Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Fikih Nikah Mut’ah


Makalah ini dibuat guna melengkapi tugas kelompok mata kuliah Fiqih

DosenPengampu :

Dr. Mahfud
Di susunoleh :
Kevin Arifianto (2018010001)
NunungHanifah (2018010016)

UNIVERSITAS SAINS AL – QUR’AN JAWA TENGAH DI


WONOSOBO FAKULTAS FITK PRODI PAI
TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur yang telah
melimpahkan rahmat hidayah dan inayahnya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Studi Pesantren. Makalah ini telah kami susun
dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat melancarkan pembuatan makalah ini. Ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun kata bahasanya kami menerima kritik dan saran dari
pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk semua kalangan.

BAB I
2
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pernikahan merupakan sunatullah padaalamini, tidak ada yang keluar dari
garisNya, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Allah berfirman dalam QS.
Adz Dzariyat ayat 49 yang artinya"Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-
pasangan, supaya kamu mengingatakan kebesaran Allah"
Allah menciptakan manusia seperti ciptaan yang lainnya, tidak membiarkan
nalurinya berbuat sekehendaknya, atau membiarkan hubungan antara laki laki dan
perempuan kacau tidak beraturan. Tetapi, Allah meletakkan rambu- rambu dan
aturan sebagaimana telah diterangkan oleh utusan-Nya, Muhammad SAW.
Ada banyak pernikahan yang di haramkan oleh Islam, salah satunya yang
dikenal dengan nikah mut’ah. Nikah mut’ah ini merupakan salah satu pernikahan
yang diharamkan Islam. Uniknya, nikah mut’ah ini bahkan dilanggengkan dan
dilestarikan oleh agama Syi’ah dengan mengatasnamakan agama.
Nikah mut’ah di Indonesia dikenal juga dengan istilah kawin kontrak,
secara kwantitatif sulit untuk didata, karena perkawinan kontrak itu dilaksanakan
selain tidak dilaporkan, secara yuridis formal memang tidak diatur dalam
peraturan apapun, sehingga dapat dikatakan bahwa perkawinan kontrak/ nikah
mut’ah di Indonesia tidak diakui dan tidak berlaku hokum itu.
Dari sini kami akan menguraikan makalah “Nikah Mut’ah” untuk
mengetahui lebih lanjut nikah mut’ah tersebut.

B. RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan nikah Mut’ah?
3
2. Apa hukum nikah mut’ah?
3. Bagaimana sejarah nikah mut’ah?
4. Apa saja sebab-sebab diharamkannya nikah mut’ah?

C. Tujuan
1. MendeskripsikanpengertianNikahMut’ah.
2. Mendeskripsikan hukum nikah mut’ah.
3. Mendeskripsikan sejarah nikah mut’ah
4. Mendeskripsikan sebab-sebab diharamkannya nikah mut’ah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Nikah Mut’ah
4
Mut’ah berasal dari Tamatu’ yang artinya bersenang – senang atau
menikmati. Adapun secara istilah Mut’ah berarti seoranglaki – laki menikahi
seorang wanita dengan memberikan sejumlah harta tertentu. Pernikahan ini akan
berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan tanpa talak dan tanpa
kewajiban member nafkah atau tempat tinggal dan tanpa adanya saling mewarisi
antar keduanya. Atau dengan kata lain, nikah mut’ah adalah nikah kontrak dalam
jangka waktu tertentu. Sehingga apabila waktunya telah selesai atau habis, maka
dengan sendirinya nikah tersebut bubar tanpa adanya thalak. Wanita yang
dinikahi mut’ah statusnya bukanlah sebagai istri dan bukan pula budak miliknya.
Sebab jika dia sebagai, tentu didalamnya berlaku hokum waris, penentuan nasab,
dan kewajiban iddah. Sehingga dalam hal ini wanita sangat dirugikan.
Nikah mut’ah disebut juga kawin sementara (nikah muaqqat) atau kawin
terputus (nikah munqati), yaitu akad pernikahan yang dibatasi dengan waktu
tertentu, semisal sehari, seminggu atau sebulan dan seterusnya. Dinamakan nikah
mut’ah karena laki-laki bermaksud untuk bersenang-senang sementara waktu saja.
Imam Ghazali berkata bahwa nikah mut’ah adalah nikah sementara. Cara
pernikahan ini, seorang laki-laki mengawini seorang perempuan dengan
perjanjian hanya sementara waktu saja, dan apabila telah cukup waktunya, maka
perempuan tersebut dicerai. Pernikahan ini sesungguhnya hanya untuk
pelampiasan nafsu dan bersenang-senang untuk sementara waktu saja. Artinya
setelah sampai batas waktunya atau si suami telah memenuhi hajatnya, maka
suami meninggalkan si isteri dan antara keduanya tidak terkait antara hokum
waris serta sang suami tidak wajib menyediakan tempat tinggal dan nafkah.
Ibnu Qudamah mengatakan,”Nikah mut’ah adalah adanya seseorang
mengawini wanita (dengan terikat) hanya waktu yang tertentu saja, misalnya
(seorang wali) mengatakan: Saya mengawinkan putriku dengan engkau selama
sebulan, atau setahun, atau sampai habis musim ini, atau sampai berakhir
perjalanan haji ini dan sebagainya. Sama halnya dengan waktu yang telah
ditentukan atau yang belum.”
Dalam nikah mut’ah tidak ada tujuan selain melampiaskan nafsu seksual,
bukan untuk tujuan mengembangkan keturunan dan memelihara anak yang
menjadi tujuan utama pernikahan. Ada yang mengatakan bahwa nikah mut’ah
sama dengan zina dari segi tujuan mencari kepuasan hubungan badan. Orang
yang mencari kepuasan nikah mut’ah berarti termasuk orang-orang yang melewati
batas ketentuan Al-Qur’an. Seperti dijelaskan dalam QS. Al-Mu’minun : 7
“Barang siapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang
melewati batas”.

