Anda di halaman 1dari 4

Refleksi live-in di Desa Kenalan

Melinia Putri Kristiani (01220381)

Jum’at 24 februari saya dengan rekan-rekan saya angkatan 22


mengikuti kegiatan live-in di desa kenalan kami berangkat dari asrama
pukul 08.00 WIB menuju desa wekas tempat dimana kami harus turun dari
bis dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki kurang lebih 6km
menuju desa kenalan. saya adalah salah satu orang yang sangat menunggu
momen ini karena saya sudah membayangkan bagaimana suasana desa
kenalan. perjalanan kami cukup melelahkan karena jalan yang menanjak
namun beruntungnya jalan sudah di cor dan tidak selicin yang saya
bayangkan, saya dan rekan-rekan masih bisa berjalan tanpa kendala hanya
rasa lelah yang cukup berat karena berjalan kaki sejauh ini bukan suatu hal
yang sering dilakukan. Namun dibalik jalan yang menanjak dan rasa lelah
yang saya rasakan semangat saya terdorong oleh apa yang saya lihat di
sekitar saya pemandan alam yang cukup memanjakan mata, pepohonan,
sayur-sayuran juga udara yang segar membuat saya semakin penasaran
akan desa kenalan. sesampai didesa kenalan tepat dengan apa yang saya
pikirkan di hari sebelumnya mulai dari udara yang sangat dingin walaupun
disiang hari air yang sama seperti air es, pemandangan di ketinggian yang
menakjubkan, gunung yang mengelilingi desa kenalan, berbagai macam
sayuran segar dan orang-orang disana yang sangat ramah, rasa lelah saya
selama berjalan kaki mulai terlupakan.
Selama 3 hari didesa kenalan kami akan tinggal bersama jema’at GkJ
Kenalan, saya dan ika tinggal di keluarga pak wahno. awal pertemuan kami
dengan beliau dan keluarga disambut dengan hangat, diawal pertemuan
beliau memperlakukan saya dan ika layaknya tamu dengan suguhan cemilan
yang sudah tersedia beserta teh hangat dan makan siang juga kamar yang
akan menjadi tempat tidur sudah tertata sangat rapih dan lengkap juga siap
sedia air hangat untuk mandi hasil dari tungku kayu bakar dan itu sangat
berkesan untuk saya secara pribadi. Namun lewat obrolan sharing mengenai
keluarga pak wahno dan kami dari situlah mulai mengenal mereka dan
mereka pun demikin mulai mengenal kami, hal itu membuat suasana
berbeda terasa lebih dekat dan merasa nyaman ada dintara mereka, kami
juga meminta kepada keluarga pak wahno untuk memperlakukan kami tidak
layaknya tamu dengan menyiapkan segala sesuatu harus sebaik mungkin,
makanan yang enak dan semua di sediakan tuan rumah. Namun kami ingin
kluarga pak wahno bisa menganggap kami juga layaknya bagian dari
keluarga mereka karena itu juga menjadi kerinduan kami apabila mereka
juga bersedia bisa memberikan seadanya dan biasa saja seperti kebiasaan
mereka sehari-hari, kami juga mengutarakan maksud kami bisa berada di
sini. Saya merasakan keharmonisan dikeluarga ini, diawal pertemuan saya
merasa seperti tamu namun setelah kami mulai berdialog bersama dan
melakukan aktivitas bersama saya merasa mereka menyepakati akan hal itu
dan kami bisa merasakan menjadi bagian dalam keluarga pak wahno.
Setelah haro pertama dan kedua saya dan ika melakukan aktivitas di
rumah. Ika membantu ibu didapur saya membersihkan ruamah dan halaman
setelah itu kami sarapan dan minum teh yang sudah tersedia di termos panas.
Setelah itu kami melihat ibu dan bapak bersiap-siap untuk pergi ke ladang
awalnya kami tidak diperbolehkan tapi kami memaksa karna ini tugas kami
juga melakukan aktivitas yang menjadi rutinitas dan sumber hidup keluarga
pak wahno yaitu berkebun, salah satu yang berkesan adalah berkebuh. Jarak
dari rumah pak wanho dan kebuh terbilang jauh kami harus melewati jalan
yang menanjak, sampai dikebun kami melakukan kegiatan matun atau
membersihkan rumput dan sayuran yang sudah tidak layak lagi, semua di
bersihkan untuk di tanaman kembali sayuran yang baru, ini bukan hal yang
baru bagi saya karena orang tua saya juga hanya seorang petani, namun tetap
ada rasa bedanya sangat menyenangkan karena melihat tanaman disekitar
juga pemandangan dari ketinggian yang menyegarkan mata dan jiwa juga
udara yang sangat dingin menjadi kesan tersendiri. Hal berkesan saya
rasakan ketika duduk berjemur dengan mbah tumi orang tua dari pak wahno
yang sangat mengasihi kami berusaha memberikan perhatian layaknya mbah
saya dirumah. Selain itu hal yang berkesan lainnya ketika bapak dari salah
satu teman kami wisnu mengajak saya dan sebagian dari teman-teman
kegereja untuk melihat seperti apa pipa orgen bahkan kami juga diijinkan
memainkannya saat itu saya merasa takjub dan menjadi pengalaman pertama
yang tidak akan pernah dilupakan.
Dalam 3 hari ini saya menemukan banyak hal yang menjadi pelajaran
berharga bagi hidup saya secara pribadi, saya banyak belajar dari keluarga
pak wahno beserta jema’at, mengenai kesederhanaan dan belajar bagaimana
memperlakukan orang lain, berusaha memberikan perakuan tulus dan sikap
positif kepada orang lain yang belum mengenal sekalipun. Dengan
kesederhaan orang-orang masih bisa merasakan kesejahteraan,
keharmonisan juga kebahagiaan itu semua tentang bagaimana kita
menikmati dan mensyukurinya.

Anda mungkin juga menyukai