Anda di halaman 1dari 22

Problematika Keterampilan

Berbicara pada Siswa SD Kelas


Rendah

i
ii

KARYA TULIS ILMIAH

PROBLEMATIKA KETERAMPILAN BERBICARA


PADA SISWA SD KELAS RENDAH

YAYU NURUL HIZQIYYAH

SD NEGERI 1 TAROGONG GENTRA MASEKDAS


KECAMATAN TAROGONG KIDUL
KABUPATEN GARUT
2022
iii

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufik, dan
karuniah-Nya, karya tulis ilmiah (KTI) yang berjudul “Problematika Keterampilan
Berbicara pada Siswa SD Kelas Rendah” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dapat diselesaikan berkat kerjasama
dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis menyadari banyak masukan saran dan
kritik yang membangun, sehingga mendorong penulis untuk bekerja lebih giat
dalam menyelesaikan tulisan ini. Untuk itu, penulis dengan segala kerendahan hati
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Ibu Sadiah, S.Pd., selaku kepala sekolah SDN 1 Tarogong yang telah memberi
motivasi dan semangat kepada penulis sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.
2. Orang tua penulis, yang telah memberikan dukungan berupa bantuan moril dan
materi selama penulis menyusun KTI ini.
3. Rekan-rekan penulis yang bekerja sama dan memberi masukan
kepada penulis, sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Olehnya itu, kritik dan saran sangat diharapkan
untuk kesempurnaanya. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk mengatasi berbagai
problematika dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

Garut, 13 Juli 2022


Penulis,

Yayu Nurulh
iv

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ………………………………………………………………. i
Prakata………………….……….…………………………………………… iii
Daftar Isi………………………..…………………………………….……… iv
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ………………………….………………………. 1
2. Rumusan Masalah…………………………….……………….… 2
3. Tujuan Penulisan…………………………………………………. 2
4. Manfaat Penulisan ……….…………………..……………..……. 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Problematika………………………………………..…….. 4
1. Pengertian Prolematika…………………………………..….…. . 4
2. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Problematika…..……..…… 4
B. Hakikat Berbicara………………………………………….…...… . 6
1. Pengertian Berbicara……………… …………..……………..… 6
2. Tujuan Berbicara…………………….….…………………….. .. 7
3. Jenis-jenis Kegiatan Berbicara …………………….………….. 8
4. Metode Berbicara……………………………….………….… 9
C. Problematika Keterampilan Berbicara dalam Pengajaran Bahasa
Indonesia di SD……………………………………….…..……..… 10
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan…………………………………………………..…… 16
2. Saran………………………………………………………… ..… 16
Daftar Pustaka ………………………………………………..……………... 17
Riwayat Hidup ……………..…………….………………………………….. 18
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia pendidikan senantiasa memerlukan adanya informasi yang
berkelanjutan dalam merencanakan dan menyelenggarakan pendidikan di masa
depan. Reformasi pendidikan menginginkan adanya peningkatan keterampilan
dalam berbagai aspek kehidupan. Pendidikan dewasa ini harus menjadi prioritas
utama bangsa dan Negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana
tercantum dalam UUD 1945 alenia ke empat : mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia. Hal tersebut kemudian dijabarkan dalam visi
dan misi system pendidikan nasional yang tertuang dalam UU RI No. 20 tahun
(2003:45) tentang SIKDIKNAS adalah sebagai berikut :
“ terwujudnya system pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah “.
Salah satu yang menjadi permasalahan saat sekarang dalam dunia
pendidikan yang sering dijumpai dalam tataran praksis pembelajaran terkait dengan
keterampilan berbicara. Dijumpainya siswa sekolah dasar kurang komunikatif
dalam bentuk lisan, baik dalam bentuk monolog maupun secara dialog. Siswa
sekolah dasar, biasanya lebih mudah menjawab atau menguraikan suatu persoalan
dalam bentuk tulisan disbanding dengan lisan (M. Fucoult;23)
Realitas yang terjadi dalam pengajaran, tanpa kemampuan dan keterampilan
berbicara akan mengakibatkan terjadinya miss komunikasi antara siswa dan guru di
sekolah. Begitu pula pelajaran bahasa Indonesia dalam pembelajaran, misalnya,
murid tidak akan bias aktif dalam diskusi, dan daya kritis dan gagasan anak tidak
akan mampu ditransformasikan kepada orang lain dalam bentuk ide, mentalitas
bahasa anak akan kurang, dan paling tragis dan ironis sekolah hanya akan
menghasilkan generasi bisu dan kaku.

