Anda di halaman 1dari 48

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR “JURUS KILAT 6 MINGGU MAHIR

MEMBACA TANPA EJA” UNTUK MENGATASI KESULITAN


MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA KELAS 1 MI

PROPOSAL

Oleh :

Elin Rias Tuti

NIM : 19054015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN

2023
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR “JURUS KILAT 6 MINGGU MAHIR
MEMBACA TANPA EJA” UNTUK MENGATASI KESULITAN
MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA KELAS 1 MI

PROPOSAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah pad fakultas Agama Islam
Universitas Islam Darul Ulum Lamongan

Oleh :

Elin Rias Tuti

NIM : 19054015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur karunia Allah subhanahu wa ta’ala penulis panjatkan karena


hanya berkat rahmat, hidayah dan inayahNya proposal skripsi dengan judul
“Pengembangan Bahan Ajar ‘Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja”
untuk Mengatasi Kesulitan Belajar Membaca Permulaan pada Siswa Kelas 1 MI”
dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam tidak luoa selalu
tercurahkan kepada junjungan kita, Nabiyullah Muhammad SAW.

Besar harapan penulis jika proposal ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Hal yang bermanfaat itu diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
pembaca. Pada kesempatan kali ini, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
Berbagai pihak yang telah membantu penyusunan Proposal ini.

Kami sadar bahwa Proposal ini masih jauh dari kata sempurna, Kritik dan
saran yang membangun sangat diperlukan untuk membuat makalah ini menjadi
lebih baik lagi.

Lamongan, 18 Desember 2022

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Luar.……………………………………………………………………...i
Halaman Dalam.…………………………………………………………………..ii
Kata Pengantar……………………………………………………………………iii
Daftar isi..................................................................................................................iv
BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................6
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................6
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................6
BAB II : KAJIAN PUSTAKA...............................................................................8
A. Penelitian Terdahulu..................................................................................8
B. Kajian Tentang Kesulitan Membaca…………………………………...10
1. Pengertian Kesulitan Membaca…………………………………….10
2. Karakteristik Kesulitan Membaca………………………………….11
3. Faktor Penyebab Siswa Kesulitan Membaca……………………….11
C. Kajian Tentang Membaca………………………………………………12
1. Pengertian Membaca…………………………………….…………12
2. Tujuan Membaca…………………………………...………………13
3. Jenis-Jenis Membaca……………………………………………….14
D. Kajian Tentang Membaca Permulaan…………………………………..16
1. Pengertian Membaca Permulaan…………………………………...16
2. Tujuan Membaca Permulaan……………………………………….17
3. Manfaat Membaca Permulaan……………………………………...18
4. Tahapan-Tahapan Membaca Permulaan…………………………...19
E. Kajian Tentang Bahan Ajar……………………………………………..20
1. Pengertian Bahan Ajar……………………………………………...20
2. Karakteristik Bahan Ajar………………………………………...…20
3. Jenis-Jenis Bahan Ajar………………………………………...……23
4. Fungsi Bahan Ajar………………………………………………….26
5. Keunggulan dan Keterbatasan Bahan Ajar…………………………28
F. Kerangka Berfikir……………………………………………………………30
BAB III : METODE PENELITIAN...................................................................31
A. Metode Penelitian dan Pengembangan....................................................31
B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan..................................................31
1. Analyze (Analisis)…………………………………………………...32
2. Design (Desain)……………………………………………………...33
3. Development (Pengembangan)………………………………………33
4. Implement (Implementasi)…………………………………..……….34
5. Evaluation (Evaluasi)………………………………………………...34
C. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………….35
D. Subjek Penelitian……………………………………………………….35
E. Teknik Analisis Data…………………………………………………...35
1. Analisis Data Kualitatif………………………………………………36
2. Analisis Data Kuantitatif……………………………………………..36
a. Validitas Angket Ahli………………………………………….37
b. Valliditas Angket Respon Siswa………………………………38
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...…39
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ki Hajar Dewantara, seorang bergelar Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia, mengungkapkan bahwa Pendidikan ialah tuntutan di dalam
hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya, pendidikan itu menuntun
seluruh kekuatan kodrat yang ada pada diri setiap anak, agar mereka
sebagai manusia dapat mencapai keselamatan1. Adanya pendidikan
sebagai tiang penyanggah kehancuran suatu negera. Pendidikan adalah hal
paling penting dalam mengukur kemajuan suatu bangsa, dengan
pendidikan yang baik diharapkan sumber daya manusia akan meningkat
sehingga menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas tinggi.

Pendidikan di Indonesia berada di posisi 5 terendah dibandingkan


dengan indeks Pendidikan negara ASEAN yang lain. Maka dari itu
pendidikan di Indonesia perlu dilakukan perbaikan ke arah yang lebih
maju. Perbaikan Pendidikan terus dilakukan seiring dengan perkembangan
zaman. Untuk itu, dalam proses pembelajarannya melibatkan berbagai
unsur yang saling mendukung seperti guru, siswa, media pembelajaran,
bahan ajar, dan lain-lain.

Bahan Ajar ialah seperangkat atau alat pembelajaran yang berisi


materi pembelajaran, metode pembelajran, metode, batasan-batasan, dan
cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam
rangka mencapai utujuan yang diharapkan yaitu mencapai kompetensi atau
subkompetensi dengan segala kompleksitasnya2. Bahan ajar yang baik
harus disusun dengan memperhatikan isi bahan ajar.isi bahan ajar haruslah
layak dan sesuai dengan kebutuhsn anak di sekolah Madrasah Ibtidaiyah
yang berusia sekitar 7-12 tahun.

1
Eka Yanuarti, ‘Dewantara Dan Relevansinya’, Jurnal Penelitian. 11(2):66-237, 11.2 (2017), 66-
237.
2
Ina Magdalena and others, ‘Analisis Bahan Ajar’, Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2.2 (2020),
311–26 <https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/nusantara>. 311-26.
2

Pengembangan bahan ajar penting dilakukan untuk mendapatkan


bahan ajar yang benar-benar sesuai. Maka, guru haruslah dapat
mengembangkan bahan ajar yang tersedia sesuai dengan kebutuhan siswa.
Dengan selalu mengikuti serta memahami perubahan kurikulum yang
terjadi diharapkan pengembangan bahan ajar akan berjalan lebih baik.

Pembelajaran membaca merupakan kegiatan pokok, khususnya di


kelas rendah. Siswa harus sudah memiliki kemampuan membaca saat
masuk di sekolah dasar. Kemampuan membaca akan sangat berpengaruh
pada seluruh proses belajar siswa. Tingkat keberhasilan dalam mencapai
target belajar siswa dapat ditentukan oleh penguasaan kemampuan
membaca.

Membaca merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa


ditinggalkan. Membaca mempunyai peran penting dalam menciptakan
generasi yang hebat, Membaca termasuk dalam empat keterampilan
berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.3 Tarigan
(dalam Muammar:2020) juga mengatakan bahwa keempat keterampilan
berbahasa tersebut memiliki hubungan yang sangat erat sehingga bisa
disebut catur-tunggal. membaca adalah pengucapan kata-kata dan
perolehan kata dari bahan cetakan yang berisi kegiatan yang melibatkan
analisis dan pengorganisasian, berbagai keterampilan yang kompleks,
termasuk didalamnya pelajaran, pemikiran, pertimbangan, perpaduan, dan
pemecahan masalah yang menimpulkan penjelasan informasi bagi si
pembaca.4

Membaca permulaan ialah membaca yang dilaksanakan di kelas


rendah dan dimulai dengan membaca huruf, kata, dan kalimat sederhana
dan menitik beratkan pada aspek ketepatan menyuarakan tulisan sehingga

3
Dr Muammar, M.Pd, ed. by Hilmi Ati, 1st edn (Mataram: Sanabil, 2020).
4
Erwin Harianto, ‘“Keterampilan Membaca Dalam Pembelajaran Bahasa”’, Jurnal Didaktika, 9.1
(2020), 1–8 <https://jurnaldidaktika.org/>.-8.
3

siswa dapat membaca wacana dengan lancar.5 Kemampuann membaca


permulaan merupakan hal yang sangat utama dan penting bagi siswa kelas
rendah karena aktivitas siswa dimulai dari bagaimana ia membaca, dan
kegiatan membaca akan sangat berpengaruh bagi kehidupan mendatang.
Siswa yang sulit membaca akan mengalami kesulitan dalam menangkap
segala informasi dan memahami materi yang disampaikan oleh guru. Hal
tersebut dapat menghambat kegiatan belajar peserta didik. Oleh karena itu
didalam awal masuk kelas 1 MI keterampilan membaca pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia haruslah dimaksimalkan sebaik mungkin agar
siswa tidak sampai mengalami kesulitan membaca.

