DISUSUN OLEH:
TAHUN 2020
1
KATA PENGANTAR
Penulis telah memilih suatu judul yang menjadi fokus pembahasan yang
dilakukan yaitu ”BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD”. Dalam penulisan
makalah ini kami menyadari bahwa banyak sekali kesulitan-kesulitan yang
penulis temui, namun berkat ketekunan, kesabaran, serta atas bantuan, dorongan,
bimbingan dan dukungan dari semua pihak, alhamdulillah makalah ini dapat
disusun dengan sederhana.
Makassar, 01-06-2020
Penulis,
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantari………………………………………………………. i
Daft ar Isi……………………………………………………………… ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................……… … 2
C. Tujuan Penulisan..................................................................... … 2
Bab II Pembahasan
D. Kriteria Masalah……………………………………………… 9
A. Penutup …………………………………………………………. 21
B. Kesimpulan …………………………………………………….. 21
Daftar Pustaka…………………………………………………………. 23
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, system administrasi dan
supervisi pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem
evaluasi serta bimbingan konseling (Tim Pengembangan MKDK IKIP
Semarang, 1990:58).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Hakikat Bimbingan Dan Konseling Di SD?
2. Apa Perlunya Bimbingan Dan Konseling Di SD?
3. Apa Kondisi belajar mengajar?
4. Apa Kriteria Masalah?
5. Apa Jenis-Jenis Masalah Yang Sering Terjadi?
6. Apa Peran Pendidik (Guru) Dalam Proses Belajar Mengajar?
7. Apa Peran Guru Kelas Dalam Kegiatan BK Di SD?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Hakikat Bimbingan Dan Konseling Di SD
2. Untuk Mengetahui Perlunya Bimbingan Dan Konseling Di SD
3. Untuk mengetahui kondisi belajar mengajar
4. Untuk Mengetahui Kriteria Masalah
5. Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Masalah Yang Sering Terjadi
6. Untuk mengetahui Peran Pendidik (Guru) Dalam Proses Belajar
Mengajar
7. Untuk Mengetahui Peran Guru Kelas Dalam Kegiatan BK Di SD
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara laju lapangan
pekerjaan relatif menetap.
Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang
melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
1. Masalah perkembangan individu,
2. Masalah perbedaan individual,
3. Masalah kebutuhan individu,
4. Masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
5. Masalah belajar
7
luar diri si belajar. Kondisi belajar yang diperlukan untuk belajar
berbeda-beda untuk setiap kasus. Begitu pula dengan jenis kemampuan
belajar yang berbeda akan membutuhkan kemampuan belajar
sebelumnya yang berbeda dan kondisi eksternal yang berbeda pula.
8
k. Kebiasaan belajar
l. Kemampuan mengingat
m. Dan kemampuan penginderaan seperti: melihat, mendengar atau
merasakan.
Masalah belajar eksternal adalah masalah-masalah yang timbul dari
luar diri siswa sendiri atau faktor-faktor eksternal yang menyebabkan
ketidak beresan siswa dalam belajar. Faktor eksternal adalah faktor
yang datang dari luar diri siswa, seperti:
a. Kebersihan rumah
b. Udara yang panas
c. Ruang belajar yang tidak memenuhi syarat
d. Alat-alat pelajaran yang tidak memadai
e. Lingkungan sosial maupun lingkungan alamiah
f. Kualitas proses belajar mengajar.
D. KRITERIA MASALAH
Pada dasarnya, masalah ditandai oleh adanya kesenjangan antara
harapan dan kenyataan. Namun, tidak semua masalah perlu ditangani
melalui pendekatan konseling. Suatu masalah perlu ditangani melalui
konseling, bila memenuhi kriteria tertentu. Pada dasarnya, masalah
tersebut berasal dari suatu masalah yang cukup serius, cukup
mengguncangkan pribadi konseli, masalah tersebut senantiasa mencekam
sehingga pikiran dan perasaan konseli tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Bahkan berpengaruh terhadap perubahan fisiologik tubuh. Disisi
lain, masalah tersebut sudah berada diluar jangkauan konseli untuk
mereda, menghalau ataupun untuk menyelesaikannya sendiri. Sementara
itu, bila masalah tersebut tidak diatasi maka akan merugikan diri sendiri
maupun pihak lain, terjadinya hambatan perkembangan, penyimpangan
sikap dan perilaku, salah perilaku dan inadekuat lain.