Yang dimaksud dengan “dibalik itu” adalahadalah zina dan hal-hal lain
yang melampaui batas. Termasuk nikah mut’ah, merupakan perbudakan yang
tidak diperkenankan, apapun alasannya. Sahabat Ali radhiyallahu anhu, ia
berkata: “Rasulullah SAW., melarang nikah mut’ah dan juga daging keledai
peliharaan pada masa perang Khaibar.”

5
Dalam pernikahan mut’ah, pihak laki-laki tidak diwajibkan membayar mas
kawin kepada isterinya, bahkan juga tidka wajib memberikan belanja untuk
keperluan hidupnya. Pihak perempuan tidak berhak mendapatkan harta pusaka
dari suaminya, serta tidak ada iddah sesudah diceraikan dan lain sebagainya.
Hanya cukup untuk sang suami member upah, baik berupa kain atau barang
apapun. Tetapi perempuan berkewajiban memelihara hak milik suaminya dan
mengurus semua kepentingannya.
Kaum muslimin bersepakat bahwa Nabi SAW., telah mensyariatkan
perkawinan ini dalam situasi khusus. Tetapi sekelompok ulama ahli sunnah
berpendapat bahwa Nabi SAW., telah mencabut syariat tersebut dan menghapus
hukumnya. Dengan demikian kehalalan nikah mut’ah itu telah berubah menjadi
keharaman.
Tetapi sebagian ulama Syi’ah memperbolehkan nikah mut’ah, alasannya
karena belum dihapus (nasakh) pada masa Rasulullah, dan pelanggaran itu justru
dari Umar bin Khattab, sepeninggal Nabi SAW., dan pelanggaran itu tiodak
dating dari Nabi sendiri. Jika memang disepakati bahwa tak seorangpun
berwenang untuk mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Rasulullah, maka
kita harus menafsirkan pengharaman sahabat Umar bin Khattab terhadap nikah
mut’ah itu sebagai bentuk pengharaman administrative (tahrim idary) dan bertitik
tolak dari kepentingan terbatas dalam masa tertentu. Artinya bahwa pengharaman
itu bukan bersifat absolute, tetapi bersifat relatif dan hukum wadh’i (keputusan
Negara). Akhirnya, sebagian ahli fiqh syariah beranggapan bahwa hukum nikah
mut’ah tetap halal, dengan beberapa persyaratan. Sedangkan dalam kondisi fiqh
sunni, nikah mut’ah tetap haram sampai hari kiamat.

