Anda di halaman 1dari 23

MATA KULIAH : BIMBINGAN BELAJAR

DOSEN PENGAMPU : JUSMAWATI., S.Pd, M.Pd

BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD

DISUSUN OLEH:

INA FEBRIYANTI : 17093188206035

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)

TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan Makalah ini. Shalawat dan salam buat junjungan kita Nabi
Muhammad, SAW serta keluarga dan sahabat juga pengikut beliau yang setia.

Sudah menjadi kewajiban setiap Mahasiswa dalam perkuliahan membuat


karya ilmiah dalam bentuk makalah, guna untuk memenuhi tugas sebagai salah
satu syarat pada mata kuliah “BIMBINGAN BELAJAR”

Penulis telah memilih suatu judul yang menjadi fokus pembahasan yang
dilakukan yaitu ”BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD”. Dalam penulisan
makalah ini kami menyadari bahwa banyak sekali kesulitan-kesulitan yang
penulis temui, namun berkat ketekunan, kesabaran, serta atas bantuan, dorongan,
bimbingan dan dukungan dari semua pihak, alhamdulillah makalah ini dapat
disusun dengan sederhana.

Atas segala bantuan, dorongan, bimbingan dan dukungan yang telah


diberikan, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, semoga
Allah membalasnya yang setimpal. Penulis sangat berharap kritik dan saran yang
konstruktif terhadap isi, sistematika dan lain sebagainya yang terkait dengan
makalah ini. Akhirnya penulis berharap agar penulisan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri, amin yaarabbal
‘alamin.

Makassar, 01-06-2020

Penulis,

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantari………………………………………………………. i

Daft ar Isi……………………………………………………………… ii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................……… … 2
C. Tujuan Penulisan..................................................................... … 2

Bab II Pembahasan

A. Hakikat Bimbingan Dan Konseling Di SD……………………. 3

B. Perlunya Bimbingan Dan Konseling Di SD…………………… 3

C. Kondisi Belajar Mengajar……………………………………… 7

D. Kriteria Masalah……………………………………………… 9

E. Jenis-Jenis Masalah Yang Sering Terjadi…………………… 12

F. Peran Pendidik (Guru) Dalam Proses Belajar Mengajar…… 13

G. Peran Guru Kelas Dalam Kegiatan BK Di SD………………. 15

Bab III Penutup

A. Penutup …………………………………………………………. 21

B. Kesimpulan …………………………………………………….. 21

Daftar Pustaka…………………………………………………………. 23

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003
pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional maka dirumuskan
tujuan pendidikan dasar yakni memberi bekal kemampuan dasar kepada
siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan
siswa untuk mengikuti pendidikan menengah (pasal 3 PP nomor 28 tahun
1990 tentang Pendidikan Dasar).
Pendidikan dasar merupakan pondasi untuk pendidikan selanjutnya
dan pendidikan nasional. Untuk itu aset suatu bangsa tidak hanya terletak
pada sumber daya alam yang melimpah, tetapi terletak pada sumber daya
alam yang berkualitas. Sumber daya alam yang berkualitas adalah sumber
daya manusia, maka diperlukan peningkatan sumber daya manusia
Indonesia sebagai kekayaan negara yang kekal dan sebagai investasi untuk
mencapai kemajuan bangsa.
Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting
dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa
yang dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang
bahwa proses pendidikan adalah proses interaksi antara masukan alat dan
masukan mentah. Masukan mentah adalah peserta didik, sedangkankan
masukan alat adalah tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan materi

