Anda di halaman 1dari 86

EFEKTIVITAS LAYANAN KONTEN DENGAN GAME EDUTAINMENT

DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF


PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 PERCUT SEI TUAN
TAHUN AJARAN 2022/2023

PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Melaksanakan


Ujian Seminar Proposal pada Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan

Oleh :

DESI SANTIKA
NIM. 1183351013

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN NASKAH PROPOSAL

Judul : Efektivitas Layanan Konten Dengan Game Edutainment


Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif
Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan

Penyusun : Desi Santika

NIM : 1183351013

Pembimbing : Nani Barorah Nasution, S.Psi., MA. PhD

Tanggal Seminar :

Disetujui oleh

Pembimbing Ketua Jurusan PPB/BK

Nani Barorah Nasution, S.Psi., MA. PhD Mirza Irawan, S.Pd,M.Pd., Kons
NIP. 198405152009122005 NIP. 198606172014041002

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim. Segala puji bagi Allah yang menciptakan

manusia dengan penciptaan yang paling sempurna. Dia-lah yang melengkapi

manusia dengan akal sehingga manusia dapat berpikir dan mempunyai hasrat

untuk senantiasa mencari kebenaran, senantiasa belajar sepanjang hayatnya,

senantiasa berpikir sepanjang rentang kehidupannya agar menjadi pribadi yang

bermakna serta mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Atas berkat rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan proposal skripsi

untuk menunjang dalam penyelesaian tugas akhir. Penyusun mengucapkan

terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sehingga proposal skripsi

yang berjudul “Efektivitas Layanan Konten Dengan Game Edutainment

Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Siswa Kelas VII

SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan” dapat diselesaikan.

Semoga dapat berguna dan menambah pemahaman serta menambah

wawasan kita mengenai dunia pendidikan umumnya serta Bimbingan dan

Konseling pada khususnya.

Medan, September 2022

Desi Santika
NIM. 1183351013

i
ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN NASKAH PROPOSAL ......................................... ii


KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................. 7
1.3 Batasan Masalah ....................................................................................... 8
1.4 Rumusan Masalah .................................................................................... 8
1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................... 10
2.1 Kerangka Teoritis ........................................................................................ 10
2.1.1 Berpikir Kreatif ..................................................................................... 10
2.1.2 Layanan Penguasaan Konten ............................................................... 22
2.1.3 Game Edutainment .............................................................................. 31
2.2 Penelitian Yang Relevan ............................................................................. 51
2.3 Kerangka Berpikir ....................................................................................... 52
2.4 Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 53
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 54
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................ 54
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 56
3.5 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 60
3.6 Teknik Analisis Data ................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 65
LAMPIRAN ......................................................................................................... 70

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian................................................................................ 56

Tabel 3.2 Populasi Penelitian ............................................................................. 57

Tabel 3.3 Skor Angket Skala Likert ................................................................... 60

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Angket Berpikir Kreatif ..................................................... 61

Tabel 3.5 Nilai Alpha Cronbach ........................................................................ 63

iv
DAFTAR GAMBAR

Lampiran 2.3 Kerangka Berpikir ....................................................................... 53

v
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pendidikan merupakan usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan Negara.

Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, bahwa tujuan

pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Proses pendidikan sekolah bertujuan untuk mendewasakan peserta didik

dalam hal pengetahuan, pengalaman serta keterampilan. Untuk mencapai tujuan

tersebut, pada proses pembelajaran di sekolah, peserta didik harus bisa

membentuk perkembangan yang kreatif, bijaksana serta berkesinabungan guna

mencapai perubahan diri yang diharapkan.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Pendidikan berasal dari kata dasar

“didik” (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan)

mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dalam bahasa inggris, pendidikan

berasal dari kata education, kemudian dalam bahasa latin, pendidikan berasal dari

kata educatum dimana kata ini tergabung atas dua kata, yaitu “E” dan Duco”. “E”
2

artinya perkembangan dari luar ke dalam, dan perkembangan dari sedikit menuju

banyak. “Duco artinya adalah sedang berkembang. Dari dua kata ini selanjutnya

pendidikan bisa dimaknai sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan diri.

Ki Hajar Dewantoro yang merupakan bapak pendidikan Indonesia

mengartikan pendidikan adalah tuntunan tumbuh dan berkembangnya anak. Arti

yang terkandung dalam pengertian tersebut, bahwa pendidikan merupakan upaya

untuk menuntun kekuatan kodrati pada diri setiap anak, agar mereka mampu

tumbuh dan berkembang sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat

yang bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup mereka.

Dalam jurnal Education and Creativity Fasko, (2001) menyatakan “to

stimulate creativity, teachers should provide situations for students to participate

in group activities cause these group activities, in addition to enhancing creative

thinking and academic performonce”. Artinya untuk merangsang kreativitas, guru

harus menyediakan situasi bagi peserta didik untuk berpartisipasi dalam aktivitas

kelompok. Disebabkan kegiatan-kegiatan kelompok bermanfaat untuk

meningkatkan pemikiran kreatif serta prestasi akademik peserta didik.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah

kemampuan individu untuk mengembangkan keterampilan baru melalui

pengembangan keterampilan yang sudah ada sebelumnya, sehingga hasil tersebut

dapat memperkaya kemampuan individu tersebut.

Menurut Slameto (2003) belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan menurut Aqib (2003) merumuskan

bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri
3

seseoarang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat

pengalaman dan latihan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan belajar adalah usaha seseorang untuk

mengubah tingkah lakunya melalui interaksi dengan lingkungan, sehingga hasil

kegiatan belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relative permanen. Jadi,

kreativitas belajar dapat diartikan sebagai kemampuan siswa untuk menciptakan

hal-hal baru dalam pembelajaran, bukan hanya kemampuan mengembangkan

formasi yang diperoleh guru dalam proses pengajaran, tetapi juga bentuk

pengetahuan yang memungkinkan mereka membuat kombinasi-kombinasi baru

dalam pembelajaran mereka.

Kreativitas sangat penting dalam hidup, maka dari itu kreativitas perlu

dipupuk pada diri peserta didik. Seperti yang diungkapkan oleh Munandar

(Pratiwi, 2005) sebagai berikut :

1. Kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya

dalam perwujudan dirinya.

2. Kreativitas atau berpikir kreatif, sebagai kemampuan untuk melihat

bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah.

3. Bersibuk dari secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memberikan

kepuasan kepada individu.

Dalam situasi pandemi, sistem pembelajaran daring dirasa solusi yang

paling tepat untuk dilakukan demi berjalannya proses pembelajaran. Mengingat

seluruh tingkatan pendidikan memiliki target capaian pembelajaran yang harus

dipenuhi. Pembelajaran daring ini akan memberikan game edutainment dalam

bentuk lego terhadap pola pikir. Proses game edutainment dalam bentuk lego yang
4

dibuat oleh peserta didik ini akan memberikan efek kreatif pada pemikiran peserta

didik. Pemikiran yang kreatif diperlukan bagi setiap orang terutama bagi siswa

yang beranjak usia remaja.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru

Bimbingan dan Konseling SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan, peneliti menemukan

penomena yang terjadi pada siswa yaitu diantaranya siswa tidak dapat mengulang

materi yang sudah dijelaskan guru, siswa suka diam saat berdiskusi dengan

teman-teman, siswa tidak mengerjakan tugas, siswa tidak dapat menemukan

alternatif masalah untuk menyelesaikan tugas yang sulit dan siswa sulit

mencetuskan sebuah gagasan. Sedangkan hasil wawancara terhadap siswa, siswa

sering merasa putus asa, mudah menyerah, dan tidak percaya diri dalam

mengungkapkan ide baru.

Dari pemaparan wawancara guru Bimbingan dan Konseling dan siswa dapat

di indikasikan terhadap empat komponen berpikir kreatif. Hal tersebut

menunjukkan bahwa ada beberapa siswa yang mengalami masalah dalam proses

pembelajaran dan salah satu faktor penyebabnya adalah berpikir kreatif.

Berdasarkan fenomena tersebut, dapat dilihat terdapat gejala-gejala berpikir

kreatif yang dialami pada siswa yang cukup menghambat proses pembelajaran di

dalam kelas khususnya kelas VII SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan yang dapat

memberikan dampak negatif pada hasil berpikir kreatif siswa.

Oleh karena itu, diperlukan layanan Bimbingan dan Konseling agar dapat

membantu memberikan informasi dan pemahaman mengenai bagaimana

pengelolaan berpikir kreatif yang dialami siswa. Bimbingan dan Konseling di

sekolah diselenggarakan untuk memfasilitasi perkembangan siswa agar mampu


5

mengaktualisasi potensi yang dimiliki untuk mencapai tugas perkembangan diri

secara optimal.

Dalam Jurnal Anikina, O. V. & Yakimenko, E. V. (2015) mengatakan

“Edutainment is a very interesting combination of traditional content and

teaching methods in the context of new technologies. According to them, this

system is useful on many levels, due to creative approaches to teaching students

who wish to study, as they can see the practical results of their activities”. Artinya

Edutainment adalah kombinasi yang sangat menarik dari tradisional konten dan

metode pengajaran dalam konteks teknologi baru. Tujuannya sistem ini berguna

pada banyak tingkatan, karena pendekatan kreatif untuk mengajar siswa yang

ingin belajar seperti yang mereka lihat hasil praktis dari kegiatan mereka.

Salah satu upaya yang dapat diberikan untuk membantu siswa mengelola

cara berpikir kreatif dengan cara memberikan layanan penguasaan konten.

Menurut Sukardi, Gutara, dkk. (2017) mendefinisikan layanan penguasaan konten

adalah layanan Bimbingan dan Konseling yang memungkinkan siswa memahami

dan mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, keterampilan dan

materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta

tuntutan kemampuan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Setyaningrum & Waryanto (2017) game edutainment adalah media

yang memiliki sisi edukasi/pendidikan dan sisi hiburan dimana kedua hal tersebut

digabungkan secara harmonis dengan dilengkapi bebarapa fasilitas seperti audio,

gambar, animasi sehingga dimaksudkan agar minat belajar siswa dapat

ditingkatkan. Media game memiliki keunggulan dibandingkan dengan media

pembelajaran lainnya. Seperti di dalam game dapat membuat siswa aktif baik itu
6

secara fisik maupun mental, melatih kemampuan visualisas dan beragam

kemampuan lainnya. Handican, (2018). Dari definisi di atas, dapat disimpulkan

bahwa game edutainment adalah suatu teknik dalam membuat belajar lebih

harmonis, kreatif, dan efektif dengan mengkoordinasikan kedua otak anak

sehingga dapat memudahkan siswa dalam belajar. Handayani, (2005) lego

merupakan permainan konstruktif berupa kepingan plastik yang dapat disusun dan

dirangkai menjadi beberapa aneka bentuk. Fadlillah et al, (2014) lego merupakan

sejenis permainan bongkah plastik yang terkenal di kalangan anak-anak.

