Anda di halaman 1dari 2

Definisi Nikah Misyar

Nikah Misyar atau dikenal dengan nikah al-Misyar adalah pernikahan di mana pihak
perempuan tidak mendapatkan haknya sebagai istri secara penuh seperti yang diatur saat akad
nikah, seperti tidak mendapat tempat tinggal, nafkah dan hak untuk hidup bersama.
Perkawinan seperti ini telah menjadi fenomena yang serius dalam beberapa negara Islam
pada masa sekarang ini, disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan,
asal-usul perkawinan ini telah ada pada masa terdahulu yang sering disebut sebagai
perkawinan Misyar. Perkawinan misyar adalah pengaruh dari cepatnya gerakan transportasi
antar negara dan daerah-daerah di dunia. Pada hakikatnya perkawinan misyar dilaksanakan
oleh seorang laki-laki dengan akad yang benar, mencukupi rukun dan syaratnya, hanya saja
sang istri harus mengalah dari beberapa haknya.
Perkawinan misyar terjadi karena realita dan keterjepitan kondisi pada sebagian kelompok
masyarakat, seperti Saudi Arabia yang mengeluarkan fatwa membolehkan perkawinan ini,
berbeda dengan perkawinan temporal lainnya, perkawinan misyar adalah perkawinan yang
sah, mencukupi rukun akad yang disyariatkan oleh Islam : seperti ijab, qabul, saksi dan wali,
hanya saja laki-laki mensyaratkan kepada perempuan untuk menyatakan bahwa dia tidak
akan menuntut hak-haknya yang berhubungan dengan tanggungan laki-laki sebagai
suaminya. Contoh persyaratan yang dinyatakan dan diterima oleh istri adalah suami boleh
melakukan perkawinan dengan perempuan lain tanpa sepengetahuan istri, sementara dia tidak
menthalaq istrinya dan suami tidak tertuntut untuk memberikan nafkah atau menyediakan
tempat tinggal yang layak bagi istrinya.
Para ahli fiqih tidak mempunyai alasan untuk membatalkan akad (ikatan) perkawinan
semacam ini yang telah memenuhi rukun dan syaratnya. Maka kedua suami istri harus
menghormati syarat-syarat yang telah disepakati itu semua adalah bagian dari janji yang
harus ditepati sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-nya. Namun
sebagian ulama fiqih berpendapat bahwa syarat-syarat semacam ini tidak mengikat, artinya
akad tetap sah sekalipun syaratnya batal. Selain dikemukakan Imam Abu Hanifah dan
disinggung dalam riwayat Imam Ahmad, pendapat itu pulalah yang terpilih dalam kitab
Al-Mugni’ dan lainnya.

Tradisi Nikah Misyar


Sejalan dengan perkembangan zaman, munculah bentuk perkawinan Misyar, perkawinan
seperti ini telah menjadi fenomena yang serius dalam beberapa negara Islam pada akhir-akhir
ini, disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan, asal-usul
perkawinan ini telah ada pada orang-orang terdahulu. Nikah semacam ini bukanlah tipe nikah
yang dianjurkan Islam, tetapi nikah diperbolehkan karena adanya desakan kebutuhan, imbas
dan perkembangan masyarakat karena perubahan zaman, dengan catatan akad nikah harus
dilaksanakan karena kalau sampai akadnya ditiadakan maka nikahnya batal. Dengan
demikian kawin misyar menurutnya tidak diharamkan, karena tujuannya untuk menghormati
dan mensucikan wanita, dan juga mempertimbangkan kemaslahatan dan kerugiannya,
manfaat dan mudharatnya. Tanpa kita sadari lagi, bahwasannya nikah misyar menjadi solusi
untuk meminimalisir perawan-perawan tua yang telah lewat usia nikah. Dalam hal ini,
pernikahan misyar kewajiban dialihkan kepada istri yang berkewajiban untuk menafkahi
suami. Karena si istri tidak menuntut apapun dari suami, ia dianggap lebih mapan. Selain
tidak datang dalam beberapa hari dalam seminggu atau bahkan sebulan sekali, suami hanya
datang untuk memenuhi kebutuhan biologis sang istri bahkan sebaliknya, kebutuhan suami
yang dipenuhi istri.

Sayyid Sabig, Fiqh Sunnah (Bandung Al-ma’arif 1990 cet ke-7) h. 77-78
Yusuf Qordhawi, Zawazul Misyar Haqiqatuhu wa Hukmuhu, hlm 29

Anda mungkin juga menyukai