4
kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, system administrasi dan
supervisi pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem
evaluasi serta bimbingan konseling (Tim Pengembangan MKDK IKIP
Semarang, 1990:58).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Hakikat Bimbingan Dan Konseling Di SD?
2. Apa Perlunya Bimbingan Dan Konseling Di SD?
3. Apa Kondisi belajar mengajar?
4. Apa Kriteria Masalah?
5. Apa Jenis-Jenis Masalah Yang Sering Terjadi?
6. Apa Peran Pendidik (Guru) Dalam Proses Belajar Mengajar?
7. Apa Peran Guru Kelas Dalam Kegiatan BK Di SD?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Hakikat Bimbingan Dan Konseling Di SD
2. Untuk Mengetahui Perlunya Bimbingan Dan Konseling Di SD
3. Untuk mengetahui kondisi belajar mengajar
4. Untuk Mengetahui Kriteria Masalah
5. Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Masalah Yang Sering Terjadi
6. Untuk mengetahui Peran Pendidik (Guru) Dalam Proses Belajar
Mengajar
7. Untuk Mengetahui Peran Guru Kelas Dalam Kegiatan BK Di SD

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKIKAT BIMBINGAN DAN KONSLING DI SD


Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang
mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi oleh klien. Murid juga sudah percaya diri untuk mengeluarkan
pendapatnya dan menjelaskan serta memaparkan jawaban atas pertanyaan
yang diberikan.Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan
kepada seseorang supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan
pada diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki tingkah
lakunya pada masa yang akan datang.

B. PERLUNYA BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD


Jika ditinjau secara mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang
melatarbelangi perlunya bimbingan yakni tinjauan secara umum, sosio
kultural dan aspek psikologis. Secara umum, latar belakang perlunya
bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan
nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras,
tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat
jasmani dan rohani.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah barang tentu perlu
mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah
satunya komponen bimbingan. Bila dicermati dari sudut sosio kultural,
yang melatar belakangi perlunya proses bimbingan adalah adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sehingga
berdampak disetiap dimensi kehidupan. Hal tersebut semakin diperparah

6
dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara laju lapangan
pekerjaan relatif menetap.
Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang
melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
1. Masalah perkembangan individu,
2. Masalah perbedaan individual,
3. Masalah kebutuhan individu,
4. Masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
5. Masalah belajar

C. KONDISI BELAJAR MENGAJAR DI SD


Kondisi Belajar Mengajar di SD Kondisi belajar adalah suatu
keadaan yang dapat mempengaryhi proses dan hasil belajar. Definisi lain
tentang kondisi belajar adalah suatu yang mana terjadi aktifitas
pengetahuan dan pengalaman melalui berbagai proses pengolahan mental.
Sedangkan menurut Gagne dalam bukunya “Condition of learning”
(1977) menyatakan “The occurence of learningis inferred from a
difference in human being‟s performance before and after being placed in
a learning situation”. Terjadinya belajar pada manusia terdapat perbedaan
dalam penampilan/ kinerja manusia sebelum dan sesudah ia ditempatkan
pada situasi belajar. Dengan kata lain ia menyatakan bahwa kondisi belajar
adalah suatu situasi belajar (learning situation) yang dapat menghasilkan
perubahan perilaku (performance) pada seseorang setelah ia ditempatkan
pada situasi tersebut.
Gagne membagi kondisi belajar atas dua, yaitu:
1. Kondisi internal (internal condition) adalah kemampuan yang telah ada
pada diri individu sebelum ia mempelajari sesuatu yang baru yang
dihasilkan oleh seperangkat proses transformasi (ingat information
processing theory Gagne)
2. Kondisi Eksternal (eksternal condition) adalah situasi perangsang di

7
luar diri si belajar. Kondisi belajar yang diperlukan untuk belajar
berbeda-beda untuk setiap kasus. Begitu pula dengan jenis kemampuan
belajar yang berbeda akan membutuhkan kemampuan belajar
sebelumnya yang berbeda dan kondisi eksternal yang berbeda pula.