Bongkah-bongkah ini serta kepingan lain dapat disusun menjadi model apa saja,

seperti bangunan, patung, robot, pesawat terbang dan lain-lain. Sehingga manfaat

dari bermain lego bagi siswa diantaranya: dapat membantu menstimulasi

kreativitas siswa, imajinasi, konsentrasi, dan ketelitian.

Game edutainment dalam bentuk lego adalah proses yang dilakukan dalam

situasi belajar. dimana guru berinteraksi dengan siswa dalam bentuk suasana

edukasi yang dinamis untuk memfasilitasi perkembangan individu dan atau

membantu siswa dalam mengatasi masalah yang dihadapi saat belajar. Dari guru,

menerapkan metode Edutainment dalam bentuk lego adalah supaya pembelajar

bisa mengikuti dan mengalami proses pembelajaran dalam suasana gembira,

menyenangkan, menghibur, dan mencerdaskan, dalam hal ini dapat dipahami

bahwa prinsip belajar berbasis Edutainment dalam bentuk lego adalah

pembelajaran harus dilakukan dengan cara yang menyenangkan, aman, nyaman

dan membangkitkan semangat peserta didik.

Dari penelitian yang dilakukan Enita Evilia (2017) “Pengaruh Layanan

Penguasaan Konten terhadap Berpikir Kreatif Siswa kelas VIII F SMPN 17 Kota
7

Jambi”. Penelitian Endah Setyaningrum (2015) “Pengaruh Layanan Penguasaan

Konten terhadap Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Karangrayung

Purwodadi”. Penelitian Andriany Lusiana dkk (2014) “Meningkatkan Kreativitas

Anak Melalui Bermain Lego Pada Anak Kelompok B. Adanya temuan hasil

penelitian yang mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh layanan penguasaan

konten terhadap berpikir kreatif siswa dalam bermain lego dapat meningkatkan

kreativitas, oleh sebab itu keterkaitan hasil penelitian ini dengan bimbingan dan

konseling sudah terlihat jelas bahwa dalam penelitian ini menggunakan salah satu

jenis layanan yang ada di Bimbingan dan Konseling. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang ingin diteliti oleh peneliti.

Maka untuk mengkaji lebih dalam mengenai pengaruh layanan penguasaan

konten teknik game edutainment terhadap berpikir kreatif siswa terdorong

meneliti dengan judul “Efektivitas Layanan Penguasaan Konten dengan Game

Edutainment dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif pada Siswa

Kelas VII SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan T.A 2022/2023”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dia atas, maka yang menjadi identifikasi

masalah dalam peneliti ini ialah :

1. Pengelolaan berpikir kreatif siswa kelas VII SMP Negeri 2 Percut Sei

Tuan masih tergolong rendah.

2. Terdapat siswa kelas VII SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan yang memiliki

masalah berpikir kreatif.


8

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan Identifikasi di atas, peneliti membatasi masalah hanya pada

“Efektivitas Layanan Penguasaan Konten dengan Game Edutainment dalam

Meningkatkan Berpikir Kreatif pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Percut Sei

Tuan”.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

pada penelitian ini adalah “Apa ada Efektivitas Layanan Penguasaan Konten

Dengan Game Edutainment Dalam Meningkatkan Berpikir Kreatif Pada

Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan T.A 2022/2023”.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek berpikir kreatif

siswa disekolah melalui pemberian layanan penguasaan konten dengan game

edutainment di SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan.

1.6 Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan dalam bidang pendidikan khususnya dalam bidang

Bimbingan dan Konseling yang berkaitan dengan layanan penguasaan

konten teknik game edutainment.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan

refrensi serta khazanah keilmuan di bidang Bimbingan dan Konseling


9

khususnya yang berkaitan dengan layanan penguasaan konten teknik

game edutainment.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Siswa, diharapkan setelah melakukan layanan penguasaan

konten dengan game edutainment siswa dapat meningkatkan berpikir

kreatif.

b. Bagi guru Bimbingan dan Konseling, jika penelitian ini mendapatkan

hasil yang maksimal maka layanan penguasaan konten teknik game

edutainment untuk meningkatkan berpikir kreatif siswa ini dapat

dilanjutkan.

c. Bagi guru bidang studi, hasil penelitian ini dapat membantu guru

bidang studi untuk memberikan atau menyajikan materi, strategi

pembelajaran dengan lebih bervariasi dan kreatif.

d. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat menjadi acuan untuk melakukan

penelitian selanjutnya tentang pengelolaan berpikir kreatif siswa.


10

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Kerangka Teoritis

2.1.1 Berpikir Kreatif

2.1.1.1 Definisi Berpikir

Menurut The Liang Gie, (2003) menyatakan berpikir adalah kegiatan

yang dilakukan oleh manusia dalam menggunakan akal budinya. Selanjutnya

Insih Wilujeng, (2010) berpikir merupakan proses mental yang diperlukan

individu untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan dan

sikap dalam usaha untuk memahami lingkungan. Menurut Baharudin, (2009)

berpikir merupakan kemampuan yang bersifat dinamis yang berproses untuk

menganalisis sebab akibat, menemukan hukum-hukum, menentukan pemecahan

masalah, yang sedang terjadi dan menetapkan keputusan yang harus diambil

untuk menyikapi permasalahan yang ada.

Menurut Daryanto, (2009) menyatakan berpikir adalah memecahkan

masalah, menghasilkan, dan hubungan erat satu dengan yang lain. Menurut

Sugihartono Dkk, (2007) menyatakan berpikir merupakan proses yang

menghasilkan representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang

melibatkan interaksi yang kompleks antara berbagai proses mental seperti

penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan pemecahan masalah.

Berdasarkan dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

berpikir merupakan proses mental yang menggunakan akal budi untuk

menganalisis, memecahkan masalah, dan menetapkan keputusan untuk

menghasilkan suatu pengetahuan yang baru.


11

2.1.1.2 Definisi Berpikir Kreatif

Menurut Commons, (2013) berpikir kreatif adalah keterampilan kognitif

untuk memunculkan dan mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai

pengembangan dari ide yang telah lahir sebelumnya dan keterampilan untuk

memecahkan masalah secara divergen (dari berbagai sudut pandang).

Menurut Selwanus, (2010) berpikir kreatif merupakan tahap berpikir dengan

menyesuaikan suatu jawaban yang baik dan benar untuk membantu siswa

memiliki kemampuan melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang dan

mampu melahirkan banyak gagasan.

Menurut Evans, (1991) berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk

membuat hubungan-hubungan (conection) yang terus menerus (kontinu), sehingga

ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu menyerah. Asosiasi

kreatif terjadi melalui kemiripan sesuatu atau melalui pemikiran analogis.

Asosiasi ide-ide membentuk ide baru. Jadi, berpikir kreatif mengabaikan

hubungan yang sudah mapan, dan menciptakan hubungan tersendiri. Pengertian

ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif merupakan kegiatan mental untuk

menemukan suatu kombinasi yang belum dikenal sebelumnya.

Menurut Anwar et al, (2012) mengungkapkan “creative thinking is an

important human characteristic”. Berpikir kreatif dipandang sebagai suatu proses

berpikir terbaik dalam mengkombinasikan kemampuan dan keterampilan

seseorang. Menurut McGregor, (2007) berpikir kreatif adalah salah satu jenis

berpikir (thinking) yang mengarahkan diperolehnya wawasan (insight) baru,

pendekatan baru, perspektif baru, atau cara baru dalam memahami sesuatu.
12

Sedangkan Davut, (2008) berpikir kreatif adalah secara tradisional

digambarkan sebagai kemampuan untuk mendeteksi hubungan yang sebelumnya

tidak teridentifikasi dan menghasilkan novel dan pengalaman asli sebagai pola

baru. Menurut OECD, (2019) pembaruan terbaru untuk definisi ini menganggap

berpikir kreatif sebagai keterampilan untuk menghasilkan, mengevaluasi dan

meningkatkan pemikiran yang dapat menghasilkan solusi baru, promosi

pengetahuan, dan ekspresi imajinasi yang berpengaruh.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir

kreatif adalah mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan

dari ide yang telah lahir sebelumnya, keterampilan untuk memecahkan suatu

masalah secara divergen dan menghasilkan sesuatu yang kreatif sesaui dengan

keperluan.

2.1.1.3 Aspek-Aspek Berpikir Kreatif

Proses berpikir terbentuk dari pribadi seseorang, oleh karena itu

kemampuan berpikir kreatif seseorang dipengaruhi juga oleh pribadi kreatif yang

akan mendorong dari dalam untuk berkreasi. Menurut Carl Rogers, (dalam

Munandar 2012) tiga kondisi dari pribadi kreatif adalah : 1) keterbukaan terhadap

pengalaman, 2) Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi

seseorang (Internal locus of evaluation). 3) kemampuan untuk bereksperimen,

untuk “bermain” dengan konsep-konsep.

Pada pribadi kreatif seseorang, jika sudah memiliki kondisi pribadi dan

lingkungan yang menunjang atau lingkungan yang memberi kesempatan untuk

bersibuk diri secara kreatif maka diprediksi akan muncul kreativitas. Seseorang

yang memiliki kreativitas selain dia sebagai pemikir yang konvergen atau
13

intelegensi (memperoleh pengetahuan dan pengembangan keterampilan) juga

sebagai pemikir divergen yang mampu menghubungkan unsur-unsur dengan cara

tidak lazim dan tidak terduga. Guilford, (dalam Supriadi, 2012) menyebutkan

adanya dua kemampuan berpikir yaitu kemampuan berpikir konvergen dan

divergen. Kemampuan berfikir konvergen (convergen thinking) atau penalaran

logis merujuk pada pemikiran yang menghasilkan satu jawaban dan mencirikan

jenis pemikiran berdasarkan tes intelegensi standar. Sedangkan kemampuan

berpikir divergen (divergen thinking) merujuk pada pemikiran yang menghasilkan

banyak jawaban atas pertanyaan yang sama lebih sehingga perlu adanya

keterpaduan antara kedua kemampuan tersebut, dengan kata lain orang yang

mempunyai kemampuan berpikir konvergen dan kemampuan divergen dapat

mewujudkan kreativitas (memiliki kemampuan berpikir kreatif).

