Pada Mencit Yang Berbagai Polimer Antimikroba. 5(7), 58–
Diinduksi Aloksan. Jurnal Bionature, 62.

24
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Analisa Logam Berat Merkuri (HG) Pada Kuku Dan Kadar Hemoglobin (HB)
Penambang Emas Di Nagari Abai Siat Kecamatan Sangir Solok Selatan

Betti Rosita , Bella Suharika


STIKes Perintis Padang
Email: bettirosita@yahoo.co.id

ABSTRAK

Merkuri dapat menimbulkan masalah serius bagi kesehatan manusia, seperti bioakumulasi
merkuri dalam otak dan ginjal yang pada akhirnya mengarah pada penyakit neurologis. Selama
didalam tubuh merkuri (Hg) akan terikat dengan protein, metalotionin-sister dan hemoglobin.
Hemoglobin (Hb) adalah pigmen yang mengandung zat besi yang terdapat dalam sel darah merah
yang fungsi utamanya yaitu dalam pengangkutan oksigen dari paru-paru ke semua sel jaringan tubuh.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan kadar logam berat merkuri (Hg) pada kuku
dengan kadar hemoglobin (Hb) pada penambang emas. Jenis penelitian ini adalah deskriptif
eksperimental dengan menggunakan metode AAS (Atomic Absorbtion Spectrofotometer). Manfaat
penelitian ini untuk memberikan pengetahuan bahaya logam berat terhadap kesehatan dan
pengaruhnya terhadap kadar hemoglobin darah. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa
tidak ada hubungan logam berat merkuri (Hg) pada kuku dan kadar hemoglobin (Hb) dengan p value
0,642 > 0,05 dan pearson correlation -0,111 yang artinya tidak ada hubungan. Dari 20 sampel yang
diteliti bahwa kadar merkuri (Hg) pada penambang emas normal sebanyak 10 sampel (50%) dan
rendah sebanyak 10 sampel (50%). dan kadar hemoglobin (Hb) normal sebanyak 14 sampel (70%)
sedangkan yang tidak normal sebanyak 6 sampel (30%).
Kata Kunci : Merkuri(Hg), Hemoglobin (Hb), Penambang Emas

ABSTRACT

Mercury can cause serious problems for human health, such as the bioaccumulation of mercury
in the brain and kidneys which ultimately leads to neurological diseases. As long as in the body
mercury (Hg) will be bound to proteins, metallic-sister and hemoglobin. Hemoglobin (Hb) is a
pigment containing iron contained in red blood cells whose main function is in transporting oxygen
from the lungs to all body tissue cells. This study aims to analyze the relationship of heavy metal
levels of mercury (Hg) in nails with hemoglobin (Hb) levels in gold miners. This type of research is
descriptive experimental using the AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) method. The benefits
of this study are to provide knowledge of the dangers of heavy metals on health and their effects on
blood hemoglobin levels. From the results of research that has been done that there is no relationship
between heavy metal mercury (Hg) on the nails and hemoglobin (Hb) levels with p value 0.642> 0.05
and Pearson correlation -0.111 which means there is no relationship. Of the 20 samples containing
mercury (Hg) in normal gold miners as many as 10 samples (50%) and low as many as 10 samples
(50%). and normal hemoglobin (Hb) levels were 14 samples (70%) while the abnormal ones were 6
samples (30%).

Keywords: Mercury (Hg), Hemoglobin (Hb), Gold Miners

PENDAHULUAN tersebut, inhalasi dari raksa uap yaitu yang


Logam berat seperti arsenik, timbal, dan paling berbahaya. Jangka pendek terpapar raksa
merkuri sangat berbahaya bagi kesehatan uap dapat menyebabkan lemah, panas dingin,
manusia dan kehidupan di lingkungan. Secara mual, muntah, diare, dan gejala lain pada
alamiah pencemaran merkuri berasal dari waktu beberapa jam. Maupun jangka panjang
kegiatan gunung berapi atau rembesan tanah jika tepapar uap raksa menyebabkan insomnia,
yang melewati deposit merkuri. Kontaminasi keluar air liur berlebihan, iritasi mata, reaksi
dapat melalui inhalasi, proses menelan atau alergi dari kulit rashes, nyeri dan sakit kepala
penyerapan melalui kulit. Dari tiga proses (Widowati et al, 2008).

25
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Merkuri merupakan unsur logam yang mengetahui kadar logam berat merkuri (Hg)
sangat berbahaya dan beracun. Merkuri dapat pada kuku dan kadar hemoglobin pada
menimbulkan masalah serius bagi kesehatan penambang emas. Dengan mengambil sampel
manusia, seperti bioakumulasi merkuri dalam kuku penambang emas selanjutnya didestruksi
otak dan ginjal yang pada akhirnya mengarah basah dengan menggunakan metoda AAS
pada penyakit neurologis serta dapat (Atomic Absorbtion Spectrofotometer). Untuk
menyebabkan kematian (Selid et al, 2009). pemeriksaan Hemoglobin (Hb) menggunakan
Proses ekstraksi emas dikenal sebagai metoda sianmethemoglobin, menggunakan alat
teknologi penggabungan sederhana yang Hematology Analyzer, sampel darah yang
berpotensi sangat berbahaya bagi lingkungan diambil adalah darah vena. Populasi yang
dan mencemari udara, tanah, sungai dan danau diambil pada penelitian ini adalah penambang
dengan logam berat merkuri tersebut. Dalam emas di Nagari Abai Siat Solok Selatan
kegiatan pertambangan emas rakyat (artisanal sedangkan Sampel yang digunakan sejumlah 20
mining), salah satu proses untuk mendapatkan orang dengan teknik sampel adalah simple
emas adalah proses amalgamasi, di mana random sampling. Pengolahan data dilakukan
proses amalgamasi adalah proses percampuran dengan menggunakan rumus Uji Korelasi. Alat-
antara emas dan merkuri (Hg). Teknik alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
amalgamasi dilakukan dengan cara mencampur Spektrofotometer, peralatan sampling, tabung
batuan yang mengandung logam emas dan vakum, rak tabung, yellow tip, blue tip, AAS,
merkuri dengan menggunakan tromol (Sualang, Labu destruksi, Labu ukur, Cawan porselin,
2001). Pipet takar, Pipet tetes, Beaker Glass, Corong,
Darah sebagai komponen penting dalam Kertas Saring, Kompor destruksi. Bahan yang
tubuh yang terdiri dari hemoglobin, trombosit, digunakan pada penelitian ini adalah Sampel
eritrosit dan leukosit akan berpengaruh jika kuku, Sampel Darah, EDTA, Reagen Drabkin,
tubuh terpapar oleh zat pencemar. Selama di Larutan HNO3pekat, H2SO4, H2O2 dan
dalam tubuh merkuri akan terikat dengan Aquadest bebas Hg (Aquabidest)
protein dan hemoglobin oleh karena itu Analisis kadar merkuri dari Sampel kuku
keracunan merkuri dapat mengganggu fungsi yang telah didestruksi kemudian dianalisis
organ tubuh dimana protein berperan yang kadar merkuri satu persatu menggunakan
dapat mengganggu fungsi ginjal maupun metode SSA, akan terbaca konsentrasi dan
system saraf. absorban masing-masing sampel. Logam Hg
Hemoglobin (Hb) adalah pigmen yang dengan panjang gelombang 253,7 nm. Untuk
mengandung zat besi yang terdapat dalam sel Pengambilan Sampel Darah Vena: bagian yang
darah merah yang fungsi utamanya yaitu dalam akan ditusuk dibersihkan dengan alkohol 70%
pengangkutan oksigen dari paru-paru ke semua lalu biarkan sampai kering, kemudian
sel jaringan tubuh (Pearce, 2009). Kandungan tourniquet dipasang pada lengan atas untuk
merkuri pada kuku merupakan salah satu mengambil darah vena dalam fossa cubiti,
indikator yang digunakan untuk mengetahui orang yang akan diambil darahnya diminta
seberapa besar kadar merkuri di dalam kuku. untuk mengepal dan membuka tangannya
Karena kuku terpapar langsung oleh merkuri berkali-kali agar vena dapat teraba jelas, kulit
pada saat pengolahan emas dalam proses ditusuk dengan jarum dan semprit dengan
amalgamasi. tangan kanan sampai ujung jarum masuk ke
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dalam lumen vena, perlahan-lahantarik
kadar logam berat merkuri (Hg) pada kuku dan penghisap semprit dengan jumlah darah yang
kadar hemoglobin pada penambang emas. dikehendaki, lepaskan ikatan tourniquet,
Manfaat penelitian ini untuk memberikan letakkan kapas alkohol diatas jarum dan
pengetahuan bahaya logam berat terhadap cabutlah jarum dan semprit, bekas tusukan
kesehatan dan pengaruhnya terhadap kadar ditekan selama beberapa menit dengan kapas
hemoglobin darah. kering, jarum spuit dilepaskan dan darah
dimasukkan dalam tabung yang berisi
METODE PENELITIAN antikoagulan EDTA dan dicampurkan sampai
Penelitian ini dilaksanakan di Balai homogen (Gandasoebrata, 2007).
Laboratorium Kesehatan Padang Jenis Sedangkan Pemeriksaan Kadar
penelitian ini adalah penelitian eksperimental Hemoglobin (Hb) Sebelum melakukan tes,
dengan desain penelitian deskriptif untuk pastikan bahwa Hematology Analyzer untuk

26
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

running test, Gunakan sarung tangan yang tidak Tabel 3 Distribusi Frekuensi Karakteristik
bertepung. Siapkan tabung sampel darah + Penambang Emas Berdasarkan Masa Kerja
EDTA. Ambil tabung sampel dan homogenkan (Tahun)
dengan secara perlahan. Hindari terbentuknya
gelembung udara. Buka tutup sampel dan
letakkan dibawah tempat penghisap sampel. Masa Kerja
No f %
Pastikan ujung selang pengisap menyentuh (thn)
dasar botol darah agar tidak menghisap
gelembung udara. Tekan start untuk memulai 1 7 – 10 14 70
proses. Tarik botol darah sampel setelah darah 2 11 – 14 6 30
di hisap.Setelah hasil tampil pada layar, tekan
Total 20 100
tombol untuk menyimpan hasil. Kemudian
tekan tombol print untuk mencetak hasil.
Berdasarkan tabel 3 didapatkan bahwa dari
20 sampel, 14 orang bekerja selama 7 – 10
HASIL DAN PEMBAHASAN
tahun dengan persentase 70% sedangkan 6
Hasil penelitian berdasarkan karakteristik
orang bekerja selama 11 – 14 tahun dengan
jenis kelamin responden dapat dilihat pada
persentase 30% . Untuk karakteristik responden
tabel 1.
berdasarkan jam kerja/har dapat dilihat pada
tabel 4
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik
.
Penambang Emas Berdasarkan Jenis
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Karakteristik
Kelamin
Penambang Emas Berdasarkan Jam Kerja/
Hari
Jenis
No f %
Kelamin Jam Kerja/
No f %
1 Laki-Laki 14 70 Hari
2 Perempuan 6 30 1 5 - 7 jam 10 50
Total 20 100 2 8 - 10 jam 10 50
Total 20 100
Berdasarkan tabel 1 didapatkan bahwa dari 20
sampel, sebagian berjenis kelamin laki-laki Berdasarkan tabel 4 yang diteliti diketahui
dengan jumlah 14 orang (70%) dan perempuan dengan jam kerja/ hari dari 20 sampel sama
berjumlah 6 orang (30%). Karakteristik umur banyak dengan persentase 50% . Sedangkan
dari penambang emas dapat dilihat pada tabel kadar merkuri (Hg) pada kuku penambang
2. emas dapat dilihat pada tabel 5
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Tabel 5 Distribusi Kadar Merkuri (Hg) pada
Penambang Emas Berdasarkan Umur Kuku Penambang Emas

Kadar Merkuri (mg/l) f %


No Umur f %
Normal (1-2 mg/l) 10 50
1 30 – 35 8 40 Rendah (≤ 1 mg/l) 10 50
Total 20 100
2 36 – 41 5 25
3 42 - 47 7 35 Berdasarkan tabel 5 didapatkan dari 20
Total 20 100 sampel yang diteliti bahwa Kadar Merkuri (Hg)
pada kuku penambang emas normal sebanyak
Berdasarkan tabel 2 dari 20 sampel yang 10 sampel dengan persentase 50% sedangkan
diteliti diketahui bahwa kategori umur 30 – 35 yang rendah sebanyak 10 sampel dengan
tahun paling banyak bekerja di tambang emas persentase 50%
tersebut. Sedangkan berdasarkan masa kerja Menurut WHO dan UNEP (2008)
penambang emas dapat dilihat pada tabel 3 kadarmerkuridalamdarah rata-rata berkisar
antara 5-10 mg/l. Untuk rambut dan kuku

27
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

berkisar antara 1-2 ppm. Merkuri digunakan destruksinya yaitu dengan cara sampel dan
untuk mengikat emas dan perak dengan cara campuran larutan HNO3 dan H2SO4
amalgamasi. Analisis logam ini menggunakan dimasukkan kedalam wadah tertutup.
metode destruksi basah dengan instrumentasi Kemudian dipanaskan pada suhu rendah atau
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS). sekitar 80oC sampai uap coklatnya menghilang.
Metode destruksi basah adalah perombakan Setelah itu ditambahkan larutan H2O2 tetes per
sampel dengan asam–asam kuat baik tunggal tetes sampai larutan bening atau tidak
maupun campuran, kemudian dioksidasi berwarna. Kemudian diuji kadarnya dengan
dengan menggunakan zatoksidator menggunakan alat Spektrofotometer Serapan
(Susila,2012). Atom (AAS) (Dewi, 2012). Selanjutnya untuk
Larutan pendestruksi yang digunakan kadar Hemoglobin (Hb) pada penambang emas
adalah HNO3, H2SO4 dan H2O2. Proses dapat dilihat pada tabel 6

Tabel 6 Distribusi Kadar Hemoglobin (Hb) pada Penambang Emas

Kadar Merkuri (ug/l) f %


Normal (lk 13 – 18, pr 12 – 16) 14 70
Tidak Normal (lk > 13 – 18, pr > 12 – 18) 6 30
Total 20 100

Berdasarkan tabel 6 didapatkan dari 20 terutama disintesis dari asam asetat dan glisin.
sampel yang diteliti bahwa Kadar Hemoglobin Sebagian besar sintesis adalah pembentukan
(Hb) normal sebanyak 14 sampel dengan senyawa pirol selanjutnya 4 senyawa pirol
persentase 70% sedangkan yang tidak normal bersatu membentuk senyawa protoporfirin yang
sebanyak 6 sampel dengan persentase 30%. kemudian berikatan dengan besi membentuk
Metoda pengambilan darah untuk molekul hem, keempat molekul hem berikatan
pemeriksaan kadar hemoglobin yaitu dengan satu molekul globin. Satu globin yang
menggunakan darah vena dengan alat disintesis dalam ribosom retikulom endoplasma
hematology analyzer metoda membentuk hemoglobin. (Azhar, 2009). Untuk
sianmethemoglobin. Mekanisme pembentukan melihat hubungan kandungan logam berat
hemoglobin dimulai dalam eritroblast dan terus merkuri yang ada pada kuku dengan kadar
berlangsung sampai tingkat normoblast dan hemoglobin ( Hb) pada penambang emas dapat
retikulosit. Bagian heme dari hemoglobin dilihat pada tabel 7 berikut:

Tabel 7 Distribusi Hubungan Logam Berat Merkuri (Hg) pada Kuku dan Kadar Hemoglobin
(Hb) pada Penambang Emas

Parameter Mean ± SD p Value Pearson Correlation (r)


Merkuri pada kuku 0.69±0.322653 0,642 -0,111
Hemoglobin 16,46±0,34

Berdasarkan hasil penelitian yang telah persentase 70% sedangkan yang tidak normal
dilakukan pada tabel 7 diatas dengan sebanyak 6 sampel dengan persentase
menggunakan uji korelasi bahwa tidak ada 30%.Tidak ada hubungan jenis pekerjaan, masa
hubungan logam berat Merkuri (Hg) pada kuku kerja dan kadar merkuri (Hg) pada kuku pada
dan Kadar Hemoglobin (Hb) dengan P value penambang emas di Nagari Abai Kecamatan
0,642> 0,05 dan pearson correlation -0,111 Sangir Solok Selatan
yang artinya tidak ada hubungan. Didapatkan Menurut Nilton, dkk (2007) menunjukkan
dari 20 sampel yang diteliti bahwa kadar tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai
merkuri (Hg) pada penambang emas normal rata-rata hematologi (eritrosit, Hb, hematokrit,
sebanyak 10 sampel dengan persentase 50% MCV, MCH) pada konsentrasi Merkuri (Hg)
sedangkan yang rendah sebanyak 10 sampel dengan P Value > 0,05 yaitu dengan nilai
dengan persentase 50%. Kadar Hemoglobin P=0,24. Menyebabkan jaringan erythropoietic
(Hb) normal sebanyak 14 sampel dengan dirangsang dalam penurunan sel darah merah

28
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

disebabkan adanya hemolisis sebagai akibat Hemoglobin (Hb) pada penambang emas di
paparan untuk merkuri (Hg) yang merangsang Nagari Abai Kecamatan Sangir Solok Selatan.
peningkatan sel darah merah, Hb dan MCH
sebagai mekanisme untuk meningkatkan REFERENSI
transfer ke oksigen. Alfian, Z. (2006). Merkuri: Antara manfaat dan
Kontak yang terjadi antara Merkuri (Hg) efek penggunaannya bagi kesehatan
dengan individu dapat melalui inhalasi kulit manusia dan lingkungan.
atau saluran cerna (tertelan) yang kemudian Arsyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran.
diabsorbsi (diserap) dan didistribusikan oleh Jakarta : PT Raja Grasindo Persada.
darah keseluruh tubuh yang nantinya akan Dewi, Diana Candra. 2012. Determinasi Kadar
mengalami proses ekskresi melalui beberapa Logam Timbal (Pb) Dalam Makanan
rute yaitu melewati urin, air liur, feses, kuku Kaleng Menggunakan Destruksi Basah
dan rambut (W.Hartono, 2003). dan Destruksi Kering. Malang: UIN
Toksisitas akibat masuknya uap merkuri (Hg) Maliki Malang. Alchemy: Vol. 2, no 1
melalui saluran pernapasan (inhalasi) bisa Gandasoebrata, R. 2007. Penuntun
menyerang sistem saraf pusat sedangkan Laboratorium Klinik. Jakarta. Dian
toksisitas kronik yang ditimbulkannya dapat Rakyat.
menyerang ginjal. Efek toksik yang paling Guyton, AC. Hall, JE. 2007 Buku Ajar
berarti pada paparan merkuri (Hg) adalah Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
kerusakan sumsum tulang yang terjadi secara Hadi, M. C. (2013). Bahaya merkuri di
laten dan sering irreversible karena kerentanan lingkungan kita. Skala Husada, 10(2),
individual hematologis sangat bervariasi. 175-183.
Perubahan-perubahan yang bisa terjadi adalah Halida, L. S. (2002). Toksisitas Merkuri dan
trombositopenia, leukopenia, anemia, atau Penanganannya. USU digitalized Library.
gabungan dari ketiganya (pansitopenia) Hartono, wahyu. 2003. Faktor-faktor yang
(NIOSH, 2005) Berhubungan dengan Kadar Merkuri
dalam Rambut pada pekerja Laboratorium
di Balai Laboratorium Kesehatan Bandar
Lampung tahun 2003. Depok : tesis FKM
UI
Kristianingrum, S. (2012, June). Kajian
berbagai proses destruksi sampel dan
efeknya. In Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan
MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri
Yogyakarta (pp. 195-202).
National Institute for Occupational Health and
Safety (NIOSH). NIOSH Pocket Guide to
Chemical Hazards. Dapartement of Health
and Human Services. Centers for Disease
Control and Prevention, National Institute
Grafik diatas memperlihatkan kategori tidak for Occupational Health and Safety.
adanya hubungan antara Kadar Logam Berat Cincinnati, USA, September 2005.
Merkuri (Hg) pada Kuku dan Kadar Nilton Massuo Ishikawa, Maria Jose Tavares
Hemoglobin (Hb) pada Penambang Emas. Ranzani Paiva, Julio Vicente Lombardi,
Claudia Maris Ferreira. Hematological
KESIMPULAN Parameters in Nile Tilapia, Oreochromis
Kadar Merkuri (Hg) pada kuku penambang Niloticus Exposed to Sub-Letal
emas dengan kadar tertinggi 1 mg/l sedangkan Concebtrations of Mercury. Brazilian
kadar yang terendah 0,3 mg/l . Kadar Archives of Biology and Technology.
Hemoglobin (Hb) dengan kadar tertinggi 17,3 2007.
g/dL sedangkan kadar yang terendah yaitu 16,1 Rianto, S. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang
g/dL. Tidak ada hubungan antara Logam Berat Berhubungan Dengan Keracunan Merkuri
Merkuri (Hg) pada kuku dan kadar Pada Penambang Emas Tradisional di
Desa Jendi Kecamatan Selogiri

29
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Kabupaten Wonogiri (Doctoral .Hardcover: 992 pages, Publisher: Brooks


dissertation, UNIVERSITAS Cole.
DIPONEGORO). UNEP (United Nations Environment
Selid, Paul D., Hanying Xu, Michael Collins, Programme) and WHO (World Health
Marla Striped and Julia Z. 2009. Sensing Organization). 2008. Guidance For
Mercury for Biomedical and Identifying Populations at Risk From
Environmental Monitoring. Journal of Mercury Exposure. UNEP DTIE
Chemistry. 9(7):5446-5459. Chemicals Branch Geneva, Switzerland.
Skoog. D. A., Donald M. West, F. James Widowati, dkk. 2008 efek toksik logam.
Holler, Stanley R. Crouch, 2000. Yogyakarta : Penerbit Andi
Fundamentals of Analytical Chemistry

30
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Pengaruh Pemberian Pisang Ambon (Musa Paradisiaca S) Terhadap Tekanan Darah


Pra Lansia Hipertensi Di Wilayah Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun 2019

Nurhamidah, Wilda Laila, Atika Putri Khairani


STIKes Perintis Padang
Email : nurhamidah_29@yahoo.com

ABSTRAK

Hipertesi adalah penyakit nomor satu di Indonesia,yakni mencapai 25,8% dan sebagian besar
kasus hipertensi di masyarakat belum terdeteksi. Salah satu terapi non-farmakologi untuk mengatasi
tekanan darah tinggi yaitu pisang ambon yang mangadung tinggi kalium. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh buah pisang ambon terhadap perubahan tekanan darah pada penderita
hipertensi dan perbandingannya dengan kelompok kontrol positif diwilayah kerja Puskesmas Lubuk
Buaya Padang Tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, jenis penelitian ini one
grup pretets-post tets. Pendekatan sampel pada 20 responden hipertensi yang dipakai adalah metode
purposive sampling. Dibagi dua kelompok, kelompok perlakuan yang diberikan buah pisang ambon
sebanyak 300 gr sehari, diukur sebelum dan sesudah perlakuan dan kelompok kontrol , eksperimen
dilakukan selama 7 hari. Hasil uji t kelompok perlakuan sistolik sebelum dan sesudah menunjukan p
value 0,000 dan diastolik p value 0,004. Hal ini menunjukan secara signifikan pengaruh pisang
ambon terhadap tekanan darah. Pada kelompok kontrol juga mengalami perubahan tetapi tidak
signifikan dengan perbedaan 0,5% dari nilai p <0,05. Pisang ambon dapat menurunkan hiperteni
karena mengandung kalium tinggi yang bekerja mirip obat antihipertensi di dalam tubuh manusia.
Disarankan kepada pihak puskesmas untuk memberikan penyuluhan kesehatan mengenai pengobatan
non-famakologi mengenai pisang ambon dan pengaruhnya terhadap penurunan tekanan darah pada
pra lansia hipertensi.

Kata Kunci : Hipertensi, Tekanan Darah, Pisang Ambon

ABSTRACT

Hypertension is the number one disease in Indonesia, reaching 25.8% and most cases of
hypertension in the community have not been detected. One of the non-pharmacological therapies to
treat high blood pressure is Ambon banana which is high in potassium. The purpose of this study was
to determine the effect of Ambon banana on changes in blood pressure in patients with hypertension
and its comparison with the positive control group in the work area of Lubuk Buaya Padang Health
Center in 2019.This research is an experimental research, this type of research is one group pretets-
post tets. The sample approach on 20 hypertensive respondents used was the purposive sampling
method. Divided into two groups, the treatment group that was given Ambon banana was 300 gr a
day, measured before and after treatment and the control group, the experiment was carried out for 7
days. The t-test results of the systolic treatment group before and after showing p value 0,000 and
diastolic p value 0,004. This shows significantly the effect of Ambon banana on blood pressure. In the
control group also experienced changes but not significant with a difference of 0.5% from the value of
p <0.05. Banana Ambon can reduce hypertension because it contains high potassium which works
similar to antihypertensive drugs in the human body.It is recommended to the health center to provide
health counseling regarding nonphamacological treatment regarding ambon banana and its effect on
the reduction of blood pressure in pre elderly hypertension.

Keywords: Hypertension, Blood Pressure, Banana Ambon

PENDAHULUAN darah yang terkandung di dalam pembuluh dan


Tekanan darah adalah gaya yang compliance, atau daya regang (distensibility)
ditimbulkan oleh darah terhadap dinding dinding pebuluh yang bersangkutan. Apabil
pembuluh darah, bergantung pada volume volume darah yang masuk arteri sama dengan

31
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

volume darah yang meninggalkan arteriselama Tahun 2019”. Tujaunnya untuk melihat
periode yang sama, tekanan darah arteri akan pengaruh Pemberian Pisang Ambon (Musa
konstan (Sherwood,2001). Paradisiaca S ) Terhadap Tekanan Darah.
Berdasarkan data kunjungan lansia yang
memiliki penyakit hipertensi di puskesmas METODE PENELITIAN
lubuk buaya pada tahun 2018 sebanyak 675 Penelitian ini adalah quasy eksperimental
orang, dimana rata-rata yang berkunjung no-equevalent group design yaitu desain yang
tersebut adalah kebanyakan dari perempuan. terdapat satu kelompok yang dipilih secara
Pada survei awal 6 dari 10 lansia hipertensi acak/random, desain ini melibatkan satu subjek,
memiliki status gizi lebih. Setelah melakukan satu diberikan pisang ambon (kelompok
survei pendahuluan mengenai pola makan, eksperimen). Setelah itu diukur tekanan darah
lansia tersebut mengakui sring mengkonsumsi sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok
yang tinggi garam, sering menggunakan eksperimen untuk melihat perbedan tekanan
penyedap rasa dan santan pada saat memasak, darah pada setiap sampel dilakukan di rumah
dan juga sering minum teh telur serta gorengan. responden Lubuk Gading III Lubuk Buaya
Faktor yang memicu timbulnya penyakit Padang Sumatra Barat Tahun 2019. Dengan
hipertensi adalah status gizi yang tidak pengambilan sampel secara purposive
seimbang. Perubahan status gizi yang ditandai Sampling yaitu didasarkan pada suatu
dengan peningkatan berat badan dapat secara pertimbangan tertentu yag sesuai dengan
langsung mempengaruhi perubahan tekanan kriteria purposive sebanyak 20 orang yang
darah (Riayadi et al, 2007). Menurut Muliyati terdiri dari 10 orang kelompok kontrol dan 10
(2012) natrium dan kalium merupakan kation orang kelompok perlakuan. Alat yang
utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mempunyai fungsi mengatur ke seimbangan spygmomanometer, pisau, piring dan sendok.
cairan dan asam basa tubuh serta berperan bahan yang digunakan yaitu pisang ambon
dalam transmisi saraf dan kontraksi otot. 300gr atau 3 buah utuh 1 kali sehari selama 7
Asupan natrium yang berlebih dapat hari (Fatmawati.s,2017). Mengukur tekanan
menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh, darah sebelum dan setelah 2 jam pemberian
sehingga dapat menyebabkan oedema, asites, buah pisang ambon oleh perawat yang
dan hipertensi. kompeten, sedangakan pisang ambon diberikan
Pisang dapat dijadikan alat untuk mengisi sebanyak 300 gr setiap hari selama 7 hari.
energi cadangan yang biasanya habis sebelum Pengolahan data dilakukan setelah
jam makan utama tiba. Buah ini terkenal akan pengumpulan data selesai dilakukan. Terdapat
kandungan potasiumnya. Satu buah pisang beberapa langkah dalam pengolahn antara lain
berukuran sedang mengandung potassium atau entry data, clearning data, processing dengan
sering kita sebut dengan kalium sebanyak ±400 menggunakan Komputer (Susanto,2006).
mg. Pisang mengandung angiotensin Data dianalisa statistic dengan uji T-test beda
converting enzyme alami atau ACE inhibitor dua rata-rata (paired sample t-test).
alami (Palmer and William, 2007).
Di Indonesia, pisang merupakan buah HASIL DAN PEMBAHASAN
yang mudah ditemukan. Rasanya yang enak, Puskesmas Lubuk Buaya Padang berada di
harganya yang murah, mudah dijangkau, dan Kecamatan Koto Tangah dengan luas wilayah ±
memiliki banyak sekali manfaat untuk 5,931 KM dan jumlah penduduk lebih dari
kesehatan membuat pisang menjadi salah satu 115.883 jiwa. Wilayah kerja Puskesmas Lubuk
buah yang banyak digemari oleh semua Buaya Padang berupa daratan dan pantai yang
kalangan. Namun tidak semua orang menyadari dibagi menjadi 7 kelurahan. Kelurahan Lubuk
khasiat buah pisang yang salah satunya adalah Buaya, Kelurahan Padang Sarai, Kelurahan
untuk menurunkan tekanan darah (Rachel gatiang Batu Kabung, kelurahan Pasir Nan
lizel,2013). Dari kejadian diatas peneliti tertarik Tigo, Kelurahan Bungo Pasang, Kelurahan
untuk mengambil masalah penelitian tentang Parupuak Tabiang, Kelurahan Dadok Tunggul
“Pengaruh Pembarian Pisang Ambon Terhadap Hitam. Karakteristik Responden dapat dilihat
Tekanan Darah Pra Lansia Hipertensi Di pada tabel 1.
Wilayah Puskesmas Lubuk Buaya Padang

32
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Tabel 1. Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya

n
Karakteristik F %
Perlakuan Kontrol
Jenis kelamin:
Laki-laki 4 2 6 30
Perempuan 6 8 14 70
Usia :
40-55 6 3 9 45
56-60 1 5 6 30
61-65 3 2 5 25
Pekerjaan :
IRT 4 4 8 40
Dagang 1 2 3 15
Wiraswasta 3 4 7 35
PNS 2 0 2 10

Berdasarakan table 1 Distribusi frekuensi di rumah dengan kurangnya aktifitas fisik


karakteristik responden berdasarkan jenis cenderung memberi dampak resiko untuk
kelamin terbanyak yaitu dengan jenis kelamin menderita penyakit hipertensi. Semakin ringan
perempuan sebanyak 14 orang (70%) terbagi pekerjaan yang mereka hadapi maka aktifitanya
atas 6 orang perlakuan dan 8 orang kontrol. pun berkurang. Perempuan yang sering di
Dan frekuensi usia 40-55 (45%) , dan pada rumah yang aktifitasnya banyak didapur dalam
frekuensi pekejaan IRT sebanyak 8 orang mengelolah makanan cenderung akan lebih
(40%). banyak nafsu makan berbagai makanan yang
Hasil penelitian di Wilayah Puskesmas tidak terkontrol untuk bisa meningkatkan
Lubuk Buaya selama tujuh hari, diperoleh data tekanan darah yang menyebabkan hipertensi.
bahwa apabila dilihat dari jenis kelamin,
kelompok sampel didapatkan 70% perempuan, Tekanan Darah Awal Kelompok Kontrol
hal tersebut sejalan dengan penelitian Pra Lansia Hipertensi
Rahmawati, (2010). Mengatakan bahwa Pada hari pertama sebelum kontrol, diukur
hpertensi lebih banyak terjadi pada perempuan terlebih dahulu tekanan darah awal kelompok
dari pada laki-laki, hal tersebut disebabkan oleh kontrol. Dapat dilihat dari tabel 2.
adanya interaksi antara hormon seks estrogen Berdasarakan tabel 2 Dapat dilihat pada
wanita dengan tekanan darah. hari pertama tekanan darah kelompok kontrol
Usia responden paling banyak terdapat ,maka hasil pengukuran tekanan darah awal
pada rentang 40-55 tahun yaitu 45%. Sesuai dapat diketahui rata-rata 157/94 mmHg. Dari
dengan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 hasil penelitian 10 orang responden yang
yang menyimpulkan bahwa kejadian hipertensi memenuhi kriteria, sebelum melakukan
meningkat seiring dengan pertembahan usia penelitian dilakukan pengukuran tekanan darah
dan cenderung meningkat mulai usia 35 tahun. awal. Sebelum dilakukan kontrol, tekanan
Karena semakin tua usia semakin tinggi resiko darah responden tidak banyak mengalami
hipertensi karena proses penuaan adalah proes penurunan yang signifikan. Dari beberapa
menghilangnya secara perlahan-lahan sampel yang penderita hipertensi dengan rata-
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, rata 157/94 mmHg, ada yang mengalami turun-
mengganti dan memperbaiki kerusakan yang naik tekanan darah, ada juga yang turun
diderita (Kurniasari, 2012). perlahan, dan ada juga yang tidak mengalami
Hasil penelitian menunjukan pekerjaan perubahan apapun atau tekanan darahnya
responden adalah ibu rumah tangga yaitu 40%. tergantung fikiran dan aktifitas.
Dalam penelitian ini kebanyakan ibu rumah Banyak faktor penyebab terjadinya
tangga yang dapat meluangkan waktu untuk hipertensi salah satunya adalah faktor usia,
membantu suksesnya penelitian ini, disamping Usia sangat mempengaruhi resiko terjadinya
tekanan darah mereka yang diatas normal. Ibu tekanan darah tinggi, semakin tua usia
rumah tangga yang kesehariannya dihabiskan seseorang akan semakin beresiko terjadinya

33
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

hipertensi. Namun sekarang tekanan darah Sampel Registration System (SRS) Indonesia
tinggi sudah dapat kita jumpai pada usia 20 tahun 2014, Hipertensi dengan komplikasi
tahun keatas. Dan penderita hipertensi (5,3%) merupakan penyebab kematian nomor 5
kebanyak dari umur 35 tahun. Menurut data pada semua umur.

Tabel 2. Tekanan Darah Awal Kelompok Kontrol Pra Lansia Hipertensi

No Tekanan Darah Sistolik Awal Tekanan Darah Diastolik Awal


1 150 100
2 140 90
3 150 90
4 160 90
5 170 100
6 160 90
7 150 90
8 160 90
9 170 100
10 160 100
Rata-
157 94
rata

Tekanan Darah Awal Kelompok Perlakuan Sebelum Pemberian Pisang Ambon Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pra Lansia Hipertensi.

Tabel 3. Tekanan Darah Awal Kelompok Perlakuan Sebelum Pemberian Pisang Ambon
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pra Lansia Hipertensi

No Tekanan Darah Sistolik Awal Tekanan Darah Diastolik Awal


1 170 100
2 160 100
3 150 100
4 160 90
5 170 100
6 160 100
7 170 100
8 150 90
9 160 90
10 180 100
Rata-
rata 163 97

Berdasarkan tabel 3 Distribusi frekuensi diatas normal dengan tekanan darah rata-rata
penderita hipertensi hari pertama penelitian sistolik 163 mmHg dan diastolik 97 mmHg.
sebelum perlakuan diberikan buah pisang Jadi seluruh responden menderita hipertensi.
ambon nilai rata-rata 163/97 mmHg dari 10 Faktor-faktor yang dapat memicu penyebab
responden. Hasil penelitian dari 10 orang yang hipertensi adalah faktor yang tidak dikontrol
memenuhi kriteria, sebelum melakukan (keturunan, umur, jenis kelamin) dan faktor
penelitian harus dilakukan pengukuran tekanan yang dapat dikontrol (kegemukan, konsumsi
darah. Setelah kurang lebih tujuh hari berturut- garam berlebih, kurang olahraga, merokok, dan
turut pada umumnya mengalami penurunan konsumsi alcohol) (Dhalmarta,2008).
walaupun belum seluruhnya mencapai tekanan
darah normal. Tekanan darah sampel sebelum Tekanan Darah Akhir Kelompok kontrol
diberikan buah pisang ambon berada pada batas Pra Lansia Hipertensi

34
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Pada waktu penelitian setelah kontrol, maka kontrol. Dapat dilihat dari tabel 4.
diukur kembali tekanan darah akhir kelompok

Tabel 4. Tekanan darah Akhir Kelompok kontrol Pra Lansia Hipertensi

No Tekanan Darah Sistolik Awal Tekanan Darah Diastolik Akhir


1 150 90
2 140 90
3 140 90
4 150 90
5 160 90
6 160 90
7 160 90
8 140 90
9 150 90
10 150 90
Rata-
150 90
rata

Berdasarakan tabel 4 Dapat dilihat pada dokter dan tanpa diberikan perlakuan
hari terakhir penelitian kelompok kontrol ,maka pemberian buah pisang ambon.. Membuktikan
hasil pengukuran tekanan darah akhir dapat bahwa penderita hipertensi harus memilki
diketahui rata-rata 150/90 mmHg. Tekanan perhatian khusus dan mendapatkan pengobatan
darah responden yang dikelompok kontrol alternatif selain obat dari dokter, agar tekanan
selama 7 hari berturut-turut dan responden mau darah responden dapat kembali normal.
dan mematuhi aturan serta syarat yang
ditentukan. Dapat dilihat tekanan darah rata- Tekanan Darah Akhir Kelompok Perlakuan
rata 150/90 mmHg. Dari rata-rata tekanan Setelah Pemberian Pisang Ambon
darah responden yang didapatkan di akhir Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pra
kontrol, menyatakan bahwa tekanan darah Lansia Hipertensi
responden masih tinggi. Selain usia , masih ada
faktor lain yang bisa menyebabkan hipertensi. Pada waktu penelitian setelah perlakuan, maka
Tekanan darah responden yang masih tinggi diukur kembali tekanan darah akhir kelompok
setelah kontrol tanpa mengkonsumsi obat dari perlakuan. Dapat dilihat dari tabel 5.

Tabel 5. Tekanan Darah Akhir Kelompok Perlakuan Setelah Pemberian Pisang Ambon
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pra Lansia Hipertensi

No Tekanan Darah Sistolik Akhir Tekanan Darah Diastolik Akhir


1 140 90
2 130 90
3 140 90
4 130 90
5 130 90
6 140 80
7 140 90
8 130 90
9 130 90
10 130 80
Rata-
134 88
rata

35
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Berdasarakan tabel 5 Dapat dilihat pada kombinasi kalium yang tinggi dan natrium yang
hari terakhir penelitian setelah perlakuan ,maka rendah dalam pisang ambon yang berperan
hasil pengukuran tekanan darah akhir dapat penting dalam menurunkan tekanan darah.
diketahui rata-rata 134/88 mmHg. Tekanan WHO (2012) merekomendasikan peningkatan
darah akhir setelah perlakuan mengalami asupan kalium dari makanan untuk mengurangi
penurunan dengan rata-rata tekanan darah akhir tekanan darah dan risiko penyakit
sistolik 134 mmHg dan diastolik 88 mmHg. kardiovaskuler, stroke dan penyakit jantung
Hal tersebut dapat terjadi karena tujuan dari koroner. Asupan kalium yang disarankan yaitu
pemberian buah pisang ambon yaitu sebesar 3510 mg/hari, dan salah satu makanan
menurunkan tekanan darah pada penderita yang mengandung tinggi kalium adalah pisang
hipertensi sehingga menghilangkan retensi ambon, yaitu sekitar 435 mg/hari. Dengan
garam atau air dalam jaringan tubuh dan mengonsumsi kalium yang sesuai dengan
menurunkan tekanan darah pada penderita rekomendasi tersebut dapat menjadi pelindung
hipertensi. Penurunan ini disebabkan karena terhadap kondisi ini.

Perbedaan Rata-rata Tekanan Darah Awal dan Akhir kelompok kontrol Pra Lansia Hipertensi
Tabel 6. Perbedaan Rata-rata Tekanan Darah Awal dan Akhir Kelompok kontrol Pra Lansia
Hipertensi
TD. TD. TD. TD.
TD.sistolik awal- TD. Diastolik
NO Sistolik Diastol Sistolik Diastolik
akhir Awal-Akhir
Awal Awal Akhir Akhir
1 150 100 150 90 0 10
2 140 90 140 90 0 0
3 150 90 140 90 10 0
4 160 90 150 90 10 0
5 170 100 160 90 10 10
6 160 90 160 90 0 0
7 150 90 160 90 -10 0
8 160 90 140 90 20 0
9 170 100 150 90 20 10
10 160 100 150 90 10 10
Rata-
157 94 150 90 7 4
rata

Berdasarkan tabel 6 didapatkan hasil Penelitian ini dilakukan uji t-tets dua rata-
pemeriksaan tekanan darah awal sebelum rata P<α dengan nilai kepercayaan sebesar 5%
kontrol melebihi tekanan darah normal, dan diperoleh P = 0,045 sistolik dan p= 0,037
pada hasil akhir pemeriksaan tekanan darah diastolik. Membuktikan bahwa ada pengaruh
tidak mengalami penurunan yang berarti. Hasil yang tidak berarti untuk responden dalam
penelitian perbedaan rata-rata tekanan darah penelitian kontrol ini. Penurunan ini dapat
awal dan akhir kelompok kontrol sebesar 7/4 terjadi karena banyak faktor lain, keadaan
mmHg. tekanan darah seseorang tergantung pada
Hasil penelitian terhadap tekanan darah keadaan fikiran dan aktifitas tubuh yang tidak
yang di kontrol selama 7 hari berturut-turut berlebihan.
tanpa perlakuan, rata-rata 7/4 mmHg dari hasil
ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan Perbedaan Rata-rata Pengaruh Pemberian
antara tekanan darah awal dan akhir walaupun Pisang Ambon Terhadap Penurunan
tidak signifikan hanya 0,5% dari yang Tekanan Darah Awal dan Akhir Kelompok
diharapkan. Perlakuan Pra Lansia Hipertensi

36
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Tabel 7. Perbedaan Rata-rata Pengaruh Pemberian Pisang Ambon Terhadap Penurunan


Tekanan Darah Awal dan Akhir Kelompok Perlakuan Pra Lansia Hipertensi

TD. TD. TD. TD.


TD.sistolik TD. Diastolik
NO Sistolik Diastol Sistolik Diastolik
awal-akhir Awal-Akhir
Awal Awal Akhir Akhir
1 170 100 140 90 30 10
2 160 100 130 90 30 10
3 150 100 140 90 10 10
4 160 90 130 90 30 0
5 170 100 130 90 40 10
6 160 100 140 80 20 20
7 170 100 140 90 30 10
8 150 90 130 90 20 0
9 160 90 130 90 30 0
10 180 100 130 80 50 20
Rata-
163 97 134 88 29 9
rata

Berdasarkan tabel 7 didapatkan hasil hasil darah pun menjadi turun (Puspaningtyas,
pemeriksaan tekanan darah awal sebelum 2008). Puspitaningtyas (2014) juga menyatakan
pelakuan melebihi tekanan darah normal, dan bahwa pisang ambon memiliki kandungan
pada hasil akhir pemeriksaan tekanan darah kalium lebih tinggi yang dapat berkhasiat untuk
mengalami penurunan, walaupun belum membantu mengurangi risiko stroke dan
seluruh sampel mengalami tekanan darah menurunkan tekanan darah.
normal. Hasil pemeriksaan tekanan darah akhir Pada saat penelitian, beberapa orang dari
setelah perlakuan mengalami penurunan rata- sampel terjadi penurunan tekanan darah secara
rata 29/9 mmHg. bervariasi ada yang penurunan tekanan darah
Hasil penelitian terdapat perbedaan secara teratur dari stadium I sampai normal dan
tekanan darah sebelum dan sesudah perlakuan berdasarkan wawancara dengan responden
mengalami penurunan sebesar mmHg. 29/9 tersebut menghabiskan buah pisang ambon
mmHg. Hal ini disebabkan karena pemberian yang diberikan, dan mematuhi aturan makan
buah pisang ambon yang mengandung kalium yang dianjurkan.
yang bersifat diuretika, sehingga pengeluaran
natrium dan cairan akan meningkat. Kandungan Pengaruh Terhadap Tekanan Darah
kalium dalam pisang ambon berpengaruh Kelompok Kontrol Pra Lansia
menurunkan tekanan darah, dikarenakan Hipertensi
kalium bekerja mirip obat anti hipertensi di Hasil analisa bivariate perubahan tekanan
dalam tubuh manusia. darah sebelum dan sesudah kontrol. Dapat
Pisang ambon memiliki kandungan kalium dilihat dari tabel 8. Berdasarkan tabel 8 hasil
yang dapat menyebabkan penghambatan pada analisa tekanan darah dengan uji paired sampel
Renin Angiotensin System (RCS) juga t-test diketahui rata-rata tekanan darah dengan
menyebabkan terjadinya penurunan sekresi perbedaan nilai sebelum dan sesudah yaitu nilai
aldosterone, sehingga terjadi penurunan P =0,045 (sistolik), P=0,037(diastolik). Dengan
reabsoripsi natrium dan air di tubulus ginjal. nilai P < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
Akibat dari mekanisme tersebut, maka terjadi ada pengaruh dari kelompok kontrol terhadap
peningkatan diuresis yang menyebabkan tekanan darah.
berkurangnya volume darah, sehingga tekanan

37
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Tabel 8. Pengaruh Tekanan Darah Kelompok Kontrol Pra Lansia Hipertensi

Tekanan Darah (mmHg)


P<α n
Kelompok
Awal Akhir (0,05)
Mean Min Max Mean Min Max
Sistolik 157 140 170 150 140 160 0,045 10
Diastolik 94 90 100 90 90 90 0,037 10

Berdasarkan hasil analisa uji paired Hipertensi”. Menunjukkan bahwa tidak ada
sampel t-test diketahui rata-rata tekanan darah pengaruh yang bermakna pada tekanan darah
dengan perbedaan nilai awal dan akhir yaitu responden kelompok kontrol. Hal ini tejadi
nilai P =0,045 (sistolik), P=0,037(diastolik). karena pada kelompok kontrol tidak dilakukan
Dengan nilai P < 0,05 maka dapat disimpulkan interverensi terhadap penurunan tekanan
bahwa ada pengaruh dari kelompok kontrol darah. Sedangkan pada penelitian yang
terhadap tekanan darah. dilakukan ada pengaruh yang tidak
Pada usia yang sudah tidak muda lagi, bermakna pada penurunan tekanan darah,
tekanan darah tinggi sangat mudah terjadi.
disebabkan oleh faktor luar yang
Terutama pada perempuan yang keseimbangan
hormon progesteron dan esterogen yang mendukung seperti pola makan yang terarut
membantu penurunan tekanan darah. Seiring dan situasi fikiran yang baik juga dapat
bertambahnya usia produksi hormon esterogen membuat pengaruh terhadap penurunan tekanan
wanita mengalami penurunan sehingga darah.
perlindungan hormon ini terhadap penyakit
tekanan darah tinggi dan serangan jantung akan Pengaruh Pemberian Pisang Ambon
menurun. Pada usia yang sudah memasuki Terhadap Tekanan Darah Pada Kelompok
menopause juga mengakibatkan penurunan Perlakuan
tingkat esterogen yang berakibat naiknya resiko
tekanan darah(Herlinah,l.dkk.2013). Hasil analisa bivariate perubahan tekanan
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan darah Awal dan akhir diberikan perlakuan
penelitian Eny Surtina (2017), yang berjudul pemberian buah pisang ambon. Dapat dilihat
“Pengaruh Konsumsi Psang Ambon Terhadap dari tabel 9.
Penurunan Tekanan Darah Pra Lansia

Tabel 9. Pengaruh Pemberian Pisang Ambon Terhadap Tekanan Darah Pada Kelompok
Perlakuan

Tekanan Darah (mmHg) n


P<α
Kelompok
Awal Akhir (0,05)
Mean Min Max Mean Min Max
Sistolik 163 150 180 134 140 140 0,000 10

Diastolik 97 90 100 88 80 90 0,004 10

Berdasarkan tabel 9 hasil analisa tekanan perlakuan pemberian pisang ambon terhadap
darah dengan uji paired sampel t-test diketahui tekanan darah.
rata-rata tekanan darah meningkat dengan
perbedaan nilai sebelum dan sesudah yaitu nilai
P =0,000 (sistolik), P=0,004(diastolk). Dengan
nilai P < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa GrafikTekanan darah sistolik dan diastolik
ada pengaruh yang bermakna dari kelompok setelah diberikan buah pisang ambon

38
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

180 Hipertensi” menunjukan bahwa ada pengaruh


160 signifikan dari pemberian pisang ambon
terhadap tekanan darah lansia penderita
140
hipertensi.
120 Hasil penelitian menunjukkan bahwa
100 konsumsi pisang ambon sangat efektif untuk
80 menurunkan tekanan darah. Penurunan tekanan
60 darah disebabkan karena pisang ambon banyak
mengandung tinggi kalium dan rendah natrium.
40
Kalium membantu menjaga tekanan osmotik
20 diruang intrasel sedangkan natrium menjaga
0 tekanan osmotik dalam ruang ekstrasel
1 2 3 4 5 6 7 sehingga kadar kalium yang tinggi dapat
: Tekanan darah sistolik meningkatkan ekskresi natrium dalam urin
: Tekanan darah diastolik (natriuresis), sehingga dapat menurunkan
volume darah dan tekanan darah, namun
sebaliknya penurunan kalium dalam ruang
Tekanan darah sistolik dan diatolik pada
intrasel menyebabkan cairan dalam ruang
kelompok perlakuan diambil dari rata-rata
intrasel cenderung tertarik keruangan ekstrasel
selama 7 hari berturut-turut terhadap 10 orang
dan retensi natrium dikarenakan respon dari
responden. Terlihat penurunan tekanan darah
tubuh agar osmolalitas pada kedua
mulai dari hari pertma sampai hari ke tujuh.
kompartemen berada pada titik ekuilibrium
Berdasarkan hasil analisa uji paired
namun hal tersebut dapat meningkatkan
sampel t-test diketahui rata-rata tekanan darah
tekanan darah (Winarno,2009).
meningkat dengan perbedaan nilai awal dan
akhir yaitu nilai P =0,000 (sistolik),
KESIMPULAN
P=0,004(diastolk). Dengan nilai P < 0,05
Responden yang berjenis kelamin
maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
perempuan 70%,laki-laki 30%. Responden
yang bermakan dari kelompok perlakuan
yang paling banyak adalah umur 40-55 tahun
pemberian pisang ambon terhadap tekanan
45%. Diketahui jugan pekerjaan responden
darah.
paling banyak adalah ibu rumah tangga 40% di
Buah pisang ambon mampu menurunkan
wilayah kerja puskesmas lubuk buaya. Terdapat
tekanan darah karena dalam 100 gr buah pisang
rata-rata tekanan darah awal kelompok kontrol
ambon terdapat energi 88 kkal, protein 1.1g,
sebesar 157 / 94 mmHg, terdapat rata-rata
kharbohidrat 23g, kalium 358mg, vitamin A 64
tekanan darah awal kelompok perlakuan
UI, vitamin C 8.7mg, magnesium 27 mg. Selain
sebesar 163/97 mmHg, terdapat rata-rata
itu kalium yang terdapat dalam buah pisang
tekanan darah akhir kelompok kontrol sebesar
ambon tidak hanya dapat menurunkan tekanan
150 / 90 mmHg, terdapat rata-rata tekanan
darah juga dapat mengurangui risiko penyakit
darah akhir kelompok perlakuan sebesar 134/88
kardiovaskuler, stroke dan penyakit jantung
mmHg, terdapat perbedaan rata-rata tekanan
coroner(USDA,2018).
darah awal dan akhir kelompok kontrol sebesar
Hasil penelitian ini sesuai dengan
7/4 mmHg, terdapat perbedaan rata-rata
penelitian yang dilakuakn oleh Eny
tekanan darah awal dan akhir kelompok
Surtina,(2017). Yang berjudul “Pengaruh
perlakuan sebesar 29 / 9 mmHg, ada pengaruh
Konsumsi Pisang Ambon Terhadap Penurunan
dari kelompok kontrol terhadap tekanan darah,
Tekanan Darah Pr Lansia Hipertensi”
ada pengaruh bermakna dari kelompok
menunjukan bahwa terjadi penurunan tekanan
perlakuan pemberian pisang ambon terhadap
darah setelah responden diberikan terapi diet
tekanan darah.
pisang ambon sebanyak 3 buah selama 5 hari.
Masing-masing penurunan sistolik dan diastolik
REFERENSI
sebesar 19 mmHg dan 10 mmHg. Selain itu
Fatmawati, S., Muliyati, H., Sukrang. (2017).
terdapat juga penelitian yang dilakuan olah Siti
The Effect of Ambon Banana
fatmawati,dkk (2017), yang berjudul “Pengaruh
Administering (Musa Paradisiaca S)
Pemberian Pisang Ambon Terhadap Penurunan
Toward Reducing of Blood Pressure for
Tekanan darah Pada Lansia Penderita
Elderly in Hypertension

39
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Kumairoh, S., & Syauqy, A. (2014). Pengaruh Wahdani.m,rira.2014. faktor-faktor yang


pemberian pisang (Musa paradisiaca) berhubungan dengan status gizi lebih pada
terhadap kelelahan otot anaerob pada polisi dikepoisian resort kota bogor
atlet sepak takraw (Doctoral tahun 2010,Jakarta:UIN SYARIF
dissertation, Diponegoro University). HIDAYATULLAH.
World Health Organization. (2007). The World ________________.2017.dinas kesehatan.
Health Report 2002. http://www. who. DINKES 2017.Padang: profil kesehatan
int/whr/2002/en Kota padang. URL:
Sutria, E., & Insani, A. (2017). Pengaruh http://www.depkes.go.id/resources/dow
komsumsi pisang ambon terhadap nload/profil/PROFIL_KAB_KOTA_2017/
penurunan tekanan darah pra lansia 1371_Sumbar_Kota_Padang_2017.pdf
hipertensi. Journal of Islamic Nursing,
1(1), 33-40.

40
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hubungan Asupan Energi, Protein Dan Zink Terhadap Kejadian Stunting Di Sdn 11
Kampung Jua Kecamatan Lubuk Begalung
Yensasnidar, Tika Dwita Adfar, Besty Hartini
STIKes Perintis Padang
Email : yensasnidar@gmail.com

ABSTRAK

Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan zat gizi yang kurang
dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan energi, protein dan zink terhadap kejadian
stunting pada siswa SDN 11 Kampung Jua Kecamatan Lubuk Begalung Tahun 2019. Jenis penelitian ini
bersifat kuantitatif dengan desain cross sectional, jumlah sampel sebanyak 75 orang siswa. Pengumpulan
data asupan energi, protein, dan zink menggunakan FFQ semi quantitatif. Penelitian ini dilakukan di
SDN 11 Kampung Jua Kecamatan Lubuk Begalung di bulan Juni 2019. Sampel berumur 7-12 tahun.
Analisis data dengan uji statistik dengan menggunakan uji Chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian distribusi frekuensi status gizi siswa SDN 11 Kampung Jua Kecamatan Lubuk Begalung
terdapat (57,3%) berstatus gizi stunting, dan (42,7%) berstatus gizi normal, distribusi frekuensi asupan
energi terdapat (18,7%) yang memiliki asupan energi kurang dan (81,3%) yang memiliki asupan energi
cukup, distribusi frekuensi asupan protein terdapat (25,3%) yang memiliki asupan protein kurang dan
(74,7%) yang memiliki asupan protein cukup, distribusi frekuensi asupan zink terdapat (73,3%) yang
memiliki asupan zink kurang dan (26,7%) yang memiliki asupan zink cukup. Hasil penelitian ini
dibuktikan dengan uji statistik asupan energy (p = 0,037), asupan protein (p= 0,013) dan asupan zink (p=
0,000). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara asupan energi, asupan protein dan
asupan zink terhadap kejadian stunting pada siswa SDN 11 Kampung Jua Kecamatan Lubuk Begalung
Tahun 2019.

Kata Kunci :Asupan Energi, Protein dan Zink

ABSTRACT

Stunting is a chronic malnutrition problem caused by a lack of nutrient intake in a long time due to food
that is not in accordance with nutritional needs. This study aims to determine the relationship between
energy intake, protein and zinc on the incidence of stunting in SDN 11 students in Kampung Jua, Lubuk
Begalung District in 2019. This type of research is quantitative with cross sectional design, with a total
sample of 75 students. Data collection on energy, protein, and zinc intake using semi-quantitative FFQ.
This research was conducted at SDN 11 Kampung Jua, Lubuk Begalung District in June 2019. The
sample was 7-12 years old. Data analysis with statistical tests using the Chi-square test with a confidence
level of 95%. The results of the distribution of the nutritional status frequency of SDN 11 students in
Kampung Jua, Lubuk Begalung Subdistrict, there were (57.3%) nutritional status stunting, and (42.7%)
normal nutritional status, the frequency distribution of energy intake (18.7%) had lack of energy and
(81.3%) who have enough energy intake, frequency distribution of protein intake there (25.3%) who have
less protein intake and (74.7%) who have enough protein intake, frequency distribution of zinc intake
there is ( 73.3%) who have less zinc intake and (26.7%) who have enough zinc intake. The results of this
study were proven by statistical tests of energy intake (p = 0.037), protein intake (p = 0.013) and zinc
intake (p = 0,000). The results of this study indicate a relationship between energy intake, protein intake
and zinc intake on the incidence of stunting in students of SDN 11 Kampung Jua, Lubuk Begalung
District in 2019.

Keywords: Energy Intake, Protein and Zinc

41
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

PENDAHULUAN mungkin memiliki keterbatasan asam amino


esensial (seperti tryptophan dan lysine) dalam
WHO mendiskripsikan keadaan stunting asupan makanan mereka (Semba dk, 2016).
merupakan kegagalan pencapaian pertumbuhan Stunting pada anak, selain disebabkan oleh
linier yang disebabkan oleh kondisi kesehatan defisiensi zat gizi makro, juga berhubungan
yang tidak optimal atau gizi kurang yang dengan defisiensi seng (Zn). Zink adalah mineral
dinyatakan dengan nilai Z-skor tinggi badan esensial yang berperan dalam sintesis, sekresi,
menurut umur (TB/U) kurang dari -2 (SD) dan kontrol hormon pertumbuhan (Growth
berdasarkan standar yang ditetapkan oleh world Hormon). Berdasarka Riskesdas tahun 2013, kota
Healt Organization (WHO 2010). padang merupakan salah satu kota di Provinsi
Kejadian stunting pada anak-anak di negara Sumatera Barat yang tengah mengalami masalah
berkembang berkaitan dengan kondisi pola asuh kesehatan yang berat dalam kasus masalah
atau pemberian makanan yang tidak benar, sosial stunting. Hal ini disebabkan prevelensi anak
ekonomi yang buruk, peningkatan faktor resiko stunting di Kota Padang pada rentang 30-39%,
stunting dan paparan sejak usia dini yang yaitu sebesar 33,7% (Riskesdas 2013).
menimbulkan penyakit infeksi (WHO, 2013). Berdasarkan data prevalensi status gizi anak
Ada 178 juta anak didunia yang terlalu pendek sekolah dasar dengan indikator tinggi badan
berdasarkan usia dibandingkan dengan berdasarkan umur (TB/U) Dinas Kesehatan Kota
pertumbuhan standar WHO. Prevalensi anak Padang pada tahun 2017 status gizi anak sekolah
stunting di seluruh dunia adalah 28,5% dan dasar adalah 5,10% dari 11 kecamatan dan 23
diseluruh negara berkembang sebesar 31,2%. puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas
Prevalensi anak Stunting di benua Asia sebesar Kesehatan Kota Padang. Penelitian ini bertujuan
30,6% dan Asia Tenggara sebesar 29,4 % (WHO untuk mengetahui hubungan antara asupan
2013). energi, protein dan zink terhadap kejadian
Permasalahan Stunting di Indonesia menurut stunting pada siswa SDN 11 Kampung Jua
laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF yaitu Kecamatan Lubuk Begalung Tahun 2019.
diperkirakan sebanyak 7,8 juta anak berusia
dibawah 5 tahun mengalami stunting, sehingga METODE PENELITIAN
UNICEF memposisikan Indonesia masuk Penelitian ini merupakan penelitian
kedalam 5 besar negara dengan jumlah anak kuantitatif dengan desain cross sectional.
dibawah 5 tahun yang mengalami Stunting Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 11
tinggi.Menurut Riskesdas 2013 Prevalensi anak Kampung Jua Kecamatan Lubuk Begalung pada
stunting usia 7-12 tahun di Indonesia sangat bulan April-Juni tahun 2019. Populasi pada
tinggi yaitu 37,2% dengan 18% sangat pendek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I sampai
dan 29,2% pendek. (Riskesdas 2013). V SD N 11 Kampung Jua dengan jumlah 351
Kejadian stunting pada umumnya orang di SDN 11 Kampung Jua Kecamatan
disebabkan oleh banyak faktor yang saling Lubuk Begalung pada Tahun 2019. Sampel
berhubungan. Konsumsi zat gizi seperti energi, dalam penelitian ini di ambil dengan metode
protein dan seng serta riwayat penyakit infeksi simple random sampling. Jumlah sampel dalam
merupakan faktor yang berpengaruh langsung penelitian ini adalah 75 orang. Analisis data
terhadap proses pertumbuhan anak. Kurangnya dengan uji statistik dengan menggunakan uji Chi-
asupan nutrisi untuk anak akan menyebabkan square dengan tingkat kepercayaan 95%.
bertambahnya jumlah anak dengan growth
faltering (Kusharisupeni, 2011). HASIL PENELITIAN
Penyebab stunting adalah multifaktor Secara umum letak lokasi SD N 11
termasuk sosial ekonomi, kekurangan asupan Kampung Jua beralamat dijalan Kampung Jua
makanan, penyakit infeksi, status gizi saat nan XX, Lubuk Begalung Kota Padang Sumatera
kehamilan, kekurangan mikronutrien dan faktor Barat. Sekolah ini mempunyai jumlah tenaga
lingkungan (WHO, 2018). Protein juga memiliki guru yang berjumlah sebanyak 18 orang dan
peranan penting dalam pertumbuhan. Anak-anak jumlah murid sebanyak 410 orang. Status gizi
yang memiliki risiko tinggi terhadap stunting responden dapat dilihat pada tabel 1.