Menurut Delphie (2006), dalam proses Pendidikan di Lembaga


pendidikan formal, anak berkesulitan membaca banyak ditemui di sekolah
dasar regular dengan hasil belajar rendah sehingga keberadaannya sering
dianggap sebagai siswa yang berprestasi rendah (Underachievers),
terutama di kelas 1,2, dan 3 yang disebut kelas rendah, dengan jumlah
sekitar 2-10% (Somad,2002).6

Kesulitan membaca secara umum merupakan bagian dari kesulitan


belajar.7 Siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca akan
membutuhkan perhatian yang lebih dari guru. Guru akan melakukan
penanganan lebih serius untuk mengatasi hal terserbut. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan menyediakan bahan ajar yang tepat
dengan pengembangan bahan ajar yang sesuai kebutuhan siswa. Melalui
pengembangan bahan ajar yang sesuai, target pencapaian kemampuan
anak akan lebih cepat didapatkan sehingga siswa tidak sampai mengalami
ketertinggalan. Pengembangan bahan ajar ini harus sedini mungkin
5
Latifah Hilda Hadian, Sugara Mochamad Hadad, and Ina Marlina, ‘Penggunaan Media Big Book
Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Kalimat Sederhana’, Didaktik : Jurnal Ilmiah PGSD
STKIP Subang, 4.2 (2018), 212–42 <https://doi.org/10.36989/didaktik.v4i2.73>. 22-42.
6
Fauzi, ‘KARAKTERISTIK KESULITAN BELAJAR MEMBACA PADA SISWA KELAS RENDAH SEKOLAH
DASAR Fauzi Institut Agama Islam Negeri Purwokerto CHARACTERISTICS OF LEARNING
DIFFICULTIES IN READING’, PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan, 32.2 (2018), 97.
7
Fabiana Meijon Fadul, ‘Solusi Kesulitan Membaca’, 2019, 2.
4

dilakukan dikelas awal, sehingga perbaikan akan lebih cepat dilakukan


dengan memberikan penanganan yang tepat kepada siswa..

Berdasarkan hasil observasi dan studi literatur dari berbagai


penelitian terdahulu tingkat profesionalisme guru dalam mengajar masih
dibawah standar. Mereka masih menggunakan cara mengajar yang
monoton dengan berpaku pada bahan ajar yang telah disediakan oleh
pemerintah atau penerbit buku pelajaran yang mana isi dari bahan ajar
tersebut belum tentu sesuai dengan kebutuhan siswa pada saat itu. Isi dari
bahan ajar bahkan terkadang tidak sesuai dengan kurikulum terbaru dan
cenderung hanya copy-paste materi pada kurikulum sebelumnya. Oleh
karena itu, jika bahan ajar tidak sesuai kebutuhan siswa namun tetap saja
dipraktikkan, maka akan menyebabkan tidak berkembangnya kualitas
pembelajaran dan menyebabkan semakin menurunnya kualitas SDM yang
dihasilkan.

Berdasarkan hasil observasi/pengamatan siswa di beberapa sekolah


MI di kabupaten Lamongan, Siswa kelas 1 MI masih banyak mengalami
kesulitan membaca permulaan. Bahkan dibeberapa sekolah yang masih
‘kurang maju’, siswa kelas atas masih ada yang tidak mengerti abjad. Hal
ini tentu sangat miris mengingat kurikulum di Indonesia saat ini yang
semakin berkembang. Siswa kelas 1 MI disamping mampu membaca
perkata/kalimat, siswa harus sudah bisa memahami makna dari apa yang ia
baca. Oleh karena itu kesulitan membaca permulaan haruslah menjadi
tanggung jawab sekolah sepenuhnya untuk melakukan solusi paling tepat,
sekolah harus mentargetkan masalah yang terjadi harus sudah teratasi di
semester pertama kelas 1 MI sehingga anak tidak sampai mengalami
keterlambatan dalam pembelajaran. .

Pada proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas awal,


membaca merupakan hal yang seharusnya wajib dikuasai oleh siswa. Oleh
karena itu guru harus memiliki bahan ajar yang sesuai dengan penanganan
5

yang tepat dan maksimal untuk siswa guna menunjang dan mempermudah
siswa memperoleh informasi dan mengembangkan wawasannya. Dari
hasil observasi yang dilakukan penulis, sekolah membutuhkan bahan ajar
yang lebih baik dari sebelumnya dengan bahan ajar yang dikembangkan
sesuai dengan apa yang dibutuhkan siswa pada saat itu dengan tujuan
mengatasi kesulitan membaca permulaan pada siswa kelas 1 MI.

Adapun pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan siswa untuk


mengatasi kesulitan membaca di kelas 1 adalah bahan ajar “Jurus Kilat 6
Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja”. Dengan adanya bahan ajar ini
diharapkan siswa mampu belajar membaca dengan asik dan
menyenangkan. Bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca Tanja
Eja” akan membuat siswa mudah mengatasi kesulitannya dalam membaca
permulaan secara praktis, cepat, efektif, dan efesien.

Hasil penelitian yang relevan dengan pengembangan bahan ajar


“Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja” pernah dilakukan oleh
(Reni Gustiawati, dkk,2020) dengan pengembangan bahan ajar membaca
permulaan menggunakan cerita fabel pada siswa sekolah dasar
menunjukkan bahwa penggunaan bahan ajar ini dapat melatih peserta
didik membaca permulaan dengan menyenangkan sehingga peserta didik
dengan mudah dapat membaca.

Dengan adanya masalah tersebut, peneliti berinisiatif untuk


membuat perubahan baru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, yaitu
dengan menciptakan bahan ajar berupa buku membaca yang berjudul
“Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja” yang berfokus pada
satu dari empat keterampilan berbahasa Indonesia yaitu keterampilan
membaca, yang dikhususkan pada keterampilan membaca permulaan.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka peneliti akan


mengembangkan bahan ajar dengan judul "Pengembangan Bahan Ajar
6

“Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja” untuk Mengatasi


Kesulitan Membaca Permulaan pada Siswa Kelas 1 MI”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan dari latar belakang, maka rumusan


masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengembangan bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir


Membaca Tanpa Eja” untuk mengatasi kesulitan membaca permulaan
pada Siswa Kelas 1 MI ?
2. Bagaimana efektivitas bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir
Membaca Tanpa Eja” untuk mengatasi kesulitan membaca permulaan
pada Siswa kelas 1 MI?

C. Tujuan Penelitian dan Pengenmbangan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian dan


pengembangan ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan pengembangan bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu


Mahir Membaca Tanpa Eja” untuk mengatasi kesulitan membaca
permulaan pada Siswa Kelas 1 MI.
2. Menjelaskan efektivitas bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir
Membaca Tanpa Eja” untuk mengatasi kesulitan membaca
permulaan pada Siswa kelas 1 MI.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua manfaat yakni manfaat teoritis dan


praktis. Manfaat teoritis berhubungan dengan pelaksanaan proses
penelitian terhadap pengembangan teori, ilmu pengetahuan, dan ilmu
Pendidikan. Sedangkan manfaat praktis berhubungan dengan sumbangsih
yang diberikan dari hasil penelitian terhadap perseorangan, kelompok
maupun masyarakat luas.
7

Secara jelas kedua manfaat penelitian dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah
dapat mengembangkan ilmu pengetahuan serta dapat membuat
perubahan pembelajaran baru kearah lebih baik dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia khususnya pada keterampilan membaca permulaan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan perkembangan penelitian
di Indonesia terkhusus dalam hal pengembangan bahan ajar.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi siswa diharapkan bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir
Membaca Tanpa Eja” akan mempermudah siswa mengatasi
kesulitannya dalam membaca permulaan secara praktis, cepat,
efektif dan efisien.
b) Bagi guru diharapkan dapat menghasilkan bahan ajar yang sesuai
sehingga dapat mempermudah guru dalam menyampaikan materi
yang diajarkan khusunya dalam hal keterampilan membaca.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
8

A. Hasil Penelitian yang Relevan


Berkaitan dengan penelitian ini, penulis terlebih dahulu
melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan topik penelitian sebagai tolak ukur bagi penulis. Adapun
penelitian terdahulu yang telah dilakukan yaitu :
Pertama, Hasil Penelitian yang relevan dilakukan oleh Farisa
Khairisofa tahun 2017, Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul
“Pengembangan Modul Pembelajaran Membaca Permulaan untuk Anak
Berkesulitan Belajar Kelas III Sekolah Dasar Negeri 2 Bero, Trucuk,
Klaten”. Adapun hasil penelitiannya menghasilkan kesimpulan bahwa
penelitian dan pengembangan dilakukan dalam 4 tahap yaitu (1)
Pengumpulan informasi. (2) Perencanaan. (3) Pengembangan produk. (4)
Uji Validasi oleh ahli materi dan guru yang kemudian direvisi dan diuji
cobakan.
Hasil penelitian diperoleh rata-rata 4,2 yang berarti modul telah
layak dan baik digunakan berdasarkan table konversi. Sementara hasil uji
coba modul yang dilakukan guru dan siswa masing-masing diperoleh skor
80% dan 90% yang menunjukkan modul dalam kategori lauyak
berdasarkan skala guttman. 8
Kedua, Hasil Penelitian yang relevan dilakukan oleh Sumo Aji
Atmoko tahun 2020, Universitas Universitas Negeri Semarang dengan
judul “Pengembangan Bahan Ajar Tematik Berbasis Lokal untuk
Membaca Permulaan Siswa Kelas II SDN 1 Kebonharjo Kecamatan
Patebon Kabupaten Kendal”. Dari hasil penelitian tersebut menghasilkan
kesimpulan bahwa bahan ajar dikembangkan dengan memuat keragaman
local Kendal karena disesuaikan dengan tema dan subtema sehingga lebih
difokuskan ke tempat wisata yang ada di Kabupaten Kendal Jawa Tengah.