Selanjutnya, secara sadar konseli butuh bantuan dari orang lain
untuk menghadapi, mengatasi, dan memecahkan masalahnya yang berada
9
di luar kemampuannya. Jadi, masalah tersebut perlu digarap dengan cara-
cara khusus, cara-cara yang memadai. Dengan kata lain, masalah tersebut
diatasi dengan bantuan orang lain yang memiliki kompetensi atau keahlian
sesuai dengan karakteristik dan kadar permasalahanya perlu penanganan
secara profesional.
Meski masalah tersebut cukup serius dan sifatnya spesifik,
menimbulkan ketegangan, kecemasan, ketakutan, frustasi ataupun konflik
namun masalah tersebut masih dalam jangkauan profesi bimbingan dan
konseling, masih dalam kategori “normal”, belum termasuk “abnormal”.
Bila masalah konseli mencapai kadar yang sangat berat, neuosus, diluar
jangkauan konselor, maka perlu di “referal” kepada psikologis klinis.
Terlebih-lebih bila diagnosa masalah mengidentifikasi adanya simtoma
abnormalitas atau psikosis, maka merupakan kewenangan psikiater untuk
menanganinya.
Berikut ini adalah kriteria masalah dalam konseling secara prinsip,
antara lain:
1. Masalah sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang
tergolong serius, sifatnya khas dan cukup mengguncangkan kehidupan
secara sosial maupum pribadi dari konseli. Masalah yang dihadapi oleh
konseli itu mempengaruhi kehidupan pribadi maupun sosial dari
konselinya.
2. Masalah yang cukup serius itu, selalu mengganggu pikiran dan
perasaan, serta masalah tersebut diluar jangkauan subjek untuk
mangatasi atau menyelesaikan sendiri. Masalah tersebut adalah suatu
masalah dimana konseli sudah merasa tidak mampu untuk
menyelesaikan masalah tersebut dengan dirinya sendiri. Maka, disini
konseli membutuhkan bantuan dari konselor untuk membantu salam
upaya pemecahan masalahnya tersebut.
3. Bila masalah tersebut tak terpecahkan ataupun tak terselesaikan, maka
akan mengakibatkan kerugian bagi subjek maupun pihak lain yang
boleh jadi berdampak memunculkan masalah baru. Jika suatu masalah
10
yang dihadapi oleh konseli tidak segera terpecahkan atau terselesaikan,
maka masalah tersebut dapat memunculkan suatu masalah yang baru
dan akan mengganggu kehidupan dari konseli. Oleh sebab itu, suatu
masalah yang dihadapi oleh konseli harus secepatnya dapat
terselesaikan dengan baik.
4. Pada gilirannya, konseli butuh bantuan pertolongan untuk
memecahkan masalahnya secara memadai, sehingga dapat
mengembangkan pribadi yang “balance”, produktif dan sehat. Konseli
akan selalu membutuhkan pertolongan bantuan dari seorang konselor
dalam upaya pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Setelah
memperoleh bantuan dari konselor, maka diharapkan konseli mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal, serta dapat
hidup dengan seimbang, produktif, dan sehat.
5. Dengan kata lain, masalah tersebut perlu ditangani secara profesional
oleh figur yang kompeten dan berwenang. Dalam menangani suatu
permasalahan yang dihadapi oleh konseli memang sudah seharusnya
ditangani oleh orang yang profesional dan sudah ahli dalam bidang
bimbingan dan konseling. Jika dalam menangani suatu masalah itu
tidak ditangani oleh orang yang sudah profesional, maka akan menjadi
ketakutan, apabila pemecahannya tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh konseli atau tidak sesuai dengan tugas perkembangan
dari konseli yang bersangkutan.