42
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Tabel 1 Distribusi frekuensi Status Gizi lemak, protein yang ada di dalam bahan
makanan. Jika energi melalui makanan kurang
No. Status Gizi f % dari energi yang keluar, maka tubuh akan
1 Stunting 43 57,3 mengalami keseimbangan energi negative
2 Normal 32 42,7 (Almatsier, 2009).
Jumlah 75 100
Tabel 2 Distribusi frekuensi asupan energi,
Tabel 1 menunjukkan status gizi siswa di protein zink tabel
SDN 11 kampung jua kecamatan lubuk begalung
memiliki status gizi normal sebanyak 32 orang No. Variabel f %
dengan persentase (42,7%) sedangkan anak yang 1 Asupan energi
status gizinya Stunting sebanyak 43 orang Kurang 14 18,7
dengan persentase (57,3%). Cukup 61 61
Pada penelitian ini untuk menentukan status Jumlah 75 100
gizi pendek atau sangat pendek dengan 2 Asupan protein
pengukuran cara antropometri yang didasarkan Kurang 19 25,3
pada indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) Cukup 56 74,7
yang diukur dengan menggunakan mikrotois Jumlah 75 100
dengan ambang batas (Z-Score) antara -3 3 Asupan zink
SDsampai < -2SD (Kementrian RI,2011). Hasil Kurang 55 73,3
penelitian ini menunjukkan status gizi siswa SDN Cukup 20 26,7
11 Kampung Jua Kecamatan Lubuk Begalung Jumlah 75 100
Tahun 2019 masih banyak anak yang memiliki
status gizi anak stunting diakibatkan karena Sedangkan asupan protein kurang terdapat 19
kurangnya mendapatkan asupan makan yang orang (25,3%) dan 56 orang (74,7%) yang
bergizi dan seimbang. memiliki asupan protein yang cukup. Uraian
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 75 orang diatas menunjukan bahwa asupan protein cukup
responden di SD N 11 Kampung Jua Kacamatan yaitu (74,7%) lebih tinggi dari pada ditemukan
lubuk begalung terdapat 14 orang (18,7%) yang oleh Asnshori(2013) yaitu (74,3%) pada balita
memiliki asupan energi kurang dan 61 orang stunting dan (97%) pada balita tidak stunting .
(81,3%) memiliki asupan energi yang cukup. Dan asupan protein responden 55 orang (73,3%)
Dengan ini menunjukan bahwa masih banyak yang memiliki asupan zink kurang dan 20 orang
anak SD N 11 Kampung Jua kurangnya asupan (26,7%) yang memiliki asupan zink yang cukup.
energi yang dikomsumsi setiap hari dikarenakan Menurut Hardiansyah, MS (2016) bahwa pada
frequensi makanan anak usia sekolah lebih anak-anak zink yang diserap sangatlah sedikit
rendah dibandingkan anak pra sekolah yaitu sehingga mereka mangalami kegagalan untuk
masing-masing dua hinga lima kali sehari. Hasil tumbuh kembang dengan baik.
penelitian Energi diperoleh dari karbohidrat,

Tabel 3 Hubung Asupan Energi dengan Kejadian Stunting

Status Gizi
p-value
Asupan Zat Gizi Total
Stunting Normal
Energi
f % f % f %
Kurang 12 16,0 2 2,7 14 18,7
Cukup 31 41,3 30 40,0 61 81,3 0,037
Jumlah 43 57,3 32 42,7 75 100

43
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada anak berumur dibawah Lima Tahun (0-59
dari 75 orang responden hubungan asupan bulan) diprovinsi Papua Barat Tahun 2010
energy dengan kejadian stunting pada siswa SD dengan hasil (54,9%) anak yang konsumsi energi
N 11 Kampung Jua Kecamatan Lubuk Begalung rendah berstatus gizi stunting.
yang memiliki asupan energi kurang 14 orang Apabila asupan energi kurang dari
dengan persentase (18,7%). Berdasarkan analisa kecukupan energi yang dibutuhkan maka
bivariat dengan uji Chi-Square didapatkan p- cadangan energi yang terdapat didalam tubuh
velue = 0,037< derajat kemaknaan 95% (α = yang disimpan dalam otot akan digunakan.
0,05). Artinya terdapat hubungan yang bermakna Kekurangan asupan ini apabila berlansung dalam
antara asupan energi dengan kejadian stunting jangka waktu yang cukup lama maka akan
pada siswa tersebut. Penelitian ini sama halnya mengakibatkan berat badan dan keadaan
dengan yang dilakukan oleh citaningrum kurangan zat gizi yang lain (gibney,2008).
wiyogowati tahun 2012 judul kejadian stunting

Tabel 4 Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Stunting

Status Gizi
p-value
Asupan Zat Gizi Total
Stunting Normal
Protei.
f % f % f %
Kurang 16 21,3 3 4,0 19 25,3
Cukup 27 36,0 29 38,7 56 74,7 0,013
Jumlah 43 57,3 32 42,7 75 100

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat 75 sama dengan penelitian ini bahwa pada anak usia
responden hubungan asupan protein dengan 2-5 tahun di Kenya dan Nigeria asupan protein
kejadian stunting di SD 11 Kampung Jua yang tidak adekuat berhubungan dengan kejadian
Kecamatan Lubuk Begalung dengan tingkat stunting. Penelitian ini sama dengan penelitian
asupan protein yang kurang pada siswa 19 orang yang ditemukan oleh Anshori (2013) bahwa anak
dengan persentase (25,3%). Berdasarkan analisa dengan asupan protein kurang beresiko 11,8 kali
bivariat dengan uji Chi-Square didapatkan p- untuk tejadinya stunting dibandingkan dengan
velue = 0,013 < derajat kemaknaan 95% (α = asupan protein yang cukup. Hal ini
0,05). Artinya terdapat hubungan yang bermakna dimungkinkan terjadinya karena meskipun
antara asupan protein dengan kejadian stunting karbohidrat, lemak, seng dan kalsium mencukupi
pada siswa SD N 11 Kampung Jua Kecamatan kebutuhan namun kekurangan protein lebih
Lubuk Begalung. Penelitian yang dilakukan oleh berpengaruh terhadap kejadian stunting.
Stephenson et al (2010) menyebutkan hal yang

Tabel 5 Hubung Asupan zink dengan Kejadian Stunting

Status Gizi p-value


Asupan Zat Gizi Total
Stunting Normal
Zink
f % f % f %
Kurang 41 54,7 14 18,7 55 73,3
Cukup 2 2,7 18 24,0 20 26,7 0,000
Jumlah 43 57,3 32 42,7 75 100

44
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat 75 REFERENSI


responden hubungan asupan zink dengan Adriani M, Bambang W (2014) Gizidan
kejadian stunting di SD 11 Kampung Jua Kesehatan Balita (peranan Mikro Zinc pada
Kecamatan Lubuk Begalung dengan tingkat pertumbuhanbalita ).Jakarta : kencana
asupan zink yang kurang 55 orang dengan Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu
persentase (73,3%). Berdasarkan analisa bivariat Gizi.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
dengan uji Chi-Square didapatkan p-velue = Almatsier, S, Soetardjo, S, &Soekatri, M. 2011.
0,000 < derajat kemaknaan 95% (α = 0,05). Gizi seimbangdalam daur
Artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kehidupan,Jakarta, PTGramedia Pustaka
asupan zink dengan kejadian stunting pada siswa Umum
SD N 11 Kampung Jua Kecamatan Lubuk Almatsier, Sunita. 2013. Prinsipdasar ilmu gizi.
Begalung. Jakarta, PTGramedia Pustaka Umum
Hal ini sejalan dengan penelitian yang Arisman, 2009. Gizi Dalam DaurKehidupan,
dilakukan oleh Afriani (2017) menyatakan Jakarta, EGC.
terdapat hubungan yang bermakna antara asupan Anindita, P.2012 Hubungan Tingkat Pendidikan
zink dengan kejadian stunting pada anak balita, Ibu,PendapatankeluargaKecukupan Protein,
anak balita yang asupan zink kurang berisiko & zinc dengan Stunting (Pendek) Pada
6,273 kali menderita kejadian stunting Balita Usia 6-35 Bulan di Kecamatan
dibandingkan dengan anak balita yang asupan TembalabgKota semarang, Jurnal Kesehatan
zink cukup. Masyarakat Vol. No. 2 :617-626.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita Anshori,H. A.2013. Factor resikokejadian
simpulkan bahwa zink sangat penting untuk stunting pada anak usia 1214 bulan (Studi
pertumbuhan anak. Sehingga anjuran untuk di kecamatan
mengkonsumsi makanan sumber zink seperti semarang timur). Universitas siponegoro. Journal
daging dan kacang-kacangan terhadap of Nutrition College, Vol.2 No. 4
masyarakat akan lebih di optimalkan. Karena Aridiyah, F. 2015. Faktor –
hasil wawancara dengan responden didapatkan FaktorYangMempengaruhi Kejadian
data bahwa anak sekolah dasar termasuk sangat Stunting Pada Anak Balita
jarang mengkonsumsi daging dikarenakan harga Diwilayah Pedesaan dan Perkotaan. E-Journal
daging yang mahal sehingga tidak terjangkau Pustaka Kesehatan Vol.3 No.1 : 163-170
karen status ekonomi keluarga yang rendah. Fitri. 2012. Berat Lahir Sebagai Faktor Dominan
Namun sumber bahan makanan lain yang mudah Terjadunya Stunting pada Balita (12-59)
diperoleh dan dapat terpenuhinya kebutuhan zink bulan di Sumatera ( Analisis Data RIskesdas
seperti telur dan bayam. 2010 (Thesis). Depok: FKM UI
Gibney , M., Margetts, B.,Kearey , J., Arab, L.
KESIMPULAN 2008 Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta :
Terdapat 14 orang (18,7%) yang memiliki Penerbit Buku Kedokteran EGC
asupan energi kurang dan 61 orang (81,3%) Harahap, A. M. F., Sudartyati, E & Ardiani, F
memiliki asupan energi yang cukup. Sedangkan 2014. Gambaran Konsumsi Zat Besi,Seng
asupan protein kurang terdapat 19 orang (25,3%) dan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar di
dan 56 orang (74,7%) yang memiliki asupan SDN No. 060813 Kelurahan Pasar Merah
protein yang cukup. Dan asupan protein Barat Kecamatan Medan Kota 2014. FKM
responden 55 orang (73,3%) yang memiliki USU
asupan zink kurang dan 20 orang (26,7%) yang Hardinsyah & Supariasa, D. N.2016. Ilmu Gizi
memiliki asupan zink yang cukup.Hasil Teori & Aplikasi, Jakarta , Penerbit Buku
penelitian ini menunjukkan adanya hubungan Kedokteran : EGC
antara asupan energi, asupan protein, dan asupan Hidayati,T.S& Jahari, A. B.2012. Perilaku
zink terhadap kejadian stunting pada siswa SDN pemanfaatan Posyandu.Hubungan
11 Kampung Jua Kecamatan Lubuk Begalung dengan Status Gizi dan morbiditas balita,buletin
Tahun 2019 (p<0,05). penelitian kesehatan vol. 40. No 1

45
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Kemenkes 2013. Riset Kesehatan Dasar (


RISKESDAS) kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kusharisupeni. 2011. Peran Status Kelahiran
Terhadap Stunting Pada Bayi : Sebuah
StudiProspektif. Jurnal Kedokteran Trisakti,
23(3), 73–80.
Marimbi. 2010 Tumbuh Kembang,Status Gizi
dan Imunisasi pada Balita.
Yogyakarta : Nuhu Medika
Prabantini, D. 2010. A to Z Makanan
Pendamping Asi. Yogyakarta: ANDI
Salimar,Dkk. 2013. Stunting Anak Usia Sekolah
di Indonesia Menurut Karakteristik
keluarga. Penelitian Gizi dan Makanan,
Desember 2013 Vol. 36 (2) : 121-126
Sari, E.M,Juffrie., Nurani, N & Sitaresmi, M. N
2016 Asupan Protein, Kalsium dan Fosfor
pada Anaka Stunting dan Tidak Stunting
Usia 24-59 Bulan. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia. Vol 12 No 4.
Stephenson, K. et. Al 2010. “consuming cassava
as a staple food places children 2-5
years old at risk for inadequate protein
inteke , an observational study in kenya
and nigeria”. Nutrition Jurnal, 9:9. Diakses
pada tanggal 10 juli 2018 dari
Nutritionj.com
Supriasa, D. N, Bakri, B. & Fajar, I. 2012.
Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku
Kedokteran EGCRiskesdas.2010 Laporan
Hasil 20 Riset kesehatan dasar Indonesia
tahun 2009 Jakarta Depertemen Kesehatan
RI Riskesdas (2013). Riset Kesehatan Dasar
Laporan Nasional 2013.Badan penelitian &
Pengembangaan Kesehatan DepKes RI.
Reducing stunting in children: equity
considerations for achieving the Global
Nutrition Targets 2025. Geneva: World
Health Organization; 2018. Licence: CC
BY-NC-SA 3.0 IGO.
WHO. Nutrition Landscape Information System
(NLIS) County Profil Indicators :
Interpretion Guide. Switzerlan :WHO press
2010
WHO, 2013. Child Grow Indikator And Their
Interperetion
Widanti,Y. A. 2016. Prevalensi , Faktor Resiko,
dan Dampak Stunting pada anak usia
sekolah. Artikel penelitian diakses pada
tanggal 4 November 2017

46
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Relawan Bencana Dengan Keterampilan


Melakukan Triase Metode Start Di Kota Bukittinggi

Aldo Yuliano, Kalpana Kartika, M. Alfandi


STIKes Perintis Padang
Email : aldoyuliano@yahoo.com

ABSTRAK
Metode Triage START adalah sistem triase yang sederhana dan mudah digunakan atau
diterapkan dalam pemilihan menggunakan warna merah, kuning, hijau, hitam. Triage adalah tindakan
memilih korban sebelum ditangani dengan cepat berdasarkan berat luka yang harus diprioritaskan.
Triase metode START sangat diperlukan sebelum petugas kesehatan datang untuk membantu.
Relawan bencana memiliki fungsi yang sangat penting untuk menyelamatkan korban bencana,
terutama di Kota Bukittinggi, harus memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan triase
metode START. Pada kenyataannya masih ada banyak sukarelawan bencana yang tidak memiliki
pengetahuan dan sikap dalam keterampilan untuk melakukan triase metode START. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan keterampilan dalam
melaksanakan metode triase START di Kota Bukittinggi pada tahun 2019. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian deskriptif korelasi cross-sectional. Hasil penelitian lebih dari separuh
responden yang terampil memiliki pengetahuan tinggi 47 (52,8%) dan hasil penelitian lebih dari
setengah responden memiliki sikap positif yaitu 48 (53,9%), sedangkan hasil keterampilan penelitian
lebih dari setengah sukarelawan terampil adalah 55 (61,8%) dalam triase metode START, sehingga
ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap relawan dengan keterampilan untuk
melakukan triase metode START di kota. Bukittinggi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 89
sukarelawan di Kota Bukittinggi, penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel dengan
stratified sampling. Analisis pengetahuan relawan diperoleh p = 0,001, dengan OR = 0,203,
sedangkan sikap relawan diperoleh p = 0,3474, dengan OR = 3,474. Disimpulkan bahwa pengetahuan
relawan dan sikap relawan secara statistik terkait dengan keterampilan relawan dalam melaksanakan
metode triase START. Direkomendasikan bahwa BPBD Bukittinggi memberikan pelatihan tentang
tanggap darurat bencana, terutama dengan triase metode START.

Kata kunci: Pengetahuan, Keterampilan Relawan, Metode Triage START, Sikap

ABSTRACT

Triage method START is a triage system that is simple and easy to use or applied in selection
using red, yellow, green, black. Triage is an act of selecting victims before being dealt with quickly
based on the weight of the injury that must be prioritized. Triage of the START method is very
necessary before the health person comes to help. Disaster volunteers have a very important function
to save disaster victims, especially in the city of Bukittinggi, must have the knowledge and skills to
triage the START method. In reality there are still many disaster volunteers who lack knowledge and
attitude in the skills to triage the START method. This study aims to determine the relationship
between knowledge and attitude with skills in carrying out the triage START method in the city of
Bukittinggi in 2019. This research uses a cross-sectional descriptive correlation research method.
The results of the study were more than half of the respondents who were skilled in having high
knowledge of 47 (52.8%) and the results of the study were more than half of the respondents had a
positive attitude that was 48 (53.9%), while the results of the research skills of more than half of
skilled volunteers were 55 ( 61.8%) in triage the START method, so that there is a meaningful
relationship between knowledge and attitudes of volunteers with the skills to triage the START method
in the city of Bukittinggi. The sample in this study amounted to 89 volunteers in the city of Bukittinggi,
this study used a sampling method by stratified sampling. Analysis of volunteer knowledge obtained p
= 0.001, with OR = 0.203, while the attitude of the volunteers obtained p = 0.3474, with OR = 3.474.
It was concluded that volunteer knowledge and volunteer attitudes were statistically related to
volunteer skills in carrying out the START triage method. It is recommended that the Bukittinggi

52
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

BPBD provide training on disaster emergency response, especially with the triage of the START
method.

Keywords : Knowledge, Volunteer Skills, Triage START Method, Attitude

PENDAHULUAN kota/kabupaten di Indonesia yang termasuk


Menurut WHO (Worid Heaith daerah ke daerah dengan resiko tinggi
Organization) tahun 2002, Bencana bencana. Sedangkan 75 kota/kabupaten
merupakan setiap kejadian yang masuk dalam kategori sedang dan 30
menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, kota/kabupaten termasuk dalam kategori
hilangnya nyawa manusia, atau rendah (Kurniawan, 2011).
memburuknya derajat kesehatan pada skala Keperawatan disaster merupakan
tertentu yang memerlukan respon dari luar adaptasi pengetahuan, keterampilan dan
masyarakat atau wilayah yang terkena sikap dalam mengenali dan memenuhi
bencana. (Asian Disaster Reduction Center, keperawatan, kesehatan dan kebutuhan
2003). emosional korban bencana. Keperawatan
Menurut undang-undang nomor 24 disaster adalah keperawatan yang dilakukan
tahun 2007, bencana merupakan suatu dalam situasi dimana ketersediaan
rangkaian peristiwa yang mengancam dan profesional, peralatan, fasilitas fisik dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan utilitas terbatas atau tidak tersedia (Stanhope
masyarakat yang menyebabkan, baik oleh & Lancaster, 2007).
faktor alam atau faktor non alam maupun Triase merupakan penanganan awal kata
faktor manusia sehingga mengakibatkan “Tries” yang mengacu pada penapisan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan screening di medan perang, dan triase dapat
lingkungan,kerugian harta bendah dan diartikan sebagai penanganan awal dalam
dampak spikologis. pertolongan pertama memilih atau
Wilayah di Negara Kesatuan republik menggolongkan semua pasien yang
Indonesia terdapat secara georafis pada memerlukan pertolongan pertama dan
wilayah yang rawan terhadap bencana alam menetapkan prioritas penanganan segera
baik yang berupa gempa bumi, tanah lonsor, dengan konsep pengkajian yang cepat dan
banjir, tsunami, letusan gunung api dan lain- terfokus dengan suatu cara yang
lain. Akibat dari bencana alam tersebut memanfaatkan sumber daya manusia,
hasil pembangunan dan adanya sosiokulturar peralatan serta pasilitas yang paling efisien
yang multidimensi, Indonesia juga rawan (Oman et al, 2012).
terhadap bencana non alam maupun sosial Triase juga merupakan sebagai suatu
seperti kerusakan politik maupun social tindakan pengelompokan penderita
kecelakaan transportasi, kecelakaan industri berdasarkan pada berat cedera yang
dan kejadian luar biasa akibat wabah diprioritaskan ada tidaknya gangguan pada
penyakit menular (Depkes, 2007). airway, breathing, dan circulation dengan
Bencana didefinisikan sebagai situasi mempertimbangkan sarana, sumber daya
dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan manusia, dan probabilitas hidup penderita
masyarakat. Cakupannya tergantung pada, (Dewi K, 2013).
bencana ini bisa mengakibatkan perubahan Triase adalah suatu tindakan yang
pola hidup dari kondisi kehidupan sangat penting untuk pemilihan korban atau
masyarakat yang normal menjadi rusak, penderita berdasarkan kebutuhannya. Terapi
kehilangan harta benda dan nyawa manusia, yang dilakukan berdasarkan pada keadaan
merusak struktur sosial masyarakat, serta ABC (Airway, dengan cervical spine
menimbulkan loncatan kebutuhan dasar control, Breathing dan Circulation dengan
(Bakornas PBP, 2009). kontrol pendarahan). Triase merupakan suatu
Indonesia memiliki banyak daerah keahlian yang harus dimiliki oleh tenaga
rawan bencana. Badan Penangulangan pra-rumah sakit ataupun tim lapangan
Bencana (BNPB) mencatat ada 501 seperti para relawan bencana (Musliha
kabupaten/kota di Indonesia yang termasuk 2010).
daerah rawan bencana. Pada peta indeks Sistem triase yang sering digunakan
daerah rawan bencana terdapat 396 dan mudah dalam mengaplikasikannya adalah

53
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

mengunakan metode START (Simple triage tersebut akan diberikan oleh BNPB dan
and rapid treatment) yang pemilahannya BPBD. Keterampilan dasar yang diberikan
mengunakan warna merah menunjukan berupa pembinaan untuk meningkatkan
prioritas tertinggi yaitu korban yang kompetensi (pengetahuan dan sikap) dan
terancam jiwanya, Jika tidak segera intekritas relawan sehingga relawan dapat
mendapatkan pertolongan pertama. Warna memiliki kriteria tertentu (BNPB, 2011).
kuning menunjukan prioritas tinggi yaitu
korban moderete dan emergent. Warna hijau METODE PENELITIAN
yaitu korban gawat tetapi tidak darurat Penelitian ini merupakan penelitian
meskipun kondisi dalam keadaan gawat ia kuantitatif dengan pendekatan Cross-
tidak memerlukan tindakan segera. Terakhir Sectional yaitu jenis penelitian yang
adalah warna hitam adalah korban ada menekankan waktu pengukuran/observasi
tanda-tanda meninggal (Ramsi, IF. dkk, data variabel independen dan dependen
2014). hanya satu kali pada satu saat. Dimana
Menjadi seorang relawan merupakan variabel independen dan dependen dinilai
tindakan kemanusiaan yang sangat nyata. secara stimultan pada suatu saat, jadi tidak
Banyak kalangan yang tertarik untuk ada tindak. Dengan studi ini, akan di
menjadi relawan, baik itu para anak muda peroleh pravalensi atau efek suatu fenomena
yang belum menamatkan pendidikan atau (variabel dependen) dihubungkan dengan
para orang dewasa yang sudah sukses. Para penyebab (variabel independen) (Nursalam,
relawan tidak hanya ditempatkan di daerah 2013). Disain penelitian yang digunakan
bencana atau daerah konflit, tapi juga dalam penulisan ini adalah penelitian
ditempatkan di daerah yang tertinggal baik deskriptif korelasi yaitu penelitian atau
dari segi fasilitas maupun segi pendidikan. hubungan antara dua variabel pada suatu
Tugas menjadi seorang relawan tidaklah situasi atau sekelompok subjek
mudah. Seorang relawan harus memiliki (Notoadmodjo, S. 2010).
keterampilan dasar. Keterampilan dasar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1Distribusi Frekuensi Pengetahuan Relawan Tentang Triase Metode START Di Kota
Bukittinggi

Pengetahuan Relawan Frekuensi (f) Persentase


Tinggi 47 52.8
Rendah 42 47.2
Total 89 100

Berdasarkan tabel. 1 dapat diketahui satu factor penting yang mendukung


lebih dari separuh responden memiliki pengetahuan tinggi adalah tingkat
pengetahuan yang tinggi yaitu 47 (52,8%) pendidikan. Sehingga dengan adanya
dalam melakukan triase metode START di pengetahuan yang dimiliki seseorang
Kota Bukittinggi tahun 2019. Pengetahuan membuat mereka bisa dengan mudah
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya mencari dan menerima informasi yang
adalah pendidikan, pengalaman terhadap dibutukan sehingga bisa mengubah pola
suatu kejadian dan fasilitas, Menurut piker dan membuat cara pandang yang luas
Notoadmojo (2011). dalam menghadapi masalah yang terjadi
Berdasarkan teori Notoadmojo (2010) disekitarnya.
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan Pengetahuan dan keterampilan relawan
seseorang maka akan semakin tinggi tingkat dengan melakukan triase metode START
pengetahuannya. Hal tersebut diperkuat oleh sangatlah penting dalam penyela matan
Fitriani dalam Widia Astuti (2015) salah korban bencana dan relawan segera

54
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

mengevaluasi keadaan korban dalam triase START, pengetahuan relawan siaga


keadaan gawat darurat. bencana ditinjau dari pernapasan korban
Hasil penelitian ini sejalan dengan baik 66 responden, sirkulasi korban baik 52
penelitian yang dilakukan oleh Nurhakiki responden, dan penilaian tingkat kesadaran
(2016) relawan siaga bencana berjumlah 259 baik 59 responden. Disarankan pada PMI
didelapan desa Kecamatan Meuraxa dan yang melatih relawan siaga bencana
dilatih oleh Palang Merah Indonesia sesudah Kecamatan Meuraxa Banda Aceh agar dapat
bencana tsunami yang banyak memakan meningkatkan pelatihan triase dan
korban, relawan sibat mengabdi untuk di memperbarui pelatihan terhadap metode
desanya sendiri dan diharapkan mendapatkan triase START, dan memfasilitasi simulasi
materi pelatihan dan kaderisasi setiap tahun bencana dan pertolongan pertama saat
sesuai dengan isu yang berkembang, salah bencana agar dapat dilakukan lagi oleh
satunya memberikan pelatihan dan relawan siaga bencana dan sibat tidak
pengetahuan dengan metode START, agar merupakan teknik-teknik metode triase
relawan siaga bencana dapat menolong START saat bencana terjadi.
korban bencana. Pada musibah massal, Pengetahuan relawan di kota
triase START sangat dibutukan sebelum Bukittinggi sebagian besar sudah baik
pihak kesehatan datang memberikan dikarenakan sebagian besar relawan
pertolongan. Tujuan penelitian ini mengikuti pelatihan-pelatihan tentang
mengetahui tingkat pengetahuan relawan simulasi bencana khususnya tentang triase,
siaga bencana tentang metode triase dan juga relawan dapat mengupdate
START. Jenis penelitian ini adalah informasi tentang triase metoda START
deskriptif eksploratif dengan disain cross melalui jaringan sosial salah satunya.
sectional study. Sehingga tingkat pengetahuan relawan
Metode pengambilan sampel semakin baik dalam menerima informasi
mengunakan non probability sampling dan bisa diaplikasikannya dalam melakukan
dengan teknik purposive sampling dengan triase metoda START. Selain itu, faktor
jumlah sampel 73 responden. Alat umur juga mempengaruhi tingkat
pengumpulan data berupa kuesioner terdiri pengetahuan seseorang, sebab semakin
dari 25 item pertanyaan dalam bentuk skala cukup umur seseorang maka kekuatan
guttman. Hasil penelitian menunjukan bahwa seseorang lebih dipercaya dari orang yang
pengetahuan relawan siaga bencana tentang belum tinggi pengetahuannya. Pada dasarnya
metode triase START di Kecamatan semakin dewasa usia seseorang, maka
Muuraxa Banda Aceh tahun 2016 berada semakin banyak pengalaman yang
pada kategori baik dengan 58 responden. dimilikinya.
Hasil penelitian menunjukan dari metode

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Sikap Relawan Tentang Triase Metode START Di Kota
Bukittinggi Tahun 2019

Sikap Relawan Frekuensi (f) Persentase (%)


Negatif 41 46.1
Positif 48 53.9
Total 89 100

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui lebih objek. Sikap belum tentu merupakan
dari sebagian 48 (53.9%) responden predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
memiliki sikap yang positif dalam ini masih merupakan reaksi tertutup, bukan
melakukan triase metode START di kota merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku
Bukittinggi tahun 2019. Sikap merupakan yang terbuka. Sikap seseorang terbentuk
reaksi atau respon yang masih tertutup dari dalam suatu objek dalam hal ini tentang
seseorang terhadap suatu stimulus atau relawan dalam keterampilan melakukan

55
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

triase metoda START kepada korban belum merupakan tindakan (reaksi terbuka)
bencana. atau aktifitas, akan tetapi merupakan
Pendidikan relawan yang tinggi predisposisi perilaku/ tindakan atau reaksi
memang sangat penting dalam tertutup (Notoadmodjo, 2005)
mempengaruhi sikap relawan tentang Menurut asumsi peneliti sikap relawan
keterampilan relawan melakukan triase di kota Bukittinggi sudah positif. Adapun
metoda START. Pendidikan dapat factor yang mempengaruhi sikap relawan
mempengaruhi seseorang akan pola hidup yang positif adalah tingkat pendidikan
terutama dalam memotivasi untuk sikap maupun pengalamannya. Selain itu factor
serta dalam keterampilan. Newcomb lain yang mempengaruhi sikap yang positif
menyatakan bahwa sikap merupakan adalah situasi lingkungan yang baik sesama
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan relawan dan saling berbagi ilmu maupun
bukan pelaksanaan dari motif tertentu, 2011 pengalaman.
dalam endang, dkk 2013). Fungsi sikap

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sikap Relawan Tentang Triase Metode START Di Kota
Bukittinggi Tahun 2019

Keterampilan Relawan Frekuensi (f) Persentase (%)


Kurang Terampil 34 38,2
Terampil 55 61.8
Total 89 100

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui yang mempengaruhi keterampilan relawan


lebih dari sebagian 48 (53.9%) responden yang terampil karena relawan melakukan
memiliki sikap yang positif dalam keterampilannya sesuai dengan dengan
melakukan triase metode START di kota keterampilan melakukan triase metode
Bukittinggi tahun 2019. Menurut asumsi START, sehingga setiap tindakan yang
peneliti keterampilan relawan di kota dilakukan dapat diselesaikan dengan terampil
Bukittinggi sudah terampil. Adapun factor dan sesuai dengan prosedur yang telah ada.

Tabel 4 Hubungan Pengetahuan Dengan Keterampilan Melakukan Triase Metode START


Di Kota Bukittinggi Tahun 2019

Keterampilan Relawan
Kurang Total OR pValue
Pengetahuan Relawan Terampil
Terampil
N % N % N %
Tinggi 10 21,7 36 78,3 47 100
0.203 0,001
Rendah 24 55,8 19 44,2 42 100
Total 34 38,2 55 61,8 89 100

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui terampil dalam melakukan triase metode


bahwa dari 42 orang relawan yang START, sedangkan dari pengetahuan yang
pengetahuan rendah kurang terampil tinggi 47 (52,8%) terdapat keterampilan
sebanyak 55,8% dalam melakukan triase relawan terampil dan 10 orang relawan kurang
metode START, dari 24 relawan yang terampil dalam melakukan triase metoda
memiliki pengetahuan rendah ada sebanyak START sebanyak (21,7%).
19 (44,2%) relawan yang keterampilannya

56
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hasil uji statistik antara hubungan dengan keterampilan relawan dalam


pengetahuan dengan keterampilan relawan melakukan triase metoda START.
dengan melakukan triase metode START di Dari perhitungan statistik diperoleh nilai
kota Bukittinggi tahun 2019 diperoleh nilai OR 0,203 artinya pengetahuan relawan yang
P value 0.001 bila dibandingkan dengan α rendah beresiko 0,203 kali untuk tidak
0,05 maka P value <α yang artinya ada terampil melakukan triase metode START.
hubungan antara pengetahuan relawan
Tabel 5. Hubungan Sikap Relawan Dengan Keterampilan Melakukan Triase Metode START
Di Kota Bukittinggi Tahun 2019

Keterampilan Relawan
Kurang Total OR pValue
Sikap Relawan Terampil
Terampil
N % N % N %
Negatif 22 51,2 21 48,8 41 100
3,474 0,005
Positif 12 26,1 34 73,9 48 100
Total 34 38,2 55 61,8 89 100

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui Khususnya pada beberapa kemampuan yang


bahwa dari 41 relawan yang memiliki sikap lain seperti misalnya pengetahuan kosakata
negatif ada sebanyak 22 (51.2%) relawan dan pengetahuan umum, kiranya hanya
yang keterampilannya kurang terampil sedikit pengaruhnya.
dengan melakukan triase metode START, Beberapa teoritis berpendapat bahwa IQ
sedangkan dari 48 relawan yang memiliki seseorang akan menurun cukup cepat sejalan
sikap positif ada sebanyak 34 (73.9%) dengan berjalannya usia. Pendidikan
relawan yang keterampilannya terampil merupakan suatu usaha sadar untuk
dengan melakukan triase metode START. mengembangkan kepribadian dan
Hasil uji statistik antara hubungan sikap kemampuan didalam dan diluar sekolah dan
dengan keterampilan relawan dengan berlansung seumur hidup. Dan pengalaman
melakukan triase metode START di belajar dalam bekerja yang dikembangkan
kota Bukittinggi tahun 2019 diperoleh nilai memberikan pengetahuan dan keterampilan
p = 0.005 (p<0.05) yang artinya ada professional. Menurut teori Stimulus Respon
hubungan antara sikap relawan dengan menyatakan bahwa semakin bertambah usia
keterampilan relawan dalam melakukan semakin lambat stimulus respon yang
triase metode START. Dari perhitungan diterima (Notoatmodjo, 2003).
statistik diperoleh nilai OR 3,474 artinya Pada penelitian ini pengetahuan tidak
sikap relawan yang negative beresiko 3 kali hanya dipengaruhi oleh pendidikan saja
untuk tidak terampil dalam melakukan triase namun juga dipengaruhi usia dan
metode START. pengalaman kerja. Hubungan pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) faktor- relawan di PMI, TAGANA, KBLK, BRT
faktor yang mempengaruhi pengetahuan sangatlah penting dalam melakukan triase
diantaranya adalah umur, pendidikan, metode START. Relawan mempunyai
pengalaman. Dimana ada dua pendapat keterampilan utama dalam triase, sehingga
mengenai jalannya perkembangan selama relawan yang bertugas sebagai penyelamatan
hidup: Semakin tua semakin bijaksana, korban bencana khususnya melakukan triase
semakin tua semakin banyak informasi yang metode START yang diperoleh melalui
dijumpai, semakin banyak hal yang pendidikan khusus yang terprogram dan
dikerjakan, tidak dapat mengajarkan terstruktur, yang dibuktikan dengan
kepandaian baru pada orang tua yang sudah sertifikat.
tua karena mengalami kemunduran fisik Adapun faktor yang mempengaruhi
maupun mental. Dapat dipikirkan bahwa IQ tingkat pendidikan relawan telah tinggi
akan menurun sejalan bertambahnya usia, karena kemajuan teknologi saat ini seperti

57
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

bisa mengakses internet sehingga mereka Sedangkan sikap yang negative dan
dengan mudah mencari informasi terkait apa keterampilan kurang terampil disebabkan
yang mereka butuhkan. Terbukti dengan oleh kurangnya pengalaman yang dimiliki
hasil penelitian yang dilakukan ada oleh relawan dengan melakukan metode
sebanyak 55 (61.8%) relawan yang START. Selain itu karena relawan masih
pengetahuannya tinggi dengan melakukan kurang pengetahuan tentang triase metode
triase metode START. START sehingga ketika memberikan
Hubungan Sikap Relawan Dengan pertolongan kepada korban bencana dengan
Keterampilan Melakukan Triase Metode melakukan triase metode START kurang
START Di Kota Bukittinggi Tahun 2019 terampil.
Dari tabel menunjukan bahwa dari 41 Selain itu dalam penelitian ini juga
relawan yang memiliki sikap negative ada ditemukan sikap relawan yang positif namun
sebanyak 34 (38.2%) relawan yang keterampilannya kurang terampil, hal itu
keterampilannya kurang terampil dengan disebabkan oleh factor spikologis relawan
melakukan triase metode START. yang belum terlatih dengan melakukan triase
Dari hasil uji statistic dengan metode START. Sehingga tidak semua
mengunakan chi square dengan tingkat relawan dapat beradaptasi dan terlati dengan
kepercayaan 95% antara variabel sikap cepat. Namun beberapa hal yang bersifat
dengan keterampilan relawan diperoleh nilai spesialistik akan menjadi sebuah hambatan.
p = 0,005 (p<0.05) ini menyatakan ada
hubungan yang bermakna antara sikap KESIMPULAN
relawan dengan keterampilan relawan denga Lebih dari separuh yaitu 47 (52.8%)
n melakukan triase metode START di kota responden memiliki pengetahuan tinggi
Bukittinggi tahun 2019. dengan melakukan triase metode START di
Pendapat Allport (1954) yang dikutip kota Bukittinggi tahun 2019.
Notoatmodjo (1993) yaitu pembentukan Lebih dari separuh yaitu 48 (53.9%)
sikap yang utuh pengetahuan, berpikir, responden memiliki sikap yang positif
keyakinan dan emosi memegang peranan dengan melakukan triase metode START di
penting. Pendapat ini diperkuat oleh (Anwar kota Bukittinggi tahun 2019.
S, 2002) yaitu komponen kognitif Lebih dari separuh yaitu 55 (61.8%)
merupakan respresentasi uji yang dipercayai responden memiliki keterampilan yang
seseorang mengenai apa yang berlaku atas terampil dalam melakukan triase metode
apa yang tema bagi ibjek sikap. Sekali START di kota Bukittinggi.
kepercayaan itu sudah terbentuk, maka akan Ada hubungan yang bermakna antara
menjadi dasar pengetahuan, seseorang pengetahuan relawan dengan keterampilan
mengenai apa yang ia harapkan. Jadi relawan melakukan triase metode START di
pengetahuan sangat menentukan seseorang kota Bukittinggi tahun 2019 dengan nilai
untuk bersikap positif atau negative. alpa 0,05 lebih besar dari nilai p value
Kecendrungan seseorang bertindak, menurut 0,001.
Victor (1997) menambahkan bahwa Ada hubungan yang bermakna
pengetahuan akan terus berkembang seiring antara sikap relawan dengan keterampilan
tuntutan hidup seseorang, sehingga, relawan melakukan triase metode START di
pengetahuan yang diperoleh dari proses kota Bukittinggi tahun 2019 dengan nilai
pendidikan sejak lahir baik formal maupun alpa 0,05 lebih besar dari nilai p value
non formal akan sangat menentukan 0,005
seseorang dalam menghadapi lingkungannya
(Media Informasi Ilmu, 2009). REFERENSI
Menurut asumsi peneliti sikap relawan Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur
berhubungan dengan keterampilan relawan penelitian, suatu pendekatan Praktek.
dengan melakukan triase metode START Jakarta: Bima Aksara.
disebabkan oleh adanya relawa mengikuti Anwar, Prabu Mangkunegara. (2002).
pelatiahan maupun mencari tahu tentang Manajemen Sumber Daya Manusia.
triase metode START sehingga relawan Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
lebih percaya diri dengan melakukan triase Bertnus. (2009).Faktor yang Mempengaruhi
metoda START. Keterampilan.

58
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

BNPB. (2011).Peraturan Kepala Badan Kartikawat.Dewi. (2011). Buku Ajar Dasar-


Nasional Penanggulangan Bencana Dasar Kegawat daruratan. Jakarta:
Nomor 17 Tahun 2011.Pedoman Salemba Medika.
Relawan Penangulangan Bencana. Loiselle, C.G., Profetto-McGrath, J., Polit,
Dewi, (2011).Konsep Dasar Triage D.F, & Beck, C.T (2004). Canadian
Instalasi Gawat Darurat Konsep Essentals of Nursing Research.
Dasar Keperawatan Gawat. Skripsi Philadelphia: Lippincott Wiliams &
Dharma, K. (2011). Metodologi Penelitian Wilkins.
Keperawatan. Trans Info Media:
Jakarta
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian
Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Oman, dkk (2008), Panduan belajar
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka keperawatan emergency, Jakarta: EGC
Cipta. Ramsi, IF dkk (2014). Basic life support, edisi
Notoatmodjo, S.( 2003). Pendidikan Dan 13. Jakarta : EGC.
Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.

59
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Komunikasi Terapeutik Mempengaruhi Kepuasan Keluarga Pasien Di Rsud Dr


Adnaan WD Payakumbuh

Endra Amalia, Rini Handayani , Yessi Andriani


STIKes Perintis Padang,
Email : amalia.endra@yahoo.co.id

ABSTRAK

Komunikasi terapeutik merupakan salah satu upaya meningkatkan kepuasan keluarga pasien
yang anaknya dirawat di rumah sakit. Kenyataan ditatanan pelayanan masih banyak perawat belum
melakukan komunikasi terapeutik terhadap anak dengan baik saat melakukan tindakan keperawatan,
sehingga keluarga pasien merasa kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui komunikasi terapeutik yang mempengaruhi kepuasan keluarga pasien
anak di RSUD Adnaan WD Payakumbuh. Penelitian ini menggunakan metode deskiptif analitik
dengan pendekatan cross sectional study. Teknik yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 67 keluarga pasien yang dilaksakan bulan Juni 2019. Pengumpulan
data menggunakan kusioner, dengan uji Chi Square. Hasil analisis menunjukkan lebih dari separoh
(58,2%) perawat menggunakan komunikasi terapeutik dengan baik, dan sebagian besar (65,7%)
keluarga pasien anak puas dengan komunikasi terapeutik perawat. Uji statistik dengan p value 0,002,
dapat disimpulkan ada hubungan komunikasi terapeutik yang dipersepsikan dengan kepuasan
keluarga pasien anak dengan odds ratio 6.095, artinya komunikasi terapeutik perawat kategori baik
berpeluang 6.095 kali mendapatkan kepuasan dibadingkan dengan komunikasi terapeutik perawat
kategori kurang baik. Disarankan perawat menerapkan komunikasi terapeutik kepada semua pasien
asuhannya sesuai Standar Operasional Prosedur.

Kata kunci : kepuasan keluarga pasien, komunikasi terapeutik perawat.

ABSTRACT

Therapeutic communication is one of efforts to improve patient satisfaction, child and family by
applying therapeutic communication in children treated at the hospital.There are many nurses have
not done communication therapeutic as well as do the act of nursing.So that the patient family feel
less satisfied with the services provided. Research aims to understand therapeutic satisfaction
communication affect the patient family children hospital adnaan wd payakumbuh .Methods used
descriptive analytic by design cross sectional study , tekhnik the sample purposive sampling
implemented in june 2019 to 67 the patient family children .Data collection using kusioner , by test
chi square .The analysis denote more than separoh ( 58,2 % ) nurses using communication
therapeutic well and most ( 65,7 % ) the patient family satisfied with communication therapeutic
nurse. Statistical tests indicate there is a communication with satisfaction the patient family.
therapeuticValue or 6.095, 0,002 with p this means that communication therapeutic nurse good
category could 6.095 appr oached with satisfaction dibadingkan by communication poor. therapeutic
nurse categoriesSuggested nurse therapeutic communication apply to all patients brought up
according to standard operating procedures.

Keywords : Patient’s family satisfaction, Nursing therapeutic communication

PENDAHULUAN No.36 tahun 2019). Rumah Sakit berfungsi


Rumah Sakit sebagai satu badan sebagai memberikan pelayanan medis,
usaha yang mempunyai misi memberikan pelayanan rawat jalan, pelayan rawat inap
pelayanan kesehatan yang bermutu dan secara perventif (pencegahan
terjangkau oleh masyarakat meningkatkan penyakit), promotif (peningkatan keseha-
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitative
ingginya. Rumah Sakit merupakan insti-tusi (pemulihan).
pelayanan kesehatan bagi masyarakat ( UU RI

60
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Sumber daya Rumah Sakit yang paling rasa sakit dan lingkungan rumah sakit yang
banyak menyumbang sebagai pendukung asing bagi anak. Untuk itu sangat diperlukan
kepuasan terhadap pasien salah satunya adalah peran perawat dalam masa penyembuhan anak.
perawat. Perawat memberikan pengaruh besar Perawat sebagai tenaga kesehatan adalah yang
untuk menentukan kualitas pelayanan karena paling sering berinteraksi dengan pasien anak
perawat memiliki frekuensi pertemuan yang dan keluarga, harus dapat menempatkan
paling sering dengan pasien. Oleh karena itu, keluarga sebagai integral dari setiap asuhan
mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi keperawatan yang diberikan (American
bahkan menjadi salah satu faktor penentu citra academy of pediatrics, 2003). Hal ini sesuai
institusi pelayanan kesehatan dimata dengan salah satu pendekatan perawat terhadap
masyarakat (Aditama, 2004). Seorang perawat keluarga anak yang berfokus pada keluarga
dituntut terampil dalam melakukan prosedur atau family centered care (FFC). Keterlibatan
keperawatan, karena keberhasilan perawat keluarga saat proses perawatan anak sakit akan
dalam memberikan asuhan keperawatan baik membantu meningkatkan kepuasan keluarga
fisik maupun psikis berorientasi pada terhadap pelayanan kesehatan.
komunikasi. Setiap perawat harus mempunyai Salah salah satu upaya meningkatkan
keahlian dalam berkomunikasi dengan pasien kepuasan pasien anak dan keluarga dengan
untuk membina hubungan yang terapeutik, hal menerapkan komunikasi terapeutik perawat
ini sangat penting untuk menentukan kepuasan selama pasien anak di rawat di rumah
pasien dan apabila tidak tepat, akan sakit. Kepuasan keluarga anak merupakan salah
menimbulkan masalah bagi pasien dan perawat. satu tingkat penerimaan dan respon terhadap
Aspek komunikasi memegang peranan penting pemberian pelayanan
karena pelayanan kesehatan adalah high kesehatan yang didapatkannya yaitu
personnel contact (priyanto, 2009). berupa komunikasi, jika perawat tidak me
Menurut Muninjaya (2004), bahwa salah mberikan komunikasi terapeutik dengan baik
satu faktor yang mempengaruhi kepuasan akan menyebabkan pasien dan keluarga merasa
pasien adalah komunikasi, yang mana tidak puas. Hal ini akan berdampak pada citra
komunikasi merupakan suatu informasi yang rumah sakit sehingga pasien dan keluarga tidak
diberikan pihak penyediaan jasa dan keluhan- mau lagi untuk datang ke instalasi pelayanan
keluhan yang didapatkan dari pasien dengan tersebut karena adanya ketidakpuasan
cepat oleh penerima penyedia jasa terutama (Suryani, 2007). Untuk mengurangi
perawat dalam memberikan bantuan terhadap ketidakpuasan pasien akan hasil perawatan dari
keluhan pasien, dalam hal ini komunikasi rumah sakit, maka pelaksanaan asuhan
terapeutik merupakan suatu proses keperawatan tidak dapat dipisahkan dari
penyampaian nasehat kepada pasien untuk komunikasi. Semakin baik komunikasi
mendukung upaya penyembuhan yang terapeutik seorang perawat maka pasien akan
direncanakan. merasa semakin puas (haryanto & septyani,
Sundeen S.J 1994 (dalam baradero 2006). 2009).
Berperndapat bahwa komunikasi terapeutik Survey awal yang dilakukan pada tanggal
merupakan suatu interaksi yang bermanfaat dan 26 Februari 2019 di RSUD Dr. Adnaan WD
menyembuhkan kondisi saling percaya yang Payakumbuh, diperoleh data bahwa jumlah
dibangun antara perawat dengan pasien akan perawat di ruang rawat inap anak sebanyak 15
mempermudah pelaksanaan dan keberhasilan orang. Jumlah pasien yang dirawat di ruang
program pengobatan. Hal ini seorang perawat rawat inap anak pada tahun 2016 sebanyak
harus mempunyai keahlian dalam 1.585 orang, tahun 2017 sebanyak 1.342 orang
berkomunikasi untuk dapat membina hubungan dan pada tahun 2018 sebanyak 960 0rang. Hasil
yang terapeutik sebagai penentu tingkat dari pengamatan papan mading yang berada di
kepuasan pasien. ruang anak tersebut menunjukkan bahwa hanya
Perawat dalam memberikan asuhan 5 orang dari 15 perawat yang diberikan tanda
keperawatan harus mampu berkomunikasi senyum oleh pasien saat akan pulang. Dapat
secara efektif terhadap pasien, baik pada orang diartikan bahwa hanya 45,5 % perawat yang
dewasa maupun pada anak-anak. Anak yang melakukan komunikasi dengan baik pada
dirawat di rumah sakit mengalami tingkat stress pasien saat melakukan tindakan.
yang berlebihan, hal ini disebabkan karena Hasil wawancara terhadap 5 orang tua dari
anak takut berpisah dengan orang tua, adanya pasien anak menyatakan bahwa 3 orang

61
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

diantaranya perawat tidak menggali perasaan purposive sampling, yaitu sampel yang
dan kecemasan pasien, tidak merencanakan terpilih melalui penetapan kriteria tertentu
pertemuan peratama dengan pasien dan perawat oleh peneliti Perhitungan besarnya me-
tidak peka terhadap respon verbal dan non
nggunakan rumus menurut Slovin dalam (Sani,
verbal pasien, seperti ketika pasien menangis
dan meringis kesakitan terhadap suatu tindakan 2016) dan didapatkan 67 orang responden.
yang dilakukan oleh perawat
HASIL DAN PEMBAHASAN
tetapi perawat tidak menghentikan dan
Hasil analisis Tabel 1 diketahui bahwa dari
memberikan komunikasi yang membuat
67 orang keluarga pasien lebih dari separoh
pasien menjadi lebih tenang. Hal ini
atau 58.2% menggunakan komunikasi
menyebabkan anak takut sehingga setiap
terapeutik dengan baik, dan perawat yang
tindakan yang dilakukan oleh perawat
melaksanakan komunikasi terapeutik kurang
menimbulkan respon menolak dari pasien. Oleh
baik yaitu sebanyak 41,8 %. Hasil penelitian ini
sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan
sejalan dengan penelitian Laode Musrin tentang
penelitian tentang“ hubungan komunikasi
“Hubungan komunikasi terapeutik perawat dan
terapeutik perawat yang di persepsikan
pelayanan keperawatan dengan kepuasan
keluarga pasien dengan tingkat kepuasan di
pasien di ruang rawat inap RSUD Kabupaten
Ruang Rawat Inap Anak RSUD Dr. Adnaan
Buton Utara tahun (2012)” dimana
WD Payakumbuh Tahun 2019. Tujuan
menjelaskan lebih dari separoh responden
penelitian ini adalah untuk Menganalisis
menyatakan komunikasi yang dilakukan
hubungan komunikasi terapeutik perawat yang
perawat baik, didapatkan hasil sebagai berikut.
dipersepsikan keluarga pasien dengan tingkat
Diantara 41 responden dirawat inap, terdapat
kepuasan pasien Di Ruang Rawat Inap Anak
32 orang (78,0 %) yang menilai baik terhadap
RSUD Dr.Adnaan WD Payakumbuh Tahun
pelayanan perawat dan 9 orang (22,0 %) yang
2019.
menilainya kurang baik.
METODE PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Komunikasi
Penelitian ini merupakan penelitian
Terapeutik Perawat Yang Di Persepsikan
kuantitatif dengan metode deskriptif analitik Keluarga Pasien Di Ruang Rawat Inap Anak
dengan desain RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh Tahun
crosssectional.Penelitian ini dilakukan di Ruan 2019.
g Rawat Inap anak RSUD Dr. Adnaan WDPay
akumbuh, yang telah dilakukan pada hari Senin Komunikasi f %
tanggal 24 Juni sampai tanggal 1 Terapeutik
Baik 39 58.2
Juli Tahun 2019. Alasan Peneliti memilih
Kurang Baik 28 41.8
penelitian komunikasi terapeutik perawat ini Jumlah 67 100
dilakukan karena masih banyak perawat yang
belum menggunakan komunikasi terapeutik Ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3
dengan baik ketika melakukan tindakan Nomor 2, Mei 2015 5 Dari hasil penelitian
keperawatan atau pelayanan pada pasien. dapat menunjukkan, bahwa perawat telah
Populasi dalam penelitian adalah seluruh konsisten menerapkan komunikasi terapeutik.
Penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat
keluarga pasien di Ruang Rawat Inap Anak
yang efektif ini disebabkan karena kesadaran
RSUD Dr. Adnaan Wd pada tahun 2019, perawat yang makin meningkat tentang
jumlah data yang didapatkan periode Januari – pentingnya membina komunikasi yang efektif
Desember Tahun 2018 yang diambil pada bulan dan terbuka sehingga tercapai hubungan yang
Februari yaitu sebanyak 80 orang. Teknik saling percaya dengan pasien untuk dapat
pengambilan sampel yang digunakan pada memahami permasalahan pasien dan tepat
penelitian ini adalah non probability sampling dalam menanganinya. Walaupun dari hasil
penelitian ini yang menyatakan bahwa perawat
yaitu dengan cara pengambilan sampel dengan
telah menerapkan komunikasi terapeutik yang
mengambil semua anggota populasi menjadi baik, tetapi masih terdapat 9 responden
sampel dengan teknik pengambilan sampel (11,2%), menyatakan tidak baik, hal yang harus

62
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

mendapat perhatian serius dari perawat adalah Puas 44 65.7


penerapan komunikasi saat kontak pertama Tidak Puas 23 34.3
antara pasien dan perawat, sebab hal ini Jumlah 67 100
dibuktikan dengan pernyataan pasien bahwa
masih terdapat perawat yang tidak Hal ini membuktikan bahwa pelayanan
memperkenalkan diri kepada pasien. keperawatan yang berkualitas tidak hanya
Teori Menurut Muninjaya (2004), bahwa ditentukan oleh ketepatan dalam memberikan
komunikasi adalah salah satu faktor yang pelayanan tetapi juga dengan membina
mempengaruhi kepuasan pasien, yang mana hubungan komunikasi yang menyembuhkan
komunikasi merupakan suatu informasi yang pasien yaitu komunikasia terapeutik. Perawat
diberikan pihak penyediaan jasa dan keluhan- perlu memiliki keterampilan berkomunikasi
keluhan yang didapatkan dari pasien dengan secara terapeutik dalam menjalankan perannya
cepat oleh penerima penyedia jasa terutama xxi seehingga dapat menentukan keberhasilan
perawat dalam memberikan bantuan terhadap pelayanan dalam pemberian asuhan
keluhan pasien, dalam hal ini komunikasi keperawatan yang profesional (Nasir, 2009).
terapeutik merupakan suatu proses Salah satu hal yang dilakukan perawat dalam
penyampaian nasehat kepada pasien untuk menjaga kerjasama yang baik dengan pasien
mendukung upaya penyembuhan yang dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien
direncanakan. adalah dengan berkomunikasi. Dengan
berkomunikasi perawat dapat mendengarkan
Kepuasan Keluarga Pasien perasaan pasien dan menjelaskan prosedur
Hasil analisis Tabel 2 diketahui bahwa dari keperawatan (Mundakir, 2008).
67 orang responden, lebih dari separuh yaitu Komunikasi yang dilakukan dalam hal ini
sebanyak 44 (65,7%) responden menyatakan adalah komunikasi terapeutik yaitu komunikasi
puas dengan komunikasi terapeutik perawat, yang membantu dalam proses penyembuhan
sedangkan responden yang menyatakan tidak pasien. perawat yang mampu berkomunikasi
puas sebanyak 23 (34,3%). Didukung oleh secara terapeutik, akan mudah menjalin
penelitian yang dilakukan oleh Bolla (2010) hubungan dengan pasien, membangun rasa
yang menyatakan bahwa adanya hubungan percaya dengan pasien, mencegah terjadinya
antara pelaksanaan komunikasi terapeutiik masalah legal, memberikan kepuasan dalam
perawat dengan tingkat kepuasan pasien pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra
dengan hasil p=0,011 lebih kecil dari 0,05 profesi keperawatan serta citra rumah sakit
(0,011<0,05). Sejalan juga dengan penelitian sehingga dapat meningkatkan kepuasan pasien
Nugroho (2009) yang menyatakan bahwa ada (Purba, 2006).
hubungan antara komunikasi terpeutik Hendaryani (2007) menyatakan bahwa
dengan kepuasan pasien dengan uji statistik dalam melakukan komunikasi atau memberikan
mendapatkan hasil p=0,010 informasi kepada pasien, perawat harus
(0,010<0,05). Penelitian lain yang mendukung melakukannya dengan efektif dan terapeutik
penelitian ini adalah penelitian yang sehingga tercipta hubungan yang harmonis dan
dilakukan oleh Haryanto (2009) yang berjudul terhindar dari komplain atau ketidakpuasan.
“Hubungan antara komunikasi Teori ini didukung juga oleh Wijono (2010)
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang
Rumah Sakit Islam Kendal”, hasil penelitian ini mempengaruhi kepuasan pasien adalah
didapatkan p=0,01 (p<0,05) yang artinya komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik
bahwa ada hubungan antara komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien. perawat untuk mendukung proses keperawatan
yang meliputi pengkajian diagnosa
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
Kepuasan Keluarga Pasien Di Ruang Rawat penilaian. Dimensi mutu pelayanan rumah sakit
Inap Anak RSUD Dr. Adnaan WD yang mempengaruhi mutu pelayanan salah
Payakumbuh Tahun 2019. satunya merupakan dimensi hubungan perawat
dengan pasien, yang dimana salah satu
Kepuasan Keluarga f % indikator mutu layanan keperawatan adalah
Pasien kepuasan pasien (Wiyana, 2008).

63
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

terdapat hubungan antara komunikasi


Hasil analisis Tabel 3 menunjukkan bahwa terapeutik perawat dengan kepuasan keluarga
dari 39 keluarga pasien yang mempersepsikan pasien dan Odds ratio 6.095, artinya keluarga
komunikasi terapeutik perawat kategori baik pasien yang mempersepsikan komunikasi
dan memperoleh tingkat kepuasan kategori terapeutik perawat kategori baik berpeluang
puas sebesar 32 (82,1%), sedangkan dari 28 sebesar 6.095 kali untuk mendapatkan
keluarga pasien yang mempersepsikan kepuasan keluarga pasien kategori puas
komunikasi terapeutik perawat kurang baik dan dibadingkan dengan keluarga pasien yang
memperoleh tingkat kepuasan tidak puas mempersepsikan komunikasi terapeutik
sebesar 16(57,1%). Berdasarkan hasil analisis perawat kategori kurang baik.
statistik didapatkan nilai p = 0,002, artinya

Tabel 3. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Yang Dipersepsikan


Keluarga Pasien Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap AnakRSUD
Dr. Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2019.