Masalah-masalah Belajar Internal dan Eksternal


Secara umum kondisi belajar internal dan eksternal akan
mempengaruhi belajar. Kondisi itu antara lain, pertama, lingkungan fisik.
Lingkungan fisik yang ada dalam proses dan di sekitar proses
pembelajaran memberi pengaruh bagi proses belajar. Kedua, suasana
emosional siswa. Suasana emosional siswa akan memberi pengaruh dalam
proses pembelajaran siswa. Hal ini bisa dicermati ketika kondisi emosional
siswa sedang labil maka proses belajarpun akan mengalami gangguan.
Ketiga, lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang berada di sekitar siswa
juga turut mempengaruhi bagaiman seorang siswa belajar.
Di bawah ini adalah masalah-masalah belajar yang bersifat internal
dan masalah-masalah yang bersifat eksternal:
1. Masalah belajar internal adalah masalah yang timbul dari dalam diri
siswa atau faktor-faktor internal yang ditimbulkan ketidak beresan
siswa dalam belajar. Faktor internal berasal dari dalam diri anak itu
sendiri, seperti:
a. Kesehatan
b. Rasa aman
c. Faktor kemampuan intelektual
d. Faktor afektif seperti perasaan dan percaya diri
e. Motivasi
f. Kematangan untuk belajar
g. Usia
h. Kematangan untuk belajar
i. Jenis kelamin
j. Latar belakang social

8
k. Kebiasaan belajar
l. Kemampuan mengingat
m. Dan kemampuan penginderaan seperti: melihat, mendengar atau
merasakan.
Masalah belajar eksternal adalah masalah-masalah yang timbul dari
luar diri siswa sendiri atau faktor-faktor eksternal yang menyebabkan
ketidak beresan siswa dalam belajar. Faktor eksternal adalah faktor
yang datang dari luar diri siswa, seperti:
a. Kebersihan rumah
b. Udara yang panas
c. Ruang belajar yang tidak memenuhi syarat
d. Alat-alat pelajaran yang tidak memadai
e. Lingkungan sosial maupun lingkungan alamiah
f. Kualitas proses belajar mengajar.

D. KRITERIA MASALAH
Pada dasarnya, masalah ditandai oleh adanya kesenjangan antara
harapan dan kenyataan. Namun, tidak semua masalah perlu ditangani
melalui pendekatan konseling. Suatu masalah perlu ditangani melalui
konseling, bila memenuhi kriteria tertentu. Pada dasarnya, masalah
tersebut berasal dari suatu masalah yang cukup serius, cukup
mengguncangkan pribadi konseli, masalah tersebut senantiasa mencekam
sehingga pikiran dan perasaan konseli tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Bahkan berpengaruh terhadap perubahan fisiologik tubuh. Disisi
lain, masalah tersebut sudah berada diluar jangkauan konseli untuk
mereda, menghalau ataupun untuk menyelesaikannya sendiri. Sementara
itu, bila masalah tersebut tidak diatasi maka akan merugikan diri sendiri
maupun pihak lain, terjadinya hambatan perkembangan, penyimpangan
sikap dan perilaku, salah perilaku dan inadekuat lain.
Selanjutnya, secara sadar konseli butuh bantuan dari orang lain
untuk menghadapi, mengatasi, dan memecahkan masalahnya yang berada

9
di luar kemampuannya. Jadi, masalah tersebut perlu digarap dengan cara-
cara khusus, cara-cara yang memadai. Dengan kata lain, masalah tersebut
diatasi dengan bantuan orang lain yang memiliki kompetensi atau keahlian
sesuai dengan karakteristik dan kadar permasalahanya perlu penanganan
secara profesional.
Meski masalah tersebut cukup serius dan sifatnya spesifik,
menimbulkan ketegangan, kecemasan, ketakutan, frustasi ataupun konflik
namun masalah tersebut masih dalam jangkauan profesi bimbingan dan
konseling, masih dalam kategori “normal”, belum termasuk “abnormal”.
Bila masalah konseli mencapai kadar yang sangat berat, neuosus, diluar
jangkauan konselor, maka perlu di “referal” kepada psikologis klinis.
Terlebih-lebih bila diagnosa masalah mengidentifikasi adanya simtoma
abnormalitas atau psikosis, maka merupakan kewenangan psikiater untuk
menanganinya.
Berikut ini adalah kriteria masalah dalam konseling secara prinsip,
antara lain:
1. Masalah sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang
tergolong serius, sifatnya khas dan cukup mengguncangkan kehidupan
secara sosial maupum pribadi dari konseli. Masalah yang dihadapi oleh
konseli itu mempengaruhi kehidupan pribadi maupun sosial dari
konselinya.
2. Masalah yang cukup serius itu, selalu mengganggu pikiran dan
perasaan, serta masalah tersebut diluar jangkauan subjek untuk
mangatasi atau menyelesaikan sendiri. Masalah tersebut adalah suatu
masalah dimana konseli sudah merasa tidak mampu untuk
menyelesaikan masalah tersebut dengan dirinya sendiri. Maka, disini
konseli membutuhkan bantuan dari konselor untuk membantu salam
upaya pemecahan masalahnya tersebut.
3. Bila masalah tersebut tak terpecahkan ataupun tak terselesaikan, maka
akan mengakibatkan kerugian bagi subjek maupun pihak lain yang
boleh jadi berdampak memunculkan masalah baru. Jika suatu masalah