Guilford, (dalam Supardi, 2012) menyatakan berpikir kreatif adalah proses

berpikir menyebar (divergen) dengan penekanan pada segi keragaman jumlah dan

kesesuaian. Trefingger, (dalam munandar, 2012) mengatakan bahwa seseorang

yang kreatif biasanya lebih terorganisir dalam tindakan, rencana inovatif mereka

telah dipikirkan dengan matang lebih dahulu dengan mempertimbangkan masalah

yang mungkin timbul dan implikasinya. Tingkat energy, spontalitas, dan

kepetualangan yang luar biasa sering tampat pada orang kreatif. Untuk menilai

kemampuan berpikir kreatif menggunakan acuan yang dibuat Munandar, (2012)

yang mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kreatif dirumuskan sebagai

kemampuan yang mencerminkan aspek-aspek sebagai berikut:

a. Berpikir lancar (fluent thinking) atau kelancaran yang menyebabkan seseorang

mampu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau


14

pertanyaan. Dalam masa perkembangannya siswa SMP disini, misalnya

kreativitasnya dalam mengarang. Berfikir lancar siswa didasarkan pada

jumlah kata yang digunakan dalam karangan. Jika kurang dari 50 kata berfikir

kelancaran siswa masih kurang. Tetapi apabila lebih dari 200 kata siswa sudah

mampu mengembangkan berpikir lancarnya (fluent thinking).

b. Berpikir luwes (Flexible thinking) atau kelenturan yang menyebabkan

seseorang mampu menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang

bervariasi tahap perkembangan siswa SMP ini, meliputi kelenturan dalam

struktur kalimat, seperti keragaman dalam bentuk kalimat (sederhana,

gabungan dan kompleks). Keberagaman dalam penggunaan kalimat

(deklaratif, interogatif, dan ekstamatoris). Keberagaman dalam panjang

kalimat (kalimat yang lebih dari 10 kata). Kelenturan dalam konten atau

gagasan seperti imajinasi dan fantasi.

c. Berpikir orsinil (Oraginal thinking) yang menyebabkan sesorang mampu

melahirkan ungkapan-ungkapan yang baru dan unik atau mampu menemukan

kombinasi-kombinasi yang biasa dari unsur-unsur yang biasa. Tahap

perkembangan siswa SMP di sini sejauh mana konten atau gaya pemikiran

karangan menunjukkan orsinalitas (ketidaklaziman), dibandingkan dengan

karangan yang isi dan gaya penulisannya menunjukkan stereotype.

d. Keterampilan mengaloborasi (Elaboration ability) yang menyebabkan

seseorang mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan. Tahap

perkembangan siswa SMP ini yaitu kemampuan siswa untuk membumbui atau

menghiasi cerita sehingga tampak lebih kaya, seperti karangan hidup dan

menarik. Emosi : karangan kaya dalam ungkapan perasaan. Empati : secara


15

eksplisit mengungkapkan perasaan dalam penggambaran tokoh utama. Unsur

pribadi : mengungkapkan pendapatnya dan pengalaman pribadi. Percakapan :

menggunakan kalimat naratif langsung dengan menggunakan tanda kutip.

Sedangkan menurut Chesimet dkk, (2016) mengatakan siswa yang

mengalami kondisi berpikir kreatif terdapat 3 aspek, yaitu :

a. Aspek kelancaran sebagai kemampuan untuk menghasilkan beberapa ide

tangapan terhadap pertanyaan.

b. Aspek fleksibilitas sebagai kemampuan untuk menghasilkan berbagai ide dan

berbagai solusi tugas.

c. Aspek orisinalitas sebagai kemampuan untuk menghasilkan ide dan solusi

pribadi yang berbeda untuk masalah.

Jadi dapat disimpulkan pada aspek-aspek kreativitas terdapat 4 aspek yang

mempengaruhi yaitu aspek berpikir lancar yang mengacu kepada siswa yang

mampu mencetuskan banyak gagasan, aspek berfikir luwes mampu menghasilkan

gagasan, aspek berfikir orsinil mampu melahirkan ungkapan-ungkapan yang baru

dan unik atau mampu menemukan kombinasi-kombinasi yang biasa dari unsur-

unsur yang biasa, dan aspek keterampilan mengaloborasi mampu memperkaya

dan mengembangkan suatu gagasan.

2.1.1.4 Ciri-ciri Berpikir Kreatif

Adapun ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif menurut Munandar, (2002)

dibedakan menjadi dua, yaitu kognitif (aptitude) dan ciri afektif (non-aptitude).

Adapun ciri-ciri kognitif (aptitude) ialah ciri-ciri yang berhubungan dengan

kognisi, proses berpikir yang meliputi:

1. Berpikir lancar
16

Mencetuskan banyak gagasan, pertanyaan, jawaban, penyelesaian

masalah, saran, dan pendapat untuk melakukan berbagai hal.

2. Berpikir luwes (fleksibilitas)

Melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang, mampu mencari

banyak alternatif atau solusi suatu hal.

3. Berpikir orisinal

Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik, mampu

mengkombinasikan sesuatu dengan tidak lazim.

4. Memperinci (elaboration)

Mampu menambahkan atau memperinci secara detail dari suatu objek,

gagasan atau situasi.

Sedangkan ciri-ciri afektif (non-aptitude) ialah ciri-ciri yang lebih berkaitan

dengan sikap atau perasaan yang meliputi: 1) Keuletan, 2) Apresiasi estetik, 3)

Kemandirian, 4) Inovatif, percaya diri dan tanggung jawab.

Sedangkan menurut Sund, (2013) menyatakan bahwa ciri-ciri berpikir

kreatif individu yang mempunyai berpikir dapat dikenal melalui pengamatan ciri-

ciri sebagai berikut: 1) Hasrat keingintahuan yang cukup besar, 2) Bersikap

terbuka, 3) terhadap pengalaman baru, 4) Panjang akal, 5) Keinginan untuk

menemukan dan meneliti, 6) Cenderung memiliki tugas yang berat dan sulit, 7)

Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan, 8) Aktif dalam

melaksanakan tugas, 9) Berpikir fleskibel, 10) Menanggapi pertanyaan yang

diajukan serta cenderung memberi jawaban lebih banyak, 11) Memiliki semangat

bertanya.
17

Berdasarkan ciri-ciri menurut pendapat para ahli di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa peserta didik yang memiliki berpikir kreatif dapat diketahui

dari ciri-ciri yang dimiliki dalam dirinya. Mencetuskan banyak gagasan,

pertanyaan, jawaban, penyelesaian masalah, saran, dan pendapat untuk melakukan

berbagai hal melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang, mampu

mencari banyak alternatif atau solusi suatu hal, mampu melahirkan ungkapan

yang baru dan unik, mampu mengkombinasikan sesuatu dengan tidak lazim dan

mampu menambahkan atau memperinci secara detail dari suatu objek, gagasan

atau situasi.

2.1.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kreatif

Davis (dalam Slameto, 2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor

yang perlu diperhatikan di dalam pengembangan berpikir kreatif.

1. Sikap individu mencakup tujuan untuk menemukan gagasan-gagasan serta

produk-produk dan pemecahan baru. Untuk tujuan ini beberapa hal perlu

diperhatikan:

a. Perhatikan khusus bagi perkembangan kepercayaan diri siswa perlu

diberikan. Secara aktif guru perlu membantu siswa mengembangkan

kesadaran diri yang positif dan menjadikan siswa sebagai individu yang

seutuhnya dengan konsep diri yang positif. Kepercayaan diri

meningkatkan keyakinan siswa bahwa ia mampu memecahkan masalah-

masalah yang dihadapi, dan juga merupakan sumber perasaan aman dalam

diri siswa.
18

b. Rasa keingintahuan siswa perlu di bangkitkan. Rasa keingin tahu

merupakan kapasitas untuk menemukan masalah-masalah teknis serta

usaha untuk memecahkannya.

Sedangkan menurut Hurlock, (1978) faktor-faktor yang mempengaruhi

berpikir kreatif, meliputi :

1. Jenis kelamin. Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar

daripada anak perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak.

Untuk sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan

terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi

kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih

mengambil resiko dan didorong oleh para orangtua dan guru lebih

menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.

2. Status sosial ekonomi. Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih

tinggi cenderung lebih kreatif daripada anak yang berasal dari sosial

ekonomi kelompok yang lebih rendah. Lingkungan anak kelompok sosial

ekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk

memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi

kreativitas.

3. Urutan kelahiran. Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan

tingkat kreativitas yang berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan

lingkungan daripada bawaan. Anak yang lahir ditengah, lahir belakangan

dan anak tunggal mungkin memiliki kreativitas yang tinggi dari pada anak

pertama. Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan untuk


19

menyesuaikan diri dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih mendorong

anak untuk menjadi anak yang penurut daripada pencipta.

4. Ukuran keluarga. Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama

cenderung lebih kreatif daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga

besar, cara mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosioekonomi kurang

menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi

perkembangan kreativitas.

5. Lingkungan kota dan lingkungan pedesaan. Anak dari lingkungan kota

cendering lebih kreatif daripada anak lingkungan pedesaan.

6. Intelegensi. Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang

lebih besar daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih

banyak gagasan baru untuk menangani suasana sosial dan mampu

merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi berpikir kreatif adalah faktor internal siswa, faktor eksternal

siswa, dan faktor instrumental siswa. Faktor internal siswa, adalah yang berasal

dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi dua aspek, yaitu aspek fisiologis

(jasmaniah) dan aspek psikologis (rohaniah), aspek fisiologis (jasmaniah) meliputi

kesempurnaan fungsi seluruh panca indera terutama otak, karena otak adalah

sumber dan menara pengontrol kegiatan badan manusia. Faktor eksternal siswa

terdiri dari dua macam, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non

sosial, lingkungan sosial sekolah seperti guru, para staf administrasi, teman-

teman, orang tua dapat mempengaruhi kreativitas belajar seorang siswa. Faktor

yang terdiri dari gedung atau sarana fisik kelas, alat pengajaran, media
20

pengajaran, guru dan kurikulum atau materi pelajaran serta strategi belajar

mengajar yang digunakan akan mempengaruhi proses belajar dan kreativitas

belajar siswa.

2.1.1.6 Kondisi yang Meningkatkan Berpikir Kreatif

Menurut Hurlock (1978), kondisi yang meningkatkan berpikir kreatif adalah

sebagai berikut:

1. Waktu.

Untuk menjadi kreatif, kegiatan anak seharusnya jangan diatur sedemikian

rupa sehingga hanya sedikit waktu bebas bagi mereka untuk bermain-main

dengan gagasan-gagasan dan konsep-konsep serta mencobanya dalam bentuk

dan orisinal.

2. Kesempatan.

Menyendiri hanya apabila tidak mendapatkan tekanan dari kelompok

sosial, anak dapat menjadi kreatif. Anak menyendiri untuk mengembangkan

kehidupan imajinatifnya yang kaya.