Kepuasan keluarga Pasien Total


Komunikasi Puas Tidak puas P- Or (95% CI)
Terapeutik n % n % f % Value
Baik 32 82,1 7 17,9 39 100 0,002 6.095 (2.012-
Kurang baik 12 42,9 16 57,1 28 100 18,470)

Jumlah 44 65,7 23 34,3 67 100

Menurut Kutney-Lee, A., et al (2009) harapan-harapanya (Nursalam, 2011). Ejournal


mengatakan, bahwa komunikasi yang Keperawatan (e-Kp) Volume 3 Nomor 2,Mei
dilakukan perawat dalam menyampaikan 2015 7 Kepuasan pasien adalah indikator
informasi sangat berpengaruh terhadap pertama dari standar suatu rumah sakit. Pasien
kepuasan pasien. Hasil penelitian didapatkan, baru akan puas apabila kinerja layanan
bahwa ada hubungan antara komunikasi kesehatan yang diperolehnya sama atau
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien. melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidak
Perawat merupakan kunci yang dapat puasan atau perasaan kecewa pasien akan
mempengaruhi kepuasan pasien, hal ini muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang
disebabkan karena seringnya interaksi antara diperolehnya itu tidak sesuai dengan
perawat dan pasien selama menjalani masa harapannya. Kepuasan pasien adalah suatu
perawatan. Hasil penelitian ini didukung oleh tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
penelitian yang dilakukan oleh Priscylia A. C akibat dari kinerja layanan kesehatan yang
Rorie (2014) tentang hubungan komunikasi diperolehnya setelah pasien membandingkan
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di nya dengan apa yang diharapkannya.
ruang Rawat Inap Irina A RSUP Prof. DR. R. Hal tersebut tentunya tidak mungkin
D. Kandou Manado yang menyatakan, bahwa terjadi, karena masih banyak pasien lain yang
ada hubungan antara komunikasi terapeutik harus mendapatkan perhatian dari perawat.
perawat dengan kepuasan pasien. Ketidakpuasan tersebut juga timbul karena
Dengan berkomunikasi perawat dapat persepsi dan cara pandang pasien yang berbeda
mendengarkan perasaan pasien dan dalam menganggapi setiap tindakan dan
menjelaskan prosedur tindakan keperawatan komunikasi perawat. Sedangkan komunikasi
(Mundakir, 2013). Kepuasan adalah perasaan yang tidak baik tetapi pasien merasa puas
senang seseorang yang berasal dari disebabkan karena apa yang didapatkan oleh
perbandingan antara kesenangan terhadap pasien sesuai dengan harapan untuk
aktivitas dan suatu produk dengan harapannya. mendapatkan pelayanan yang terbaik dari
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa perawat. Kepuasan tersebut timbul dari adanya
seseorang yang muncul setelah keterampilan dan tanggung jawab perawat
membandingkan antara persepsi atau kesannya dalam memberikan pelayanan kesehatan,
terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan seperti perawat yang menangani masalah

64
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

dengan tepat dan profesional, perawat yang melaksanakan komunikasi terapeutik sesuai
bersedia menawarkan bantuan ketika pasien dengan tahap-tahap komunikasi.
mengalami kesulitan.
Penelitian ini didukung dengan pendapat KESIMPULAN
yang dikemukakan oleh Rhona Sandra (2013), Lebih dari separoh perawat menggunakan
bahwa hal ini disebabkan karena faktor komunikasi terapeutik dengan baik, dan
emosional dari pasien, dimana pasien sebagian besar tingkat kepuasan keluarga
mempunyai presepsi yang negatif terhadap pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat
perawat, sehingga hal ini menjadi perbandingan adalah kategori puas, sehingga dari hasil uji
bagi pasien, walaupun komunikasi terapeutik statistik ada hubungan komunikasi terapeutik
dilakukan perawat tetapi pasien masih ada yang perawat yang dipersepsikan keluarga pasien
tidak puas dan komunikasi yang tidak baik dengan tingkat kepuasan di Ruang Rawat Inap
tetapi pasien merasa puas, hal ini bisa Anak RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh
disebabkan karena pasien puas dengan sarana dengan nilai p :0,002, dan Odds ratio: 6.095.
dan pra sarana yang ada di rumah sakit serta
kemudahan pasien mendapatkan obat. Hasil REFERENSI
penelitian ini dapat dijelaskan, bahwa sebagian Andri H.Y. (2007). journal hubungan persepsi
besar menyatakan bahwa perawat telah pasien tentang komunikasi perawat
menerapkan komunikasi terapeutik dengan baik dengan kepuasan pasien di RSUD Pandan
dan sebagian besar pasien menyatakan telah Arang : boyolali, p 1-10.
puas dengan komunikasi yang diberikan oleh Bolla, I.N. (2008). Hubungan Pelaksanaan
perawat.Semakin baik komunikasi terapeutik Komunikasi Terapeutik Perawat dengan
yang dilaksanakan maka semakin puas pasien Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Rawat
dalam menerima. Sehingga dapat disimpulkan, Inap Melati RSUD Subang. Skripsi: Stikes
bahwa komunikasi terapeutik berhubungan Jenderal Achmad Yani Cimahi.
dengan kepuasan pasien. Febriani E. (2015). Gambaran komunikasi
Menurut asnalisis peneliti, dari hasil terapeutik perawat dan tingkat kepuasan
kusioner selama penelitian dilakukan masih paisen dirawat inap RSUD Sultan Syarif
banyak perawat yang tidak memperkenalkan Mohamad Alkadirif, Pontianak.
diri ketika akan melakukan tindakan dan tidak Haryanti. (2000). Manajemen Mutu Pelayanan
menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang Kesehatan. Surabaya: Universitas
akan dilakukan sehingga inisiatif keluarga Airlangga.
pasien sendiri yang ingin bertanya. pada fase Hidayat. A.A, (2007). Metode Penelitian
kerja perawat tidak mampu membuat anak Keperawatan dan Tekhnik Analisa
bercerita dan tenang pada saat tindakan Data.Jakarta: Salemba Medika.
dilakukan, salah satunya dari hasil wawancara Husna (2009). Hubungan Komunikasi
dengan salah satu keluarga pasien menyebutkan Terapeutik Perawat dengan Kepuasan
bahwa perawat hanya berfokus pada tindakan Pasien dalam Pelayanan Keperawatan di
yang dilakukan dan tidak ada komunikasi yang Rumah Sakit Siti Khodijah
dilakukan perawat terhadap pasien sehingga Sepanjang.Skripsi. Program Studi Ilmu
pasien menangis saat tindakan tersebut Keperawatan. Fakultas Ilmu Kesehatan
dilakukan, serta perawat jugan tidak pernah UM Surabaya.
memberikan pujian pada anak setelah Irawan, H. (2002). Sepuluh Prinsip Kepuasan
dilakukan tindakan,mengakibatkan setiap Pelanggan, Jakarta, PT Elex
perawat yang masuk ke kamar pasien MediaKomputindo.
menyebabkan rasa takut dan tidak nyaman pada Keliat, B.A., (2003). Peran serta keluarga
pasien. Pada fase terminasi perawat tidak ada dalam perawatn klien gangguan jiwa.
menganjurkan pasien untuk istirahat dan Jakarta: EGC. Keperawatan. Jakarta :
membuat kesepakatan waktu untuk kunjungan Salemba medika.
berikutnya sehingga antara perawat dan Lamiri. (2008). Pengaruh Kualitas Pelayanan
keluarga pasien atau pasien sendiri tidak ada Terhadap Kepuasan Minat Perilaku
kedekatan. Secara umum, kurangnya Penderita Rawat Inap Di RSI Samarinda.
pelaksanaan komunikasi terapeutik tersebut Samarinda : Journal Management
oleh perawat disebabkan mereka tidak terbiasa Pelayanan Kesehatan.

65
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Muninjaya, A. A. 2004. Manajemen Kesehatan, Pohan, I.S. (2007). Jaminan Mutu Layanan
Edisi 2. Jakarta : EGC. kesehatan: Dasar-Dasar Pengertian dan
Muhit, A., Mubarak, Nasir. (2009). Komunikasi Penerapan. Jakarta: EGC.
dalam Keperawatan : Teori dan Aplikasi. Potter, P, Perry, A. (2005). Buku Ajar
Jakarta: Selemba Medika. Fundamental Keperawatan : Konsep,
Mundakir, (2006). Komunikasi Keperawatan, Proses dan Praktik. Edisi 4. Jakarata :
Aplikasi dalam pelayanan. Yogyakarta :. EGC.
Graha Ilmu. Potter,P, Perry, A. (2010). Fundamental
Murwani, A Istichomah, (2009), Komunikasi keperawatan buku 3. Edisi 7. Jakarta :
Terapeutik Panduan bagi Perawat, Salemba Medika
Nasir, A., Muhith, A., Sajidin, M., dan Purba, J. M. (2007) Komunikasi Dalam
Mubarak, W. I. 2009. Komunikasi dalam Keperawatan Program studi Keperawatan
Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Unversitas Sumatera
Salemba Medika. Utara Medan.
Notoadmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Purwanto, H. (2007). Komunikasi untuk
Masyarakat. Jakarta : Rhineka Cipta. Perawat. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S, (2005). Metodologi penelitian Riwidikdo, (2009). Statistik Untuk Penelitian
kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta Kesehatan dengan Aplikasi Program R
Nursalan, 2008. Konsep dan Penerapan dan SPSS, Penerbit Pustaka Rihama.
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Yogyakarta.
Salemba Medika. Jakarta. Rohani dan setio, H. (2013). Panduan Praktik
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan; Keperawatan Komunikasi. Yogyakarta.
Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Citra Aji Parama.
Profesional. Jakarta. Salemba Medika. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan; Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung
Aplikasi dalam Praktik Keperawatan : Alfabeta.
Profesional. Jakarta. Salemba Medika. Suarli.S & Yanyan. B (2002). Manajemen
Nursalam. 2003. Manajemen keperawatan; Keperawatan Dengan Pendekatan Praktis.
Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Sekolah Tinggi Muhammadiyyah
Profesional. Ed. 3 Jakarta. Salemba Tasikmalaya.
Medika. Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik : teori
Nurhasid (2009). Hubungan Antara dan praktik. Jakarta : EGC
Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Suryani. (2015). Komunikasi Terapeutik: Teori
dengan Tingkat Kepuasan Pasien di IRDA & Praktik, Ed. 2. Jakarta: EGC
RSUP Dr. Kariadi Semarang. Skripsi. Sheldon, Lisa Kennedy. (2010). Komunikasi
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas untuk Keperawatan : Berbicara dengan
Kedokteran Universitas Dipenogoro Pasien Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Semarang. Tutik.s.h. (2014). Perencanaan,pengembangan,
Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan dan utilisasi tenaga keperawatan : Jakarta
Metodologi Penelitian Ilmu Pelayanan UU RI No.36 tahun 2019. Tentang kegunaan
Kesehatan.Penderita Rawat Inap Di RSI Rumah Sakit.
Samarinda. Samarinda : Journal
Management.

66
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hubungan Lama Waktu Tunggu Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien


Poli Penyakit Dalam RSUD Painan

Nofriadi Nofriadi, Mera Delima, Yuni Sara


STIKes Perintis Padang
Email : nofriadi.manca@yahoo.com

ABSTRAK

Waktu tunggu pelayanan merupakan masalah yang masih banyak dijumpai dalam praktik
pelayanan kesehatan. Waktu tunggu pasien merupakan komponen penting yang menyebabkan adanya
rasa ketidakpuasan, pasien merasa tidak puas apabila waktu tunggu tidak sesuai dengan standar yang
ditetapkan yaitu ≤ 60 menit. Kenyataan menujukkan masih ditemukan pasien mengeluh tidak puas
karena waktu tunggu yang lama di RSUD Dr Muhammad Zein Painan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan lama waktu tunggu pelayanan dengan kepuasan pasien poli penyakit dalam di
RSUD Dr muhammad zein painan tahun 2019. Jenis penelitian ini adalah kuatitatif dengan
pendekatan cros sectional. Populasi dalam penelitian ini 309 responden dengan jumlah sampel 62
responden, menggunakan teknik purposive sampling. Data dianalisis dengan menggunakan uji chis
square. Hasil analisa lebih dari separoh (59,7%) responden yang mempersepsikan lama waktu tunggu
pasien tidak sesuai dengan standar. Selanjutnya lebih dari separoh (62,9%) responden yang merasa
tidak puas dengan pelayanan yang diberikan. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,000 (p<0,05),
kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antara lama waktu tunggu pelayanan
dengan kepuasan pasien. Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk melengkapi sarana dan
prasarana dan meningkatkan kedesiplinan sehingga dapat memberikan pelayanan yang memuaskan
sewaktu pasien berobat di poli penyakit dalam, harapannya mutu pelayanan rumah sakit akan
meningkat.
Kata Kunci : Kepuasan Pasien, Pelayanan, Waktu Tunggu

ABSTRACT

The waiting time care is an issue that is still prevalent in health care practices. Patient waiting
time is an important component that causes a feeling of not satisfying patients, if the patient’s waiting
time is not in accordance with the standard set which is ≤ 60 minutes. The reality shows that patients
are still complaining that they are not satisfied because of the long waiting time in RSUD Dr
Muhammad Zein Painan.. This study aims to determine the relationship between the length of service
waiting time and the satisfaction of internal medicine poly patients in the Dr. Muhammad Zein
Painan hospital in 2019. This type research is quantitative with cross sectional approach. The
population in this study 309 respondents with a sample of 62 respondents, using purposive sampling
technique. Data were analyed using the chi square test. The results of the analysis results (56,7%)
respondents who perceive the patient’s waiting time is not in accordance with the standard.
Furthermore, more than (62,9%) of respondents felt dissatisfied with the services provided. Statistical
test results obtained p value of 0,000 (p < 0,005). The conclusion of this study is that there is a
significant relationship between the length of service waiting time and patient satisfaction. It is
recommended to the hospital to complete the facilities and infrastructur and improve discipline so
that they can provide satisfying services when patients seeking treatment in poly internal medicine,
hoping that the quality of Hospital sevices will increase.
Keywords: Patient Satisfaction, Service, Waiting Time

PENDAHULUAN penyembuhan penyakit (kuratif) dan


Menurut World Health Organitation pencegahan penyakit ( preventif) kepada
(WHO) Rumah Sakit merupakan bagian masyarakkat. Berdasarkan Undang-undang
integral dari suatu organisasi sosial dan No.44 Tahun 2009 rumah sakit adalah suatu
kesehatan dengan fungsi menyediakan institusi pelayanan kesehatan yang
pelayanan yang paripurna (komprehensif), menyelenggarakan pelayan kesehatan

67
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

perorangan secara paripurna yang salah satu dengan judul hubungan waktu tunggu
komponen pelayan di rumah sakit yaitu pelayanan rawat jalan dengan kepuasan pasien
menyediakan pelayanan rawat jalan. (Bustani, terhadap pelayanan di rawat jalan RSUD
Rattu, & Saerang, 2015) Kabupaten Indramayu. Didapatkan hasil
Waktu tunggu pasien dalam pelayanan penelitian dari 92 responden diperoleh bahwa
merupakan salah satu hal penting yang akan waktu tunggu 60 menit (kategori tidak lama) di
menentukan citra awal rumah sakit. Waktu jumpai sebanyak 43 (46,7%) sedangkan waku
tunggu pasien merupakan salah satu komponen tunggu > 60 menit (kategori lama) dijumpai
yang potensial menyebabkan ketidakpuasan. sebanyak 49 (53,3%).
(Aulia Utami Dewi, Rukma Astuti, 2015) Secara khusus ada beberapa hal yang
Kategori jarak antara waktu tunggu dan mendasari penelitian ini di lakukan di RSUD
waktu periksa yang diperkirakan bisa Dr. Muhammmad Zein Painan karena (RSUD
memuaskan atau kurang memuaskan pasien Dr. M Zein) merupakan rumah sakit yang
antara lain yaitu saat pasien datang mulai dari dimiliki oleh pemerintah kabupaten pesisir
mendaftar ke loket antri dan menunggu selatan, yaitu satu-satunya rumah sakit RSUD
panggilan ke poli umum untuk dianamnesis dan yang tergolong dalam tipe C yang terletak di
diperiksa oleh dokter, perawat atau bidan lebih kota painan. Saat ini manajemen rumah sakit
dari 90 menit (kategori lama), 30 – 60 menit terus melakukan pembenahan baik terhadap
(kategori sedang) dan ≤ 30 menit (kategori tampilan fisik gedung maupun mutu pelayanan.
cepat).4 Waktu tunggu di Indonesia ditetapkan sementara itu, kepala Bidang Pelayanan Medis
oleh Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RSUD Dr. M Zein painan mengatakan baiknya
melalui standar Pelayanan minimal. Setiap RS mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan
harus mengikuti standar pelayanan minimal selama ini telah berdampak signifikan terhadap
tentang waktu tunggu ini. Standar pelayanan tingkat kunjungan masyarakat yang selalu
minimal di rawat jalan berdasar Kemenkes meningkat ke RSUD Dr. M Zein Painan, dan
Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 ialah kurang peningkatan tersebut paling tinggi terdapat di
atau sama dengan 60 menit. (Bustani et al., poli penyakit dalam.
2015) Berdasarkan data kunjungan pasien poli
Sebagian besar masyarakat mengeluh dan penyakit dalam di RSUD Dr. Muhammad Zein
merasa tidak puas dengan pelayanan yang Painan pada tahun 2018 didapatkan jumlah
diberikan oleh Rumah Sakit, baik dari segi kunjungan pasien dalam 1 bulan sebanyak 309
pemeriksaan yang kurang diperhatikan oleh orang. Dari data tersebut terlihat bahwa
petugas kesehatan, keterampilan petugas, kunjungan pasien rawat jalan di poli penyakit
sarana atau fasilitas yang kurang memadai, dalam RSUD Dr. Muhammad zein painan
serta waktu tunggu yang lama untuk terbilang cukup banyak (sumber data: kasi
mendapatkan pelayanan, sehingga pasien keperawatan tahun 2018 Dr. Muhammad zein
merasa kurang puas dan menceritakan kepada painan).
rekan-rekannya sehingga mutu pelayanan Berdasarkan survey awal pada hari selasa
rumah sakit dapat berkurang (Imbalo S, 2007) tanggal 5 februari 2019 di temui banyaknya
Penelitian tentang analisis mutu pelayanan pasien yang menunggu antrian di rekam medik,
perawat terhadap kepuasan pasien rawat inap dalam pendaftaran pasien baru rumah sakit
kelas III di Rumah Sakit Advent Medan masih memakai kartu kunjungan manual, di
didapatkan pada variabel perawat ramah dan ruangan tunggu pemeriksaan poli penyakit
empati, dari hasil uji statistik bahwa tidak ada dalam ditemui pasien menunggu dengan cukup
hubungan antara perawat ramah dan empati lama, terkadang dokter datang jam 10:00 WIB
dengan kepuasan pasien rawat inap kelas III di bahkan jam 10:30 WIB, dengan demikian
Rumah Sakit Advent Medan (Silalahi, Fitriani, meskipun pasien harus antrian dari pagi tetap
& Masyarakat, 2019) . saja menunggu sampai dokter datang untuk
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat melakukan pemeriksaan, sehingga dengan
perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari penungguan tersebut membuat pasien merasa
kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya jenuh, bosan, gelisah, dan mengantuk. Hasil
setelah pasien membandingkannya dengan wawancara pada hari senin 11 februari 2019
yang diharapkan. (Hendri Nofiana1, 2012) dengan 6 orang pasien yang berkunjung di poli
Berdasarkan hasil penelitian yang penyakit dalam diperoleh informasi bahwa 4
dilakukan oleh (Laeliyah & Subekti, 2017) orang diantaranya mengatakan kurang puas

68
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

karena terlalu banyak kunjungan sehingga ciri yang sudah diketahui sebelumnya
pasien merasa lama menunggu, kursi untuk (Notoatmodjo, 2010).
pasien yang menunggu giliran panggilan dokter Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 62
tidak tersedia untuk semua pengunjung, giliran responden. Adapun kriteria inklusi dari sampel
pemeriksaan oleh dokter jarang yang tepat ini adalah: 1) Pasien yang berkunjung ke poli
waktu, dan begitupun pengambilan obat penyakit dalam RSUD Dr. Muhammad Zein
diapotik rumah sakit cukup lama. Waktu painan, 2) Bisa menulis dan membaca, 3)
tunggu pasien mulai dari pendaftaran sampai berkomunikasi (kesadaran Compos mentis).
dilayani dokter kira-kira 3-4 jam (08.00-12.00 Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
WIB), sedangkan 2 orang lagi mengatakan porpusive sampling, dimana sebagai sampel
cukup puas terhadap pelayanan yang diberikan, adalah pasien poli penyakit dalam yang sesuai
karena pasien sudah terbiasa dengan alur yang dengan kriteria sampel yang telah ditentukan.
panjang dan waktu yang lama.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, HASIL DAN PEMBAHASAN
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Penelitian ini dilakukan dengan
tentang “Hubungan Lama Waktu Tunggu memberikan kuesioner penelitian yang terdiri
pelayanan Dengan Kepuasan Pasien poli dari 2 item pertanyaan pada variabel
penyakit dalam di RSUD Dr. Muhammad Zein independent tentang lama waktu tunggu
Painan Tahun 2019”. pelayanan, dan pada variabel dependent yaitu
Tujuan dari penelitian ini adalah peryataan tentang kepuasan pasien poli
diketahuinya hubungan lama waktu tunggu penyakit dalam sebanyak 20 item.
pelayanan dengan kepuasan pasien poli
penyakit dalam di RSUD Dr. Muhammad Zein Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden
Painan Tahun 2019. Teridentifikasi lama waktu Menurut Kepuasan Pasien Di Poli Penyakit
tunggu pelayanan pasien poli penyakit dalam di Dalam RSUD Dr. Muhammad Zein Painan
RSUD Dr. Muhammad Zein Painan Tahun Tahun 2019
2019. Teridentifikasi kepuasan pasien poli
penyakit dalam di RSUD Dr. Muhammad Zein Kepuasan f %
Painan Tahun 2019. Teranalisisnya hubungan Pasien
lama waktu tunggu pelayanan dengan kepuasan Puas 23 37.1
pasien poli penyakit dalam di RSUD Dr. Kurang puas 39 62,9
Muhammad Zein Painan Tahun 2019.
Jumlah 62 100
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode Berdasarkan tabel 1 distribusi frekuensi
deskriptif analitik dengan desain cross responden menurut kepuasan pasien di poli
sectional yaitu suatu penelitian yang bertujuan penyakit dalam RSUD Dr. Muhammad Zein
untuk mempelajari dinamika korelasi antara Painan didapatkan hasil bahwa dari 62
faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara responden, sebagian besar menyatakan kurang
pendekatan, observasi atau pengumpulan data puas dengan pelayanan poli penyakit dalam
sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). yaitu sebanyak (62,9 %). Kepuasan merupakan
Penelitian dilakukan terhadap variabel lama perasaan senang seseorang yang bersal dari
waktu tunggu pelayanan dengan kepuasan perbandingan antara kesenangan terhadap
pasien poli penyakit dalam dimana aktivitas dan suatu produk dengan harapannya.
pengumpulan data dilakukan sekaligus pada kepuasan menurut model kebutuhan merupakan
waktu yang sama pada tanggal 1 sampai suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan
dengan tanggal 9 Juli 2019. Populasi dalam dan harapan dapat terpenuhi melalui produk
penelitian ini adalah seluruh pasien yang atau jasa yang dikonsumsi (Nursalam, 2014)
berkunjung ke poli penyakit dalam RSUD Dr. Menurut analisis peneliti banyak responden
Muhammad Zein painan. Dengan jumlah yang menyatakan kurang puas dengan
pasien dalam 1 bulan sebanyak 309 pasien. pelayanan di poli penyakit dalam karena
pengambilan sampel dilakukan secara kenyatan yang mereka temui tidak sesuai
purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan harapan mereka terhadap pelayanan
yang berdasarkan atas suatu pertimbangan yang diberikan. Hal ini terbukti dengan
tertentu seperti sifat- sifat populasi ataupun ciri- banyaknya pernyataan responden yang kurang

69
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

puas tentang ruang tunggu sebanyak (64,5%), sebanyak 49 (53,3%).


pernyataan kurang puas terhadap kelengkapan Penelitian ini juga di dukung dengan
kursi tunggu pasien sebanyak (64,5%), penelitian yang dilakukan oleh (Rida Nelviza1,
pernyataan kurang puas tentang ketepatan 2014) yang berjudul hubungan waktu tunggu
waktu dokter melakukan pemeriksaan sebanyak terhadap indeks kepuasan pasien di Poliklinik
(56,5%). RSUD Puri HusadaTembilahan. Hasil
Bagi responden yang merasa puas akan penelitian menunjukkan bahwa waktu tunggu
pelayanan yang diberikan disebabkan mereka yang cepat sebagian besar menunjukkan indeks
menemui kenyataan yang ada dilapangan sesuai kepuasan yang baik yaitu sebanyak 23 orang
dengan harapan mereka terhadap pelayanan (85,2%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
yang mereka terima di poli penyakit dalam. P value 0,026 < 0,05, secara statistik
Diantara faktor yang menimbulkan kepuasan disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
tersebut seperti jarak antara ruang poli klinik signifikan antara waktu tunggu terhadap indeks
dengan ruang instalasi farmasi dekat dengan kepuasan pasien
nilai kepuasan (61,3%), perawat yang bertugas Waktu tunggu pelayanan merupaka masalah
selalu hadir dikamar pemeriksaan dengan nilai yang masih banyak dijumpai dalam praktik
kepuasan (80,6%), perawat jujur dalam pelayanan kesehatan, dan salah satu komponen
memberikan informasi dengan nilai kepuasan yang potensial menyebabkan ketidakpuasan,
(79,0%). dimana dengan menunggu dalam waktu yang
lama menyebabkan ketidakpuasan terhadap
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden pasien.(Laeliyah & Subekti, 2017)
Menurut Lama Waktu Tunggu Pelayanan Menurut analisis peneliti, banyak
dipoli penyakait dalam RSUD Dr. responden yang menyatakan waktu tunggu
Muhammad Zein Painan Tahun 2019 lama di sebabkan karena mereka tidak segera
mendapatkan pelayanan setela tiba di poli
Lama waktu f % penyakit dalam. Hal ini terjadi karena
tunggu pelayanan banyaknya pasien di poli penyakit dalam
Tidak lama 25 40,3 sehinga pelayanan menjadi lama. Sementara
pasien yang menyatakan waktu tunggu tidak
Lama 37 59,7
lama disebabkan karena mereka segera
Jumlah 62 100 mendapatkan pelayanan setelah tiba di poli
penyakit dalam. Hal ini dapat terjadi karena
Berdasarkan tabel 2 distribusi frekuensi jumlah pasien saat mereka datang ke poli
responden menurut lama waktu tunggu penyakit dalam tidak begitu banyak sehingga
pelayanan di Poli Penyakit Dalam diketahui tenaga kesehatan memberikan pelayanan
bahwa dari 62 responden, lebih dari separoh dengan cepat. Pasien yang menyatakan waktu
menyatakan waktu tunggu pelayanan di poli tunggu tidak lama ini pada umumnya adalah
penyakit dalam lama yaitu sebanyak (59,7%). pasien umum yang baru berkunjung kepoli
Dapat diartikan bahwa banyak responden yang penyakit dalam.
menyatakan waktu tunggu di poli penyakit Berdasarkan tabel 3. hubungan lama waktu
dalam tergolong lama (> 60 menit). tunggu pelayanan dengan kepuasan pasien poli
Penelitian ini di dukung dengan penelitian penyakit dalam RSUD Dr. Muhammad Zein
(Laeliyah & Subekti, 2017) dengan judul Painan dapat di ketahui bahwa dari 62
hubungan waktu pelayanan rawat jalan dengan responden didapatkan 25 responden yang
kepuasan pasien terhadap pelayanan di rawat menyatakan waktu tunggu tidak lama, merasa
jalan RSUD Kabupaten Indramayu. puas dengan pelayanan keperawatan sebesar
Berdasarkan hasil penelitian tersebut di temui 80,0 % dan kurang puas 20,0 %. Sedangkan
dari 92 responden, diperoleh bahwa waktu dari 37 responden yang menyatakan waktu
tunggu 60 menit (kategori tidak lama) di tunggu lama, merasa kurang puas dengan
jumpai sebanyak 43 (46,7%) sedangkan waku pelayanan keperawatan sebesar 91,9 % dan
tunggu > 60 menit (kategori lama) dijumpai merasa puas 8,1 %.

70
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Tabel 3. Hubungan Lama Waktu Tunggu Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien Poli Penyakit
Dalam RSUD Dr. Muhammad Zein Painan Tahun 2019

Kepuasan pasien
Lama waktu kurang
Puas Jumlah
tunggu puas OR (CI 95 %)
n % n % n % P value
Tidak lama 20 80,0 5 20.0 25 100 45,333 (9,775-
Lama 3 8,1 34 91,9 37 100 0,000 210,243)
Total 23 37,1 39 62,9 62 100

Hasil uji statistik chi-square didapatkan Demikian juga ditemukan responden yang
nilai p = 0,00 (p <0,05) artinya ada hubungan menyatakan waktu tunggu tidak lama tetapi
lama waktu tunggu dengan kepuasan pasien di merasa kurang puas. Hal tersebut dapat terjadi
poli penyakit dalam RSUD Dr Muhammad karena rasa kurang puas pasien terhadap ruang
Zein Painan tahun 2019, Dengan Odds Ratio tunggu pasien yang begitu terbatas dan juga
45,333 artinya responden yang menyatakan kursi tunggu yang tidak mencukupi untuk
waktu tunggu tidak lama berpeluang 45,333 semua pasien dan juga perawat yang jarang
kali untuk puas dengan pelayanan keperawatan, senyum saat melayani pasien. Namun bagi
di bandingkan dengan responden yang responden yang menyatakan waktu tunggu
menyatakan waktu tunggu lama. Dapat lama dan merasa puas disebabkan karena
disimpulkan bahwa lama waktu tunggu mereka bisa mengerti dengan kesibukan
pelayanan erat hubungannya dengan kepuasan perawat dan dokter karena banyaknya jumlah
pasien, dimana proposi responden yang merasa pasien yang berobat kepoli penyakit dalam, dan
puas lebih banyak pada responden yang mereka juga bisa memahami bahwa menunggu
menyatakan lama waktu tunggu pelayanan < 60 adalah hal yang wajar dalam pelayanan
menit ( tidak lama). kesehatan, sehingga mereka tetap merasa puas
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian meski menunggu lebih dari 60 menit.
yang dilakukan oleh (Aulia Utami Dewi, Menurut analisis peneliti dilihat dari fungsi
Rukma Astuti, 2015). Hasil penelitian yang manajemen keperawatan di rumah sakit yaitu
menyatakan 41 responden dengan waktu dalam perencanaan SDM masi belum optimal,
tunggu pendaftaran cepat sebagian besar hal ini dapat dilihat banyaknya pasien yang
merasa puas dengan pelayanan yaitu ada 41 berkunjung masi menunggu antrian yang
(43,2%) sedangkan dari 35 responden yang panjang dan lama. Dalam perencanaan sarana
memiliki waktu tunggu lama ada 35 (36,8%) prasarana belum optimal, dimana fasilitas yang
yang tidak puas dengan pelayanan. Dengan tersedia belum mencukupi untuk pasien yang
demikian ada kecendrungan cepatnya waktu berkunjung.
tunggu pendaftaran akan membuat pasien
Menurut analisis peneliti, adanya hubungan KESIMPULAN
waktu tunggu dengan kepuasan pasien karena Sebagian besar responden menyatakan
pasien yang menyatakan waktu tunggu lama kurang puas dengan pelayanan di poli penyakit
cenderung merasa kurang puas, sebaliknya dalam RSUD Dr. Muhammad Zein Painan
responden yang menyatakan waktu tunggu tahun 2019. Lebih dari separoh responden
tidak lama cenderung merasaa puas dengan menyatakan waktu tunggu lama (> 60 menit) di
pelayanan di poli penyakit dalam. Kepuasan poli penyakit dalam RSUD Dr. Muhammad
tersebut timbul karena pasien yang datang Zein Painan tahun 2019. Ada hubungan lama
segera dilayani sehingga spasien merasa bahwa waktu tunggu pelayanan dengan kepuasan
petugas perhatian dengan kondisi mereka. pasien poli penyakit dalam RSUD Dr.
Namun responden yang tidak segera dilayani Muhammad Zein Painan tahun 2019 (p = 0,00
akan merasa gelisah, bosan dan jenuh sehingga dan OR 45,333).
mereka merasa bahwa pelayanan yang
diberikan tidak memuaskan dan tidak sesuai REFERENSI
dengan harapan. Aulia Utami Dewi, Rukma Astuti, K. E. W.
(2015). Hubungan Waktu Tunggu

71
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Pendaftaran Dengan Kepuasan Pasien Di Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di


Tempat Pendaftarn Pasien Rawat Jalan Rawat Jalan RSUD Kabupaten
(Tpprj) Rsud Sukoharjo. 1–9. Indramayu. 1(2), 102–112.
Bustani, N. M., Rattu, A. J., & Saerang, J. S. Notoatmodjo, D. S. (2010). Metodologi
M. (2015). Analisis Lama Waktu Tunggu Penelitian Kesehatan. jakarta: Rineka
Pelayanan Pasien Rawat Jalan Di Balai Cipta.
Kesehatan Mata Masyarakat Propinsi Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan
Sulawesi Utara. 3(3). Aplikasi Dalam Praktik
Hendri Nofiana1, S. S. (2012). Hubungan Mutu Keperawataprofesional (3rd ed.). jakarta.
Pelayanan Pendaftaran Dengan Kepuasan Rida Nelviza1, A. (2014). Hubungan Sikap
Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Pku Petugas Dan Waktu Tunggu Terhadap
Muhammadiyah Karanganyar. V(1), 90– Indeks Kepuasan Pasien Peserta Bpjs Di
106. Instalasi Rawat Jalan Rsud Puri Husada
Imbalo S, P. (2007). Jaminan Mutu Layanan Tembilahan. 27.
Kesehatan: Dasar-Dasar Pengertian Dan Silalahi, J., Fitriani, A. D., & Masyarakat, F. K.
Penerapan (P. Widyastuti, ed.). Jakarta: (2019). Analisis mutu pelayanan perawat
Kedokteran EGC. terhadap kepuasan pasien rawat inap kelas
Laeliyah, N., & Subekti, H. (2017). Waktu iii di rumah sakit advent medan. 6.
Tunggu Pelayanan Rawat Jalan dengan

72
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku Caring Perawat Pada Praktek Keperawatan

Dia Resti Dewi Nanda Demur1, Yuli Permata Sari2


1
STIKes Perintis Padang
2
Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
email : diaresty@yahoo.com

ABSTRAK

Pelayanan keperawatan yang berkualitas dapat diwujudkan melalui pemberian asuhan


keperawatan yang didasari oleh perilaku caring perawat. Sebab, perilaku caring yang ditampilkan
oleh seorang perawat dapat mempengaruhi kepuasan pasien. Salah satu indikator klinik mutu
pelayanan keperawatan adalah kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan. Tujuan penelitian
adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring
perawat pada praktek keperawatan di Ruang Rawat Inap Ambun Suri RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi. Penelitian ini merupakan jenis deskriptif analitik dengan mengunakan pendekatan cross
sectional yang melibatkan 69 perawat di Ruang Rawat Inap Ambun Suri RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa kuesioner. Berdasarkan hasil analisis
didapatkan bahwa perawat yang berperilaku caring kurang baik sebanyak (44,9%). Perawat yang
memiliki kecerdasn emosional tinggi untuk menerapkan perilaku caring sebanyak (53,7%).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa keerdasan emosional mempunyai hubungan yang signifikan
dengan perilaku caring (p=0,001). Disarankan bagi kepala ruangan melalui fungsi pengarahan dan
pengawasan hendaknya mengupayakan kemampuan kecerdasan emosi berkembang pada diri para
perawat meliputi aspek-aspek kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, pengelolaan
hubungan, dengan langkah diadakan berrbagai pelatihan, pendidikan tambahan dan training yang
berkaitan untuk meningkatkan kecerdasan emosi perawat guna meningkatkan perilaku caring perawat.

Kata Kunci: Kecerdasan Emosional dan Perilaku Caring

ABSTRACT

Quality nursing services can be realized through the provision of nursing care based on nurses
caring behavior. Therefore, caring behavior displayed by a nurse can affect patient satisfaction. One
clinical indicator of nursing service quality is patient satisfaction with nursing services. The purpose
of this study was to identify the relationship between nurses 'emotional intelligence and nurses' caring
behavior in nursing practice in Ambun Suri Inpatient Hospital Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. The
research was a descriptive correlation study with cross sectional approach. The samples were 69 staff
nurses in Wards At Ambun Suri Inpatient Hospital Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. The research
instrument were a questionnaire. Based on the results of the analysis found that nurses who behave
less well caring (44.9%). Nurses who have high emotional intelligence to apply caring behavior are
as much (53.7%). This study concludes that emotional intelligence has a significant relationship with
caring behavior (p = 0.001). It is recommended for the head of the room through the direction and
supervision functions should seek the ability of emotional intelligence to develop in the nurses
including aspects of self-awareness, self-management, social awareness, relationship management,
with the steps held various training, additional education and training related to improving
intelligence nurses emotions to improve nurses caring behavior.

Key Word : Caring and Emotional Intelligence

PENDAHULUAN ditampilkan oleh seorang perawat dapat


mempengaruhi kepuasan pasien. Salah satu
Pelayanan keperawatan yang berkualitas indikator klinik mutu pelayanan keperawatan
dapat diwujudkan melalui pemberian asuhan adalah kepuasan pasien terhadap pelayanan
keperawatan yang didasari oleh perilaku keperawatan (Direktorat Bina Pelayanan
caring perawat. Sebab, perilaku caring yang

73
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Keperawatan Direktorat Jenderal Bina Selain itu, (Kernbach & Schutte, 2005) juga
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa kecerdasan emosional
Republik Indonesia, 2008) . Tingginya tingkat yang baik, yang ditunjukkan oleh pemberi
kepuasan pasien terhadap pelayanan pelayanan kesehatan, mampu meningkatkan
keperawatan tercapai, apabila kebutuhan laporan tingkat kepuasan pasien dalam
pasien terhadap pelayanan keperawatan berhubungan dengan petugas kesehatan. Oleh
perawat dengan kepuasan pasien terhadap karena itu, perawat perlu menginternalisasikan
pelayanan keperawatan. Penelitian yang kecerdasan emosional yang baik dalam setiap
dilakukan (Abdul, Saleh, & Sjattar, 2013) juga pelayanan yang diberikan kepada pasien. Hal
menemukan adanya hubungan yang signifikan ini sesuai pernyataan (Mcqueen, 2004) bahwa
antara perilaku caring perawat dengan perawat perlu memiliki kemampuan kecerdasan
kepuasan pasien. Pendapat tersebut juga emosional untuk memenuhi kebutuhan
didukung oleh hasil penelitian (Agustin, 2002) perawatan pasien dan untuk melakukan
bahwa caring perawat cenderung akan negosiasi kooperatif dengan tim kesehatan lain
meningkatkan kepuasaan pasien. Dengan Berdasarkan studi pendahuluan pada bulan
demikian, perilaku caring perawat dapat Juni 2018, diperoleh data bahwa perawat belum
meningatkan kepuasan pasien sehingga dapat mampu mengetahui emosi diri sendiri,
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, mengatur emosi diri, memotivasi diri sendiri,
karena kepuasan pasien merupakan salah satu mendukung dan memahami emosi orang lain,
indikator mutu pelayanan keperawatan yang serta membina hubungan dengan orang lain.
diharapkan dapat terpenuhi. Hasil penelitian Selama ini rumah sakit belum melakukan
(Rahman MWijaya DAini L, 2013) upaya-upaya untuk meningkatkan kecerdasan
menemukan adanya hubungan yang signifikan emosional perawat. Padahal kecerdasan
antara persepsi pasien mengenai perilaku emosional perawat terbukti dapat
caring. Caring merupakan esensi dari mempengaruhi perawat dalam melaksanakan
keperawatan. pekerjaannya termasuk dalam berperilaku
Caring dipandang sebagai ideal moral caring pada pemberian pelayanan keperawatan.
keperawatan. (Watson caring science institute, Di Indonesia, kecerdasan emosional perawat
2010) mempercayai bahwa fokus utama dalam dihubungkan dengan perilaku caring perawat,
praktik keperawatan adalah 10 (sepuluh) sejauh yang peneliti ketahui, masih jarang
carative factor yang berasal dari perspektif diteliti. Sehubungan dengan hal tersebut,
humanistik yang dikombinasikan dengan dasar penulis tertarik untuk meneliti hubungan
ilmu pengetahuan ilmiah. Sepuluh faktor karatif kecerdasan emosional perawat dan perilaku
tersebut meliputi nilai-nilai kemanusiaan; caring perawat di Ruang Rawat Inap Ambun
kepercayaan-harapan; kepekaan terhadap diri Suri RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi.
sendiri dan orang lain; hubungan saling percaya Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
dan saling membantu; ungkapan perasaan hubungan antara kecerdasan emosional perawat
positif dan negatif; metode penyelesaian dengan perilaku caring perawat pada praktek
masalah sistematis; pengajaran dan keperawatan di Ruang Rawat Inap Ambun Suri
pembelajaran melalui hubungan interpersonal; RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
dukungan, perlindungan mental, fisik, sosial
budaya dan lingkungan spiritual; kebutuhan METODE PENELITIAN
manusia; dan kekuatan eksistensial-
phenomenologikal (Watson caring science Penelitian ini menggunakan desain
institute, 2010). penelitian analisis deskriptif dengan
Perilaku caring yang didasari dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional.
kecerdasan emosional yang baik akan Tempat penelitian dilakukan di Ruang Ambun
mendukung terciptanya pelayanan keperawatan Suri RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi.
yang sesuai dengan harapan pasien. (Kerfoot, Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Maret
2001) menyampaikan bahwa pasien yang sampai 1 Juni 2019. Populasi pada penelitian
menerima pelayanan tenaga kesehatan dengan ini adalah seluruh perawat yang bertugas di
keterampilan sempurna, namun tidak disertai Ruang Ambun Suri RSUD Dr Achmad
dengan sikap emosi yang baik dalam Mochtar Bukittinggi yang berjumlah 84 orang.
pelayanannya, maka pelayanan tersebut dinilai Jumlah sampel penelitian 69 orang perawat
pasien sebagai pelayanan yang tidak adekuat. dengan teknik sampel yang digunakan adalah

74
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

simple random sampling. Alat pengumpulan langkah-langkah seperti Editing (Penyunting


data atau instrumen yang digunakan dalam Data), Coding ( Mengkode Data), Entry Data
penelitian ini kuisioner. Setelah data terkumpul (Memasukan Data), Cleaning (Pembersihan
kemudian di olah dengan menggunakan Data), Processing (Proses).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Menurut Usia, Jenis Kelamin, Pendidikkan, Masa
Kerja dan Status Perkawinan Di Ruang Rawat Inap Ambun Suri RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase

Umur
Dewasa awal (22-30 tahun) 26 37,7
Dewasa tengah (31-59 tahun) 43 62,3

Total 69 100

Jenis kelamin
Wanita 59 85,5
Laki-laki 10 14,5

Total 69 100

Tingkat pendidikan
D III 46 66,7
S1/Ners 23 33,3

Total 69 100

Masa kerja
<5 tahun 14 20,3
5-10 tahun 28 40,6
>10 tahun 27 39,1

Total 69 100

Status Perkawinan
Belum menikah 6 8,7
Menikah 63 91,3

Total 69 100

Hasil penelitian didapatkan umur perawat Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kecerdasan


lebih dari separo berada pada kelompok umur Emosional Perawat Di Ruang Rawat Inap
dewasa tengah (31-59 tahun) yaitu sebanyak 43 Ambun Suri RSUD Dr. Achmad Mochtar
orang (62,3%), sebagian besar berjenis kelamin Bukittinggi
wanita yaitu sebanyak 59 orang (85,5%).
Tingkat pendidikan perawat sebagian besar Variabel Frekuensi Persentase
adalah D III sebanyak 46 orang (66,7%), masa
Kecerdasan
kerja perawat sebagian besar 5-10 tahun
Emosional
sebanyak 28 orang (40,6%) dan status
Rendah 32 46,3
perkawinan perawat sebagian besar sudah
menikah yaitu sebanyak 63 orang (91,3%) Tinggi 37 53,7
Total 69 100

75
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hasil penelitian didapatkan bahwa separuh sebanyak 37 orang (53,7%) di ruang rawat inap
perawat memiliki kecerdasan emosional tinggi Ambun Suri RSUD Dr. Achmad Mochtar
dalam menerapkan perilaku caring yaitu Bukittinggi dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 3. Hubungan Karakteristik Responden Dengan Perilaku Caring Perawat Di Ruang


Rawat Inap Ambun Suri RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi (n=69

Perilaku Caring Total OR


Karakteristik p (95% CI)
Kurang
Perawat Baik Value
Baik N %
n % N %
Umur
a. Dewasa Awal 11 42,3 15 57,7 26 100 0,159 0,435
20-30 tahun (0,161-1,174)
b. Dewasa Tengah 27 62,8 16 37,2 43 100
31-59 tahun
Total 38 55,1 31 44,9 69 100

Jenis Kelamin
a. Wanita 32 54,2 27 45,8 59 100 1,000 0,790
b. Laki-laki 6 60 4 40 10 100 (0,202-3,094)

Total 38 55,1 31 44,9 69 100

Pendidikan
a. D III 25 54,3 21 45,7 46 100 1,000 0,916 (0,334-2,509)
b. S 1 13 56,5 10 43,5 23 100

Total 38 55,1 31 44,9 69 100

Masa Kerja
a. < 5 Tahun 5 35,7 9 64,3 14 100 0,263 1,491( 0,555-4,001).
b. 5-10 Tahun 17 60,7 11 39,3 28 100
c. > 10 Tahun 16 59,3 11 40,7 27 100
Total 38 55,1 31 44,9 69 100

Status Perkawinan
a. Belum Kawin
b. Sudah Kawin 3 50 3 50 6 100 1,000 0,800
35 55,6 28 44,4 63 100 (0,150-4,274)

Total 38 55,1 31 44,9 69 100

Hasil analisis hubungan umur dengan juga diperoleh nilai OR= 0,435 (95% CI=
perilaku caring perawat didapatkan bahwa 0,161-1,174).
lebih banyak 57,7% umur dewasa awal (20-30 Hasil analisis hubungan jenis kelamin
tahun) melakukan perilaku caring baik dengan perilaku caring perawat didapatkan
dibandingkan 37,2% umur dewasa tengah (31- bahwa sebanyak 45,7% wanita melakukan
59 tahun) melakukan perilaku caring baik. perilaku caring baik dibandingkan 40% laki-
Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai laki melakukan perilaku caring baik. Hasil uji
p=0,159 maka dapat disimpulkan bahwa tidak chi square diperoleh nilai p= 1,000 maka dapat
ada hubungan yang signifikan antara umur disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
dengan perilaku caring perawat. Hasil analisis signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku

76
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

caring perawat. Hasil analisis juga diperoleh Proporsi perawat dengan kategori
nilai OR= 0,790 (95% CI= 0,202-3,094). kelompok umur dewasa awal (20-30 tahun)
Hasil analisis hubungan tingkat pendidikan memiliki perilaku caring baik sebanyak 15
perawat dengan perilaku caring perawat orang (57,7%) sedangkan kelompok umur
didapatkan bahwa sebanyak 45,7% pendidikan dewasa tengah (31-59 tahun) dengan perilaku
D III yang melakukan perilaku caring baik caring baik sebanyak 16 orang (37,2%). Hasil
dibandingkan 43,5% pendidikan S 1 melakukan uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,
perilaku caring baik. Hasil uji chi square 0,159 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
diperoleh nilai p= 1,000 maka dapat hubungan yang signifikan antara umur dengan
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang perilaku caring perawat. Hasil analisis juga
signifikan antara tingkat pendidikan dengan diperoleh nilai OR= 0,435 (95% CI= 0,161-
perilaku caring perawat. Hasil analisis juga 1,174).
diperoleh nilai OR= 0,916 (95% CI= 0,334- Hasil penelitian ini bertolak belakang
2,509). dengan penelitian dari (Panjaitan, 2007).
Hasil analisis hubungan masa kerja dengan Penelitian tersebut menyatakan bahwa ada
perilaku caring perawat didapatkan bahwa hubungan antara usia dengan sikap caring.
lebih banyak 64,3% yang lama kerja < 5 tahun Artinya semakin bertambah usia perawat maka
melakukan perilaku caring baik dibandingkan sikap caring terhadap pasien akan semakin
40,7% yang bekerja > 10 Tahun tahun meningkat. Begitu juga dengan hasil penelitian
memiliki perilaku caring baik. Hasil uji chi dari(Supriatin, 2009) yang menyatakan ada
square diperoleh nilai p=0,263 maka dapat korelasi antara usia dengan sikap caring
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang perawat.
signifikan antara lama kerja dengan perilaku Asumsi peneliti tidak ada hubungan usia
caring perawat. Hasil analisis juga diperoleh dengan perilaku caring, bahwa berapapun usia
nilai OR= 1,491(95% CI= 0,555-4,001). perawat di Ruang Rawat Inap Ambun Suri
Hasil analisis hubungan status pernikahan RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tidak
perawat dengan perilaku caring perawat memiliki kontribusi terhadap pelaksanaan
didapatkan bahwa sebanyak 50% yang belum perilaku caring karena perilaku caring perawat
menikah melakukan perilaku caring baik dipengaruhi oleh seberapa besar pemahaman
dibandingkan 44,4% yang sudah menikah dan kesadaran perawat dalam menerapkan
memiliki perilaku caring baik. Hasil uji chi caring terhadap pasien.
square diperoleh nilai p= 1,000 maka dapat Kemampuan dan kelebihan yang dimiliki
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang oleh perawat yang berusia tua diimbangi oleh
signifikan antara status perkawinan dengan perawat berusia muda dengan mempunyai
perilaku caring perawat. Hasil analisis juga harapan yang ideal mengenai dunia kerja
diperoleh nilai OR= 0,800 (95% CI= 0,150- sehingga akan berusaha mengeksplorasi semua
4,001). pengalaman belajarnya dari pendidikan untuk
Hasil analisis hubungan kecerdasan diterapkan dalam tatanan layanan kepada
emosional dengan perilaku caring perawat pasien. Perawat usia muda mempertahankan
didapatkan bahwa lebih banyak 75,7% ideal dirinya sehingga akan berupaya mematuhi
kecerdasan emosional tinggi melakukan standar yang berlaku ditempat kerjanya. Hal
perilaku caring baik dibandingkan 31,2% inilah yang dapat menjelaskan pada penelitian
kecerdasan emosional rendah melakukan ini yang menyatakan bahwa tidak ada
perilaku caring baik. Hasil uji statistik chi hubungan antara usia dengan perilaku caring.
square diperoleh nilai p=0,001 maka dapat Hasil penelitian ini sejalan dengan
disimpulkan bahwa ada hubungan yang (Masitoh, 2010) yang menyatakan bahwa tidak
signifikan antara kecerdasan emosional dengan ada hubungan bermakna antara karakteristik
perilaku caring perawat. Hasil analisis juga demografis khususnya usia dengan kinerja
diperoleh nilai OR=6,844 artinya perawat perawat. Didukung juga dengan hasil penelitian
dengan kecerdasan emosional tinggi dari (Supriyadi, 2006) dan (Sobirin, 2006)
memberikan pengaruh 6,844 kali dalam mengungkapkan bahwa tidak ada korelasi
melakukan perilaku caring perawat baik antara usia dengan perilaku caring perawat.
dibandingkan dengan kecerdasan emosional Hasil analisis bivariat penelitian ini
rendah. menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang
bermakna antara jenis kelamin dengan perilaku

77
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

caring perawat (p=1,000). Didukung oleh hasil mempengaruhi perilaku kerja. Makin tinggi
penelitian dari (Supriatin, 2009) yang pendidikan akan berhubungan positif terhadap
menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang perilaku kerja seseorang. (Siagian, 2010)
bermakna antara jenis kelamin dengan perilaku menegaskan bahwa tingkat pendidikan perawat
caring. Semua perawat baik laki-laki ataupun mempengaruhi kinerja perawat yang
wanita sama-sama mempuyai peluang dapat bersangkutan. Perawat yang berpendidikan
berperilaku caring terhadap pasien. Sehingga tinggi kinerjanya akan lebih baik karena telah
dalam melaksanakan asuhan keperawatan memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih
diharapkan semua perawat baik laki-laki luas dibandingkan dengan perawat yang
maupun wanita dapat menunjukan sikap atau berpendidikan lebih rendah.
perilaku caring terhadap pasien. Caring merupakan ilmu tentang manusia
Asumsi peneliti tidak ada hubungan antara bukan hanya sebagai perilaku namun
jenis kelamin dan perilaku caring disebabkan merupakan suatu cara sehingga sesuatu menjadi
karena perawat dalam menjalankan tugasnya di bearti dan memberi motivasi untuk berbuat.
rumah sakit tidak berbeda antara laki-laki dan (Watson caring science institute, 2010)
perempuan. Secara umum tidak ada perbedaan menyatakan caring tidak dapat diturunkan dari
yang bermakna antara jenis kelamin perempuan satu generasi ke generasi berikutnya melalui
dengan laki-laki dalam produktifitas kerja dan genetika melainkan melalui budaya profesi.
dalam kepuasan kerja, tidak ada perbedaan Budaya profesi dapat dicapai dengan
yang konsisten dalam kemampuan menumbuhkan spirit caring diantara para
memecahkan masalah, keterampilan analisis, perawat melalui proses seleksi yang ketat,
dorongan kompetitif, motivasi serta sosialisasi secara terus menerus, manajemen,
kemampuan belajar (Veithzal Rivai, Ella kerjasama, simbol dan ritual atau kebiasaan.
Jauvani SagalaVeithzal Rivai, 2011). Proporsi perawat dengan kategori lama
Hasil penelitian ini sejalan dengan kerja < 5 tahun memiliki perilaku caring baik
(Masitoh, 2010), (Aminuddin, 2002) dan sebanyak 9 orang (64,3%). Perawat dengan
(Panjaitan, 2007) mengatakan tidak ada kategori lama kerja 5-10 tahun memiliki
perbedaan kinerja perawat pria dan wanita. Pria perilaku caring baik sebanyak 11 orang
dan wanita adalah sama dalam hal kemampuan (39,3%) sedangkan perawat dengan kategori
belajar, daya ingat, kemampuan penalaran, lama kerja > 10 tahun memiliki perilaku caring
kreatifitas dan kecerdasan. Meskipun beberapa baik sebanyak 11 orang (40,7%). Hasil uji chi
peneliti masih percaya adanya perbedaan square diperoleh nilai p= 0,263 maka dapat
kreativitas, penalaran dan kemampuan antara disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
pria dan wanita (Gibson, Ivancevich, 2010). signifikan antara lama kerja dengan perilaku
Begitu juga dalam kemampuan menganalisa caring perawat. Hasil analisis juga diperoleh
masalah, dianggap pria lebih mampu dalam nilai OR= 1,491(95% CI= 0,555-4,001).
mengatasi masalah karena lebih kreatif. Hasil penelitian ini sejalan dengan (Wolf,
Proporsi perawat dengan tingkat Miller, & Devine, 2003) yaitu tidak ada
pendidikan D III Keperawatan memiliki hubungan yang bermakna antara masa kerja
persepsi perilaku caring baik sebanyak dengan perilaku caring (p=0,979). Pengalaman
(45,7%). Perawat dengan tingkat pendidikan S kerja belum tentu menjamin kerja baik,
1 Keperawatan memiliki persepsi perilaku tergantung motivasi karyawan itu sendiri.
caring baik sebanyak (43,5%). Hasil uji chi Pendapat ini didukung oleh (Riani, 2011) yang
square diperoleh nilai p= 1,000 maka dapat menjelaskan lama kerja tidak menjamin
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang produktivitas kerja yang dihasilkan.
signifikan antara tingkat pendidikan dengan Produktifitas kerja yang baik merupakan
perilaku caring perawat. Hasil analisis juga cerminan dari kinerja yang baik. Hasil
diperoleh nilai OR= 0,916 (95% CI= 0,334- penelitian yang mendukung pernyataan tersebut
2,509). adalah (Rusmiati, 2006) menjelaskan bahwa
Hasil penelitian ini sesuai dengan tidak ada hubungan lama kerja dengan kinerja
penelitian(Supriatin, 2009) yang menjelaskan perawat.
tidak ada hubungan yang bermakna antara Asumsi peneliti terkait hasil penelitian
tingkat pendidikan dan kinerja perawat. adalah pengalaman kerja bukan merupakan
Berbeda dengan hasil penelitian (Pangewa, suatu jaminan perawat akan melakukan caring
2007) menyatakan bahwa faktor pendidikan dengan pasien. Seorang perawat yang memiliki

78
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

masa kerja yang lama dan keterampilan yang kinerja karyawan. Peneliti berasumsi perilaku
cukup untuk melaksanakan tugasnya, jika tidak caring perawat yang menikah maupun yang
didukung oleh fasilitas, suasana kerja, motivasi belum sama saja. Perawatan yang diberikan
maka potensi yang dimiliki perawat tidak akan kepada pasien yang dirawat tidak berbeda dan
berdampak positif pada pekerjaannya. Perilaku diberikan apa adanya sesuai dengan kebiasaan
caring perawat dipengaruhi seberapa besar sebelumnya yang pernah dilakukan di rumah
pemahaman dan kesadaran perawat dalam sakit.
menerapkan perilaku caring pada pasien. Hasil analisis univariat menunjukkan
Proporsi perawat dengan kategori belum bahwa kecerdasan emosional perawat di ruang
menikah memiliki perilaku caring baik rawat inap Ambun Suri RSUD Dr. Achmad
sebanyak (50%). Perawat dengan kategori Mochtar Bukittinggi yang termasuk kategori
menikah memiliki perilaku caring baik tinggi tercatat sebanyak (53,7%) dan
sebanyak (44,4%). Hasil uji chi square kecerdasan emosional rendah sebanyak
diperoleh nilai p= 1,000 maka dapat (46,3%). Setelah dianalisa lebih lanjut tampak
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang ada hubungan yang signifikan antara
signifikan antara status perkawinan dengan kecerdasan emosional dengan perilaku caring
perilaku caring perawat. Hasil analisis juga perawat (p= 0,001), ini menunjukkan adanya
diperoleh nilai OR= 0,800 (95% CI : 0,150- hubungan yang cukup kuat. Perawat yang
4,274). memiliki kecerdasan emosional tinggi dalam
Hasil penelitian ini sejalan dengan melakukan perilaku caring baik sebanyak
penelitian (Rusmiati, 2006) yang menyatakan (75,7%).
tidak ada hubungan status perkawinan dengan

Tabel 4. Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku Caring Perawat Di Ruang Rawat
Inap Ambun Suri RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi (n=69)

Perilaku Caring
Kurang Total p OR
Variabel Baik (95% CI)
Baik Value
N % N % N %
Kecerdasan
mosional 0,001 6,844
a. Rendah 22 68,8 10 31,2 32 100 (2,372-19,748)
b. Tinggi 9 24,3 28 75,7 37 100
Total 31 44,9 38 55,1 69 100

Hasil analisis keeratan hubungan variabel Perilaku caring yang didasari dengan
motivasi dengan perilaku caring diperoleh OR= kecerdasan emosional yang baik akan
6,844 artinya perawat dengan kecerdasan mendukung terciptanya pelayanan keperawatan
emosional tinggi memberikan pengaruh 6,844 yang sesuai dengan harapan pasien. (Kerfoot,
kali dalam melakukan perilaku caring perawat 2001) menyampaikan bahwa pasien yang
baik dibandingkan dengan kecerdasan menerima pelayanan tenaga kesehatan
emosional rendah. Hasil penelitian ini dengan keterampilan sempurna, namun tidak disertai
dengan (Keperawatan, Sarifudin, & Sarifudin, dengan ikap emosi yang baik dalam
2015) yang menunjukkan adanya hubungan pelayanannya, maka pelayanan tersebut dinilai
antara emosi perilaku perawat di ruang inap pasien sebagai pelayanan yang tidak adekuat.
PKU Pekajangan Pekalongan. Perawat yang Selain itu, (Kernbach & Schutte, 2005) juga
memiliki kecerdasan emosi tinggi mereka menyebutkan bahwa kecerdasan emosional
memiliki rasa empati yang tinggi kepada klien, yang baik, yang ditunjukkan oleh pemberi
sehingga mereka lebih care kepada klien pelayanan kesehatan, mampu meningkatkan
dalam memenuhi kebutuhan klien secara laporan tingkat kepuasan pasien dalam
menyeluruh. Pelayanan diberikan perawat berhubungan petugas kesehatan. Dengan
disertai sikap yang berdampak kepuasan pasien demikian tampak jelas bahwa tindakan atau
pelayanan termasuk dalam berperilaku caring. pelayanan perawat kepada pasien yang didasari

79
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

dengan penerapan kecerdasan emosional tinggi tahun sedangkan status pernikahan sebagian
akan membawa pengaruh terhadap persepsi besar sudah menikah. Kecerdasan emosional
pasien dalam menilai perilaku perawat perawat di ruang rawat inap Ambun Suri
termasuk perilaku caring. Oleh karena itu RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
perawat perluu menginternalisasikan sebagian besar kecerdasan emosional tinggi
kecerdasan emosional yang baik dalam setiap dalam menerapkan perilaku caring. Perilaku
pelayanan yang diberikan kepada pasien. caring perawat di ruang rawat inap Suri RSUD
(Dwidiyanti, 2007) menjelaskan bahwa Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi sebagian
caring sebagai suatu affect yang digambarkan besar baik. Terdapat hubungan yang signifikan
sebagai suatu emosi, perasaan belas kasih atau antara kecerdasan emosional dengan perilaku
empati terhadap pasien yang mendorong caring perawat di ruang rawat inap Suri RSUD
perawat untuk memberikan asuhan Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.
keperawatan bagi pasien. Oleh sebab itu
kecerdasan emosi meliputi mengenali emosi UCAPAN TERIMA KASIH
diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, Pada kesempatan ini perkenankanlah
empati, membina hubungan sosial, sangat penulis mengucapkan terima kasih dan
mempengaaruhi perilaku caring perawat, penghargaan yang setulusnya kepada 1)
dengan demikian kecerdasan emosi harus ada RISTEKDIKTI untuk mendanai penelitian dan
dalam diri perawat sehingga perawat dapat publikasi . 2) RSUD Dr Achmad Mochtar yang
berperilaku caring. Pernyataan tersebut juga telah mengizinkan untuk penelitian 3) LPPM
senada dengan apa yang dikemukan oleh STIKes Perintis Padang
(Goleman, 2005) yang menyatakan bahwa
pelayanan keperawatan sangat diperlukan sook REFERENSI
perawat yang memiliki kcerasan emosi yang Abdul, Saleh, A., & Sjattar, E. L. (2013).
tinggi. Kecerdasan emosi sangat dibutuhkan Hubungan perilaku caring perawat dengan
dalam berinteraksibdengan pasien, keluarga, tingkat kepuasan pasien rawat inap di
teman sesama perawat, dokter dan tim rumah sakit. Akademi Keperawatan
kesehatan yang lain. Saat perawat berinteraksi Kabupaten Buton, 1(65), 65.
sangat dibutuhkan sikap empati, mampu Agustin, I. (2002). Perilaku caring perawat dan
mengenali emosi diri dan emosi orang lain, hubungannya dengan kepuasan klien di
sehingga akan terjalin hubungan saling percaya instalasi rawat inap bedah dewasa Rumah
dan saling membantu antara perawat dengan Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang
pasien, dengan perawat keluarga, perawat tahun 2002, 1–149.
dengan dokter, perawat dengan tim kesehatan Aminuddin. (2002). Hubungan iklim kerja
yang lainnya. Sifat-sifat caring seperti sabar, dengan kinerja perawat pelaksana di
jujur, rendah hati, sikap rasa peduli, hormat dan ruang rawat inap rumah sakit umum
menghargai orang lain. Artinya memberi daerah Dr . M . Yunus Bengkulu tahun
perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan 2002 = The correlation of work climate
seseorang dan bagaimana seseorang berfikir, and nursing staff performances in the
bertindak dan berperasaan. Tidak mudah untuk ward of rumah sakit umum daerah Dr . M
mendapatkan sifat sifat tersebut. Oleh karena . Yunus Ben. Tesis Program Magister
itu diperlukan kecerdasan emosi yang tinggi Ilmu Keperawatan FIK UI.
untuk sifat-sifat caring tersebut. (Dwidiyanti, Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan
2007). Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan Republik
KESIMPULAN Indonesia. (2008). Pedoman indikator
Berdasarkan hasil penelitian dan mutu pelayanan keperawatan klinik di
pembahasan maka dapatlah disimpulkan sarana kesehatan.
karakteristik perawat di ruang rawat inap Dwidiyanti, M. (2007). Caring Kunci Sukses
Ambun Suri RSUD Dr. Achmad Mochtar Perawat/Ners Mengamalkan Ilmu.
Bukittinggi meliputi sebagian besar umur Semarang: Hasani.
perawat adalah 31-59 tahun dan sebagian besar Gibson, Ivancevich, D. (2010). Organisasi dan
berjenis kelamin wanita. Tingkat pendidikan Manajemen : Perilaku, Struktur dan
perawat yang paling banyak adalah D III, masa Proses. Organizational Behavior.
kerja perawat sebagian besar bekerja 5-10 Goleman, D. (2005). Emotional intelligence.