8
Farisa Khairishofa, Pengembangan Modul Pembelajaran Membaca Permulaan untuk Anak Kelas
III Sekolah Dasar Negeri 2 Bero, Trucuk, Klaten. (Skripsi: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta.2017)
9

Penyusunan materi disepakati Bersama guru kelas yaiutu menggali


informasi dari dongeng binatang (fabel).
Hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa bahan ajar sangat
layak digunakan sebagai pendukung pembelajaran. Presentase kelayakan
yang diberikan oleh para ahli materi berada pada presentase 78,4%, oleh
ahli media sebesar 89,5%, ahli Bahasa 82,1%, dan guru kelas II berada
pada presentase 93,3. Artinya, bahan ajar tematik berbasis local mampu
meningkatkan hasil pembelajaran dan lebih efektif digunakan dalam
pembelajaran di kelas II Sekolah Dasar.9
Ketiga, Penelitian yang Relevan dilakukan oleh Reni Gustiawati,
Dkk. Tahun 2020, Universitas Negeri Padang dengan judul
“Pengembangan Bahan Ajar Membaca Permulaan dengan Menggunakan
Cerota Fabel pada Siswa Sekolah Dasar”. Hasil penelitiannya
menghasilkan kesimpulan bahwa berdasarkan pengembangan dan uji coba
yang dilakukan dilapangan terhadap bahan ajar membaca permulaan
dengan fabel menunjukkan bahwa bahan ajar sangat valid baik dari segi
sisi, isi Bahasa dan konstruk dan sangat valid digunakan. Hasil efektivitas
peserta didik menunjukkan bahwa pengembangan bahan ajar membaca
permulaan menggunakan fabel di kelas II telah meningkatkan kemampuan
anak dalam membaca permulaan dan sangat layak digunakan.10
B. Kajian Tentang Kesulitan Membaca
1. Pengertian Kesulitan Membaca

Kata “Kesulitan” ialah suatu kondisi tertentu yang ditandai


dengan timbulnya suatu hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai
tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat
mengatasi. Kesulitan membaca dapat diartikan sebagai suatu kondisi
9
Sumo Aji Atmoko, Bahan Ajar Tematik Berbasis Lokal untuk Membaca Permulaan Siswa Kelas II
SDN 1 Kebonharjo Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal(Skripsi: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang.2020)
10
Reni Gustiawati, Darnis Arief, and Ahmad Zikri, ‘Pengembangan Bahan Ajar Membaca
Permulaan Dengan Menggunakan Cerita Fabel Pada Siswa Sekolah Dasar’, Jurnal Basicedu, 4.2
(2020), 355-60.
10

dalam suatu proses membaca yang ditandai munculnya hambatan-


hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan
ini terkadang tidak disadari oleh orang yang mengalaminya.11

Kesulitan membaca sering diartikan sebagai suatu kesulitan


dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat. 12 Kesulitan
membaca pada dasarnya adalah suatu gejala yang Nampak dalam
berbagai jenis manifestasi tingkah laku baik secara langsung ataupun
tidak langsung.13 Menurut Olson Byrne Kesulitan membaca ialah
kegagalan untuk belajar, dan belajar adalah sesutau yang terjadi
sepanjang waktu.

Feifer mengungkapkan bahwa siswa dengan kesulitan belajar


dipandang sebagai manifestasi kesulitan yang syarat untuk pemberian
dukungan dan akomodasi melalui rencana Pendidikan individu yang
disebut Individual Educational Plan (IEP). Anak anak dengan
kesulitan membaca memiliki sarana intelektual untuk memperoleh
keterampilan membaca secara fungsional tetapi berprestasi rendah di
sekolah karena kesulitan yang melekat pada pembelajarannya.14

Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan


bahwa kesulitan membaca adalah suatu hambatan dalam proses belajar
membaca dimana siswa berada dalam kondisi tidak lancar dalam
membaca, mengalami kesulitan mengenal, mengeja, dan memahami isi
bacaan yang ditunjukkan dengan adanya kesenjangan antara
kemampuan yang dimiliki dengan prestasi belajarnya.

2. Karakterisik Kesulitan Membaca


11
Mulyadi,Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus
(Yogyakarta: Nuha Litera,2010),6.
12
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar,204
13
Ulfa Rosada and Ulfa Rosada, ‘Diagnosis of Learning Difficulties and Guidance Learning Services
To Slow Learner Student’, GUIDENA: Jurnal Ilmu Pendidikan, Psikologi, Bimbingan Dan Konseling,
6.1 (2016), 61 <https://doi.org/10.24127/gdn.v6i1.408>.
14
Nurhayati Pandawa, Pembelajar Pembaca (Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, 2009), 21
11

Menurut Mercer dalam (Abdurrahman, 2013), Ada beberapa


karakter siswa mengalami kesulitan membaca diantaranya sebagai
berikut:
1. Kebiasaan membaca, kebiasaan membaca yang tidak wajar
berupa gerakan yang penuh ketegangan, mengernyitkan kening,
gelisah, irama suara yang meninggi. Selain itu anak akan
menunjukkan perilaku menolak untuk membaca, menangis,
atau bahkan mencoba melawan guru.
2. Kekeliruan mengenal kata, kekeliruan mengenal kata
mencakup penghilangan, penyisipan, penggantian, pembalikan,
salah ucap, pengubahan tempat, tidak mengenal kata, dan
tersentak-sentak.
3. Kekeliruan pemahaman, gejala kekeliruan memahami bacaan
berupa banyak kekeliruan dalam menjawab soal terkait bacaan,
serta tidak dapat menjelaskan urutan cerita yang dibaca dan
tidak memahami tema utama dari suatu cerita.
4. Gejala serbaneka, gejala serbaneka berupa membaca kata demi
kata, membaca dengan penuh ketegangan dan nada tinggi, dan
membaca dengan penekanan yang tidak tepat.15
3. Faktor Penyebab Siswa Kesulitan Membaca

Secara Umum, beberapa sebab siswa kesulitan membaca


berasal dari beberapa factor. Djamarah mengelompokkan penyebab
siswa kesulitan membca ke dalam dua factor, yaitu factor intern dan
factor ekstern.

Faktor intern adalah factor penyebab yang berasal dari diri


siswa itu sendiri. Factor intern antara lain sebagai berikut:

a) Kognitif (ranah cipta), misalnya: rendahnya kapasitas intelektual


siswa

15
Fauzi.97.
12

b) Afektif (ranah rasa) misalnya: labilnya emosi dan sikap.


c) Psikomotorik (ranah karsa) misalnya: terganggunya salah satu
fungsi dari 5 indra,

Faktor ekstern adalah factor yang berasal dari luar yang


disebabkan karena kondisi lingkungan sekitar yang kurang
mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor ekstern antara lain sebagai
berikut:

a) Lingkungan keluarga, seperti: Hubungan orangtua yang kurang


harmonis, Brokenhome, kondisi ekonomi yang kurang stabil, dll.
b) Lingkungan masyarakat, seperti: circle pertemanan yang buruk,
wilayah perkampungan yang kumuh, dll.
c) Lingkungan sekolah, seperti: Kondisi sekolah yang buruk, guru
yang kurang professional, sarana dan prasana yang kurang
memadai, dll.16
C. Kajian Tentang Membaca
1. Pengertian Membaca

Menurut Tarigan (dalam Dalman, 2014) Membaca adalah suatu


proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh si penulis melalui
media berupa kata-kata/Bahasa tulis .17 Menurut Gibbons (1993: 70-
71) mendefinisikan membaca sebagai suatu proses memperoleh makna
dari cetakan. Kegiatan membaca bukan sekedar aktivitas yang bersifat
pasif dan respektif saja. Melainkan menghendaki pembaca untuk aktif
berfikir. Menurut mulyono Abdurrahman (2003:200) membaca
merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental.
Aktivitas fisik yang terkait membaca adalah gerak mata dan ketajaman
penglihatan. Aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman.

16
Bahri Syaiful Djammarah, Psikologi Belajar (Jakarta:Rineka Cipta,2002),201
17
Ria Fatmasari, Keterampilan Membaca, 1st edn (Bangkalan: STKIP PGRI Bangkalan, 2018).
13

Orang dapat membaca dengan baik dan benar dika mampu melihat
huruf-huruf dengan jelas, mampu menggerakkan mata secara lincag,
mengingat symbol-simbol bahasa dengan tepat dan memiliki penalaran
yang cukup untuk memahami bacaan.18

Dari beberapa teori diatas, maka dapat ditarik definisi membaca


adalah suatu proses untuk memperoleh informasi yang dilakukan
melalui media berupa kata-kata dan didukung oleh tindakan berfikir
secara aktif guna memperoleh makna dari suatu bacaan.

2. Tujuan Membaca

Tujuan utama membaca adalah kegiatan pemerolean infomasi


melalui media cetak yang dilakukamn melalui proses pemahaman
secara aktif. Berdasarkan maksud dan tujuan membaca, maka
Anderson mengemukakan beberapa tujuan membaca antara lain:

a. Membaca untuk memperoleh beberapa perincian dan fakta-


fakta (reading for detail or facts).
b. Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main
ideas).
c. Membaca untuk mengetahui ukuran dan susunan, organisasi
cerita (reading for sequenceor organization).
d. Membaca untuk menyimpulkan atau membaca inferensi
(reading for inference).
e. Membaca untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan
(reading for classify)
f. Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan
(reading to compare or contrast).