3. Dorongan.

Terlepas dari seberapa jauh prestasi anak memenuhi standar orang dewasa,

mereka harus didorong untuk kreatif dan bebas dari ejaka dan kritik yang

seringkali dilontarkan pada anak yang kreatif.

4. Saran.

Sarana untuk bermain dan kelak srana lainnya harus disediakan untuk

merangsang dorongan eksperimentasi dan eksplorasi, yang merupakan unsur

penting dari semua kreativitas.


21

5. Lingkungan yang merangsang.

Lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas dengan

memberikan bimbingan dan dorongan menggunakan saran yang memotivasi

siswa untuk belajar lebih kreatif. Ini harus dilakukan sedini mungkin sejak

masa bayi dan dilanjutkan hingga masa sekolah dengan menjadikan kreativitas

suatu pengalaman yang menyenangkan dan dihargai secara sosial.

6. Hubungan orang tua yang tidak posesif.

Orang tua yang tidak terlalu melindungi atau posesif terhadap anak

mendorong anak untuk mandiri dan percaya diri, dua kualitas yang sangat

mendukung kreativitas.

7. Cara mendidik anak.

Mendidik anak secara demokratis dan permisif di rumah dan sekolah

meningkatkan kreativitas sedangkan cara mendidik otoriter memadamkannya.

8. Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.

Kreativitas tidak muncul dalam kehampaan. Semakin banyak

pengetahuan yang dapat diperoleh anak, semakin baik dasar untuk mencapai

hasil yang kreatif.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan terdapat kondisi-kondisi

yang dapat meningkatkan kreativitas dalam belajar dalam diri siswa, yaitu :

dorongan yang diberikan, memanajemen waktu anak, sarana, kesempatan,

pola asuh mendidik anak, hubungan antar kedua orang tua, kesempatan untuk

memperoleh pengetahuan, dan lingkungan yang merangsang.


22

2.1.2 Layanan Penguasaan Konten

2.1.2.1 Pengertian Layanan Penguasaan Konten

Bimbingan dan Konseling adalah layanan bantuan untuk peserta didik, baik

secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang

secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial,

kemampuan belajar, dan perencanaan karier, melalui berbagai jenis layanan dan

kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku. Menurut Tri

Sukitman (dalam Noviannisyah, 2018) layanan penguasaan konten adalah layanan

yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi

atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah keluarga, dan

masyarakat.

Sedangkan menurut Sukardi (Gutara, dkk. 2017) mendefinisikan layanan

penguasaan konten adalah layanan Bimbingan dan Konseling yang

memungkinkan siswa memahami dan mengembangkan sikap dan kebiasaan

belajar yang baik, keterampilan dan materi belajar yang cocok dengan kecepatan

dan kesulitan belajarnya, serta tuntutan kemampuan yang berguna dalam

kehidupan sehari-hari.

Layanan penguasaan konten menurut Prayitno (dalam Noviannisyah, 2018)

layanan penguasaan konten (PKO) merupakan layanan bantuan kepada individu

(sendiri-sendiri maupun dalam kelompok atau klasikal) untuk menguasai

kemampuan atau kompetensi tertentu. Kemampuan yang dipelajari itu merupakan

suatu konten yang di dalamnya terkandung fakta, data, konsep, proses, hukum,

aturan, nilai, persepsi, afeksi, sikap dan tindakan yang terkait di dalamnya.

Layanan penguasan konten membantu individu menguasai aspek-aspek konten


23

tersebut secara terintegrasi. Dengan penguasaan konten, individu diharapkan

mampu memiliki sesuatu yang berguna untuk memenuhi kebutuhannya sehari-

hari serta mengatasi masalah-masalah yang dialaminya terkait dengan konten

yang dimaksud. Dapat dikatakan bahwa dengan diadakannya layanan penguasaan

konten siswa mampu memahami dan memecahkan masalah yang di alami oleh

siswa sehingga siswa dapat mengembangkan sikap dengan perilaku yang baik.

Dari pengertian layanan penguasaan konten diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa layanan penguasaan konten adalah sebagai suatu layanan Bimbingan dan

Konseling yang mendorong individu untuk memahami dan mengembangkan sikap

dan kebiasaan belajar yang baik sehingga memiliki kemampuan dan keterampilan

dalam kehidupannya terutama dalam hal belajar. Dengan layanan penguasaan

konten, individu di harapkan mampu memenuhi kebutuhannya serta mengatasi

masalah-masalah yang dihadapinya.

2.1.2.2 Aspek-Aspek Layanan Penguasaan Konten

Menurut Tohirin (dalam Noviannisyah, 2018), berdasarkan aspek masalah

belajar yang memerlukan layanan penguasaan konten atau bimbingan akademik

(academic guidance) adalah : 1) Kemampuan belajar yang rendah, 2) Motivasi

belajar yang rendah, 3) Minat belajar yang rendah, 4) Tidak berbakat pada mata

pelajaran tertentu, 5) Kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, 6) Sikap belajar

yang tidak terarah, 7) Perilaku mal adaptif dalam belajar seperti suka mengganggu

teman ketika belajar, 8) Prestasi belajar rendah, 9) Penyaluran kelompok belajar

dan kegiatan belajar siswa lainnya, 10) Pemilihan dan penyaluran jurusan, 11)

Pemilihan pendidikan lanjut, 12) Gagal ujian, m) Tidak naik kelas, 13) Tidak

lulus ujian dan lain sebagainya.


24

2.1.2.3 Tujuan Layanan Penguasaan Konten

Menurut Prayitno (dalam Gutara, dkk. 2017) tujuan layanan penguasaan

konten ialah dikuasainya suatu konten tertentu. Penguasaan konten ini perlu bagi

individual atau klien untuk menambah wawasan dan pemahaman, mengarahkan

penilaian dan sikap, menguasai cara-cara atau kebiasaan tertentu, untuk

memenuhi kebutuhannya dan mengatasi masalah-masalahnya. Dengan

penguasaan konten yang dimaksud individu yang bersangkutan lebih mampu

menjalani kehidupannya secara efektif.

Tujuan khusus layanan penguasaan konten menurut Prayitno (dalam

Noviannisyah, 2018) dapat dilihat dari kepentingan individu atau klien

mempelajarinya, dan kedua dari isi konten itu sendiri.

Tujuan khusus layanan penguasaan konten terkait dengan fungsi-fungsi

yaitu:

1. Fungsi pemahaman, bertujuan agar siswa dapat memahami berbagai konten

tertentu yang mencakup terhadap fakta, data, konsep, proses, hukum, dan

aturan yang berlaku, nilai dan bahkan aspek yang menyangkut persepsi,

afeksi, sikap dan tindakan dimana memerlukan pemahaman yang memadai.

2. Fungsi pencegahan, bertujuan untuk mencegah agar siswa terhindar dari

masalah-masalah yang jauh lebih berat lagi. Sehingga siswa bisa lebih terarah

kontennya.

3. Fungsi pengentasan akan menjadi arah layanan apabila penguasaan konten

memang untuk mengatasi masalah yang sedang dialami klien. Layanan

penguasaan konten bertujuan untuk mengentas atau mengatasi masalah-

masalah yang sedang dialami oleh siswa.


25

4. Fungsi pengembangan dan pemeliharaan, bertujuan agar mampu

mengembangkan sikap baik pada siswa dan juga memeliharanya agar tidak

kembali ke sikap buruk.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan umum layanan

penguasaan konten adalah agar individu dapat menguasai suatu konten tertentu

dan dapat menambah wawasan serta pemahaman tentang bagaimana seorang

individu dapat mengatasi dan mencari jalan keluar dari setiap masalah yang

dihadapi individu. Dalam hal ini untuk memberikan suatu konten kepada siswa

untuk membantu siswa memperluas wawasan dan memperdalam pemahaman

siswa mengenai dunia kerja sehingga mampu membuat komunikasi yang baik

siswa sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki. Sedangkan tujuan khusus

layanan penguasaan konten terkait dengan fungsi-fungsi konseling yaitu fungsi

pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pengembangan dan

pemeliharaan.

2.1.2.4 Bentuk-Bentuk Layanan penguasaan Konten

Noviannisyah, (2018) bentuk bimbingan belajar kepada siswa para siswa

adalah menyesuaikan dengan masalah belajar yang terjadi dan dihadapi oleh

siswa. Dengan melihat spesifikasi masalah yang dihadapi siswa, guru

pembimbing dapat merumuskan program layanan penguasaan konten kepada para

siswa. Beberapa bentuk layanan penguasaan konten di sekolah yaitu :

1. Orientasi kepada siswa (khususnya siswa baru) tentang tujuan sekolah, isi

kurikulum pembelajaran, struktur organisasi sekolah, cara-cara belajar yang

tepat, penyesuaian diri dengan corak pendidikan sekolah.


26

2. Penyadaran kembali secara berkala tentang cara belajar yang tepat selama

mengikuti pelajaran disekolah maupun dirumah baik secara individual dan

kelompok.

3. Bantuan dalam memilih jurusan atau program studi yang sesuai, memilih

kegiatan non akademik, yang menunjang usaha belajar dan memilih program

studi lanjutan untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

4. Pengumpulan data siswa yang berkenaan dengan kemampuan intelektual,

bakat khusus, arah minat, cita-cita hidup, pada kehidupan program studi atau

jurusan tertentu, dan lain sebagainya.

5. Bantuan mengatasi kesulitan-kesulitan belajar seperti kurang mampu

menyusun jadwal belajar dirumah, kurang siap menghadapi ulangan dan ujian,

kurang berkonsentrasi, kurang menguasai cara belajar yang tepat di berbagai

mata pelajaran.

6. Bantuan dalam membentuk kelompok belajar dan mengatur kegiatan belajar

kelompok supaya berjalan secara efektif dan efisien.

Dari uraian di atas, maka dapat diberikan gambaran bahwa ada beberapa

bentuk-bentuk layanan penguasaan konten. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa

layanan penguasaan konten dapat membantu peserta didik dalam memilih jurusan

program studi yang sesuai. Meningkatkan usaha belajar siswa dalam memasuki

pendidikan yang lebih tinggi, dan juga mengumpulkan data siswa yang berkenan

dengan kemampuan dan minat mereka.

2.1.2.5 Komponen Layanan Penguasaan Konten

Noviannisyah, (2018) Ada tiga macam komponen dalam layanan

penguasaan konten diantaranya sebagai berikut :


27

1. Guru Bimbingan dan Konseling.

Guru Bimbingan dan Konseling adalah tenaga ahli pelayanan konseling,

penyelenggara layanan penguasa konten dengan menggunakan berbagai

modus dan media layanannya. Konselor menguasai konten yang menjadi isi

layanan penguasaan konten yang diselenggarakannya.