80
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

New York: Bantam Dell. dan Pengembangan Profesional dan


Keperawatan, S., Sarifudin, Y. B., & Sarifudin, Perilaku Caring Perawat Pelaksana Di RS
Y. B. (2015). Caring Perawat Pada Cikini Jakarta. Tesis.FK UI.
Praktek Keperawatan Program Studi Ners. Supriyadi. (2006). Hubungan karakteristik
Kerfoot, K. (2001). It’s Transformation, Not pekerjaan dengan pelaksanaan perilaku
Patient Care’. Pediatric Nursing, caring oleh perawat pelaksana di ruang
42727(4)(424–425), ,427. rawat inap rumah sakit islam samarinda.
Kernbach, S., & Schutte, N. S. (2005). The Tesis FIK UI. Tidak Dipublikasikan.
impact of service provider emotional Veithzal Rivai, Ella Jauvani SagalaVeithzal
intelligence on customer satisfaction. Rivai, E. J. S. (2011). Manajemen Sumber
Journal of Services Marketing, 19(7), Daya Manusia Untuk Perusahaan dari
438–444. Teori Ke Praktek. PT RajaGrafindo
https://doi.org/10.1108/088760405106259 Persada.
45 Watson caring science institute. (2010). Jean
Masitoh, S. (2010). Analisis kinerja perawat Watson’s Theory of Human
pelaksana dan hubungannya dengan Caring/Caring Science (apply to sacred
karakteristik demografis dan karakteristik teaching), 1–7. Retrieved from
organisasi di ruang rawat inap RSAB www.humancaring.org
Harapan Kita. Tesis FIK UI. Tidak Wolf, Z. R., Miller, P. A., & Devine, M.
Dipublikasikan. (2003). Relationship between nurse caring
Mcqueen, A. C. H. (2004). INTEGRATIVE and patient satisfaction in patients
LITERATURE REVIEWS AND META- undergoing invasive cardiac procedures.
ANALYSES Emotional intelligence in Medsurg Nursing : Official Journal of the
nursing work, 101–108. Academy of Medical-Surgical Nurses,
Pangewa, M. (2007). Perilaku Keorganisasian. . 12(6), 391–396.
Jakarta: Departemen Pendidikkan
Nasional.
Panjaitan, H. E. K. K. R. dengan K. P. P. di R.
R. I. R. G. (2007). Hubungan Efektivitas
Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan
Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang
Rawat Inap RSPAD Gatot Subroto.
Jakarta. FIK.UI.
Rahman MWijaya DAini L. (2013). Hubungan
Persepsi Perilaku Caring Perawat dengan
Loyalitas Pasien Rawat Inap Kelas III
Rumah Sakit Paru Jember.
Repository.Unej.Ac.Id.
Riani, A. (2011). Budaya organisasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rusmiati. (2006). Hubungan lingkungan
organisasi dan karakteristik perawat
dengan kinerja perawat pelaksana di
ruangan rawat inap rumah sakit umum
pusat persahabatan Jakarta. Tesis
Program Pascasarjana FIK-UI, 4.
Siagian, S. (2010). Kiat Meningkatkan
Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sobirin. (2006). Hubungan beban kerja dan
motivasi dengan penerapan perilaku
caring perawat pelaksana di RSUD Unit
Swadana Kabupaten Subang. Tesis FIK
UI. Tidak Dipublikasikan, 94005.
Supriatin, E. (2009). Hubungan Beban Kerja

81
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hubungan Faktor Pengetahuan Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru


Di Kabupaten Solok Tahun 2018

Vetra Susanto1, Ali Asmul2


STIKES Perintis, Padang
Email: vetrasusanto@stikesperintis.ac.id

ABSTRAK

Meningkatnya jumlah penderita TB Paru di Indonesia disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat.
Hasil survei di Indonesia oleh Ditjen Pemberantas Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen
P2MPL), tingginya angka kejadian TB Paru salah satunya disebabkan oleh kurangnya tingkat
pengetahuan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian tuberculosis paru di Kabupaten Solok tahun 2018. Desain penelitian ini adalah deskriktif analitik
dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian dilakukan di 18 Puskesmas kab Solok pada tanggal sampai
10 Februari 2018. Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang dengan suspect TB Paru di Puskesmas
berjumlah 318. Pengumpulan data yang digunakan adalah kusioner. Data dianalis dengan menggunakan uji
statistikChi-Square.Hasilpenelitian menunjukkan bahwa terdapat (30,8%), responden mengalami kejadian TB
Paru (67,3%), memiliki pengetahuan tinggi (56,9%). Hasil uji statistik didapatkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan TB Paru p value = 0,027. Diharapkan adanya upaya promotif melalui
edukasi kesehatan kepadaresponden tentang TB Paru dan kebersihan lingkungan serta lebih memahami
pencegahan terjadinya TB Paru dan masyarakat dapat menjaga lingkungan sesuai dengan standar rumah sehat.

Kata Kunci :Kejadian Tuberkolosis Paru, Pengetahuan.

ABSTRACT

The increasing number of patients with pulmonary tuberculosis in Indonesia is caused by unhealthy
behavior. Survey results in Indonesia by the Director General of Eradication of the disease are infectious
and infectious. The study was conducted in 18 Solok district health centers on February 10, 2018. The
sample in this study were 318 patients with suspected pulmonary TB at the puskesmas. The data
collection used was questionnaire. Data were analyzed using Chi-Square statistical test. The results of
the study showed that there were (30.8%), respondents had pulmonary TB events (67.3%), had high
knowledge (56.9%). Statistical test results found that there is a significant relationship between
knowledge with pulmonary TB p value = 0.027. Promoting efforts are expected through health education
to respondents about pulmonary TB and environmental hygiene and better understanding of the
prevention of pulmonary TB and the community can maintain the environment in accordance with healthy
home standards.

Keywords : Lung Tuberculosis, Knowledge

PENDAHULUAN utama kesehatan masyarakat di dunia bahkan


Tuberkulosis merupakan suatupenyakit diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah
menular yang biasanya munculsebagai penyakit terkena penyakit ini (Saydam, 2011).
paru-paru, karena paru-parumerupakan lahan Indonesia sekarang berada pada ranking
yang paling empukbagi penyakit tuberkulosis. kelima negara dengan beban TB tertinggi di
Tuberkulosis paru (TB paru), adalah penyakit dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus
menular yang disebabkan oleh kuman adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi
Mycobacterium tuberculosis, yang menyerang berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah
dari balita hingga usia lanjut. TB paru merupakan kematian akibat TB diperkirakan 61.000
salah satu penyakit infeksi yang menjadi masalah kematian per tahunnya (Kemenkes RI, 2011).

82
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Berdasarkan laporan dari survei prevalen primer pada penelitian ini yaitu diambil dengan
nasional tahun 2009, tingkat prevalensi cara mewawancarai secara langsung responden
Tuberkulosis adalah 244 per 100.000 penduduk. yang datang ke Puskesmas.
Meningkatnya jumlah penderita TB Paru di
Indonesia disebabkan oleh perilaku yang tidak HASIL DAN PEMBAHASAN
sehat. Hasil survei di Indonesia oleh Ditjen
Pemberantas Penyakit Menular dan Penyehatan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan distribusi
Lingkungan (Ditjen P2MPL), tingginya angka frekuensi responden berdasarkan TB Paru di
kejadian TB Paru salah satunya disebabkan oleh wilayah dinas kesehatan Kab. Solok Tahun 2018
kurangnya tingkat pengetahuan. dapat dilihat pada tabel 1:
Menurut teori Lawrence Green dalam
Notoatmodjo (2009), ada beberapa faktor yang Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden
bisa mempengaruhi terjadinya perilaku kesehatan Berdasarkan Kejadian TB Paru di Wilayah
seseorang yaitu faktor predisposisi, faktor Kerja Dinas Kesehatan Kab Solok Tahun
pendukung dan faktor pendorong. Faktor yang 2018
mempengaruhi yaitu pengetahuan, ekonomi,
geografis dan sosial budaya.datayang peneliti Kejadian Tb %
f
dapatkan sampai bulan Agustus 2017 pada Paru
wilayah Kabupaten Solok didapat kasus baru 30,8
Ya 98
TBC 101 kasus. Sedangkan suspek TBC di 18
wilayah puskesmas Kabupaten Solok mencapai Tidak 220 69,2
1557 kasus dan kasus TBC yang ditangani
sampai bulan Agustus 2017 adalah sebanyak 101 Total 318 100
kasus (Laporan bulanan Kabupaten Solok,
2017).Berdasarkan data Kabupaten Solok yang
Berdasarkan table 1 di atas dapatkan kurang
memiliki 18 puskesmas masih banyak kasus
dari separuh responden dengan 98 (30,8%)
TBC, sehingga TBC bisa diminimalisir maka
responden yang mengalami kejadian TB Paru di
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
wilayah kerja dinas kesehatan Kab Solok Tahun
mengenai “Hubungan Faktor-Faktor Yang
2018.
Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru di
Kabupaten Solok Tahun 2018”. Tujuan penelitian
Distribusi Frekuensi Responden
ini adalah mengetahui faktor-faktor yang
Berdasarkan Pengetahuan di wilayah kerja dinas
mempengaruhi kejadian TB Paru di Kabupaten
kesehatan Kab Solok Tahun 2018 dapat dilihat
Solok tahun 2018.
pada table 2 di bawah ini:
METODE PENELITIAN
Tabel 2 . Distribusi Frekuensi Responden
Jenis penelitian yang dilakukan adalah
Berdasarakan Pengetahuan di wilayah kerja
penelitian kuantitatif dengan menggunakan
dinas kesehatan Kab Solok Tahun 2018.
rancangan penelitian analitik dan desain cross
sectional (potong lintang). Penelitian ini akan
Pengetahuan f %
dilakukan pada bulan Februari 2018 yang
bertempat di Puskesmas-puskesmas yang 67,3
memiliki data kunjungan responden terbanyak Tinggi 214
pemeriksaan TB Paru wilayah kerja Dinas 32,7
Rendah 104
Kesehatan Kabupaten Solok Populasi dalam
penelitian ini adalah semua responden yang Total 318 100
melakukan pemeriksaan TB paru diwilayah kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Solok tahun 2017
sebanyak 1557 responden. Sampel penelitian ini Berdasarkan tabel 2 di atas dapatkan lebih
adalah masyarakat yang menderita TB Paru di dari separuh responden memiliki pengetahuan
wilayah Puskesmas di Kabupaten Solok. Data tinggi yaitu 214 (67,3%), di wilayah kerja dinas

83
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

kesehatan Kab Solok Tahun 2018. Hasil kesehatan Kab Solok Tahun 2018 dapat dilihat
penelitian hubungan pengetahuan dengan pada table 3
kejadian TB Paru diwilayah kerja dinas

Tabel 3. Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian TB Paru Pada Responden Di Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kab Solok Tahun 2018

Kejadian TB Paru Total


Ya Tidak
Pengetahuan p value
OR
f % f % f %

Tinggi 75 35 139 65 214 100 0,027 0,100


Rendah 23 22,1 81 77,9 104 100
Total 98 30,8 220 69,2 318 100

Berdasarkan table 3 didapatkan bahwa dikatakan bahwa masyarakat masih kurang


proporsi kejadian Tb Paru dengan pengetahuan kesadarannya untuk selalu memeriksakan
tinggi lebih yaitu 75 (35%), responden dan 139 kesehatannya ke pelayanan kesehatan terdekat.
(65%), responden dengan pengetahuan tinggi Selain itu, wilayah Kab Solok yang dinggin
namun tidak mengalami Tb Paru dibandingkan sangat beresiko untuk tingginya kejadian TB
responden dengan pengetahuan rendah dan Paru di daerah ini.
mengalami TB paru 23 (22,1%), dan 81 (77,9%), Banyaknya dari masyarakat kita ini yang
dengan pengetahuan rendah dan tidak mengalami memiliki pengetahuan rendah terhadap layanan
kejadian TB Paru. PadahasilujiChi-Square kesehatan, sehingga kesadaran masyarakat untuk
didapatkan p value = 0,027 (p ≤ 0,05), artinya menjaga kebersihan mengantisipasi kejadian TB
ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan Paru lebih awal masih sangat rendah. Namun dari
dengan kejadian TB Paru pada responden di hasil penelitian yang peneliti dapatkan,
wilayah kerja dinas kesehatan Kab Solok Tahun ditemukan bahwa lebih dari separuh 214
2018.Analisis tindak lanjutditemukan OR 0,100 (67,3%), mengatakan bahwa tahu apa itu TB
artinya pengetahuan memproteksi 10x lebih paru, tanda gejalannya sampai cara pengobatan
berhubungan dengan kejadian TB Paru. TB Paru tersebut. Sehingga hal ini sangat
Tuberkulosis paru merupakan penyakit membantu masyarakat untuk lebih tahu dan
infeksi yang menyerang parenkim paru-paru paham akan apa yang harus dilakukan terhadap
yang disebabkan oleh Mycrobacterium kejadian disekitarnya. Responden dengan
tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke pengetahuan rendah akan pentingnya menjaga
bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang kesehatan dan kebersihan lingkungan, hal ini
dan limfe (Somantri, 2008). Tuberculosis paru menjadi perhatian penting yang harus
merupakan penyakit infeksi yang menyerang diperhatikan oleh dinas kesehatan di Kab Solok,
parenkim paru dan disebabkan oleh Mycro agar masyarakatnya memiliki pengetahuan yang
bacterium tuberculosis (Ardiansyah, 2012). lebih baik tentang penularan penyakit serta dapat
Berdasarkan hasil penelitian yang telah memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
dilakukan, peneliti dapatkan bahwa responden secara baik pula.Pengetahuan berhubungan
yang melakukan pemeriksaan dahak lebih awal dengan kejadian Tb paru. Hal ini terlihat pada
ke puskesmas-puskesmas terdekat masih jauh hasil penelitian dimana dengan pengetahuan yang
dari yang di harapkan, sehingga kejadian TB paru rendah masyarakat kurang paham cara
positif masih cukup tinggi di wilayah kerja dinas menanggulangi penyakit TB Paru dan tidak tahu
kesehatan Kabupaten Solok yaitu 98 (30,8%), tanda-tanda awal mengalami penyakit Tb Paru.
artinya kejadian TB Paru masih cukup tinggi di Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
wilayah Kabupaten Solok. Hal ini juga dapat bahwa 75 responden (35%), dengan pengetahuan

84
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

tinggi namun tetap mengalami kejadian TB Paru, Epidemics. The Lancet Infectious Diseases.
berdasarkan wawancara didapatkan responden 2009;9(2):737-74.
yang memiliki pengetahuan baik tentang KementrianKesehatanRepublik Indonesia:
tuberculosis mengatakan dalam sikap dan Profilkesehatan Indonesia 2014. Jakarta:
tindakan sehari-hari masih kurang menjaga Kemenkes RI; 2014.
kebersihan. Selain itu, factor penyebab lain juga Notoatmodjo, Soekidjo.
dapat mempengaruhi kejadian Tb paru. IlmuKesehatanMasyarakat. Jakarta: PT.
Sementara 81 responden (77,9%), dengan RinekaCipta. 1997.
pengetahuan rendah namun tidak mengalami TB WHO.Global tuberculosis report. (diunduh 11
Paru hal ini bias saja disebabkan oleh faktor lain November 2013). Tersediadari: URL:
yang dapat diterapkan dengan baik oleh HYPERLINK
responden sehingga terhindar dari penyakit http://apps.who.int/125/bitstream/10165eng.
Tuberculosis Paru. pdf
World Health Organization. World Health
KESIMPULAN Statistic 2011, Geneva,2011
Terdapat 30,8% responden mengalami World Health Organization.TB A Clinical
kejadian Tb Paru di Wilayah Kerja Dinas Manual for South East Asia.Geneva, 2010;
Kesehatan Kab Solok Tahun 2018 , terdapat 23-19.World Health Organization.Global
67,3% respon denganp erilaku (pengetahuan), Tuberculosis Control Report 2010. Geneva,
tinggi di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab Switzerland, WHO, 2010;16-5.
Solok Tahun 2018, ada hubungan perilaku World Health Organization, Dalam;
(pengetahuan), dengan kejadian Tb paru di DepartemenKesehatanRepublik Indonesia,
wilayah kerja dinas kesehatan Kab Solok Tahun PedomanNasionalPenanggulanganTuberkul
2018. osis, Jakarta, 2005

REFERENSI
Aditama. (2006). Tuberkulosis : Diagnosis,
terapidanmasalahnya. Jakarta: Ikadi
Depkes RI. (2011). PenyakitTidakMenular (Ptm)
PenyebabKematianTerbanyak di
Indonesia.Diperolehpadatanggal 5
November 2012 dari
http://depkes.go.id/index.php/berita/pre ss-
release/1637-penyakit-tidak menular-
ptmpenyebab-kematian terbanyak-di-
indonesia.html.
Depkes RI, Ditjen PP & PL. (2008).Manual
PemberatasanPenyakitMenular.Diperolehtan
ggal 10 November 2012 dari
http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_d
ownload/profil__PP&PL_2008.pdf.
DepartemenKesehatanRepublik
Indonesia.PedomanNasionalPenanggulangan
Tu1. DinkesPropinsiSumbar: Profil
data kesehatanSumbar 2009. (diunduh 11
November 2013). Tersediadari: URL:
HYPERLINK http://www.
depkes.go.idberkulosis. Jakarta : Depkes RI,
2005
Dooley KE, Chaisson RE. Tuberculosis and
diabetes mellitus: Convergence of Two

85
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hubungan Karakteristik Individu Dan Dukungan Sosial Dengan Perilaku Pencegahan Stroke
Pada Masyarakat Diwilayah Kerja Puskesmas Gulai Bancah

Yaslina Yaslina, Lilisa Murni, Latifa Najwa


STIKes Perintis Padang
Email : yaslina03@yahoo.com

ABSTRAK

Stroke memiliki faktor resiko yang dapat diubah atau dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang
tidak dapat diubah atau tidak dapat dimodifikasi maka dari itu diperlukan lah prilaku pencegahan
stroke pada masyarakat . Penelitian bertujuan untuk mengetahui Hubungan Karakteristik Individu
Dan Dukungan Social Dengan Perilaku Pencegahan Stroke Pada Masyarakat. Metode penelitian
dengan desain pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 96 responden yang beresiko terkena
stroke yang terdapat Diwilayah Kerja Puskesmas Gulai Bancah dengan tekhnik pengambilan dsampel
dengan simple random sampling. Data diolah dengan menggunakan uji Chi Square. Analisa Univariat
didapatkan bahwa usia terbanyak lansia (52,1%), dan jenis kelamin terbanyak (63,5%) yang berjenis
kelamin perempuan, dukungan sosial yang baik (50,0%), perilaku pencegahan stroke buruk (70,8%).
Hasil bivariat tidak ada hubungan usia dengan perilaku pencegahan stroke (Pvalue= 0,734 (p>0,05),
tidak ada hubungan jenis kelamin dengan perilaku pencegahan stroke (Pvalue= 0,134 (p>0,05) dan
OR = 0,476), dan ada hubungan dukungan sosial dengan perilaku pencegahan stroke (Pvalue=0,000
(p<0,05) dan OR=7,912). Disimpulkan bahwa Tidak ada hubungan (usia) dengan perilaku
pencegahan stroke, Tidak ada hubungan (jenis kelamin) dengan perilaku pencegahan stroke, dan yang
terakhir ada hubungan dukungan sosial dengan perilaku pencegahan stroke pada Masyarakat Di
Wilayah Kerja Puskesmas Gulai Bancah Tahun 2019.

Kata Kunci : Dukungan Sosial, Karakteristik Individu, Perliaku Pencegahan Stroke

ABSTRACT

Stroke has risk factors that can be changed or can be modified and risk factors that cannot be
changed or cannot be modified, therefore a stroke prevention behavior is needed in the community.
The research method is cross sectional design. A sample of 96 respondents who were at risk of having
a stroke in the Working Area of the Gulai Bancah Health Center with sample collection techniques
with simple random sampling. Data were processed using Chi Square test. The results obtained
showed that the most elderly (52.1%), and most sex (63.5%) were female, good social support
(50.0%), bad stroke prevention behavior (70.8%) and there is no relationship between age with stroke
prevention behavior (Pvalue = 0.734 (p> 0.05), and there is no gender relationship with stroke
prevention behavior (Pvalue = 0.134 (p> 0.05) and OR = 0.476), and there is the relationship of
social support with stroke prevention behavior (Pvalue = 0,000 (p <0.05) and OR = 7,912) It was
concluded that there was no relationship (age) with stroke prevention behavior, there was no
relationship (sex) with stroke prevention behavior, and the last one is the relationship between social
support and stroke prevention behavior in the Community in the 2019 Gulai Bancah Puskesmas Work
Area.

Key Word : Individual Characteristics, Social Support, Stroke Prevention Stroke.

PENDAHULUAN dapat menimbulkan kematian (WHO,2014).


Stroke salah satu penyakit tidak menular Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang
(PTM) yang dapat menimbulkan masalah membawa darah dan oksigen ke otak
permanen pada sistem saraf pusat dan penyebab mengalami penyumbatan dan rupture,
tertinggi kecacatan dan kekurangan oksigen menyebabkan fungsi
kematian diseluruh dunia (Smajlovic,2015). kontrol gerakan tubuh yang dikendalikan ke
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang otak tidak berfungsi (AHA,2015).
ditandai hilangnya fungsi otak secara akut dan

86
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Stroke masih menjadi masalah kesehatan pasien), usia 60-69 (94 pasien), usia 70+ (74
karena merupakan penyebab kematian kedua pasien), dan kunjungan baru 26 pasien.
di dunia. Sementara itu, di Amerika Serikat Faktor yang dapat menimbulkan stroke
stroke menjadi penyebab kematian ketiga dibedakan menjadi faktor resiko yang tidak
terbanyak setelah penyakit kardiovaskuler dan dapat diubah atau tidak dapat dimodifikasi
kanker.Sekitar 795.000 orang di Amerika seperti usia, jenis kelamin, riwayat keluarga,
Serikat mengalami stroke disetiap tahunnya, ras, dan faktor resiko yang dapat diubah atau
sekitar 610.000 mengalami serangan stroke dapat dimodifikasi seperti hipertensi, obesitas,
yang pertama. Stroke juga merupakan merokok, diabetes mellitus, dan aktifitas fisik.
penyebab 134.000 kematian pertahun Untuk mengubah atau memodifikasi faktor
(Goldstein dkk,2011). Dalam terbitan Journal resiko yang dapat diubah tersebut diperlukan
Of The American Heart (JAHA) 2016 perilaku pencegahan. Perilaku pencegahan
menyatakan terjadi peningkatan pada individu merupakan respon seseorang untuk melakukan
yang berusia 25 sampai 44 tahun menjadi pencegahan penyakit tersebut dengan
(43,8%) (JAHA,2016). Menurut American pengendalian factor resiko yaitu dengan
Heart Association/ American Stroke pengendalian tekanan darah tinggi, perubahan
Association(AHA/ASA,2017) menyatakan gaya hidup, tidak mengkonsumsi rokok,
dalam statistik penyakit jantung dan stroke mengurangi stress, mengendalikan penyakit
menunjukan rata-rata dalam empat puluh detik yang beresiko untuk stroke seperti hipertensi,
seseorang terserang stroke dan dalam empat diabetes mellitus dan lain-lain (Nastiti,2012).
menit seseorang meninggal karena stroke. Pencegahan perlu dilakukan karena stroke
Stroke merupakan penyebab kematian nomor juga menimbulkan banyak dampak yang sangat
tiga dinegara maju setelah kanker dan penyakit besar diantaranya dampak pada pasien itu
jantung (Hutajulu et al,2015). sendiri seperti kecacatan. Kecacatan tersebut
Penyakit stroke juga menjadi penyebab juga akan memberikan dampak terhadap
kematian utama hampir seluruh Rumah Sakit di psikologis dan sosial. Dampak psikologisnya
Indonesia dengan angka kematian sekitar adalah dapat penurunan citra tubuh, harga diri
15,4%. Tahun 2013 pervalensinya berkisar rendah, frustasi, depresi dan keterbatasan dalam
pada angka 7,4% dan pada tahun 2018 berhubungan dengan orang lain, dampak
meningkat menjadi 10,9%. Jadi sebanyak sosialnya adalah ketidakmampuan melakukan
57,9% penyakit stroke telah terdiagnosis oleh peran dirumah dan kehilangan pekerjaan.
tenaga kesehatan (nakes). Prevalensi penykit Selanjutnya dampak pada keluarga pasien
stroke meningkat seiring bertambahnya umur, adalah keluarga akan disibukkan untuk
terlihat dari kasus stroke tertinggi yang mengurus pasien yang tidak bisa melakukan
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 aktivitasnya secara mandiri yang akan
tahun keatas (50,2%) dan terendah pada usia 15 mengakibatkan keluarga tidak bisa bekerja dan
sampai 24 tahun yaitu sebesar 0,6% akhirnya akan kesulitan dalam ekonomi,
(Riskesdas,2018). Menurut penelitian Badan sedangkan dampak untuk Negara sendiri adalah
dan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018, akan meningkatnya jumlah angka kejadian dan
prevalensi penyakit stroke pada kelompok kematian penyakit stroke setiap tahunnya dan
yang didiagnosis oleh nakes meningkat seiring Negara akan tercatat sebagai Negara yang
dengan bertambahnya umur. angka kematian tertinggi untuk penyakit stroke
Di Sumatera Barat prevalensi penyakit (Lumbantobing,2007).
stroke meningkat pada usia ≥ 15 tahun 2018 Factor yang mempengaruhi Pencegahan
naik dari 7,4% menjadi 10,9% dimana juga penyakit seperti penyakit stroke dibagi menjadi
terjadi peningkatan pada usia 15-24 tahun beberapa diantaranya (umur, jenis kelamin, ras,
(0,2% menjadi 0,6%) usia 25-34 tahun (0,6% suku/budaya). Dari beberapa faktor diatas ada
menjadi 1,4%) usia 34-44 tahun (3,3% menjadi beberapa yang akan diteliti oleh peneliti
4,2%) (Hasil Riskesdas, 2018). Sedangkan dianaranya usia, jenis kelamin, dan dukungan
jumlah kunjungan penyakit stroke seluruh sosial.
Puskesmas Kota Bukittinggi bulan Januari - Jenis kelamin adalah perbedaan antara
September sebanyak 305 orang diantaranya perempuan dan laki-laki secara biologis sejak
usia 5-9 tahun (2 pasien), usia 20-24 tahun (18 seseorang lahir. Secara umum setiap penyakit
pasien), usia 45-54 (49 pasien), usia 55-59 (68 dapat menyerang manusia baik laki-laki
maupun perempuan, akan tetapi pada beberapa

87
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

penyakit terdapat perbedaan frekwensi antara dari luar daerah serta 25% dari dalam daerah,
laki-laki dan perempuan. selanjutnya PHBS rumah tangga tahun 2018
Selanjunya usia, usia sangat berperan dengan indikator anggota keluarga yang
penting dalam perilaku pencegahan stroke ini, memakan sayur dan buah target PHBS RT 545
karna tingkat kedewasaan pasien dalam dengan mencapaian yang didapat (278) 51%,
pengobatan, semakin tinggi umur seseorang, melakukan aktivitas fisik setiap hari target
tingkat karakteristik seseorang akan lebih PHBS RT 545 dengan pencapaian (278) 51%,
matang dalam berfikir dan bertindak dan yang terakhir tidak merokok target PHBS
(Struat,2006). RT 528 dengan pencapaian (268) 50%. Dari
Dukungan sosial diperkirakan memiliki data tersebut disimpulkan bahwa target
pengaruh yang sangat kuat terhadap kesehatan GERMAS tidak semuanya terrealisasi, masih
fisik dan psikologis dan kesejahteraan banyak yang tidak mengikuti GERMAS
seseorang dalam pencegahan suatu penyakit tersebut sehingga masyarakat di Gulai Bancah
(Everson,2005 dalam Nagayoshi 2014). dapat beresiko untuk menderita penyakit tidak
Menurut Sadat (2012) dalam jurnalnya yang menular diantaranya adalah stroke, hal ini dapat
berjudul Received and Provided social support bertambah besar resikonya jika mereka
menjelaskan bahwa dukungan social dapat memeliki beberapa faktor resiko.
memberikan hasil kesehatan yang lebih postif Tujuan penelitian ini adalah untuk
dari yang diperkirakan. mengetahui Hubungan Karakteristik Individu
Menurut penelitian Saphiro (1989 dalam Dan Dukungan Social Dengan Perilaku
friedman ,2003 dalam yaslina 2012) bahwa Pencegahan Stroke Pada Masyarakat di
dukungan sosial bermanfaat secara kognitif Wilayah kerja Puskesmas Gulai Bancah Tahun
melalui pemberian informasi yang 2019.
menguntungkan, menghubungkan makna
dengan masalah, membantu keterampilan METODE PENELITIAN
pemecahan masalah secara emosional melalui Penelitian menggunakan metode
penyediaan jaringan dukungan untuk pendekatan cross sectional yang artinya dimana
mengungkapkan perasaan dan mendorong tugas waktu pengukuran atau pengamatan data
berduka. variabl independen dan variable dependen
Berdasarkan studi dokumentsi yang dilakukan pada waktu bersamaan atau dalam
dilkukan pada tanggal 14 februari 2019 di satu waktu (Nursalam,2011).Penelitian ini telah
Puskesmas Gulai Bancah angka kejadian stroke dilaksanakan bulan Mei 2019 di wilayah kerja
pada tahun 2017 mencapai 11 orang Puskesmas Gulai Bancah. Populasi dalam
diantaranya 5 orang laki-laki, dan 6 orang penelitian ini adalah masyarakat yang beresiko
perempuan dan pada 2018 angka kejadian stroke yang berjumlah 127 orang Teknik
stroke mencapai 12 orang diantaranya 4 laki- pengambilan sampel yaitu menggunakan teknik
laki dan 8 perempuan. Selanjutnya data simple random sampling dengan Perhitungan
penyakit yang beresiko terkena stroke yaitu besarnya menggunakan rumus menurut Slovin
penyakit hipertensi pada tahun 2016 mencapai dalam Notoadmodjo dan didapatkan sebanyak
96 orang ,tahun 2017 mencapai 98 orang , dan 96 orang responden. Instrumen yang digunakan
pada tahun 2018 mencapai 96 orang dalam pengumpulan data adalah kuesioner.
diantaranya laki-laki 30 orang dan perempuan Setelah data dikumpulkan kemudian diolah
66 orang dengan rentang umur 40 tahun keatas dan dianalisa data. Adapun tahapan pengolahan
dan penyakit yang beresiko terkena stroke data adalah editing, koding, skoring, anlisa.
selanjutnya yaitu penyakit Diabetes Melitus Untuk analisa data dilakukan dengan
dengan angka kejadian tahun 2017 mencapai 29 mengetahui distribusi frekuensi dalam bentuk
orang dan tahun 2018 mencapai 31 orang. Dari persentase dan mean serta untuk bivariat
data diatas ditemukan bahwa dari tahun analisa data dilakukan dengan menggunakaan
ketahun ada peningkatan dan penurunan yang rumus chi square dengan uji kemaknaan p valus
tidak stabil. ≤ 0.05 dinyatakan bermakna dan p value > 0.05
Program pemerintah untuk mengurangi dinyatakan bermakna.
angka kejadian penyakit yang sudah dilakukan
di Puskesmas Gulai Bancah diantaranya HASIL DAN PEMBAHASAN
GERMAS (Gerakan Masyarakat) dengan Karakteristik individu (usia ) masyarakat yang
pencapaian target 100% dan terelalisasi 75% beresiko terkena stroke di wilayah kerja

88
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

puskesmas gulai bancah tahun 2019 dapat akan tetapi pada beberapa penyakit terdapat
dilihat pada tabel 1. perbedaan frekwensi antara laki-laki dan
perempuan. Hal ini disebabkan perbedaan
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik aktivitas, kebiasaan hidup, genetic atau kondisi
Individu (Usia ) Masyarakat Yang Beresiko fisiologis (Budiarto & Anggraeni, 2002).
Terkena Stroke Di Wilayah Kerja Penelitian Depkes (2007 dalam
Puskesmas Gulai Bancah Tahun 2019. Notoadmodjo,2010) mengatakan bahwa
perilaku tidak merokok pada perempuan jelas
Usia F % lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Depkes melakukan survey tentang melakukan
Dewasa 26-45 8 8,3
aktivitas fisik secara cukup berdasarkan latar
Lansia 46-65 50 52,1
belakang atau karakteristik individu, ternyata
Manula > 66 38 39,6
kelompok laki-laki lebih banyak beraktifitas
Jumlah 96 100 fisik secara cukup dibandingkan dengan
kelompok perempuan. Hasil penelitian ini jenis
Bahwa dari 96 responden yang memiliki kelamin terbanyak lebih dari separoh sebanyak
usia terbanyak dari 3 kategori adalah usia lansia 61 responden (63,5%) yang berjenis kelamin
sebanyak 50 responden (52,1%), yang perempuan karna di daerah Gulai Bancah ini
karakteristik individu (usia) terbanyak dari memang banyak pasien Hipertensi dan
perilaku pencegahan stroke pada masyarakat di DMyang beresiko terkena stroke berjenis
wilayah kerja puskesmas gulai bancah tahun kelamin perempuan dibandingkan laki – laki.
2019. Jadi karakteristik individu adalah ciri-ciri
oleh seseorang /atau individu yang mencakup Tabel 3. Distribusi Frekuensi Dukungan
jenis kelamin, usia.Umur berkaitan erat dengan Sosial pada Masyarakat Yang Beresiko
tingkat kedewasaan pasien dalam menjalani Terkena Stroke Di Wilayah Kerja
pengobatan,semakin tinggi umur seseorang, Puskesmas Gulai Bancah Tahun 2019.
tingkat karakteristik akan lebih matang dalam
berfikir dan bertindak (Stuart,2006). Dukungan sosial F %
Berdasarkan Hasil penelitian ini usia terbanyak Baik ≥ 34 48 50,0
adalah usia lansia sebanyak 50 responden Buruk < 34 48 50,0
(52,1%) bisa saja karna dalam penelitian ini Jumlah 96 100
usia ada 3 kategori, usia dewasa, lansia, dan
manula.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Perilaku
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pencegahan Stroke Pada Masyarakat Di
Individu (Jenis Kelamin) Masyarakat Yang Wilayah Kerja Puskesmas Gulai Bancah
Beresiko Terkena Stroke Di Wilayah Kerja Tahun 2019.
Puskesmas Gulai Bancah Tahun 2019.
Perilaku pencegahan stroke F %
Jenis Kelamin F % Baik 42 28 29,2
Buruk < 42 68 70,8
Laki-laki 35 36,5 Jumlah 96 10%
perempuan 61 63,5
Jumlah 96 100 Bahwa dari 96 responden, responden yang
memiliki dukungan sosial yang baik dan yang
Bahwa dari 96 responden yang jenis buruk sama banyak, yaitu sebanyak 48
kelamin terbanyak lebih dari separoh sebanyak responden (50,0%). Menurut king, (2010)
61 responden (63,5%) yang berjenis kelamin dukungan social atau (social support) adalah
perempuan.Jadi karakteristik individu adalah informasi dan umpan balik dari orang lain yang
ciri-ciri oleh seseorang /atau individu yang menunjukkan bahwa seseorang di cintai dan
mencakup jenis kelamin, usia. Jenis kelamin diperhatikan dihargai dan dihormati, dan di
adalah perbedaan antara perempuan dan laki- libatkan dalam jaringan komunikasi dan
laki secara biologis sejak seseorang lahir. kewajiban timbal balik. Dukungan social yang
Secara umum setiap penyakit dapat menyerang diberikan dari keluarga, pasangan hidup, teman
manusia baik laki-laki maupun perempuan, dekat, rekan kerja saudara, tetangga serta

89
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

lingkungan sekolah sangat berpengaruh sama banyak, yaitu sebanyak 48 responden


terhadap perilaku pencegahan stroke, karna (50,0%), lebih dari separoh sebanyak 68
dengan dukungan yang diberikan kepada pasien responden (70,8%) masyarakat yang memiliki
seperti dukungan informasi, dukungan materi, perilaku yang buruk dalam pencegahan stroke.
keputusan dan dukungan moral. akan Selanjutnya juga didapatkan dari
membantu dalam pencegahan penyakit. (Apollo penelitian ini adalah Setelah dilakukan uji
& Cahyadi, 2012). statistic dengan uji Chi-Square didapatkan hasil
Menurut penelitian Saphiro (1989 dalam Pvalue= 0,734 (p>0,05) , ini berarti tidak ada
friedman , 2003 dalam Yaslina 2012) bahwa hubungan karakteristik (usia) dengan perilaku
dukungan sosial bermanfaat secara kognitif pencegahan stroke pada masyarakat di wilayah
melalui pemberian informasi yang kerja puskesmas Gulai Bancah Tahun 2019.
menguntungkan, menghubungkan makna didapatkan hasil Pvalue= 0,134 (p>0,05), ini
dengan masalah, membantu keterampilan berarti tidak ada hubungan karakteristik
pemecahan masalah secara emosional melalui individu (jenis kelamin) dengan perilaku
penyediaan jaringan dukungan untuk pencegahan stroke pada masyarakat di wilayah
mengungkapkan perasaan dan mendorong tugas kerja puskesmas Gulai Bancah Tahun 2019.
berduka. Selanjutnya Nilai Odds Ratio (OR) diperoleh adalah 0,476
Penelitian Gottieb (1983 dalam Rahayu,2014) ini berarti responden prempuan berpeluang
menjelasakan bahwa jaringan social yang kuat 0,476 kali mempunyai perilaku pencegahan
berhubungan secara positif dengan status stroke dibandingkan responden laki-laki.
kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian ini Selanjutnya didapatkan didapatkan hasil
karna separoh dari 96 responden dalam Pvalue=0,000 (p<0,05), hal ini menandakan
penelitian ini memiliki dukungan sosial yang bahwa ada hubungan antara dukungan sosial
baik yaitu sebanyak 48 responden (50,0%). dengan perilaku pencegahan stroke pada
Hasil Penelitian Diketahui bahwa dari 96 masyarakat di wilayah kerja puskesmas Gulai
responden yang memiliki usia terbanyak lebih Bancah tahun 2019. Nilai Odds Ratio (OR)
dari separoh sebanyak 50 responden (52,1%), diperoleh 7,912 artinya responden yang
adalah usia lansia, responden yang jenis memiliki dukungaan sosial baik berpeluang 7
kelamin terbanyak lebih dari separoh sebanyak kali mempunyai perilaku pencegahan stroke
61 responden (63,5%) yang berjenis kelamin yang baik pula, dibandikan responden yang
perempuan, responden yang memiliki memiliki dukungan sosial yang buruk dapat
dukungan sosial yang baik dan yang buruk dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Hubungan Karakteristik Individu (Usia, Jenis kelamian) dan dukungan sosial Dengan
Perilaku Pencegahan Stroke Pada Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Gulai Bancah
Tahun 2019.

Perilaku pencegahan stroke


Total
Variabel Baik Buruk P value
N % N % N %
Usia
Usia dewasa 3 10,7 5 7,4 8 8,3
Usia lansia 13 46,4 37 54,4 50 52,1
Usia manula 12 42,9 26 38,2 38 39,6 0,734
Total 28 100 68 100 96 100,0
Jenis Kelamin
Laki-laki 7 25,0 28 41,2 35 36,5 0,134
Perempuan 21 75,0 40 58,8 61 63,5
Total 28 100 68 100 96 100
Dukungan Sosila
Baik 23 82,1 25 36,1 48 50,0
Buruk 5 17,9 43 63,2 48 50,0 0,000
Total 28 100 68 100 96 100

90
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Bahwa dari 96 responden, lebih dari masyarakat di wilayah kerja puskesmas Gulai
separoh masyarakat yang meiliki perilaku yang Bancah Tahun 2019.
buruk dalam pencegahan stroke yaitu sebanyak Hal serupa yang ditemukan dalam
68 responden (70,8%). penelitian kesehatan masyarakat Istiqomah
Perilaku pencegahan merupakan respon (2017) dengan judul faktor yang berhubungan
seseorang untuk melakukan pencegahan dengan perilaku pencegahan demam bahwa
penyakit tersebut dengan pengendalian factor upaya pencegahan DBD responden yang
resikoyaitu dengan pengendalian tekanan darah kurang baik lebih banyak dijumpai pada
tinggi, perubahan gaya hidup, tidak kelompok usia IRT > 42 tahun (33,3%),
mengkonsumsi rokok, mengurangi stress, dibandingkan dengan kelompok usia IRT ≤ 42
mengendalikan penyakit yang beresiko untuk tahun (19,0%). Dengan ρ value 0,197 maka
stroke seperti hipertensi, diabetes mellitus dan tidak ada hubungan antara usia dengan
lain-lain (Nastiti,2012). perilakuresponden dalam pencegahan DBD
Menurut Lumbantobing (2007) pada IRT. Hasil penelitian ini menunjukkan
Pencegahan perlu dilakukan karena stroke juga bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan
menimbulkan banyak dampak yang sangat perilaku responden. Menurut L. Green,
besar diantaranya dampak pada pasien itu karakteristik yang ada dalam diri responden
sendiri seperti kecacatan. Kecacatan tersebut seperti usia adalah faktor yang dapat
juga akan memberikan dampak terhadap mendorong terciptanya suatu perilaku
psikologis dan sosial. Dampak psikologisnya kesehatan. Hanya saja pada dasarnya usia tidak
adalah dapat penurunan citra tubuh, harga diri menjamin kedewasaa dan kematangan berpikir
rendah, frustasi, depresi dan keterbatasan dalam seseorang.
berhubungan dengan orang lain, dampak Menurut asumsi peneliti, tidak ada nya
sosialnya adalah ketidakmampuan melakukan hubungan hubungan karakteristik (usia) dengan
peran dirumah dan kehilangan pekerjaan. perilaku pencegahn stroke karna tidak hanya
Penelitian yang dilakukan oleh Almborg, usia lansia saja yang bisa melakukan
Ulander, Thulin dan Berg (2010), melaporkan pencegahan, usia manula dan dewasa pun juga
79% responden mengalami stroke,selanjutnya bisa melakukan perilaku pencegahan sesuai
hal serupa dari penelitian Yea, Suh, Sien dan dengan penelitian yang peneliti temukan diatas.
Mien (2008) yang melaporkan 55.1% Setelah dilakukan uji statistic dengan uji
responden merupakan stroke yang pertama kali. Chi-Square didapatkan hasil Pvalue= 0,134
Data tersebut menunjukkan bahwa pasien yang (p>0,05), ini berarti tidak ada hubungan
mengalami stroke 1 kali lebih tinggi karakteristik individu (jenis kelamin) dengan
dibandingkan dengan stroke berulang. Pada perilaku pencegahan stroke pada masyarakat di
umumnya serangan stroke sudah dapat dikenali wilayah kerja puskesmas Gulai Bancah Tahun
pada tingkat awal serangan, akan tetapi pada 2019.
serangan awal sering tidak disadari atau Jenis kelamin dengan perilaku pencegahan
diketahui, karena hampir sama dengan gejala stroke mengambarkan bagaimana jenis kelamin
yang ditimbulkan oleh penyakit lainnya perempuan dan laki-laki dalam melakukan
(Wardana, 2011). pencegahan stroke tersebut.
Menurut asumsi peneliti bahwa perilaku Hal ini sejalan dengan penelitian
pencegahan stroke ini sangat perlu dilakukan Oktapiana R dalam utami (2009) yang berjudul
dilihat dari hasil penelitian ini bahwa dari 96 Faktor-Faktor yang berhubungan dengan PHBS
responden dari penelitin ini lebih dari separoh dalam prilaku pencegahan penyakit yang
masyarakat yang meiliki perilaku yang buruk dilakukan di SD N 013 Sunter Agung Jakarta
dalam pencegahan stroke yaitu sebanyak 68 Utara yang menyatakan tidak ada hubungan
responden (70,8%). Hal ini bisa diatasi dengan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
memberikan edukasi kepada keluarga akan praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
penting nya perilaku pencegahan stroke ini (PHBS).Hal ini tergantung dalam perilaku
dilakukan. sehari-hari dalam upaya perilaku pencegahan
Hasil Uji statistic dengan uji Chi-Square penyakit.
didapatkan hasil Pvalue= 0,734 (p>0,05) , ini Menurut asumsi peneliti tidak ada
berarti tidak ada hubungan karakteristik (usia) hubungan karakteristik individu (jenis kelamin)
dengan perilaku pencegahan stroke pada dengan perilaku pencegahn stroke karena
banyak responden laki-laki maupun perempuan

91
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

melakukan pencegahan stroke dengan cara pencegahan ,pemulihan dari sakit hanya ketika
sendiri tergantung perilaku sehari-hari hubungan itu bersifat sportif. Hal ini dapat
responden dalam pencegahan penyakit. diatasi dengan meningkatkan pengetahuan
Setelah dilakukan uji sttistic dengan uji responden akan penting nya dukungan sosial
chi-square didapatkan hasil Pvalue=0,000 untuk perilaku pencegahan penyakit.
(p<0,05), hal ini menandakan bahwa ada
hubungan antara dukungan sosial dengan KESIMPULAN
perilaku pencegahan stroke pada masyarakat di Lebih dari separoh 50 responden (52,1%)
wilayah kerja puskesmas Gulai Bancah tahun yang memiliki usia lansia, Lebih dari separoh
2019. Nilai Odds Ratio (OR) diperoleh 7,912 responden yang berjenis kelamin terbanyak
artinya responden yang memiliki dukungaan adalah perempuan yaitu sebanyak 61 responden
sosial baik berpeluang 7 kali mempunyai (63,5%), Separoh responden yang memiliki
perilaku pencegahan stroke yang baik pula, dukungan sosial yang baik yaitu sebanyak 48
dibandikan responden yang memiliki dukungan responden (50,0%), Lebih dari separoh
sosial yang buruk. masyarakat yang meiliki perilaku yang buruk
Menurut king, (2010) dukungan social dalam pencegahan stroke yaitu sebanyak 68
atau (social support) adalah informasi dan responden (70,8%), Tidak terdapat hubungan
umpan balik dari orang lain yang menunjukkan karakteristik individu (usia), jenis kelamin
bahwa seseorang di cintai dan diperhatikan dengan perilaku pencegahan stroke pada
dihargai dan dihormati, dan di libatkan dalam Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Gulai
jaringan komunikasi dan kewajiban timbal Bancah Tahun 2019 dan Ada hubungan
balik. dukungan sosial dengan perilaku pencegahan
Hubungan dukungan sosial dengan stroke pada Masyarakat Di Wilayah Kerja
perilaku pencegahan stroke mengambarkan Puskesmas Gulai Bancah Tahun 2019
bagaimana responden yang memiliki dukungan
sosial baik dalam perilaku pencegahan dan REFERENSI
bagaimana responden yang memiliki dukungan American Heart Association (AHA). (2015).
sosial buruk dalam perilaku pencegahan stroke Heart Disease and Stroke Statistics –At-
ini. a-Glance [Artikel]. Diakses pada 14
Hal ini sejalan dengan penelitian Saphiro Februari 2016
(1989 dalam friedman ,2003 dalam yaslina Azwar, S. 2010. Metode Penelitian
2012) bahwa dukungan sosial bermanfaat .Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
secara kognitif melalui pemberian informasi Azwar, Saifuddin. 2008. Reliabilitas dan
yang menguntungkan, menghubungkan makna Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dengan masalah, membantu keterampilan Batticaca Fransisca, C. 2009. Asuhan
pemecahan masalah secara emosional melalui Keperawatan pada Klien dengan
penyediaan jaringan dukungan untuk Gangguan Metodologi Penelitian
mengungkapkan perasaan dan mendorong tugas Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta.
berduka. Everson, S.A., Maty, S.C., Lynch, J.W. and
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Kaplan, G.A. 2002. Epidemiologic
penelitian yang dilakukan oleh Nur Hasanah & Hutajulu, N.I., Taujidi, A.A. & Fridayanti,
Elina Raharisti Rufaidah (2013) yang 2015. Gambaran Hematokrit Pada Pasien
menyatakan bahwa dukungan sosial berkaitan Stroke Iskemik Di Rumah Sakit Umum
dengan munculnya strategi coping. Pada Daerah Arifin Ahmad Provindi Riau.
penelitian ini terbukti bahwa dukungan sosial Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan
memberikan sumbangan 31,7% Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
dalammempengaruhi munculnya strategi 2010. h. 3
coping pada penderita stroke. Nur Hasanah & Elina Raharisti Rufaidah
Menurut asumsi peneliti, dukungan sosial (2013).Hubungan antara Dukungan Sosial
berhubungan dengan perilaku pencegahan dengan Strategi Coping pada Penderita
stroke karna dukungan sosial sangat erat Stroke RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
kaitannya dengan perilaku pencegahan Jurnal Talenta Psikologi. Vol. II, No. 1,
penyakit, Dukungan sosial dapat membantu Februari 2013
hubungan psikologis, memperkuat praktik
hidup sehat dan membantu perilaku dalam

92
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Nursalam.(2013). Konsep Penerapan Metode Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.


Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: http://www.depkes.go.id/resources/downlo
Salemba Medika. ad/infoterkini/materi_rakorpop_20
Nurullah, Abu Sadat. (2012). Received and 18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf –
Provided Social Support: A Review Diakses Agustus 2018.
ofCurrent Evidence and Future Smajlović, D., 2015. Strokes in Young Adults:
Directions.American Journal of Epidemiology and Prevention. Vasc
HealthStudies, Vol. 27, No. 3, 173- Health Risk Manag, 11:157-64.
188.Obesity, and Diabetes. Journal of WHO. Maternal Mortality: World Health
Psychosomatic Research; 53: 891– Organization; 2014
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018).
Badan Penelitian dan Pengembangan

93
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hubungan Ketepatan “GOLDEN PERIOD” Dengan Derajat Kerusakan Neurologi Pada


Pasien Stroke Iskemik Diruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Stroke Nasional
Bukittinggi Tahun 2018

Muhammad Arif, Nuria Okraini, Aldo Yuliano Mas Putra


STIKes Perintis Padang
email : perawat.arif@yahoo.co.id

ABSTRAK

Stroke merupakan penyakit kerusakan neurologis dan fungsional secara mendadak disebabkan
karena kurangnya atau terputusnya aliran darah yang mengalir keotak akibat adanya gumpalan darah, plak
atau karena pecahnya pembuluh darah akibat tekanan darah yang tinggi secara tiba-tiba ke otak.
Kecacatan dan kematian pada pasien stroke iskemik merupakan salah satu akibat ketidak tepatan waktu
kedatangan pasien kerumah sakit yakni lebih dari 4,5 jam setelah terjadinya serangan. Tujuan penelitian
untuk mengetahui hubungan ketepatan golden period dengan derajat kerusakan neurologi pada pasien
stroke iskemik. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis dengan
pendekatan cross sectional. Populasi adalah pasien stroke iskemik yang mengalami serangan stroke
pertama kali datang ke IGD Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi berjumlah 150 orang. Sampel
penelitian sebanyak 60 orang pasien. Instrumen penelitian berupa kuisioner dengan beberapa pertanyaan.
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan komputerisasi menggunakan uji statistic chi square pada
batas kemaknaan 0,05. Hasil penelitian lebih dari separoh yaitu 61,7% responden mengalami
ketidaktepatan golden period pada pasien stroke iskemik, dan 28,3% responden memiliki derajat
kerusakan neurologi sedang dan berat yang tergolong pada kategori golden period tidak tepat. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p value = 0,000 (p< α) maka dapat disimpulkan adanya hubungan yang signifikan
antara ketepatan golden period dengan derajat kerusakan neurologi pada pasien stroke iskemik di ruang
IGD Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2018. Disarankan bagi keluarga supaya pasien
cepat dibawa kerumah sakit sehinggga pasien tepat dan cepat ditolong oleh tenaga kesehatan.

Kata Kunci : Derajat Kerusakan Neurologi, Ketepatan Golden Period

ABSTRACT

Stroke is a disease of neurological and functional damage caused suddenly due to lack or
interruption of blood flow to the brain due to blood clots, plaque or due to rupture of blood vessels due to
sudden high blood pressure to the brain. Disability and death in ischemic stroke patients is one result of
inaccurate patient arrival time to the hospital that is more than 4.5 hours after the attack. The purpose of
this study was to determine the relationship of the accuracy of the golden period with the degree of
neurological damage in ischemic stroke patients. This research method uses descriptive analysis research
method with cross sectional approach. The population is ischemic stroke patients who had a stroke first
came to the emergency room at the Bukittinggi National Stroke Hospital totaling 150 people. The study
sample was 60 patients. The research instrument was a questionnaire with several questions. Data
processing and analysis is done by computerization using the chi square statistical test at the 0.05
significance level. The results of the study were more than half, namely 61.7% of respondents experienced
inaccurate golden period in ischemic stroke patients, and 28.3% of respondents had a degree of moderate
and severe neurological damage classified as inappropriate golden period category. The statistical test
results obtained p value = 0,000 (p <α), it can be concluded that there is a significant relationship
between the accuracy of the golden period with the degree of neurological damage in ischemic stroke
patients in the emergency room at the Bukittinggi National Stroke Hospital in 2018. It is recommended

94
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

for families to quickly brought to the hospital so that the patient is right and quickly helped by health
workers.

Keywords: Degree of Neurological Damage, Golden Period Accuracy

PENDAHULUAN Untuk menilai tingkat derajat kerusakan


Stroke merupakan kegawat daruratan medik pasca stroke iskemik dapat digunakan beberapa
yang menjadi salah satu penyebab kematian dan sistem, diantaranya menggunakan skala rankin
kecacatan di dunia. Stroke merupakan penyakit yang dimodifikasi ( The Modification Rankim
kerusakan neurologis dan fungsional yang terjadi Scale) dengan skala sebagai berikut. Derajat
secara mendadak disebabkan karena kurangnya kerusakan fungsi neourologi psikologis motorik
atau terputusnya aliran darah yang mengalir ke yaitu Derajat kerusakan 0 tidak ada perubahan.
otak akibat adanya gumpalan, plak atau karena Derajat kerusakan neurologi 1 yaitu
pecahnya pembuluh darah akibat tekanan darah penyembuhan akan sempurna tanpa ada masalah
yang tinggi secara tiba-tiba ke otak. motorik dan sensorik, hampir tidak ada gangguan
Stroke membunuh 1 orang dalam 6 detik di fungsi aktifitas sehari-hari, pasien mampu
dunia dengan perkiraan 15 juta orang di dunia melakukan tugas dan kewajibannya. Derajat
terserang stroke setiap tahunnya. 5 juta kerusakan neurologi 2 yaitu pasien tidak mampu
diantaranya meninggal dan 5 juta lainnya melakukan beberapa aktivitas seperti
mengalami kecacatan permanen. Di negara sebelumnya, tetapi tetap dapat melakukan sendiri
berkembang salah satunya Indonesia angka tanpa bantuan orang lain. Derajat kerusakan
kejadian stroke semakin meningkat tajam. neurologi 3 yaitu pasien memerlukan bantuan
Indonesia termasuk salah satu negara dengan orang lain tetapi masih mampu berjalan tanpa
jumlah penderita stroke terbesar di dunia. Stroke bantuan orang lain, walau mungkin
ini menyumbang 11,8% dari total di Indonesia menggunakan tongkan. Derajat kerusakan
dan merupakan penyebab utama kematian dan neurologi 4 yaitu pasien tidak dapat berjalan
kecacatan yang diprediksi beban penyakit tanpa bantuan orang lain, perlu bantuanorang lain
maupun ekonomi akibat stroke, stroke akan untuk menyelesaikan sebagian aktivitas diri
semakin meningkat pada tahun 2020. seperti mandi, pergi ke toilet, merias diri, dan
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke lain-lain. Derajat kerusakan neurologi 5 yaitu
hemoragik dan stroke iskemik. Stroke hemoragik pasien terpaksa berbaring di tempat tidur dan
merupakan penyakit kerusakan neurologi otak buang air besar dan kecil tidak terasa
fokal dan global akibat terhambatnya aliran darah (inkotinensia), selalu memerlukan perawatan dan
ke otak yang disebabkan oleh pendarahan suatu perhatian. ( Iskandar J, 2011).
arteri serebralis. Stroke iskemik merupakan Widi (2013) menyatakan bahwa salah satu
pembuluh darah yang mengalami penyumbatan, kunci penting dalam mengurangi kematian dan
sehingga bagian otak yang seharusnya mendapat meminimalkan kerusakan otak yang ditimbulkan
suplai darah dari cabang pembuluh darah tersebut oleh stroke iskemik adalah memberikan
akan terganggu karena tidak mendapat suplai penanganan yang cepat dan tepat (golden period).
oksigen sebagaimana mestinya. Stroke iskemik Fassbender menyatakan bahwa waktu yang
disebabkan oleh penyakit ateroskelerotis paling direkomendasikan pada pasien stroke 3-
(menumpuknya lemak dan kolestrol di dinding 4.5 jam yang disebut golden period. Jika
arteri) pada pembuluh darah yang mengedarkan penanganan stroke diberikan lebih dari rentang
darah ke otak. waktu (golden period) maka kerusakan
Kerusakan neurologi yang diderita pasien neuruologis yang dialami pasien akan bersifat
stroke iskemik seperti tidak mampu berbicara permanen.
atau kemampuan berkomunikasi berkurang, tidak Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi
mampu berjlaan secara mandiri, perlu merupakan bagian dari sitem pelayanan
bantuanorang lain atau alat, gangguan buang air kesehatan di Bukittinggi, selain melaksanakan
besar dan buang air kecil serta gangguan makan. pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif
juga berperan melaksanakan kegiatan promotif

95
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

dan preventif dibidang kesehatan. Pada tahun METODE PENELITIAN


2015 RSSN Bukittinggi telah menerima pasien di Metode penelitian ini menggunakan metode
IGD sebanyak 3.066 orang dan tahun 2016 penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan
sebanyak 4.802 orang (medical Record RSSN, cross sectional. Populasi adalah pasien stroke
2015), sedangkan jumlah pasien stroke iskemik iskemik yang mengalami serangan stroke
yang masuk ke IGD tahun 2015 sebanyak 1.538 pertama kali datang ke IGD Rumah Sakit Stroke
orang dan stroke hemoragik 675 orang dan tahun Nasional Bukittinggi berjumlah 150 orang.
2016 stroke iskemik sebanyak 1.723 orang dan Penelitian ini dilaksanakan selama dua minggu
stroke hemoragik sebanyak 692 orang. Disini yang dimulai tanggal 05 Februari sampai tanggal
tergambar pasien stroke iskemik lebih banyak 17 Februari 2018 di Instalasi Gawat Darurat
daripada pasien stroke hemoragik. Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Sampel
Berdasarkan latar belakang masalah yang penelitian sebanyak 60 orang pasien. Instrumen
telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian berupa kuisioner dengan beberapa
penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan pertanyaan. Pengolahan dan analisa data
ketepatan golden period dengan derajat dilakukan dengan komputerisasi menggunakan
kerusakan neurologi pada pasien stroke iskemik uji statistic chi square pada batas kemaknaan
di ruang instalasi gawat darurat Rumah Sakit 0,05.
Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2018.Tujuan
dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui HASIL DAN PEMBAHASAN
hubungan ketepatan golden period dengan
derajat kerusakan neurologi pada pasien stroke Ketepatan Golden Period pada Pasien
iskemik di ruang instalasi gawat darurat Rumah Stroke Iskemik di Ruang IGD Rumah Sakit
Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2018. Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2018 daat
dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Ketepatan Golden Period pada Pasien Stroke Iskemik di Ruang IGD
Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2018

No Ketepatan Golden Period Frekuensi Persentase


1 Tepat 23 38,3
2 Tidak Tepat 37 61,7
Total 60 100%

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat pasien stroke iskemik diruang instalasi gawat
bahwa lebih dari separoh responden yaitu 61,7% darurat Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi
pasien stroke iskemik diruang instalasi gawat mengalami derajat kerusakan neurologi pada
darurat Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tingkatan sedang dan berat. Hubungan ketepatan
mengalami ketidaktepatan goldenperiod dengan “Goldenperiod” dengan derajat kerusakan
waktu lebih dari 3 jam sampai 4,5 jam. Distribusi neurologi pada pasien stroke iskemik diruang
Kerusakan Neurologi daat dilihat pada tabel 2. instalasi gawat darurat Rumah Sakit Stroke
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa Nasional Bukittinggi tahun 2018 dapat dilihat
kurang dari separoh responden yaitu 28,3% pada tabel 3

96
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Derajat kerusakan Neurologipada PasienStroke Iskemik di Ruang


IGD Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2018

No Kerusakan Neurologi Frekuensi Persentase

1 Tidak ada Kerusakan 0 0


2 Ringan 12 20
3 Sedang 17 28,3
4 Sedang Berat 14 23,4
5 Berat 17 28,3
Total 60 100%

Tabel 3
Hubungan ketepatan “Goldenperiod” dengan derajat kerusakan neurologi pada pasien stroke
iskemik diruang instalasi gawat darurat Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2018

Derajat Kerusakan Neurologi


Ketepatan Sedang Jumlah
Ringan Sedang Berat P Value
Golden Period Berat
f % f % f % f % F %
Tepat 12 52,1 11 47,9 0 0 0 0 23 100
Tidak Tepat 0 0 6 16,2 14 37,8 17 46,0 37 100 0,000
Jumlah 12 20 17 29,3 14 23,0 17 28,0 60 100

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa waktu (golden hour) maka kerusakan neorologis
dari sebanyak 37 responden, pasien yang yang di alami pasien akan bersifat permanen.
mengalami ketidaktepatan golden period terdapat Berdasarkan tabel diatas menunjukkan
17 responden (46,0%) yang memiliki derajat bahwa dari 23 responden yang mengalami
kerusakan neurologi Berat, sedangkan dari 23 ketepatan golden period, yang memiliki derajat
responden yang mengalami ketepatan golden kerusakan neurologi ringan adalah 52,1%,
period terdapat 12 responden (52,1) yang responden yang yang mengalami ketepatan
memiliki derajat kerusakan neurologi ringan. golden period yang mengalami derajat kerusakan
Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p neurologi sedang adalah 47,9%, dan 0% (tidak
value = 0,000, dari nilai α = 0,05, jika ada) pasien yang mengalami derajat kerusakan
dibandingkan p ≤ α sehingga Ha diterima artinya neurologi sedang berat dan berat.
terdapat hubungan yang signifikan antara golden Tabel diatas juga menunjukkan bahwa dari
period dengan derajat kerusakan neurologi pada sebanyak 37 responden, pasien yang mengalami
pasien stroke iskemik diruang Instalasi Gawat ketidaktepatan golden periodyang memiliki
Darurat Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi derajat kerusakan neurologi Ringan adalah 0%,
tahun 2018 responden yang mengalami ketidaktepatan
Salah satu kunci penting dalam mengurangi golden periodmemiliki derajat kerusakan
kematian dan meminimalkan kerusakan otak neurologi sedang adalah 16,2%, responden yang
yang ditimbulkan oleh stroke iskemik adalah mengalami ketidaktepatan goldenperiod sedang
memberikan penanganan yang cepat dan tepat. berat adalah 37,8% dan responden yang
Fassbender (2013) menyatakan bahwa waktu mengalami ketidaktepatan golden period berat
yang paling direkomendasikan pada pasien stroke memiliki derajat kerusakan neurologi 46,0%.
adalah 3-4.5 jam yang disebut golden hour. Jika Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
penanganan stroke di berikan lebih dari rentang dilakukan oleh Ruthy N tahun2012. Tingkat
pengetahuan tentang golden period dalam

97
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

penanganan Stroke di RW 09 Kentingan. Ginsberg, Lionel. (2008). Lecture Notes


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif Neurologi. Jakarta. Edisi 8. Penerbit
analitik secara cross sectional dengan teknik Erlangga.
accidental sampling, dengan sampel 60 orang, Iskandar, J. (2011). Stroke waspadai
dengan hasil 41 responden (68%) memiliki ancamannya. Yogyakarta. Penerbit C.V
pengetahuan baik tentang golden period dalam ANDI OFFSET.
penangan stroke, 13 responden (22%) memiliki Iskandar , J. (2003). Pencegahan dan
pengetahuan cukup dan 6 responden (10%) Pengobatan Stroke. Jakarta. Penerbit PT.
memiliki pengetahuan kurang, dari hasil Bhuana Ilmu Populer.
penelitian adanya pengaruh tingkat pengetahuan Misbach, Jusuf . (2011). Stroke Aspek
tentang golden period dalam penanganan stroke Diagnostik, Patofisiologi, Menejemen .
iskemik ke IGD. Jakarta. Penerbit FKUI.
Waktu emas ini sangat efektif untuk Notoadmojo, soekidjo, (2005). Metodologi
melakukan tujuan utama penanganan stroke Penelitian kesehatan. Jakarta. Rineka
iskemik yaitu menyelamatkan jaringan otak yang Cipta.
menderita kekurangan pasokan nutrisi dan Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan
oksigen. Obat stroke tepat di berikan saat golden Metodologi Penelitian dan Ilmu
period, karena obat stroke bekerja sebagai Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan
penghancur sumbatan (trombolisis). Instrumen Penelitian Keperawatan.
Faktor yang mempengaruhi keterlambatan Jakarta. Salemba Medika
golden hour pasien stroke yang terdapat dalam Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar.
Pizon (2010) adalah tingkat pengetahuan, Jakarta. Badan Pengembangan dan
pendidikan, persepsi, transportasi, ekonomi. Penelitian Kesehatan Kementrian RI.
Pentingnya pengetahuan tentang golden period Widi N, S. Perhatikan ini pada penolongan
dapat menekankan angka kematian dan kecacatan pertama pasien stroke Republika Online,
pada penderita. Serta mengetahui tingkat derajat Kamis 3 Oktober 2013; 2013.
kerusakan neurologis pada pasien stroke iskemik, Wahid, A & Susanto, B. R. Improving
dan pencegahan stroke dapat dihindari dengan Prehospital stroke system in banjarmasin:
melakukan pengobatan dengan benar saat masih from where we should begin? Makasar:
dalam golden period. Seminar international kegawadaruratan .
2015.
KESIMPULAN
Kurang dari separoh 38,3% responden yang
mengalami ketepatan golden period pada pasien
stroke. Kurang dari separoh responden 28,3%
memiliki derajat kerusakan neurologi sedang
berat pada pasien stroke iskemi. Berdasarkan uji
statistik diperoleh nilai p value = 0,000, nilai α=
0,05 maka dapat disimpulkan adanya hubungan
yang signifikan antara ketepatan golden period
dengan derajat kerusakan neurologi pada pasien
stroke iskemik diruang Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun
2018.