6. Akhirnya, masalah yang dimaksud berada dalam ruang lingkup
kewenangan konselor yaitu masalah-masalah melanda pada orang-
orang normal. Seorang konselor hanya akan membantu memecahkan
masalah dari konseli yang masih dalam keadaan normal, atau tidak
sedang mengalami gangguan jiwa (abnormal). Jika konseli sudah
berada dalam suatu keadaan yang abnormal, maka hal itu sudah tidak
menjadi kewenangan dari seorang konselor. Dengan kata lain, masalah
itu bisa dialih tangankan kasus ke orang yang lebih ahli, misalnya
seorang psikiater.
11
E. JENIS-JENIS MASALAH YANG SERING TERJADI
Berikut ini ada beberapa masalah yang dialami oleh para remaja di
sekolah menengah, antara lain:
1. Masalah Emosi
Secara tradisional, masa remaja dianggap sebagai periode badai dan
tekanan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai
akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Emosi remaja seringkali
sangat kuat, tidak terkendali, dan kadang kurang tampak irasional.
Hal ini dapat dilihat dari gejala yang nampak pada mereka, misalnya
mudah marah. Keadaan seperti ini sering kali menimbulkan berbagai
permasalahan khususnya dalam kaitannya dengan penyesuaian diri di
lingkungannya.
2. Masalah Penyesuaian Diri
Salah satu tugas yang paling sulit pada masa remaja adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan
diri dengan lawan jenis baik dengan sesama remaja maupun dengan
orang-orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Pada
fase ini remaja lebih banyak di luar rumah bersama dengan teman-
temannya sebagai kelompok, maka dapatlah dipahami jika pengaruh
teman sebaya dalam segala pola perilaku, sikap, minat, dan gaya
hidupnya lebih besar daripada pengaruh dari keluarga. Perilaku
remaja sangat bergantung pada pola-pola perilaku kelompok. Yang
menjadi masalah apabila mereka salah dalam bergaul.
3. Masalah Perilaku Seksual
Tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh remaja
sehubungan dengan kematangan seksualitasnya adalah pembentukan
hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis dan belajar
memerankan peran seks yang diakuinya. Pada masa ini, remaja sudah
mulai tertarik pada lawan jenis, mulai bersifat romantis, yang diikuti
oleh keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dan perhatian
12
dari lawan jenis. Sebagai akibatnya, remaja memiliki minat yang
tinggi terhadap seks.
4. Masalah Perilaku Sosial
Tanda-tanda masalah perilaku sosial pada remaja dapat dilihat dari
adanya diskriminasi terhadap mereka yang berlatar belakang ras,
agama, atau sosial ekonomi yang berbeda. Dengan perilaku-perilaku
sosial seperti ini, maka akan dapat melahirkan geng-geng atau
kelompok-kelompok remaja, yang pembentukannya berdasarkan atas
kesamaan latar belakang, agama, suku, dan sosial ekonomi.
Pembentukan kelompok atau geng pada remaja tersebut dapat
memicu terjadinya permusuhan antar kelompok atau geng.
5. Masalah Moral
Masalah moral yang terjadi pada remaja ditandai oleh adanya
ketidakmampuan remaja dalam membedakan mana yang benar dan
mana yang salah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
ketidakkonsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya antar sekolah, keluarga,
ataupun dalam kelompok remaja. Ketidakmampuan membedakan
mana yang benar dengan mana yang salah dapat membawa masalah
bagi kehidupan remaja pada khususnya dan pada semua orang pada
umumnya. Untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang
demikian, maka sekolah sebaiknya menyelenggarakan berbagai
kegiatan-kegiatan keagamaan dan meningkatkan budi pekerti. Contoh
dari masalah moral ini adalah mencontek saat ujian.