2. Individu.

Individu adalah seseorang yang menerima layanan. Individu yang menerima

layanan penguasaan konten dapat merupakan peserta didik atau siapapun yang

memerlukan penguasaan konten tertentu demi pemenuhan tuntutan

perkembangan dan kehidupannya.

3. Konten.

Konten merupakan isi layanan penguasaan konten, yaitu unit materi yang

menjadi pokok bahasan atau materi latihan yang dikembangkan oleh konselor

dan diikuti atau dijalani oleh individu peserta layanan. Konten PKO yang

diangkat dari bidang-bidang : 1) Pengembangan kehidupan pribadi, 2)

Pengembangan kemampuan hubungan sosial, 3) Pengembangan dan

komunikasi yang baik terhadap lingkungan, 4) Pengembangan kegiatan

belajar, 5) Pengembangan kehidupan berkeluarga, 6) Pengembangan

kehidupan bermasyarakat/berkewarganegaraan, 7) Pengembangan kehidupan

beragama.

Konten dalam layanan penguasaan konten itu sangat bervariasi, baik dalam

bentuk materi maupun acuannya. Acuan yang dimaksud itu dapat terkait dengan

tugas-tugas perkembangan peserta didik, kegiatan dan hasil belajar siswa, nilai

dan moral karakter-cerdas serta tata krama pergaulan, peraturan dan disiplin
28

sekolah, bakat, minat dan arah karir, ibadah keagamaan, kehidupan dalam

keluarga dan berkeluarga, dan secara khusus permasalahan individual atau klien.

2.1.2.6 Azas-Azas Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten pada umumnya bersifat terbuka. Ada tiga azas

yang utama dalam pemberian layanan penguasaan konten walaupun masih banyak

lagi azas-azas di dalam Bimbingan dan Konseling. Azas-azas tersebut antara lain,

azas kegiatan, azas kesukarelaan dan azas keterbukaan.

1. Azas kegiatan, ialah azas yang paling diutamakan dalam arti peserta layanan

diharapan benar-benar aktif mengikuti dan menjalani semua kegiatan yang ada

di dalam proses layanan. Azas ini pada pola konseling multi dimensional yang

tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dan konselor.

2. Azas kesukarelaan, ialah klien diharapkan secara suka dan rela tanpa ragu-

ragu atau pun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya,

serta mengungkapkan segenap fakta, data dan seluk beluk kebenaran dengan

masalah itu kepada konselor.

3. Azas keterbukaan, ialah klien diharapkan keterus terangan dan kejujuran

dalam mengungkapkan masalah yang dihadapinya.

Dengan ketiga azas di atas, proses layanan dapat berjalan dengan lancar

dengan keterlibatan penuh peserta layanan. Namun secara khusus azas rahasia

juga akan disertai jika siswa sedang mengikuti kegiatan layanan penguasaan

konten meminta guru Bimbingan dan Konseling untuk merahasiakan masalah

yang sedang ia alami dan sudah diceritakan dengan guru Bimbingan dan

Konseling.
29

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan terdapat azas-azas yang

menjadi pedoman dalam melaksanakan layanan penguasaan konten tersebut.

Dengan mengedepankan azas-azas tersebut pelaksanaan layanan penguasaan

konten dapat berjalan dengan baik dan terukur, azas-azas dalam layanan

penguasaan konten adalah azas kegiatan, azas kesukarelaan, dan azas

keterbukaan.

2.1.2.7 Pendekatan dan Teknik Layanan Penguasaan Konten

Noviannisyah, (2018) terdapat dua pendekatan yang bisa dilakukan dalam

kegiatan layanan penguasaan konten diantaranya :

1. high-touch, yaitu sentuhan tingkat tinggi yang mengenai aspek kepribadian

dan kemanusiaan siswa (semangat, sikap, nilai dan moral melalui

implementasi oleh guru Bimbingan dan Konseling).

2. High-tech, yaitu teknologi tingkat tinggi untuk menjamin kualitas penguasaan

konten melalui implementasi oleh guru Bimbingan dan Konseling.

Selain pendekatan, juga ada teknik dan metode yang berlaku dalam layanan

penguasaan konten diantaranya :

1. Penyaji, Guru Bimbingan dan Konseling menyajikan pokok konten setelah

para peserta disiapkan sebagaimana mestinya.

2. Diskusi, Guru Bimbingan dan Konseling mendorong keaktifan siswa dalam

kegiatan ini agar guru Bimbingan dan Konseling bisa lebih mudah membantu

menyelesaikan masalah siswa.

3. Kegiatan lanjutan, ada beberapa kegiatan lanjutan dalam layanan penguasaan

konten diantaranya, diskusi kelompok dan latihan terbatas, survey lapangan

dan percobaan.
30

Layanan penguasaan konten dapat diselenggarakan kapan saja dan dimana

saja sesuai dengan kesepakatan konselor dan para pesertanya, serta aspek-aspek

konten yang dipelajari. Makin besar paket konten, makin banyak waktu yang

diperlukan. Konselor merencanakan dan mengatur penggunaan waktu dengan

memperhatikan aspek-aspek yang di pelajari dan kondisi peserta.

Tempat penyelenggaraan layanan penguasaan konten di sesuaikan pula

dengan aspek-aspek konten serta kondisi peserta. Penyelenggaraag layanan

dengan format kelompok di dalam ruang kelas atau luar kelas. Format layanan

individual sepenuhnya tergantung pada pertimbangan konselor dan persetujuan

peserta.

2.1.2.8 Pelaksanaan Layanan Penguasaan Konten

Menurut Prayitno (dalam Noviannisyah, 2018) layanan penguasaan konten

terfokus kepada dikuasainya konten tertentu oleh para peserta yang memperoleh

layanan. Untuk itu layanan ini perlu direncanakan, dilaksanakan serta dievaluasi

secara tertib dan akurat.

1) Perencanaan : (a) Menetapkan subjek atau peserta layanan, (b) Menetapkan

dan menyiapkan konten yang akan dipelajari secara lebih akurat, (c)

Menetapkan proses dan langkah-langkah layanan, (d) Menetapkan proses dan

langkah-langkah layanan, (e) Menetapkan dan menyiapkan fasilitas layanan,

termasuk media dengan perangkat keras dan lemahnya, (f) Menyiapkan

kelengkapan administrasi.

2) Pelaksanaan : (a) Melakukan kegiatan layanan melalui pengorganisasian

proses pembelajaran penguasan konten, (b) Mengimplementasikan high touch

dan high tech dalam proses pembelajaran.


31

3) Evaluasi : (a) Menetapkan materi evaluasi, (b) Menetapkan prosedur evaluasi,

(c) Menyusun instrumen evaluasi, (d) Mengaplikasikan instrument evaluasi,

(e) Mengolah hasil aplikasi evaluasi.

4) Analisis hasil evaluasi : (a) Menetapkan norma atau estandar evaluasi, (b)

Melakukan analisis, (c) Menafsirkan hasil evaluasi.

5) Tindak lanjut : (a) Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, (b)

Mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada peserta layanan dan pihak-

pihak terkait.

6) Laporan : (a) Menyusun laporan pelaksanaan layanan penguasaan konten, (b)

Menyampaikan laporan kepada pihat yang terkait, (c) Kesesuaian pemain

dengan karakter yang dibawakan, (d) Jalan keluar dari cerita, dan perilaku

yang patut dicontoh, (e) Membagi pengalaman dan menarik kesimpulan.

Dapat disimpulkan bahwa dalam keberhasilan suatu layanan konten

terdapat tahap-tahap. Pelaksanaan yang dimulai dari tahap perencanaan, tahap

pelaksanaan, tahap evaluasi, tahap analisis hasil evaluasi, tahap tindak lanjut, dan

yang terakhir adalah laporan pelaksanaan layanan penguasaan konten.

2.1.3 Game Edutainment

2.1.3.1 Pengertian Game

Game berasal dari bahasa inggris yang berarti permainan. Menurut

Costikyan, (2013) game adalah bentuk karya seni di mana peserta, yang disebut

pemain, membuat keputusan untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya

melalui benda di dalam game demi mencapai tujuan.

Menurut Sumadi, (2015) game merupakan aktifitas semi terstruktur yang

biasanya bertujuan untuk hiburan dan kadang dapat digunakan sebagai sarana
32

pendidikan. Game yang memiliki konten pendidikan lebih dikenal dengan istilah

game edukasi, sehingga dengan perasaan senang diharapkan peserta didik bisa

lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan. Menurut Putra, (2016)

Game juga sering kali disebut memberikan pengaruh negatif terhadap anak.

Faktanya, game mempunyai fungsi dan manfaat positif bagi anak, di antaranya,

anak mengenal teknologi komputer, pelajaran untuk mengikuti pengarahan dan

aturan, latihan memecahkan masalah dan logika, melatih saraf motorik dan

keterampilan spasial, menjalin hubungan komunikasi anak orangtua saat bermain

bersama, serta memberikan hiburan. Bahkan, bagi pasien tertentu, permainan

game dapat digunakan sebagai terapi penyembuhan.

Menurut Agustina, (2015) game atau permainan adalah suatu cara belajar

dengan menganalisa dengan sekelompok pemain maupun individual dengan

menggunakan strategi-strategi yang rasional. Menurut Rahardi, (2016) Teori

permainan dapat diklasifikasikan kedalam beberapa bagian, yaitu :

a. Number of Players

Adalah permainan papan hanya terbatas untuk dua pemain. Biasanya yang

menggunakan sistem pencarian langkah.

b. Plies, Move and Turns

Adalah pemain pasti akan mendapatkan giliran, sebagai suatu lapisan di

dalam suatu permainan dan melakukan gilirannya dalam satu putaran.

c. The Goal of the Game

Adalah tujuan utama untuk mendapatkan kemenangan. Pemenang hanya

diraih oleh satu pemain dengan kata lain kemenangan pemain adalah

kekalahan bagi pemain lainnya.


33

d. Information

Yaitu artinya pemain mengetahui semua aturan-aturan dan hal lain dalam

permainan. Contohnya adalah catur, go (baduk) dan reversi (othello).

Setiap langkah yang diambil akan berpengaruh pada permainan

sesudahnya oleh karena itu harus benar-benar mengetahui aturan

permainan dari awal.

Menurut Handican (2018) media game memiliki keunggulan dibandingkan

dengan media pembelajaran lainnya, seperti di dalam game dapat membuat siswa

aktif baik itu secara fisik maupun mental, melatih kemampuan visualisasi dan

beragam kemampuan lainnya.

