Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MEMBACA KATA

OLEH

Moh.Aidil 1E28222007

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
PSDKU UNTAD MOROWALI
2022
PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya maka makalah “Membaca Kata” ini dapat diselesaikan sesuai dengan
harapan.
Kami sadar didalam penyusunan makalah ini sudah tentu masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu segala sumbang saran, kritik yang bersifat membangun
sudah barang tentu kami terima dengan sepenuh hati.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bungku, Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 3
C. Tujuan.............................................................................................. 3
D. Manfaat............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 4
A. Hakekat Membaca............................................................................ 4
B Kata.................................................................................................. 5
C. Metode Pembelajaran Membaca...................................................... 5
D. Langkah-Langkah Pembelajaran Membaca..................................... 11
E. Hal penting dalam membaca kata.................................................... 12

BAB III PENUTUP............................................................................................ 14


A Kesimpulan ..................................................................................... 14
B Saran ................................................................................................ 14
Daftar Pustaka..................................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan
emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam
mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu
peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain,
mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan
analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Indonesia
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi
dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis,
serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.
Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi
kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan
pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra
Indonesia.
Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk
memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Dengan
standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan: 1). Peserta
didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan,
dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya
kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri; 2). Guru dapat memusatkan
perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan
menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar; 3). Guru lebih
mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan
sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya; 4).
Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program
kebahasaan dan kesastraan di sekolah; 5). Sekolah dapat menyusun program
pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta
didik dan sumber belajar yang tersedia; 6). Daerah dapat menentukan bahan dan

1
sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan
daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Dalam pembelajaran Bahasa, membaca dan menulis merupakan dua aspek
kemampuan berbahasa yang saling berkaitan, dan tidak dapat dipisahkan. Pada
waktu guru mengajarkan menulis, para siswa tentu akan membaca tulisannya.
Demikian pula halnya dengan aspek-aspek kemampuan berbahasa yang lain, yaitu
menyimak dan berbicara. Keempat aspek kemampuan berbahasa tersebut memang
terkait erat, sehingga merupakan suatu kesatuan. Sehubungan dengan hal tersebut,
Savage (1989:4) berpendapat bahwa membicarakan dan mendiskusikan
menyimak, berbicara, membaca dan menulis secara terpisah merupakan hal yang
tidak wajar dan selalu dibuat-buat.
Sebelum anak bisa membaca, mereka harus mengenal dan mengerti
hubungan antara simbol dan suara yang diwakilinya. Kemampuan untuk
mengucapkan kata atau decoding merupakan satu langkah penting didalam
membaca. Ketika anak mampu untuk mengucapkan sebuah kata, maka dia akan
mampu untuk mengingatnya dan menggunakannya dalam kosa kata
mendengarkan dan berbicaranya. Dengan banyak berlatih maka anak diharapkan
mampu mengenali kata demi kata dengan baik sehingga memudahkan anak unutk
membacanya. Meskipun akan selalu ada kata-kata yang sulit, maka dengan
banyak berlatih tentu akan menjadi mudah.
Percaya atau tidak, 50% dari bacaan mengandung 100 kata yang sama.
maka dari itu sangat penting untuk mengajarkan kepada anak kata-kata yang
umum atau lumrah tersebut sehingga anak dapat cepat mengenali sebuah kata
sehingga lebih memudahkan anak dalam membaca.
Salah satu langkah pertama untuk menjadi pembaca yang sukses adalah
belajar mengenali huruf abjad. Setiap orang tua pasti akan cepat cemas bila
mendapati putra-putri pada usia sekolah belum juga bisa membaca dengan lancar.
Kecemasan cukup beralasan mengingat kemampuan membaca dan menulis
merupakan hal mendasar yang harus dipupuk sejak dini untuk dijadikan bekal
bagi seorang anak memasuki dunia pendidikan. Lebih dari itu, kemampuan
membaca merupakan modal utama seorang anak untuk membuka jendela masa
depan, sebuah langkah awal menguasai ilmu pengetahuan.

2
Untuk siswa yang sudah mengenal pendidikan prasekolah di lembaga
seperti TK/PAUD, sudah mengenal abjad, dan tentu tidak sulit bagi guru di kelas
1 untuk melanjutkannya sehingga mereka mampu merangkaikannya menjadi kata.
Namun bagaimana jika siswa kita tidak mengenal huruf sama sekali? Entah
karena siswa tersebut tidak sempat masuk TK, tidak dikenalkan oleh orang tua,
atau barangkali disebabkan oleh berbagai keterbatasan mereka. Pembelajaran
membaca perlu menjadi prioritas utama di level 1, karena membaca merupakan
modal utama bagi siswa didik kita untuk memahami berbagai pengetahuan lain di
jenjang berikutnya. 

B Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1) Bagaimanakah hakekat membaca tersebut ?
2) Apa pengertian dari kata ?
3) Bagaimanakah metode –metode pembelajaran membaca kata ?
4) Bagaimana langkah-langkah dalam mengajarkan membaca kata ?

C Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui hakekat membaca
2) Untuk mengetahui pengertian dari kata
3) Untuk mengetahui metode-metode membaca kata
4) Untuk mengetahui langkah-langkah dalam mengajarkan membaca kata

D Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Bagi Pembaca
a) Pembaca dapat menjelaskan pembelajaran membaca kata
b) Pembaca dapat mengetahui pengertian kata
2) Bagi Guru

3
a) Guru dapat mengetahui dan menggunakan pengetahuan tentang
metode membaca kata dalam pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakekat Membaca
Membaca adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Dalam
kegiatan membaca, kegiatan lebih banyak dititikberatkan pada keterampilan
membaca daripada teori-teori membaca itu sendiri. Henry Guntur Tarigan (dalam
Sutisna : 2013) menyebutkan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan
serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak
disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Dari segi
linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan
sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan
menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan
sandi (decoding) menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna
bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan /
cetakan menjadi bunyi yang bermakna. Membaca merupakan suatu penafsiran
atau interpretasi terhadap ujaran yang berada dalam bentuk tulisan adalah suatu
proses pembacaan sandi (decoding process). Menurut Farida Rahim (2007 : 2)
membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,
tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir,
psikolinguistik dan metakognitif.
Membaca merupakan keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam
bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya, menjadi wicara
bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras
(Kridalaksana, 1993:135). Sebenarnya banyak sekali metode yang dapat
digunakan guru untuk mengajar membaca di kelas I SD. Demikian pula, dengan
beragamnya trik yang bisa diaplikasikan di kelas, sehingga dapat menstimulus
kemampuan baca siswa kelas I, yang mungkin masih terbata-bata mengeja huruf
atau pun suku kata.

4
B. Kata

Kata merupakan faktor sesudah ejaan, sebab kata merupakan faktor yang
dapat menyebabkan kesalahan suatu kalimat. Kata sangat berperan dalam kalimat
atau bahasa, karena merupakan unsur utama pembangun suatu kalimat. Tanpa
kata tidak mungkin ada kalimat atau bahasa.

Menurut Mansoer Pateda (1995 : 202) kata adalah bentuk linguistik yang
berdiri sendiri, dapat dipisahkan, dapat dipindahkan, dapat diganti, bermakna, dan
berfungsi dalam ujaran. Kata mempunyai wujud. Perwujudan di sini adalah wujud
lahiriah yang dapat kita dengar atau kita baca yang tentu saja wujud lahiriah
tersebut mempunyai beban, yakni beban makna.

Menurut Lamuddin Finoza (2008 : 80) kata adalah satuan bentuk terkecil
(dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna.

Jadi kata adalah satuan bentuk terkecil dari kalimat yang berdiri sendiri,
mempunyai wujud, bermakna dan berfungsi dalam ujaran.

C. Metode pembelajaran membaca


1. Metode Abjad/ Metode Eja

Metode ini biasanya digunakan bila siswa sama sekali belum mengenal
huruf. Mula-mula guru memperkenalkan huruf (abjad) kepada siswa: a b c d e f g
h i j k l m n o p q r s t u v w x y z. Guru dapat membuat kartu-kartu huruf lalu di
tempel di papan tulis (dalam ukuran yang cukup besar, sehingga terbaca oleh
siswa) atau dapat juga membuat kartu huruf dalam ukuran yang lebih kecil
sebagai media bermain kartu bersama siswa. Setiap kartu berisi satu huruf.  
Selanjutnya guru mencontohkan cara membaca huruf-huruf tersebut,
kemudian meminta siswa menirukan. Mula-mula bersifat klasikal (seluruh kelas),
kemudian dipecah-pecah lagi menjadi separoh kelas, seperempat kelas, per dua
bangku, akhirnya perorangan, kembali dua bangku, seperempat kelas, separoh
kelas, dan kembali ke seluruh kelas.