B. Hukum Nikah Mut’ah


Semua ulama dan fuqaha sepakat mengharamkan nikah mut’ah. Hal ini
sebagaimana hadits shahih yang secara tegas mengharamkan nikah mut’ah. Nabi
SAW., telah menjelaskan bahwa keharaman nikah mut’ah itu selama-lamanya
sampai hari kiamat. Sebagaimana dalam hadits riwayat Saburah bin Ma’bad Al
Juhani, Rasulullah berkata: “Sesungguhnya ia (Saburah) perang bersama
Rasulullah SAW., pada waktu pembebasan kota Makah, Fathu Makah pada 8H
beliau bersabda: Hai manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan kepada
kalian menikahi wanita dengan nikah mut’ah,” Tapi sesungguhnya Allah telah
mengharamkannya sampai haro kiamat.” (HR. Imam Muslim).
Ahlusunnah wal jama’ah berpendapat bahwa nikah mut’ah pernah
dihalalkan sebelum hukum halal itu masukh dan menjadi haram sampai hari
kiamat. Alasan kenapa waktu itu diperbolehkan nikah mut’ah karena ketika itu
dalam keadaan perang yang jauh dari isteri. Sehingga para sahabat yang ikut
perang merasa sangat berat. Dan pada masa itu pula masih dalam masa peralihan
dari kebiasaan jaman jahiliyah. Jadi wajar jika Allah memberikan keringanan bagi
para sahabat pada masa itu.

6
C. Sejarah Nikah Mut’ah
Nikah Muth'ah pernah diperbolehkan oleh Rasulullah sebelum
stabilitasnya syari'at islam, yaitu diperbolehkannya pada waktu berpergian dan
peperangan. Akan tetapi kemudian diharamkan.
Rahasia diperbolehkan Nikah Muth'ah waktu itu adalah karena masyarakat
islam pada waktu itu masih dalam transisi (masa peralihan dari jahiliyah kepada
islam). Sedang perzinaan pada masa jahiliyah suatu hal yang biasa. Maka setelah
islam datang dan menyeru pada pengikutnya untuk pergi berperang. Karena
jauhnya mereka dari istri mereka adalah suatu penderitaan yang berat. Sebagian
mereka ada yang kuat imannya dan adapula yang sebagian tidak kuat imannya.
Bagi yang lemah imannya akan mudah untuk berbuat zina yang merupakan
sebagai berbuatan yang keji dan terlarang. Dan bagi yang kuat imannya
berkeinginan untuk mengkebiri dan mengipotenkan kemaluannya [6]. Seperti apa
yang dikatakatan oleh Ibn Mas'ud :
‫ أال‬:‫وليس معن ا نس اء فقلن ا‬ r ‫ كن ا نغ زوا م ع رس ول اهلل‬: ‫عن بن مس عود ق ال‬
‫عن ذال ك ورخص لن ا ان ننكح املرأة الث وب إىل‬ r ‫نستخص ى؟ فنهان ا رس ول اهلل‬
.‫أجل‬
Artinya:
“Dari mas'ud berkata : waktu itu kami sedang perang bersama
Rasulullah SAW dan tidak bersama kami wanita, maka kami berkata : bolehkah
kami mengkebiri (kemaluan kami). Maka Raulullah SAW melarang kami
melakukan itu. Dan Rasulullah memberikan keringanan kepada kami untuk
menikahi perempuan dengan mahar baju sampai satu waktu”
Tetapi rukhshah yang diberikan nabi kepada para sahabat hanya selama
tiga  hari setelah itu Beliau melarangnya, seperti sabdanya :

‫عام أوطاس ىف‬ r ‫ رخص رسول اهلل‬: ‫وعن سلمة بن األكوع قال‬
)‫ مث هنى عنها (رواه مسلم‬،‫ ثالثة أيام‬،‫املطعة‬

Artinya :
“Dari Salamah bin Akwa' berkata : Rasulullah SAW memberikan
keringanan nikah muth'ah pada tahun authas (penaklukan kota Makah) selama 3
hari kemudian beliau melarangnya” (HR Muslim)
Dari hadits Salamah ini memberikan keterangan bahwasanya Rasulullah
saw pernah memperbolehkan nikah muth'ah kemudian melarangnya dan menasah
7
rukhshah tersebut. Menurut Nawawi dalam perkataannya bahwasanya
pelarangannya dan kebolehannya terjadi dua kali, kebolehannya itu sebelum
perang khaibar kemudian diharamkannya dalam perang khaibar kemudian
dibolehkan lagi pada tahun penaklukan Makah (tahun Authas), setelah itu Nikah
Muth'ah diharamkan selama-lamanya, sehingga terhapuslah rukhshah itu selama-
lamnya. Seperti dalam hadis Rasulullah SAW :

)‫عن املتعة عام خيرب (متفق عليه‬ r ‫ هنى رسول اهلل‬: ‫قال‬ t ‫وعن علي‬
Artinya :
“Dari Ali ra. berkata : Rasulullah melarang nikah muth'ah pada tahun
Khaybar”