Menurut Fuada, (2015) game bisa terdiri dari beberapa genre game yakni:

adventure (petualangan), racing (balapan), arcade (aksi), logic (asah otak), board

games (permainan papan), simulation, education (pembelajaran). Jenis-jenis game

tersebut dapat mudah dikenali sifatnya dan mudah ditemukan di google playstore

misalnya. Beberapa genre game bukan hanya mampu berdiri sendiri, namun juga

dapat digabungkan (mixed atau hybrid) sehingga unsur permainan lebih

bervariasi, menantang dan yang paling penting adalah mengandung unsur edukasi.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa game

atupun permainan adalah sebuah aktifitas yang dilakukan satu atau lebih pemain

dengan aturan tertentu sehingga ada yang menang dan kalah dengan tujuan

bersenang-senang, mengisi waktu luang atau refreshing. Game dimainkan

terutama untuk hiburan, kesenangan, tetapi dapat juga berfungsi sebagai sarana

latihan, pendidikan dan stimulasi game dapat mengasah kecerdasan dan


34

keterampilan otak dalam mengatasi konflik atau permasalahan buatan yang ada

dalam permainan.

2.1.3.2 Pengertian Game Edutainment

Menurut M. fadlillah & Wantini (2014) kata edutainment terdiri atas dua

kata, yaitu education dan entertainment. Education artinya pendidikan, dan

entertainment artinya hiburan. Jadi, secara bahasa edutainment diartikan sebagai

pendidikan yang menyenangkan atau pendidikan yang menghibur. Dari

pengertian tersebut dapat dipahami bahwa edutainment merupakan suatu kegiatan

pembelajaran dimana dalam pelaksanaannya lebih mengedepankan kesenangan

dan kebahagiaan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Setyaningrum & Waryanto (2017) game edutainment adalah game

yang memiliki sisi edukasi/pendidikan dan sisi hiburan dimana kedua hal tersebut

digabungkan secara harmonis dengan dilengkapi beberapa fasilitas seperti audio,

gambar, animasi, sehingga dimaksudkan agar minat belajar siswa ditingkatkan.

Menurut Prensky, (2005) game edutainment adalah game yang di desain untuk

belajar, tapi tetap bisa menawarkan bermain dan bersenang-senang. Game

edutainment juga gabungan dari konten edukasi, prinsip pembelajaran, dan game

komputer.

Menurut Singhal & Roger (2013) edutainment merupakan salah satu basis

pembelajaran yang menggabungkan konten pendidikan ke dalam konteks hiburan

untuk memfasilitasi pembelajaran. Menurut Fithri & setiawan (2017) game

edutainment sebagai media pembelajaran yang mampu meningkatkan

pengetahuan siswa serta mampu mengubah pola belajar menjadi lebih

menyenangkan.
35

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa game

edutainment adalah suatu game pembelajaran dalam membuat edukasi/pendidikan

lebih menarik dan dapat memjadikan hiburan bagi anak sehingga dapat

memudahkan anak dalam memahami dan mengelola materi.

2.1.3.3 Prinsip Edutainment

Menurut Moh Soleh Hamid (2011) Prinsip dasar edutainment ialah bermula

dari adanya asumsi bahwa pembelajaran yang selama ini berlangsung di sekolah

maupun masyarakat sudah tidak mencerminkan lagi sebagai bentuk pendidikan.

Akan tetapi, lebih terkesan menakutkan, mencemaskan, dan membuat anak tidak

senang, serta merasa bosan dan menjenuhkan. Padahal seharusnya pembelajaran

berlangsung dengan menyenangkan dan membuat peserta didik belajar dengan

nyaman dan penuh antusiasme yang tinggi. Maka dari itu, konsep edutainment

berupaya untuk menciptakan suatu pembelajaran yang aman, nyaman, dan

menyenangkan bagi peserta didik.

Menurut Fadillah, (2004) munculnnya konsep edutainment dilandasi oleh

tiga alasan, yaitu:

1. Perasaan positif (senang/gembira) akan mempercepat pembelajaran,

sedangkan perasaan negatif, seperti sedih, takut terancam, dan merasa tidak

mampu, akan memperlambat belajar atau bahkan bisa menghentikan sama

sekali. Oleh karenanya, konsep edutainment berusaha memadukan antara

pendidikan dan hiburan. Hal ini, dimaksudkan supaya pembelajaran

berlangsung menyenangkan atau menggembirakan.

2. Jika seseorang mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara tepat,

maka akan membuat loncatan prestasi belajar yang tidak terduga sebelumnya.
36

3. Apabila setiap pembelajaran dapat di motivasi dengan tepat dan diajar dengan

cara yang benar, cara yang menghargai gaya belajar dan modalitas mereka,

maka mereka semua akan dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Sedangkan menurut Thoyibah, dkk. (2015) ada 4 prinsip edutainment, yaitu:

1. Edutainment suatu rangkaian pendekatan dalam pembelajaran untuk

mempertemukan jurang yang memisahkan antara proses mengajar dan proses

belajar, sehingga diharapkan bisa meningkatkan motivasi dari hasil belajar.

2. Konsep dasar edutainment seperti halnya konsep belajar akselerasi, berupaya

agar pembelajaran yang terjadi berlangsung dalam suasana yang kondusif dan

menyenangkan.

3. Edutainment menawarkan suatu sistem pembelajaran yang dirancang dengan

jalinan yang efisien, meliputi diri peserta didik, guru, proses pembelajaran dan

lingkungan pembelajaran.

4. Proses dan aktivitas pembelajaran tidak lagi tampil dalam wajah yang

“menakutkan”, tetapi dalam wujud yang humanis dan dalam interaksi edukatif

yang terbuka dan menyenangkan.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip

edutainment pada dasarnya adalah mempertemukan proses belajar mengajar

dengan menempatkan siswa sebagai pusat sekaligus subjek dengan interaksi

edukatif yang terbuka dan menyenangkan.


37

2.1.3.4 Karakteristik Edutainment

Menurut Pangastuti, (2014) ada 4 hal yang menjadi karakteristik dari konsep

edutainment, yaitu:

1. Konsep edutainment adalah suatu rangkaian pendekatan dalam pembelajaran

untuk mempertemukan jurang yang memisahkan antara proses mengajar dan

proses belajar, sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar.

2. Konsep dasar edutainment berupaya agar pembelajaran yang terjadi

berlangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan.

3. Konsep edutainment menawarkan suatu sistem pembelajaran yang dirancang

dengan satu jalinan yang efisien, meliputi dari anak didik, pendidik, proses

pembelajaran, dan lingkungan pembelajaran, sekaligus sebagai subjek

pendidikan.

4. Dalam konsep edutainment, proses dan aktivitas pembelajaran tidak lagi

tampil dalam wajah yang menakutkan, tetapi dalam wujud yang humanis dan

dalam interaksi edukatif yang mewujudkan aktivitas belajar yang efektif dan

menjadi kunci utama suksesnya sebuah pembelajaran. Asumsi, jika setiap

manusia menggunakan potensi nalar dan emosinya secara tepat, maka ia akan

mampu membuat loncatan prestasi yang dapat di duga sebelumnya, bila

seseorang mampu mengenali tipe belajarnya dan melakukan pembelajaran

yang sesuai maka belajar akan terasa menyenangkan dan akan memberi hasil

yang optimal.
38

Sedangkan menurut Hamruni, (2008) ada 3 hal yang menjadi karakteristik

dari konsep edutainment yaitu:

1. Konsep edutainment adalah suatu rangkaian pendekatan dalam pembelajaran

untuk mempertemukan jurang yang memisahkan antara proses mengajar dan

proses belajar, sehingga diharapkan bisa meningkatkan hasil belajar.

2. Konsep dasar edutainment seperti halnya akselerasi, berupaya agar

pembelajaran yang terjadi berlangsung dalam suasana yang kondusif dan

menyenangkan.

3. Konsep edutainment menawarkan suatu sistem pembelajaran yang dirancang

dengan satu jalinan yang efisien, meliputi dari anak didik, guru, proses

pembelajaran dan lingkungan pembelajaran.

Dalam konsep edutainment proses dan aktivitas pembelajaran tidak lagi tampil

dalam wajah yang menakutkan tetapi dalam wujud yang humanis dan dalam

interaksi edukatif yang terbuka dan menyenangkan.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari konsep

edutainment memiliki konsep yang memanfaatkan berbagai medium terutama

teknologi (media hiburan) sebagai upaya menyajikan pembelajaran yang

menyenangkan sehingga peserta didik hampir tidak menyadari bahwa mereka

sedang belajar.

2.1.3.5 Permainan dalam Metode Edutainment

Menurut Andrianti, (2016) permainan juga bisa dijadikan sebagai salah satu

strategi untuk membuat suasana dalam proses pengajaran berjalan secara

menyenangkan dan tidak membosankan. Ada beragam jenis permainan yang

dapat dipergunakan dalam proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah,


39

diantaranya picture and picture, course review horray, permainan mencari

pasangan, permainan melempar bola salju, permainan tebak kata.

Penjelasan singkat dari beberapa permainan tersebut dapat kita lihat sebagai

berikut:

1. Picture and picture

Picture and picture adalah sebuah strategi dimana guru menggunakan alat

bantu atau media gambar untuk menerangkan sebuah materi dan menanamkan

pesan yang ada dalam materi tersebut. Dengan menggunakan alat bantu atau

media gambar, diharapkan siswa mampu mengikuti pelajaran dengan fokus yang

baik dan dalam kondisi yang menyenangkan.

2. Course review horray

Strategi pengajaran course review horray merupakan strategi yang

menyenangkan, karena siswa diajak untuk bermain sambil belajar dalam

menjawab berbagai pertanyaan yang disampaikan secara menarik dari guru.

3. Permainan mencari pasangan

Permainan melempar bola salju adalah salah satu strategi dalam

pengajaran yang sangat menarik untuk diberikan kepada siswa, karena sangat

menyenangkan dan menantang. Selain menghibur, permainan ini mewajibkan

pesertanya untuk menjawab pertanyaan.

4. Permainan tebak kata

Permainan tebak kata juga sangat menarik untuk diberikan kepada siswa

dalam pembelajaran sebuah materi pelajaran. Dalam strategi pembelajaran ini, ada

media atau alat bantu yang harus digunakan. Media tersebut harus dibuat oleh
40

guru dengan cara, membuat kartu ukuran 5 x 2 cm untuk menulis kata-kata atau

istilah yang akan ditebak.

Permainan apapun yang dilakukan akan menjadi proses belajar. Semakin

beragam gerakan yang ia tampilkan dan segala keributan yang ia ciptakan

menunjukkan betapa kuat keinginan uuntuk belajar. Bila kita memahami

kebutuhan bermain anak tentunya kita dapat merangsang anak agar permainan

yang diminatinya menunjang keberhasilan proses belajarnya.