5
Apabila pengenalan huruf sudah lancar, maka guru mulai bisa menugaskan
beberapa siswa untuk mengambil huruf-huruf tertentu dari kartu-kartu huruf yang
tersedia. Biarkan siswa mengenal huruf-huruf itu tanpa makna karena tujuannya
adalah mengenal dan memahami huruf (abjad). Lakukan kegiatan ini berulang-
ulang sehingga siswa benar-benar mengenal dan memahami huruf-huruf itu.
Selanjutnya, kegiatan dapat ditingkatkan dengan membentuk kata. Pilih
beberapa konsonan dan vokal, yang apabila digabungkan membentuk sebuah kata
yang bermakna. Misalnya: m a m a. Tempel huruf m-a-m-a di papan tulis.
Tunjukkan kepada siswa bahwa kata itu dibaca mama. Kemudian tanyakan
kepada siswa kata mama itu terdiri dari huruf apa saja, dan arahkan agar siswa
dapat menyimpulkan sendiri bahwa apabila huruf m digabung dengan huruf a
dibaca ma. Berikan contoh yang lain, misalnya: papa, lala, sasa, nana, dan lain-
lain (sebaiknya guru mengambil contoh kata bermakna yang dekat dengan anak-
anak, dan mulailah dengan kata yang terbuka terlebih dahulu). Begitu seterusnya,
guru mulai menggabung-gabungkan konsonan dengan vokal, sehingga seluruh
vokal (a, e, i, o, u) bisa digunakan. Contoh untuk konsonan tidak perlu diberikan
semua. Huruf x dan z lebih baik diberikan belakangan.
Setelah siswa bisa membaca gabungan dua huruf konsonan-vokal, susunan
bisa diganti menjadi vokal-konsonan. Misalnya: am, an, as, dan lain-lain. Setelah
ini baru bisa dilanjutkan dengan tiga huruf (konsonan-vokal-konsonan). Misalnya:
ban, man, dan, jan, tan,dan lain-lain.
Namun ada kelemahan mendasar dalam metode ini yaitu meskipun siswa
mengenal dan hapal abjad dengan baik, namun kadang ada beberapa siswa yang
kesulitan dalam mengenal rangkaian-rangkaian huruf yang berupa suku kata atau
pun kata. Anak yang baru mulai belajar membaca mungkin akan mengalami
kesukaran dalam memahami sitem pelafalan bunyi /b/ dan /a/ menjadi [ba], bukan
[bea]. Bukankah huruf /b/ dilafalkan [be] dan huruf /a/ dilafalkan [a]. Mengapa
kelompok huruf /ba/ dilafalkan [ba], bukan [bea], seperti tampak pada pelafalan
awalnya? Hal ini, tentu akan membingungkan anak. Penanaman konsep hafalan
abjad dengan menirukan bunyi pelafalannya secara mandiri, terlepas dari
konteksnya, menyebabkan anak mengalami kebingungan manakala menghadapi
bentukan bentukan baru, seperti bentuk kata tadi.

6
Di samping hal tersebut, hal lain yang dipandang sebagai kelemahan dari
penggunaan metode ini adalah dalam pelafalan diftong dan fonem-fonem rangkap,
seperti /ng/, /ny/, /kh/, /ai/, /au/, /oi/, dan sebagainya. Sebagai contoh, kita ambil
fonem /ng/. Anak-anak mengenal huruf tersebut sebagai [en] dan [ge]. Dengan
demikian, mereka berkesimpulan bahwa fonem itu jika dilafalkan akan menjadi
[en-ge] atau [neg] atau [nege]. Oleh karena itu, biasanya dalam penerapan metode
ini, proses pembelajaran akan didominasi oleh sistem hapalan terlebih dahulu.

2. Metode Bunyi
Metode bunyi berbeda dengan metode abjad. Perbedaan ini terletak pada
cara mengenalkan dan melafalkan setiap bunyi bahasa yang diajarkan. Metode
bunyi satuan hurufnya dilafalkan sesuai dengan bunyinya.
1. Langkah – langkah penerapan metode bunyi
a. Guru memberikan beberapa kalimat pendek kepada siswa
Contoh:
Ini si didi
si didi duduk di kursi
si didi makan roti
b. Kalimat pendek yang sudah diperkenalkan kemudian dieja sesuai bunyi
[ i – en – i ni ]  ini
[ es – i = si  si ed – i = di, ed – i =di]  si didi
[ ed – u = du, ed – u – ek = duk]  duduk
[ed – i = di – di, ek – u – er = kur, es – i = si ] di kursi

b dilafalkan [eb] atau [beh]


d dilafalkan [ed] atau [deh]
k dilafalkan [ek] atau [keh]

Pada dasarnya metode bunyi ini mirip dengan metode eja/ alpabet diatas.
Perbedaan mendasarnya hanya pada cara atau sistem pembacaan atau pelafalan
abjadnya saja.