1
2

Sehubungan dengan itu guru sebagai figur sentral, hendaknya program


pengajaran berbicara dilandasi dengan pendekatan yang relevan sehingga kegiatan
belajar mengajar membuat siswa secara aktif mengalami kegiatan belajar berbicara
dengan baik dan benar. Pendekatan tersebut adalah pendekatan pembelajaran
diskusi kelompok, cara pembelajaran siswa aktif, tanya jawab serta komunikatif
dalam pengajaran bahasa secara menyeluruh dan totalitas.
Hal ini penting untuk dibicarakan karena pada jenjang sekolah dasa inilah
para siswa sekolah dasar menerima peletakan dasar-dasar berbicara yang
diharapkan dapat berlatih berbicara, yang pada akhirnya siswa sekolah dasar
terampil berbicara di kelas dan di luar kelas. Dalam pembelajaran berbicara siswa
dituntut pula untuk mengembangkan dalam kehidupan sehari-harinya misalnya
ketika mereka berada di lingkungan keluarganya serta lingkungan masyarakat.
Dalam hal ini semua diharapkan dapat dimulai ketika anak duduk di bangku
sekolah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka penulis merumuskan
masalah yang akan dibahas yaitu bagaimana problematika keterampilan berbicara
dalam pengajaran bahasa Indonesia di SD?

C. Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan :
1. Untuk mengetahui problematika keterampilan berbicara dalam pengajaran
bahasa Indonesia di SD.
2. Untuk mendeskripsikan problematika keterampilan berbicara dalam
pengajaran bahasa Indonesia di SD

D. Manfaat Penulisan
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan bisa bermanfaat:
1. Bagi siswa; sebagai wujud pengalaman belajar yang berpusat pada peserta
didik, dirasakan menyenangkan, bisa memacu aktivitas belajar, meningkatkan
3

keterampilan berbicara secara runtut, baik dan benar dan juga bisa
meningkatkan prestasi belajar mereka.
2. Bagi guru yang bersangkutan dan teman sejawat; hal ini setidaknya bisa
mendorong semangat untuk lebih meningkatkan kompetensi dan
profesionalisme guru.
3. Bagi sekolah; karya tulis ilmiah ini dapat memberi sumbangan yang positif
terhadap kamajuan sekolah yang tercermin dari peningkatan kemampuan
professional para guru, perbaikan proses dan hasil belajar siswa. Menciptakan
iklim Pendidikan
4

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Problematika
1. Pengertian Problematika
Sebelum lebih lanjut, terlebih dahulu penulis mengemukakan berbagai
macam defenisi tentang problematika. Problematika adalah kumpulan dari berbagai
macam masalah/kendala yang ditemukan, karena adanya faktor yang menyebabkan
(Hastuti 1989:39). Sedangkan menurut (Zuchdi 1995: 126), bahwa problematika
adalah bentuk kesulitan yang dihadapi dan tidak terwujudnya hal yang diinginkan
dengan yang terjadi di lapangan sehingga terjadi masalah atau problem. Lebih luas
lagi (Supriadi 1994:19) menambahkan bahwa problematika adalah persoalan yang
dihadapi di lapangan, dan problematika akan terjadi ketika cita yang diharapkan
berbeda dengan realitas yang dihadapi.
Masalah adalah adanya kesenjangan antara das sollen /teori dengan
dassein/fakta empiris; antara yang ditetapkan sebagai kebijakan dengan
implementasi kebijakan.
2. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Problematika
Kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis
pernyataan (manifestasi). Karena guru bertanggung jawab terhadap proses belajar-
mengajar, maka ia seharusnya memahami manifestasi gejala-gejala kesulitan
belajar. Pemahaman ini merupakan dasar dalam usaha memberikan bantuan kepada
murid yang mengalami kesulitan belajar.
Pada dasarnya dari setiap jenis-jenis masalah, khususnya dalam masalah
belajar murid di SD, cenderung bersumber dari faktor-faktor yang
melatarbelakanginya ( penyebabnya ). Seorang guru setelah mengetahui siapa
murid yang bermasalah dalam belajar serta jenis masalah apa yang dihadapinya.
Selanjutnya guru dapat melaksanakan tahap berikutnya, yaitu mencari sebab-sebab
terjadinya masalah yang dialami murid dalam belajar. Meskipun seorang guru tidak
mudah menentukan sebab-sebab terjadi masalah yang sesungguhnya, karena
masalah belajar cenderung sangat kompleks.
5