Pembelajaran yang menyenangkan bukan semata-mata pembelajaran yang

mengharuskan anak-anak untuk tertawa terbahak-bahak, melainkan sebuah

pembelajaran yang di dalamnya terdapat interaksi yang kuat antara guru dan

murid dalam suasana yang sama sekali tidak ada penekanan yang ada hanyalah

jalinan komunikasi yang saling mendukung pembelajaran yang membebaskan.

Menurut konsep paolo fraire, pembelajaran sebaiknya di dalamnya tidak ada lagi

tekanan baik tekanan fisik maupun psikologis, sebab tekanan apapun namanya

hanya akan mengkerdilkan pikiran siswa. Kebebasan apapun wujudnya akan

mendorong terciptanya iklim pembelajaran (learning climate) yang kondusif.

Bermain tidak hanya menyenangkan, tetapi juga dapat meningkatkan

perkembangan dan pertumbuhan peserta didik salah satunya adalah

perkembangan kreativitas siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

permainan dalam metode edutainment adalah mempermudah belajar dalam

memahami, mengembangkan, dan menganalisis pengetahuan yang di dapat/

materi yang dipelajari ke dalam sebuah game edutainment.


41

2.1.3.6 Langkah-Langkah Penerapan Game Edutainment

Menurut Pangastuti, (2014) Edutainment dalam proses pembelajaran

diterapkan dengan memenuhi aspek berikut:

a. Memberikan kemudahan dan suasana gembira: Prinsip memberikan

kemudahan dan menciptakan suasana gembira dalam pembelajaran bisa

dilakukan dengan berbagai cara yaitu menciptakan suasana akrab, komunikasi

yang ramah, kehalusan dan kelembutan, memperlakukan dengan kasih sayang,

dan bercengkrama dengan anak.

b. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif: Lingkungan yang kondusif

untuk belajar adalah lingkungan yang releks (tanpa stress), lingkungan yang

aman untuk melakukan kesalahan, namun harapan untuk sukses tinggi.

c. Menarik minat: Dalam menggugah minat anak didik diperlukan pembukaan

yang menarik dalam langkah-langkah mengajar agar perhatian dan minat

supaya mereka bisa fokus kepada materi yang akan disampaikan guru.

Pengalaman dan pengajaran yang telah diserap dalam pikiran mereka,

dihubungkan hal-hal baru yang hendak disajikan, merupakan jembatan yang

menghubungkan pengertian yang telah terbentuk dalam pikiran mereka,

sehingga akan mempermudah daya tangkap terhadap hal-hal baru yang akan

diajarkan oleh guru.

d. Menyajikan materi yang relevan: Menjamin bahwa subjek pelajaran adalah

relevan sangat penting karena siswa ingin belajar ketika dia melihat manfaat

dan pentingnya subjek pelajaran itu. Pembelajaran yang berdasarkan prinsip,

menjadikan anak didik menyukai dan bergairah untuk mempelajari bahan

pengajaran yang diberikan oleh guru. Dengan perasaan suka tersebut proses
42

belajar mengajar dapat berlangsung dengan lancar, karena anak didik

menyadari bahwa yang dipelajari dari gurunya terdiri dari bahan-bahan ilmu

pengetahuan yang akan memberikan makna bagi hidupnya lebih lanjut.

e. Melibatkan emosi positif dalam pembelajaran: Apabila informasi baru

disampaikan dalam cara yang menyenangkan (positif), maka seseorang dapat

belajar dan mengingat dengan baik. Jika hal yang dipelajari memasukkan

unsur warna, ilustrasi, permainan dan iringan lagu, maka emosi akan terlibat

secara positif sehingga anak akan belajar lebih baik.

f. Melibatkan indera dan pikiran: Dalam belajar, siswa hendaknya

memanfaatkan indera sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh dan

pikiran terlibat dalam proses belajar.

g. Menyesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa: Proses pembelajaran bukan

hanya mengalihkan pengetahuan kepada siswa, tetapi yang lebih penting lagi

adalah bagaimana mereka bisa membuat makna bagi diri mereka sendiri

dalam memahami materi. Agar hal ini bisa terwujud, maka dalam proses

pembelajaran, seorang guru hendaknya memilih materi dan metode yang

digunakan sesuai tingkat kemampuan siswa.

h. Memberikan pengalaman sukses: Ada dua faktor utama yang menentukan

kesuksesan belajar siswa setiap saat yaitu, kesulitan pelajaran dan derajat

resiko pribadi. Untuk membentuk siswa meraih sukses dalam setiap

pembelajaran, ada beberapa hal yang bisa dilakukan guru. Pertama, pada saat

menyampaikan materi pembelajaran dengan melibatkan unsur visual,

audiotorial, dan kinestetik. Kedua, buat kelompok kecil untuk pemantapan

belajar. Ketiga, selesaikan secara perseorangan. Dengan demikian, pada saat


43

mereka tampil sendiri, meraka masih mengambil resiko besar, tetapi mereka

dapat mengatasinya karena merasa percaya diri, dan sudah menguasai materi.

i. Merayakan hasil: Mengadakan perayaan bagi siswa akan mendorong mereka

memperkuat rasa tanggung jawab dan mengawali proses belajar mereka

sendiri. Perayaan akan mengajarkan kepada mereka mengenai motivasi hakiki.

Siswa akan menanti kegiatan belajar, sehingga pendidikan mereka lebih dari

sekedar mencari nilai tertentu. Merayakan kesuksesan hasil belajar anak bisa

memacu semangat dan prestasi belajar mereka. Hal ini bisa dilakukan dengan

berbagai cara, dan salah satunya adalah dengan memberikan hadiah, apapun

jenis dan bentuknya, baik dalam bentuk materi, doa dan juga pujian

Berdasarkan uraian aspek-aspek penerapan metode edutainment yang

dikemukakan Harmuni, (2008) dan gambaran praktek edutainment, maka dapat

dirumuskan langkah-langkah penerapan metode edutainment dalam pembelajaran

adalah sebagai berikut:

1. Ciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar

Mengatur lingkungan merupakan langkah pertama yang efektif untuk

mengatur pengalaman belajar secara keseluruhan. Sebelum pembelajaran dimulai,

ruang kelas hendaknya ditata sedemikian rupa, sehingga menjadi suatu tempat di

mana siswa akan merasa nyaman, terdorong, dan mendapat dukungan. Suasana

kelas yang nyaman dan kondusif bisa diciptakan dengan berbagai cara, misalnya

dengan membuat pola komunikasi yang ramah dan akrab, serta mendasari setiap

aktivitas pembelajaran dengan nilai kasih sayang. Selain itu, suasana yang

nyaman dan kondusif bisa juga pula diciptakan dengan melantunkan alunan

musik, menyelingi pembelajaran dengan permainan (games) dan kuis.


44

2. Ciptakan minat belajar yang tinggi

Sebelum seseorang melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupan sehari-

hari, termasuk aktivitas belajar, disarankan untuk mengajukan pertanyaan pada

diri sendiri, “apa manfaatnya bagiku?”. Dengan siswa mengetahui manfaatnya

maka akan menumbuhkan minat pada diri siswa. Dalam rangka menumbuhkan

minat ini, maka upaya guru menjelaskan kompetensi dari materi pelajaran yang

disampaikannnya menjadi sangat penting, karena siswa ingin belajar ketika dia

melihat manfaat dan pentingnya subjek pelajaran itu.

3. Kenali gaya belajar siswa

Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, dan

kemudian mengatur serta mengolah informasi. Konsep gaya belajar ini

menyebutkan bahwa setiap orang memiliki modalitas dalam belajar, baik

modalitas visual, auditorial atau kinestetik. Siswa tipe visual akan menyerap

pengetahuan dengan apa yang mereka lihat, siswa auditorial melakukannya

melalui apa yang mereka dengar, dan pelajar kinestetik belajar lewat gerak dan

sentuhan. Menurut Meier, (2009) salah satu contoh gaya belajar adalah SAVI,

yaitu:

1) Cara Belajar Somatic: Pola pembelajaran yang lebih menekankan pada

aspek gerak tubuh atau belajar dengan melakukan atau berbuat.

Pembelajar somatis (kinestetik) belajar terutama dengan terlibat langsung

dalam kegiatan. Mereka cederung impulsif dan kurang sabaran. Selama

pembelajaran mungkin saja gelisah bila tidak dapat leluasa bergerak dan

mengerjakan sesuatu. Cara belajar pembelajar somatis boleh jadi tampak

sembarangan dan tidak karuan.


45

2) Cara Belajar Auditori: Dikenal dengan istilah “Learning by Talking and

Learning”, yaitu cara belajar yang menekankan pada aspek pendengaran.

Penerapan cara belajar auditori, yaitu mengajak siswa membicarakan apa

yang sedang dipelajari. Siswa diminta untuk menterjemahkan

pengalaman dengan suara, atau dengan membaca keras-keras secara

dramatis. Dengan cara ini, setidaknya siswa lebih mudah mengingat dan

dapat belajar dengan cepat jika materinya disampaikan secara belajar

auditori. Karena dengan belajar auditori dapat merangsang kortes

(selaput otak), indera dan motor (serta area otak lainnya) untuk

memadatkan dan mengintegrasikan siswa.

3) Cara Belajar Visual: Dikenal dengan istilah “Learning by Observing and

Picturing”. Cara belajar Visual adalah belajar dengan menggunakan

indera pengelihatan dengan cara mengamati dan menggambarkan,

menekankan pada aspek penglihatan. Siswa akan cepat menangkap

materi pelajaran jika disampaikan dengan tulisan atau melalui gambar.

Visual mencakup melihat, menciptakan dan mengintegrasikan segala

macam citra komunikasi visual lebih kuat dari pada komunikasi verbal

karena manusia mempunyai lebih banyak peralatan di kepala mereka

untuk memproses informasi visual dari pada indera lainnya.

4) Cara Belajar Intelektual: Intelektual juga disebut dengan “Learning By

Program And Reflecting”, maksudnya yaitu belajar dengan pemecahan

masalah. Jadi, cara belajar intelektual adalah cara belajar yang lebih

menekankan pada aspek penalaran atau logika. Dan peserta didik akan

cepat menangkap materi jika pembelajaran dirancang dengan


46

menekankan pada aspek mencari solusi pemecahan. Intelektual berarti

belajar dengan menggunakan kemampuan berfikir (minds-on) yakni

dengan cara memecahkan masalah dan merenung atau belajar dengan

memecahkan masalah dan mencerminkan. Tindakan pembelajar yang

menggunakan kecerdasan dan pikiran mereka secara internal untuk

merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, dan

nilai dari pengalaman.