‫ إىن كنت أذنت لكم‬: ‫ق ال‬ r ‫ أن رس ول اهلل‬،t ‫ عن أبي ه‬،‫وعن ربي ع بن س بورة‬
‫وإن اهلل قد حرم ذلك إىل يوم القيامة (أخرجه مسلم وأبو‬ ،‫اإلستمناع من النساء‬
)‫داود والنساء وأمحد وابن حبان‬

Artinya :    
“Dari Rabi' bin Saburah, dari ayahnya ra. Sesungguhnya Rasulullah
SAW bersabda: sesungguhnya aku telah memberikan izin kepadamu untuk
meminta muth'ah dari wanita, dan sesungguhnya Allah SAW telah
mengharamkan itu sampai hari kiamat”. (HR Muslim, Abu Daud, Nasai',
Ahmad, dan Ibn Majah).

D. Sebab-Sebab Diharamkannya Nikah Mut’ah


Sebagaimana telah diketahui bahwa, tujuan diutusnya Rasulullah saw
adalah rahmat bagi seluruh alam, Karena itu, maka Allah swt
mengharamkan Nikah Mut’ah karena tidak sesuai dengan misi yang diemban
Rasulullah saw. Memang pada mulanya nikah ini dibolehkan, akan tetapi, hal ini
hanya sebatas keringanan bagi Sahabat-Sahabat Rasulullah saw. Dimana kita
ketahui, bahwa jarak antara keislaman mereka masih dekat dengan kebiasaan-
kebiasaan yang mereka tumbuh didalamnya sebelum datangnya islam.
Keringanan ini juga hanya terjadi dalam peperengan, maka tidak masuk
akal dalam keadaan seperti ini, meminta mereka menahan syahwat mereka
dengan berpuasa. Karena tidak benar dalam peperengan melemahkan seorang
Mujahid dengan cara apapun dan dalam keadaan apapun. Keadaan inilah yang
menjadi dasar dibolehkannya Nikah Mut’ah.

8
Setelah hilangnya sebab-sebab di atas, Allah menghapusnya melalui
firmannya dan Hadits RasulNya saw. Karena, Nikah Mut’ah menyusahkan
perempuan dan anak yang lahir dari mereka. Dan setelah diharamkan, tidak ada
dari sahabat dan tabi’in yang melakukan itu lagi.
Bila dilihat dari definisi Nikah Mut’ah,pernikahan seperti ini terjadi
kontradiksi terhadap arti nikah sesungguhnya. Sebab tujuan sebuah pernikahan
adalah suatu ikatan yang kuat dan perjanjian yang teguh yang ditegakkan di atas
landasan niat untuk bergaul antara suami istri dengan abadi supaya memetik buah
kejiwaan yang telah digariskan Allah swt dalam al-qur'an yaitu ketentraman,
kecintaan, dan kasih sayang. Sedangkan tujuan yang bersifat duniawi adalah demi
berkembangnya keturunan dan kelangsungan hidup manusia [7]. Seperti Firman
Allah swt :

ٍ ِ
َ ‫ َر ُجلَنْي ِ أ‬ ً‫ب اهللُ َمثَال‬
ُ‫َح ُدمُهَا أَبْ َك ُم الَ َي ْق د ُر َعلَى َش ْيء َو ُه َو َك لٌّ َعلَى َم ْوالَه‬ َ ‫ض َر‬
َ ‫َو‬
‫اط‬ٍ ‫أَينَم ا يو ِّجه ه الَ ي أْ ِت خِب َ ٍ ه ل يس تَ ِوي ه و ومن ي أْمر بِالْع ْد ِل وه و علَى ِص ر‬
َ َ َ ُ َ َ ُُ َ ْ َ َ َ ُ ْ َ ْ َ ‫رْي‬ َ ُ ْ َُ َ ْ
)٧٦( ‫ُم ْستَ ِقي ٍم‬
Artinya:
“Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang
seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas
penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak
dapat mendatangkan suatu kebajikanpun. samakah orang itu dengan orang yang
menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus?.”  (QS.
An-Nahl: 76)

َّ َ‫اح َد ٍة َو َخلَ َق ِمْن َه ا َز ْو َج َه ا َوب‬


ِ‫سو‬ ِ ِ َّ
‫ث‬ َ ٍ ‫َّاس َّات ُق وا َربَّ ُك ُم الذي َخلَ َق ُك ْم م ْن نَ ْف‬
ُ ‫يَا أَيُّ َه ا الن‬
‫األر َح َام إِ َّن اللَّهَ َك ا َن‬ ِِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫مْن ُه َم ا ِر َج اال َكث ًريا َون َس اءً َو َّات ُق وا اهللَ الَّذي تَ َس اءَلُو َن ب ه َو‬
)١( ‫َعلَْي ُك ْم َرقِيبًا‬
Artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
Mengawasi kamu”  (QS.An-Nisa’: 1)