Pada garis besarnya sebab-sebab timbulnya masalah belajar pada murid


dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu :
a) Faktor-faktor Internal (faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri),
antara lain:
▪ Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan,
alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahan
(alergi, asma, dan sebagainya).
▪ Ketidakseimbangan mental (adanya gangguan dalam fungsi mental),
seperti menampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasannya
cenderung kurang.
▪ Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa
menyesuaikan diri (maladjustment), tercekam rasa takut, benci, dan
antipati serta ketidakmatangan emosi.
▪ Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang
perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan
sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
b) Faktor Eksternal ( faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu ), yaitu
berasal dari :
▪ Sekolah, antara lain :
o Sifat kurikulum yang kurang fleksibel- Terlalu berat beban belajar
murid) dan atau mengajar (guru)
o Metode mengajar yang kurang memadai
o Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar
▪ Keluarga (rumah), antara lain :
o Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis.
o Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
o Keadaan ekonomi.
Menurut Lindgren, (1967 : 55) bahwa lingkungan sekolah, terutama guru.
Guru yang akrab dengan murid, menghargai usaha-usaha murid dalam belajar dan
suka memberi petunjuk kalau murid menghadapi kesulitan, akan dapat
menimbulkan perasaan sukses dalam diri muridnya dan hal ini akan menyuburkan
6

keyakinan diri dalam diri murid. Melalui contoh sikap sehari-hari, guru yang
memiliki penilaian diri yang positif akan ditiru oleh muridnya, sehingga murid-
muridnya juga akan memiliki penilaian diri yang positif.
Jadi jelaslah bahwa guru yang kurang akrab dengan murid, kurang
menghargai usaha-usaha murid maka murid akan merasa kurang diperhatikan dan
akan mengakibatkan murid itu malas belajar atau kurangnya minat belajar sehingga
anak itu akan mengalami kesulitan belajar. Keberhasilan seorang murid
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari sekolah seperti guru yang harus
benar-benar memperhatikan peserta didiknya. Menurut Belmon dan Morolla (1971
: 107) menyimpulkan dari hasil penelitiannya, bahwa anak-anak yang berasal dari
keluarga yang banyak jumlah anak, mempunyai keterampilan intelektual lebih
rendah daripada anak-anak yang berasal dari keluarga yang jumlah anaknya
sedikit.\

B. Hakikat Berbicara
1. Pengertian Berbicara
Seperti telah kita ketahui bahwa dalam kegiatan menyimak aktivitas kita
awali dengan mendengarkan dan diakhiri dengan memahami atau menanggapi.
Kegiatan berbicara tidak demikian . Kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan
yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan agar
penerima pesan dapat menerima atau memahami isi pesan itu. Manusia sebagai
makhluk sosial memerlukan hubungan dan kerja sama denagn manusia lain.
Hubungan dengan manusia lainnya itu antara lain berupa menyampaikan isi pikiran
dan persaan, menyampaikan suatu informasi, ide atau gagasan serta pendapat atau
pikiran dengan suatu tujuan.
Dalam menyampaikan pesan seseorang menggunakan suatu media atau alat
yaitu bahasa, dalam hal ini bahasa lisan. Seorang yang akan menyampaikan pesan
tersebut mengharapkan agar penerima pesan dapat memahaminya. Pemberi pesan
disebut juga pembicara dan penerima pesan disebut penyimak atau pendengar.
Peristiwa proses penyampaian pesan secara lisan seperti itu disebut berbicara.
7