18
Yunidar Irdawati and Darmawan, ‘Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Dengan
Menggunakan Media Gambar Kelas 1 Di Min Buol’, Jurnal Kreatif Tadulako Online, 5.4 (2014), 1–
14.
14

g. Membaca untuk menilai atau mengevaluasi (reading for


evaluate).19
3. Jenis-jenis membaca
a. Membaca Nyaring

Menurut (Dalman, 2014) Membaca nyaring adalah kegiatan


membaca dengan mengeluarkan suara atau kegiatan melafalkan
lambing-lambang bunyi Bahasa dengan suara yang cukup keras.
Tujuannya adalah agar si pembaca mampu mengucapkan
kata/kalimat dengan tepat dan jelas. Saat membaca nyaring
diharapkan nenperhatikan bacaan dan menggunakan intonasi yang
tepat dan Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pembaca dalam
membaca nyaring adalah (Dalman, 2014)

1) Pembaca harus mengerti makna serta perasaan yang


terkandung dalam bahan bacaan.
2) Pembaca harus mempelajari kesimpulan penafsiran atau
lambang-lambang tertulis sehingga penyusunan kata-
kata serta penekana sesuai dengan ujaran.
3) Pembaca harus memiliki kecepatan mata yang tinggi
serta pandangan mata yang jauh.
4) Pembaca harus mengelompokkan kata-kata dengan baik
dan tepat agar jelas maknanya bagi para pendengar.

Tujuan membaca membaca nyaring yaitu agar seseorang


mampu menggunbakan ucapan yang tepat, membaca dengan tidak
terusmenerus melihat pada bahan bacaan, membaca dengan
menggunakan intonasi dan lagu yang tepat dan jelas (dalam
Dalman, 2014).

b. Membaca Senyap

19
Fatmasari,10.
15

Membaca senyap adalah membaca tidak bersuara, tanpa


gerakan bibir, tanpa gerakan kepala, tanpa berbisik, memahami
bahan bacaan secara diam atau dalam hati (Dalman, 2014).
Kegfiatan membaca senyap membutuhkan kecepatan mata dalam
mebaca teks bacaan tiga kata per detik. Pembaca juga dapat
menikmati bahan bacaan dalam hati, dan menyesuaikan kecepatan
membaca berdasarkan tingkat kesulitan bahan bacaan.

Tarigan menyatakan bahwa kegiatan membaca senyap


hanya menggunakan ingatan visual yang melibatkan pengaktifan
mata dan ingatan. Kegiatan membaca senyap ini juga harus
dilakukan sedini mungkin, sehingga anak-anak mampu membaca
sendiri. Pada kegiatan ini diharapkan melengkapi bahan bacaan
dengan bacaan tambahan yang diarahkan pada keterampilan
menguasai isi bacaan dengan memahami ide-ide dengan usahanya
sendiri.

Keterampilan yang dituntut dalam membaca dalam hati antara


lain (Dalman, 2014):

a) Membaca tanpa bersuara, tanpa bibir bergerak, tanpa ada


desis apapun
b) Membaca tanpa ada gerakan-gerakan kepala
c) Membaca lebih cepat dibandingkan dengan membaca nyaring
d) Tanpa menggunakan jari atau alat lain sebagai penunjuk
e) Mengerti dan memahami bahan bacaan
f) Dituntut kecepatan mata dalam membaca
g) Membaca dengan pemahaman yang baik
h) Dapat menyesuaikan kecepatan dengan tingkat kesukaran
yang terdapat dalam bacaan.20

20
Fatmawati, 22-27.
16

D. Kajian Tentang Pengertian Membaca Permulaan


1. Pengertian Membaca Permulaan
Membaca permulaan menurut Farida Rahim merupakan suatu
proses, yaitu proses recording dan decoding. Pada proses recording,
pembelajaran membaca merujuk pada kata-kata dan kalimat yang
kemudian diasosiasikan dengan bunyi-bunyi yang sesuai dengan
sistem tulisan yang digunakan. Pada proses decoding, membaca
merujuk pada proses penerjemahan grafis ke dalam kata-kata. 21
Membaca permulaan merupakan program pembelajaran yang
diorientasikan kepada kemampuan membaca dan menulis permulaan di
kelas-kelas awal pada saat anak-anak mulai memasuki bangku
sekolah.22 Menurut Mulyadi, dkk. (2002:53), membaca permulaan
adalah suatu pemindahan lambang visual menjadi lambing auditoris
(bunyi).23
Dari beberapa teori tentang pengertian membaca permulaan,
maka dapat disimpulkan bahwa membaca permulaan adalah tahapan
proses belajar membaca yang diperuntukkan bagi siswa sekolah dasar
kelas awal yang mana anak mampu merubah suatu bentuk tulisan
menjadi pengucapan/suara secara benar dan tepat.
2. Tujuan Membaca Permulaan

Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari dan


memperoleh informasi dalam suatu bacaan serta memahami isi bacaan
tersebut. Secara umum, tujuan membaca menurut Farida Rahim
mencakup: (1) kesenangan; (2) menyempurnakan membaca nyaring;
(3) menggunakan strategi tertentu; (4) memperbaharui
pengetahuannya tentang suatu topik; (5) mengaitkan informasi baru

21
Ati, 11.
22
Yeti Mulyati,’Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan’, Modul.Universitas Pendidikan
Indonesia,1,2011,5
23
Siti Halidjah, ‘Pembelajaran Membaca Permulaan Dengan Strategi Kopasus Permainan Kubus Di
Kelas I Sekolah Dasar’, Cakrawala Pendidikan, 2020, 14–27.
17

dengan informasi yang telah diketahuinya; (6) memperoleh informasi


untuk laporan lisan atau tertulis; (7) mengkonfirmasi atau menolak
prediksi; (8) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan
informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan
mempelajari tentang struktur teks; (9) menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang spesifik.

Tujuan umum membaca permulaan adalah pemahaman dan


menghasilkan siswa yang lancar membaca. Tujuan khusus dalam
membaca bergantung pada kegiatan atau jenis membaca yang
dilakukan seperti membaca permulaan. Pembelajaran membaca
tingkat permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran
membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual
bahasa..Selanjutnya, tujuan utama dari membaca permulaan adalah
agar anak dapat mengenal tulisan sebagai lambang atau simbol bahasa
sehingga anak-anak dapat menyuarakan tulisan tersebut. Di samping
tujuan tersebut, pembentukan sikap positif serta kebiasaan rapi dan
bersih dalam membaca juga perlu diperhatikan.

Menurut Slamet, tujuan membaca permulaan adalah sebagai


berikut: (1) memupuk dan mengembangkan kemampuan anak untuk
memahami dan mengenalkan cara membaca permulaan dengan benar;
(2) melatih dan mengembangkan kemampuan anak untuk mengubah
tulisan menjadi bunyi bahasa; (3) memperkenalkan dan melatih anak
agar mampu membaca sesuai dengan teknik-teknik tertentu; (4)
melatih keterampilan anak untuk memahami kata-kata yang dibaca,
didengar atau ditulisnya dan juga mengingatnya dengan baik; dan (5)
melatih keterampilan anak untuk dapat menetapkan arti tertentu dari
sebuah kata dalam suatu konteks.
Tujuan membaca permulaan adalah memberikan kecakapan
kepada para peserta didik untuk mengubah rangkaian-rangkaian huruf
18

menjadi rangkaian-rangkaian bunyi bermakna, dan melancarkan


teknik membaca pada anak-anak. Di kelas rendah, tujuan membaca
permulaan meliputi: (1) mengenali lambang- lambang (simbol-simbol
bahasa); (2) mengenali kata dan kalimat; (3) menemukan ide pokok
dan kata-kata kunci; dan (4) menceritakan kembali isi bacaan pendek.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa tujuan


membaca permulaan adalah agar siswa memiliki kemampuan untuk
memahami sekaligus menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar
sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut.24

3. Manfaat Membaca Permulaan

Manfaat membaca permulaan adalah untuk mempersiapkan


kemampuan membaca siswa untuk membaca berikutnya. Hal ini
sesuai dengan penjelasan Darmiyati Zuchdi dan Budiasih bahwa
kemampuan membaca permulaan sangat berpengaruh terhadap Ciri-
Ciri Membaca Permulaan

Membaca permulaan memiliki beberapa ciri, antara lain: (1)


prosesnya konstruktif, (2) harus lancar, (3) harus dilakukan dengan
strategi yang tepat, (4) memerlukan motivasi, dan (5) keterampilan
yang harus dikembangkan secara berkesinambungan. Selain itu,
membaca permulaan ini juga termasuk membaca teknis atau membaca
nyaring. Di sekolah dasar, membaca nyaring ini dilakukan di kelas I
dan II, sedangkan di kelas tinggi dikurangi karena mengutamakan
aspek pemahaman. Membaca nyaring ini juga bertujuan untuk melatih
siswa dalam menyuarakan lambang- lambang tertulis.