REFERENSI
Gofir, A. (2009). Menejemen Stroke Evidence
Based Medicine. Yokyakarta. Edisi I.
Penerbit Salemba Medika.

98
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Pemberian Jus Wortel Dan Manajemen Hidroterapi (Sitzbath) Terhadap


Penurunan Dismenore Pada Siswi

Mera Delima, Yessi Andriani, Rilla Suci Fajria


STIKes Perintis Padang
Email : meradelima@rocketmail.com

ABSTRAK
Menstruasi merupakan peristiwa yang wajar terjadi pada setiap wanita.Namun terkadang
menstruasi menimbulkan masalah yaitu adanya nyeri haid atau yang disebut dismenore. Dismenore
yaitu dimana kondisi medis yang terjadi waktu menstruasi yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan
memerlukan pengobatan dengan nyeri dan rasa sakit diarea perut dan panggul.Hasil survey masih
tingginya angka absensi disekolah karena alasan kejadian nyeri menstruasi pada siswi tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian jus wortel dan manajemen hidroterapi
(sitzbath) terhadap penurunan nyeri dismenore pada siswi SMA N 1 Kayutanam. Penelitian ini
menggunakan metode pra-exsperiment dengan rancangan Two group pretest dan posttest. Populasi 55
orang siswi dan sampel yang digunakan 14 orang siswi dengan Stratified Random Sampling.Uji
analisis menggunakan uji t (dependen sample test). Hasil penelitian ini membuktikan denganrerata
nyeri yang dirasakan sebelum diberikan jus wortel adalah 8,14 dan melakukan hidroterapi(Sitzbath)
adalah 7,29 dengan kategori nyeri berat, yang kemudian sesudah pemberianjus wortel adalah 3,29 dan
manajemen hidroterapi 2,73 dengan kategori nyeri ringan dan nilai p Value = 0,000 (p<0,05).
Kesimpulan terdapat efektifitas pemberian jus wortel dan manajemen hidroterapi terhadap penurunan.
Dismenore pada siswi SMA N 1 Kayutanam tahun 2019.Disarankan untuk siswi agar dapat
mengkonsumsi jus wortel atau manajemen hidroterapi (Sitzbath) dalam mengatasi dismenore.
Kata Kunci : Manajemen Hidroterapi, Nyeri Haid, Jus Wortel
ABSTRACT

Menstruation is a natural event that occurs in every woman. But sometimes menstruation causes
problems, namely menstrual pain or called dysmenorrhea. Dysmenorrhea is a medical condition that
occurs during menstruation that interferes with daily activities and requires treatment with pain and
pain in the abdomen and pelvic area. The survey results are still high attendance rates at school for
reasons of the occurrence of menstrual pain in these students. This study aims to determine the
effectiveness of carrot juice administration and management of hydrotherapy (sitzbath) on the
reduction of dysmenorrhea pain in students of SMA N 1 Kayutanam. This study uses a pre-experiment
method with the design of two groups pretest and posttest. The population was 55 female students and
the sample used was 14 female students with Stratified Random Sampling. Test analysis using t test
(dependent sampling). The results of this study prove that the average pain felt before being given
carrot juice was 8.14 and hydrotherapy (Sitzbath) was 7.29 with severe pain category, which then
after giving carrot juice was 1.86 and hydrotherapy management was 2.73 with the category mild
pain and p value = 0,000 (p <0.05). The conclusion is the effectiveness of carrot juice administration
and hydrotherapy management to decrease.Dismenorrhea in SMA N 1 Kayutanam students in 2019. It
is recommended for students to consume carrot juice or hydrotherapy management (Sitzbath) in
overcoming dysmenorrhea.

Keywords : Hydrotherapy Management (sitzbath), Menstrual Pain (Dysmenorrhea)

PENDAHULUAN sakit diarea perut dan panggul(Judha, Sudarti,


Dismenore (dysmenorrhea) berasal dari & Afroh, 2012).
kata Yunani kata dys yang berarti sulit, nyeri, Menurut (WHO, 2013) wanita yang
abnormal, meno yang berarti bulan dan orrhea mengalami dismenore berat dengan 10-15 %
yang berarti aliran. Dismenore yaitu dimana dan didapatkan kejadian sebesar 1.769.425
kondisi medis yang terjadi waktu menstruasi jiwa (90%) wanita mengalami dismenore. Di
yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan Indonesia angka dismenore sebesar 107.671
memerlukan pengobatan dengan nyeri dan rasa jiwa (64,24%), terdiri dari 59.671 jiwa

99
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

(54,89%) mengalami dismenore primer dan Wortel adalah salah satu sayuran yang
9.496 jiwa (9,36%) mengalami dismenore banyak manfaatnya. Wortel mengandung gula,
sekunder. karoten, pektin, aspargin, serat, lemak, hidrat
Di Jawa Timur jumlah remaja putri arang, kalsium, fosfor, besi , sodium, asam
reproduksi yanitu berusia 10-24 tahun sebesar amino, minyak esensial dan wortel dalam 100
56.598 jiwa. Sedangkan yang mengalami gram mengandung Beta Karoten sebanyak 754
dismenore dan datang kebagian kebidanan mcg. Wortel juga mengandung vitamin
sebesar 11.565 jiwa (1,31%). Dismenore A,B,C,D,E dan K (Hembing, 2007)
merupakan kejadian yang paling banyak terjadi Banyak cara untuk menghilangkan nyeri
dalam 3 tahun pertama setelah menarke dismenore tersebut dengan terapi non
(dismenore primer), walaupun kejadian tersebut farmakologi yang mempunyai manfaat salah
dapat terjadi pada masa terakhir kehidupan satunya adalah hidroterapi dan air hangat.
reproduksi wanita (dismenore sekunder) Hidroterapi rendam air hangat pada ekstremitas
(Varney, 2006). Di Indonesia angka kejadian bawah akan memperbaiki sirkulasi darah
dismenore sebesar 64,25% yang terjadi dari dengan cara memberikan sinyal ke hipotalamus
54,89% dismenore primer dan 9,36% melalui sumsum tulang belakang. Ketika
dismenore sekunder. reseptor yang peka terhadap hangat
Nyeri dismenore berhubungan dengan dihipotalamus dirangsang, sistem efektor
prostaglandin endometrial dan mengeluarkan sinyal untuk memulai
leukotiren.Setelah terjadi proses ovulasi vasodilatasi perifer(Potter & Perry, 2005).
sebagai respons peningkatan produksi Hidroterapi (hydrotherapy) yaitu metode
progesteron, asam lemak akan meningkat pengobatan menggunakan air mengobati untuk
dalam fosfolipid membran sel. Kemudian asam meringankan kondisi yang sakit dan merupakan
arakidonat, asam lemak omega-7 lainnya, metode terapi dengan pendekatan “lowtech”
prostaglandin dan leukotrien dilepaskan yang mengandalkan pada respon tubuh
memulai suatu aliran mekanisme dalam uterus. terhadap air. Untuk mencegah flu atau demam,
Nyeri kram mulai 24 jam sebelum menstruasi memperbaiki fertilitas, meneymbuhkan
dan mungkin bertahan selama 24-36 jam, kelelahan, menstabilkan fungsi imunitas,
walaupun nyeri beratnya berlangsung selama menstabilkan energi tubuh dan melancarkan
24 jam pertama. Kram dirasakan pada abdomen sirkulasi darah ini adalah keuntungan yang
bawah, perut dan pinggang tetapi dapat diperoleh dari terapi air tersebut.
menjalar ke punggung atau permukaan dalam Hidroterapi rendam air adalah jenis terapi
paha. Nyeri dapat disertai dengan mual dan alami yang bertujuan meningkatkan sirkulasi
muntah jika nyeri terlalu berat (Jones, 2001). darah, menyehatkan jantung, mengurangi
Menurut (Kelly, 2007) adanya edema, meningkatkan sirkulasi darah,
peningkatan produksi prostaglandin ini menghilangkan stress, nyeri otot, mengurangi
penyebab terjadinya nyeri dismenore. rasa sakit dan memberikan kehangatan dapat
Peningkatan ini akan meningkatkan kontraksi bermanfaat untuk terapi mengurangi nyeri haid
uterus dan vasokontriksi pembuluh darah. dan stress. Cara kerja hidroterapi rendam air ini
Aliran darah yang menuju ke uterus menurun dengan menggunakan air hangat yang bersuhu
sehingga uterus tidak mendapat suplai oksigen sekitar 40-43o C secara konduksi terjadi
yang adekuat dapat menyebabkan nyeri. perpindahan panas dari air hangat ke tubuh
Interaksi nyeri berbeda dapat dipengaruhi oleh sehingga menyebabkan pelebaran pembuluh
deskripsi individu tentang nyeri, persepsi dan darah dan menurunkan ketegangan otot (Potter
pengalaman nyeri. & Perry, 2005).
Cara mengatasi dismenore bisa dilakukan Data awal yang diperoleh peneliti dari
dengan penjelasan dan nasehat, terapi SMAN 1 Kayutanam menunjukan jumlah siswi
hormonal, pemberian obat analgetik, terapi yang berada dalam 4 kelas tersebut sebanyak
alternative, Cara mengobati dismenore dengan 55 orang siswi. Pada saat pengambilan data
meminum obat pereda rasa sakit dengan disekolah tersebut terdapat siswi yang
beristirahat, menarik nafas panjang, mengalami dismenore 6 bulanterakhir tahun
menenangkan diri, berolahraga ringan, 2019 rata-rata seluruh siswi mengalami nyeri
mengkonsumsi sayur dan buah, mengompres ketika menstruasi yang mengalami nyeri sekitar
daerah yang sakit dengan air panas(Judha et al., 14 orang siswi. Dimana masing-masing siswi
2012). mengalami haid pertama dengan hari yang

100
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

berbeda.Dan secara farmakologi yaitu dengan Group dengan metode pendekatan Pretest-
obat-obatan analgesik anti nyeri seperti Postest .Penelitian dilakukan pada tanggal 27
feminax (SMA N 1 Kayutanam, 2019). juni sampai dengan 10 juli tahun 2019.
Remaja yang mengalami dismenore pada Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswi
saat menstruasi mempunyai lebih banyak libur kelas X yang terdiri dari 4 kelas yaitu kelas x1,
dan prestasinya kurang baik disekolah x2, x3, dan x4 di SMAN 1 Kayutanam pada
dibandingkan remaja yang tidak dismenore. tahun 2019, data diambil pada bulan maret
Perawat disini memberikan teknik keperawatan yaitu sebanyak 55 siswi yang mengalami
untuk mengurangi nyeri juga dapat diterapkan menstruasi. Teknik pengambilan sampel
seperti kompres hangat pada daerah abdomen, menggunakan Stratified Random Sampling.
masase abdomen, mempertahankan postur Sebanyak 14 orang siswi dismenore yang telah
tubuh yang baik, latihan atau olahraga, serta diberikan jus wortel dan manajemen
gizi seimbang (Kasdu, 2005). Penanganan hidroterapi (sitzbath). Uji analisis
dismenore dapat dilakukan dengan olahraga menggunakan uji t (dependen sample test)
ringan, mengkonsumsi buah dan sayur, serta
mengurangi kadar gula dan kafein. Jika HASIL DAN PEMBAHASAN
keadaan semakin parah maka harus Hasil penelitian pemberian jus wortel
berkonsultasi dengan dokter (Dianawati, 2003). menunjukkan bahwa nilai rerata sebelum
Tujuan penlitian ini adalah untuk pemberian jus wortel bernilai 8,14 dengan
mengetahui Efektifitas Pemberian Jus Wortel kategori nyeri berat, sedangkan sesudah
dan Manajemen Hidroterapi Terhadap pemberian jus wortel bernilai 5,29 dengan
Penurunan Dismenore Pada Siswi SMAN 1 kategori juga nyeri sedang. Hampir seluruh
Kayutanam Tahun 2019. responden mengalami dismenore berat sebelum
diberikan jus wortel dan mengalami dismenore
METODE PENELITIAN ringan sesudah pemberian jus wortel di SMA N
Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasi 1 Kayutanam Tahun 2019. Dapat dilihat pada
Eksperiment Design With Pre-Post Test Two tabel 1

Tabel 1. Pebedaan Nyeri Dismenore Sebelum dan Sesudah Diberikan Jus Wortel Pada Siswi
SMA N 1 Kayutanam Tahun 2019

Minimum- n
Variabel Mean Median SD
Maximum
Dismenore sebelum
8,14 8,00 1,345 6-10
pemberian jus wortel
7
Dismenore sesudah
5,29 3,00 0,756 2-4
pemberian jus wortel

Penelitian ini menunjukan bahwa untuk dan E mampu mengurangi nyeri menstruasi.
pretest kelompok eksperimen mengalami nyeri Sehingga makanan yang mengandung vitamin
berat terjadi sebanyak 10 orang (68,82%). tersebut sebaiknya dikonsumsi untuk
Nyeri berat terjadi karena adanya mengurangi nyeri menstruasi.
ketidakseimbangan hormon steroid sel ovarium Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi
disamping adanya faktor psikologis yang bahwa perasaan sakit atau tidak nyaman
memperberat kejadian dismenore dirasakan oleh seseorang akibat beresponnya
(Prawirohardjo, 2006) pusat nyeri oleh suatu ransangan, misalnya
Hasil penelitian ini sesuai dengan terjadinya ketegangan otot-otot perut nyeri oleh
penelitian dr. S. Ziaei dalam(Hembing, 2007), kontraksi pada dinding rahim saat dismenore.
vitamin E pada wortel dapat mengurangi nyeri Perasaan nyeri akan semakin meningkat
pada menstruasi. Vitamin E mampu membantu dirasakan oleh penderitanya apabila pusat
pengeblokan formasi prostaglandin dan perhatian tertuju pada nyeri itu sendiri tanpa
mengatasi efek peningkatan produksi hormon dialihkan pada yang lain. Nyeri yang dirasakan
prostaglandin. Menurut (Berkley, K, 2013) oleh setiap orang juga tidak sama, ada nyeri
dalam penelitiannya vitamin B1 (Thiamine), B6 ringan, nyeri sedang sampai nyeri berat.

101
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Perbedaan tingkat nyeri yang dirasakan dilakukan hidroterapi bernilai 2,73 dengan
seseorang tergantung dari usia, jenis trauma kategori juga nyeri ringan. Hampir seluruh
yang dialami, dan bagaimana cara mengalihkan responden mengalami nyeri berat sebelum
nyeri maupun mengobatinya. dilakukan hidroterapi (sitzbath) dan dismneore
Hasil penelitian nilai rerata sebelum ringan sesudah manajemen hidroterapi
dilakukan hidroterapi bernilai 7,29 dengan (sitzbath) di SMA N 1 Kayutanam Tahun 2019.
kategori nyeri berat, sedangkan sesudah Dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Nyeri Dismenore Sebelum Dan Sesudah Diberikan Manajemen Hidroterapi
(Sitzbath) Pada Siswi SMA N 1 Kayutanam Tahun 2019

Variabel Mean Median SD Minimum- n


Maximum
Dismenore sebelum
7,29 7,00 1,113 6-1
melakukan hidroterapi
7
Dismenore sesudah
2,73 2,00 0,951 2-4
melakukan hidroterapi

Nyeri adalah suatu pengalaman sendori dan merilekskan otot saraf yang tegang akibat
emosional yang tidak menyenangkan akibat kontraksi dinding rahim (ovum) pada saat
kerusakan jaringan baik secara aktual maupun menstruasi terlihat bahwa dari nilai rata-rata
potensial. Nyeri juga merupakan suatu perasaan 7,29mengalami nyeri berat sebelum dilakukan
yang tidak menyenangkan yang bersifat sangat hidroterapi maka tingkat nyeri klien berkurang
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada dengan nilairerata 2,73 klien mengalami nyeri
setiap orang dalam hal skala maupun ringan sesudah dilakukan manajemen
tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang hidroterapi (sitzbath).
dapat menyebutkan atau mengevaluasi rasa Hasil Penelitian Bivariat menunjukkan
nyeri yangu dialaminya (Brunner & Suddarth, selisih rerata nyeri dismenore sebelum dan
2002). sesudah diberikan jus wortel yaitu 2,85(95%
Berdasarkan hasil penelitian maka tindakan CI: 2,50-3,20) dengan SD= 0,37 dan
menurunkan nyeri haid yang mudah dilakukan manajemen hidroterapi (sitzbath) yaitu
responden yang mengalami dismenore yaitu 4,56(95% CI: 3,66-5,47) dengan SD= 0,97.
melakukan hidroterapi.hidroterapi ini yaitu Berdasarkan hasil uji statistik Uji t, α = 0,05
dengan menggunakan air hangat yang bersuhu ditunjukan bahwa P value = 0,000 yang berarti
sekitar 40,5- 43 C secara konduksi dimana hasil uji paired test < 0,05 maka Ho = Ditolak
terjadi perpindahan panas dari air hangat ke artinya bahwa didapatkan penurunan nyeri haid
tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran sebelum dan sesudah diberikan jus wortel pada
pembuluh darah dan dapat menurunkan siswi SMAN 1 Kayutanam Tahun 2019. Dapat
ketegangan otot (Potter & Perry, 2005). dilihat apada tabel 3.
Hidroterapi rendam air hangat salah satu Berdasarkan hasil uji statistik Uji t, α =
jenis terapi alamiah yang bertujuan untuk 0,05 ditunjukan bahwa P value = 0,000
meningkatkan sirkulasi darah, mengurangi (p<0,05) yang berarti hasil uji paired test < 0,05
edema, meningkatkan relaksasi otot, maka Ho = ditolak artinya bahwa terdapat
menyehatkan jantung, mengendorkan otot- otot, penurunan dismenore sebelum dan sesudah
menghilangkan stress, nyeri otot, meringankan diberikan jus wortel dan manajemen hidroterapi
rasa sakit, meningkatkan permeabilitas kapiler, pada siswi di SMA N 1 Kayutanam Tahun
memberikan kehangatan pada tubuh sehingga 2019.
sangat bermanfaat untuk terapi penurunan nyeri Hasil penelitian (Hembing, 2007) bahwa
haid (Potter & Perry, 2005). hal tersebut disebabkan karena pada kelompok
Peneliti berasumsi bahwa diberikan jus eksperimen diberikan jus wortel yang
wortel dan manajemen hidroterapi (sitzbath) didalamnya mengandung vitamin E yang
dapat berkurangnya nyeri klien karena bermanfaat untuk mengurangi dismenore dan
melakukan teknik rendam hidroterapi dapat menbantu mengatasi efek peningkatan produksi

102
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

hormon prostaglandin. Semakin banyak dismenoreakan semakin menurun.


mengkonsumsi jus wortel maka tingkat

Tabel 3. Rerata Perbedaan Dismenore Sebelum Dan Sesudah Diberikan Jus Wortel dan
Manajemen Hidroterapi (Sitzbath) Pada Siswi SMAN 1 Kayutanam Tahun 2019

Sign p
Variabel Kelompok Mean SD SE 95% CI n
Value

Pre 8,14 1,345 0,508


Dismenore intervensi
Post 5,29 1,528 0,577 2,50-3,20
diberikan jus wortel
Selisih 2,85 0,37 0,14
0,000 7
Pre 7,29 1,113 0.421
Dismenore intervensi
Post 2,73 0,951 0,360 3,66-5,47
diberikan hidroterapi
Selisih 4,56 0,97 0,36

Hidroterapi rendam air hangat salah satu jenis yang dirasakan sebelum pemberian jus wortel
terapi alamiah yang bertujuan untuk adalah 8,14 dan manajemen hidroterapi adalah
meningkatkan sirkulasi darah, mengurangi 7,29 dengan kategori nyeri berat, yang
edema, meningkatkan relaksasi otot, kemudian sesudah pemberian jus wortel
menyehatkan jantung, mengendorkan otot- otot, menjadi 5,29 dan sesudah dilakukan
menghilangkan stress, nyeri otot, meringankan manajemen hidroterapi adalah menjadi 2,73
rasa sakit, meningkatkan permeabilitas kapiler, dengan kategori nyeri ringan. Hal ini
memberikan kehangatan pada tubuh sehingga membuktikan bahwa terjadinya penurunan
sangat bermanfaat untuk terapi penurunan nyeri nyeri setelah diberikan jus wortel dan
(Potter & Perry, 2005). manajemen hidroterapi tersebut. Oleh sebab itu,
Keadaan tersebut menjelaskan nahwa apabila kita diberikan jus wortel dan
betakaroten yang terdapat dalam umbi wortel manajemen hidroterapi maka ikutilah prosedur
mempunyai mekanisme mengahambat rasa atau langkah-langkahnya dengan baik dan
nyeri karena aktivitas antioksidan pada benar agar nyeri yang dialami dapat berkurang.
betakaroten.Perubahan tingkat dismenore pada Jadi, dengan pemberian jus wortel dan
responden setelah diberikan jus wortel dan manajemen hidroterapi secara baik dan benar
manajemen hidroterapi menurut (Hembing, akan dapat menurunkan intensitas nyeri yang
2007) wortel yang didalamnya mengandung dirasakan klien dan sebaliknya nyeri akan
vitamin E yang bermanfaar untuk mengurangi berkurang, apabila tidak diimbangi dengan
dismenore dan menbantu mengatasi efek pemberian jus wortel dan manajemen
peningkatan produksi hormon prostaglandin. hidroterapi (sitzbath). Jadi disimpulkan bahwa
Berdasarkan hasil penelitian yang melakukan manajemen hidroterapi (Sitzbath)
ditemukan dilapangan, responden yang lebih cepat terjadinya penurunan nyeri
diberikan jus wortel dan manajemen hidroterapi menstruasi dibandingkan dengan pemberian jus
(sitzbath) sesuai prosedur terbukti nyeri yang wortel.
dialaminya berkurang, dari hasil yang didapat
bahwasannya pemberian jus wortel lebih cepat KESIMPULAN
terjadi penurunan dibandingkan dilakukan Nilai rerata dismenore sebelum pemberian
manajemen hidroterapi (sitzbath).Dengan jus wortel dan manajemen hidroterapi
pemberian jus wortel sebanyak 7 orang dan (Sitzbath)pada siswi di SMA N 1 Kayutanam
melakukan manajemen hidroterapi sebanyak 7 Tahun 2019 adalah dengan kategori nyeri berat.
orang. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nilai rerata dismenore sesudah pemberian jus
14 responden dari 55 orang populasi di SMA wortel dengan kategori nyeri sedang dan
N1 Kayutanam dan dilakukan lebih kurang manajemen hidroterapi (sitzbath) dengan
sebanyak 2 kali dalam sehari pada tiap kategori ringan pada siswi di SMAN 1
respondennya, maka hasil nilai rerata nyeri Kayutanam Tahun 2019. Perbedaan nilai rerata

103
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

sebelum pemberian jus wortel adalah 8,14 dan Jones, D. L. (2001). Dasar-dasar Obsetri dan
manajemen hidroterapi (sitzbath) adalah 7,29 Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.
sedangkan sesudah pemberian jus wortel adalah Judha, M., Sudarti, & Afroh, F. (2012). Teori
5,29 dan manajemen hidroterapi (sitzbath) Pengukuran Nyeri Dan Nyeri Persalinan.
adalah 2,73. Dengan didukung nilai p value Yogyakarta: Nuha Medika.
0,000. Maka hal ini menunjukan bahwa Kasdu, D. (2005). Solusi Problem Wanita
terdapat penurunan dismenore yang signifikan Dewasa. Jakarta: Puspa Swara.
antara sebelum dan sesudah pemberian jus Kelly, T. (2007). 50 Rahasia Alami
wortel dan manajemen hidroterapi dalam Meringankan Sindrom Menstruasi.
menurunkan dismenore pada siswi SMA N 1 Jakarta: Erlangga.
Kayutanam Tahun 2019. Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
REFERENSI. Jakarta: Salemba Medika.
Berkley, K, J. (2013). Primary Dysmenorhea: Potter, & Perry. (2005). Buku Ajar
An Urgent Mandate. Journal Of Keperawatan: Konsep, Proses Dan
International Association For The Study Praktik. Jakarta: EGC.
Of Pain, 2(3). Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kndungan.
Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Prawirohardjo.
EGC. Varney, H. (2006). Buku Ajar Asuhan
Dianawati, A. (2003). Pendidikan Seks Untuk Kebidanan. Jakarta: EGC.
Remaja. Jakarta: Kawan Pustaka. WHO. (2013). Global Atlas On Cardiovascular
Hembing, W. (2007). Penyembuhan Dengan Disease Prevention And Control. Surya.
Wortel. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Geneva.

104
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Terapi Okupasi Bina Diri Terhadap Kemandirian Pada Anak Tunagrahita

Yendrizal Jafri1, Esa Putri Nabella, Nofriadi Nofriadi


STIKes Perintis Padang
Email: yendrizaljafri@ymail.com

ABSTRAK

Sekolah Luar Biasa Al-azra’iyah telah memberikan terapi bina diri untuk meningkatkan
keterampilan baik motorik maupun kognitif bagi anak tuna grahita, namun Sekolah Luar Biasa Al-
azra’iyah belum pernah menerapkan teknik terapi okupasi yang memiliki keunggulan jika
dibandingkan dengan jenis terapi lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi
okupasi bina diri terhadap kemandirian anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Al-azra’iyah. Jenis
penelitian quasi eksperimen dengan pendekatan pre test-post test one group design. Sampel pada
penelitian ini menggunakan teknik probability sampling. Sampel sebanyak 13 orang anak tunagrahita
sedang. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi tingkat kemandirian anak yang diukur
sebelum dan sesudah intervensi dan dianalisis menggunakan uji t- dependent test. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebelum intervensi rata-rata tingkat kemandirian anak adalah 85,92 dan setelah
intervensi meningkat menjadi 144,38 yang berada pada kategori tinggi. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata tingkat kemandirian anak tunagrahita antara sebelum dan
sesudah intervensi dengan beda rata-rata 58,46 dan p=0,000. Penerapan terapi okupasi binadiri
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kemandirian anak tunagrahita sedang. Diharapkan pihak
sekolah menerapakan teknik terapi okupasi di sekolah secara terus-menerus demi meningkatkan
kemandirian pada anak tunagrahita.
Kata Kunci: Kemandirian,Terapi Okupasi Bina Diri, Tunagrahita

ABSTRACT

The Al-Azhra'iyah Special School has provided self-development therapy to improve both motor
and cognitive skills for children with visual impairment, but Al-azra'iyah Special School has never
applied occupational therapy techniques that have an advantage over other types of therapy. This
study aims to determine the influence of self-esteem occupational therapy to the independence of
children with tunagrahita. This type of quasi experimental research with pre test-post test approach
one group design. The sample in this research 13 samples of children with moderate tunagrahita. The
research instrument used the child's independence observation sheet measured before and after the
intervention and was analyzed using t-dependent test. The results showed that before the intervention
the average child self-reliance was 85.92 and after intervention increased to 144.38 high category.
The result of statistical analysis shows that there is difference of mean of independence level of
children of tunagrahita between before and after intervention with mean difference 58,46 and
p=0,000. The application of binadiri occupational therapy has a significant effect on the improvement
of the independence of children with moderate tunagrahita. It is expected that the school apply the
techniques of occupational therapy in schools continuously in order to improve independence in
children tunagrahita.
Keywords: Independence, Occupational Therapy Occupational Self, Tunagrahita

PENDAHULUAN dunia mengalami kecacatan dan 80% dijumpai


Anak merupakan anugrah Tuhan yang di negara-negara berkambang. Prevasi
harus dijaga dengan baik agar mampu Amerika serikat, setiap tahun sekitar 3000-
melewati setiap fase tumbuh kembang dalam 5000 anak penyandang tunagrahita dilahirkan.
hidupnya. Periode emas atau golden (0-3 Pada tahun 2016 Badan Pusat Statiska (BPS)
tahun) (Ekowarni, 2014). Tunagrahita menerbitkan survey ketanaga kerjaan nasional
merupakan masalah dunia dengan implikasi (sakernas). Hal ini mengemungkakan analisis
yang besar terutama pada negara-negara yang lebih dalam tentang kondisi penyandang
berkembang. Menurut PBB, hingga tahun disabilitas di pasar tenaga kerja Indonesia.
2014 diperkirakan sekitar 500 juta orang di Kepala Tim Riset LPEM FEB Universitas

105
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Indonesia Alin Halimatussadiah menjelaskan anak akan fokus untuk mengerjakan sesuatu.
estimasi jumlah penyandang disabilitas di Terapi ini digunakan sebagai bagian dari
Indonesia sebesar 12,15% yang masuk program pengobatan untuk anak yang
kategori sedang sebanyak 10,29% dan kategori mengidap suatu penyakit, seperti keterlambatan
berat sebanyak 1,87%. perkembangan sejak lahir, maslah psikologis,
Di Sumatera Barat penyandang tunagrahita atau cedera jangka panjang. Tujuan utama dari
sebanyak 72.316 jiwa dengan kategori anak terapi okupasi adalah untuk membantu
tunagrahita ringan 55.380 dan anak tunagrahita meningkatkan kualitas hidup anak dalam
berat 16.936, dengan anak usia 10-14 tahun memaksimalkan kemandirian (Khokasih,
sebanyak 22.402 pada anak perempuan dan 2012).
sebanyak 22.117 pada anak laki-laki, Berdasarkan hasil wawancara peneliti
sedangkan pada anak usia 15-19 tahun dengan kepala sekolah luar biasa Al-azra’iyah
sebanyak 18.045 pada anak laki-laki dan mengatakan bahwa “di sekolah tempat dia
17.073 pada anak perempuan (Riskesdas, mengajar hanya khusus untuk anak disabilitas
2013). Berdasarkan Dinas Kesehatan penyandang tunagrahita atau yang disebut juga
Kabupaten Lima Puluh Kota pada tahun 2013 dengan SLB C” siswa yang SDLB C
penyandang disabilitas berjumlah 2.555 jiwa berjumlah 37 siswa dengan rentang usia 11-20
yang terdiri 511 jiwa cacat fisik, 532 jiwa cacat tahun, dari wawancara peneliti dengan kepala
mata, 445 jiwa tunarungu, 635 jiwa cacat sekolah siswa SDLB bina dirinya kurang atau
mental, dan 432 jiwa cacat psikotik. ketergantungan, contoh kekurangannya seperti
Anak Tungrahita memiliki keterbatasan siswa tidak bisa memakai, membuka pakian
terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi dan sepatu sendiri dan masih perlu bantuan dari
atau lebih misalan: komunikasi, perawatan diri, orang tua dan guru di sekolah. Tindakan yang
aktivitas hidup sehari-hari (bina diri), sudah dilakukan oleh guru untuk meningkatkan
keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, bina diri terhadap kemandirian siswa yaitu
pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, sudah adanya pembelajaran bina diri dan/
fungsi akademis, dan bekerja (Abdul Muhith: tindakan yang dilakukan orang tua hanya
2015). mengawasi anak dan lebih banyak
Dalam hal ini, anak Tunagrahita sedang menyerahkan kesekolah. Tujuan dari penelitian
mengalami hambatan dalam kemampuan ini yaitu Mengetahui Pengaruh Terapi Okupasi:
kegiatan sehari-hari (Bina Diri). Mengalami Bina Diri Terhadap Kemandirian Pada Anak
hambatan dalam kemampuan dalam mengurus Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-
dirinya sendiri yang meliputi makan minum, Azra’iyah.
kebersihan diri, berpakaian, keselamatan diri,
dan orientasi ruang. Oleh karena itu, METODE PENELITIAN
kemampuan kegiatan sehari-hari (Bina Diri) Penelitian ini menggunakan metode
pada anak Tunagrahita sedang perlu untuk penelitian Pra- Eksperimen dengan uji statistik
ditingkatkan dan dioptimalkan (Astati, 1995: t-test. Desain ini menggunakan pendekatan one
21). group pretest posttest. Sampel dalam penelitian
Untuk mengurangi hambantan atau diambil dengan cara Probability Sampling.
masalah pada anak Tunagrahita dapat Populasi dalam penelitian ini adalah siswa usia
dilakukan dengan memberikan beberapa terapi sekolah di sekolah luar biasa Al-Azra’iyah
yaitu occupasional teherapy (terapi okupasi), Tabek Panjang Kec. Payakumbuh sebanyak 37
palay terapi (terapi bermain), aktivity daily orang siswa tunagrahita usia sekolah.
living (ADL), liver skill (keterampilan hidup) Pengambilan dilakukan dengan teknik simple
dan fokastional terapy (terapi bekerja). Salah random sampling, pengambilan sampel dengan
satu terapi untuk memandirikan anak pencabutan lotre. Pengambilan data
tunagrahita adalah occupasional teherapy dilakukan dengan pengisian lembaran observasi
(terapi okupasi) (Khon, dikutip dari Numeric Rating Scale sebelum dan sesudah
http://lib.ui.ac.id ). intervensi. Instrumen dalam penelitian ini
terapi okupasi adalah jenis terapi yang mengukur tentang kemandirian dengan 5
secara khusus digunakan untuk membantu anak kopetensi dan 45 indikator dengan jawan 4
untuk hidup mandiri dengan berbagai kondisi memandiri, 3 dengan bantuan verbal, 2 denga
kesehatan yang telah ada dengan cara bantuan fisik, 1 dengan bantuan verbal dan
memberikan kesibukan atau aktivitas sehingga fisik. Data berikutnya dianalisi dengan

106
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

menilai nilai rerata untuk data univariat prinsip keadilan. Aplikasi dari prinsip etika
sedangkan untuk data bivariat dianalisi dengan adalah dengan memberikan penjelasan tentang
uji t dependen. Penelitian dilakukan dengan tujuan dan pelaksanaan peneltian kepada calon
perpedoman pada prinsip etika penelitian yaitu responden (informed consend). Semua
Anonimity (tampa nama), kerahasian, prinsip responden mendapatkan intervensi dan
manfaat, prinsip menghargai hak asasi manusia, perlakuan yang sama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Rata-rata Tingkat Kemandirian Anak Tunagrahita Sebelum Intervensi di Sekolah


Luar Biasa (SLB) Al-Azra’iyah

Variabel Mean SD Min – Max 95 % CI N


Pre Test 85,92 18,36 51-119 74,82-97,02 13

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa dididik untuk mengurus diri sendiri. Hal ini
rata-rata skor kemandirian responden sebelum didasari oleh teori yang menyatakan bahwa
intervensi adalah 85,92 + 18,36, skor Anak tunagrahita sedang disebut juga imbisil.
kemandirian terendah adalah 51 dan tertinggi Kelompok ini memeliki IQ antara 54-40
119. Sebelum intervensi diketahui bahwa menurut skala Weschler. Mereka sangat sulit
terdapat sebagian besar responden dengan bahkan tidak dapat belajar secara akademik
kategori kemandirian membutuhkan bantuan seperti belajar menulis, membaca dan berhitung
fisik. walaupun mereka masih dapat menulis, secara
Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan sosial seperti menulis namanya sendiri dan
bahwa rata-rata skor tingkat kemandirian menulis alamat rumahnya (Sumaryana, dikutip
responden sebelum intervensi adalah 85,92 + dalam Zuldi,2017).
18,36. Berdasarkan hasil penelitian diketahui Sejalan dengan penelitian terdahulu yang
bahwa secara umum sebagian besar responden telah dilakukan oleh Yuemi & Mundakir (2015)
yaitu sebanyak 84,62% dengan kategori dengan judul Terapi Okupasi: Diorama Gambar
kemandirian membutuhkan bantuan fisik, Terhadap Kemampuan Motorik Halus Pada
dimana tingkat kemandirian terendah terlihat Anak Retardasi Mental Ringan, didapatkan
pada indikator keterampilan hidup, dimana hasil bahwa sebagian besar (78%) responden
sebanyak 61,5% responden tidak mampu dengan kemampuan motorik halus kurang dan
mandiri (membutuhkan bantuan fisik dan penelitian yang telah dilakukan oleh Widajati
verbal) untuk mengenali uang, mengenal fungsi (2014) dengan judul Pengaruh Terapi Okupasi
uang dan tidak mampu membelanjakan uang Dengan Teknik Kolase Terhadap Kemampuan
dengan cara yang benar dan hanya 38,5% Motorik Halus Anak Autis di SLB Pgri
responden yang mampu membelanjakan uang Plosoklaten Kediri didapatkan hasil bahwa rata-
hanya dengan bantuan fisik saja. Sedangkan rata skor kemampuan motorik halus responden
tingkat kemandirian tertinggi terlihat pada sebelum intervensi adalah 42,67 < dari post test
indikator merawat atau mengurus diri dimana (68,52).
secara umum responden hanya membutuhkan Asumsi peneliti, sebelum pemberian
bantuan fisik dalam kemandirian mengurus diri intervensi berupa terapi okupasi bina diri
sendiri, seperti menggunakan alat makan, tata diketahui bahwa secara umum responden
cara makan dan minum dengan benar. adalah anak tunagrahita dengan kriteria
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan membutuhkan bantuan secara fisik dalam
untuk menyebut anak yang mempunyai kemandirian bina diri. Tingkat kemandirian
kemampuan intelektual dibawah rata-rata. bina diri terlihat sangat rendah pada indikator
Dalam bahasa asing istilah yang digunakan mengenali uang, mengenali fungsi uang dan
seperti retardation, mentally retarded, dan kegiatan membelanjakan uang sesuai dengan
mental deficiency (Agustyawati dan Solicha, harga barang, dimana pada indikator ini
dikutip dalam Zuldi, 2017). ditemukan sebagian besar responden
Fokus sampel pada penelitian adalah anak membutuhkan bantuan fisik maupun verbal.
tunagrahita sedang karena pada kelompok ini Kemampuan bina diri juga terlihat rendah pada
anak masih bisa berkomunikasi dan masih bisa indikator berkomunikasi dimana sebagian besar

107
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

responden tidak mampu menggunakan bahasa dengan orang lain sehingga responden harus
sesuai dengan etika ketika berkomunikasi selalu diarahkan baik secara verbal dan fisik.

Tabel 2 Rata-rata Tingkat Kemandirian Anak Tunagrahita Sesudah Intervensi di Sekolah Luar
Biasa (SLB) Al-Azra’iyah

Variabel Mean SD Min - Max 95 % CI N


Post Test 144,38 18,07 107-170 133,46-155,30 13

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa membantu meningkatkan kualitas hidup anak


rata-rata skor kemandirian responden sesudah dalam memaksimalkan kemandirian (Khokasih,
intervensi adalah 144,38 + 18,07, skor 2012).
kemandirian terendah adalah 107 dan tertinggi Sejalan dengan penelitian terdahulu yang
170. Berdasarkan hasil estimasi interval telah dilakukan oleh Yuemi & Mundakir (2015)
diyakini bahwa pada tingkat kepercayaan 95% dengan judul Terapi Okupasi: Diorama Gambar
rata-rata tingkat kemandirian responden Terhadap Kemampuan Motorik Halus Pada
sesudah intervensi berkisar antara 133,46 – Anak Retardasi Mental Ringan, didapatkan
155,30. Sesudah intervensi diketahui bahwa hasil bahwa sebagian besar (78%) responden
sebagian besar responden dengan kategori dengan kemampuan motorik halus baik dan
kemandirian membutuhkan bantuan verbal. penelitian yang telah dilakukan oleh Widajati
Hasil penelitian pada table 2 menunjukkan (2014) dengan judul Pengaruh Terapi Okupasi
bahwa rata-rata skor kemandirian responden Dengan Teknik Kolase Terhadap Kemampuan
sesudah intervensi adalah 144,38 + 18,07. Motorik Halus Anak Autis di SLB Pgri
Sesudah intervensi ditemukan bahwa sebagian Plosoklaten Kediri didapatkan hasil bahwa rata-
besar yaitu 84,62% responden dengan kategori rata skor kemampuan motorik halus responden
tingkat kemandirian hanya membutuhkan sesudah intervensi adalah 68,52 dan mengalami
bantuan verbal dan hanya 15,38% responden peningkatan dibandingkan pre test (42,67).
yang masih membutuhkan bantuan visik dalam Asumsi peneliti, setelah 4 minggu
kemandirian dina diri. pemberian terapi okupasi terlihat tingkat
Intervensi yang diberikan dalam penelitian kemandirian anak tuna grahita menjadi lebih
ini adalah terapi okupasi bina diri yaitu suatu baik, dimana setelah 4 minggu pemberian
jenis terapi yang secara khusus digunakan terapi okupasi sebagian besar responden
untuk membantu anak untuk hidup mandiri dengan tingkat kemandirian hanya
dengan berbagai kondisi kesehatan yang telah membutuhkan bantuan verbal dan tidak
ada dengan cara memberikan kesibukan atau ditemukan lagi responden yang membutuhkan
aktivitas sehingga anak akan fokus untuk bantuan fisik dan verbal dalam kemandirian
mengerjakan sesuatu. Terapi ini digunakan bina diri. Setelah intervensi terlihat bahwa
sebagai bagian dari program pengobatan untuk mayoritas responden sudah mampu mengurus
anak yang mengidap suatu penyakit, seperti diri, berkomunikasi, bersosialisasi dan
keterlambatan perkembangan sejak lahir, menggunakan uang untuk berbelanja hanya
maslah psikologis, atau cedera jangka panjang. dengan bantuan verbal atau perintah dari orang
Tujuan utama dari terapi okupasi adalah untuk tua maupun guru.

Tabel 3 Perbedaan Rata-rata Kemandirian Responden Sebelum dan Sesudah Intervensi di


Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-Azra’iyah

Mean
Variabel Mean SD df p-value N
Different
Pre Test 85,92
58,461 6,66 12 0,000 13
Post Test 144,38

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa meningkat menjadi 144,38. Terdapat perbedaan


rata-rata skor kemandirian responden sebelum rata-rata tingkat kemandirian responden antara
intervensi adalah 85,92 dan setelah intervensi sebelum dan sesudah intervensi dengan beda

108
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

rata-rata 58,461 dan nilai p = 0,0001 (p < 0,05),


dimana terjadi peningkatan kemandirian setelah KESIMPULAN
intervensi. Dapat disimpulkan bahwa Rata-rata skor kemandirian responden
pemberian terapi okupasi bina diri berpengaruh sebelum intervensi adalah 85,92 dengan
signifikan terhadap peningkatan kemandirian Standar deviation (SD) 18,36. Rata-rata skor
anak tuna grahita. kemandirian responden sesudah intervensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adalah 144,38 dengan Standar deviation (SD)
sebelum pemberian intervensi terapi okupasi 18,07. Uji statistik yang digunakan yaitu uji-T
sebagian besar yaitu 84,62% responden dengan (paired sample test) dengan p ≤ α (0,05), di
kemandirian bina diri membutuhkan bantuan dapatkan perbedaan rata-rata kemandirian
secara fisik dan setelah 4 minggu intervensi responden antara sebelum dan sesudah
pemberian terapi okupasi diketahui bahwa intervensi dengan perbedaan rata-rata 58,46 dan
sebagian besar yaitu 84,62% tingkat p=0,000 dimana terjadipeningkatan
kemandirian bina diri responden hanya kemandirian setelah intervensi.
membutuhkan bantuan secara verbal saja.
Berdasarkan skor kemandirian diketahui bahwa REFERENSI
rata-rata kemandirian responden sebelum Asmorowati, N. (2016). ‘Bimbingan
intervensi 85,92 dan setelah intervensi kemandirian pada anak tunagrahita’,
meningkat menjadi 144,38, terdapat Jurnal Indonesia, p.20-27.
peningkatan rata-rata skor kemandirian Astuti. Menuju Kemandirian Anak
responden sebesar 58,46 dengan nilai p = 0,000 Tunagrahita, diakses tanggal 18 Oktober
(p < 0,05), artinya pemberian terapi okupasi 2017,http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan _PEND._LUAR_BIASA/1948080119740
kemandirian bina diri pada anak tuna grahita. 32-ASTATI/BAHAN_AJAR-
Tetapi okupasi pada anak memfasilitasi KEMANDIRIAN.pdf
sensori dan fungsi motorik yang sesuai pada Efendi, D. (2017). ‘ Efektifitas pemberian
pertumbuhan dan perkembangan anak untuk terapi okupasi: kognitif (mengingat
menunjang kemampuan anak dalam bermain, gambar) terhadap peningkatan
belajar dan berinteraksi di lingkungan. Terapi kemampuan kognitif anak autis usia
okupasi adalah terapi yang dilakukan melalui sekolah di slb autis permata bunda kota
kegiatan atau pekerjaan terhadap anak yang Bukittinggi tahun 2017’. Jurusan S1
mengalami gangguan kondisi sensorik motor Keperawatan STIKes PERINTIS Padang.
(Kosasih, dikutip dari Zuldi 2017). Ekowarni. (2014). Autisme.
Sejalan dengan penelitian yang telah www.autism.society.org. 2014, diakses
dilakukan oleh Agustiningish (2016) Pelatihan tanggal 02 Oktober 2017.
Menggosok Gigi Untuk Meningkatkan Handojo. (2009). Autisme pada anak. PT
Kemampuan Bina Diri Anak Tunagrahita Bhuana Ilmu Populer Kelompok
Sedang Di SLB Dharma Wanita Lebo Sidoarjo Gramedia: Jakarta.
didapatkan hasil pelatihan menggosok gigi InfoDATIN (2014). Penyandang Disabilitas
mampu meningkatkan kemampuan bina diri Pada Anak. Kementerian Kesehatan RI,
anak tugagrahita sedang dengan nilai Zhitung Jakarta.
(2,20) > Ztabel (1,96). Khokasih, E. (2012). Cara Bijak Memahami
Menurut asumsi peneliti, pemberian terapi Anak Berkebutuhan Khusus. Yrama Widya
okupasi bina diri berpengaruh signifikan : Bandung.
terhadap tingkat kemandirian bina diri pada Muhith, A., (2015). Pendidikan Keperawatan
anak tuna grahita, dimana terjadi peningkatan Jiwa Teori dan Aplikasi. CV Andi Offset:
tingkat kemandirian bina diri anak tuna grahita Yogyakarta.
setelah 4 minggu pemberian terapi okupasi bina Widya, M. Bina Diri Bagi Anak Berkebutuhan
diri. Sebelum intervensi diketahui bahwa Khusu (ABK), diakses tanggal 18 oktober
sebagian besar responden membutuhkan 2017,
bantuan fisik dalam kemandirian bina diri http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PE
sedangkan setelah 4 minggu intervensi ND._LUAR_BIASA/195208231978031-
sebagian besar responden hanya membutuhkan MAMAD_WIDYA/Artikel_Bina_Diri.pdf
bantuan secara verbal dalam tindakan bina diri Yuemi,C.P., (2015). ‘Terapi okupasi: diorama
dalam kegiatan sehari-hari. gambar terhadap kemampuan motorik

109
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

halus pada anak retasi mental ringan, vol pendidikan luar biasa nusantara Depok, p.
2(2), p. 54-60. 37-51.
Zuldi,M. H. (2017). ‘Evaluasi hasil terapi
okupasi bagi anak tunagrahita di yayasan

110
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Pengaruh Buerger Allen Exercise Terhadap Sensitivitas Kaki


Pasien Diabetes Mellitus

Ida Suryati, Lilisa Murni, Berly Arnoval


STIKes Perintis Padang
Email : idasuryati53@yahoo.co.id

ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik kronis yang membutuhkan perawatan medis
dan pendidikan pengelolaan mandiri untuk mencegah komplikasi. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh Buerger Allen Exercise terhadap sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus
di Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2019. Metode penelitian dengan Quasy
Experimental Design, dengan pendekatan one group pretest-posttest design. Sampel berjumlah 13
responden yang menderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad Kota
Bukittinggi Tahun 2019 dengan tekhnik pengambilan sampel yaitu simple random sampling. Data
diolah dengan menggunakan uji Paired T-Test. Analisa Univariat nilai rata-rata sensitivitas kaki
sebelum dilakukan Buerger Allen exercise adalah 4,9 dan nilai rata-rata sensitivitas kaki setelah
dilakukan Buerger Allen exercise adalah 7,54. Berdasarkan karakteristik responden didapatkan bahwa
usia terbanyak >45 tahun (84,6%), dan jenis kelamin terbanyak (92,3%) yang berjenis kelamin
perempuan. Hasil bivariat menunjukan ada pengaruh Buerger Allen exercise terhadap sensitivitas kaki
dengan selisih rata-rata sebelum dan sesudah dilakukan Buerger Allen exercise adalah -2,846 dengan
P-Value 0,000 (<0,05). Disimpulkan bahwa ada pengaruh Buerger Allen exercise terhadap sensitivitas
kaki. Penderita diabetes mellitus agar dapat menerapkan Buerger Allen exercise guna meningkatkan
nilai sensitivitas kaki agar terhindar dari komplikasi dari Diabetes Mellitus.

Kata kunci : Buerger allen exercise, diabetes mellitus, sensitivitas kaki

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is a chronic metabolic disease that requires medical care and
independent management education for the use of complications. This study was conducted to study
the effect of Buerger Allen Exercises on foot sensitivity in patients with diabetes mellitus in the
Rasimah Ahmad Health Center Working Area in 2019. Research method with Quasy Experimental
Design, using one group pretest-posttest design. The sample is 13 respondents who suffer from
Diabetes Mellitus in the Work Area of Rasimah Ahmad Health Center in Bukittinggi 2019 with a
sampling technique that is simple random sampling. Data is processed using the Paired T-Test.
Univariate analysis of the average value of foot sensitivity before the Buerger Allen exercise was 4.9
and the mean value of foot sensitivity after the Buerger Allen exercise was 7.54. Based on the
characteristics of the respondents obtained the highest age> 45 years (84.6%), and the highest sex
(92.3%) were female. Bivariate results showed there was a Buerger Allen exercise on foot sensitivity
with the average difference before and after the Buerger Allen exercise was -2.846 with P-Value
0.000 (<0.05). It was concluded that there was an effect of Buerger Allen exercises on foot
sensitivity. It is expected that people with diabetes mellitus can use the Buerger Allen exercise to
increase the sensitivity of the feet to avoid complications from Diabetes Mellitus.