3. Metode Suku Kata / Metode Rangkai-Kupas

7
Proses pembelajaran dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku
kata, seperti /ba, bi, bu, be, bo/; /ca, ci, cu, ce, co/; /da, di, du, de, do/; /ka, ki, ku,
ke, ko/, dan seterusnya. Suku-suku kata tersebut, kemudian dirangkaikan menjadi
kata-kata bermakna. Kata- kata tersebut seperti :

cu - ci ka - ki bu - ku
da - du bi - bi ka - ca
ba - bi ba - ca ku – da

Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi


kelompok kata atau kalimat sederhana. Contoh :

ka - ki ku – da
ba – ca bu – ku
ku – ku ka – ki
dan lain sebagainya...

Proses perangkaian suku kata menjadi kata, kata menjadi kelompok kata
atau kalimat sederhana, kemudian ditindaklanjuti dengan proses pengupasan atau
penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi satuan-satuan bahasa terkecil di
bawahnya, yakni dari kalimat ke dalam kata-kata dan dari kata ke suku-suku kata.

4. Metode Global. 
Menurut Teori Gestalt, suatu kesatuan lebih bermakna daripada bagian-
bagian. Metode global dimulai dengan mengenalkan kalimat utuh kepada siswa.
Contohnya: ibu makan nasi (disertai gambar), anak membaca tulisan tersebut,
baru guru menjelaskan huruf-huruf yang dirangkai membentuk suku kata, kata,
dan kalimat. Kalimat-kalimat yang dipilih adalah kalimat yang sederhana dan
pendek-pendek dahulu, agar siswa tidak mengalami kesulitan. Proses penguraian
kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf,

8
tidak disertai dengan proses sintesis (perangkaian kembali). Artinya, huruf-huruf
yang telah terurai itu tidak dikembalikan lagi pada satuan di atasnya, yakni suku
kata. Demikian juga dengan suku-suku kata, tidak dirangkaikan lagi menjadi kata.
Contoh pengajarannya adalah :

a. Memperkenalkan kata dengan gambar

ini dadu
b. Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata; kata menjadi suku kata;
suku kata menjadi huruf-huruf.

ini dadu
ini dadu
i – ni da – du
i–n–i d–a–d–u

5. Metode SAS — Struktural Analisa Sintesa.


Metode SAS dilaksanakan dengan menggunakan kartu kalimat dan papan
flanel (softboard). Mula-mula guru menunjukkan gambar kepada siswa (namun
jika guru bisa membawa benda asli sebagai media pembelajaran dan ditunjukkan
kepada siswa, tentu akan lebih baik). Misalnya guru menunjukkan bola kepada
siswa, kemudian berkata, ”Anak-anak, ini bola.” Suruh siswa mengulangi kata-
kata guru. ”ini apa?” Siswa menjawab, ”ini bola”. Apabila siswa hanya

9
menjawab bola saja, maka guru perlu membetulkan ucapan siswa, ”ini bola”.
Guru menyuruh siswa menirukan kata-kata guru.
Kegiatan selanjutnya, guru menempelkan gambar bola di papan tulis. Di
bawah gambar bola itu ditempelkan tulisan ini bola. Guru menunjukkan contoh
membaca tulisan ini bola, dan siswa disuruh menirukan. Pastikan bahwa siswa
seluruh kelas memperhatikan tulisan ketika mengucapkan kalimat ini bola.
Gambar diambil, tulisan ini bola tetap tertempel di papan tulis. Guru menyuruh
siswa membaca kembali tulisan ini bola tadi.
Kegiatan selanjutnya adalah menganalisis kalimat ini bola, menjadi kata,
kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf. Setelah itu, huruf-huruf
dikembalikan menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata-kata menjadi
kalimat (sintesa).