9
Dalam prinsip-prinsip sebuah pernikahan, Nikah Mut’ah, sangat tidak
sesuai dengan nikah yang telah Allah swt syari'atkan. Dimana diketahui
bahwa, Nikah mut'ah dibatasi oleh waktu, dengan demikian, Nikah
Mut'ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan
dalam aqad atau faskh, sedangkan dalam syari'at, pernikahan berakhir dengan
talak atau meninggal dunia, dengan kata lain tidak dibatasi oleh waktu.
Selain dibatasi oleh waktu, Nikah Mut'ah juga tidak membatasi jumlah
istri yang boleh dinikahi. Maka boleh bagi seorang peria menikah lebih dari
empat orang istri. Dan ini dapat dilakukan tampa wali atau tampa persetujuan
walinya, dan dalam pernikahan ini tidak diperlukan saksi, pengumuman, 
perceraian, pewarisan dan pemberian nafkah setelah selesainya waktu yang telah
disepakati. Kecuali sebelumnya telah terjadi kesepakatan atau apabila si
perempuan itu hamil.
Bila ditinjau dari segi mudhoratnya  (dampak negatif), Nikah
Mut'ah merupakan bentuk pelecehan terhadap kaum wanita, merusak
keharmonisan keluarga, menelantarkan generasi yang dihasilkan dari pernikahan
tersebut, menimbulkan dan menyebarkan penyakit kelamin, meresahkan
masyarakat, dan karena tidak diwajibkan adanya wali dan saksi, bisa jadi,
seseorang mengumpulkan antara dua bersaudara, atau antara anak dan ibunya atau
bibinya dan tidak menutup kemungkinan, ia menikahi anaknya sendiri dari hasil
Pernikahan Mut'ah yang dilakukan sebelumnya, bahkan, bisa jadi ia
mengumpulkannya dengan ibunya karena ketidak tahuannya dan tidak adanya
orang yang mengetahuinya.
Dengan demikian, jelaslah bagi kita sebab-sebab diharamkannya Nikah
Mut'ah, selain tidak sesuai dengan misi diutusnya Rasulullah saw (rahmatan
lilalaamin) dan syari'at yang dibawanya, Nikah Mut'ah juga memiliki
banyak mudhorat (dampak negatif), yang berdampak pada Agama, masyarakat
maupun akhlak, oleh kerna itu, Rasulullah saw mengharamkannya, karena
didalamnya terdapat berbagai macam kerusakan.     

10
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Nikah Mut’ah adalah, seseorang yang menikah dengan seorang wanita
dalam batas waktu tertentu, dengan sesuatu pemberian kepadanya berupa harta,
makanan, pakaian atau yang lainnya. Jika masanya telah selesai, maka dengan
sendirinya mereka berpisah tanpa kata thalaq dan tanpa warisan.
Nikah Mut’ah haram hukumnya, baik menurut perspektif hukum Islam
maupun hukum yang berlaku di Indonesia. Karena tujuannya adalah untuk
mencari kesenangan belaka, tidak untuk membangun rumah tangga yang
melahirkan anak dan juga saling mewarisi, yang keduanya merupakan tujuan
utama dari ikatan pernikahan dan menimbulkan konsekwensi langgengnya
pernikahan.

B.     Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, penulis berharap pembaca dapat mengerti
tentang apa yang diuraikan dalam makalah ini. Dengan mengerti, maka pembaca
dapat mempraktekkan dalam kehidupan untuk tidak melakukan Nikah Mut’ah.
Penulis juga menyarankan para pembaca yang untuk memberi masukan, koreksi,
serta kritikan terhada makalah yang penuh dengan kekurangan ini.

11
Daftar Pustaka
Mas’ud, Machfudz dan Farah Faida. 2016 . FIQIH TEKSTUAL KONTEKSTUAL.
Wonosobo: Media Kreasi.
http://asysyariah.com/apa-itu-nikah-mutah/
https://islamqa.info/id/answers/226919/hukumnya-seorang-yang-menghalalkan-
nikah-mutah-apakah-bisa-menyebabkan-keluar-dari-islam

12

Anda mungkin juga menyukai