10
yang dihadapi oleh konseli tidak segera terpecahkan atau terselesaikan,
maka masalah tersebut dapat memunculkan suatu masalah yang baru
dan akan mengganggu kehidupan dari konseli. Oleh sebab itu, suatu
masalah yang dihadapi oleh konseli harus secepatnya dapat
terselesaikan dengan baik.
4. Pada gilirannya, konseli butuh bantuan pertolongan untuk
memecahkan masalahnya secara memadai, sehingga dapat
mengembangkan pribadi yang “balance”, produktif dan sehat. Konseli
akan selalu membutuhkan pertolongan bantuan dari seorang konselor
dalam upaya pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Setelah
memperoleh bantuan dari konselor, maka diharapkan konseli mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal, serta dapat
hidup dengan seimbang, produktif, dan sehat.
5. Dengan kata lain, masalah tersebut perlu ditangani secara profesional
oleh figur yang kompeten dan berwenang. Dalam menangani suatu
permasalahan yang dihadapi oleh konseli memang sudah seharusnya
ditangani oleh orang yang profesional dan sudah ahli dalam bidang
bimbingan dan konseling. Jika dalam menangani suatu masalah itu
tidak ditangani oleh orang yang sudah profesional, maka akan menjadi
ketakutan, apabila pemecahannya tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh konseli atau tidak sesuai dengan tugas perkembangan
dari konseli yang bersangkutan.
6. Akhirnya, masalah yang dimaksud berada dalam ruang lingkup
kewenangan konselor yaitu masalah-masalah melanda pada orang-
orang normal. Seorang konselor hanya akan membantu memecahkan
masalah dari konseli yang masih dalam keadaan normal, atau tidak
sedang mengalami gangguan jiwa (abnormal). Jika konseli sudah
berada dalam suatu keadaan yang abnormal, maka hal itu sudah tidak
menjadi kewenangan dari seorang konselor. Dengan kata lain, masalah
itu bisa dialih tangankan kasus ke orang yang lebih ahli, misalnya
seorang psikiater.

11
E. JENIS-JENIS MASALAH YANG SERING TERJADI
Berikut ini ada beberapa masalah yang dialami oleh para remaja di
sekolah menengah, antara lain:
1. Masalah Emosi
Secara tradisional, masa remaja dianggap sebagai periode badai dan
tekanan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai
akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Emosi remaja seringkali
sangat kuat, tidak terkendali, dan kadang kurang tampak irasional.
Hal ini dapat dilihat dari gejala yang nampak pada mereka, misalnya
mudah marah. Keadaan seperti ini sering kali menimbulkan berbagai
permasalahan khususnya dalam kaitannya dengan penyesuaian diri di
lingkungannya.
2. Masalah Penyesuaian Diri
Salah satu tugas yang paling sulit pada masa remaja adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan
diri dengan lawan jenis baik dengan sesama remaja maupun dengan
orang-orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Pada
fase ini remaja lebih banyak di luar rumah bersama dengan teman-
temannya sebagai kelompok, maka dapatlah dipahami jika pengaruh
teman sebaya dalam segala pola perilaku, sikap, minat, dan gaya
hidupnya lebih besar daripada pengaruh dari keluarga. Perilaku
remaja sangat bergantung pada pola-pola perilaku kelompok. Yang
menjadi masalah apabila mereka salah dalam bergaul.
3. Masalah Perilaku Seksual
Tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh remaja
sehubungan dengan kematangan seksualitasnya adalah pembentukan
hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis dan belajar
memerankan peran seks yang diakuinya. Pada masa ini, remaja sudah
mulai tertarik pada lawan jenis, mulai bersifat romantis, yang diikuti
oleh keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dan perhatian