Berikut adalah contohnya: membaca kalimat “ini bola”

                                 ini  -   bola

                                 i   - ni       bo -  la

                                 i  - n -  i       b  - o -  l -  a

                                 i  -  ni       bo – la

                                 ini  -  bola

10
                                 ini bola

D. Langkah-langkah dalam pembelajaran membaca kata


Umumnya, pembelajaran membaca tanpa buku berlangsung di minggu-
minggu awal anak masuk sekolah. Hal ini dimaksudkan agar anak memasuki
masa transisi belajar dari sekolah TK yang cenderung masih bermain menuju
sekolah SD yang sudah mulai belajar lebih serius tanpa terlihat serius. Ada
beberapa langkah yang harus dilakukan guru dialam mengajarkan membaca yaitu
1. Menceritakan gambar
Dalam hal ini guru menunjukkan gambar dan memberikan nama terhadap
tokoh-tokoh dalam peran. Hendaknya dalam penamaan menggunakan huruf-huruf
pertama yang dikenal anak seperti “budi” untuk gambar anak laki-laki, “nani”
untuk gambar perempuan dan lain sebagainya.
2. Memperkenalkan bentuk-bentuk huruf melalui bantuan gambar
Selanjutnya guru bisa meletakkan tulisan disebelah gambar yang sudah
diperkenalkan sebelumnya. Seperti meletakkan tulisan ini budi di sebelah gambar
anak laki-laki dan ini nani di sebelah gambar anak perempuan bergantung kepada
metode yang digunakan.
3. Membaca tulisan bergambar
Pada langkah ini, guru mulai melakukan proses pembelajaran membaca
sesuai dengan metode yang dipilihnya. Jika menggunakan Metode Eja atau
Metode Bunyi pengenalan lambang tulisan akan diawali dengan pengenalan
huruf-huruf melalui proses drill (teknik tubian) atau proses hafalan. Jika
menggunakan Metode Global atau Metode SAS proses pembelajaran membaca
akan dimulai dari pengenalan struktur kalimat (sederhana); lalu diuraikan menjadi
kata, kata menjadi suku kata, hingga unit terkecil di tingkat huruf. Setelah itu
dilakukan sintesis (perangkaian) huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata,
kata menjadi kalimat, hingga kembali lagi ke struktur semula.
4. Membaca tulisan tanpa gambar
Setelah proses ini dilalui, langkah selanjutnya guru secara perlahan-lahan
dapat menyingkirkan gambar-gambar tadi dan siswa diupayakan untuk melihat

11
bentuk tulisannya saja. Kegiatan ini dapat disertai dengan penyalinan bentuk
tulisan di papan tulisan dan guru menyajikan wacana sederhana yang dapat
memberikan keutuhan makna atau keutuhan informasi kepada anak. Seperti
contoh berikut :

ini budi
ini nani
ini mama budi
ini mama nani

E. Hal penting dalam pembelajaran membaca kata


Didalam pembelajaran membaca kata, teknik berbeda diterapkan dalam
tingkatan pembelajaran yang berbeda. Contohnya didalam pembelajaran membaca
awal, instruksi langsung melibatkan pembelajaran kelompok kecil dengan
kebebasan kerja terbatas. Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika
mengajarkan membaca kata kepada anak adalah :
1. Instruksi kelompok kecil
Kelompok kecil dianjurkan ketika mengajarkan membaca kata permulaan
karena lebih efisien. Pembelajaran membaca khususnya membaca kata melibatkan
respon oral yang bergantian dengan umpan balik dari guru. Umpan balik dari guru
ini sangat efisien jika hanya dalam kelompok kecil. Aspek penting dalam instruksi
kelompok kecil ini adalah membentuk kelompok yang homogen karena anak yang
lebih pintar akan meningkat dengan cepat selama pembelajaran sedangkan anak
yang kurang akan mendapatkan latihan lebih didalam kelompok untuk
meningkatkan dirinya. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam instruksi kelompok
ini adalah anak perlu lebih dekat dengan gurunya sehingga perhatian anak bisa
terfokus pada gurunya didepan kelas.
2. Tanggapan serempak
Ciri terpenting dalam pembelajaran kelompok kecil adalah tanggapan atau
jawaban dari anak umumnya selalu serempak. Keuntungan dari jawaban yang
serempak ini adalah semua anak terlibat secara aktif didalam pembelajaran dan

12
guru bisa melihat apabila ada anak yang tidak aktif maka kita bisa segera
mengetahui dan menanganinya.