Vokalisasi adalah ciri dari membaca nyaring ini. Oleh karena


itu, dalam membaca permulaan ini, ditekankan untuk: (1) lafal bahasa
Indonesia dengan baik dan benar; (2) jeda, lagu, dan intonasi yang

24
Muammar, 14.
19

tepat; (3) penggunaan tanda-tanda baca; (4) mengelompokan


kata/frase ke dalam satuan-satuan ide; (5) menggerakan mata dan
memlihara kontak mata; (6) berekspresi (membaca dengan perasaan).
Selain itu, siswa dibiasakan juga untuk membaca dengan intonasi
yang wajar, tekanan yang baik,25

4. Tahapan-Tahapan Membaca Permulaan

Berbagai tahapan dalam membaca permulaan perlu diketahui


oleh para guru. Tahapan-tahapan ini akan mengarahkan para guru
untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang disarankan
oleh para ahli. Berikut ini dijelaskan tahapan-tahapan dalam membaca
permulaan.

Darmiyati dan Budiasih menjelaskan bahwa membaca


permulaan diberikan secara bertahap. Pertama, pramembaca. Pada
tahap ini, siswa diajarkan: (1) sikap duduk yang baik, (2) cara
meletakan/menempatkan buku di meja, (3) cara memegang buku, (4)
cara membalik halaman buku yang tepat, dan (5)
melihat/memperhatikan gambar atau tulisan. Kedua,
membaca. Pada tahap ini, siswa diajarkan: (a) lafal dan intonasi kata
dan kalimat sederhana (menirukan guru), (b) huruf-huruf yang banyak
digunakan dalam kata dan kalimat sederhana yang sudah dikenal
siswa (huruf-huruf diperkenalkan secara bertahap sampai pada 14
huruf).26

E. Kajian Tentang Bahan Ajar


1. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar adalah materi pelajaran yang disusun secara sistematis,
yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran (Pannen,

25
Muammar,15.
26
Muammar, 16.
20

1995).27 Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran,


metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara
sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan
segala kompleksitasnya (Widodo & Jasmadi, 2008:40).28
Dari beberapa pengertian bahan ajar diatas maka dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar ialah segala jenis alat yang mendukung
proses pembelajaran yang didalamnya berisi materi pelajaran yang
disusun sedemikian menarik dan runtut untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
2. Karakteristik Bahan Ajar

Ada beragam bentuk buku, baik yang digunakan untuk sekolah


maupun perguruan tinggi, contohnya buku referensi, modul ajar, buku
pratikum, bahan ajar, dan buku diktat.

Sesuai dengan pedoman penulisan modul yang di keluarkan


oleh Direktorat Guruan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Dapertemen Pendidikan Nasional
Tahun 2003, bahan ajar memiliki beberapa karakteristik, yaitu self
intructional, self contained, stand alone, adaptive, dan user friendly
(Widodo & Jasmadi, 2008:50).

Pertama, self instructional yaitu bahan ajar dapat membuat


siswa maupun membelajarkan diri sendiri dengan bahan ajar yang di
kembangkan. Untuk memenuhi karakter self instuctional, maka di
dalam bahan ajar harus terdapat tujuan yang di rumuskan dengan
jelas, baik tujuan akhir maupun tujuan antara. Selain itu, dengan
bahan ajar akan memudahkan siswa belajar secara tuntas dengan

27
S Nasution and others, ‘Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar’, Pendidikam,
3.1 (2017), 15 <https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004>.
28
Yuberti, Teori Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam Pendidikan, Psikologi
Pendidikan (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2014), I.
21

memberiakan materi pembelajaran yang di kemas ke dalam unit-unit


atau kegiatan yang lebih spesifik (Widodo & Jasmadi, 2008:50).

Kedua, self cintained yaitu seluruh materi pelajaran dari satu


unit kompetensi atau subkompetensi yang dipelajari terdapat di dalam
satu bahan ajar secara utuh (Widodo & Jasmadi, 2008:50).

Ketiga, stand alone (berdiri sendiri) yaitu bahan ajar yang di


kembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain atau tidak harus
digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain (Widodo & Jasmadi,
2008:50).

Keempat, adaptive yaitu bahan ajar hendaknya memiliki daya


adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi
(Widodo & Jasmadi, 2008:50).

Kelima, user friendly yaitu setiap instruksi dan paparan


informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan
pemakainya, termasuk kemudahan pemakaian dalam merespons dan
mengakses sesuai dengan keinginan (Widodo & Jasmadi, 2008:50).

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan bahan


ajar yang mampu membuat siswa untuk belajar mandiri dan
memperoleh ketuntasan dalam proses pembelajaran sebagai berikut.

1. Memberikan contoh-contoh dan ilustrasi yang menarik dalam


rangka mendukung pemaparan materi pembelajaran.
2. Memberikan kemungkinan bagi siswa untukmemberikan umpan
balik atau mengatur penguasaannya terhadap materi yang
diberikan dengan cara memberikan soal-soal Latihan, tugas, dan
sejenisnya.
3. Kontekstual, yaitu materi yang dipaparkan terkait dengan suasana
tugas dan lingkungan siswa.
22

4. Bahan yang digunakan cukup sederhana karena siswa hanya


berhadapan dengan bahan ajar ketiks belajar secara mandiri
(Widodo & Jasmani, 2008:50)

Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari


suatu kompetensi secara runtut dan sistematis sehingga secara
akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan
terpadu pula. Sebuah bahan ajar yang baik harus mencakup:
1.     Petunjuk belajar (petunjuk guru dan siswa).
2.     Kompetensi yang akan di capai.
3.     Informasi pendukung.
4.     Latihan-latihan.
5.     Petunjuk kerja, dapat berupa lembar kerja (LK).
6.     Evaluasi
Sebuah bahan layak jika memenuhi kelayakan isi, bahasa, serta
penyajian. Sebuah tes keterbacaan pun dibutuhkan untuk menguji
sebuah bahan ajar cetak berupa modul agar diketahui sampai mana
mudah dipahami oleh siswa.

Dikarenakan berdasarkan atas rencana pembelajaran, maka


penyusunan bahan ajar dapat dilakukan dengan beberapa langkah
sebagai berikut. Langkah yang diterapkan dalam pembuatan bahan
ajar ini berlandaskan pada model desain pembelajaran dari Atwi
Suparman. Meskipun, ada beberapa modifikasi yang dilakukan oleh
penulis yang disesuaikan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan
yang saat ini diterapkan. 29

3. Jenis-Jenis Bahan Ajar

Bahan ajar memiliki beragam jenis, ada yang cetak maupun


noncetak. Bahan ajar cetak yang sering dijumpai antara lain berupa
handout, buku, modul, brosur, dan lembar kerja siswa. Handout
29
Yuberti, 187.
23

adalah “segala sesuatu” yang diberikan kepada peserta didik ketika


mengikuti kegiatan pembelajaran. Jadi, handout dibuat dengan tujuan
untuk memperlancar dan memberikan bantuan informasi atau materi
pembelajaran sebagai pegangan bagi peserta didik. Kemudian, ada
juga yang mengartikan handout sebagai bahan tertulis yang disiapkan
untuk memperkaya pengetahuan peserta didik (Prastowo, 2011:79).
Guru dapat membuat handout dari beberapa literatur yang memiliki
relevansi dengan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh siswa. Saat
ini handout dapat diperoleh melalui download internet atau menyadur
dari berbagai buku dan sumber lainya.

Buku sebagai bahan ajar merupakan buku yang berisi ilmu


pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis.
Contohnya adalah buku teks pelajaran karena buku pelajaran disusun
berdasarkan kurikulum yang berlaku (Prastowo, 2011:166). Buku
disusun dengan menggunakan bahasa sederhana, menarik, dilengkapi
gambar, keterangan, isi buku, dan daftar pustaka. Buku akan sangat
membantu guru dan siswa dalam mendalami ilmu pengetahuan sesuai
dengan mata pelajaran masing-masing.

           Secara umum, buku dibedakan menjadi empat jenis (Prastowo,


2011:79) yaitu sebagai berikut.

1) Buku sumber, yaitu buku yang dapat dijadikan rujukan,


referensi, dan sumber untuk kajian ilmu tertentu, biasanya
berisi suatu kajian ilmu yang lengkap.
2) Buku bacaan, yaitu buku yang hanya berfungsi untuk bahan
bacaan saja, misalnya cerita, legenda, novel, dan lain
sebagainya.
3) Buku pegangan, yaitu buku yang bisa dijadikan pegangan guru
atau pengajar dalam melaksanakan proses pengajaran.
24

4) Buku bahan ajar, yaitu buku yang disusun untuk proses


pembelajaran dan berisi bahan-bahan atau materi pembelajaran
yang akan diajarkan.

Dari pengertian buku diatas, maka dapat dipahami bahwa pada


dasarnya buku adalah bahan tertulis berupa lembaran dan dijilid yang
berisi ilmu pengetahuan yang diturunkan dari kompetensi dasar yang
ada dalam kurikulum yang berlaku untuk kemudian digunakan oleh
siswa.

Modul merupakan bahan ajar yang ditulis dengan tujuan agar


siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru,
oleh karena itu, modul harus berisi tentang petunjuk belajar,
kompetensi yang akan dicapai, isi materi pelajaran, informasi
pendukung, latihan soal, petunjuk kerja, evaluasi dan balikan terhadap
hasil evaluasi (Prastowo, 2011:104-105). Dengan pemberian modul,
siswa dapat belajar mandiri tanpa harus dibantu oleh guru. Siswa yang
memiliki kecepatan belajar yang rendah dapat berkali-kali
mempelajari setiap kegiatan belajar tanpa terbatas oleh waktu,
sedangkan siswa yang kecepatan belajarnya tinggi akan lebih cepat
mempelajari suatu kompetensi dasar. Pada intinya, modul sangat
mewadahi kecepatan belajar siswa yang berbeda-beda.