Dengan rumusan lain dapat dikemukakan bahwa berbicara adalah keterampilan


menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Anton M. Moeliono, dkk.,
1998:114) dinyatakan bahwa berbicara adalah berkata; bercakap; berbahasa;
melahirkan pendapat dengan perkataan, tulisan dan sebagainya atau berunding.
Guntur Tarigan (1983 :15) berpendapat bahwa “ berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan serta menyampaikan pikiran , gagasan, dan perasaan”. Sedangkan
sebagai bentuk atau wujudnya berbicara disebut sebagai suatu alat untuk
mengomunikasikan gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Jadi, pada hakikatnya berbicara
merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi
bahasa. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kata-kata untuk
mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima pesan atau
informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian. Jika
komunikasi berlangsung secara tatap muka, berbicara itu dapat dibantu dengan
mimik dan pantomimik pembicara.
Kemampuan berbicara merupakan tuntutan utama yang harus dikuasai oleh
seorang guru. Jika seorang guru menuntut siswanya dapat berbicara dengan baik,
maka guru harus memberi contoh berbicara yang baik hal ini menunjukkan bahwa
di samping menguasai teori berbicara juga terampil berbicara dalam kehidupan
nyata. Guru yang baik harus dapat mengekspresikan pengetahuan yang dikuasainya
secara lisan.
2. Tujuan berbicara
Seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain pasti
mempunyai tujuan, ingin mendapatkan responsi atau reaksi. Responsi atau reaksi
itu merupakan suatu hal yang menjadi harapan. Tujuan atau harapan pembicaraan
sangat tergantung dari keadaan dan keinginan pembicara. Secara umum tujuan
pembicaraan adalah sebagai berikut:
8

1. mendorong atau menstimulasi,


2. meyakinkan,
3. menggerakkan,
4. menginformasikan, dan
5. menghibur.
Tujuan suatu uraian dikatakan mendorong atau menstimulasi apabila
pembicara berusaha memberi semangat dan gairah hidup kepada pendengar. Reaksi
yang diharapkan adalah menimbulkan inpirasi atau membangkitkan emosi para
pendengar. Tujuan suatu uraian disebut menggerakkan apabila pembicara
menghendaki adanya tindakan atau erbuatan dari para pendengar. Misalnya, berupa
seruan persetujuan atau ketidaksetujuan, pengumpulan dana, penandatanganan
suatu resolusi, mengadakan aksi sosial. Dasar dari tindakan atau perbuatan itu
adalah keyakinan yang mendalam atau terbakarnya emosi.
Tujuan suatu uraian dikatakan menginformasikan apabila pembicara ingin
memberi informasi tentang sesuatu agar para pendengar dapat mengerti dan
memahaminya. Misalnya seorang guru menyampaikan pelajaran di kelas, seorang
dokter menyampaikan masalah kebersihan lingkungan, seorang polisi
menyampaikan masalah tertib berlalu lintas, dan sebagainya. Tujuan suatu uraian
dikatakan menghibur, apabila pembicara bermaksud menggembirakan atau
menyenangkan para pendengarnya. Pembicaraan seperti ini biasanya dilakukan
dalam suatu resepsi, ulang tahun, pesta, atau pertemuan gembira lainnya.
3. Jenis – Jenis Kegiatan Berbicara
Berbicara terdiri atas berbicara formal dan berbicara informal. Berbicara
informal meliputi bertukar pikiran, percakapan, penyampaian berita, bertelepon,
dan memberi petunjuk. Sedangkan berbicara formal antara lain, diskusi, ceramah,
pidato, wawancara, dan bercerita (dalam situasi formal). Pembagian atau klasifikasi
seperti ini bersifat luwes. Artinya, situasi pembicaraan yang akan menentukan
keformalan dan keinformalannya.
9