13
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyawiswara, tutor,
instruktur, fasilitator,dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggrakan pendidikan. Proses belajar
mengajar merupakan inti dari proses pendidikan yang secara keseluruhan
dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena proses belajar
mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa
atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu. Peran guru dalam proses belajar
mengajar,guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar (teacher),seperti
fungsinya yang menonjol selama ini,melainkan beralih sebagai pelatih
(coach),pembimbing (counselor) dan manager belajar (learning manager).
Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Dimana
sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk
menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan
mencapai prestasi setinggi-tingginya.
1. Guru Sebagai Pendidik Pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualfikasi sebagai guru, dosen, konselor, dll, serta berpasrtisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan. Guru adalah pendidik yang
menjadi tokoh panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan
liungkungannya. Oleh karena itu guru yang juga sebagai pendidik
harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup
tanggung jawab, mandiri, berwibawa, dan disiplin, agar guru
berpotensi menjadi tenaga pendidik yang professional.
2. Guru sebagai pengajar Mengajar adalah salah satu cara mentransfer
ilmu terhadap peserta didik karena kegiatan belajar mengajar
diantaranya dipengaruhi hubungan peserta didik dengan guru.Untuk
dapat melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus memiliki
kemampuan profesional dalam mengelola proses pembelajarannya
yaitu:
a. Menguasai bahan
b. Mengelola program belajar mengajar
14
c. Mengelola kelas
d. Menggunakan media belajar dengan baik
e. Menguasai landasan pendidikan
f. Mengelola interaksi belajar mengajar
g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran
h. Mengenal gungsi layanan bimbingan
i. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
j. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian
pendidikan
3. Guru sebagai pembimbing Bimbingan merupakan suatu proses yang
berkelanjutan. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada
individu agar individu tersebut dapat berkembang dengan baik. Guru
sebagai pembimbing harus memberikan bimbingan, bantuan yang
diberikan
15
menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas)
sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar
4. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam
pendidikan dan pengetahuan.
7. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam
proses belajar-mengajar.
8. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik
dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga
dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
16
RANGKUMAN
17
1. Masalah sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang tergolong
serius, sifatnya khas dan cukup mengguncangkan kehidupan secara sosial
maupum pribadi dari konseli. Masalah yang dihadapi oleh konseli itu
mempengaruhi kehidupan pribadi maupun sosial dari konselinya.
2. Masalah yang cukup serius itu, selalu mengganggu pikiran dan perasaan,
serta masalah tersebut diluar jangkauan subjek untuk mangatasi atau
menyelesaikan sendiri. Masalah tersebut adalah suatu masalah dimana
konseli sudah merasa tidak mampu untuk menyelesaikan masalah tersebut
dengan dirinya sendiri. Maka, disini konseli membutuhkan bantuan dari
konselor untuk membantu salam upaya pemecahan masalahnya tersebut.
3. Bila masalah tersebut tak terpecahkan ataupun tak terselesaikan, maka akan
mengakibatkan kerugian bagi subjek maupun pihak lain yang boleh jadi
berdampak memunculkan masalah baru. Jika suatu masalah yang dihadapi
oleh konseli tidak segera terpecahkan atau terselesaikan, maka masalah
tersebut dapat memunculkan suatu masalah yang baru dan akan
mengganggu kehidupan dari konseli. Oleh sebab itu, suatu masalah yang
dihadapi oleh konseli harus secepatnya dapat terselesaikan dengan baik.
4. Pada gilirannya, konseli butuh bantuan pertolongan untuk memecahkan
masalahnya secara memadai, sehingga dapat mengembangkan pribadi
yang “balance”, produktif dan sehat. Konseli akan selalu membutuhkan
pertolongan bantuan dari seorang konselor dalam upaya pemecahan masalah
yang sedang dihadapi. Setelah memperoleh bantuan dari konselor, maka
diharapkan konseli mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya
secara optimal, serta dapat hidup dengan seimbang, produktif, dan sehat.
