Diampu oleh : Dr. Zulkarnain S.Pd., M.Pd. Di masa modern ini terkadang kita sering mendengar istilah “Islam Radikal” di media kita, khususnya media barat. Padahal istilah semacam itu justru menjadi ancaman bahaya tersendiri bagi sudut pandang Islam dalam kehidupan kita. Media berperan penting dalam bagaimana kita mengamati dan menganalisi berita dan peristiwa yang ada di sekitar kita, termasuk isu isu tentang dunia Islam. Dalam buku berjudul “The End of Faith: Religion: Terror and the Future of Reason” karya Sam Harris, memberikan gambaran mengenai dunia pascateror 9/11 di Amerika Serikat. Buku itu menggambarkan banyaknya masalah karena maraknya berbagai isu kekerasan, bentrokan, permusuhan, di ranah sosial politik pada ujungnya sering berakhir pada permasalahan agama. Banyak istilah seperti Islamisasi, Jihad, Teroris, Ekstrimis seakan menjadi bahan media untuk memojokkan nama Islam. Pasca 9/11, banyak terjadi persekusi terhadap kaum minoritas muslim dan kasus Islamophobia di Amerika, sehingga kebebasan beragama disana terusik oleh frame buruk media barat yang tergesa gesa dalam memberitakan Islam, padahal banyak bangsa barat sendiri terperdaya oleh hasutan media mereka sendiri dalam mencari perspektif Islam. Banyak tokoh tokoh muslim bahkan menentang adanya radikalisme yang mengatasnamakan Islam. Menurut Murcholis Majid, Islam merupakan agama kedamaian yang mengajarkan sikap berdamai dan mencari perdamaian (Nurcholis Madjid, 1995: 260), sementara itu radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka (Nasution, 1995: 124Tetapi memang tidak bisa dibantah bahwa dalam perjalanan sejarahnya terdapat kelompok-kelompok Islam tertentu yang menggunakan jalan kekerasan untuk mencapai tujuan politis yang disebut kaum radikalisme Sejarah Radikalisme Islam tak bisa lepas dari adanya pergerakan sosio politik sebuah negara yang berkecamuk, dimana muslim sebagai minoritas merasa tertekan oleh mayoritas, hal itu diperburuk oleh frame media bahwa Islam adalah agama yang kejam dan memaksa.. Contoh yang sangat jelas adalah ketika melihat praktik kekerasan yang dilakukan oleh ekstrimis Yahudi atau pun serdadu Israel atas orang-orang Arab Palestina. Bentuk perubahan organisasi Islam di Indonesia menjadi sangat beragam. Keragaman ini tercermin dari jumlah organisasi keislaman dan kelompok kepentingan atas nama Islam yang dari waktu ke waktu semakin bervariasi. Peter G. Riddel membagi menjadi empat kekuatan Islam Indonesia pasca runtuhnya Orde Baru, yaitu; modernis, tradisionalis, neomodernis dan Islamis. Pengelompokan oleh Riddel dikerucutkan menjadi dua pengelompokan saja, yaitu liberal- moderat dan radikal fundamentalis. Islam liberal dan moderat yang terbuka terhadap ajaran Islam, sekalipun tidak sama persis, seperti NU, Muhammadiyah, dll, sedangkan Islam radikal atau fundamentalis memiliki paham penafsiran tertutup, seperti LDI, FPI, gerakan Salafi dan Hizbut Tahrir. Kelompok radikal mengalami sebuah kebebasan waktu Reformasi, dimana pada masa Orba mereka menjadi common enemy oleh negara karena dibabat habis.Selain itu faktor kultural mereka adalah lawan dari sekularisme yang mengakar kuat di pemerintahan yang tidak mendukung berkembangnya Islam serta sikap antiwesternisasi menjadi factor kunci adanya perkembangan tumbuhnya gerakan radikal karena pemikiran tersebut merupakan penghalang dalam penegakan syariah Islam.Solusi permasalahan itu sebenarnya mudah, yaitu dengan menanamkkan sikap keterbukaan antarumat beragama, lebih selektif dalam menerima informasi dan membiasakan diri dengan pluralitas yang terdapat pada lingkungan agar tercipta lingkungan yang harmonis.