Langkah-langkah pembicaraan atau tata cara dalam suatu diskusi panel


adalah sebagai berikut:
1. Pemandu membacakan tata tertib dan memperkenalkan para panelis
2. Panelis pertama diberi kesempatan berbicara dalam waktu yang telah
ditentukan dalam tata tertib. Panelis pertama ini menjelaskan masalah dan
pandangannya terhadap masalah sesuai dengan keahliannya
3. Panelis kedua mengutarakan pendapat dan pandangannya terhadap
masalah yang dibicarakan sesuai dengan keahliannya. Waktu yang
digunakan panelis kedua ini sama dengan waktu yang digunakan oleh
panelis pertama.
4. Panelis ketiga diberi kesempatan untuk berbicara sesuai dengan
keahliannya. Waktu yang digunakan sama dengan panelis pertama dan
kedua.
5. Setelah semua panelis mengutarakan pandangan mereka, diadakan diskusi
informal antarpanelis disertai penjelasan mengapa mereka berbeda
pendapat mengenai masalah itu.
6. Pemandu menutup diskusi dengan menyimpulkan hasil pembicaraan para
panelis. Sedangkan khalayak tidak berpartisipasi aktif dalam diskusi ini.
Akan tetapi, dalam bentuk panel forum khalayak dapat berpartisipasi aktif
atau mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat. Jadi yang dimaksud
dengan forum ini adalah forum terbuka, ada tanya jawab antara khalayak
dengan panelis.

4. Metode Berbicara
Ada empat cara atau teknik yang dapat atau biasa digunakan orang dalam
menyampaikan pembicaraan,( H.G. Tarigan ) yaitu:
a. Metode Impromptu ‘Serta Merta’
Dalam hal ini pembicara tidak melakukakan persiapan lebih dulu sebelum
berbicara, tetapi secara serta merta atau mendadak berbicara berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya. Pembicara menyampaikan pengetahuannya yang
ada, dihubungkan dengan situasi dan kepentingan saat itu.
10

b. Metode Menghafal
Pembicara sebelum melakukan kegiatannya melakukan persiapan secara
tertulis, kemudian dihafal kata demi kata, kalimat demi kalimat. Dalam
penyampaiannya pembicara tidak membaca naskah. Ada kecenderungan pembicara
berbicara tanpa menghayati maknanya, berbicara terlalu cepat. Hal itu dapat
menjemukan, tidak menarik perhatian pendengar. Mungkin juga ada pembicara
yang berhasil dengan metode ini. Metode ini biasanya digunakan oleh pembicara
pemula atau yang masih belum biasa berbicara di depan orang banyak.
c. Metode Naskah
Pada metode ini pembicara sebelum berbicara terlebih dulu menyiapkan
naskah. Pembicara membacakan naskah itu di depan para pendengarnya. Hal ini
dapat kita perhatikan pada pidato resmi Presiden di depan anggota DPR/MPR,
pidato pejabat pada upacara resmi. Pembicara harus memiliki kemampuan
menempatkan tekanan, nada, intonasi, dan ritme. Cara ini sering kurang
komunikatif dengan pendengarnya karena mata dan perhatian pembicara selalu
ditujukan ke naskah. Oleh karena itu, apabila akan menggunakan metode harus
melakukan latihan yang intensif.
d. Metode Ekstemporan
Dalam hal ini pembicara sebelum melakukan kegiatan berbicara terlebih
dahulu mempersiapkan diri dengan cermat dan membuat catatan penting. Catatan
itu digunakan sebagai pedoman pembicara dalam melakukan pembicaraannya.
Dengan pedoman itu pembicara dapat mengembangkannya secara bebas.

C. Problematika Keterampilan Berbicara dalam Pengajaran Bahasa


Indonesia di SD
Guru SD bertanggung jawab atas pembinaan keterampilan berbicara para
siswa. Pembinaan itu tidak dilakukan secara tersendiri melainkan terpadu dalam
proses belajar-mengajar semua pokok bahasan bahasa Indonesia. Namun, agar
pembinaan itu berlangsung secara terencana, dalam menjabarkan tujuan umum
untuk semua pokok bahasan kedalam tujuan-tujuan khusus, guru perlu menyisipkan
11