5. Dengan kata lain, masalah tersebut perlu ditangani secara profesional oleh
figur yang kompeten dan berwenang. Dalam menangani suatu permasalahan
yang dihadapi oleh konseli memang sudah seharusnya ditangani oleh orang
yang profesional dan sudah ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.
Jika dalam menangani suatu masalah itu tidak ditangani oleh orang yang
sudah profesional, maka akan menjadi ketakutan, apabila pemecahannya
18
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konseli atau tidak sesuai
dengan tugas perkembangan dari konseli yang bersangkutan.
Menurut UU Republik Indonesia tentang sistem Pendidikan Nasional
No.20 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 5 menjelaskan bahwa tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan
menurut ayat 6 pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyawiswara, tutor,
instruktur, fasilitator,dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggrakan pendidikan. Proses belajar
mengajar merupakan inti dari proses pendidikan yang secara keseluruhan
dengan guru sebagai pemegang peranan utama.
Akhirnya, masalah yang dimaksud berada dalam ruang lingkup
kewenangan konselor yaitu masalah-masalah melanda pada orang-orang
normal. Seorang konselor hanya akan membantu memecahkan masalah dari
konseli yang masih dalam keadaan normal, atau tidak sedang mengalami
gangguan jiwa (abnormal). Jika konseli sudah berada dalam suatu keadaan
yang abnormal, maka hal itu sudah tidak menjadi kewenangan dari seorang
konselor. Dengan kata lain, masalah itu bisa dialih tangankan kasus ke orang
yang lebih ahli, misalnya seorang psikiater. Sardiman (2001:142)
menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
1. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar
informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan
akademik maupun umum.
2. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal
pelajaran dan lain-lain
3. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan
serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa,
menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga
akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar
19
4. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam
pendidikan dan pengetahuan.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bimbingan dan konseling yang melibatkan lembaga konseling,
konselor dan konselee ini, tentu tidak lepas dari pengaruh dinamisasi
ruang dan waktu kehidupan yang senantiasa menawarkan perubahan. Oleh
karenanya, agar bimbingan dan konseling ini senantiasa efektif dan
berkembang lebih baik, maka ke tiga unsur yang ada dalam konseling
tersebut harus senantiasa ditinjau ulang, baik secara teori maupun praktik.
Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kesalahpahaman pemaknaan
yang tentu saja akan berdampak pada praktiknya.
Banyaknya problem yang terjadi dalam konseling, problematika
konselor dan konselee kebanyakan lahir dari ketidakpahaman yang
mendalam tentang konseling. Oleh karena itu, image ketiga unsure
konseling harus benar-benar dibangun kembali menjadi lembaga yang
benar-benar nyaman untuk sharing yang solutif berbagai macam masalah
yang dihadapi peserta didik.
Ketiga unsur di atas bukanlah hal yang berjalan sendiri-sendiri,
melainkan saling terkait antara satu dan yang lain. Maka, semuanya harus
dipahami secara utuh agar pelaksanaanya bisa optimal.
B. Saran
Pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan
orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling
perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. Guru Sekolah
Dasar harus melaksanakan ketujuh layanan bimbingan konseling tersebut
agar setiap permasalahan yang dihadapi siswa dapat diantisipasi sedini
mungkin sehingga tidak menggangu jalannya proses pembelajaran.
Dengan demikian siswa dapat mencapai prestasi belajar secara optimal
21
tanpa mengalami hambatan dan permasalahan pembelajaran yang cukup
berarti.
22
DAFTAR PUSTAKA
http://tugassekolahmandiri.blogspot.com/2016/06/makalah-bimbingan-konseling-
di-sd.html di akses pada tanggal 29-06-2020 ( 20:55 WIB).
23