12
dari lawan jenis. Sebagai akibatnya, remaja memiliki minat yang
tinggi terhadap seks.
4. Masalah Perilaku Sosial
Tanda-tanda masalah perilaku sosial pada remaja dapat dilihat dari
adanya diskriminasi terhadap mereka yang berlatar belakang ras,
agama, atau sosial ekonomi yang berbeda. Dengan perilaku-perilaku
sosial seperti ini, maka akan dapat melahirkan geng-geng atau
kelompok-kelompok remaja, yang pembentukannya berdasarkan atas
kesamaan latar belakang, agama, suku, dan sosial ekonomi.
Pembentukan kelompok atau geng pada remaja tersebut dapat
memicu terjadinya permusuhan antar kelompok atau geng.
5. Masalah Moral
Masalah moral yang terjadi pada remaja ditandai oleh adanya
ketidakmampuan remaja dalam membedakan mana yang benar dan
mana yang salah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
ketidakkonsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya antar sekolah, keluarga,
ataupun dalam kelompok remaja. Ketidakmampuan membedakan
mana yang benar dengan mana yang salah dapat membawa masalah
bagi kehidupan remaja pada khususnya dan pada semua orang pada
umumnya. Untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang
demikian, maka sekolah sebaiknya menyelenggarakan berbagai
kegiatan-kegiatan keagamaan dan meningkatkan budi pekerti. Contoh
dari masalah moral ini adalah mencontek saat ujian.

F. PERAN (GURU) DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR


Menurut UU Republik Indonesia tentang sistem Pendidikan
Nasional No.20 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 5 menjelaskan bahwa
tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan
menurut ayat 6 pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi

13
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyawiswara, tutor,
instruktur, fasilitator,dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggrakan pendidikan. Proses belajar
mengajar merupakan inti dari proses pendidikan yang secara keseluruhan
dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena proses belajar
mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa
atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu. Peran guru dalam proses belajar
mengajar,guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar (teacher),seperti
fungsinya yang menonjol selama ini,melainkan beralih sebagai pelatih
(coach),pembimbing (counselor) dan manager belajar (learning manager).
Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Dimana
sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk
menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan
mencapai prestasi setinggi-tingginya.
1. Guru Sebagai Pendidik Pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualfikasi sebagai guru, dosen, konselor, dll, serta berpasrtisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan. Guru adalah pendidik yang
menjadi tokoh panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan
liungkungannya. Oleh karena itu guru yang juga sebagai pendidik
harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup
tanggung jawab, mandiri, berwibawa, dan disiplin, agar guru
berpotensi menjadi tenaga pendidik yang professional.
2. Guru sebagai pengajar Mengajar adalah salah satu cara mentransfer
ilmu terhadap peserta didik karena kegiatan belajar mengajar
diantaranya dipengaruhi hubungan peserta didik dengan guru.Untuk
dapat melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus memiliki
kemampuan profesional dalam mengelola proses pembelajarannya
yaitu:
a. Menguasai bahan
b. Mengelola program belajar mengajar

14
c. Mengelola kelas
d. Menggunakan media belajar dengan baik
e. Menguasai landasan pendidikan
f. Mengelola interaksi belajar mengajar
g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran
h. Mengenal gungsi layanan bimbingan
i. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
j. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian
pendidikan
3. Guru sebagai pembimbing Bimbingan merupakan suatu proses yang
berkelanjutan. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada
individu agar individu tersebut dapat berkembang dengan baik. Guru
sebagai pembimbing harus memberikan bimbingan, bantuan yang
diberikan

G. PERAN GURU KELAS DALAM KEGIATAN BK DI SD


Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis
Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar.
Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat
penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran
yang dirumuskan.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru
dalam kegiatan BK, yaitu:
1. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar
informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi
kegiatan akademik maupun umum.
2. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus,
jadwal pelajaran dan lain-lain
3. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan
serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa,

15
menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas)
sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar
4. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam
pendidikan dan pengetahuan.
7. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam
proses belajar-mengajar.
8. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik
dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga
dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.