Keywords : Buerger allen exercise, diabetes mellitus, foot sensitivity

PENDAHULUAN normal pada pagi hari setelah malam


Diabetes mellitus ( DM ) adalah susru sebelumnya berpuasa adalah 70 – 100 mg/dl.
penyakit dimana kadar glukosa darah (gula Kadar gula darah biasanya kurang dari 120 –
sederhana) didalam darah tinggi karena tubuh 140 mg/dl pada 2 jam setelah makan atau
tidak dapat melepaskan atau menggunakan minum cairan yang mengandung gula maupun
insulin secara adekuat. Kadar gula darah yang

111
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

karbohidrat lainnya (Suryati, Primal, and diabetes yang dapat menyebabkan infeksi dan
Pordiati 2019) kelainan bentuk kaki sampai dengan amputasi
Kepatuhan yang buruk terhadap standar anggota tubuh (Kawasaki et al. 2013) .Faktor
perawatan diabetes merupakan penyebab utama utama yang berperan terhadap timbulnya ulkus
berkembangnya penyakit ke arah komplikasi, diabetikum adalah angiopati, neuropati dan
baik terhadap diri sendiri, sosial, dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan
pembiayaan (Suyono et al. 2006) menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi
International Diabetes Federation (IDF nyeri pada kaki, sehingga kaki akan mengalami
2015), menyatakan prevalensi DM di dunia trauma tanpa adanya rasa yang mengakibatkan
tahun 2015 mencapai 7,3 milyar orang dan terjadinya ulkus pada kaki. Hilangnya sensasi
diprediksi akan meningkat tahun 2040 menjadi atau penurunan sensitivitas kaki adalah salah
9 milyar orang. IDF menyebutkan bahwa satu dari faktor utama yeng beresiko
Indonesia saat ini berada pada posisi 7 dengan menyebabkan terjadinya ulkus, akan tetapi juga
DM di dunia, dengan jumlah sebanyak 10 juta terdapat beberapa faktor lain seperti keadaan
jiwa dan diprediksi akan meningkat ke posisi 6 hiperglikemia yang kurang terkontorol, usia
pada tahun 2040 dengan jumlah 16,2 juta jiwa yang sudah lebih dari 40 tahun, pasien yang
yang berpotensi akan komplikasi Luka Kaki memiliki riwayat ulkus atau amputasi,
Diabetik (LKD). Sedangkan Cancellierem penurunan denyut nadi perifer, riwayat
(2016), menyebutkan diabetik neuropati merokok (Smeltzer 2007). Menurut (Chadwick
mempengaruhi hampir 50% dan meningkatkan et al. 2014). Penyebab dari neuropati adalah
morbiditas LKD, amputasi dan kematian lebih aliran mikrosirkulasi yang melibatkan arteri,
cepat sampai 85%. arteriol, kapiler, dan venula post kapiler.
Hasil dari Riskesdas tahun 2018, Buerger Allen exercise adalah salah satu
prevalensi Diabetes Melitus pada penduduk bentuk gerakan aktif pada area plantar yang
umur  15 tahun di Indonesia dari tahun 2013 menerapkan gaya gravitasi oleh karena itu
hingga 2018 mengalami peningkatan yang setiap tahapan gerakan harus dilakukan dengan
cukup signifikan yaitu dari 1,5% menjadi 2,0%. teratur (Chang et al. 2015). Gerakan yang baik
Sumatera barat sendiri berada pada posisi ke 17 dan teratur akan dapat membantu
yang juga mengalami peningkatan prevalensi meningkatkan aliran darah arteri dan vena
terjadinya DM yaitu dari 1,3% menjadi 1,6%. dengan cara pembukaan pembuluh darah kecil
Riskesdas 2018 menyimpulkan bahwa trend di otot (kapiler), gerakan dari buerger allen ini
Penyakit Tidak Menular (PTM) (DM, dapat meningkatkan vaskularisasi pembuluh
hipertensi, obesitas) naik dibandingkan darah sehingga akan dapat meningkatkan
Riskesdas pada tahun 2013 (Kemenkes RI sediaan darah dalam jaringan (Salindeho,
2018). Mulyadi, and Rottie 2016). Buerger Allen
Di Bukittinggi khususnya di wilayah kerja exercise memiliki kelebihan yaitu dapat
Puskesmas Rasimah Ahmad Bukittinggi pada dilakukan sendri, tidak harus berkelompok,
tahun 2017 jumlah kunjungan penderita DM waktu yang dibutuhkan tidak lama, latihannya
sebanyak 355 kunjungan. Di tahun 2018 mudah dilakukan. Tujuan penelitian ini
sebanyak 445 kunjungan dan pada tahun 2019 dilakukan adalah untuk diketahui Pengaruh
(Januari-Maret) sebanyak 92 kunjungan. Buerger Allen Exercise terhadap Sensitivitas
Dengan rata-rata kunjungan 37 orang Kaki pada Pasien Diabetes Mellitus di Wilayah
perbulanya. (Register Puskesmas Rasimah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad Kota
Ahmad Bukittinggi, 2019). Melihat data-data Bukittinggi Tahun 2019.
tersebut menunjukan terjadinya peningkatan
penderita Diabetes Mellitus setiap tahun. METODE PENELITIAN
Perubahan gaya hidup yang tidak sehat Jenis penelitian yang dilakukan adalah
seperti makanan yang berlebih (berlemak dan Quasy Experimental Designs dengan
kurang serat) dapat meningkatkan kadar gula pendekatan one group pretest-posttest design,
darah, sehingga kaki mengalami kesemutan Rancangan ini tidak ada kelompok
atau rasa baal yang akan mengakibatkan pembanding (kontrol), tetapi, paling tidak
terjadinya neuropati dan sensitivitas terhadap sudah dilakukan observasi pertama (pretest)
kaki menurun (Jannaim, Dharmajaya, and yang memungkinkan menguji perubahan-
Asrizal 2018). Salah satu komplikasi yang perubahan yang terjadi setelah adanya
berbahaya dari penyakit DM adalah luka kaki eksperimen. Penelitian ini dilaksanakan di

112
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad Tabel 2. Distribusi Frekuensi responden


Kota Bukittinggi. Pada bulan Juni-Juli tahun berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja
2019. Pada penelitian ini yang menjadi Puskesmas Rasimah AhmadKota
populasi adalah pasien diabetes mellitus yang Bukittinggi
terdaftar di wilayah kerja Puskesmas Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi tahun 2018 sebanyak Jenis Kelamin F %
445 kunjungan dengan rata-rata kunjungan
perbulan sebanyak 37 orang . Pengambilan Laki-Laki 1 7.7
sampel dalam penelitian ini menggunakan Perempuan 12 92.3
teknik simple random sampling. Teknik simple
Total 13 100.0
random sampling. Besar sampel ditentukan
berdasarkan rumus sehingga didapatkan besar
sampel sebanyak 13 orang. Data diolah dengan Berdasarkan table diatas didapatkan bahwa
menggunakan uji Paired T-Test. jenis kelamin penderita diabetes mellitus
sebagian besar berjenis kelamin perempuan
HASIL DAN PEMBAHASAN yaitu sebanyak 12 orang (92%). karakteristik
Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di responden berdasarkan jenis kelamin
Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad didapatkan responden yang berjenis kelamin
Kota Bukittinggi dapatdilihat pada tabel 1. perempuan lebih banyak menderita diabetes
mellitus dibandingkan dengan responden laki-
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia di laki . untuk perempuan berjumlah 12 orang
Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad (92,3%), sedangkan yang berjenis kelamin laki-
Kota Bukittinggi laki berjumlah 1 orang (7,3%). Hasil penelitian
ini didukung oleh pendapat dari Lueckenotte
(2004) yang mengatakan bahwa wanita lebih
Usia F %
beresiko mengalami penurunan sensitivitas
>45 tahun 11 84.6 kaki, hal ini disebabkan oleh penurunan
45 tahun hormone esterogen akibat menopause.
2 15.4
Esterogen pada dasarnya berfungsi untuk
Total 13 100 menjaga keseimbangan kadar gula darah dan
meningkatkan penyimpanan lemak, serta
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa progesterone yang berfungsi untuk
frekuensi usia penderita diabetes mellitus menormalkan kadar gula darah dan membantu
sebagian besar adalah >45 tahun, yaitu menggunakan lemak sebagai energi. Distribusi
sebanyak 11 orang (84,6%). Menurut Frekuensi responden berdasarkan indeks masa
Damayanti (2015) faktor resiko penyandang tubuh di wilayah kerja Puskesmas Rasimah
DM tipe 2 adalah usia diatas 30 tahun, hal ini Ahmad Kota Bukittinggi Juni 2019 dapat
terjadi karena adanya penurunan anatomis, dilihat pada tabel 3
fisiologis dan biokimia tubuhUmumnya
penderita diabetes mellitus terjadi pada usia Tabel 3. Distribusi Frekuensi responden
>45 tahun. Pada usia ini mulai terjadi proses berdasarkan indeks masa tubuh di wilayah
yang di sebut dengan penuaan yang kerja Puskesmas Rasimah Ahmad Kota
menyebabkan kemampuan sel beta pankreas Bukittinggi Juni 2019
dalam memproduksi insulin berkurang
sehingga terjadi intoleransi kadar glukosa. Hal IMT F %
ini berhubungan dengan terjadinya penurunan
Normal 11 84,6
sensitivitas kaki penderita (Wilson 2002).
Distribusi Frekuensi responden berdasarkan Obesitas 2 15,4
jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Total 13 100.0
Rasimah AhmadKota Bukittinggi dapat dilihat
pada tabel 2. Berdasarkan tabel diatas didapat bahwa
frekuensi IMT sebagian besar adalah normal
yaitu 11 orang (84,6%). hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Isnaini (2018)
tentang faktor resiko yang mempengaruhi

113
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

kejadian diabetes. yang menyatakan ada menunjukan hiperinsulinemia yang dapat


hubungan antara IMT dengan kejadian DM tipe menyebabkan aterosklerosis yang berdampak
2. Pada obesitas dengan index masa tubuh  23 pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan
kg/m (wanita) dan index masa tubuh  25 sirkulasi darah sedang/besar yang akan dapat
kg/m2 (pria) atau berat badan yang berlebih menyebabkan meningkatnya kadar gula dalam
akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila darah dan menurunya sensitivitas kaki.
kadar insulin melebihi 10 U/ml, keadaan ini

Tabel 4. Rerata sensitivitas kaki sebelum dan sesudah dilakukan Buerger Allen exercise
di Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi

Minimal-
No Variabel Mean SD 95% CI
Maksimal
Sensitivitas Kaki sebelum
1 4,69 0,947 3-6 4,12- 5,26
Buerger Allen exercise

Sensitivitas Kaki setelah


2 7,54 1,127 6-9 6,86-8,22
Buerger Allen exercise

Brdasarkan tabel diatas Didapatkan bahwa meningkat menjadi 8. Teori ini ditunjang dari
rata-rata sensitivitas kaki sebelum dilakukan teori (Nasution 2010) yang menyatakan bahwa
Buerger Allen exercise sebesar 4,69 dengan SD latihan pada kaki dapat membantu
= 0,947. Nilai sensitivitas kaki terendah adalah memperbaiki otot-otot kecil kaki pada pasien
3 dan nilai tertinggi adalah 6. Sedangkan untuk diabetes dengan neuropati. Selain itu juga dapat
rata-rata sensitivitas kaki setelah dilakukan memperkuat otot betis dan paha, mengatasi
Buerger Allen exercise adalah 7,54 dengan SD keterbatasan gerak sendi dan mencegah
1,127. Nilai sensitivitas kaki terendah setelah di terjadinya deformitas. Keterbatasan jumlah
lakukan Buerger Allen exercise adalah 6 dan insulin pada penderita diabetes mellitus dapat
nilai tertinggi adalah 9. mengakibatkan kadar gula dalam darah
Sensitivitas Kaki Sebelum dan Sesudah meningkat. Hal ini dapat menyebabkan
Diberikan Buerger Allen Exercise Pada Pasien rusaknya pembuluh darah, saraf, dan struktur
Diabetes Mellitus internal lainya, sehingga pasokan darah ke kaki
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap menjadi terhambat. Akibatnya pasisen diabetes
13 responden sebelum diberikan Buerger Allen akan mengalami gangguan sirkulasi darah pada
exercise dengan skor rata-rata sensitivitas kaki kakinya. Jadi dengan adanya latihan kaki
4,69 skor nilai tengah sensitivitas kaki 5, skor berupa Buerger Allen exercise pada pasien
sensitivitas kaki yang sering muncul 4. Hal ini diabetes mellitus akan dapat meningkatkan
dikarenakan sebagian besar usia >45 tahun suplai aliran darah ke kaki sehingga mejadikan
(84,6%) yaitu 11 responden yang mulai terjadi perubahan sensitivitas kaki semakin meningkat.
peningkatan intoleransi kadar glukosa. Teori ini Dari uraian diatas peneliti berpendapat
ditunjang dari teori Sunjaya (2009) yang bahwa, usia merupakan faktor dari penyebab
mengungkapkan bahwa diabetes mellitus terjadinya penurunan sensitivitas kaki yaitu
berdasarkan umur, khususnya pada usia lebih dimana seserorang memasuki usia >45 tahun.
dari 40 tahun. Karena pada usia tersebut mulai Faktor lain yang dapat mempengaruhi
terjadinya intoleransi glukosa yang akan sensitivitas kaki yaitu kadar gula darah karena
mengakibatkan sensitivitas kaki menurun. salah satu penyebab terjadinya penurunan
Sedangkan sesudah diberikan Buerger sensitivitas kaki yaitu terjadinya intoleransi
Allen exercise skor sensitivitas kaki rata-rata kadar glukosa dalam darah yang tinggi.
4,69 meningkat menjadi 7,54 skor nilai tengah Sedangkan untuk penelitian ini jenis kelamin
sensitivitas kaki adalah 5 meningkat menjadi 8, terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan
skor sensitivitas kaki yang terbanyak 4

114
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Tabel 5. Perbedaan rerata sensitivitas kaki sebelum dan sesudah dilakukanya Buerger Allen
exercise pada pasien diabetes mellitus di Wilayah Kerja
Puskesma Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi

Std.
Std. P
Variabel Mean N Error
Deviation value
Mean
Sensitivitas kaki sebelum dilakukan 4,69 13 .947 .263
Buerger Allen exercise
Sensitivitas kaki setelah dilakukan 7,54 13 1.127 .312
Buerger Allen exercise 0,000

Selisih Sensitivitas kaki sebelum dan -2,846 13 .801 .222


setelah dilakukan Buerger Allen
exercise

Dari tabel diatas didapatkan bahwa rata- sendi atau peregangan ke segala arah, selain itu
rata sensitivitas kaki sebelum dilakukanya juga dapat meningkatkan alliran darah ke
Buerger Allen exercise sebesar 4,69 dan setelah ekstremitas bawah sehingga mampu mencegah
dilakukanya Buerger Allen exercise didapatkan penyakit arteri perifer pada penderita diabetes
rata-rata nilai sensitivitas kaki menjadi 7,54 mellitus. Aktivitas fisik juga dapat
dengan standar deviasi 1.127 sehingga meningkatkan kepekaan reseptor insulin pada
dilakukan uji T- test Dependen (paired) maka otot-otot yang aktif, sehingga meningkatkan
selisih rata-rata sensitivitas kaki sebesar -2,846 pemakaian glukosa dalam sel (Turan 2015).
dengan standar deviasi 0.801 dan standar eror Hasil penelitian dari (Priyanto, Sahar, and
mean sebesar 0.222 dengan p-value 0,000. Widyatuti 2017) menunjukan bahwa hasil
Artinya ada perbedaan yang signifikan antara kadar gula darah dan senstivitas kaki jauh lebih
sensitivitas kaki sebelum dan sesudah baik setelah diberikan senam kaki.
pemberian Buerger Allen exercise. Kesimpulan Penelitian ini diperkuat oleh (Chang et al.
dari uji statistik diatas adalah adanya pengaruh 2016) menemukan bahwa Buerger Allen
Buerger Allen exercise terhadap sensitivitas exercise memiliki dampak yang positif
kaki pada penderita diabetes mellitus di terhadap sirkulasi, memperbaiki aliran darah,
Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad meningkatkan kemampuan berjalan,
Kota Bukittinggi. Hasil penelitian ini sejalan mengurangi nekrosis, mencegah emboli, nyeri,
dengan penelitian dari (Endriyanto, Hasneli, dan sianosis pada pembulu darah.
and Dewi 2012) yang menyatakan aktifitas fisik Menurut asumsi peneliti peningkatan nilai
mampu meningkatkan sensitivitas kaki seperti sensitivitas kaki yang terjadi pada responden
senam kaki diabetes mellitus. Karena dapat membuktikan bahwa Buerger Allen exercise
melancarkan aliran darah , memperkuat otot- berpengaruh terhadap tingkat sensitivitas kaki
otot kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk pada penderita diabetes mellitus. Meningkatnya
kaki, mengatasi keterbatasan gerak sendi, dan sensitivitas kaki disebabkan karena keterturan
meningkatkan kebugaran klien diabetes responden mengikuti Buerger Allen exercise
mellitus. Oleh karena itu melakukan Buerger dan juga melaksanakannya secara baik dan
Allen exercise dapat membantu untuk benar. Ketika seseorang melakukan Buerger
meningkatkan sensitivitas kaki pada penderita Allen exercise akan membuat otot-otot kaki
diabetes mellitus. berkontraksi, sehingga meningkatkan
Dibutuhkan penatalaksanaan yang baik metabolisme pada otot. Hal inilah yang akan
untuk menurunkan terjadinya komplikasi mengakibatkan melebarnya pembuluh darah
diabetes mellitus. Salah satunya dengan cara pada daerah kaki, sehingga peredaran darah
melakukan olahraga ataupun aktivitas fisik menjadi lancar dan penggunaan glukosa dalam
yang mampu meningkatkan pemakaian glukosa proses metabolisme meningkat dan
oleh otot-otot aktif sehingga dapat menurunkan menyebabkan sensitivitas kaki juga akan
kadar glukosa dalam darah (Putra and Berawi meningkat.
2015). Aktifitas fisik melibatkan berbagai gerak

115
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

KESIMPULAN Nasution, Juliani. 2010. “Pengaruh Senam Kaki


Hasil uji statistic T-test dependen (paired t Terhadap Peningkatan Sirkulasi Darah
test) dengan p value 0,000 <0,05 Maka ada Kaki Pada Pasien Penderita Diabetes
pengaruh yang signifikan antara Buerger Allen Melitus Di RSUP H.A.M. Medan.”
exercise terhadap sensitivitas kaki pada pasien University of Sumatera Utara Institutional
diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Repository (USU-IR).
Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Nursalam. 2015. “Metodelogi Penelitian
Keperawatan.” Pendekatan
REFERENSI Praktis.Jakarta: Salemba Medika.
Chadwick, Paul, Michael Edmonds, Joanne Priyanto, Sigit, Junaiti Sahar, and Widyatuti.
MsCardle, David Armstrong, Jan 2017. “Pengaruh Senam Kaki Terhadap
Apelqvist, Mariam Botros, Giacomo Sensitivitas Kaki Dan Kadar Gula Darah
Clerici, Jill Cundell, Solange Ehrler, Pada Aggregat Lansia Diabetes.”
Michael Hummel, Benjamin A. Lipsky, Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa
Jose Luis Lazaro Martinez, Rosalyn Tengah.
Thomas, and Susan Tulley. 2014. “Best Putra, I. Wayan Ardana and Khairun Nisa
Practice Guidelines: Wound Management Berawi. 2015. “Empat Pilar
in Diabetic Foot Ulcers.” Wounds Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus
International. Tipe 2.” Majority.
Chang, Chang Cheng, Men Yen Chen, Jen Salindeho, Anggelin, Mulyadi, and Julia Rottie.
Hsiang Shen, Yen Bin Lin, Wen Wei Hsu, 2016. “Pengaruh Senam Diabetes Melitus
and Bor Shyh Lin. 2016. “A Quantitative Terhadap Kadar Gula Darah Penderita
Real-Time Assessment of Buerger Diabetes Melitus Tipe 2 Di Sanggar
Exercise on Dorsal Foot Peripheral Skin Senam Persadia Kabupaten Gorontalo.”
Circulation in Patients with Diabetes Ejournal Keperawatan.
Foot.” Medicine (United States). Smeltzer, Suzanne C. 2007. “Buku Ajar
Chang, Chyong Fang, Chang Cheng Chang, Su Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Lun Hwang, and Mei Yen Chen. 2015. Suddart.” in Volume 3.
“Effects of Buerger Exercise Combined Sugiyono. 2013. “Metode Penelitian
Health-Promoting Program on Peripheral Pendidikan Pendekatan Kuantitaif,
Neurovasculopathy Among Community Kualitatif, Dan R&D.” Metode Penelitian
Residents at High Risk for Diabetic Foot Pendidikan Pendekatan Kuantitaif,
Ulceration.” Worldviews on Evidence- Kualitatif, Dan R&D.
Based Nursing. Suryati, Ida, Def Primal, and Darsis Pordiati.
Endriyanto, E., Yesi Hasneli, and Y. I. Dewi. 2019. “P-ISSN : 2355-9853 Hubungan
2012. “Efektivitas Senam Kaki Diabetes Tingkat Pengetahuan Dan Lama Menderita
Melitus Dengan Koran Terhadap Tingkat Diabetes Mellitus ( Dm ) Dengan Kejadian
Sensitivitas Kaki Pada Pasien DM Tipe 2.” Ulkus Diabetikum Pada Pasien Dm Tipe 2
Universitas Riau 1–11. P-Issn : 2355-9853.” 6:1–8.
IDF. 2015. “IDF Diabetes Atlas 2015.” Suyono, S., AW Sudoyo, B. Setyohadi, I. Alwi,
International Diabetes Federation. and M. Simadibrata. 2006. “Diabetes
Jannaim, Jannaim, Ridha Dharmajaya, and Melitus Di Indonesia.” in Buku Ajar Ilmu
Asrizal Asrizal. 2018. “Pengaruh Buerger Penyakit Dalam.
Allen Exercise Terhadap Sirkulasi Turan, Yasemin. 2015. “Does Physical Therapy
Ektremitas Bawah Pada Pasien Luka Kaki and Rehabilitation Improve Outcomes for
Diabetik.” Jurnal Keperawatan Indonesia. Diabetic Foot Ulcers?” World Journal of
Kawasaki, Tota, Tetsuji Uemura, Kiyomi Experimental Medicine.
Matsuo, Kazuyuki Masumoto, Yoshimi Wilson, Lorraine. 2002. “Patofisiologi Konsep
Harada, Takahiro Chuman, and Tomoyuki Klinis Proses Penyakit.” in Patofisiologi
Murata. 2013. “The Effect of Different Konsep Klinis Proses Penyakit.
Positions on Lower Limbs Skin Perfusion
Pressure.” Indian Journal of Plastic
Surgery.
Kemenkes RI. 2018. “Riskesdas 2018.”
Development.

116
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Pemeriksaan Telur Cacing Soil Transmitted Helminths Pada Anak Usia 2-5 Tahun
Di Nagari Batu Bajanjang Lembang Jaya Solok

Suraini Suraini, Vivi Oktavianti


STIKes Perintis Padang
Email : suraini_bio85@yahoo.co.id

ABSTRAK

Di Indonesia penyakit cacingan yang disebabkan oleh Soil Transmitted Helminths masih cukup
tinggi terutama di lingkungan kumuh dan buruk sanitasinya. Pada anak-anak cacingan dapat berdampak
buruk serta menurunnya asupan gizi yang diperoleh. Jenis Soil Transmitted Helminths yang sering
sebagai penyebab infeksi cacing di Indonesia adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis, Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui distribusi frekuensi infeksi cacing Soil Transmitted Helminths pada anak usia 2-5
tahun dinagari Batu Bajanjang Lembang Jaya Kabupaten Solok.Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
jumlah sampel sebanyak 30 orang yang diambil spesimen fesesnya. Penelitian ini dilakukan pada bulan
September 2018 sampai Januari 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 17 orang anak (56,6%)
terinfeksi Soil Transmitted Helminths dengan jenis cacing yang ditemukan Ascaris lumbricoides sebanyak
10 orang anak (33,3%), Trichuris trichuira 5 orang anak (16,7%), Ancylostoma duodenale 2 orang anak
(6,7%). Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin diperoleh infeksi Soil Transmitted Helminthes
lebih banyak terjadi pada anak laki–laki yaitu sebanyak 10 orang dengan frekuensi 33,3% dan pada anak
perempuan sebanyak 7 orang dengan frekuensi 23,3 %. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
prevalensi balita usia 2-5 tahun di nagari Batu Bajanjang yang terinfeksi cacing cukup tinggi. Balita yang
sering kontak dengan tanah yang tercemar telur cacing dan tidak menjaga kebersihan diri beresiko untuk
menderita kecacingan.

Kata Kunci : Telur cacing, Soil Transmitted Helminths, anak usia 2-5 tahun.

ABSTRACT

In Indonesia, intestinal worms caused by the Soil Transmitted Helminths are still quite high,
especially in slum and poor sanitation environments. In children worms can have a negative impact and
decrease the nutritional intake obtained. The types of Soil Transmitted Helminths that often cause worm
infections in Indonesia are Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,
Ancylostoma duodenale and Necator americanus. This study aims to determine the frequency distribution
of Soil Transmitted Helminths worm infections in children aged 2-5 years in the village of Batu
Bajanjang Lembang Jaya, Solok Regency. This study was descriptive with a total sample of 30 people
who took fecal specimens. This research was conducted in September 2018 until January 2019. The
results showed that 17 children (56.6%) were infected with Soil Transmitted Helminths with 10 worms
found in Ascaris lumbricoides were 10 children (33.3%), Trichuris trichuira 5 children (16.7%),
Ancylostoma duodenale 2 children (6.7%). Frequency distribution based on sex was obtained by infection
with Soil Transmitted Helminths which was more common in boys as many as 10 people with a frequency
of 33.3% and in girls as many as 7 people with a frequency of 23.3%. The results showed that the
prevalence of toddlers aged 2-5 years in Batu Bajanjang nagari infected with worms was quite high.
Toddlers who are often in contact with soil contaminated with worm eggs and do not maintain personal
hygiene are at risk for suffering from helminthiasis.

Keywords: Worm eggs, Soil Transmitted Helminths, children aged 2-5 years.

117
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

PENDAHULUAN Indonesia adalah negara agraris dengan


Penyakit kecacingan sampai sekarang masih tingkat sosial ekonomi, pengetahuan, keadaan
merupakan masalah kesehatan dan masih banyak sanitasi lingkungan dan higiene masyarakat yang
ditemukan di seluruh dunia. Data dari World masih rendah yang sangat mendukung untuk
Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar terjadinya infeksi dan penularan cacing dan
orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi Indonesia dikategorikan sebagai daerah endemis
Soil Transmitted Helminths (STH). kecacingan. Pengendalian kecacingan ditujukan
Penyakit kecacingan oleh parasit usus masih pada anak-anak usia sekolah tidak saja
merupakan penyakit endemik yang dapat bermanfaat bagi mereka tetapi juga bermanfaat
ditemukan di berbagai tempat di Indonesia dan baik secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan masalah kesehatan masyarakat untuk seluruh populasi (Riswanda & Kurniawan,
khususnya pada anak. Infeksi parasit usus dapat 2016).
mengganggu tumbuh kembang anak dan Infeksi kecacingan dapat ditemukan pada
mempengaruhi kualitas hidup (Rosyidah & berbagai tingkatan umur, namun lebih sering
Prasetyo, 2017). ditemukan pada anak balita dan anak usia sekolah
Infeksi cacing akan berpengaruh terhadap dasar. Infestasi cacing yang ditularkan melalui
pemasukan, pencernaan, penyerapan, serta tanah banyak ditemukan pada masyarakat di
metabolisme makanan, sehingga dapat berakibat negara berkembang. Infestasi cacing bisa
hilangnya protein, karbohidrat, lemak, vitamin berdampak terhadap gizi, pertumbuhan fisik,
dan darah dalam jumlah yang besar. Di samping mental, kognitif, dan kemunduran intelektual
itu dapat menimbulkan berbagai gejala penyakit pada anak (Matei, Rampengan, & Warouw,
seperti anemi, diare, sindrom disentri dan 2013),
defisiensi besi, sehingga anak yang menderita Higiene perorangan dan sanitasi lingkungan
infeksi cacing usus merupakan kelompok risiko yang kurang baik pada anak-anak merupakan
tinggi untuk mengalami malnutrisi. Keadaan ini faktor yang memudahkan penularan kecacingan
secara tidak langsung dapat menyebabkan terutama kelompok anak yang mempunyai
gangguan pertumbuhan (Siregar, 2016) kebiasaan defekasi disaluran air terbuka atau
Di Indonesia infeksi kecacingan masih lingkungan sekitar rumah, makan tanpa cuci
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang tangan, dan bermain-main di tanah yang tercemar
penting. Berbagai cacing yang menginfeksi anak telur cacing tanpa alas kaki (Martila, Sandy, &
berusia di bawah 12 tahun dengan prevalensi Paembonan, 2016) Kelompok resiko tinggi
tinggi meliputi Ascaris lumbricoides, Trichuris terkena penyakit kecacingan adalah anak balita
trichiura, Ancylostoma duodenale, Necator karena suka memasukkan sesuatu kedalam
americanus, dan Enterobius vermicularis. Infeksi mulutnya dan bermain ditanah tanpa alas kaki.
cacing perut diduga menyebar melalui sanitasi Akan tetapi oleh karena infeksi yang terjadi
lingkungan dan higiene perorangan yang buruk sering tanpa gejala, sehingga infeksi kecacingan
(Yudhastuti & Lusno, 2010) selalu dianggap bukanlah merupakan penyakit
Prevalensi penyakit kecacingan masih yang berbahaya. Angka prevalensi dan intensitas
menjadi perhatian karena prevalensinya cukup infeksi biasanya paling tinggi pada anak antara
tinggi pada anak tidak terkecuali pada anak usia usia 3 dan 8 tahun.
1-5 tahun Penyakit kecacingan merupakan Saat ini anak usia pra sekolah juga menjadi
penyakit rakyat dengan prevalensi yang cukup salah satu populasi berisiko tinggi terkena
tinggi terjadi pada anak-anak dan balita yang penyakit cacingan. Jumlah balita di Indonesia
menyebabkan berbagai penyakit yang serius pada sangat besar yaitu sekitar 10% dari seluruh
anak dan balita di daerah tropis, terutama pada populasi. Kualitas tumbuh kembang balita di
masyarakat sosio ekonomi rendah di pedesaan Indonesia perlu mendapat perhatian serius karena
atau daerah pinggiran.Tinggi rendahnya fekuensi balita merupakan calon generasi penerus bangsa.
kecacingan berhubungan erat dengan kebersihan Oleh karena itu balita perlu mendapatkan gizi
pribadi dan sanitasi lingkungan yang menjadi yang baik, stimulasi yang memadai serta
sumber infeksi (Kartini, Kurniati, Jayati, & terjangkau oleh pelayanan kesehatan berkualitas
Sumitra, 2017) termasuk intervensi dini penyimpangan tumbuh

118
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

kembang. Selain hal-hal tersebut, berbagai faktor menyerang balita, dengan urutan penyakit
lingkungan yang dapat mengganggu tumbuh tersering lainnya ialah Infeksi Saluran
kembang anak juga perlu dieliminasi (Novianty, Pernapasan Akut (ISPA), penyakit infeksi kulit,
Pasaribu, & Pasaribu, 2018) diare, dan demam.
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang Nagari Batu Batu Bajanjang Jorong Atas
baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis Mesjid terletak di Kecamatan Lembang Jaya
penyakit pada anak-anak antara lain diare, Kabupaten Solok. Mata pencarian masyarakat
kecacingan dan infeksi saluran pencernaan. umumnya sebagai petani dan berdagang dengan
Kecacingan masih merupakan masalah di tingkat ekonomi rata-rata tergolong rendah dan
Indonesia khususnya pada anak usia balita dan menengah. Beberapa masyarakat di Nagari Batu
sekolah dasar meskipun tidak menyebabkan Batu Bajanjang Jorong Atas Mesjid ini masih
kematian, kecacingan mengakibatkan penurunan memanfaatkan sungai sebagai tempat buang air
kondisi gizi, anemia, gangguan saluran besar karena jamban keluarga masih kurang,
pencernaan, penurunan kecerdasan hingga tidak mencuci tangan dengan bersih sebelum
penurunan kualitas sumber daya manusia makan. Anak-anak pun sering bermain di tanah
(Novianty et al., 2018) tanpa menggunakan alas kaki dan para orang tua
Sebuah studi epidemiologi menyatakan mereka sering membawa anak mereka untuk ikut
bahwa anak usia sekolah merupakan populasi pergi ke ladang maupun kesawah tanpa
terbesar dalam infeksi oleh STH. Berdasarkan menggunakan alas kaki, sehingga terjadi kontak
survei pada tahun 1991 pada sekolah dasar di langsung dengan tanah. Kondisi sanitasi dan
beberapa propinsi di Indonesia prevalensi lingkungan di sekitar Nagari Batu Bajanjang ini
cacingan berkisar antara 60%-80%, sedangkan diduga dapat menjadi faktor pendukung yang
untuk semua golongan umur, infeksi STH menyebabkan anak-anak khususnya anak balita
berkisar 40%-60%. Jenis cacing yang sering 2-5 tahun bisa terinfeksi oleh cacing.
ditemukan pada anak-anak adalah cacing gelang Berdasarkan masalah tersebut penelitian ini
(Ascaris lumbricoides), dengan prevalensi antara dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi
60-90%. cacing cambuk (Trichuris trihiura) infeksi cacing Soil Transmitted Helminths pada
30%-90% dan cacing tambang (hookworm), anak balita 2-5 tahun yang tinggal Nagari Batu
prevalensi +70%. Kerugian yang ditimbulkan Bajanjang dan mengetahui distribusi infeksi
akibat kecacingan sangat besar utamanya cacing berdasarkan jenis kelamin.
terhadap perkembangan fisik, intelegensia dan
produktifitas anak yang merupakan generasi METODE PENELITIAN
penerus bangsa. Penelitian ini dilakukan dengan memakai
(Yudhastuti & Lusno, 2010) melaporkan metoda bersifat deskriptif yaitu untuk
bahwa prevalensi kejadian kecacingan pada anak- mendapatkan gambaran infeksi cacing golongan
anak balita di Kampung Keputih Kecamatan Soil Transmitted Helminthes pada anak-anak usia
Sukolilo Surabaya sebesar 9,8%, dan hasil 2-5 tahun bertempat tinggal di Jorong Atas
penelitian di Semarang pada anak-anak usia 1-4 Mesjid Nagari Batu Bajanjang Kecamatan
tahun ditemukan infeksi kecacingan sebesar 36%. Lembang Jaya. Penelitian ini telah dilakukan
Kasus kecacingan di Pulau Kodingareng Lompo pada bulan September 2018 sampai dengan
Sulawesi Selatan terbilang cukup tinggi Januari 2019. Populasi penelitian adalah semua
khususnya pada anak umur 1–4 tahun yaitu anak usia 2-5 tahun dan sampel penelitian
sebanyak 121 kasus (Maliya & Susilaningsih, sebanyak 30 orang yang diambil fesesnya.
2016) Prevalensi infeksi parasit Soil-Transmitted Pemeriksaanfeses memakai metoda pemeriksaan
Helminths pada anak usia 2-9 tahun di RW 04 mikroskopis secara langsung dengan reagen eosin
Kelurahan Batakte Kecamatan Kupang Barat dan dilakukan di laboratorium LLDIKTI wilayah
Kabupaten Kupang adalah sebesar 12% X. Alat-alat yang di butuhkan pada penelitian ini
(Susilawati et al., 2017) adalah, mikroskop, objek glass, deck glass, pipet
Dinas kesehatan kota Solok tahun 2010 tetes. Bahan yang dibutuhkan adalah feses,
melaporkan bahwa infeksi kecacingan larutan eosin 2% dan lidi. Prosedurkerja diawali
merupakan urutan kelima penyakit yang dengan pembuatan reagen eosin 2 % yaitu

119
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

ditimbang serbuk eosin sebanyak 2 gr dengan (2006) bahwa prevalensi cacingan untuk semua
memakai kertas perkamen, lalu masukkan golongan umur berkisar di Indonesia berkisar
kedalam labu ukur 100 ml, kemudian antara 40%-60%. (Maliya & Susilaningsih,
ditambahkan aquadest sedikit demi sedikit 2016). melaporkan bahwa kasus kecacingan pada
sampai angka 100. Pengumpulan spesimen feses anak umur 1–4 tahun di Pulau Kodingareng
dilakukan satu hari sebelum melakukan Lompo Sulawesi Selatan cukup tinggi mencapai
pemeriksaan dengan memberikan botol spesimen 121 kasus.
yang telah diberi label identitas, nama, umur,
jenis kelamin, alamat kepada orang tua anak. Tabel 2. Distribusi frekuensi responden yang
Feses yang diperoleh diperiksa dengan memakai terinfeksi telur cacing berdasarkan jenis Soil
metoda pemeriksaan mikroskopis secara Transmitted Helminths
langsung. Dari hasil pemeriksaan telur cacing
diolah secara manual, disajikan dalam bentuk Jenis Telur
tabel dan di uji dengan uji statistik dengan No cacing (+) (-) Jumlah (%)
memakai rumus frekuensi. Ascaris
1 lumbricoides 10 - 10 33,3
HASIL PENELITIAN Trichuris
Penelitian tentang pemeriksaan telur cacing 2 trichiura 5 - 5 16,7
golongan Soil Transmitted Helminthes pada feses Ancylostoma
anak usia 2 – 5 tahun di Nagari Batu Bajanjang 3 duodenale 2 - 2 6,7
Jorong Atas Mesjid Kecematan Lembang Jaya Bebas
Kabupaten Solok sebanyak 30 sampel tersebut 4 Cacing - 13 13 43,3
didapatkan hasil seperti terlihat pada tabel
Total 17 13 30 100
dibawah ini:
Dari Tabel 2 diatas didapatkan bahwa
Tabel 1. Distribusi frekuensi infeksi cacing
distribusi frekuensi dari 30 sampel feses anak di
Soil Transmitted Helminthes pada anak usia 2
Nagari Batu Bajanjang Jorong Atas Masjid di
– 5 tahun.
temukan 10 orang anak (33,3 %) positif terinfeksi
telur cacing Ascaris lumbricoides, 5 orang anak
No Infeksi STH Jumlah (%) (16,7%) positif terinfeksi telur cacing Trichuris
trichiura, 2 orang anak (6,7%) positif terinfeksi
1 Positif (+) 17 56,6 telur cacing Ancylostoma duodenale dan 13
2 Negatif (-) 13 43,4 orang anak (43,3%) didapatkan hasil negatif atau
Jumlah 30 100 bebas dari infeksi Soil Transmitted Helminth.
Hasil ini memperlihatkan bahwa jenis cacing
Pada Table 1 atas dapat dilihat bahwa dari yang paling banyak menginfeksi adalah dari jenis
semua sampel anak-anak yang berusia 2-5 tahun Ascaris lumbricoides, kemudian diikuti oleh
yang diperiksa fesesnya ternyata didapatkan yang Trichuris trichiura dan oleh Ancylostoma
telah terinfeksi oleh cacing golongan Soil duodenale. Hasil yang didapatkan ini sepadan
Transmitted Helminths adalah 17 orang anak dengan yang disampaikan oleh DinKes Jawa
(56,6%) dan 13 orang anak (43,3%) yang tidak Timur (2005) bahwa di Indonesia jenis cacing
terinfeksi oleh cacing golongan Soil Transmitted yang sering ditemukan pada anak-anak dan
Helminths. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor menimbulkan infeksi adalah cacing gelang
lingkungan di Nagari Batu Bajanjang Jorong (Ascaris lumbricoides), dengan prevalensi antara
Atas Mesjid Kecematan Lembang Jaya 60-90%. cacing cambuk (Trichuris trihiura)
Kabupaten Solok yang dapat mendukung 30%-90% dan cacing tambang (hookworm),
terjadinya infeksi cacing pada anak-anak. Hasil dengan prevalensi 70%.
ini menunjukkan bahwa tingkat infeksi cacing
pada anak-anak masing tinggi. Hal ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh DepKes RI

120
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Tabel 3. Distribusi frekuensi responden yang Kecenderungan frekuensi kecacingan lebih tinggi
positif terinfeksi telur cacing Soil Transmitted pada anak laki-laki dan pada anak perempuan
Helminths berdasarkan kelompok umur dapat dihubungkan dengan faktor kebiasaan
bermain. Umumnya anak laki-laki pada usia
Umur Jumlah Persentase tersebut lebih banyak bermain diluar rumah dan
No (tahun) (orang) (%) kontak dengan tanah yang merupakan media
1 2 1 5,8 penularan cacing. Sehingga lebih berpeluang dan
beresiko untuk terinfeksi oleh cacing terutama
2 3 2 11,8
yang ditularkan melalui tanah. Prevalensi infeksi
3 4 4 23,5 menurut jenis kelamin sangat erat hubungannya
4 5 10 58,8 dengan pekerjaan dan kebiasaan penderita
Jumlah 17 100 (Rosyidah & Prasetyo, 2017).

Dari Table 3 diatas didapatkan hasil positif


yang terinfeksi cacing Soil Transmitted KESIMPULAN
Helminthes berdasarkan umur yaitu yang Frekuensi infeksi cacing golongan Soil
berumur 2 tahun didapatkan hasil positif 1 orang Transmitted Helminth pada anak usia 2-5 tahun
(5,8%), umur 3 tahun 2 orang (11,8%), umur 4 di Nagari Batu Bajanjang Jorong Atas Mesjid
tahun 4 orang (23,5%), dan yang berumur 5 Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok 56,6
tahun sebanyak 10 orang (58,8%). anak yang usia % . Berdasarkan jenis cacing didapatkan bahwa
5 tahun merupakan jumlah yang terbanyak yang frekuensi tertinggi disebabkan oleh jenis cacing
terinfeksi. Anak-anak usia 5 tahun sudah Ascaris lumbricoides sebesar 33,3 %. Umur yang
memiliki keinginan untuk bermain diluar rumah tertinggi ditemukan pada anak usia 5 tahun
sehingga memiliki resiko yang tinggi pula untuk sebesar 58,8 % dan jenis kelamin yang terbanyak
terinfeksi oleh cacing yqng terdapat di dalam terinfeksi adalah anak laki-laki.
tanah. Jika dihubungkan dengan perilaku anak-
anak usia 2-5 tahun, di Nagari Batu Bajanjang REFERENSI
Jorong Atas Mesjid Kecamatan Lembang Jaya Kartini, S., Kurniati, I., Jayati, N. S., & Sumitra,
Kabupaten Solok bahwa mereka sering bermain W. (2017). Faktor-Faktor Yang
ditanah dan juga sering dibawa oleh orang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan
tuanya pergi keladang atau kesawah. Soil Transmitted Helminths Pada Anak
Usia 1 – 5 Tahun Di Rw 07 Geringging
Tabel 4. Distribusi frekuensi responden Kecamatan Rumbai Pesisir. JOPS (Journal
terinfeksi cacing berdasarkan jenis kelamin Of Pharmacy and Science), 1(1), 33–39.
pada anak usia 2– 5 tahun. https://doi.org/10.36341/jops.v1i1.374
Maliya, A., & Susilaningsih, E. Z. (2016).
Distribusi spasial kasus kecacingan (Ascaris
Jenis Persentase
lumbricoides) terhadap personal higiene
No Kelaminn Jumlah (%)
anak balita di Pulau Kodingareng
1 Perempuan 7 23,3 Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar
2 Laki-laki 10 33,3 Tahun 2016. Jurnal Epidemiologi UIN
Bebas Alauddin, 2(2), 74–80.
3 cacing 13 43,3 https://doi.org/2443—1141
Total 17 100 Martila, M., Sandy, S., & Paembonan, N. (2016).
Hubungan Higiene Perorangan dengan
Berdasarkan Tabel 4 diatas didapatkan Kejadian Kecacingan pada Murid SD
bahwa distribusi frekuensi responden yang Negeri Abe Pantai Jayapura. Jurnal
berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa Plasma, 1(2), 87–96.
laki-laki berjumlah sebanyak 10 orang anak https://doi.org/10.22435/plasma.v1i2.4538.
(33,3%) dan yang berjenis kelamin perempuan 87-96
berjumlah sebanyak 7 orang anak (23,3%). Matei, Y. T., Rampengan, N., & Warouw, S. M.

121
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

(2013). Hubungan Infestasi Cacing Yang Usus yang Ditularkan Melalui Tanah pada
Ditularkan Melalui Tanah Dan Eosinofilia Pertumbuhan Fisik Anak Usia Sekolah
Pada Siswa Sd Gmim Buha Manado. Jurnal Dasar. Sari Pediatri, 8(2), 112.
E-Biomedik, 1(1), 651–655. https://doi.org/10.14238/sp8.2.2006.112-7
https://doi.org/10.35790/ebm.1.1.2013.4614 Susilawati, N. M., Smaut, R. K., Analis, J.,
Novianty, S., Pasaribu, H. S., & Pasaribu, A. P. Kupang, K., Kupang, P. K., District, K. B.,
(2018). Faktor Risiko Kejadian Kecacingan & Barat, K. K. (2017). Prevalence Parasite
pada Anak Usia Pra Sekolah. J Indon Med Soil Transmitted Helminths In Children Age
Assoc, 2(2), 86–92. 2-9 Years In Residents Works 04 Sub-
Riswanda, Z., & Kurniawan, B. (2016). Infeksi Batakte Districts of West Kupang In 2017
Soil-Transmitted Helminth : Ascariasis , Prevalensi Parasit Soil Transmitted
Trichiuriasis dan Cacing tambang Soil- Helminths Pada Anak Usia 2-9 Tahun Di
transmitted helminth infections : ascariasis , Rukun Warga 04 Kelurahan Batakte
trichiuriasis and hookworm. 5(4), 61–68. Kecamata. (1), 204–211.
Rosyidah, H. N., & Prasetyo, H. (2017). Yudhastuti, R., & Lusno, M. F. D. (2010).
Prevalensi Infeksi Cacing Usus Pada Anak Kebersihan Diri dan Sanitasi Rumah pada
Di Kampung Pasar Keputran Utara, Anak Balita dengan Kecacingan Personal
Surabaya Tahun 2017. Elseveir, 01(01), 97– Hygiene and House Sanitation among
101. https://doi.org/10.20473/jvhs Children Under Five Years Old with
Siregar, C. D. (2016). Pengaruh Infeksi Cacing Helminthiasis. 173–178.

122
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hubungan Uji Diagnostik Widal Salmonella typhi Dengan Hitung Leukosit


Pada Suspek Demam Tifoid

Renowati Renowati , Mila Siti Soleha


STIKes Perintis Padang
Email : renowati01@yahoo.co.id

ABSTRAK

Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang menjadi penyebab dari bakteri salmonella typhi
sampai sekarang masih menjadi masalah di dunia terutama Indonesia karena kurang kebersihan,
bakteri ini masuk secara oral melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dan menginfeksi
saluran cerna, usus, kelenjar limfe usus, selanjutnya menyebar ke aliran darah masuk ke hati dan
limpa, bila kasus ini dibiarkan dapat menimbulkan kematian terutama pada anak. Salah satu uji
skrining untuk menentukan seseorang menderita demam tifoid adalah mengunakan Uji Widal dan
gambaran pemeriksaan darah rutin untuk melihat mekanisme tubuh terhadap. Leukosit diproduksi di
sumsumtulang dan berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap adanya infeksi. Bila bakteri ini
sampai kesumsum tulang maka akan menghambat pembentuan leukosit hal ini juga disebabkan
adanya endotoksin dari bakteri sehingga pada kasus demam tifoid sering terjadinya penurunan jumlah
leukosit. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan uji diagnostik Widal Salmonella
typhi dengan hitung leukosit pada suspek demam tifoid. Metode penelitian observasi analitik desain
cross sectional pada penderita suspek demam tifoid. Uji Widal ditentukan dengan metode slide
aglutinasi, sedangkan untuk menentukan Hitung jumlah leukosit dengan alat Hematology Analyzer.
Analisa statistik yang digunakan adalah uji Chi Square (x²). Hasil uji Widal didapatkan dengan titer
terbanyak 1/160-1/320 sebanyak 56.7% dengan jumlah leukosit normal yaitu 40,0% dan ditemukan
leukopenia 36,6%. Hal ini dapat disimpulkan Terdapat hubungan yang signifikan antara uji widal
dengan hitung jumlah leukosit dengan nilai p 0.006.

Kata kunci : Widal, Leukosit, Demam Tifoid

ABSTRACT

Typhoid fever is a systemic infection that causes salmonella typhi bacteria until now is still a
problem in the world, especially Indonesia because of lack of hygene, this bacterium enters
orally through contaminated food or drinks and infects the digestive tract, intestines,
intestinal lymph nodes, then spreads to blood flow into the liver and spleen, if this case is
allowed to cause death, especially in children. One screening test to determine if someone
has typhoid fever is to use the Widal Test and a picture of routine blood tests to see the body's
mechanism against. Leukocytes are produced in the bone marrow and function as the body's
defense against infection. If this bacterium reaches bone marrow it will inhibit the formation
of leukocytes this is also due to the presence of endotoxins from bacteria so that in the case of
typhoid fever often a decrease in the number of leukocytes. The purpose of this study was to
determine the relationship of Widal Salmonella typhi diagnostic test with leukocyte count in
suspected typhoid fever. The analytic observational research method was cross sectional
design in patients with suspected typhoid fever. Widal test is determined by the slide
agglutination method, whereas to determine the number of leukocytes using the Hematology
Analyzer. The statistical analysis used was the Chi Square (x²) test. Widal test results
obtained with the most titers 1 / 160-1 / 320 as much as 56.7% with normal leukocyte counts
that is 40.0% and found leukopenia 36.6%. It can be concluded that there is a significant
relationship between the widal test and the count of leukocytes with a p value of 0.006.

Keywords: Widal Test, Leukocyte Count, Typhoid Fever.

123
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

PENDAHULUAN dapat pula terjadi jumlah leukosit normal atau


Menurut data World Health Organization leukositosis, pada pemeriksaan hitung jenis
(WHO) pada tahun 2003, terdapat 17 juta kasus leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun
demam tifoid per tahun di dunia dengan jumlah limfopenia (Widodo, 2009).
kematian mencapai 600.000 kasus kematian Tes Widal merupakan tes aglutinasi yang
tiap tahun. Di Indonesia terdapat 900.000 kasus digunakan dalam diagnosis serologi penyakit
dengan angka kematian sekitar 20.000 kasus. demam tifoid atau demam enterik. Tes Widal
Menurut data Hasil Riset Dasar Kesehatan, mengukur level aglutinasi antibodi terhadap
demam tifoid menyebabkan 1,6% kematian antigen O (somatik) dan antigen H (flagellar).
penduduk Indonesia untuk semua umur. Level tersebut diukur dengan menggunakan
Insidensi demam tifoid berbeda pada tiap dilusi ganda serum pada tabung tes. Biasanya,
daerah. Menurut laporan WHO 2003, insidensi antibodi O terlihat pada hari ke 6-8 dan
demam tifoid pada anak umur 5-15 tahun di antibodi H terlihat pada hari ke 10-12 setelah
Indonesia terjadi 180,3/100.000 kasus pertahun munculnya gejala penyakit demam tifoid. Tes
dan dengan prevalensi mencapai 61,4/1000 biasanya dilakukan pada serum akut (serum
kasus pertahun (RISKESDAS, 2011). yang pertama kali diambil saat pertama kali
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi kontak dengan pasien). Minimal harus
sistemik yang disebabkan oleh kuman batang didapatkan 1 ml darah untuk mendapatkan
gram negatif Salmonella typhi maupun jumlah serum yang cukup. Tes Widal memiliki
Salmonella paratyphi A, B, C. Penyakit ini sensitifitas dan spesifisitas rendah. Tes ini
ditularkan melalui makanan atau minuman dapat memberikan hasil negatif sampai 30%
yang terkontaminasi oleh kuman tersebut, dari pembuktian tes kultur yang positif penyakit
dikenal sebagai penularan tinja-mulut demam tifoid (Herawati dkk, 2012).
(Fecaloral). Oleh karena itu penting kebiasaan Pada akhir minggu pertama sejak
untuk cara hidup bersih. Kuman masuk ke timbulnya gejala, kedua titer antibodi baik
saluran cerna, usus dan kelenjar limfe usus, terhadap antigen H maupun O meningkat
selanjutnya melalui aliran darah masuk ke hati menjadi 1:160. Pembentukan antibodi mulai
dan limpa. Penderita juga beragam, mulai dari terjadi pada akhir minggu pertama demam,
usia balita, anak-anak dan dewasa (Ardiansyah, meningkat cepat sampai puncaknya di minggu
2012). keempat, dan tetap tinggi selama beberapa
Demam tifoid disebabkan oleh infeksi minggu. Pada fase akut yang mula-mula timbul
bakteri Salmonella enterica, terutama serotype adalah antibodi terhadap antigen O yaitu pada
Salmonella typhi (S. typhi). Bakteri ini hari ke 6–8, sejak timbulnya gejala (setelah
termasuk kuman Gram negatif yang memiliki sembuh pun dapat menetap 4–6 bulan)
flagel, tidak berspora, motil, berbentuk batang, kemudian diikuti dengan antibodi terhadap
berkapsul dan bersifat fakultatif anaerob antigen H, yaitu pada hari ke 10–12 sejak
dengan karakteristik antigen O, H dan Vi. timbulnya gejala yang jika telah sembuh masih
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis dapat menetap hingga 9–12 bulan (Hanif,
yang timbul pada semua penderita demam 2014).
tifoid ini. Namun, pada anak manifestasi klinis Jumlah leukosit pada demam tifoid juga
demam tifoid tidak khas dan sangat bervariasi bisa normal yang diakibatkan oleh patogenesis
sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Untuk dari demam tifoid itu sendiri. Salmonella
menentukan diagnosis pasti dari penyakit ini melakukan penetrasi ke lapisan mukosa usus,
diperlukan pemeriksaan laboratorium. setelah itu S.typhi akan difagositosis, bakteri ini
Pemeriksaan laboratorium yang dapat justru akan bertahan di dalam sel fagosit yang
digunakan adalah pemeriksaan darah tepi, dapat memberikan perlindungan bagi bakteri
pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan untuk menyebar ke seluruh tubuh dan
biakan kuman, uji serologis, dan pemeriksaan terlindung dari antibodi serta agen-agen
kuman secara molekuler (Rachman, 2011). antimikrobial sehingga tidak terjadi respon
Pemeriksaan laboratorium yang paling tubuh untuk meningkatkan jumlah leukosit.
sering digunakan adalah uji serologis dan lain Selain itu dapat pula ditemukan anemia ringan,
yang biasa dilakukan untuk membantu dalam trombositopenia dan peningkatan laju endap
diagnosis demam tifoid adalah pemeriksaan darah (Widodo, 2009).
darah perifer lengkap dengan gambaran yang Gambaran abnormal pemeriksaan
sering ditemukan berupa leukopenia, namun hematologi yang sering ditemukan pada

124
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

penderita demam tifoid yaitu penurunan jumlah dan Hematologi Analyzer. Bahan Serum, kit
leukosit (leukopenia) dan limfositosis relatif Salmonella typhi O dan H, Yellow tips, Tabung
yang menjadi dugaan kuat diagnosis demam vacum warna kuning dan ungu, neddle, kapas,
tifoid. Pada pasien penderita demam tifoid pada alkohol 70 %, tissu, darah, reagen untuk
2 minggu pertama sakit jumlah leukosit antara Hematologi Analyzer. Sampel penelitian
4.000-6.000/mm3 dan akan turun kembali pada diperoleh dengan cara probability random
2 minggu berikutnya hingga 3.000-5.000/mm3 sampling dengan pendekatan simple random
(Irianto, 2013). sampling. Randominisasi dapat langsung
Endotoksin lipopolisakarida pada S.typhi diaplikasikan sesuai dengan kriteria inklusi dan
dapat menyebabkan leukopenia, sehingga pada eksklusi. Diambil darah pasien yang diduga
hasil laboratorium demam tifoid dapat menderita demam tifoid sebanyak 5 ml
ditemukan leukopenia dan neutropenia, tetapi kemudian dimasukkan kedalam tabung vacum
untuk leukopenia berat (<2000 sel/µl) jarang warna Ungu yang berisi EDTA sebanyak 2 ml
terjadi. Infeksi yang terjadi pada demam tifoid untuk Hitung leukosit dan tabung vacum
dapat 3 menyebabkan penurunan produksi kuning sebanyak 3 ml untuk pemeriksaan
neutrofil sehingga pada hasil laboratorium Widal.
dapat ditemukan neutropenia. Leukopenia
merupakan penurunan jumlah sel darah putih di Pemeriksaan widal
darah perifer yang dapat terjadi karena Letakkan masing-masing 20 µl, 10 µl, 5
berkurangnya jumlah salah satu jenis leukosit µl, 2,5 µl serum pada test slide sesuai antigen
yang umumnya disebabkan oleh penurunan salmonella. Tambahkan masing-masing 50 µl
neutrofil (neutropenia). Hal ini dapat suspense antigen sesuai label antigennya O dan
disebabkan oleh granulopoesis yang tidak H. Kemudian diaduk dengan menggunakan
adekuat atau karena destruksi neutrofil yang batang pengaduk selama beberapa detik. Titer
berlebihan dan dipercepat. Limpa yang antibodi di laporkan sesuai dengan pengenceran
membesar juga dapat menyebabkan percepatan tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi.
pembersihan sel darah putih (Kumar, 2007). Reaksi dinyatakan positif bila terjadi aglutinasi
Berdasarankan paparan diatas peneliti dalam1menit.
bertujuan untuk menentukan bagaimana
hubungan uji widal dengan jumlah leukosit Pemeriksaan leukosit
pada penderita demam tifoid Metode Impedansi (resistensi elektrik) dan
pembauran cahaya (light scattering/optical
METODE PENELITIAN scatter). Prinsip Impedansi didasarkan pada
Penelitian ini merupakan penelitian deteksi dan pengukuran perubahan hambatan
Observasional analitik dengan desain cross listrik yang dihasilkan oleh sel-sel darah saat
sectional yaitu untuk mengetahui Hubungan uji mereka melintasi sebuah flow cell yang dilalui
diagnostik Widal Salmonella typhi O dan H cahaya. Hasil hitung leukosit dengan Analyzer
dengan hitung leukosit pada suspek demam ditampilkan pada lembar hasil sebagai WBC
tifoid. Sampel dalam penelitian ini adalah (White Blood Cell).
penderita yang terdiagnosis klinis Demam Cara Kerja : Masukan darah kedalam tabung EDTA,
Tifoid, sebanyak 30 sampel yang diambil Campur atau homogenkan darah dan EDTA
secara acak. dengan mebolak balikan tabung sebanyak 3x,
Rumus yang digunakan adalah sampel tekan tombol ID untuk mengganti identitas
tunggal estimasi proporsi dengan ketepatan pasien, Masukan darah kedalam alat hematology
relatif (Dahlan, 2009). analyzer, Tunggu hasil nya beberapa menit keluar dari
Rumus besar sampel : alat, print atau catat hasil Leukosit.
n= Za²PQ
d² HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari rumus besar sampel diatas diperoleh Telah dilakukan penelitian observasional
sampel minimal sebanyak 24 orang selanjutnya analitik pada penderita suspek demam tifoid.
di tambah 20 %, sehingga total sampel Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak
sebanyak 30 sampel. Alat dan bahan yang 30 sampel yang berumur kurang dari 60 tahun,
digunakan pada penelitian ini yaitu Spuit 3 cc, sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
torniquet dan Vacutainer clot activator. kertas Dilakukan pemeriksaan uji Widal dan hitung
slide, centrifuge, dan mikropipet, rak tabung leukosit terhadap responden. Karakteristik

125
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

responden secara umum dapat dilihat pada tabel total 30 100


di bawah ini.
Berdasarkan tabel 2 Menunjukkan bahwa
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan sebagian besar responden berjenis kelamin
Umur dan Uji Widal dan Hitung Leukosit perempuan 53.3%, uji Widal pada titer O
Pada Penderita Suspek Demam Tifoid menunjukkan paling banyak pada titer sedang
Variabel Mean ± SD Min Maks (1:160-1:320) sebanyak 43.3% pada titer H
Umur (Th) 29.23 ± 17.50 3 60 paling banyak juga terjadi pada titer sedang
Widal ( O) 1:320 1:80 1:640 (1:160-1:320) sebanyak 56.7%, sementara itu
Widal (H) 1:160 1:80 1:640 untuk jumlah leukosit didapatkan jumlah
Leukosit terbanyak pada jumlah normal 50.0%. Dari
(sel/uL) 5.700 ± 2.74 2.100 14.200 rata-rata umur penderita suspek demam tifoid
adalah 29.23 ± 17.50 tahun dengan umur paling
rendah 3 tahun dan umur paling tinggi 60
Berdasarkan tabel 1 Menunjukkan bahwa tahun. Sebagian besar kasus demam tifoid
rerata umur 29.23 ± 17.50 dengan umur didaerah endemis terjadi pada umur 1-15 tahun.
terendah 3 tahun dan umur tertinggi 60 tahun, Pada penelitian di 5 negara di Asia yaitu China,
rerata uji Widal Titer O 1:320 dengan titer India, Pakistan, Vietnam, dan Indonesia
terendah 1:80 dan titer tertinggi 1:640, rerata menunjukkan bahwa umur 5-15 tahun
uji Widal Titer H 1:160 dengan titer terendah merupakan angka insidensi tertinggi demam
1:80 dan titer tertinggi 1:640, serta rerata tifoid. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan yang
jumlah Leukosit 5.700 ± 2.74 se/µl dengan kurang baik seperti makan di pinggir jalan,
jumlah terendah 2.100 sel/µl dan nilai tertinggi tidak mencuci tangan saat hendak makan dan
14.200 sel/µl. sistem imun yang rendah (Parry, 2011).
Sebagian besarnya perempuan sebanyak
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan (53.3%) dibanding laki-laki sebanyak (46,7%).
Jenis Kelamin dan Uji Widal dan Hitung Hasil ini sama dengan yang dilakukan oleh
Leukosit Pada Penderita Suspek Demam Amery & Saif (2014) di Yaman juga
Tifoid mendapatkan persentase lebih banyak
perempuan dari laki-laki yaitu (62%),
Persentase penelitian lain yang dilakukan oleh Adisti
Variabel F Wulandari (2010) yang mendapatkan
(%)
persentase perempuan lebih banyak dari laki-
Jenis Kelamin:
laki. Berdasarkan teori perempuan lebih rentan
Laki-laki 14 46.7 terkena demam tifoid daripada laki-laki karena
Perempuan 16 53.3 tingkat dari fungsi cell mediated immunity
Uji Widal : perempuan rendah dan fisik perempuan lebih
lemah daripada laki-laki (Nasrudin, 2007).
Titer O Uji Widal mendeteksi aglutinin O
Normal (1:80) 12 40.0 (somatik) dan H (flagel) dengan menggunakan
sedang (1:160-1:320) 13 43.3 antigen O dan H. Antibodi terhadap antigen O
Tinggi (1:640-1:1280) 5 16.7 muncul pada hari ke 6-8 dan antibodi terhadap
antigen H hari ke 10-12 setelah terpapar. Hasil
total 30 100
pemeriksaan uji Widal pada dua titer yaitu O
Titer H dan H didapatkan pada tabel 4.2 titer O dengan
Normal (1:80) 9 30.0 rata-rata 1:320 dengan titer terendah yaitu 1:80
sedang (1:160-1:320) 17 56.7 dan titer tertinggi 1:640, sedangkan pada titer H
Tinggi (1:640-1:1280) 4 13.3 didapatkan rata-rata 1/160 dengan titer terendah
total 30 100 1:80 dan titer tertinggi 1/640.
Kenaikan titer aglutinin yang tinggi pada
Jumlah Leukosit:
spesimen tunggal, tidak dapat membedakan
Rendah (< 5.000 sel/ul) 11 36.6 apakah infeksi tersebut merupakan infeksi baru
Normal (5.000-10.000 atau lama, juga kenaikan titer aglutini terutama
sel/ul) 15 50.0 aglutinin H tidak mempunyai anti diagnostik
Tinggi (> 10.000 sel/ul) 4 13.4

126
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

yang penting untuk demam tifoid, namun masih menyelubungi Sumsum tulang sehingga
dapat membantu dalam menegakkan diagnosis menyebabkan penurunan leukosit yang
tersangka demam tifoid (Algerina, 2008). signifikan (Sagair 2009).
Pada hasil pemeriksaan hitung Leukosit Jika di temukan kenaikan jumlah leukosit
pada di dapatkan rata-rata jumlah leukosit yaitu (leukositosis) pada penderita demam tifoid
5.700 ± 2.74 dengan jumlah leukosit terendah mengindikasi adanya infeksi dalam tubuh
2.100/uL dan jumlah leukosit tertinggi penderita, leukosit akan meningkat untuk
14.200/uL. Demam pada infeksi S. typhi memulai dan mempertahankan mekanisme
berhubungan pula dengan kadar leukosit pasien pertahanan tubuh untuk mengatasi infeksi
sehingga pada penelitian ini dilakukan (Haldar, 2009).
pemeriksaan hitung leukosit pada pasien suspek
demam tifoid. Umumnya kadar leukosit pasien Hubungan Uji Diagnostik Widal dengan
demam tifoid ialah leukopenia atau Hitung Leukosit Pada Penderita Suspek
leukositosis. Namun pada penelitian ini Demam Tifoid
memiliki tiga kategori kadar leukosit yakni Analisa bivariat bertujuan untuk
rendah (leukopenia), normal, dan tinggi mengetahui hubungan antara variabel bebas
(leukositosis). dengan variabel terikat dengan menggunakan
Jumlah sel leukosit rendah pada pasien uji Chi square (x²). Adanya hubungan uji
demam tifoid dikarenakan sel leukosit melawan diagnostik Widal dengan hitung leukosit di
suhu badan yang terlalu tinggi atau melawan tunjukkan dengan nilai p < 0,05. Pengujian
infeksi (Sudoyo, 2006). Bakteri Salmonella secara statistik antara variabel uji Widal dengan
typhi menghasilkan endositoksi yang berupa hitung leukosit pada pasien suspek demam
lipopolisakarida yang menginduksi dan tifoid ditampilkan pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Hubungan Uji Diagnostik Widal dengan Jumlah Leukosit Pada Penderita Suspek
Demam Tifoid
Leukosit
Jumlah p
Widal Normal Abnormal
f (%) f (%) f (%)
Positif 9 30.0 15 50.0 24 80.0
0.006
Negatif 6 20.0 0 0.0 6 20.0
Total 15 50.0 15 50.0 30 100

Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat serologi Widal pada umumnya paling baik pada
hubungan dari uji Widal dengan leukosit, dari minggu kedua dan ketiga, yaitu 95,7%,
hasil diatas di peroleh uji Widal positif dengan sedangkan kenaikan titer pada minggu pertama
jumlah leukosit normal sebanyak (30.0%), uji adalah hanya 85,7%. Karena hal ini sehingga
Widal negatif dengan jumlah leukosit normal saat pengambilan spesimen perlu diperhatikan.
sebanyak (20.0%), uji Widal positif dengan Pemeriksaan tes serologi Widal memerlukan
jumlah leukosit abnormal dua kali pengambilan spesimen, yaitu pada
(leukositosis/leukopenia) sebanyak (50%), dan masa akut dan masa konvalesen dengan interval
uji Widal negatif dengan jumlah leukosit waktu 10-14 hari. Diagnosis ditegakkan dengan
abnormal (leukositosis/leukopenia) sebanyak melihat adanya kenaikan titer lebih atau sama
(0%). Hasil analisa statistik menunjukkan nilai dengan 4 kali titer masa akut, tetapi pada
p-value = 0,006 < 0,05, berarti dapat pelaksanaan dilapangan pengambilan spesimen
disimpulkan ada hubungan antara uji diagnostik menggunakan spesimen tunggal.
Widal Salmonella typhi O dan H dengan hitung Dengan mengetahui kadar leukosit pasien,
leukosit pada suspek demam tifoid di RSUD H. maka menunjukkan respon imun yang berbeda-
Hanafie Muara Bungo tahun 2018. beda setiap pasien. Secara normal, kadar
Pemeriksaan serologi Widal tergantung leukosit pada penderita demam tifoid sangat
pada waktu pengambilan spesimen dan rendah (leukopenia) atau melebihi ambang
kenaikan titer agglutinin terhadap antigen batas (leukositosis).
Salmonella typhi. Kenaikan titer antibodi tes

127
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hubungan antara uji Widal dan hitung http://panji1102.blogspot.com/2009/12/ana


leukosit pada penelitian ini ditunjukkan dengan lisa-apusan-darah-tepi.html [diaskes 12
adanya beberapa pasien suspek demam tifoid Februari 2018]
yang menunjukkan hasil pemeriksaan, semakin Gandasoebrata, R., 2013. Penuntun
tinggi titer Widal semakin rendah jumlah Laboratorium Klinik. Dian Rakyat.
leukosit. Namun ada beberapa pasien suspek Jakarta.
demam tifoid dengan hasil titer tinggi dan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
jumlah leukosit normal. 2006. Pedoman Pengendalian Demam
Hal ini dapat terjadi karena perbedaan Tifoid. Keputusan Menteri Kesehatan
respon imun pasien dan tingkat resistensi Republik Indonesia Nomor 364
terhadap bakteri tersebut. Kasus ini menjadi /MENKES/SK/V/2006. Jakarta.
menarik karena pada penelitian, sebagian hasil Kiswari. (2014) Hematologi dan Transfusi.
penghancuran bakteri Salmonella typhi dalam Jakarta : Erlangga.
proses fagositosis pada akhir minggu kedua Kresno. (2010) Diagnosis dan Prosedur
dapat dikatakan sudah tidak ditemukan lagi Laboratorium. Jakarta : BP FKUI.
Salmonella typhi yang hidup dalam darah, Marleni M. 2012. Ketepatan uji tubex TF
namun masih ada dalam sumsum tulang dibandingkan Nested-PCR dalam
(Handojo, 2004). mendiagnosis demam tifoid pada anak
pada demam hari ke-4. Palembang:
KESIMPULAN Fakultas Kedokteran Universitas
Uji Widal pada titer O dengan titer sedang Sriwijaya.
yaitu 1/160-1/320 sebanyak (43,3%), untuk Nelwan, R.H.H., 2012. ‘Tata Laksana Terkini
titer tinggi sebanyak (16,7 %), dan pada titer H Demam Tifoid’, in Continuing Medical
dengan titer sedang sebanyak (56,7%), untuk Education, Ikatan Dokter Indonesia.
titer tinggi sebanyak (13,4%). Hitung leukosit Jakarta, vol. 39, no. 4, pp. 247-50.
pada suspek demam tifoid di dapatkan hasil Nugraha. (2015) Panduan Pemeriksaan
paling banyak pada jumlah normal yaitu Laboratorium Hematologi Dasar. Jakarta :
(50,0%), sedangkan untuk leukopenia sebanyak CV. Trans Info Medika.
(36,6%), dan leukositosis sebanyak (13,4%). Pearce C, Evelyn. (2014) Anatomi dan
Terdapatnya hubungan bermakna antara uji Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : CV.
Widal dengan hitung Leukosit pada suspek Prima Grafika.
demam Tifoid Putra, A. 2012. Hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu tentang demam tifoid
REFERENSI dengan kebiasaan jajan anak sekolah
Ardiansyah M. 2012. Medikal Bedah Untuk dasar. FK UNDIP. Semarang.
Mahasiswa. Yogyakarta: Diva Press. Rachman, A. F., 2011.’Uji Diagnostik Tes
Baratawidjaja, Karnen G., Rengganis, I., 2010. Serologi Widal Dibandingkan Dengan
Imunologi Dasar Edisi ke-10. Balai Kultur Darah Sebagai Baku Emas Untuk
Penerbit FKUI. Jakarta. Diagnosis Demam Tifoid pada Anak di
D’Hiru. (2013) Live Blood Analysis. Jakarta : RSUD dr. Kariadi Semarang’. FK UNDIP.
PT. Gramedia Pustaka. Sudoyo AW, 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Harahap, N., 2011. ‘Karakteristik Penderita Dalam Jilid 3. Fakultas Kedokteran
Demam Tifoid Rawat Inap Di RSUD Deli Univertas Indonesia. Jakarta.
Serdang Lubuk Pakam’. FK Universitas Tarwoto, NS & Wartonah. (2008) Keperawatan
Sumatera Utara, Medikal Bedah Gangguan Sistem
<http://Repository.USU.2011.pdf>. Hematologi. Jakarta : CV. Trans Info
Diakses tanggal 6 Februari 2018. Medika
Heckner. (2011) Atlas Hematologi.Jakarta : WHO, 2011. The Immunological Basis For
EGC. Immunization Series: Module 20:
Irawan. (2009) Analisa Apus Darah Tepi. Salmonella Enterica Serovar Typhi
Tersedia dalam (Typhoid) Vaccines. WHO. Geneva.