Lembar kerja siswa (LKS) adalah materi ajar yang sudah


dikemas sedemikian rupa, sehingga siswa diharapkan dapat materi
ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKS, siswa akan mendapatkan
materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu,
siswa juga dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk
memahami materi yang diberikan dan pada saat yang bersamaan siswa
diberikan materi serta tugas yang berkaitan dengan materi tersebut
(Prastowo, 2011:204).
25

Sedangkan bahan ajar noncetak meliputi bahan ajar dengar


(audio) seperti kaset, radio, peringan hitam, dan compact disc audio.
Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disc
dan film. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching
material) seperti CAI (Computer assisted instruction), compact disk
(CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web
(web based learning materials).

Bahan ajar yang dimaksud dalam buku ini lebih kebahan ajar
cetak berupa modul yang dapat digunakan siswa untuk belajar mandiri
tanpa harus tergantung dengan keberadaan seorang berlangsung
meskipun tidak dilakukan di kelas.

Bahan Ajar atau buku ajar memiliki perbedaan dengan


buku referensi. Perbedaan bahan ajar atau buku ajar dengan buku
referensi antara lain sebagai berikut:30

Buku Ajar Buku Referensi


Menimbulkan minat pembaca. Mengasumsikan minat dari
pembacanya.
Ditulis dan dirancang untuk Ditulis terutama digunakan
digunakan siswa. untuk pengajar.
Berdasarkan kompetensi. Tidak berdasarkan kompetensi.
Struktur berdasarkan kebutuhan Struktur berdasarkan logika
siswa dan kompetensi akhir bidang ilmu (content)
yang akan dicapai.
Berfokus pada pemberian Belum tentu memberikan latian
kesempatan bagi siswa untuk
berlatih
Mengakomodasi kesukaran Tidak mengantisipasi kesukaran
belajar bagi siswa. belajar siswa.
30
Yuberti, 191.
26

Gaya penulisan komunikatif. Gaya penulisan naratif tetapi


tidak komunikatif dan terlampau
padat.
Dikemas dan digunakan dalam Dikemas untuk acuan penelitian
proses pembelajaran. dan pembelajaran.
Menjelaskan cara mempelajari Tidak memberikan saran-saran
buku ajar. cara mempelajari buku tersebut
4. Fungsi Bahan Ajar

Secara garis besar, fungsi bahan ajar bagi guru adalah untuk
mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran
sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan
kepada siswa. Sedangkan bagi siswa akan menjadi pedoman dalam
proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang
seharusnya dipelajari.

Bahan ajar juga berfungsi sebagai alat evaluasi pencapaian


hasil pembelajaran. Bahan ajar yang baik sekurang-kurangnya
mencakup petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, isi
pelajaran, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja,
evaluasi, dan respon terhadap hasil evaluasi.

Ketika sebuah bahan ajar telah dibuat dengan kaidah yang


tepat, guru akan dengan mudah mengarahkan semua aktivitasnya
dalam proses pembelajaran, didalamnya akan ada beberapa
kompetansi yang harus diajarkan/dilatihkan kepada siswa. Selain itu,
dari segi siswa, dengan adanya bahan ajar akan lebih tahu kompetensi
apa saja yang harus dikuasai selama program pembelajaran sedang
berlangsung. Siswa jadi memiliki gambaran skenario pembelajaran
lewat bahan ajar.
27

Karakteristik siswa yang berbeda berbagai latar belakangnya


akan sangat terbantu dengan adanya kehadiran bahan ajar, karena
dapat dipelajari sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sekaligus
sebagai alat evaluasi penguasaan hasil belajar karena setiap kegiatan
belajar dalam bahan ajar akan selalu dilengkapi dengan sebuah
evaluasi guna mengukur penguasaan kompetensi pertujuan
pembelajaran. Ketika siswa telah memperoleh nilai yang baik untuk
satu kegiatan belajar maka dapat berlanjut ke kegiatan belajar
berikutnya.

Berdasarkan strategi pembelajaran yang digunakan, fungsi


bahan ajar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu fungsi dalam
pembelajaran klasikal, pembelajaran individual, dan pembelajaran
kelompok (Prastowo, 2011:25-26).

1.    Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran klasikal, antara lain:

a) Sebagai satu-satunya sumber informasi serta pengawas dan


pengendalian proses pembelajaran (dalam hal ini, siswa
bersifat pasif dan belajar sesuai kecepatan siswa dalam
belajar).
b) Sebagai bahan pendukung proses pembelajaran yang
diselenggarakan.

2.     Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran individual, antara lain:

a) Sebagai media utama dalam proses pembelajaran.


b) Sebagai alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi
proses peserta didik dalam memperoleh informasi.
c) Sebagai penunjang media pembelajaran individual lainnya.

3.     Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran kelompok, antara lain:


28

a) Sebagai bahan yang terintegrasi dengan proses belajar


kelompok, dengan cara memberikan informasi tentang latar
belakang materi, informasi tentang peran orang-orang yang
terlibat dalam belajar kelompok, serta petunjuk tentang proses
pembelajaran kelompok sendiri.
b) Sebagai bahan pendukung bahan ajar utama, dan apabila
dirancang sedemikian rupa, maka dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.31
5. Keunggulan dan Keterbatasan Bahan Ajar
Menurut Mulyasa (2006:46-47), ada beberapa keunggulan dari
bahan ajar antara lain sebagai berikut:
a) Berfokus pada kemampuan individual siswa, karena pada
hakikatnya siswa memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu
secara sendiri dan lebih bertanggung jawab atas Tindakan yang
dilakukannya sendiri.
b) Adanya control terhadap hasil belajar mengenai penggunaan
standar kompetensi dalam setiap bahan ajar yang harus dicapai oleh
setiap siswa.
c) Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara
pencapaiannya, sehingga siswa dapat mengetahui keterkaitan
antara pembelajaran dan hasil yang akan diperoleh.

Sedangkan keterbatasan dari penggunaan bahan ajar antara lain


sebagai berikut:

a) Penyusunan bahan ajar yang baik membutuhkan suatu keahlian


tertentu. Sukses atau gagalnya bahan ajar tergantung bagaimana si
penyusun menyusunnya. Bahan ajar mungkin saja memuat tujuan
dan alat ukur berarti, akan tetapi pengalaman belajar yang termuat
di dalamnya tidak tertulis dengan baik atau tidak lengkap. Bahan

31
Yuberti, 195.
29

ajar yang demikian kemungkinan besar akan ditolak oleh siswa.


Hal ini tentu saja bertentangan dengan karakteristik utama system
belajar.
b) Sulit menentukan proses penjadwalan atau kelulusan, serta
membutuhkan manajemen Pendidikan yang sangat berbeda dari
pembelajaran konvensional, karena setiap siswa menyelesaikan
bahan ajar dalam waktu yang berbeda-beda, bergantung pada
kemampuan masing-masing.
c) Dukungan pembelajaran berupa sumber belajar, pada umumnya
cukup mahal, karena setiap siswa harus mencarinya sendiri.
Berbeda dengan pembelajaran konvensional, sumber belajar seperti
alat peraga dapat digunakan bersama-sama dalam pembelajaran.32

32
Yuberti, 197.
30

F. Kerangka Berfikir
Kondisi di Lapangan
Kondisi Ideal 1. Guru menggunakan bahan ajar dari
1. Guru menggunakan bahan
terbitan buku yang belum sesuai
ajar yang sesuai kebutuhan
kebutuhan siswa
siswa.
2. Sebagian siswa masih kesulitan
2. Siswa mampu membaca
membaca permulaan.
permulaan dan memahami
3. Siswa tidak mampu memahami
makna kalimat
kalimat yang dibaca sehingga materi
3. Siswa memahami materi
yang diajarkan juga tidak faham
yang diajarkan

Analisis Kebutuhan
1. Membutuhkan bahan ajar yang dapat membantu siswa mengatasi
kesulitan membaca permulaan sehingga kegiatan pembelajaran dapat
berjalan sesuai tujuan yang diharapkan.