tujuan khusus yang mengacu pada pembinaan keterampilan berbicara


(mengkomunikasikan secara lisan).
Proses belajar mengajar pada dasarnya merupakan suatu pola interaksi
antara peserta didik dengan pendidik. Seorang siswa dikatakan belajar apabila dapat
mengetahui sesuatu yang dipahami sebelumnya, dapat melakukan atau
menggunakan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat digunakannya termasuk sikap
tertentu yang mereka miliki. Sebaliknya seorang guru yang dikatakan telah
mengajar apabila dia telah membantu siswa untuk memperoleh perubahan yang
dikehendaki.
Guru sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar yang bertugas
menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar
mengajar yang lebih efektif dan efisien. Sebelum mengajar, guru harus
merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis, sehingga dapat terampil
dalam proses belajar mengajar.
Guru terampil sebaiknya melakukan berbagai upaya untuk peningkatan
prestasi belajar siswa, hal tersebut merupakan tanggung jawab semua guru dalam
memperoleh kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan hal di atas seorang
guru dituntut untuk memiliki keterampilan mengajar seperti: keterampilan
bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan memberi variasi,
keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan mengelola kelas,
keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil dan keterampilan menjelaskan.
Dengan demikian keterampilan mengajar tersebut harus senantiasa dikembangkan
oleh guru untuk mencapai tujuan pengajaran.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar tentu tidak lepas dari suatu
masalah yang akan dihadapi baik oleh guru maupun siswa. Apabila diperhatikan
tentang proses belajar mengajar, maka kita dapat berasumsi bahwa salah satu gejala
negatif sebagai suatu penghalang dan kesulitan yang sangat menonjol dalam proses
belajar mengajar adalah rendahnya keterampilan dalam mengembangkan
pengajaran.
Dalam proses belajar mengajar banyak metode-metode yang dapat
digunakan dalam rangka penyampaian suatu bidang studi. Namun metode-metode
12

yang telah ada itu kadang-kadang tidak menjamin suatu keberhasilan. Itu
tergantung pada guru bagaimana memilih suatu metode yang sesuai dan cocok
dengan materi yang disampaikan atau saat berlangsung proses belajar mengajar,
semua itu merupakan kemampuan dan keterampilan guru dalam menganalisa
semua metode dan penguasaannya. Penulis merasa perlu membahas masalah
keterampilan mengajar guru terhadap kemampuan guru SD. Sebab keterampilan
mengajar sangat menentukan berprestasi atau tidaknya mata pelajaran yang
diajarkan.
Sehubungan dengan keterampilan berbicara secara garis besar ada tiga jenis
situasi berbicara, yaitu interaktif, semiaktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi
berbicara interaktif, misalnya percakapan secara tatap muka dan berbicara lewat
telepon yang memungkinkan adanya pergantuan anatara berbicara dan
mendengarkan, dan juga memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan
atau kiat dapat memintal lawan berbicara, memperlambat tempo bicara dari lawan
bicara. Kemudian ada pula situasi berbicara yang semiaktif, misalnya dalam
berpidato di hadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini, audiens memang
tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat
melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka. Beberapa
situasi berbicara dapat dikatakan bersifat noninteraktif, misalnya berpidato melalui
radio atau televisi.
Berikut ini beberapa keterampilan mikro yang harus dimiliki dalam
berbicara, dimana permbicara harus dapat :
▪ Mengucapkan bunyi-bunyi yang berbeda secara jelas sehingga pendengar
dapat membedakannya.
▪ Menggunakan tekanan dan nada serta intonasu secara jelas dan tepat sehingga
pendengar daoat memahami apa yang diucapkan pembicara.
▪ Menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang tepat.
▪ Menggunakan register atau ragam bahasa yang sesuai terhadap situasi
komunikasi termasuk sesuai ditinjau dari hubungan antar pembicara dan
pendengar.
▪ Berupaya agar kalimat-kalimat untama jelas bagi pendengar.
13

