Anda di halaman 1dari 2

Review Akar Radikalisme Islam

Muhammad Fajarrochman Sasmito/21406241056


Diampu oleh : Dr. Zulkarnain S.Pd., M.Pd.
Di masa modern ini terkadang kita sering mendengar istilah “Islam Radikal” di media kita,
khususnya media barat. Padahal istilah semacam itu justru menjadi ancaman bahaya tersendiri
bagi sudut pandang Islam dalam kehidupan kita. Media berperan penting dalam bagaimana kita
mengamati dan menganalisi berita dan peristiwa yang ada di sekitar kita, termasuk isu isu
tentang dunia Islam.
Dalam buku berjudul “The End of Faith: Religion: Terror and the Future of Reason” karya Sam
Harris, memberikan gambaran mengenai dunia pascateror 9/11 di Amerika Serikat. Buku itu
menggambarkan banyaknya masalah karena maraknya berbagai isu kekerasan, bentrokan,
permusuhan, di ranah sosial politik pada ujungnya sering berakhir pada permasalahan agama.
Banyak istilah seperti Islamisasi, Jihad, Teroris, Ekstrimis seakan menjadi bahan media untuk
memojokkan nama Islam.
Pasca 9/11, banyak terjadi persekusi terhadap kaum minoritas muslim dan kasus Islamophobia
di Amerika, sehingga kebebasan beragama disana terusik oleh frame buruk media barat yang
tergesa gesa dalam memberitakan Islam, padahal banyak bangsa barat sendiri terperdaya oleh
hasutan media mereka sendiri dalam mencari perspektif Islam.
Banyak tokoh tokoh muslim bahkan menentang adanya radikalisme yang mengatasnamakan
Islam. Menurut Murcholis Majid, Islam merupakan agama kedamaian yang mengajarkan sikap
berdamai dan mencari perdamaian (Nurcholis Madjid, 1995: 260), sementara itu radikalisme
adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan
keyakinan mereka (Nasution, 1995: 124Tetapi memang tidak bisa dibantah bahwa dalam
perjalanan sejarahnya terdapat kelompok-kelompok Islam tertentu yang menggunakan jalan
kekerasan untuk mencapai tujuan politis yang disebut kaum radikalisme
Sejarah Radikalisme Islam tak bisa lepas dari adanya pergerakan sosio politik sebuah negara
yang berkecamuk, dimana muslim sebagai minoritas merasa tertekan oleh mayoritas, hal itu
diperburuk oleh frame media bahwa Islam adalah agama yang kejam dan memaksa.. Contoh
yang sangat jelas adalah ketika melihat praktik kekerasan yang dilakukan oleh ekstrimis Yahudi
atau pun serdadu Israel atas orang-orang Arab Palestina.
Bentuk perubahan organisasi Islam di Indonesia menjadi sangat beragam. Keragaman ini
tercermin dari jumlah organisasi keislaman dan kelompok kepentingan atas nama Islam yang
dari waktu ke waktu semakin bervariasi. Peter G. Riddel membagi menjadi empat kekuatan
Islam Indonesia pasca runtuhnya Orde Baru, yaitu; modernis, tradisionalis, neomodernis dan
Islamis.
Pengelompokan oleh Riddel dikerucutkan menjadi dua pengelompokan saja, yaitu liberal-
moderat dan radikal fundamentalis. Islam liberal dan moderat yang terbuka terhadap ajaran
Islam, sekalipun tidak sama persis, seperti NU, Muhammadiyah, dll, sedangkan Islam radikal
atau fundamentalis memiliki paham penafsiran tertutup, seperti LDI, FPI, gerakan Salafi dan
Hizbut Tahrir.
Kelompok radikal mengalami sebuah kebebasan waktu Reformasi, dimana pada masa Orba
mereka menjadi common enemy oleh negara karena dibabat habis.Selain itu faktor kultural
mereka adalah lawan dari sekularisme yang mengakar kuat di pemerintahan yang tidak
mendukung berkembangnya Islam serta sikap antiwesternisasi menjadi factor kunci adanya
perkembangan tumbuhnya gerakan radikal karena pemikiran tersebut merupakan penghalang
dalam penegakan syariah Islam.Solusi permasalahan itu sebenarnya mudah, yaitu dengan
menanamkkan sikap keterbukaan antarumat beragama, lebih selektif dalam menerima informasi
dan membiasakan diri dengan pluralitas yang terdapat pada lingkungan agar tercipta lingkungan
yang harmonis.

Anda mungkin juga menyukai