128
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Pengaruh Pemberian Jus Wortel Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi Derajat 1 Lansia Umur 50-70 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tapus
Kabupaten Pasaman Timur

Wilda laila, Nurhamidah Nurhamidah, Leni santika


STIKES Perintis Padang
Email : wildaraziq@gmail.com

ABSTRAK

Penyakit darah tinggi atau hipertensi merupakan penyakit yang digolongkan sebagai the silent
killer (pembunuh diam-diam). Menurut WHO (World Health Organization) Pada tahun 2014
sebanyak 982 juta orang atau 26,4% penduduk di dunia mengalami hipertensi, angka ini kemungkinan
akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Salah satu solusinya yaitu dengan pemberian jus
wortel. Salah satu kandungan wortel yang baik untuk menurunkan atau mengendalikan tekanan darah
adalah kalium. Kalium bersifat sebagai diuretik yang kuat sehingga membantu menjaga
keseimbangan tekanan darah (Junaidi , 2010) Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
pemberian jus wortel terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental quasi. Dilakukan terhadap 16 responden lansia yang berusia 50-
70 tahun tekanan darah diukur dengan menghitung tekanan darah sistolik dan diatolik sebelum dan
sesudah meminum jus wortel. Analisis data menggunakan uji T test Independent berpasangan dengan
α=0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah setelah meminum wortel dalam
bentuk jus sebanyak 200 ml 136/80 mmHg lebih rendah secara signifikan dari sebelum meminum
wortel dalam bentuk jus sebanyak 200 ml 161/100 mmHg (p<0,00). Kesimpulan dari penelitian ini
adalah ada pengaruh pemberian jus wortel terhadap penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi lansia umur 50-70 tahun.

Kata kunci : jus wortel, tekanan darah, hipertensi

ABSTRACT

High blood pressure is a disease that is classified as the silent killer. One solution is by giving
carrot juice. The purpose of this study was to determine the effect of giving carrot juice to the
reduction of blood pressure in patients with hypertension. This research is a quasi experimental
study. Performed on 16 elderly respondents aged 50-70 years, blood pressure was measured by
calculating systolic and diatolic blood pressure before and after drinking carrot juice. Data analysis
using Independent T test test paired with α = 0.05 The results showed that the average blood pressure
after drinking carrots in the form of juice as much as 200 ml 136/80 mmHg was significantly lower
than before drinking carrots in the form of juice as much as 200 ml 161/100 mmHg (p <0,00). The
conclusion of this study is that there is the effect of giving carrot juice to the reduction of blood
pressure in elderly hypertensive patients aged 50-70 years.

Keywords: juice carrots, blood pressure,hypertension

PENDAHULUAN serta produktifitas seseorang dan 90%


Hipertensi sering disebut silent killer merupakan hipertensi esensial yang tidak
karena pada umumnya penderita sering kali diketahui penyebabnya secara pasti.
tidak menyadari dan tidak merasakan gangguan Menurut WHO (World Health
dan gejala. Selain itu jika tekanan darah tidak Organization) Pada tahun 2014 sebanyak 982
terkontrol dengan baik, resiko kematian juta orang atau 26,4% penduduk di dunia
semakin besar bagi penderitanya. elastisitas mengalami hipertensi, angka ini kemungkinan
dan meregang pada arteri besar. Hipertensi akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025.
mempunyai angka mortalitas yang cukup tinggi Penyakit Hipertensi di Indonesia termasuk
dan juga dapat mempengaruhi kualitas hidup kedalam sepuluh besar penyakit dengan angka

129
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

kematian yang cukup tinggi. Pada tahun 2013 diberi jus wortel. Jenis sampel yang digunakan
jumlah kasus hipertensi tercatat sebanyak adalah Purposive Sampling dimana suatu
19.874 kasus dan jumlah kematian akibat pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti
hipertensi tercatat sebanyak 955 kasus (4,81%) sendiri. Jumlah sampel yang peneliti ambil
dan meningkat pada tahun 2014 menjadi sebanyak 16 orang menggunakan rumus
22,216 kasus dan jumlah kematian akibat federer. Prosedur penelitian pada penelitian ini
hipertensi sebanyak 1.122 kasus (5,05%) dimulai dari persiapan alat seperti,
(Kementrian Kesehatan RI, 2014). Berdasarkan spygmomameter, dan bahan yang digunakan
data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) yaitu wortel yang kemudian di jadikan jus
tahun 2013, menunjukan bahwa prefalensi sebanyak 200 ml untuk 1 kali sehari pada pagi
hipertensi di indonesia pada usia > 18 tahun hari selama 7 hari. Data yang diperoleh untuk
mencapai 25,8 %, tertinggi di Bangka Belitung melihat pengaruh pemberian jus wortel
(30,9%) diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), terhadap penurunan tekanan darah ada
Kalimantan Timur (29,6%) serta Jawa Barat penderita hipertensinlansia umur 50-70 tahun di
(29,4%). wilayah kerja puskesmas tapus kabupaten
Berdasarkan data dari RSUD Lubuk pasaman timur, yang menggunakan analisa
Sikaping Kabupaten Pasaman tahun 2018 univariat dan analisa bivariat yang dilakukan
penyakit Hipertensi menepati urutan ke-5 pada analisa statistik uji T-tes Independent.
10 kasus penyakit terbanyak tercatat sebanyak
119 kasus dengan jumlah pengunjung sebanyak HASIL DAN PEMBAHASAN
497 kali pada akhir tahun 2018.
Penatalaksanaan hipertensi terdiri atas Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik
penatalaksanaan nonfarmakologi dan Penderita Hipertensi tahun 2019
farmakologi. Penatalaksanaan farmakologi
menggunakan obat-obatan anti hipertensi.
Karakteristik f %
pengobatan non farmakologi yang dapat
digunakan untuk mengobati hipertensi salah Usia :
satunya yaitu wortel. Wortel (Daucus carota 50-55 tahun 11 68,8
L.) adalah tumbuhan sayur pegunungan yang di 56-60 tahun 0 0
tanam sepanjang tahun. Wortel di kenal sebagai 61-65 tahun 1 6,2
sayuran umbi yang mudah diperoleh di pasaran 66-70 tahun 4 25,0
dan wortel juga tidak mengenal musim panen
sehingga wortel dapat dimanfaatkan untuk Jenis Kelamin :
menurunkan tekanan darah (Basith, 2013). Laki-Laki 3 18,8
Salah satu kandungan wortel yang Perempuan 13 81,2
baik untuk menurunkan atau mengendalikan
tekanan darah adalah kalium. Kalium bersifat Pendidikan :
sebagai diuretik yang kuat sehingga membantu tidak sekolah 3 18,8
menjaga keseimbangan tekanan darah (Junaidi , SD 7 43,8
2010). Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) SMP 3 18,8
asupan kalium SMA 2 12,5
dalam jumlah cukup yang direkomendasikan D3 1 6,2
untuk orang dewasa perharinya adalah 1.600-
2.000 mg atau 40-50 mEq (miliekuivale). Pekerjaan :
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui IRT 5 31,2
pengaruh pemberian jus wortel terhadap Dagang 2 12,5
penurunan tekanan darah pada penderita buruh 3 18,8
hipertensi Petani 6 37,5

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah eksperimen
semu (Quasy Eksperimental) dengan rancangan Pada tabel 1. dapat dilihat bahwa dari 16
One Group Pretest-Postest yaitu dengan responden lebih dari separuh (68,8%) berumur
melakukan pengukuran tekanan darah sebelum 50-55 tahun. Hampir keseluruhan (13 orang)
(Pretest) dan sesudah (Postest) perlakuan yang dari responden berjenis kelamin perempuan

130
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki tekanan darah sebelum diberikan jus wortel
hanya 3 orang (18,8%). hampir separuh adalah 150,77/92,30 mmHg.
(43,8%) berpendidikan SD dan kurang dari
separuh (31,2%) bekerja sebagai petani dan Tabel 3. Tekanan Darah Akhir Sesudah
IRT Pemberian Jus Wortel pada Penderita
Hipertensi
Tabel 2. Tekanan Darah Awal Sebelum
Pemberian Jus Wortelpada Penderita Tekanan Min-
Hipertensi Rerata SD N
Darah Max
Sistolik 135.94 4.553 130-
Tekanan Min- 145
Rerata SD N 16
Darah Max
Sistolik 161.56 6.762 150- Diastolik 80.31 1.250 80-85
170 16
Diastolik 91.88 9.106 80-100 Pada tabel 3didapatkan bahwa rata-rata
tekanan darah pada penderita hipertensi setelah
Pada tabel.2 didapatkan bahwa rata- diberikan Jus Wortel adalah 135,94/80 mmHg
rata tekanan darah pada penderita hipertensi dengan standar deviasi adalah 4,553 mmHg.
sebelum diberikan Jus Wortel adalah 161,56/91 Tekanan darah terendah adalah 130/80 mmHg
mmHg dengan standar deviasi adalah 6,762 dan tertinggi adalah 145/85 mmHg di Desa
mmHg. Tekanan darah terendah adalah 150/80 Padang Gelugur Wilayah Kerja Puskesmas
mmHg dan tertinggi adalah 170/100 mmHg di Tapus KecamatanPadang Gelugur tahun 2019.
Desa Padang Gelugur Wilayah Kerja Hasil penelitian ini sejalan dengan
Puskesmas Tapus Kecamatan Padang Gelugur penelitian yang dilakukan oleh Haris (2012), di
tahun 2019 PSTW Bantul Yogakarta dengan desain
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian quasy experiment, ditemukan bahwa
penelitian yang dilakukan oleh Haris (2012), di mengkonsumsi jus wortel selama lima hari
PSTW Bantul Yogakarta dengan desain berturut-turut kepada 13 responden
penelitian quasy experiment, mengatakan berpengaruh untuk menurunkan tahap
bahwa mengkonsumsi jus wortel selama lima hipertensi. Hasil penelitian ditemukan rata-rata
hari berturut-turut kepada 13 responden tekanan darah sebelum diberikan jus wortel
berpengaruh untuk menurunkan tahap adalah 150,77/92,30 mmHg dan menurun
hipertensi. Hasil penelitian ditemukan rata-rata sesudah diberikan jus wortel yaitu 141,15/87,30
mmHg.

Tabel 4. Perbedaan Sebelum dan Sesudah Pemberian Jus Wortel terhadap Tekanan Darah
pada Penderita Hipertensi

Std. Standar P
Variabel Mean
Deviation Eror value
Sistolik Sebelum 161.56 6.762 1.691 0,000
Sesudah 136.00 4.706 1.215 0,000
Diastolik Sebelum 91.88 9.106 2.276 0,000
Sesudah 83.75 13.723 3.431 0,000

Berdasarkan tabel 4.diperoleh rata-rata statistic didapatkan p value 0,000 yang berarti
tekanan darah sistolik penderita hipertensi ada pengaruh antara tekanan darah sistolik
sebelum pemberian jus wortel adalah 161,56 penderita hipertensi sebelum dan
mmHg dengan standar deviasi 6,762 mmHg. setelahdiberikan jus wortel. Sedangkan rata-
Sedangkan rata-rata tekanan darah sistolik rata tekanan darah diastolik penderita hipertensi
setelah pemberian jus wortel adalah 136,00 sebelum pemberian jus wortel adalah 91,88
dengan standar deviasi 4,706 mmHg. Hasil uji dengan standar deviasi 9,106. Sedangkan rata

131
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

rata tekanan darah diastolik setelah pemberian Gendong Sari Wijirejo Pandak Bantul
jus wortel adalah 83,75 dengan standar deviasi Yogyakarta. Stikes Aisyiyah Yogyakarta.
13,723. Hasil uji statistik didapatkan sig 0,000 Basith, Abdul. 2013. Kitab Obat Hijau.
yang berarti ada pengaruh antara tekanan darah Cara-cara Ilmu Sehat Dengan Herbal. Solo:
diastolik penderita hipertensi sebelum dan Tinta Madina.
setelah diberikan jus wortel. Hasil perbedaan Jain, Ritu, 2011. Pengobatan Alternatif
tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah Untuk Mengatasi Tekanan Darah. Gramedia
perlakuan berada pada kategori prehipertensi. Pustaka Utama, Jakarta.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Parwanti F, Indriasari FN. Efektivitas
yang dilakukan oleh Fitri (2013) yang meneliti Konsumsi Juice Wortel Terhadap Perubahan
tentang ”Efektifitas Kosumsi Jus Wortel Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Dusun Gedongsari Wijirejo Pandak Bantul
Penderita Hipertensi di Dusun Gendong Sari Yogyakarta (Dectoral dissertation,
Wiji Rejo Pandak Bantul Yogyakarta”. Hasil STIKES’Aisyiyah (Yogyakarta).
penelitian menunjukan bahwa jus wortel efektif Rachman, f. 2011. Berbagai Faktor Yang
menurunkan tekanan darah systole dan diastole Berhubungan Dengan Hipertensi.Fakultas
pada penderita hipertensi (p = 0,038). Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
Tela, I. (2017). Pengaruh Pemberian Jus
KESIMPULAN Wortel (Daucus Carota L.) Terhadap
Rata-rata tekanan darah pada penderita Perubahan Tekanan Darah Pada Penderita
hipertensi sebelum diberikan Jus Wortel adalah Hipertensi Di Wilayah Kerja UPK Puskesmas
161,56/91 mmHg di DesaPadang Gelugur Pal Tiga Kecamatan Pontianak Kota. Naskah
Wilayah Kerja Puskesmas Tapus Publikasi. Universitas Tanjungpura Pontianak.
KecamatanPadang Gelugur tahun 2019. Rata- Wijayakusuma, H.2007. Penyembuhan
rata tekanan darah pada penderita hipertensi Dengan Wortel. Pustaka Populer Obor. Jakarta
setelah diberikan Jus Wortel adalah 135,94/80 Yaniar, (2008). 5 Kasiat Wortel. Diakses
mmHg diDesaPadang Gelugur Wilayah Kerja pada 20 Agustus 2018 dari http://lempu-
Puskesmas Tapus KecamatanPadang Gelugur org.co.cc
tahun 2019. Ada pengaruh antara tekanan darah
penderita hipertensi sebelum dan setelah
diberikan jus wortel diDesaPadang Gelugur
Wilayah Kerja Puskesmas Tapus
KecamatanPadang Gelugur tahun 2019.
Penggunaan jus wortel sebagai antihipertensi
sebagai salah satu alternatif untuk menurunkan
tekanan darah dan diaplikasikan pada penderita
untuk mengatasi pemasalahan hipertensi.
Penurunan tekanan darah banyak faktor
yang mempengaruhi yaitu, usia, jenis kelamin,
aktifitas fisik, asupan makanan, sosial ekonomi,
pengetahuan, dll. Untuk penelitian selanjutnya
perlu membuat kontrol penelitian dengan
melihat asupan lansia selain jus wortel

REFERENSI
Riset kesehatan dasar(Riskesdas). 2013.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Junaidi,I. 2010. Hipertensi Pengenalan
Pencegahan Dan Pengobatan, PT Bhuana Ilmu
Populer, Jakarta.
Fitri Parwanti. 2013. Efektifitas Kosumsi
Juice Wortel Terhadap Perubahan Tekanan
Darah Pada Penderita Hipertensi di Dusun

132
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Dampak Gangguan Muskoloskeletal Akibat Pekerjaan Pada Perawat di RSI Siti


Rahmah Padang Tahun 2019

Zifriyanthi Minanda Putri, Dewi murni, Esthika Ariany Maisa,


Ilfa Khairina, Muthmainnah
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
Email : zifriyanthi@gmail.com

ABSTRAK

Gangguan muskoloskeletal akibat pekerjaan digambarkan sebagai gangguan ketidaknyamanan


yang dirasakan oleh pekerja pada sistem muskoloskeletal dan merupakan kategori penyakit tidak
menular. Gangguan muskoloskeletal akibat pekerjaan dapat berdampak negatif terhadap kepegawaian,
pelayanan perawatan yang secara langsung mempengaruhi pasien dan institusi. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mengeksplorasi pengalaman perawat
terkait dampak gangguan muskoloskeletal akibat pekerjaan di RSI Siti Rahmah Padang. Data dari
penelitian ini diperoleh dari 7 partisipan. Data diperoleh melalui wawancara dengan partisipan yang
direkam setelah itu dibuat dalam bentuk transkrip wawancara. Hasil penelitian ditemukan 3 tema
pengalaman perawat terkait dampak gangguan muskoloskeletal akibat pekerjaan. Partisipan
menyatakan: gangguan muskuloskeletal dirasakan mengganggu pekerjaan perawat; mengurangi
keluhan dengan minum obat pereda nyeri, pemijatan, beristirahat, dan mengikuti terapi anjuran dokter
untuk perbaikan nyeri; berharap adanya pemeriksaan kesehatan rutin/ berkala di tempat kerja untuk
mencegah & meminimalisir dampak gangguan muskoloskeletal yang dirasakan Disarankan rumah
sakit memiliki strategi ergonomic dalam mencegah dan mengatasi gangguan muskoloskeletal akibat
pekerjaan terutama pada perawat.

Kata kunci : Dampak, Gangguan muskoloskeletal, Perawat

ABSTRACT

Occupational musculoskeletal disorders are explained as discomfort experienced by workers in


the musculoskeletal system and are a category of non-communicable diseases. Occupational
musculoskeletal disorders can have a negative impact on staff, care services that directly affect
patients and institutions. This research was a qualitative research. The purpose of this study was to
explore nurses' experiences related to the impact of musculoskeletal disorders due to work in Islamic
Hospital Siti Rahmah Padang. Data from this study were obtained from 7 participants. Data obtained
through interviews with recorded participants and then made in the form of interview transcripts. The
results found 3 themes of nurses' experiences related to the impact of musculoskeletal disorders due to
work. Participants stated: musculoskeletal disorders were felt to interfere with the work of nurses;
reduce complaints by taking painkillers, massaging, resting, and following therapies recommended by
doctors to relieve pain; expect routine / regular health checks at work to prevent & minimize the
impact of perceived musculoskeletal disorders. It is recommended that hospitals have an ergonomic
strategy to prevent and overcome musculoskeletal disorders due to work, especially in nurses.

Keywords : Impact, musculoskeletal disorders, nurses

PENDAHULUAN infeksi, radiasi, bahan-bahan kimia yang


Rumah sakit merupakan tempat kerja yang berbahaya, gas anestesi, gangguan psikososial
memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan dan ergonomi serta adanya potensi bahaya-
dan kesehatan pasien, keluarga, sumber daya bahaya lainnya yaitu kecelakaan (peledakan,
manusia rumah sakit serta lingkungan rumah kebakaran, kecelakaan yang berhubungan
sakit (PMK No. 66 tahun 2016). Potensi bahaya dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber
di rumah sakit berupa penyakit-penyakit cedera lainnya). Cedera yang terjadi tersebut

133
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

menyebabkan rumah sakit dapat menjadi muskoloskeletal pada perawat dengan jenis
tempat yang berbahaya dan berisiko tinggi penelitian kuantitatif. Belum banyaknya
untuk keselamatan kerja (KMK, 2010). penelitian yang mengekplorasi terkait
Perawat secara global merupakan tenaga gangguan muskoloskeletal akibat pekerjaan
kerja terbanyak dan memiliki peran yang unik pada perawat, menjadikan peneliti tertarik
dalam mencapai tujuan kesehatan bagi seluruh untuk melaksanakan penelitian dengan jenis
masyarakat melalui pemberian layanan kualitatif.
keperawatan (Premji dan Hatfild, 2016). RSI Siti Rahmah memiliki Visi: “Bekerja
Perawat mempunyai peran penting dalam Menjadi Rumah Sakit Pilihan Terbaik di
sistem pelayanan kesehatan yaitu memberikan Sumatera Barat Dengan Pelayanan Yang
serta menyediakan layanan kesehatan primer, Islami:. RSI Siti Rahmah memiliki layanan
sekunder dam tersier (Dawson, Mclennan, Poliklinik. IGD, Rawat Inap dan layanan
Schiller, Jull, & Hodges, 2007). Aktivitas yang penunjang. Untuk mencapai visi rumah sakit
dilakukan perawat dalam menangani pasien tersebut tentu diperlukan tenaga keperawatan
serta interaksi dengan lingkungan fisik berisiko yang sehat secara fisik dan mental dalam
terjadinya gangguan muskoloskeletal. melayani pasien yang berkunjung ke rumah
Studi yang dilakukan rumah sakit umum di sakit. Tujuan penelitian ini adalah
Klang Valley Malaysia menggambarkan dari mengeksplorasi pengalaman perawat terkait
376 sampel perawat, terdapat 88.6% perawat dampak gangguan muskoloskeletal akibat
mempunyai pengalaman selama hidupnya pekerjaan di RSI Siti Rahmah Padang.
menderita gangguan muskoloskeletal dan
73.1% yang merasakan gangguan METODE PENELITIAN
muskoloskeletal dalam 12 bulan terakhir. Jenis penelitian ini adalah kualitatif
Bagian tubuh yang bermasalah adalah leher dengan pendekatan fenomenologi. Teknik
(48,9%), kaki (47,2%), punggung atas (40,7%) Pengambilan Sampel menggunakan snowball
dan bahu (36,9%) dimana mayoritas responden sampling. Jumlah partisipan dalam penelitian
mengungkapkan masalah yang dirasakan ini sebanyak 7 orang, karena data sudah
adalah nyeri sedang. Kurang dari 25% perawat dianggap mencapai saturasi. Pengumpulan data
tersebut juga mengungkapkan setuju bahwa pada penelitian ini dilakukan dengan
gangguan muskoloskeletal mempengaruhi menggunakan teknik wawancara mendalam (in-
kualitas hidupnya (Azma et al., 2016). depth-interview). Tujuan wawancara untuk
Gangguan muskoloskeletal akibat mengungkapkan secara mendalam pengalaman
pekerjaan dapat berdampak negatif terhadap perawat terkait gangguan muskoloskeletal
kepegawaian, pelayanan perawatan yang secara akibat pekerjaan. Analisis pada penelitian
langsung mempengaruhi pasien dan institusi kualitatif ini menggunakan analisis isi (content
(Randal et al, 2010 dalam Rogers, B., Buckheit. analysis). Menurut Dharma K (2011) langkah-
K., Otendorf. J, 2013). Cedera dan nyeri langkah dalam melakukan content analysis
punggung memiliki dampak besar pada adalah : 1) Membuat transkrip data; 2)
efisiensi kerja tenaga keperawatan. Perawat Menentukan meaning unit; 3) Meringkas dan
menempati posisi ketujuh tertinggi dari semua mengorganisir data; 4) Melakukan abstraksi
pekerjaan yang mengambil hari libur kerja data, Abstraksi data dibagi dalam 3 tahap,
akibat cedera punggung (Bureau of Labor yaitu: koding, membuat kategori, menyusun
Statistic, 2002 dalam Dawson et al, 2007). Hal tema; 5) Mengidentifikasi variabel dan
lainnya adalah penundaan pekerjaan akibat sifat hubungan antara variabel secara kualitatif; 6)
kronis dari penyakit tersebut (S. E. Kim, 2013). Menarik kesimpulan.
Akibat cedera tersebut 600.000 pekerja
kehilangan pekerjaannya setiap tahunnya, HASIL DAN PEMBAHASAN
(Malone, 2000; Maul, Läubli, Klipstein, & Karakteristik Partisipan
Krueger, 2003, dalam Sharafkhani et al., 2014). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah
Menurut Gropelli & Corle, 2010 dalam tujuh orang : satu orang laki-laki dan 6 orang
(Buckheit & Ostendorf, 2013) 12% perawat perempuan. Usia partisipan dalam rentang usia
meninggalkan profesinya setiap tahun karena 24 samapi 40 tahun. Tingkat pendidikan
cedera punggung akibat kerja. partisipan terdiri dari: 4 orang D3
Penelitian terdahulu banyak menampilkan Keperawatan, 2 orang Ners, 1 orang S2
data-data hasil penelitian terkait gangguan Keperawatan. Masa Kerja partisipan bervariasi

134
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

yaitu: 1 orang dengan masa kerja 2 tahun, 1 perawat-perawatnya minimal sekali


orang dengan masa kerja 3 tahun, 3 orang setahunlah” (P2)
dengan masa kerja 8 tahun, 1 orang dengan “Adanya skrinning, atau medical check up
masa kerja 10 tahun, 1 orang dengan masa bagi karyawan secara berkala” (P6)
kerja 11 tahun. Ruangan tempat partisipan Semua partisipan berharap adanya
bekerja: poliklinik, IGD, Kamar Operasi, ICU pemeriksaan kesehatan secara berkala yang
serta rungan rawat inap. diadakan oleh rumah sakit.
Gangguan muskoloskeletal memberikan
Keluhan terhadap gangguan dampak yang merugikan bagi perawat baik
muskuloskeletal dirasakan mengganggu secara biologis, psikologis, sosial, dan juga
pekerjaan perawat . organisasi. Ip, Gober & Rostykus (2016)
Pernyataan partisipan terkait dampak dari menyatakan gangguan muskuloskletal
gangguan muskuloskeletal yang dirasakan memberikan dampak terhadap lingkungan
perawat adalah sebagai berikut : kerja. Dampak yang dirasakan adalah berupa
“Pekerjaan jadi terganggu karena kurang fokusnya perawat serta adanya
biasanya cepat, bisa lari, bisa kejar sana kejar hambatan terhadap pemanfaatan berbagai
sini gitu, tapi karena nyeri, kita sesuaikan sumber daya kerja yang ada. sehingga hal ini
dengan keadaan kita..” (P1) mengakibatkan penggunaan waktu optimum
“Saat kerja itu jadinya nggak nyaman, kerja terhadap berbagai aktivitas intervensi
bagaimana gitu getar-getar kayak gitu yang dilakukan lebih panjang. Hal ini dapat
beberapa hari setelah itulah. jadi gak nayaman disimpulkan cedera muskuloskletal membuang
aja rasanya atau tidak maksismal saat ini, saat waktu kerja efektif perawat.
kerja itu” (P4) Cedera muskoloskletal akan memberikan
Satu partisipan lainnya mengeluhkan tidak dampak secara biologis pada perawat berupa
bias berdiri terlalu lama saat bekerja, penurunan massa otot, penurunan efisiensi
sedangkan dua partisipan lainnya menyatakan penggunaan otot dan penurunan ketahanan
susah untuk bekerja. tulang intervetebra. Hal ini akan menggiring
penurunan produktivitas kerja perawat
Mengurangi keluhan dengan minum obat dikarenakan penurunan daya tahan dan
pereda nyeri, pemijatan, beristirahat, dan perburukan mobilitas. Ketika dua hal tersebut
mengikuti terapi anjuran dokter untuk terjadi perawat akan kehilangan kemampuan
perbaikan nyeri di tulang belakang (seperti: untuk melakukan pemindahan, pengangkatan,
berenang, tidur di tempat datar dan keras). dan pedorongan pasien sehingga menurunkan
fungsi perawatan langsung terhadap pasien
Cara mengurangi keluhan gangguan (Watson, 2008, Vinstrup, 2017).
muskoloskeletal diungkapkan partisipan berupa Sebagian partisipan mengeluhkan
pernyataan sebagai berikut: gangguan muskoloskeletal yang dirasakan
“Cuma minum analgetik” (P1) mengganggu pekerjaan yang dilakukan. Berikut
“Dianjurkan berenang kalo tidur pake beberapa pernyataan partisipan:
triplek” (P2) “Pekerjaan jadi terganggu karena
“..dipijit-pijit aja paling dikasih-kasih biasanya cepat, bisa lari, bisa kejar sana kejar
balsem” (P4) sini gitu, tapi karena nyeri, kita sesuaikan
“Kalau dalam situasi bekerja, paling ya dengan keadaan kita..” (P1)
istirahat” (P6) Gangguan muskoloskeletal mengakibatkan
rasa nyeri, sakit kronis, stres psikologis, dan
Berharap adanya pemeriksaan kesehatan keterbatasan pergerakan sehingga memberikan
rutin/ berkala di tempat kerja untuk batasan terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-
mencegah & meminimalisir dampak hari. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
gangguan musculoskeletal yang dirasakan. sehari-hari memunculkan keluhan fisik yang
Pada tema ini didapatkan pernyataan menurunkan kualitas hidup penderita (S. E.
perawat terkait harapannya mencegah serta Kim, 2013; Yan, 2017.
meminimalisir dampak gangguan Pengobatan pada gangguan
muskoloskeletal yang dirasakan : muskoloskeletal akibat pekerjaan terdiri dari
“Harapannya gini Buk supaya pihak latihan kekuatan, stimulasi listrik, modalitas
Rumah Sakit mengadakan MCU terhadap panas dan dingin serta suntikan. Penelitian

135
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

menunjukkan bahwa stimulasi listrik dalam sistem kerja termasuk waktu kerja, jenis
mengurangi nyeri dan kejang otot bersifat pekerjaan pelayanan kesehatan serta organisasi
sementara waktu. Kemanjuran modalitas panas yang mempertimbangkan hubungan berbagai
dan dingin, bukti yang mendukungnya tidak elemen dalam sistem.
kuat. Serta penggunaan suntikan sebagai
pengobatan untuk nyeri punggung bawah KESIMPULAN
bukanlah intervensi yang andal (S. E. Kim, Penelitian ini untuk mengetahui
2013). pengalaman perawat terkait dampak gangguan
Intervensi ergonomis merupakan salah muskoloskeletal akibat pekerjaan di RSI Siti
satu intervensi yang diusulkan dalam Rahmah Padang. Hasil penelitian ditemukan
pencegahan dan pengobatan gangguan terdapat 3 tema utama yaitu: 1) Keluhan
muskuloskeletal akibat pekerjaan. Intervensi terhadap gangguan muskoloskeletal dirasakan
ergonomi dalam pencegahan cedera mengganggu pekerjaan perawat (pelayanan); 2)
muskuloskeletal memiliki hasil yang Mengurangi keluhan dengan minum obat
menjanjikan. Intervensi ergonomi bertujuan pereda nyeri, pemijatan, beristirahat, dan
mengetahui penyebab dan faktor yang mengikuti terapi anjuran dokter untuk
berkontribusi terhadap cedera muskuloskeletal. perbaikan nyeri di tulang belakang (sepert:
Intervensi ergonomi berupa pendidikan berenang, tidur di tempat datar dan keras); 3)
ergonomi, modifikasi perilaku, peregangan dan Berharap adanya pemeriksaan kesehatan rutin/
latihan singkat untuk mencegah cedera berkala di tempat kerja untuk mencegah dan
muskuloskeletal (S. E. Kim, 2013). meminimalisir dampak gangguan
Penelitian Ricci, Chiesi, & Bisio (2016) muskoloskeletal yang dirasakan.
menyatakan pemberian pelatihan yang
berkelanjutan terkait upaya keselamatan kerja REFERENSI
termasuk di dalamnya pelatihan keselamatan American Nurses Association. (2011). ANA
ergonomis memberikan penurunan cedera 2011 health & safety survey report.
muskuloskletal. Pemberian pelatihan teknis Retrieved from www.nursingworld.org
mencakup kompetensi fungsi organisasi, Azma, N. B., Noah, R., & Azma Amin Jeffrey,
komunikasi, dan proses sosialisasi kerja N. (2016). Work Related Musculoskeletal
perawat. Disorders in Female Nursing Personnel:
Rumah sakit sebagai insitusi harus mulai Prevalence and Impact. International
memberikan perhatian serius dalam menangani Journal of Collaborative Research on
permasalahan ini untuk meningkatkan angka Internal Medicine & Public Health, 8(3),
produktivitas petugas kesehatan dan 294–315.
mengurangi pengeluaran pembiayaan sehingga Carayon, P. (2012) Human Factors and
dapat terus berkompetisi dalam peningkatan Ergonomics in Health Care and Patient
kualitas layanan kesehatan pada masyarakat. Safety. Second Edition. Boca Raton, FL:
Strategi pencegahan kecelakaan kerja CRC Press.
terkait cedera muskoloskeletal amat penting Dawson, A. P., Mclennan, S. N., Schiller, S. D.,
diakukan mengingat dampaknya pada individu Jull, G. A., & Hodges, P. W. (2007).
dan organisasi. Stategi pencegahan dilakukan systematic review, 642–650.
pada tahapan individu dan organisasi. Carayon https://doi.org/10.1136/oem.2006.030643.
(2006) menyatakan faktor manusia dan Dharma., K.K. (2011). Metodologi Penelitian
ergonomi dalam pelayanan kesehatan dan Keperawatan: Panduan Melaksanakan
keselamatan pasien terdiri dari tiga domain dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta:
yaitu : (1) ergonomi fisik, yang berkaitan Tran Info Media.
dengan aktivitas fisik termasuk disain alat Dyck, Dianne E G. (2015). Are We Making A
kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan Difference? Work Absence Changes.
ruangan pasien yang memepertimbangkan Journal : The Official Publication of the
kekuatan fisik dan keterbatasan manusia; (2) Ontario Occupational Health Nurses
ergonomi kognitif, yang berkaitan dengan Association; Toronto Vol. 34, Iss. 1.
proses mental termasuk rancangan teknologi Kim, S. E., Chun J., Hong, J. (2013).
informasi dan program pelatihan ; dan (3) Ergonomic Interventions as a Treatment
ergonomi organisasi, yang berkaitan dengan and Preventative Tool for Work-Related
sistem sosioteknik dan disain keseluruhan Musculoskeletal Disorders, 6(3), 339–348.

136
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Kim, S. A., Oh, H. S., Suh, Y. O., & Seo, W. S. safety training A systematic review with
(2014). An integrative model of workplace meta-analysis, 28(6), 355–377.
self-protective behavior for Korean nurses. https://doi.org/10.1108/JWL-11-2015-
Asian Nursing Research, 8(2), 91–98. 0087
https://doi.org/10.1016/j.anr.2014.05.00 Rogers, B., Buckheit. K., Otendorf. J. (2013).
Paul Leigh. J., Markis, Carrie A., MariaIosif. Ergonomics and Nursing in Hospital
Ana,. Romano. PS. (2014). Environments. Workplace Health &
California’nurse-to-patient ratio law and safety. Vol. 61, No. 10.
occupational injury. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian
Ricci, F., Chiesi, A., & Bisio, C. (2016). Kuantitatif Kualitatif Dan R & D.
Effectiveness of occupational health and Bandung: Penerbit Alfabeta.

137
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Determinan Faktor Kepuasan Kerja Petugas Puskesmas Dalam Tantangan Pencapaian


Jaminan Kesehatan Semesta Di Kabupaten Merangin

Novia Susianti
Balitbangda Provinsi Jambi, Telanaipura, Jambi
Email : susiantinovia@gmail.com

ABSTRAK

Tenaga kesehatan dihadapkan pada tantangan dalam menghadapi pencapaian Jaminan


Kesehatan Semesta, menjamin efektifitas pelaksanaan paket manfaat, peningkatan cakupan
pelayanan, serta bagaimana negara menghasilkan, mendistribusikan dan mempertahankan tenaga
kesehatan yang mendukung Universal Health Coverage. Sementara fenomena yang ditemukan, tidak
meratanya pemenuhan petugas kesehatan pada unit pelayanan kesehatan (Puskesmas) saat ini, dengan
keengganan petugas kesehatan berada pada puskesmas dengan jumlah pesertanya lebih sedikit, yang
tentunya akan berdampak pada kinerja unit pelayanan kesehatan tersebut. Penelitian ini mendukung
upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Merangin di dalam memberikan motivasi
kerja petugas kesehatan yang telah dilakukan dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kepuasan kerja petugas puskesmas di Kabupaten Merangin, terdiri dari insentif non
finansial, insentif finansial, hubungan dengan rekan kerja, supervisi, retensi dan motivasi petugas
kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan kepuasan kerja petugas puskesmas di Kabupaten Merangin
masih perlu ditingkatkan dengan memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan
kerja pegawai tersebut yaitu faktor insentif non finansial, insentif finansial, faktor hubungan dengan
rekan kerja, dan faktor motivasi. Sementara itu, faktor penentu kepuasan kerja yaitu insentif finansial,
faktor hubungan dengan rekan kerja, serta faktor motivasi. Dengan faktor penentu paling besar yaitu
insentif finansial. Pemberian insentif finansial yang telah diberikan perlu lebih memperhatikan beban
kerja dan kondisi geografis dari puskesmas tersebut, tanpa mengabaikan promosi dan pengembangan
karir pegawai serta peningkatan hubungan interpersonal antar pegawai dalam menciptakan suasana
kerja yang kondusif.

Kata Kunci: Kepuasan Kerja; Insentif Finansial; Petugas Puskesmas; Kabupaten Merangin

ABSTRACT

Health workers are faced with challenges in meeting the achievement of Universal Health
Insurance, ensuring the effectiveness of the implementation of the benefit package, increasing service
coverage, as well as how the country produces, distributes and maintains health personnel that
support Universal Health Coverage. While the phenomenon found, the uneven fulfillment of health
workers in health service units (Puskesmas) at present, with the reluctance of health workers to be at
puskesmas with fewer participants, which will certainly have an impact on the performance of the
health service unit. This research supports the efforts made by the Merangin District Government in
providing work motivation for health workers that have been carried out by determining the factors
that influence job satisfaction of puskesmas staff in Merangin District, consisting of non-financial
incentives, financial incentives, relationships with colleagues , supervision, retention and motivation
of health workers. The results showed job satisfaction of puskesmas officers in Merangin District still
needed to be improved by taking into account the factors related to employee job satisfaction, namely
non-financial incentives, financial incentives, relationship factors with colleagues, and motivational
factors. Meanwhile, the determinants of job satisfaction are financial incentives, relationship factors
with coworkers, and motivational factors. With the biggest determining factor, financial incentives.
Providing financial incentives that have been given needs to pay more attention to the workload and
geographical conditions of the puskesmas, without neglecting the promotion and career development
of employees as well as improving interpersonal relationships between employees in creating a
conducive work atmosphere.

138
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Keywords: Job Satisfaction; Financial Incentives; Puskesmas staff; Merangin Regency

PENDAHULUAN Selain itu, tidak meratanya jenis tenaga


Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) kesehatan tertentu padahal tenaga kesehatan
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) tersebut sangat dibutuhkan, terlebih ditemukan
layanan kesehatan Dinas Kesehatan beberapa puskesmas dengan status puskesmas
kabupaten/kota yang bertanggung jawab tertentu yang jelas membutuhkan tenaga
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di kesehatan jenis tertentu, akan tetapi tidak dapat
satu atau sebagian wilayah kecamatan. dipenuhi. Terdapatnya fenomena proses
Puskesmas merupakan ujung tombak kepindahan dari tenaga kesehatan di kabupaten
pembangunan kesehatan di Indonesia, untuk yang terkadang tidak menggunakan alur proses
meningkatkan kesadaran, kemauan, kepindahan pegawai yang sesuai semakin
kemampuan hidup bagi setiap orang agar memperberat kondisi. Hasil penelitian Susianti,
terwujud derajat kesehatan masyarakat optimal, dkk, 2016, menemukan terdapat pola distribusi
yang bertanggung jawab utama dalam yang tidak merata antar puskesmas di Provinsi
penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan Jambi untuk jenis ketenagaan tertentu (Susianti,
kesehatan di wilayah kabupaten/kota. dkk, 2016).
Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan yang Kondisi tersebut apabila tidak diatasi
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat sedini mungkin tentu akan memengaruhi
dan perorangan tingkat pertama, pencapaian Jaminan Kesehatan Semesta.
mengutamakan upaya promotif dan prefentif Mas’ud (2002) menyatakan, pada suatu
untuk meningkatkan derajat kesehatan organisasi, Sumber Daya Manusia (SDM)
masyarakat (Permenkes, 2014). merupakan asset penentu yang harus
Penyedia layanan kesehatan merupakan diberdayakan dalam menjaga keberlanjutan
inti dari sistem kesehatan, mengurangi rasa organisasi tersebut. Organisasi dituntut untuk
sakit dan penderitaan, mencegah penyakit dan mampu mengelola unsur manusia dengan
mengurangi resiko. Jumlah tenaga kesehatan segala potensi yang dimilikinya seefektif
dan kualitas pelayanan berhubungan positif mungkin sehingga diperoleh sumber daya
dengan cakupan imunisasi, jangkauan manusia yang puas (satisfied) dan memuaskan
perawatan primer dan kelangsungan hidup ibu, (satisfactory) bagi organisasi (Mas’ud, 2002).
bayi dan anak. Kapasitas dan kepadatan Robbins (2003) juga menyatakan hal yang
distribusi dokter juga telah terbukti dalam sama, bahwa pencapaian hasil kerja optimal
berlangsungnya pelayanan kesehatan. oleh seorang karyawan dapat didorong melalui
Secara konseptual, tenaga kesehatan pencapaian kepuasan kerja karyawan tersebut.
dihadapkan pada tantangan menghadapi Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi
pencapaian Jaminan Kesehatan Semesta, menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu
bagaimana menjamin efektifitas pelaksanaan demikian pula sebaliknya (Robbins, 2003).
paket manfaat, peningkatan cakupan pelayanan, Herzberg mengemukakan teori dua faktor
serta bagaimana negara menghasilkan, (two factor theiry) dimana situasi yang
mendistribusikan dan mempertahankan tenaga memengaruhi sikap seseorang terhadap
kesehatan yang mendukung Universal Health pekerjaannya terbagi menjadi dua kelompok
Coverage. Sementara ditemukan fenomena saat satisfiers atau motivator factor dan kelompok
ini dengan adanya pemberian insentif oleh dissatisfier atau hygiene factors. Satisfier factor
badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan atau faktor motivasi ialah faktor-faktor yang
dengan sistem pembayaran berbasis kinerja, menjadi sumber kepuasan kerja yang terdiri
dimana terdapat ketimpangan insentif antar dari karakteristik pekerjaan, prestasi kerja,
puskesmas dengan jumlah peserta yang banyak peluang untuk berkembang, tanggung jawab,
dan sedikit, yang tentunya hal ini sedikit kemampuan dan pengakuan/penghargaan.
banyaknya dilatarbelakangi oleh kondisi Sedangkan dissastisfier atau hygiene factor
geografis puskesmas tersebut. Hal tersebut akan ialah faktor-faktor yang menjadi sumber
berdampak pada keinginan dari pegawai ketidakpuasan kerja yang terdiri dari mutu
puskesmas dengan peserta yang sedikit untuk hubungan antar privadi, mutu supervisi,
pindah ke puskesmas dengan jumlah prosedur organisasi, pengawasan kerja, kondisi
kepesertaannya banyak. kerja, gaji/upah dan jaminan kerja (As’ad,
2000).

139
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Mengingat tantangan yang dihadapi, Tahap pertama menentukan wilayah puskesmas


menciptakan petugas kesehatan yang tetap dengan kriteria letak geografis, yaitu wilayah
mempertahankan motivasi sebagai landasan pegunungan, daerah transmigrasi dan
pencapaian kinerja yang baik menjadi sesuatu perkotaan. Tahap kedua yaitu memilih
hal yang harus diperhatikan dengan serius, responden secara random sampling dengan
terlebih dalam menciptakan pemerataan mengelompokkan petugas untuk mewakili
pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai masing-masing kelompok berdasarkan tupoksi
konsep Universal Health Coverage. Demikian yang ada di puskesmas tersebut sebanyak 30
pula halnya dengan petugas kesehatan, orang dengan kriteria telah bekerja minimal 1
terutama di puskesmas dalam kabupaten tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan
Merangin, dengan kondisi wilayah geografis wawancara terstruktur dan observasi dengan
yang cukup bervariasi dan akses yang cukup mengumpulkan data terkait penelitian. Analisis
jauh. Sehingga dirasa perlu untuk melakukan data dilakukan secara univariat untuk
identifikasi terhadap kepuasan kerja petugas menjelaskan secara deskriptif dan persentase
puskesmas dengan harapan dapat diambil dari variabel yang diteliti. Analisis bivariat
langkah-langkah upaya peningkatan kepuasan untuk menjelaskan variabel-variabel yang
kerja karyawan dan peningkatan kinerja dari berhubungan dengan kepuasan pegawai
organisasi. puskesmas di Kabupaten Merangi,
Kabupaten Merangin merupakan menggunakan uiji Chi-Square Untuk melihat
kabupaten yang telah memberikan insentif atas hasil kemaknaan, perhitungan statistik
kelebihan kerja bagi tenaga kesehatan dengan digunakan batas kemaknaan 0,05 dan nilai
membayar per jam dari kelebihan kerja Confidence interval (CI) sebesar 95% sehingga
tersebut. Hasil wawancara dan pengamatan bila hasil analisis statistik menunjukkan nilai P
yang dilakukan terdapat gejala diantaranya ≤ 0,05 dan nilai 95% CI tidak melewati angka
yaitu masih banyak petugas yang berusaha satu maka secara statistik dikatakan
mencari tambahan penghasilan baik di dalam berhubungan bermakna, tapi bila nilai P > 0,05
maupun diluar jam kerja, beberapa petugas dan nilai 95% CI melewati angka satu maka
merasa tidak nyaman ketika bekerja, ada secara statistik dikatakan tidak ada hubungan
persepsi bahwa pelaksanaan supervisi belum yang bermakna. Penentuan variable yang paling
optimal dan tidak objektif, ada yang berpengaruh menggunakan analisis
mengungkapkan terlalu banyak tugas yang multivariate, dengan uji logistic berganda.
tidak sesuai dengan tupoksinya, dan peluang
berkembang yang sangat kurang karena HASIL PENELITIAN
minimnya program-program pelatihan.
Penelitian ini mendukung upaya yang Deskripsi Frekuensi Responden Penelitian
telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Berdasarkan Variabel Penelitian
Merangin di dalam memberikan motivasi kerja Responden yang ditemukan pada
petugas kesehatan yang telah dilakukan dengan penelitian ini yaitu sebanyak 15 orang laki-laki
menentukan faktor-faktor yang berpengaruh (16,7%) dan perempuan 75 orang (83.3%).
terhadap kepuasan kerja petugas puskesmas di Distribusi responden berdasarkan jabatan
Kabupaten Merangin, terdiri dari insentif non responden di tempat kerja (Puskesmas) terdiri
finansial, insentif finansial, hubungan dengan dari dokter 16 orang (17.80%), tenaga
rekan kerja, supervisi, retensi dan motivasi kesehatan 71 orang (78.9%) dan non tenaga
petugas kesehatan. kesehatan 3 orang (3.3%), dengan jenis
ketenagaan kesehatan yaitu medis 19 orang
METODE PENELITIAN (21.10%), paramedis 68 orang (75,60%), non
Penelitian ini merupakan penelitian kesehatan yaitu 3 orang (3,30%).
deskriptif kuantitatif cross sectional di Berdasarkan status kepegawaian, sebanyak
Kabupaten Merangin, yaitu Puskesmas Muara 56 orang dari 90 orang (62.2%) adalah PNS,
Madras sebagai puskesmas yang mewakili diikuti kontrak daerah sebanyak 14 orang
wilayah pegunungan, puskesmas Pamenang (15.50%), tenaga sukarela 13 orang (14.40%)
mewakili puskesmas wilayah transmigrasi, dan dan PTT/Nusantara Sehat 7 orang (7.78%).
Puskesmas Pematang Kandis yang mewakili Latar belakang pendidikan pada saat bekerja
puskesmas wilayah perkotaan. Sampel dipilih yaitu S1 29 orang ( 32.20%), D3/D1 55 ornag
secara purposive sampling dengan 2 tahap. (61.11%) dan SMA sederajat yaitu 6 orang

140
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

(6.60%). Sedangkan pendidikan tertinggi pada hanyak 4 orang (4.44%). Untuk lebih jelas
saat penelitian dilakukan yaitu S1 29 orang dapat dilihat pada tabel berikut:
(34.4%), D3 yaitu 54orang (60%) dan SMA

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Karakteristik Jumlah %

Jenis Tenaga Kesehatan Dokter 16 17.80


Nakes 71 78.90
Non Nakes 3 3.30
Jenis Kel Laki-laki 15 16.70
Perempuan 75 83.30
Jenis Nakes Medis 19 21.10
Paramedis 68 75.60
Non Medis 3 3.30
Status Kepegawaian PNS 56 62.20
PTT/Nus Sehat 7 7.78
Kontrak Daerah 14 15.50
Sukarela 13 14.40
Pend. Masuk Kerja S1 29 32.20
D3/D1 55 61.11
SMA sederajat 6 6.60
Pend. Saat Ini S1 31 34.44
D3 54 60
SMA sederajat 4 4.44

Gambar 1. Persentase Distribusi Karakteristik Responden

100,00% 78,90% 83,30%


75,60%
62,20% 61,11% 60%
50,00% 32,20% 34,44%
17,80% 16,70% 21,10% 15,50%
14,40%
3,30% 3,30% 7,78% 6,60% 4,44%
0,00%
Laki-laki

Non Medis

Sukarela
Paramedis

S1

S1
Nakes

Kontrak Daerah

SMA sederajat

SMA sederajat
PNS

D3/D1
Non Nakes

Medis

D3/D1
Dokter

Perempuan

PTT/Nus Sehat

Jabatan Jenis Kel Jenis Nakes Status Pend. Masuk Pend. Saat Ini
Kepegawaian Kerja

141
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Persentase distribusi responden berdasarkan variabel yang diteliti pada grafik berikut:

80,00% 67,70% 64,60% 67,70%


61,60%
58,60% 59,60%
60,00% 50,50%
40,40% 40,40%
40,00% 23,20% 29,30% 32,30%
26,30% 23,20%
20,00%

0,00%

Baik
Baik

Baik

Kurang
Kurang Puas

Cukup

< UMK
Puas

Ada

Tidak Ada
Kurang Baik

Kurang Baik
≥ UMK
Kurang

Kepuasan Insentif Insentif Rekan Supervisi Motivasi Retensi


Kerja Non Finansial Kerja
Finansial

Grafik 2. distribusi responden berdasarkan variabel

Hubungan Insentif Non Finansial dengan puas, yaitu sebanyak 14 orang (48.3%)
Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas di dibandingkan dengan responden dengan
Kabupaten Merangin insentif non finansal nya cukup. Sementara itu,
hasil uji hubungan menunjukkan terdapat
Hasil analisis hubungan antara insentif non hubungan yang sifnifikan antara insentif non
financial dengan kepuasan kerja petugas finansial dengan tingkat kepuasan pegawai
puskemas di Kabupaten Merangin diperoleh puskesmas di kabupaten Merangin, dengan
bahwa responden dengan insentif non finansial hasil p value=0.002. (Tabel 2).
yang kurang lebih banyak menyatakan kurang

Tabel 2. Hubungan Insentif Non Finansial dengan Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas di
Kabupaten Merangin

Kepuasan Kerja Total


Insentif Non
Finansial Kurang Puas Puas n % OR 95% p
n % n %
Kurang 14 48.30 15 51.70 29 100 5.393 (1.953- 0.002
Cukup 9 14.80 52 85.20 61 100 14.887)
Jumlah 23 25.60 67 74.40 90 100

Hasil penelitian menunjukkan terdapat Merangin, dimana terlihat adanya peningkatan


hubungan signifikan antara insentif non pendidikan pegawai dari pada saat awal masuk
finansial dengan kepuasan kerja petugas menjadi PNS atau tenaga honor. Penelitian lain
puskesmas di Kabupaten Merangin. Pemberian yang dilakukan oleh Desmaryani, 2014 di
penghargaan tidak semata dalam bentuk uang, RSUD Raden Mattaher, ditemukan promosi
dan hal tersebut memberikan pengaruh yang terhadap karyawan berpengaruh positif
cukup positif di dalam kepuasan karyawan. terhadap kepuasan dan berdampak pada kinerja
Kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan Hubungan antara Insentif Finansial dengan
pendidikan dalam pengembangan karir Kepuasan Kerja Petugas Puskesmas di
merupakan bentuk yang dapat diberikan dalam Kabupaten Merangin.
pemberian insentif non finansial. Hal tersebut
telah terbukti pada penelitian di kabupaten

142
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hasil analisis hubungan antara insentif UMK. Sementara itu, hasil uji hubungan
finansial dengan kepuasan kerja petugas menunjukkan terdapat hubungan yang
puskemas di Kabupaten Merangin diperoleh sifnifikan antara insentif finansial dengan
bahwa responden dengan insentif finansial < tingkat kepuasan pegawai puskesmas di
UMK lebih banyak menyatakan kurang puas, kabupaten Merangin, dengan hasil p
yaitu sebanyak 22 orang (37.9%) dibandingkan value=0.001. (Tabel 3).
dengan responden dengan insentif finansal ≥

Tabel 3. Hubungan Insentif Finansial dengan Kepuasan Kerja Puskesmas Puskesmas di


Kabupaten Merangin.

Kepuasan Kerja Total


Insentif Finansial OR
Kurang Puas Puas n % 95% p
n % n %
18.944
< UMK 22 37.90 36 62.10 58 100 0.001
(2.413-
≥ UMK 1 3.10 31 96.90 32 100 148.749)
Jumlah 23 25.60 67 74.40 90 100

Hasil penelitian juga menunjukkan Hubungan antara Rekan Kerja dengan


terdapat hubungan yang signifikan antara Kepuasan Kerja Petugas Puskesmas di
insentif finansial dengan kepuasan kerja Kabupaten Merangin.
pegawai puskesmas di Kabupaten Merangin.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang Hasil analisis hubungan antara rekan
dilakukan oleh Ruky, 2001, yang menyatakan kerja dengan kepuasan kerja petugas puskemas
kompensasi gaji dan insentif dapat memberikan di Kabupaten Merangin diperoleh bahwa
kontribusi terhadap pengingkatan semangat responden yang menyatakan kurang baik
kerja, dan prestasi kerja, dengan adanya rasa memiliki hubungan kerja dengan rekan kerja,
puas dari karyawan. Wahyudin juga ternyata lebih banyak yang menyatakan kurang
melaporkan kompensasi yang diterima pegawai puas (50%), dibandingkan yang memiliki
berkaitan erat dengan kepuasan kerja dan hubungan yang baik (15.6%). Hasil uji
kinerja karawan di lingkungan Dinas hubungan menunjukkan terdapat hubungan
Kebersihan Surakarta (Wahyudin, 2005). yang sifnifikan antara hubungan dengan rekan
kerja finansial dengan tingkat kepuasan
pegawai puskesmas di kabupaten Merangin,
dengan hasil p value=0.002 (Tabel 4).

Tabel 4. Hubungan antara Rekan Kerja dengan Kepuasan Kerja Puskesmas di Kabupaten
Merangin.

Kepuasan Kerja Total


Hub Rekan Kerja OR
Kurang Puas Puas n % 95% p
n % n %
1.038
Kurang Baik 13 50.0 13 50.0 23 100 (0.352- 0.002
Baik 10 15.6 54 84.4 50 100 3.060)
Jumlah 23 25.60 67 74.40 90 100

Hubungan rekan kerja dengan kepuasan hubungan personel antara sesama pekerja
kerja pegawai pada penelitian ini menunjukkan sangat menentukan tingkat retensi dari
hal yang signifikan. Sebagaimana diketahui, seseorang terhadap faktor yang mempengaruhi

143
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

kepuasannya dalam bekerja (Mangkunegaran, Hubungan antara Persepsi Mutu Supervisi


2006). Supervisi atau peran penyelia dengan Kepuasan Kerja Petugas Puskesmas
memegang peranan penting dalam di Kabupaten Merangin.
mengendalikan perilaku karyawan atau Hasil analisis hubungan antara persepsi
bawahannya, dan hal tersebut merupakan faktor mutu supervisi dengan kepuasan kerja petugas
ekstrinsik yang dapat mempengaruhi kepuasan puskemas di Kabupaten Merangin diperoleh
dari karyawan (Mangkunegara, 2006). Akan bahwa responden yang menyatakan persepsi
tetapi hal tersebut tidak ditemukan pada mutu supervisi kurang baik lebih banyak yang
penelitian ini. Demikian pula halnya dengan merasakan kurang puas dengan jumlah 6 orang
retensi. Walaupun responden dengan adanya (26.10%), dibandingkan dengan responden
retensi lebih banyak yang mengaku kurang yang menyatakan supervisi oleh atasan sudah
puas, akan pola hubungan menunjukkan tidak baik. Akan tetapi, hasil uji hubungan
signifikan. menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
sifnifikan antara insentif finansial dengan
tingkat kepuasan pegawai puskesmas di
kabupaten Merangin, dengan hasil p value=1.
(Tabel 5).

Tabel 5. Hubungan antara Persepsi Mutu Supervisi dengan Kepuasan Kerja Puskesmas di
Kabupaten Merangin.