Berbicara adalah bagian dari komunikasi lisan. Dalam setiap kegiatan


berbicara selalu terlibat sejumlah faktor seperti :
1. Pembicara
2. Pembicaraan
3. Penyimak
4. Media
5. Sarana (penunjang)
6. Interaksi
Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.
Kegiatan berbicara selalu diikuti oleh kegiatan menyimak. Bila penyimak dapat
memahami pesan yang disampaikan oleh pembicara, maka terjadi komunikasi yang
tepat. Setiap orang yang berbica didepan umum mempunyai tujuan tertentu. Tujuan
berbicara dapat dibedakan atas lima golongan, yakni untuk:
1. Mendorong/menstimulasi
2. Meyakinkan
3. Menggerakkan
4. Menginformasikan
5. Menghibur
Tujuan dikatakan mendorong atau menstimulasi apabila pembicara
berusaha memberi semangat atau gairah hidup kepada pendengar. Reaksi yang
diharapkan adalah menimbulkan inspirasi atau membangkitkan emosi para
pendengar. Misalnya pidato Ketua Umum Koni di hadapan para atlet yang
bertanding di luar negeri bertujuan agar para atlet mempunyai semangat yang cukup
tinggi dalam rangka membela negara. Tujuan suatu uraian atau ceramah dikatakan
meyakinkan apabila pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan pendapat atau
sikap para pendengar. Alat yang paling penting dalam uraian itu adalah
argumentasi. Untuk itu diperlukan bukti, fakta, dan contoh kongkret yang dapat
memperkuat uraian untuk meyakinkan pendengar. Reaksi yang diharapkan adalah
adanya penyesuaian keyakinan, pendapat atau sikap atas persoalan yang
disampaikan.
14

Tujuan suatu uraian disebut menggerakkan apabila pembicara menghendaki


adanya tindakan atau perbuatan dari para pendengar. Misanya berupa seruan
persetujuan atau ketidaksetujuan, pengumpulan dana, penandatanganan suatu
resolusi, mengadakan aksi sosial. Dasar dari tindakan atau perbuatan itu adalah
keyakinan yang mendalam atau terbakarnya emosi. Tujuan suatu uraian dikatakan
menginformasikan apabila pembicara ingin memberi informasi tentang sesuatu
agar para pendengar dapat mengerti dan memahaminya. Misalnya, seorang guru
menyampaikan pelajaran dikelas, seorang dokter menyampaikan kebersihan
lingkungan, seorang polisi menyampaikan masalah tata tertib berlalu lintas dan
sebagainya.
Tujuan suatu uraian dikatakan menghibur apabila pembicara berusaha
menggembirakan atau menyenangkan para pendengarnya. Pembicaraan seperti ini
biasanya dilakukan dalam suatu resepsi,ulang tahun, pesta atau pertemuan gembira
lainnya. Humor merupakan alat yang paling utama dalam uraian seperti itu. Reaksi
yang diharapkan adalah timbulanya rasa gembiira,senang,dan bahagia bagi para
pendengar.
Tidak ada metode pembelajaran berbicara yang sempurna. Guru dituntut
untuk mampu memilih dan menentukan metode yang paling sesuai dengan situasi
yang dihadapinya di kelas. Adapun metode pembelajaran berbicara yang dapat
dipilih adalah:
a) ulang-ucap;
b) lihat-ucapkan;
c) memerikan;
d) menjawab pertanyaan;
e) bertanya;
f) pertanyaan menggali;
g) melanjutkan cerita;
h) menceritakan kembali;
i) percakapan;
j) parafrase;
k) reka cerita gambar;
15

l) bercerita;
m) memberi petunjuk;
n) melaporkan;
o) bermain peran;
p) wawancara;
q) diskusi;
r) bertelepon;
s) dramatisasi.
Salah satu aspek yang penting adalah aspek berbicara. Dengan keterampilan
berbicara siswa akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan secara lisan
dalam konteks dan situasi pada saat mereka sedang berbicara. Untuk meningkatkan
keterampilan berbicara, perlu adanya pembelajaran yang sesuai, salah satunya
adalah pembelajaran dramatisasi kreatif. Dengan pembelajaran dramatisasi kreatif
diharapkan hasil keterampilan berbicara siswa menjadi meningkat dan lebih baik.
Berbicara dan mendengarkan adalah dua jenis keterampilan berbahasa lisan
yang sangat erat kaitannya. Berbicara bersifat produktif, sedangkan mendengarkan
bersifat reseftif. Dalam pemerolehan atau belajar suatu bahasa, keterampilan
berbahasa jenis reseftif tampak banyak mendukung pemerolehan bahasa jenis
produktif. Dalam suatu peristiwa komunikaasi sering kali beberapa jenis
keterampilan berbahasa digunakan secara bersama-sama guna mencapai tujuan
komunikasi. Keterampilan berbahasa bermanfaat dalam melakukan interaksi
komunikasi dalam masyarakat. Banyak profesi dalam kehidupan bermasyarakat
yang keberhasilannya, antara lain bergantung pada tingkat keterampilan berbahasa
yang dimiliki oleh seseorang, misalnya profesi sebagai manager, jaksa, pengacara,
guru, dan wartawan.
16