16
RANGKUMAN

Hakikat bimbingan dan konsling di SD Konseling adalah proses


pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada
individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi oleh klien. Murid juga sudah percaya diri untuk
mengeluarkan pendapatnya dan menjelaskan serta memaparkan jawaban atas
pertanyaan yang diberikan.Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan
kepada seseorang supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan pada diri
sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa
yang akan datang.
Kondisi Belajar Mengajar di SD Kondisi belajar adalah suatu keadaan
yang dapat mempengaryhi proses dan hasil belajar. Definisi lain tentang kondisi
belajar adalah suatu yang mana terjadi aktifitas pengetahuan dan pengalaman
melalui berbagai proses pengolahan mental. Sedangkan menurut Gagne dalam
bukunya “Condition of learning” (1977) menyatakan “The occurence of
learningis inferred from a difference in human being‟s performance before and
after being placed in a learning situation”. Terjadinya belajar pada manusia
terdapat perbedaan dalam penampilan/ kinerja manusia sebelum dan sesudah ia
ditempatkan pada situasi belajar.
Dan Perlunya Bimbingan Dan Konseling Di SdJika ditinjau secara
mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang melatarbelangi perlunya
bimbingan yakni tinjauan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis.
Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat dengan
pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras,
tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan
rohani. Dan adapun kriteria dalam bimbingan di SD Berikut ini adalah kriteria
masalah dalam konseling secara prinsip, antara lain:

17
1. Masalah sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang tergolong
serius, sifatnya khas dan cukup mengguncangkan kehidupan secara sosial
maupum pribadi dari konseli. Masalah yang dihadapi oleh konseli itu
mempengaruhi kehidupan pribadi maupun sosial dari konselinya.
2. Masalah yang cukup serius itu, selalu mengganggu pikiran dan perasaan,
serta masalah tersebut diluar jangkauan subjek untuk mangatasi atau
menyelesaikan sendiri. Masalah tersebut adalah suatu masalah dimana
konseli sudah merasa tidak mampu untuk menyelesaikan masalah tersebut
dengan dirinya sendiri. Maka, disini konseli membutuhkan bantuan dari
konselor untuk membantu salam upaya pemecahan masalahnya tersebut.
3. Bila masalah tersebut tak terpecahkan ataupun tak terselesaikan, maka akan
mengakibatkan kerugian bagi subjek maupun pihak lain yang boleh jadi
berdampak memunculkan masalah baru. Jika suatu masalah yang dihadapi
oleh konseli tidak segera terpecahkan atau terselesaikan, maka masalah
tersebut dapat memunculkan suatu masalah yang baru dan akan
mengganggu kehidupan dari konseli. Oleh sebab itu, suatu masalah yang
dihadapi oleh konseli harus secepatnya dapat terselesaikan dengan baik.
4. Pada gilirannya, konseli butuh bantuan pertolongan untuk memecahkan
masalahnya secara memadai, sehingga dapat mengembangkan pribadi
yang “balance”, produktif dan sehat. Konseli akan selalu membutuhkan
pertolongan bantuan dari seorang konselor dalam upaya pemecahan masalah
yang sedang dihadapi. Setelah memperoleh bantuan dari konselor, maka
diharapkan konseli mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya
secara optimal, serta dapat hidup dengan seimbang, produktif, dan sehat.
5. Dengan kata lain, masalah tersebut perlu ditangani secara profesional oleh
figur yang kompeten dan berwenang. Dalam menangani suatu permasalahan
yang dihadapi oleh konseli memang sudah seharusnya ditangani oleh orang
yang profesional dan sudah ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.
Jika dalam menangani suatu masalah itu tidak ditangani oleh orang yang
sudah profesional, maka akan menjadi ketakutan, apabila pemecahannya