Tindak Lanjut
Pengembangan Bahan Ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca
Tanpa Eja” untuk Mengatasi Kesulitan Membaca Permulaan pada Siswa
Kelas 1 MI

Metode Penelitian
ADDIE (Analyze, Design, Development, Implement, Evaluate)

Teknik Analisis Data


1. Kualitatif (Kritik dan saran Validator)
2. Kuantitatif ( Angket ahli bahan ajar dan ahli materi, respon
siswa)

Hasil yang diharapkan


Pengembangan bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca
Tanpa Eja” dapat mengatasi kesulitan anak dalam membaca
permulaaan secara praktis, cepat, efektif, dan efisien.
31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian dan Pengembangan


Penelitian ini menggunakan metode penelitian (Research and
Development/R&D) yang bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar
“Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja” untuk mengatasi
kesulitan membaca permulaan pada siswa kelas 1 MI Ma’arif NU
Sungegeneng. Menurut Borg an Gall Education Researc and
Development (R&D) is a process used to develop and validate educational
products. Sukmadinata menyatakan bahwa Researh and Development
ialah pendekatan penelitian untuk menghasilkan suatu produk baru atau
menyempurnakan produk yang sudah ada.33
Penelitian pengembangan ini dikembangkan dengan menggunakan
model pengembangan ADDIE (Analysis, Design, Development, or
Production, Implementation or Delivery and Evaluations.. Model
penelitian ADDIE merupakan proses instruksional yang terdiri dari lima
fase, yaitu analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi
yang dinamis.34 Keunggulan model penelitian ADDIE dilihat dari prosedur
kinerjanya yaitu sistematik pada setiap Langkah yang akan dilalui selalu
mengacu pada setiap Langkah yang akan sebelumnya yang sudah
diperbaiki sehingga diharapkan dapat memperoleh produk yang efektif
B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan

Penelitian pengembangan bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir


Membaca Tanpa Eja” menggunakan model pengembangan ADDIE yang
disajikan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
33
Budiyono Saputro, Manajemen Penelitian Pengembangan (Research & Development) Bagi
Penyusun Tesis Dan Disertasi, Journal of Chemical Information and Modeling, 2017, LIII.
34
Rahmat Arofah Hari Cahyadi, ‘Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Addie Model’, Halaqa:
Islamic Education Journal, 3.1 (2019), 35–42
32

Analysis
A Identifikasi masalah, analisis kebutuhan, analisis silabus dan
kompetensi dasar.
Design
D Perancangan materi bahan ajar, perancangan evaluasi, design
tampilan bahan ajar.
Development
D Pengembangan bahan ajar, instrument validasi dan uji coba, validasi
ahli
Implement
I Uji coba produk, umpan balik guru dan siswa.
Evaluate
E Pencapaian tujuan pembelajaran, keterampilan siswa.

Gambar 3.1 Bagan alur prosedur pengembangan bahan ajar

Bagan alur prosedur pengembangan bahan ajar “Jurus Kilat 6


Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja” melalui Langkah-langkah
pengembangan sebagai beriku:

1. Analysis (Analisis)

Tahap analisis dibagi dalam 2 tahap yaitu analisis kebutuhan dan


analisis silabus dan kompetensi dasar. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui permasalahan yang terjadi dan diperlukan adanya
penelitian. Penjelasan terkait analisis dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Analisis Kebutuhan

Permasalahan yang ditemukan saat melakukan observasi dan


studi literatur dari berbagai penelitian terdahulu adalah hasil
penelitian ditemukan suatu permasalahan yaitu pada proses
pembelajaran yang dilakukan, guru masih menggunakan bahan ajar
dari pemerintah atau dari terbitan buku-buku yang belum tentu
sesuai kebutuhan siswa. Dari hasil observasi dapat disimpulkan
bahwa guru membutuhkan pengembangan bahan ajar yang sesuai
33

kebutuhan siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan


dengan lancar dan tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif
dan efisien.

b. Analisis Silabus dan Kompetensi Dasar

Analisis silabus dan kompetensi dasar dilakukan dengan


tahap mengkaji standar kompetensi dasar, mengidentifikasi materi
pembelajaran, mengembangkan kegiatan pembelajaran,
merumuskan indikator pencapaian kompetensi, menentukan jenis
penilaian, dan yang terakhir yaitu menentukan sumber belajar.
Analisis ini dilakukan dengan tujuan memperoleh kesesuaian antara
kurikulum saat ini yaitu kurikulum merdeka dengan kebutuhan
siswa.

2. Design (Desain)

Pada tahap desain dilakukan untuk membuat desain atau


konsep dari hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya.
Peneliti mendesain produk berupa bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu
Mahir Membaca Tanpa Eja” dan merancang materi bahan ajar,
mendesain bahan ajar meliputi judul dan sampul berdasarkan analisis
silabus dan kompetensi dasar dari segi konstruk, konten, dan Bahasa,
melakukan evaluasi serta mendesain instrument penilaian agar bahan
ajar yang digunakan benar-benar valid. Kemudian melakukan desain
tampilan pada bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca Tanpa
Eja”.

3. Development (Pengembangan)

Tahap pengembangan menghasilkan produk-produk yang telah


direncanakan dalam tahap sebelumnya. Pada tahap pengembangan
bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja”
34

dilakukan penyusunan bahan ajar sesuai kebutuhan siswa. Bahan ajar


dikembangkan terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal, bagian isi, dan
bagian akhir. Dalam tahap ini juga dikembangkan instrument validasi
dan uji coba produk yang digunakan untuk menvalidasi produk
penelitian yang dihasilkan. Kemudian dilanjutkan dengna dilakukannya
validasi produk kepada ahli pembelajaran menggunakan angket yang
telah disiapkan.

4. Implement (Implementasi)

Pada tahap implementasi ini artinya bahan ajar telah dirancang


dan telah direvisi dan akan digunakan langsung oleh siswa dalam
pembelajaran untuk mengetahui kelayakan bahan ajar “Jurus Kilat 6
Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja” selama proses pembelajaran
sesuai scenario pembelajaran yang telah dibuat. Bahan ajar “Jurus Kilat
6 Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja” kemudian dinilai oleh guru dan
siswa untuk mendapatkan umpan balik.

5. Evaluate (Evaluasi)

Tahap evaluasi ini tuntuk mengukur ketercapaian pembelajaran


atau hasil belajar siswa. Tahap evaluasi ini menggunakan evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif ialah evaluasi yang ada
pada setiap tahap pengembangan atay pada bagian dari model
pengembangan ADDIE. Sedangkah evaluasi sumatif ialah evaluasi
yang mencakup keseluruhan objek dari tahap awal sampai tahap akhir
(Analysis, Design, Development, Implement, Evaluate) yang telah
dilakuakn pada tahap pengembangan produk. Evaluasi formatif
berfungsi untuk memperbaiki atau menyempurnakan pengembangan
suatu produk, evaluasi formatif bersifat kontinu. Sedangkan evaluasi
sumatif berfungsi untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari
pengmebangan suatu produk pada tahap akhir, evaluasi ini bersifat satu
35

tahap. Tujuan dari evaluasi yaiitu untuk mengetahui keberhasilan dari


bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja”.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di MI Ma’arif Porodeso yang
beralamatkan di Ds. Porodeso, Kec. Maduran, kab. Lamongan, Jawa
Timur. Alasan melakukan penelitian pada sekolah tersebut karena
banyaknya siswa yang belum bisa membaca atau mengalami kesulitan
dalam membaca permulaan. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada
semester genap tahun ajaran 2022/2023.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Subjek Uji Validasi
Subjek uji validasi akan dilakukan oleh dosen ahli bahan ajar dan
uji validitas materi akan dilakukan oleh doseh ahli materi.

Validator Kriteria Bidang Ahli


Dosen Lulusan S2 Ahli bahan ajar
Dosen Lulusan S2 Ahli materi

2. Subjek Implementasi Bahan Ajae


Subjek implementasi bahan ajar yaitu siswa kelas 1 MI Porodeso
dengan jumlah siswa 20 siswa. setelah melakukan implementasi bahan
ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja”, siswa akan
diberi angket respon untuk mengetahui respon siswa terhadap
implementasi bahan ajar. Angket bertujuan untuk mendapatkan
kelayakan dan kemenarikan bahan jar yang akan diimplementasikan
langsung di kelas 1.
E. Teknik Analisis Data
Teknik data adalah proses yang dilakukan dalam penyusunan data
dari hasil yang diperoleh melalui observasi dan dokumentasi sehingga
dapat mengetahui apakah penelitian yang dihasilkan berhasil mencapai
36

tujuan atau tidak. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data kualitatid dan kuantitatif.

1. Analisis Deskriptif Kuantitatif


Analisis data kualitatif digunakan untuk mengolah data dari hasil
wawancara, observasi, dan angket dari hasil validasi media dan materi.
Analisis dilakukan dengan wawancara guru kelas dan melakukan
pengamatan terhadap siswa saat proses pembelajaran. Teknik ini
digunakan untuk mengolah informasi dari kritik, saran, dan masukan
yang dijadikan sebagai acuan untuk memperbaiki produk yang akan
dikembangkan. Data dalam analisis deskriptif kualitatif menggunakan
Teknik sebagai berikut:
a. Pengumpulan Data (Data Collection)
Data yang dikumpulkan berupa catatan, tanggapan, kritik,
dan saran dari validator. Pengumpulan data dari hasil wawancara.
Data-data yang sudah didapatkan digunakan sebagai rujukan dalam
pengembangan bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca
Tanpa Eja”
b. Reduksi Data (Reduction Data)
Setelah mengumpulkan data, kemudian dilanjutkan dengan
mereduksi atau merangkum hasil data. Data yang direduksi
merupakan data hasil observasi dan wawancara di sekolah.
c. Penyajian Data (Display Data)
Data hasil yang telah dirangkum kemudian disajikan dalam
bentuk deskripsi. Baik data masukan, komentar, kritik, serta saran
dari semua validator tentang pengembangan media.
d. Pengambilan Kesimpulan (Conclution Drawing/Verification)
Pengambilan kesimpulan dari semua tahap yang sudah
dilakukan. Kesimpulan berupa data tentang pengembangan bahan
ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca TanpaEja”.
37