3. Waktu tunggu
Salah satu kelemahan dari jawaban yang serempak biasanya adalah anak
yang lebih pintar akan mendominasi didalam menjawab. Mereka akan bersuara
lebih keras mengalahkan anak yang lain. Untuk itu diperlukan waktu tunggu
didalam menjawab yang mana diikuti oleh sinyal untuk menjawab dari guru.Hal
ini memberikan siswa yang tidak terlalu pintar waktu untuk memikirkan bacaan
yang ada sehingga bisa ikut membaca sesuai contoh guru.
4. Daftar Kata
Sebelum kita mengajarkan membaca kata pada anak, maka hendaknya guru
sudah harus memiliki daftar kata yang akan diajarkan hari itu. Kata-kata yang
diajarkan hendaknya dekat dengan lingkungan dan keseharian anak sehingga
mereka lebih cepat memahami kata-kata yang diajarkan.
5. Pemberian isyarat
Pemberian isyarat didalam membaca bisa diilustrasikan pada bagan berikut :

Instruksi : Guru menunjuk pada awal kata sambil berkata


1
“bersiap”

Isyarat untuk suku kata pertama : Jari guru berpidah dari


awal sampai menyentuh huruf pertama sembari memberi
2 contoh bunyinya. Dalam hal ini pandangan guru mengarah
kepada siswa.Tangan guru berhenti sekitar 1-2 detik pada
suku kata pertama

Isyarat kedua : jari guru membentuk lengkungan pada suku


3 kata kedua sembari memberi contoh suara lalu mengangkat
telunjuknya dari papan sebagai isyarat berhenti.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembelajaran membaca kata utamanya bagi anak permulaan sekolah dasar
sangat penting sebagai pondasi didalam pembelajaran nantinya. Semua ilmu yang
akan didapat anak sebagian besar didapat dari membaca sehingga keterampilan
membaca mutlak dimiliki oleh setiap anak. Ada beragam metode didalam
mengajarkan membaca kata untuk anak. Setiap metode memiliki kelebihan dan
kekurangan sehingga diperlukan kesiapan dan keterampilan guru didalam memilih
dan menerapkan metode yang ada. Disamping metode juga ada langkah-langkah
yang bisa dilakukan guru didalam menerapkan metode-metode tersebut sehingga
memaksimalkan pencapaian anak didalam belajar membaca utamanya membaca
kata.

B. Saran
Adapun saran yang bisa diberikan bagi pembaca adalah diharapkan
pembaca bisa memilih metode yang sesuai untuk diajarkan kepada anak didiknya
dan bisa mengembangkan lagi metode yang ada sehingga menarik bagi anak dan
menimbulkan minat belajar anak.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Saleh. 2006. Suplemen Materi Ajar Pembelajaran Bahasa Indonesia di


Kelas Rendah. Singaraja : Pendidikan Dasar FIP IKIP Negeri Singaraja.

Carnine, Douglas W, Jerry Silbert, Edward J. Kame’enui, Sara J. Tarver.


20091990. Direct Instruction Reading.second edition.USA : Pearson
Publishing.

Estuarita, Isna. 2013. Membaca Menulis Permulaan tersedia pada


http://isnaesturita.wordpress.com/2013/02/27/mmp-membaca-dan-menulis-
permulaan/ (diakses pada 20 November 2013)

Finoza, Lamuddin. 2008. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Diksi

Haryadi & Zamzami. 1997. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia.


Jakarta : DEPDIKBUD DIRJENDIKTI Bagian Proyek Pengembangan Guru
Sekolah Dasar.

K12 Reader. Sight Word Teaching tersedia pada http://www.k12reader.com/sight-


word-teaching-strategies/ (diakses pada 21 November 2013)

Mulyati, Yeti. 2010. Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan. Jakarta:


Universitas Pendidikan Indonesia

Pateda, Mansoer. 1995. Kosakata dan Pengajarannya. Flores NTT : Nusa Indah

Rahim, Farida. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. (Cetakan Ke 3).


Jakarta : PT Bumi Aksara

Sutisna. 2013. Pengertian Membaca tersedia pada http://sutisna.com/bahasa-


sastra/pengertian-membaca/ (diakses pada 20 November 2013)

Wikipedia. 2013. Teori Gestalt tersedia pada http://id.wikipedia.org/wiki/Gestalt


(diakses pada 21 November 2013)

15

Anda mungkin juga menyukai