18
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konseli atau tidak sesuai
dengan tugas perkembangan dari konseli yang bersangkutan.
Menurut UU Republik Indonesia tentang sistem Pendidikan Nasional
No.20 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 5 menjelaskan bahwa tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan
menurut ayat 6 pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyawiswara, tutor,
instruktur, fasilitator,dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggrakan pendidikan. Proses belajar
mengajar merupakan inti dari proses pendidikan yang secara keseluruhan
dengan guru sebagai pemegang peranan utama.
Akhirnya, masalah yang dimaksud berada dalam ruang lingkup
kewenangan konselor yaitu masalah-masalah melanda pada orang-orang
normal. Seorang konselor hanya akan membantu memecahkan masalah dari
konseli yang masih dalam keadaan normal, atau tidak sedang mengalami
gangguan jiwa (abnormal). Jika konseli sudah berada dalam suatu keadaan
yang abnormal, maka hal itu sudah tidak menjadi kewenangan dari seorang
konselor. Dengan kata lain, masalah itu bisa dialih tangankan kasus ke orang
yang lebih ahli, misalnya seorang psikiater. Sardiman (2001:142)
menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
1. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar
informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan
akademik maupun umum.
2. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal
pelajaran dan lain-lain
3. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan
serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa,
menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga
akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar

19
4. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam
pendidikan dan pengetahuan.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bimbingan dan konseling yang melibatkan lembaga konseling,
konselor dan konselee ini, tentu tidak lepas dari pengaruh dinamisasi
ruang dan waktu kehidupan yang senantiasa menawarkan perubahan. Oleh
karenanya, agar bimbingan dan konseling ini senantiasa efektif dan
berkembang lebih baik, maka ke tiga unsur yang ada dalam konseling
tersebut harus senantiasa ditinjau ulang, baik secara teori maupun praktik.
Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kesalahpahaman pemaknaan
yang tentu saja akan berdampak pada praktiknya.
Banyaknya problem yang terjadi dalam konseling, problematika
konselor dan konselee kebanyakan lahir dari ketidakpahaman yang
mendalam tentang konseling. Oleh karena itu, image ketiga unsure
konseling harus benar-benar dibangun kembali menjadi lembaga yang
benar-benar nyaman untuk sharing yang solutif berbagai macam masalah
yang dihadapi peserta didik.
Ketiga unsur di atas bukanlah hal yang berjalan sendiri-sendiri,
melainkan saling terkait antara satu dan yang lain. Maka, semuanya harus
dipahami secara utuh agar pelaksanaanya bisa optimal.

B. Saran
Pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan
orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling
perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. Guru Sekolah
Dasar harus melaksanakan ketujuh layanan bimbingan konseling tersebut
agar setiap permasalahan yang dihadapi siswa dapat diantisipasi sedini
mungkin sehingga tidak menggangu jalannya proses pembelajaran.
Dengan demikian siswa dapat mencapai prestasi belajar secara optimal

21
tanpa mengalami hambatan dan permasalahan pembelajaran yang cukup
berarti.

22
DAFTAR PUSTAKA

Eka Fitriani SH, Jusmawati. 2019. Manajemen Kelas Mengembangakan


Profesionalisme Guru. Serang Banten: Penerbit CV.AA. RIZKY.

Irman R, Jusmawati, Satriawati. 2018. Strategi Belajar Mengajar. Makassar:


Penerbit Risky Artha Mulia.

Prof. Dr. Gede Sedanayasa. 2014. Bimbingan Belajar. Yogyakarta: Penerbit


GRAHA ILMU.

http://tugassekolahmandiri.blogspot.com/2016/06/makalah-bimbingan-konseling-
di-sd.html di akses pada tanggal 29-06-2020 ( 20:55 WIB).

23

Anda mungkin juga menyukai