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, maka penulis menyimpulkan
rata-rata anak masuk Sekolah Dasar (SD), terutama yang berada di kota sudah dapat
berbahasa Indonesia sebagaimana orang dewasa. Sudah dapat atau sudah mampu
diartikan sebagai kemampuan atau kompetensi menggunkan bahasa Indonesia
untuk berkomunikasi sehari-hari, misalnya untuk berbicara dengan orang tuanya
atau dengan teman sepermainnya atau dengan yang lainnya. Akan tetapi, ini baru
salah satu segi dari kemampuan berbahasa Indonesia. Kemampuan berbahasa
(berbicara) ragam formal tidak akan diperoleh dengan sendirinya. Kemampuan ini
harus direnggut lewat jalur sekolah, lewat program yang direncanakan secara
khusus, dan lewat latihan-latihan. Bahasa sebagai alat komunikasi digunakan
melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Kegiatan yang
paling praktis dan taktis untuk melakukan komunikasi ialah berbicara. Di mana
saja, kapan saja, dan siapa saja berbicara untuk berkomunikasi. Bahkan terhadap
bayi yang belum mampu berbahasa pun orang menyapa dengan bahasa. Oleh
karena itu, guru yang mengajarkan keterampilan berbahasa (dengan fokus
berbicara) diharapkan dapat memberikan dorongan kepada peserta didik melalui
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dengan baik.
B. Saran
Untuk lebih meningkatkan mutu penelitian ini, penulis dapat
menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Sebagai seorang guru, dalam melaksanakan proses belajar mengajar,
hendaknya memperhatikan suasana dan kondisi lingkungan yang tenang dalam
berbicara, karena dengan adanya gangguan yang berupa apapun agar
disingkirkan terlebih dahulu sebelum para siswa melakukan praktek berbicara.
2. Sebagai tenaga pendidik perlu memperhatikan hal-hal yang menyebabkan
timbulnya problem atau masalah dalam keterampilan berbicara dalam
pengajaran bahasa Indonesia agar dalam penerapannya dapat meningkatkan
kemampuan siswa sekolah dasar dalam pembelajaran berbicara.
17

DAFTAR PUSTAKA

Ninawati, M, Dkk. (2018). Penerapan Model Kooperatif Tipe Picture and Picture
Dalam Pembelajaran Kemampuan Berbicara Siswa Sekolah Dasar. Journal,
1 (3), September 2018, Pp. 30 – 38.

Puspita, A. M. I. (2016). Pengembangan bahan ajar tematik berbasis kontekstual


subtema alam sekitar untuk siswa kelas II SD (Doctoral dissertation,
Universitas Negeri Malang)

Puspita, A. M. I. (2018). Pengaruh bahan ajar tematik berbasis kontekstual terhadap


aktivitas belajar siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, 3(2), 47-52.

Rindyastuti, E, (2018). Efektivitas Penggunaan Metode Bercerita Dengan Bantuan


Benda Konkrit Terhadap Penilaian Keterampilan Berbicara Siswa Kelas II
Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Madrasah Ibtidaiyah Al
Khoiriyyah 1 Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017. Eprints Walisongo.
18

RIWAYAT HIDUP

Yayu Nurulh, dilahirkan di Tarogong Kabupaten Garut pada tanggal 12 November


1973, merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Merupakan buah pernikahan H.
Deden Sunardin dengan Hj. Yayah Hidayah. Setelah menempuh pendidikan di
SDN 3 Tarogong Kecamatan Tarogong Kabupaten Garut pada tahun 1986 dan Mts.
Negeri 1 Kabupaten Garut pada tahun 1989, melanjutkan ke MA Negeri 1
Kabupaten Garut dan lulus tahun 1992. Menempuh pendidikan di Universitas
Bandung Raya jurusan Teknik Industri, dan akhirnya kuliah di Universitas Terbuka
(UT), mengambil jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) lulus tahun
2016.

Anda mungkin juga menyukai