2. Analisis Data Kuantitatif


Data kuantitatif diperoleh dari hasil angket. Data angket diperoleh
dari nilai yang diberikan validator terhadap bahan ajar “Jurus Kilat 6
Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja”. Nilai didapatkan dengan
menggunakan angket kepada dosen ahli bahan ajar dan dosen ahli
materi. Dari angket yang sudah terkumpul akan dianalisis untuk
mengetahui hasil dari implementasi media pembelajaran yang
dikembangkan.
a. Validasi Angket Ahli
Validasi aialah suatu ukuran yang digunakan untuk
menunjukkan tingkat kevalidan data yang dihasilkan suatu
instrumen yang valid, maka dapat dinyatakan bahwa instrument
tersebut valid karena memberikan gambaran data secara benar
sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya atau nyata.
Pengembangan bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca
Tanpa Eja” ini, validitas yang dimaksud untuk menguji apakah
pengembanagan bahan ajar sudah layak dan sesuai dengan materi.
Skala likert digunakan untuk mengukur pendapat, sikap, dan
persepsi seseorang atau kelompok orang. Jawaban setiap item yang
menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sifat positif
sampai negatif.
Tabel 3.1 Kategori Skala Likert
Sumber :
Pernyataan
Jawaban Skor
Sangat layak/sangat setuju 4
Layak/setuju 3
Tidak layak/Tidak setuju 2
Sangat tidak layak/Sangat tidak setuju 1
(Sugiyono:133)
38

Angket yang telah diisi oleh validator, dianalisis dan


dipresentasikan dengan menggunakan rumur:

P=
∑ x X 100%
N
Keterangan
P : Hasil presentase validator
∑x : Jumlah skor kriteria yang dilipih
N ; Jumlah ideal
Kriteria tingkat kevalidan atau tingkat pencapaian yang
digunakan dalam pengembangan bahan ajar dapat dijelaskan dalam
table berikut:
Tabel 3.2 Tingkat pencapaian dan kualifikasi

Tingkat
No pencapaian Kualifikasi Keterangan
(%)
Sangat layak, tidak perlu
1 81-100% Sangat baik
revisi
2 61-80% Baik Layak, tidak perlu revisi
3 41-60% Cukup baik Kurang layak, perlu revisi
4 21 - 40% Kurang baik Tidak layak, perlu revisi

Pada uraian table diatas, maka dapat disimpulkan kevalidan


bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja”
dikatakan valid/layak tanpa revisi apabila mencapai prentase 61-
100%. Sedangkan jika dibawah presentase angka tersebut yakni
21-60% maka pengembangan bahan ajar “Jurus Kilat 6 Minggu
Mahir Membaca Tanpa Eja” dikatakan kurang layak/perlu revisi.
b. Angket Respon Siswa
Data yang diperoleh dari hasil jawaban siswa terhadap
angket yang telah diberikan akan dihitung menggunakan skala
39

Guttman. Skala tipe ini akan mendapatkan jawaban yaitu “ya-


tidak”,”benar-salah”,”pernah-tidak”,”positif-negatif” dan lain
sebaginya. Pada skala Guttman ada dua interval yaitu “setuju” atau
“tidak setuju”. Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk
pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam bentuk checklist serta
jawaban dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol.

Tabel 3.3 Kategori Penilaian Skala Guttman

Keterangan Skor
Ya 1
Tidak 0
Sumber: Sugiyono (2015:139)

Angket yang telah diisi oleh validator, dianlaisis dan


dipresentasikan dengan menggunakan rumus:

P=
∑ x X 100 %
∑ xi
Keterangan:

P : Presentase Skor
∑x : Jumlah nilai jawaban responden suatu item

∑ xi : Jumlah skor ideal


Kriteria tingkat kevalidan atau tingkat pencapaian yang
digunakan dalam pengembangan bahan ajar dijelaskan dalam table
di bawah ini:
Tabel 3.4 Interpretasi Skor Angket Respon Penggunaan
Produk

No Kriteria Validitas Kategori Respon


1 85,01-100% Sangat membantu
2 70,01-85,00% Cukup membantu
3 50,01-70,00 Kurang membantu
4 01,00-50-00% Tidak membatu
40

Uraian pada datbel di atas dapat disimpulkan bahwa bahan


ajar “Jurus Kilat 6 Minggu Mahir Membaca Tanpa Eja” pada
pembelajaran Bahasa Indonesia dikatakan membantu mengatasi
kesulitan membaca permulaan apabila skor yang diperoleh 70,01-
100%. Sedangkan jika skor diperoleh antara 01,00-70,00% maka
bahan ajar dikatakan kurang membantu mengatasi kesulitan belajar
membaca permulaan.
41

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bai Anak Berkesulitan Belajar. Jakatra


Rineka Cipta, 2009.

Ati, Hilmi, ed., Dr Muammar, M.Pd, 1st edn (Mataram: Sanabil, 2020)

Atmoko, Sumo Aji.2020.Bahan Ajar Tematik Berbasis Lokal untuk Membaca


Permulaan Siswa Kelas II SDN 1 Kebonharjo Kecamatan Patebon
Kabupaten Kendal.(Skripsi: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang)

Cahyadi, Rahmat Arofah Hari, ‘Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Addie


Model’, Halaqa: Islamic Education Journal, 3.1 (2019), 35–42
<https://doi.org/10.21070/halaqa.v3i1.2124>

Djammarah, Bahri Syaiful.2002.Psikologi Belajar.Jakarta: Rineka Cipta

Fabiana Meijon Fadul, ‘Solusi Kesulitan Membaca’, 2019, 2

Fatmasari, Ria, Keterampilan Membaca, 1st edn (Bangkalan: STKIP PGRI


Bangkalan, 2018)

Fauzi, ‘KARAKTERISTIK KESULITAN BELAJAR MEMBACA PADA


SISWA KELAS RENDAH SEKOLAH DASAR Fauzi Institut Agama Islam
Negeri Purwokerto CHARACTERISTICS OF LEARNING DIFFICULTIES
IN READING’, PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan, 32.2 (2018), 97

Gustiawati, Reni, Darnis Arief, and Ahmad Zikri, ‘Pengembangan Bahan Ajar
Membaca Permulaan Dengan Menggunakan Cerita Fabel Pada Siswa
Sekolah Dasar’, Jurnal Basicedu, 4.2 (2020), 355–60
42

<https://doi.org/10.31004/basicedu.v4i2.339>

Halidjah, Siti, ‘Pembelajaran Membaca Permulaan Dengan Strategi Kopasus


Permainan Kubus Di Kelas I Sekolah Dasar’, Cakrawala Pendidikan, 2020,
14–27

Harianto, Erwin, ‘“Keterampilan Membaca Dalam Pembelajaran Bahasa”’,


Jurnal Didaktika, 9.1 (2020), 1–8 <https://jurnaldidaktika.org/>

Hilda Hadian, Latifah, Sugara Mochamad Hadad, and Ina Marlina, ‘Penggunaan
Media Big Book Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Kalimat
Sederhana’, Didaktik : Jurnal Ilmiah PGSD STKIP Subang, 4.2 (2018), 212–
42 <https://doi.org/10.36989/didaktik.v4i2.73>

Irdawati, Yunidar, and Darmawan, ‘Meningkatkan Kemampuan Membaca


Permulaan Dengan Menggunakan Media Gambar Kelas 1 Di Min Buol’,
Jurnal Kreatif Tadulako Online, 5.4 (2014), 1–14

Khairishofa, Farisa.2017.Pengembangan Modul Pembelajaran Membaca


Permulaan untuk Anak Berkesulitan Belajar Kelas III Sekolah Dasar
Negeri 2 Bero, Trucuk, Klaten.(Skripsi:Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta)

Magdalena, Ina, Tini Sundari, Silvi Nurkamilah, Dinda Ayu Amalia, and
Universitas Muhammadiyah Tangerang, ‘Analisis Bahan Ajar’, Jurnal
Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2.2 (2020), 311–26
<https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/nusantara>

Mulyadi. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan


Belajar Khusus. Yogyakarta: Nuha Litera, 2010.

Nasution, S, Hendri Afrianto, SAFEI & JAMILAH NURFADILLAH SALAM,


Nama Nim, Ida Malati Sadjati, Sebagai Gelling Agent, and others, ‘Berbagai
Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar’, Pendidikam, 3.1 (2017),
15 <https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004>
43

Pandawa, Nurhayati. Pembelajaran Membaca. Jakarta: Direktorat Jenderal


Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pusat Pengembangan
dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, 2009.

Rosada, Ulfa, and Ulfa Rosada, ‘Diagnosis of Learning Difficulties and Guidance
Learning Services To Slow Learner Student’, GUIDENA: Jurnal Ilmu
Pendidikan, Psikologi, Bimbingan Dan Konseling, 6.1 (2016), 61
<https://doi.org/10.24127/gdn.v6i1.408>

Saputro, Budiyono, Manajemen Penelitian Pengembangan (Research &


Development) Bagi Penyusun Tesis Dan Disertasi, Journal of Chemical
Information and Modeling, 2017, LIII

Yanuarti, Eka, ‘Dewantara Dan Relevansinya’, Jurnal Penelitian. 11(2):66-237,


11.2 (2017), 66–237

Yuberti, Teori Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam Pendidikan,


Psikologi Pendidikan (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2014), I

Anda mungkin juga menyukai