Kepuasan Kerja Total


Persepsi Mutu OR
Supervisi Kurang Puas Puas n % 95% p
n % n %

Kurang Baik 6 26.10 17 73.90 23 100 1038 1.000


(0.352-
Baik 17 25.40 50 74.60 50 100 3.060)
Jumlah 23 25.60 67 74.40 90 100

Hubungan antara Retensi dengan Kepuasan jumlah 12 orang (33.3%), dibandingkan dengan
Kerja Puskesmas di Kabupaten responden yang menyatakan yang mengaku
Merangin. tidak mengalami retensi. Akan tetapi, hasil uji
hubungan menunjukkan tidak terdapat
Hasil analisis hubungan antara retensi hubungan yang sifnifikan antara retensi dengan
dengan kepuasan kerja petugas puskemas di tingkat kepuasan kerja pegawai di kabupaten
Kabupaten Merangin diperoleh bahwa Merangin, dengan hasil p value=0.257. (Tabel
responden yang menyatakan terdapat retensi 6).
lebih banyak merasakan kurang puas dengan

Tabel 6. Hubungan antara Retensi dengan Kepuasan Kerja Puskesmas di Kabupaten


Merangin.

Kepuasan Kerja Total


Retensi Ya Tidak n % OR 95% p
n % n %
Ada 12 33.30 24 66.7 36 100 1.955 0.257
Tidak Ada 11 20.40 43 79.60 54 100 (0.749-
5.097)
Jumlah 23 25.60 67 74.40 90 100

144
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hubungan antara Motivasi dengan banyak menyatakan kurang puas dengan


Kepuasan Kerja Petugas Puskesmas di jumlah 17 orang (42,50%), dibandingkan
Kabupaten Merangin. dengan mmotivasi yang baik dengan jumlah 6
orang (12%). Hasil uji hubungan menunjukkan
Hasil analisis hubungan antara motivasi terdapat hubungan yang sifnifikan antara
dengan kepuasan kerja petugas puskemas di motivasi dengan kepuasan kerja, dengan hasil p
Kabupaten Merangin diperoleh bahwa value=0.002. (Tabel 7).
responden dengan motivasi yang kurang lebih

Tabel 7. Hubungan antara Motivasi dengan Kepuasan Kerja Puskesmas di Kabupaten


Merangin.

Kepuasan Kerja Total


Motivasi OR
Kurang Puas Puas n % 95% p
n % n %
5.420
Kurang 17 42.50 23 57.50 40 100 (1.881- 0.002
Baik 6 12.00 44 88.00 50 100 15.622)
Jumlah 23 25.60 67 74.40 90 100

Motivasi merupakan faktor penentu kepuasan kerja, namun juga dapat lebih
terhadap kepuasan kerja pegawai yang berasal termotivasi.
dari dalam diri pribadi si pegawai tersebut.
Motivator merupakan faktor-faktor yang Model Faktor Dominan yang Berhubungan
berkontribusi pada sikap positif (kepuasan dengan Kepuasan Kerja Petugas Puskesmas
kerja) yang akan meningkatkan motivasi kerja di Kabupaten Merangin
seseorang. Faktor motivator dapat terdiri dari
prestasi yang diraih, pengakuan terhadap hasil Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat
kerja, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan
pengembangan karir. Apabila seorang tenaga Dalam penelitian ini terdapat 6 variabel
kesehatan tidak mencapai kepuasan kerja dan yang diduga berhubungan dengan kepusan
tidak pula termotivasi dipenuhi oleh hal-hal kerja pegawai puskesmas di Kabupaten
yang berkaitan dengan hygiene (demotivator) Merangin yaitu insentif non financial, insentif
hanya akan menghasilkan tenaga kesehatan financial, hubungan rekan kerja, supervisi,
yang berada dalam kondisi tidak puas namun motivasi dan retensi. Untuk membuat model
tidak termotivasi. Sedangkan bila diberi multivariate keenam variabel tersebut terlebih
pemenuhan faktor motivator maka tenaga dahulu dilakukan analisis bivariat dengan
keseahtan diharapkan tidak hanya mendapat variabel dependen (kepuasan kerja). Hasil
analisis bivariat antara variabel independen
dengan dependen disajikan pada tabel berikut:

Tabel 8. Hasil Analisis Bivariat antara Insentif Non Finansial, Insentif Finansial, Hubungan
Rekan Kerja, Supervisi, Motivasi dan Retensi dengan Kepuasan Kerja.

No Variabel Log-Likelihood G p Value


1 Insentif Non Finansial 91.215 11.089 0.001
2 Insentif Finansial 85.892 16.412 0.000
3 Hubungan Rekan Kerja 91.519 10.785 0.001
4 Supervisi 102.300 .005 0.946
5 Motivasi 91.241 11.063 0.001
6 Retensi 100.422 1.882 0.170

144
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Dari hasil uji di atas, ternyata ada lima variabel yang p valuenya <0.25 yaitu insentif non
financial, insentif finansial, hubungan signifikan dan merupakan model prediksi
rekan kerja, motivasi dan retensi, dan dengan terbaik dalam menentukan kepuasan kerja
demikian kelima variabel ini yang masuk ke petugas puskesmas di Kabupaten Merangin,
dalam model multivariate. yaitu insentif finansial, hubungan rekan kerja
dan motivasi. Sedangkan variable yang sangat
Pembuatan Model Faktor Penentu menentukan yaitu insentif finansial dengan
Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas di nilai OR 17,262. Hasil analisis multivariat
Kabupaten Merangin dapat dilihat pada tabel berikut:

Hasil akhir pada analisis multivariat yang


ditemukan yaitu terdapat tiga variable yang

Tabel 9. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Insentif non Finansial, Insentif
Finansial, Hubungan Rekan Kerja, Motivasi dan Regresi dengan Kepuasan Kerja

95,0% C.I.for EXP(B)


B df p Wald OR Lower Upper
Step 1a insentifkat 2.849 1 .010 17.262 1.991 149.645
relankat1 1.755 1 .006 5.785 1.667 20.078
motivkat1 1.793 1 .005 6.005 1.725 20.901
Constant -7.800 1 .000 .000
P value=0.000
KESIMPULAN pegawai puskesmas berdasarkan kondisi
Kepuasan kerja pada pegawai puskesmas geografis dari puskesmas yang ditempati. Perlu
di Kabupaten Merangin masih perlu diberikan upaya peningkatan keeratan
ditingkatkan. Hal tersebut dapat dilakukan hubungan interpersonal antar pegawai di dalam
dengan memperhatikan faktor-faktor yang menciptakan suasana kerja yang kondusif.
berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai
tersebut, yang pada penelitian ini ditemukan REFERENSI
yaitu faktor insentif non finansial, insentif Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian, Suatu
finansial, faktor hubungan dengan rekan kerja, Pendekatan Praktek, Jakarta.
dan faktor motivasi. Dalam upaya peningkatan Mas’ud, Fuad, 2001. Mitos Manajemen Sumber
kepuasan kerja pegawai puskesmas di Daya Manusia , Semarang, Program
Kabupaten Merangin, yang tentunya akan Magister Manajemen. Program Magister
menentukan kinerja puskesmas tersebut, Sains Akuntansi UNDIP.
ditemukan faktor penentu kepuasan kerja Mangkunegara, A.A, Anwar Prabu, 2006.
pegawai yaitu insentif finansial, faktor Manajemen Sumber Daya Manusia,
hubungan dengan rekan kerja, serta faktor Perusahaan, Bandung: Remaja Rosda
motivasi. Dan ditemukan pula faktor yang Karya.
paling kuat untuk menentukan kepuasan kerja Kemenkes 2014. Permenkes No 75 Tahun 2014
pegawai puskesmas di Kabupaten Merangin tentang Puskesmas.
yaitu insentif finansial. perlu dukungan Susianti.N., Guspianto, Sotianingsih, Martin.J.,
kebijakan terkait insentif finansial kepada 2016. Kinerja Puskesmas dalam
pegawai puskesmas di Kabupaten Merangin, Implementasi Program JKN_BPJS di
yang sebelumnya telah diberikan oleh Provinsi Jambi.
Pemerintah Kabupaten Merangin dengan Wahyudin, 2004. Pengaruh Kompensasi,
memperhatikan beban kerja dan Kondisi Pendidikan dan Senioritas terhadap
geografis dari puskesmas tersebut, tanpa Produktivitas Kerja di Lingkungan Dinas
mengabaikan promosi dan pengembangan karir Kebesrsihan dan Pertamanan Kota
pegawai tersebut. perlu dikaji kembali pola Surakarta. Jurnal Manajemen Program
pemberian insentif yang telah dilakukan, Pasca Sarjana, Universitas
dengan mempertimbangkan pola distribusi Muhammadiyah, Surakarta.

145
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hubungan Dukungan Sosial Dan Ketersedian Informasi Terhadap Perilaku


Kesiapsiagaan Menghadapi Erupsi Gunung Merapi Pada Siswa SMP N 2
Kab. Tanah Datar

Kalpana Kartika, Yaslina Yaslina


STIKes Perintis Padang
Email : ananopa@gamail.com. yaslina03@yahoo.com.

ABSTRAK

Kesiapsiagaan juga mencakup tindakan yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan untuk
melakukan tindakan darurat untuk melindungi property dari kerusakan dan kekacauan akibat bencana.
Wawancara yang dilakukan kepada 5 orang siswa yang berada dikawasan rawan bencana belum
menentukan apa yang akan dilakukan pada saat erupsi terjadi.Tujuan mengetahui Hubungan
Dukungan Sosial Dan Ketersedian Informasi Terhadap Perilaku Kesiapsiagaan Menghadapi Erupsi
Gunung Merapi Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional, populasi dalam penelitian ini seluruh siswa SMP N 2 Tanjung Baru
sehingga diambil sampel sebesar 67 orang.Teknik pengambilan sampel yaitu multistage random
sampling dimana semua sampel diacak. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Hasil analisis
univariat didapat 47,8% siswa yang memiliki dukungan sosial yang kurang baik dalam perilaku
kesiapsiagaan, 55,2% siswa yang memiliki ketersediaan informasi yang kurang baik, 55,2% siswa
yang memiliki perilaku kesiapsiagaan yang kurang baik, terdapatnya hubungan yang bermakna antara
dukungan sosial dengan perilaku kesiapsiagaan dengan nilai p = 0,004 dengan OR 5,077 dan
terdapatnya hubungan yang bermakna antara kertersediaan informasi dengan perilaku kesiapsiagaan
dengan nilai p = 0,003 dengan nilai OR 5,400.Kesimpulan Terdapat Hubungan yang bermakna
Aktifitas Dailing Living (ADL) Dengan Mekanisme Koping Pada Pasien Kanker Yang Menjalani
Kemoterapi Dipoli Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi Tahun 2019.

Kata kunci :Bencana,Dukungan Sosial, Ketersediaan Informasi, Perilaku Kesiapsiagaan

ABSTRACT

Preparedness also includes measures designed to enhance the ability to take emergency
measures to protect property from damage and disruption caused by disasters. Interviews conducted
to 5 students who are in disaster prone areas have not determined what will be done when the
eruption occurs The purpose of this study to determine the relationship of social support and
availability of information on the behavior of preparedness to face the eruption of Mount Merapi. The
research design used is descriptive analytic design with cross sectional approach, the population in
this study all students of SMP N 2 TanjungBaru so that taken the sample of 67 people. The sampling
technique is multistage random sampling where all samples are randomized. The data were collected
by questionnaire. The result of univariate analysis was 47.8% of students with poor social support in
preparedness behavior, 55.2% of students with poor information availability, 55.2% of students with
poorly prepared behavior, between social support and preparedness behavior with p value = 0,004
with OR 5,077 and there is significant relation between availability of information with behavior of
preparedness with value p = 0,003 with OR value 5,400. Conclusion that there is a social support
relationship, availability of information with preparedness behavior. It is expected that teachers will
give more socialization and motivation related to disaster preparedness so that the students have
good preparation in facing eruption of mountain disaster.

Keywords : Availability of Information,Disaster, Preparedness Behavior,Social Support

PENDAHULUAN peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


UU No. 24 Tahun 2017, pasal 1 mengancam dan mengganggu kehidupan dan
menerangkan, bahwa bencana merupakan suatu penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik

146
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

oleh faktor alam atau faktor non alam, maupun Tanah Datar terletak diantara 3 buah gunung.
faktor manusia, sehingga menyebabkan Yaitu Gunung Merapi, Gunung Singgalang,
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan dan Gunung Sago. Diantara seluruh kecamatan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak yang ada di kabupaten Tanah Datar, 3
psikologis (, Tentang penanggulangan bencana kecamatan diantaranya terletak pada ketinggian
pasal 1) 750 meter sampai dengan 1.000 meter diatas
Bencana yang terjadi dapat dibagi permukaan laut, yakni Kecamatan Salimpaung,
berdasarkan sifatnya sebagai alamiah maupun Kecamatan Tanjung Baru dan kecamatan X
buatan manusia dan mengakibatkan penderita koto (Pusat Vulkanologi dan Mitagasi Bencana
dan kesengsaraan sehingga korban bencana Geologi Worseno Bukittinggi, 2014).
membutuhkan bantuan orang lain untuk Pada tanggal 04 Juni sampai dengan 06
memenuhui kebutuhannya. Secara lebih juni 2017 menunjukkan eskalasi yang
sederhana pengertian bencana adalah kejadian meningkat tajam. Gunung api aktif ini
yang membuatuhkan usaha ekstra keras, lebih mengeluarkan abu vulkanik. Erupsi Merapi
dari respon terhadap situasi kedaruratan biasa mencapai radius tiga kilometer.Dampak erupsi
(Keliat, 2011). kali ini lebih dirasakan oleh masyarakat,
Di Indonesia Selama Tahun 2016 terjadi dibanding sebelumnya.Daerah yang terkena
766 bencana banjir, 612 longsor, 669 puting siraman abu vulkanik yaitu Kecamatan
beliung, 74 kombinasi banjir dan longsor, 178 Batipuh, dan Batipuh selatan, Kabupaten Tanah
kebakaran hutan dan lahan, 13 gempa, 7 Datar. Erupsi tersebut telah terjadi sebanyak 45
gunung meletus, dan 23 gelombang pasang dan kali dalam kurun waktu 3 hari, tidak ada korban
abrasi.Dampak yang ditimbulkan bencana telah jiwa akibat erupsi tersebut, dan masyarakat
menyebabkan 522 orang meninggal dunia dan diharapkan terus waspada, (Kantor Pusat
hilang, 3,05 juta jiwa mengungsi dan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,
menderita, 69.287 unit rumah rusak dimana 2017).
9.171 rusak berat, 13.077 rusak sedang, 47.039 Survey awal yang peneliti pada bulan
rusak ringan, dan 2.311 unit fasilitas umum Oktober 2017 lalu, tepatnya di SMP N 2
rusak. Tanjung Baru Kabupaten Tanah Datar Tahun
Sumatera Barat sendiri juga sering terjadi 2017, didapatkan dari 5 siswa yang
erupsi atau letuasan gunung merapi.Sumatera diwawancarai, tidak mengetahui tindakan yang
Barat memiliki beberapa gunung berapi, akan diambilnya pada saat terjadinya letusan
diataranya adalah Gunung Sago, Gunung gunung merapi, apa yang akan dilakuakan
Talang, Gunung Singgalang, Gunung Marapi. ketika terjadinya erupsi merapi, belum
Gunung Marapi merupakan gunung setinggi menentukan tempat yang aman untuk
2.891 meter di atas permukaan laut berlindung jika terjadi letusan gunung merapi.
pengurangan resiko bencana seperti kegiatan Hal tersebut juga sesuai dengan keadaan
pencegahan, kegiatan mengurangi dampak dilapangan, yaitu dari hasil wawancara
bencana (mitigasi), dan kesiapsiagaan dalam langsung kepada siswa, siswa tersebut mereka
menghadapi bencana, serta menerapkan sistem pada dasarnya mengatakan belum adanya di
peringatan dini disamping penanganan bencana berikan dukungan serta informasi mengenai
(Bappenas, 2006).Dalam hubungan ini, kesiapsiagan menghadapi erupsi gunung merapi
informasi dan dukungan dari pemerintahan, dari pihak luar maupun dalam jika mereka
yang berkaitan dengan kejadian bencana sangat belum mendapatkan dukungan maupun
diperlukan baik untuk kesiapsiagaan saat informasi dari pihak sekolah, apa tindakanyang
tanggap darurat maupun pasca-bencana di akan lakukan jika terjadinya erupsi gunung
pengungsian. Kesiapsiagaan ini dapat merapi secara tiba-tiba.
melibatkan tenaga kesehatan atau non Berdasarkan fenomena diatas, maka
kesehatan yang salah satunya adalah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
perawat.Perawat dapat memiliki andil dalam yang berjudul” hubungan dukungan social dan
kesiapsiagaan masyarakat, memberikan ketersedian informasi terhadap perilaku
pelatihan dalam kesiapsigaan bencana sebagia kesiapsiagaan mengahadapi erupsi gunung
bagian dari keperawatan disaster. merapi pada siswa SMP N 2 Tanjung Baru
Kabupaten Tanah Datar merupakan salah Kabupaten Tanah Datar Tahun 2018. Tujuan
satu kabupaten berada dalam Provinsi Sumatera penelitian ini adalah untuk menganalisis
Barat, dengan ibu kota Batusangkar. Kabupaten hubungan dukungan sosial dan ketersedian

147
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

informasi terhadap perilaku kesiapsiagaan dihargai, berharga dan merupakan bagian dari
mengahadapi erupsi gunung merapi pada siswa lingkungan sosialnya.
SMP N 2 Tanjung Baru Kab, Tanah Datar Menurut king, (2010) bahwa dukungan
Tahun 2018. sosial (sosial support) adalah informasi dan
umpan balik dari orang lain yang menujukkan
bahwa seorang dicintai dan diperhatikan,
METODE PENELITIAN dihargai dan dihormati, dan dilibatkan dalam
Penelitian ini menggunakan desain jaringan komunikasi dan kewajiban yang
Deskriptif Analitik dan metode Cross Sectional. timbal balik.
Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
SMP N 2 Tanjung Baru Kab. Tanah Datar. Caplin (2002) menggambarkan dukungan sosial
Peneliti memilih tempat ini.Karena sekolah dengan perilaku kesehatan yang dimiliki,
tersebut merupakan yang terdekat dengan dimana (60%) responden memiliki sikap baik
gunung merapi dan rawan terhadap bencana dan (40%) memiliki sikap yang kurang baik.
erupsi, sehingga dampak jika bencana erupsi Menurut asumsi peneliti siswa Memiliki
gunung merapiakan dirasakan pada wilayah dukungan social yang kurang baik tentang
ini.Penelitian dilakukan pada Tanggal 12 perilaku kesiapsiagaan menghadapi erupsi
Februari s.d 12 Maret 2018 di SMP N 2 gunung merapi perlu ditingkat dalam dukung
Tanjung Baru Kab. Tanah Datar. Populasi social bagi siswa.Supaya tahu bagai mana
penelitian ini adalah 200 orang.Sampel dalam penting nya dalam dukung social terhadap
penelitian ini adalah 67 orang perilaku kesiapsiagaan menghadapi erupsi
responden.Teknik yang digunakan dalam gunung merapi.
penentuan sampel untuk penelitian ini
purposive sampling.Alat yang digunakan dalam Tabel .2 Distribusi Frekuensi Ketersediaan
penelitian ini menggunakan kuesioner atau Informasi Pada Siswa SMP N 2 Tanjung
angket. Baru Kab.Tanah DatarTahun 2018

HASIL DAN PEMBAHASAN Ketersediaan %


f
Tabel .1 Distribusi Frekuensi Dukungan Informasi
Sosial Pada Siswa SMP N2 Tanjung Baru Baik 30 44,8
Kab.Tanah Datar Tahun 2018 Kurang Baik 37 55,2
Jumlah 67 100,0
Dukungan sosial f %
Baik 32 47,8 Dari hasil penelitian diketahui Bahwa dari
Kurang Baik 35 52,2 Separuh (55,2%) siswa memiliki ketersediaan
Jumlah 67 100,0 informasi yang kurang baik Siswa SMP N 2
Tanjung Baru Kab. Tanah Datar Tahun 2018.
Diketahui bahwa dari responden yang memiliki
Dari hasil penelitian diketahui Bahwa
ketersediaan informasi yang kurang baik
Separuh (52,2%) siswa Memiliki dukungan
memiliki perilaku kesiapsiagaan yang sebanyak
sosial yang kurang baik tentang perilaku
20 (66,7%) dan memiliki perilaku
kesiapsiagaan menghadapi erupsi gunung
kesiapsiagaan yang kurang baik sebanyak 27
merapi pada siswa SMPN2Tanjung Baru Kab.
(73,0%)
Tanah Datar Tahun 2018. Diketahui bahwa dari
Sistem informasi bencanaharus diingat
35 responden yang memiliki dukungan social
bahwa bila suatu sistem informasi bencana
yang kurang baik memiliki perilaku
diciptakan, maka sistem ini tidak saja sekadar
kesiapsiagaan sebanyak 22 (62,9%) sedangkan
menjadi sistem yang hanya terkait dengan
yang baik 24 (75,0%). Menurut Sarafino &
bencana alam, namun harus pula mampu
Smith, (2011) bahwa dukungan sosial mengacu
mewadahi bencana kemanusiaan lainnya seperti
pada memberikan kenyamanan pada orang lain,
terorisme, pelanggaran hak asasi manusia dan
merawatnya, atau menghargainya. Wills
bahkan kejahatan (Perl, 2006: 15-16; dan ASIS
(Sarafino & Smith, 2011) menyatakan bahwa
International Disaster Management Council,
individu yang memperoleh dukungan sosial
2003: 29-32).
akan meyakini individu dicintai, dirawat,

148
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Informasi dapat dikumpulkan dari menghadapi suatu bencana yang berpeluang


sumbersumberprimer, termasuk pengamatan terjadi.Cheklist ini dilengkapi dengan berbagai
langsung dan diskusi dengan orang-orang pertimbangan tentang isu, kebijakan, peraturan,
kunci, seperti staf lembaga, pemerintah daerah aktor-aktor yang bisa dirujuk dan koordinasi
setempat, tokoh-tokoh masyarakat.Sumber antarlembaga. Institusi lain menyajikan
informasi ini bisa juga berasal dari sumber- informasi tentang nasehat dan langkah-langkah
sumber sekunder seperti literatur dan laporan- yang bisa dilakukan bila bencana terjadi serta
laporan yang sudah ada, bahan-bahan historis sesaat setelah bencana terjadi, termasuk
dan data pra-bencana yang relevan. Rencana- perlunya mengembangkan media
rencana penanggulangan bencana nasional dan relations(National Emergency Management
regional juga merupakan sumber informasi Association, 2003).
yang berharga.Membandingkan antara Menurut asumsi penelitian siswa yang
informasi sekunder dengan pengamatan dan memiliki ketersediaan informasi yang kurang
penilaian langsung merupakan langkah penting baik dikarena kan ketidaktahuan tentang
untuk mengurangi potensi bias. perilaku kesiapsiagaan menghadapi erupsi
Bencana yang terjadi, terdapat banyak gunung merapi. seharusnya ditingkatkan dalam
informasi berisi petuah yang memungkinkan ketersediaan informasi ini. Sedangkan
orang untuk mengambil sikap paling tepat Hubungan dukungan social terhadap perilaku
dalam menyongsong, menghadapi dan kesiapsiagaan menghadapi erupsi gunung
menyikapi bencana.Sebagai contoh, American merapi pada siswa SMP N 2 Tanjung Baru
Bar Association – State and Local Government Kab. Tanah Datar Tahun 2018 dapat dilihat
Law Section (2003: 4-16) menyediakan suatu pada tabel 3.
checklist sebagai acuan bagi petugas dalam

Tabel .3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Social Dengan Perilaku
Kesiapsiagaan Untuk Mengikuti Perilaku Kesiapsiagaan MenghadapiErupsi Gunung Merapi di
SMP N 2Tanjung Baru Kab. Tanah Datar Tahun 2018

Dukungan perilaku kesiapsiagaan Total P value OR


social
Baik Kurang Baik

n % n % n %
Baik 24 75,0 8 25,0 32 100
Kurang 13 37,1 22 62,9 35 100
5,077
Baik 0,004
(1,770-14,562)
Jumlah 37 55,2 30 44,8 67 100

Berdasarkan uji analisa hubungan 5,077artinya responden yang memiliki


dukungan social terhadap perilaku dukungan social yang baik mempunyai peluang
kesiapsiagaanpada siswa/I diperoleh 32 5,077 kali untuk perilaku kesiapsiagaan baik
responden yang meemiliki dukungan social dibandingkan dengan responden yang memiliki
baik dan perilaku kesiapsiagaan baik adalah dukungan social yang kurang baik.
sebanyak 24 orang responden (75,0 %), Dukungan sosial baik dari masyarakat
sedangkan yang memiliki dukungan kurang maupun segala bentuk perhatian yang diberikan
baik dan perilaku kesiapsiagaan baik adalah oleh orangtua, merupakan salah satu faktor
sebanyak 13 orang responden (37,1%). pendukung kesuksesan prestasi dan mampu
Berdasarkan hasil uji stastistik chi- square meningkatkan motivasi berprestasi siswa dalam
didapat value = 0,004 jika dibandikan dengan proses belajar (Narulita, 2005; Burger, 1997).
nilai α = 0,05 maka p value <α 0,05 maka ada Selain mampu membantu meningkatkanprestasi
hubungan bermakna antara dukungan social belajar dan motivasi berprestasi dukungan
dengan perilaku kesiapsiagaan. Dari hasil uji sosial juga mampu mereduksi stress pada
statistic juga didapatkan nilai OR = individu.

149
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Heejung, David dan Taylor (2008) fasilitas, sikap dan perilaku para petugas
melaporkan bahwa dukungan sosial merupakan kesehatan terhadap kesehatan juga akan
salah satu faktor penting yang bisa dijadikan mendukung dan memperkuat terbentuknya
sebagai bentuk untuk mereduksi tingkat stress perilaku.
dan emosi negatif seseorang. Karena dengan Menurut asumsi peneliti siswa Memiliki
dukungan dari lingkungan yang ada di dukungan social yang kurang baik tentang
sekitarnya individu yang mengalami stress perilaku kesiapsiagaan menghadapi erupsi
merasa mendapat perhatian serta individu gunung merapi perlu ditingkat dalam dukung
mampu mengurangi bebannya dengan bercerita social bagi siswa.Supaya tahu bagai mana
terhadap orang yang menolongnya. penting nya dalam dukung social terhadap
Lawrence Green, dalam Notoadmodjo perilaku kesiapsiagaan menghadapi erupsi
(2007) menjelaskan,bahwa perilaku seseorang gunung merapi.Hubungan ketersediaan
atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan informasi terhadap perilaku kesiapsiagaan
oleh pengetahuan,sikap,kepercayaan,tradisi dan menghadapi erupsi gunung merapi pada siswa
sebagainya dari orang atau masyarakat yang SMP N 2Tanjung Baru Kab. Tanah Datar
bersangkutan. Disamping itu ketersedian Tahun 2018. Dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ketersediaan Informasi Dengan


Perilaku Kesiapsiagaan Untuk Mengikuti Perilaku Kesiapsiagaan Menghadapi Erupsi Gunung
Merapi di SMPN 2Tanjung Baru Kab. Tanah Datar Tahun 2018

Perilaku kesiapsiagaan
Ketersediaan Total
Baik Kurang baik P value OR
informasi
n % n % N %
Baik 27 73,0 10 27,0 37 100
Kurang 10 33,3 20 66,7 30 100 5,400
Baik 0,003
(1,890-15,432)
Jumlah 37 55,2 30 44,8 67 100

Berdasarkan uji analisa hubungan Informasi dapat dikumpulkan dari


ketersediaan informasiterhadap perilaku sumbersumber-primer, termasuk pengamatan
kesiapsiagaanpada siswa/I diperoleh 37 langsung dan diskusi dengan orang-orang
responden yang meemiliki ketersediaan kunci, seperti staf lembaga, pemerintah daerah
informasi baik dan perilaku kesiapsiagaan baik setempat, tokoh-tokoh masyarakat.Sumber
adalah sebanyak 27 orang responden (73,0 %), informasi ini bisa juga berasal dari sumber-
sedangkan yang memiliki ketersediaan sumber sekunder seperti literatur dan laporan-
informasi kurang baik dan perilaku laporan yang sudah ada, bahan-bahan historis
kesiapsiagaan baik adalah sebanyak 10 orang dan data pra-bencana yang relevan.rencana-
responden (33,3%). rencana penanggulangan bencana nasional dan
Berdasarkan hasil uji statistic chi-square regional juga merupakan sumber informasi
didapat p value = 0,003 jika dibandingkan yang berharga.Membandingkan antara
dengan nilai α = 0,05 maka p value < α 0,05 informasi sekunder dengan pengamatan dan
maka ada hubungan bermakna antara penilaian langsung merupakan langkah penting
ketersediaan informasi dengan perilaku untuk mengurangi potensi bias.
kesiapsiagaan. Dari hasil uji stastistik juga Bencana yang terjadi, terdapat banyak
didapatkan nilai OR = 5,400 artinya siswa yang informasi berisi petuah yang memungkinkan
memiliki ketersediaan informasi yang baik orang untuk mengambil sikap paling tepat
mempunyai peluang 5,400 kali untuk dalam menyongsong, menghadapi dan
mempunyai perilaku kesiapsiaagan yang baik menyikapi bencana.Sebagai contoh, American
dibandingkan dengan siswa yang memiliki Bar Association – State and Local Government
kertersediaan informasi yang kurang baik. Law Section (2003: 4-16) menyediakan suatu
checklist sebagai acuan bagi petugas dalam

150
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

menghadapi suatu bencana yang berpeluang Berita satu. Com. 2014. 19 Gunung Berapi
terjadi.Cheklist ini dilengkapi dengan berbagai Indonesia Berstatus Waspada.
pertimbangan tentang isu, kebijakan, peraturan, http://www.gunungsemeru.com/2013/04/daf
aktor-aktor yang bisa dirujuk dan koordinasi tar-namagunungdi-indonesia-beserta-
antarlembaga. Institusi lain menyajikan letaknya.html. Diakses pada 18 Desember
informasi tentang nasihat dan langkah-langkah 2018.
yang bisa dilakukan bila bencana terjadi serta Damayanti, Didit 2017.Hubungan pengetahuan
sesaat setelah bencana terjadi, termasuk tentang Menejemen Bencana Dengan
perlunya mengembangkan media relations Prevention. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 5
(National Emergency Management Association, No. 2, Mei 2017.
2003). Menurut asumsi penelitian siswa yang DEPKES RI.2006. Pentalaksanaan Korban
memiliki ketersediaan informasi yang kurang Bencana Massal. Edisi k-3. Jakarta :
baik dikarena kan ketidaktahuan tentang DEPKES RI.
perilaku kesiapsiagaan menghadapi erupsi Edwar, Ade 2013. Mengenal Sumatra Barat.
gunung merapi. seharusnya ditingkatkan dalam http://www.sumbarprov.go.id/read/99/12/14
ketersediaan informasi ini. /59/79mengenalsumbar/beritaterkini/1134-
test-berita-pusdalops-pb.html. Diakses pada
KESIMPULAN tanggal 18 Desember 2018.
Hampir separuh (47,8%) siswa memiliki Efendi, 2009. Keperawatan kesehatan
dukungan social yang baik tentang perilaku Komunitas. Salemba Medika. Jakarta
kesiapsiagaan menghadapi erupsi gunung Hidayat, A. Aziz Alimul. (2011). Metode
merapi pada siswa SMPN2 Tanjung Baru Kab. Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa
Tanah Datar Tahun 2018. Lebih dari Separuh Data. Jakarta : Salemba Medika
(55,2%) siswa memiliki ketersediaan informasi --------------.(2007). Riset Keperawatan dan
yang baik tentang perilaku kesiapsiagaan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta
menghadapi erupsi gunung merapi pada siswa SalembaMedika
SMP N 2 Tanjung Baru Kab. Tanah Datar Keliat Budi Anna 2011. Keperawatan
Tahun 2018. Lebih dari separuh (55,2%) siswa Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN Jakarta
memiliki perilaku kesiapsiagaan yang baik : EGC.
tentang perilaku kesiapsiagaan menghadapi Notoatmodjo, soekidjo. 2003. Pendidikan dan
erupsi gunung merapi pada siswa SMP N 2 Perilaku Kesehatan. Jakarta Rineka Cipta.
Tanjung Baru Kab. Tanah Datar Tahun 2018. --------------------------.2007. Promosi
Terdapat hubungan yang bermakna antara Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta
Dukungan social dengan perilaku kesiapsiagaan :Rineka Cipta.
menghadapi erupsi gunung merapi pada siswa ---------------------------.2010.Metologi
SMP N 2 Tanjung Baru Kab. Tanah Datar penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Tahun 2018 dengan nilai p value 0,004 nilai Nursalam.2013.Metodologi Penelitian Ilmu
OR 5,077. Terdapat hubungan yang bermakna Keperawatan : Pendekatan Praktis Edisi 3.
antara ketersediaan informasi dengan perilaku Jakarta : Salemba Medika
kesiapsiagaan menghadapi erupsi gunung Olivia, Claudia. & Yuen. (2009). Nurses’
merapi pada siswa SMP N 2Tanjung Baru Kab. Perception Of Disaster : Implications For
Tanah Datar Tahun 2018 dengan nilai p value Disaster Nursing Curriculum. Jurnal Of
0,003 nilai OR 5,400. Clinical Nursing, 18(22), 3165-3171.
http://dx.doi.org/10.1111/j.1365-
REFERENSI 2702.2008.02777.x
Addi Marti 2016. Evaluasi Peningkatan Orford, J. 2002. Community Psychology.
Kesiapsiagaan Bencana Melalui Metode London : John Wiley and Sons.
Indoor Disaster Preparedness Simulation. RajuPrihal 2011 Disaster Nursing
Jurnal Keperawatan Global, Volume 1, No2, http://periharraj.wordpress.com/2011/01/20/dis
hlm 55-103. aster-nursing. Diakses pada tanggal 20
Antoni, S 2014. BPBD SUMBAR larang daki Desember 2018.
tiga gunung. Suetoyo.2014. Penuyusunan Pola Cara
http://geospasial.bpbdsumbar.go.id/wp- Penggulangan Bencana Alam Akibat
content/uplods/2011/06/dusun.html. Diakses Letusan Gunung Berapi di Indonesia.
pada tanggal 18 Desember 2018. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.

151
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Stanhope m, Lancaster j. Community and UU Republik Indonesia, Nomor 24. Tahun


public health nursing. 6thedn. Mosby 2007.Tentang Penanggulangan Bencana
publishers. London. 2004 Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi
Sarafino, E.P. 2011. Health Psychology : Penelitian Kesehatan. EdisiRefisi. Jakarta :
Biopsychosocial Interactions. Fifth edition. Rineka Cipta.
New York: John Wiley and sons. Inc. Weenbee. 2011. Peran Perawat Dalam
SyarifHilman. 2015. Hubungan Self Efficacy Menejemen Bencana.
Dengan Kesiapsiagaan Bencana Gempa http://weenbee.wordpress.com/2011/08/23/p
Bumi dan Tstunami . Idea Nursing Jounal . eran-perawat-dalam
Vol. VI No. 2 2015 manajemenbencana/more-94. Diakses pada
tanggal 18 Desember 2018.

152
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Hubungan Dukungan Sosial Dan Ketersedian Informasi Terhadap Perilaku


Kesiapsiagaan Menghadapi Erupsi Gunung Merapi Pada Siswa SMP N 2
Kab. Tanah Datar

Kalpana Kartika, Yaslina Yaslina


STIKes Perintis Padang
Email : ananopa@gamail.com. yaslina03@yahoo.com.

ABSTRAK

Kesiapsiagaan juga mencakup tindakan yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan untuk
melakukan tindakan darurat untuk melindungi property dari kerusakan dan kekacauan akibat bencana.
Wawancara yang dilakukan kepada 5 orang siswa yang berada dikawasan rawan bencana belum
menentukan apa yang akan dilakukan pada saat erupsi terjadi.Tujuan mengetahui Hubungan
Dukungan Sosial Dan Ketersedian Informasi Terhadap Perilaku Kesiapsiagaan Menghadapi Erupsi
Gunung Merapi Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional, populasi dalam penelitian ini seluruh siswa SMP N 2 Tanjung Baru
sehingga diambil sampel sebesar 67 orang.Teknik pengambilan sampel yaitu multistage random
sampling dimana semua sampel diacak. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Hasil analisis
univariat didapat 47,8% siswa yang memiliki dukungan sosial yang kurang baik dalam perilaku
kesiapsiagaan, 55,2% siswa yang memiliki ketersediaan informasi yang kurang baik, 55,2% siswa
yang memiliki perilaku kesiapsiagaan yang kurang baik, terdapatnya hubungan yang bermakna antara
dukungan sosial dengan perilaku kesiapsiagaan dengan nilai p = 0,004 dengan OR 5,077 dan
terdapatnya hubungan yang bermakna antara kertersediaan informasi dengan perilaku kesiapsiagaan
dengan nilai p = 0,003 dengan nilai OR 5,400.Kesimpulan Terdapat Hubungan yang bermakna
Aktifitas Dailing Living (ADL) Dengan Mekanisme Koping Pada Pasien Kanker Yang Menjalani
Kemoterapi Dipoli Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi Tahun 2019.

Kata kunci :Bencana,Dukungan Sosial, Ketersediaan Informasi, Perilaku Kesiapsiagaan

ABSTRACT

Preparedness also includes measures designed to enhance the ability to take emergency
measures to protect property from damage and disruption caused by disasters. Interviews conducted
to 5 students who are in disaster prone areas have not determined what will be done when the
eruption occurs The purpose of this study to determine the relationship of social support and
availability of information on the behavior of preparedness to face the eruption of Mount Merapi. The
research design used is descriptive analytic design with cross sectional approach, the population in
this study all students of SMP N 2 TanjungBaru so that taken the sample of 67 people. The sampling
technique is multistage random sampling where all samples are randomized. The data were collected
by questionnaire. The result of univariate analysis was 47.8% of students with poor social support in
preparedness behavior, 55.2% of students with poor information availability, 55.2% of students with
poorly prepared behavior, between social support and preparedness behavior with p value = 0,004
with OR 5,077 and there is significant relation between availability of information with behavior of
preparedness with value p = 0,003 with OR value 5,400. Conclusion that there is a social support
relationship, availability of information with preparedness behavior. It is expected that teachers will
give more socialization and motivation related to disaster preparedness so that the students have
good preparation in facing eruption of mountain disaster.

Keywords : Availability of Information,Disaster, Preparedness Behavior,Social Support

PENDAHULUAN peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


UU No. 24 Tahun 2017, pasal 1 mengancam dan mengganggu kehidupan dan
menerangkan, bahwa bencana merupakan suatu penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik

146
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

oleh faktor alam atau faktor non alam, maupun Tanah Datar terletak diantara 3 buah gunung.
faktor manusia, sehingga menyebabkan Yaitu Gunung Merapi, Gunung Singgalang,
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan dan Gunung Sago. Diantara seluruh kecamatan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak yang ada di kabupaten Tanah Datar, 3
psikologis (, Tentang penanggulangan bencana kecamatan diantaranya terletak pada ketinggian
pasal 1) 750 meter sampai dengan 1.000 meter diatas
Bencana yang terjadi dapat dibagi permukaan laut, yakni Kecamatan Salimpaung,
berdasarkan sifatnya sebagai alamiah maupun Kecamatan Tanjung Baru dan kecamatan X
buatan manusia dan mengakibatkan penderita koto (Pusat Vulkanologi dan Mitagasi Bencana
dan kesengsaraan sehingga korban bencana Geologi Worseno Bukittinggi, 2014).
membutuhkan bantuan orang lain untuk Pada tanggal 04 Juni sampai dengan 06
memenuhui kebutuhannya. Secara lebih juni 2017 menunjukkan eskalasi yang
sederhana pengertian bencana adalah kejadian meningkat tajam. Gunung api aktif ini
yang membuatuhkan usaha ekstra keras, lebih mengeluarkan abu vulkanik. Erupsi Merapi
dari respon terhadap situasi kedaruratan biasa mencapai radius tiga kilometer.Dampak erupsi
(Keliat, 2011). kali ini lebih dirasakan oleh masyarakat,
Di Indonesia Selama Tahun 2016 terjadi dibanding sebelumnya.Daerah yang terkena
766 bencana banjir, 612 longsor, 669 puting siraman abu vulkanik yaitu Kecamatan
beliung, 74 kombinasi banjir dan longsor, 178 Batipuh, dan Batipuh selatan, Kabupaten Tanah
kebakaran hutan dan lahan, 13 gempa, 7 Datar. Erupsi tersebut telah terjadi sebanyak 45
gunung meletus, dan 23 gelombang pasang dan kali dalam kurun waktu 3 hari, tidak ada korban
abrasi.Dampak yang ditimbulkan bencana telah jiwa akibat erupsi tersebut, dan masyarakat
menyebabkan 522 orang meninggal dunia dan diharapkan terus waspada, (Kantor Pusat
hilang, 3,05 juta jiwa mengungsi dan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,
menderita, 69.287 unit rumah rusak dimana 2017).
9.171 rusak berat, 13.077 rusak sedang, 47.039 Survey awal yang peneliti pada bulan
rusak ringan, dan 2.311 unit fasilitas umum Oktober 2017 lalu, tepatnya di SMP N 2
rusak. Tanjung Baru Kabupaten Tanah Datar Tahun
Sumatera Barat sendiri juga sering terjadi 2017, didapatkan dari 5 siswa yang
erupsi atau letuasan gunung merapi.Sumatera diwawancarai, tidak mengetahui tindakan yang
Barat memiliki beberapa gunung berapi, akan diambilnya pada saat terjadinya letusan
diataranya adalah Gunung Sago, Gunung gunung merapi, apa yang akan dilakuakan
Talang, Gunung Singgalang, Gunung Marapi. ketika terjadinya erupsi merapi, belum
Gunung Marapi merupakan gunung setinggi menentukan tempat yang aman untuk
2.891 meter di atas permukaan laut berlindung jika terjadi letusan gunung merapi.
pengurangan resiko bencana seperti kegiatan Hal tersebut juga sesuai dengan keadaan
pencegahan, kegiatan mengurangi dampak dilapangan, yaitu dari hasil wawancara
bencana (mitigasi), dan kesiapsiagaan dalam langsung kepada siswa, siswa tersebut mereka
menghadapi bencana, serta menerapkan sistem pada dasarnya mengatakan belum adanya di
peringatan dini disamping penanganan bencana berikan dukungan serta informasi mengenai
(Bappenas, 2006).Dalam hubungan ini, kesiapsiagan menghadapi erupsi gunung merapi
informasi dan dukungan dari pemerintahan, dari pihak luar maupun dalam jika mereka
yang berkaitan dengan kejadian bencana sangat belum mendapatkan dukungan maupun
diperlukan baik untuk kesiapsiagaan saat informasi dari pihak sekolah, apa tindakanyang
tanggap darurat maupun pasca-bencana di akan lakukan jika terjadinya erupsi gunung
pengungsian. Kesiapsiagaan ini dapat merapi secara tiba-tiba.
melibatkan tenaga kesehatan atau non Berdasarkan fenomena diatas, maka
kesehatan yang salah satunya adalah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
perawat.Perawat dapat memiliki andil dalam yang berjudul” hubungan dukungan social dan
kesiapsiagaan masyarakat, memberikan ketersedian informasi terhadap perilaku
pelatihan dalam kesiapsigaan bencana sebagia kesiapsiagaan mengahadapi erupsi gunung
bagian dari keperawatan disaster. merapi pada siswa SMP N 2 Tanjung Baru
Kabupaten Tanah Datar merupakan salah Kabupaten Tanah Datar Tahun 2018. Tujuan
satu kabupaten berada dalam Provinsi Sumatera penelitian ini adalah untuk menganalisis
Barat, dengan ibu kota Batusangkar. Kabupaten hubungan dukungan sosial dan ketersedian

147
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

informasi terhadap perilaku kesiapsiagaan dihargai, berharga dan merupakan bagian dari
mengahadapi erupsi gunung merapi pada siswa lingkungan sosialnya.
SMP N 2 Tanjung Baru Kab, Tanah Datar Menurut king, (2010) bahwa dukungan
Tahun 2018. sosial (sosial support) adalah informasi dan
umpan balik dari orang lain yang menujukkan
bahwa seorang dicintai dan diperhatikan,
METODE PENELITIAN dihargai dan dihormati, dan dilibatkan dalam
Penelitian ini menggunakan desain jaringan komunikasi dan kewajiban yang
Deskriptif Analitik dan metode Cross Sectional. timbal balik.
Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
SMP N 2 Tanjung Baru Kab. Tanah Datar. Caplin (2002) menggambarkan dukungan sosial
Peneliti memilih tempat ini.Karena sekolah dengan perilaku kesehatan yang dimiliki,
tersebut merupakan yang terdekat dengan dimana (60%) responden memiliki sikap baik
gunung merapi dan rawan terhadap bencana dan (40%) memiliki sikap yang kurang baik.
erupsi, sehingga dampak jika bencana erupsi Menurut asumsi peneliti siswa Memiliki
gunung merapiakan dirasakan pada wilayah dukungan social yang kurang baik tentang
ini.Penelitian dilakukan pada Tanggal 12 perilaku kesiapsiagaan menghadapi erupsi
Februari s.d 12 Maret 2018 di SMP N 2 gunung merapi perlu ditingkat dalam dukung
Tanjung Baru Kab. Tanah Datar. Populasi social bagi siswa.Supaya tahu bagai mana
penelitian ini adalah 200 orang.Sampel dalam penting nya dalam dukung social terhadap
penelitian ini adalah 67 orang perilaku kesiapsiagaan menghadapi erupsi
responden.Teknik yang digunakan dalam gunung merapi.
penentuan sampel untuk penelitian ini
purposive sampling.Alat yang digunakan dalam Tabel .2 Distribusi Frekuensi Ketersediaan
penelitian ini menggunakan kuesioner atau Informasi Pada Siswa SMP N 2 Tanjung
angket. Baru Kab.Tanah DatarTahun 2018

HASIL DAN PEMBAHASAN Ketersediaan %


f
Tabel .1 Distribusi Frekuensi Dukungan Informasi
Sosial Pada Siswa SMP N2 Tanjung Baru Baik 30 44,8
Kab.Tanah Datar Tahun 2018 Kurang Baik 37 55,2
Jumlah 67 100,0
Dukungan sosial f %
Baik 32 47,8 Dari hasil penelitian diketahui Bahwa dari
Kurang Baik 35 52,2 Separuh (55,2%) siswa memiliki ketersediaan
Jumlah 67 100,0 informasi yang kurang baik Siswa SMP N 2
Tanjung Baru Kab. Tanah Datar Tahun 2018.
Diketahui bahwa dari responden yang memiliki
Dari hasil penelitian diketahui Bahwa
ketersediaan informasi yang kurang baik
Separuh (52,2%) siswa Memiliki dukungan
memiliki perilaku kesiapsiagaan yang sebanyak
sosial yang kurang baik tentang perilaku
20 (66,7%) dan memiliki perilaku
kesiapsiagaan menghadapi erupsi gunung
kesiapsiagaan yang kurang baik sebanyak 27
merapi pada siswa SMPN2Tanjung Baru Kab.
(73,0%)
Tanah Datar Tahun 2018. Diketahui bahwa dari
Sistem informasi bencanaharus diingat
35 responden yang memiliki dukungan social
bahwa bila suatu sistem informasi bencana
yang kurang baik memiliki perilaku
diciptakan, maka sistem ini tidak saja sekadar
kesiapsiagaan sebanyak 22 (62,9%) sedangkan
menjadi sistem yang hanya terkait dengan
yang baik 24 (75,0%). Menurut Sarafino &
bencana alam, namun harus pula mampu
Smith, (2011) bahwa dukungan sosial mengacu
mewadahi bencana kemanusiaan lainnya seperti
pada memberikan kenyamanan pada orang lain,
terorisme, pelanggaran hak asasi manusia dan
merawatnya, atau menghargainya. Wills
bahkan kejahatan (Perl, 2006: 15-16; dan ASIS
(Sarafino & Smith, 2011) menyatakan bahwa
International Disaster Management Council,
individu yang memperoleh dukungan sosial
2003: 29-32).
akan meyakini individu dicintai, dirawat,

148
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Informasi dapat dikumpulkan dari menghadapi suatu bencana yang berpeluang


sumbersumberprimer, termasuk pengamatan terjadi.Cheklist ini dilengkapi dengan berbagai
langsung dan diskusi dengan orang-orang pertimbangan tentang isu, kebijakan, peraturan,
kunci, seperti staf lembaga, pemerintah daerah aktor-aktor yang bisa dirujuk dan koordinasi
setempat, tokoh-tokoh masyarakat.Sumber antarlembaga. Institusi lain menyajikan
informasi ini bisa juga berasal dari sumber- informasi tentang nasehat dan langkah-langkah
sumber sekunder seperti literatur dan laporan- yang bisa dilakukan bila bencana terjadi serta
laporan yang sudah ada, bahan-bahan historis sesaat setelah bencana terjadi, termasuk
dan data pra-bencana yang relevan. Rencana- perlunya mengembangkan media
rencana penanggulangan bencana nasional dan relations(National Emergency Management
regional juga merupakan sumber informasi Association, 2003).
yang berharga.Membandingkan antara Menurut asumsi penelitian siswa yang
informasi sekunder dengan pengamatan dan memiliki ketersediaan informasi yang kurang
penilaian langsung merupakan langkah penting baik dikarena kan ketidaktahuan tentang
untuk mengurangi potensi bias. perilaku kesiapsiagaan menghadapi erupsi
Bencana yang terjadi, terdapat banyak gunung merapi. seharusnya ditingkatkan dalam
informasi berisi petuah yang memungkinkan ketersediaan informasi ini. Sedangkan
orang untuk mengambil sikap paling tepat Hubungan dukungan social terhadap perilaku
dalam menyongsong, menghadapi dan kesiapsiagaan menghadapi erupsi gunung
menyikapi bencana.Sebagai contoh, American merapi pada siswa SMP N 2 Tanjung Baru
Bar Association – State and Local Government Kab. Tanah Datar Tahun 2018 dapat dilihat
Law Section (2003: 4-16) menyediakan suatu pada tabel 3.
checklist sebagai acuan bagi petugas dalam

Tabel .3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Social Dengan Perilaku
Kesiapsiagaan Untuk Mengikuti Perilaku Kesiapsiagaan MenghadapiErupsi Gunung Merapi di
SMP N 2Tanjung Baru Kab. Tanah Datar Tahun 2018

Dukungan perilaku kesiapsiagaan Total P value OR


social
Baik Kurang Baik

n % n % n %
Baik 24 75,0 8 25,0 32 100
Kurang 13 37,1 22 62,9 35 100
5,077
Baik 0,004
(1,770-14,562)
Jumlah 37 55,2 30 44,8 67 100

Berdasarkan uji analisa hubungan 5,077artinya responden yang memiliki


dukungan social terhadap perilaku dukungan social yang baik mempunyai peluang
kesiapsiagaanpada siswa/I diperoleh 32 5,077 kali untuk perilaku kesiapsiagaan baik
responden yang meemiliki dukungan social dibandingkan dengan responden yang memiliki
baik dan perilaku kesiapsiagaan baik adalah dukungan social yang kurang baik.
sebanyak 24 orang responden (75,0 %), Dukungan sosial baik dari masyarakat
sedangkan yang memiliki dukungan kurang maupun segala bentuk perhatian yang diberikan
baik dan perilaku kesiapsiagaan baik adalah oleh orangtua, merupakan salah satu faktor
sebanyak 13 orang responden (37,1%). pendukung kesuksesan prestasi dan mampu
Berdasarkan hasil uji stastistik chi- square meningkatkan motivasi berprestasi siswa dalam
didapat value = 0,004 jika dibandikan dengan proses belajar (Narulita, 2005; Burger, 1997).
nilai α = 0,05 maka p value <α 0,05 maka ada Selain mampu membantu meningkatkanprestasi
hubungan bermakna antara dukungan social belajar dan motivasi berprestasi dukungan
dengan perilaku kesiapsiagaan. Dari hasil uji sosial juga mampu mereduksi stress pada
statistic juga didapatkan nilai OR = individu.

149
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Heejung, David dan Taylor (2008) fasilitas, sikap dan perilaku para petugas
melaporkan bahwa dukungan sosial merupakan kesehatan terhadap kesehatan juga akan
salah satu faktor penting yang bisa dijadikan mendukung dan memperkuat terbentuknya
sebagai bentuk untuk mereduksi tingkat stress perilaku.
dan emosi negatif seseorang. Karena dengan Menurut asumsi peneliti siswa Memiliki
dukungan dari lingkungan yang ada di dukungan social yang kurang baik tentang
sekitarnya individu yang mengalami stress perilaku kesiapsiagaan menghadapi erupsi
merasa mendapat perhatian serta individu gunung merapi perlu ditingkat dalam dukung
mampu mengurangi bebannya dengan bercerita social bagi siswa.Supaya tahu bagai mana
terhadap orang yang menolongnya. penting nya dalam dukung social terhadap
Lawrence Green, dalam Notoadmodjo perilaku kesiapsiagaan menghadapi erupsi
(2007) menjelaskan,bahwa perilaku seseorang gunung merapi.Hubungan ketersediaan
atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan informasi terhadap perilaku kesiapsiagaan
oleh pengetahuan,sikap,kepercayaan,tradisi dan menghadapi erupsi gunung merapi pada siswa
sebagainya dari orang atau masyarakat yang SMP N 2Tanjung Baru Kab. Tanah Datar
bersangkutan. Disamping itu ketersedian Tahun 2018. Dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ketersediaan Informasi Dengan


Perilaku Kesiapsiagaan Untuk Mengikuti Perilaku Kesiapsiagaan Menghadapi Erupsi Gunung
Merapi di SMPN 2Tanjung Baru Kab. Tanah Datar Tahun 2018

Perilaku kesiapsiagaan
Ketersediaan Total
Baik Kurang baik P value OR
informasi
n % n % N %
Baik 27 73,0 10 27,0 37 100
Kurang 10 33,3 20 66,7 30 100 5,400
Baik 0,003
(1,890-15,432)
Jumlah 37 55,2 30 44,8 67 100

Berdasarkan uji analisa hubungan Informasi dapat dikumpulkan dari


ketersediaan informasiterhadap perilaku sumbersumber-primer, termasuk pengamatan
kesiapsiagaanpada siswa/I diperoleh 37 langsung dan diskusi dengan orang-orang
responden yang meemiliki ketersediaan kunci, seperti staf lembaga, pemerintah daerah
informasi baik dan perilaku kesiapsiagaan baik setempat, tokoh-tokoh masyarakat.Sumber
adalah sebanyak 27 orang responden (73,0 %), informasi ini bisa juga berasal dari sumber-
sedangkan yang memiliki ketersediaan sumber sekunder seperti literatur dan laporan-
informasi kurang baik dan perilaku laporan yang sudah ada, bahan-bahan historis
kesiapsiagaan baik adalah sebanyak 10 orang dan data pra-bencana yang relevan.rencana-
responden (33,3%). rencana penanggulangan bencana nasional dan
Berdasarkan hasil uji statistic chi-square regional juga merupakan sumber informasi
didapat p value = 0,003 jika dibandingkan yang berharga.Membandingkan antara
dengan nilai α = 0,05 maka p value < α 0,05 informasi sekunder dengan pengamatan dan
maka ada hubungan bermakna antara penilaian langsung merupakan langkah penting
ketersediaan informasi dengan perilaku untuk mengurangi potensi bias.
kesiapsiagaan. Dari hasil uji stastistik juga Bencana yang terjadi, terdapat banyak
didapatkan nilai OR = 5,400 artinya siswa yang informasi berisi petuah yang memungkinkan
memiliki ketersediaan informasi yang baik orang untuk mengambil sikap paling tepat
mempunyai peluang 5,400 kali untuk dalam menyongsong, menghadapi dan
mempunyai perilaku kesiapsiaagan yang baik menyikapi bencana.Sebagai contoh, American
dibandingkan dengan siswa yang memiliki Bar Association – State and Local Government
kertersediaan informasi yang kurang baik. Law Section (2003: 4-16) menyediakan suatu
checklist sebagai acuan bagi petugas dalam

150
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

menghadapi suatu bencana yang berpeluang Berita satu. Com. 2014. 19 Gunung Berapi
terjadi.Cheklist ini dilengkapi dengan berbagai Indonesia Berstatus Waspada.
pertimbangan tentang isu, kebijakan, peraturan, http://www.gunungsemeru.com/2013/04/daf
aktor-aktor yang bisa dirujuk dan koordinasi tar-namagunungdi-indonesia-beserta-
antarlembaga. Institusi lain menyajikan letaknya.html. Diakses pada 18 Desember
informasi tentang nasihat dan langkah-langkah 2018.
yang bisa dilakukan bila bencana terjadi serta Damayanti, Didit 2017.Hubungan pengetahuan
sesaat setelah bencana terjadi, termasuk tentang Menejemen Bencana Dengan
perlunya mengembangkan media relations Prevention. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 5
(National Emergency Management Association, No. 2, Mei 2017.
2003). Menurut asumsi penelitian siswa yang DEPKES RI.2006. Pentalaksanaan Korban
memiliki ketersediaan informasi yang kurang Bencana Massal. Edisi k-3. Jakarta :
baik dikarena kan ketidaktahuan tentang DEPKES RI.
perilaku kesiapsiagaan menghadapi erupsi Edwar, Ade 2013. Mengenal Sumatra Barat.
gunung merapi. seharusnya ditingkatkan dalam http://www.sumbarprov.go.id/read/99/12/14
ketersediaan informasi ini. /59/79mengenalsumbar/beritaterkini/1134-
test-berita-pusdalops-pb.html. Diakses pada
KESIMPULAN tanggal 18 Desember 2018.
Hampir separuh (47,8%) siswa memiliki Efendi, 2009. Keperawatan kesehatan
dukungan social yang baik tentang perilaku Komunitas. Salemba Medika. Jakarta
kesiapsiagaan menghadapi erupsi gunung Hidayat, A. Aziz Alimul. (2011). Metode
merapi pada siswa SMPN2 Tanjung Baru Kab. Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa
Tanah Datar Tahun 2018. Lebih dari Separuh Data. Jakarta : Salemba Medika
(55,2%) siswa memiliki ketersediaan informasi --------------.(2007). Riset Keperawatan dan
yang baik tentang perilaku kesiapsiagaan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta
menghadapi erupsi gunung merapi pada siswa SalembaMedika
SMP N 2 Tanjung Baru Kab. Tanah Datar Keliat Budi Anna 2011. Keperawatan
Tahun 2018. Lebih dari separuh (55,2%) siswa Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN Jakarta
memiliki perilaku kesiapsiagaan yang baik : EGC.
tentang perilaku kesiapsiagaan menghadapi Notoatmodjo, soekidjo. 2003. Pendidikan dan
erupsi gunung merapi pada siswa SMP N 2 Perilaku Kesehatan. Jakarta Rineka Cipta.
Tanjung Baru Kab. Tanah Datar Tahun 2018. --------------------------.2007. Promosi
Terdapat hubungan yang bermakna antara Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta
Dukungan social dengan perilaku kesiapsiagaan :Rineka Cipta.
menghadapi erupsi gunung merapi pada siswa ---------------------------.2010.Metologi
SMP N 2 Tanjung Baru Kab. Tanah Datar penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Tahun 2018 dengan nilai p value 0,004 nilai Nursalam.2013.Metodologi Penelitian Ilmu
OR 5,077. Terdapat hubungan yang bermakna Keperawatan : Pendekatan Praktis Edisi 3.
antara ketersediaan informasi dengan perilaku Jakarta : Salemba Medika
kesiapsiagaan menghadapi erupsi gunung Olivia, Claudia. & Yuen. (2009). Nurses’
merapi pada siswa SMP N 2Tanjung Baru Kab. Perception Of Disaster : Implications For
Tanah Datar Tahun 2018 dengan nilai p value Disaster Nursing Curriculum. Jurnal Of
0,003 nilai OR 5,400. Clinical Nursing, 18(22), 3165-3171.
http://dx.doi.org/10.1111/j.1365-
REFERENSI 2702.2008.02777.x
Addi Marti 2016. Evaluasi Peningkatan Orford, J. 2002. Community Psychology.
Kesiapsiagaan Bencana Melalui Metode London : John Wiley and Sons.
Indoor Disaster Preparedness Simulation. RajuPrihal 2011 Disaster Nursing
Jurnal Keperawatan Global, Volume 1, No2, http://periharraj.wordpress.com/2011/01/20/dis
hlm 55-103. aster-nursing. Diakses pada tanggal 20
Antoni, S 2014. BPBD SUMBAR larang daki Desember 2018.
tiga gunung. Suetoyo.2014. Penuyusunan Pola Cara
http://geospasial.bpbdsumbar.go.id/wp- Penggulangan Bencana Alam Akibat
content/uplods/2011/06/dusun.html. Diakses Letusan Gunung Berapi di Indonesia.
pada tanggal 18 Desember 2018. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.

151
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 2 No. 1 Tahun 2019

Stanhope m, Lancaster j. Community and UU Republik Indonesia, Nomor 24. Tahun


public health nursing. 6thedn. Mosby 2007.Tentang Penanggulangan Bencana
publishers. London. 2004 Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi
Sarafino, E.P. 2011. Health Psychology : Penelitian Kesehatan. EdisiRefisi. Jakarta :
Biopsychosocial Interactions. Fifth edition. Rineka Cipta.
New York: John Wiley and sons. Inc. Weenbee. 2011. Peran Perawat Dalam
SyarifHilman. 2015. Hubungan Self Efficacy Menejemen Bencana.
Dengan Kesiapsiagaan Bencana Gempa http://weenbee.wordpress.com/2011/08/23/p
Bumi dan Tstunami . Idea Nursing Jounal . eran-perawat-dalam
Vol. VI No. 2 2015 manajemenbencana/more-94. Diakses pada
tanggal 18 Desember 2018.

152

Anda mungkin juga menyukai