4. Terapkan pembelajaran berbasis aktivitas

Belajar bukan sekedar menggunakan otak, tetapi juga melibatkan seluruh

tubuh dan pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya. Oleh karena itu

disarankan agar siswa bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan

memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh dan pikiran

terlibat dalam proses belajar.

5. Rancang pembelajaran kolaboratif

Aktivitas belajar terjadi karena adanya interaksi di antara para siswa dan

interaksi antara guru dan siswa. Kegiatan belajar bukan hanya proses pribadi,

tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika masing-masing orang berhubungan

dengan yang lain dan membangun pengertian dan pengetahuan bersama. Lewat

kegiatan kolaboratif atau belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif.

6. Gunakan pendekatan inquiry discovery

Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu kegiatan

yang dilakukan guru terhadap siswa. Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan

dikembangkan oleh diri siswa sendiri. Proses belajar bukan semata kegiatan
47

menghafal. Banyak hal yang diingat akan hilang dalam beberapa jam. Untuk

mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus mengolah dan memahaminya.

Berdasarkan penjelasan penerapan di atas, Hamruni, (2008) kemudian

menjabarkan menjadi beberapa langkah, sebagai berikut:

1. Menumbuhkan sikap positif terhadap belajar.

Proses belajar tidaklah selalu berjalan mulus, dan selalu dihadang oleh

berbagai rintangan, baik yang bersumber dari diri pembelajar atau dari luar. Dari

sisi pembelajar, rintangan itu bisa muncul karena tidak merasakan adanya manfaat

pribadi, takut gagal, tidak peduli atau bahkan benci pada topik pelajaran, terpaksa

hadir, punya masalah dan gangguan pribadi, merasa bosan, dan merasa tidak

mampu. Menghilangkan atau mengurangi rintangan ini akan menghasilkan

kemampuan belajar yang semakin meningkat setiap saat.

2. Membangun minat belajar.

Pembelajar dapat belajar dengan baik jika mereka tahu mengapa mereka

belajar dan bahwa pembelajaran itu mempunyai relevansi dan nilai bagi diri

mereka secara pribadi. Oleh karena itu, penting sekali untuk sejak awal

memunculkan manfaat agar pembelajar merasa terkait dengan topik pembelajaran.

3. Melibatkan emosi siswa dalam pembelajaran.

Hal ini dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih bermakna dan

hasilnya menjadi lebih permanen. Tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf otak

berkurang dan tidak bisa merekatkan materi pembelajaran ke dalam ingatan.

4. Memberikan selingan permainan (games) dalam pembelajaran.

Kesenangan dalam bermain akan melepaskan segala macam endorfin positif

dalam tubuh, membuat siswa menjadi bersemangat, dan menyehatkan.


48

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penerapan

pembelajaran berbasis edutainment yaitu pertama menumbuhkan sikap positif

terhadap belajar, sikap positif siswa harus dikembangkan agar berdampak pada

hasil belajar yang meningkat. Langkah kedua membangun minat belajar,

menciptakan minat dalam belajar merupakan hal penting supaya siswa dapat

belajar dengan baik. Maka sebelum melakukan aktivitas belajar untuk

mengajukan pertanyaan “Apa Manfaatnya Bagiku?”. Ketiga melibatkan emosi

siswa dalam pembelajaran, emosi siswa sangat penting diperhatikan saat proses

pembelajaran, emosi seperti senang, gembira dan bersemangat merupakan emosi

positif yang dapat mempercepat proses belajar. Terakhir memberikan selingan

permainan dalam proses pembelajaran. Ada dua jenis permainan dalam

pembelajaran. Permainan yang pertama mengarah pada permainan yang

digunakan untuk pendidikan. Permainan kedua jenis permainan yang digunakan

semata-mata hanya sebagai permainan murni. Jika permainan pendidikan untuk

penyampaian materi atau topik pembelajaran, sedangkan permainan murni hanya

pembangkit semangat.

2.1.3.7 Pengertian Lego

Menurut Yulianti, (2006) lego merupakan sejenis permainan bongkah

plastik yang terkenal di kalangan anak-anak. Bongkah-bongkah ini serta kepingan

lain dapat disusun menjadi model apa saja, seperti bangunan, patung, pesawat

terbang, robot, dan lain-lain. Permainan lego biasanya sudah dikenalkan oleh

orang tua kepada anak-anaknya sejak balita. Permainan ini populer karna dapat

menumbuhkan kreativitas anak-anak dalam membuat sesuatu. Bermain lego yang

dilakukan bersama antara orang tua dan anak akan menyatukan ide bersama
49

Menurut Agus dkk, (2011) lego merupakan sejenis mainan bongkar pasang

yang biasanya terbuat dari plastik kecil, yang biasanya cukup terkenal di kalangan

anak-anak. Kepingan-kepingan lego bisa disusun menjadi model apa saja, seperti

rumah, mobil, kereta api, kota patung, kapal, pesawat, robot, dan lain-lain.

Permainan ini hampir sama seperti building block biasanya sangat

mengkhususkan namun lebih varian. Kalau building block, biasanya hanya

mengkhususkan pada satu bangunan berupa rumah saja, namun untuk lego banyak

objek yang ditirukan. Menurut Fadlillah, (2012) lego adalah alat permainan

edukatif yang terbuat dari plastik. Alat permainan ini berupa potongan-potongan

persegi maupun persegi panjang, yang masing-masing dapat ditancapkan dan di

susun sesuai dengan keinginan. Lego merupakan alat permainan edukatif modern

yang terbuat dari bahan plastik.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lego merupakan

alat permaianan edukatif modern yang terbuat dari bahan plastik terdiri dari

potongan persegi maupun persegi panjang yang dapat ditancapkan dan disusun

sesuai dengan kreativitas.

2.1.3.8 Aturan Bermain Lego

Ketika melakukan aktivitas permainan, diperlukan adanya aturan dalam

bermain untuk siswa. Menurut Latif dkk, (2013) membagi aturan bermain sebagai

berikut: (a) Lego untuk membangun (b) Membangun lego di atas alas (c)

Mengambil lego secukupnya (d) Start-finish lancar (f) Bermain tepat waktu (g)

Beres-beres. Berdasarkan aturan bermain tersebut diharapkan siswa dapat

mengikuti aturan yang telah ditentukan, agar siswa tertib dalam bermain balok.
50

2.1.3.9 Langkah-Langkah Bermain Lego

Menurut Latif dkk, (2013) bermain pembangunan dapat dilakukan dengan

langkah-langkah bermain pembangunan, adapun langkah-langkah bermain

pembangunan sebagai berikut:

1. Pijakan lingkungan bermain pembangunan: (1) Pengelolaan awal

lingkungan pembangunan dengan tepat pembangunan yang dipilih (2)

Guru menyiapkan perlengkapan main pembangunan terstruktur maupun

cair (3) Menata lingkungan pembangunan untuk mendukung hubungan

sosial yang positif.

2. Pijakan pengalaman sebelum main pembangunan: (1) Membaca sebuah

buku atau cerita yang memberi gagasan kepada siswa yang berkaitan

dengan kegiatan pembangunan (2) Menggabungkan kosakata baru dan

memperagakan konsep-konsep yang tertuju pada bermain pembangunan

(3) Mendiskusikan gagasan untuk pengalaman main pembangunan (4)

Menyediakan kesempatan-kesempatan kepada siswa untuk hubungan

sosial dengan teman dengan cara menempatkan bahan-bahan dan tempat

yang cukup (5) Mendiskusikan aturan dan harapan untuk pengalaman

main pembangunan (6) Merancang dan menerapkan urutan transisi untuk

main.

3. Pijakan pengalaman main pembangunan setiap siswa: (1) Guru

mendemonstrasikan bagaimana cara membuat suatu bentuk konstruksi

sederhana di sesuaikan dengan tema, misalnya bentuk buah nanas (2)

Memberikan setiap anak waktu yang cukup untuk beraktivitas dan

berkreasi sesuai dengan imajinasi dan kreativitasnya (paling sedikit 60


51

menit untuk membangun hasil karyanya) (3) Guru mengajukan pertanyaan

dan diskusi tentang pembangunan mereka hal ini untuk memperkuat dan

memperluas bahasa anak (4) Memberikan contoh hubungan yang tepat

melalui percakapan dengan setiap siswa sambil mereka membangun (5)

Mengamati dan mendokumentasikan kemajuan perkembangan siswa.

4. Pijakan pengalaman setelah main: (1) Guru mendukung siswa untuk

mengingat kembali pengalaman mainnya dan saling menceritakan

pengalaman mainnya (2) Kemudian siswa membereskan alat-alat dan

bahan yang telah digunakan dalam bermain.

2.2 Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan pada penelitian ini antara lain :

1. Hasil Penelitian Endah Setyaningrum pada tahun 2015 yang meneliti

tentang “Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Terhadap Berpikir Kreatif

Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Karangrayung Purwodadi Tahun Ajaran

2015/2016”. Hasil Penelitian menunjukkan adanya pengaruh terhadap

kreativitas belajar. Tingkat kreativitas belajar siswa sebelum diberi

perlakuan berupa layanan penguasaan konten berada pada kriteria sedang

(67,48). Setelah diberi perlakuan berupa layanan penguasaan konten,

kreativitas belajar siswa masuk dalam kategori tinggi (74,61). Dengan

demikian, kreativitas belajar siswa meningkat melalui layanan penguasaan

konten dengan cara belajar kelompok dan game edutainment.

2. Hasil penelitian Enita Evilia, dkk yang berjudul “Pengaruh Layanan

Penguasaan Konten terhadap Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII F SMPN

17 Kota Jambi” menunjukkan bahwa hasil penelitian kreativitas belajar


52

siswa sebelum diberi treatment berupa layanan penguasaan konten sebesar

1038. Hasil penelitian layanan penguasaan konten dapat mempengaruhi

kreativitas belajar siswa.

2.3 Kerangka Berfikir

Berpikir kreatif merupakan salah satu permasalahan dalam suatu proses

pembelajaran. Jika berpikir kreatif yang dimiliki siswa tinggi maka berpengaruh

kepada penurunan performa dari proses belajar dan akan mengalami gejala-gejala

siswa tidak dapat mengulang materi yang sudah dijelaskan guru, siswa suka diam

saat berdiskusi dengan teman-teman, siswa tidak mengerjakan tugas, siswa tidak

dapat menemukan alternatif masalah untuk menyelesaikan tugas yang sulit, siswa

sulit mencetuskan sebuah gagasan, siswa sering merasa putus asa, mudah

menyerah, dan tidak percaya diri dalam mengungkapkan ide baru.

Maka dari itu, untuk dapat membantu siswa dalam mengatur, memantau

serta mengevaluasi diri sendiri dalam mencapai perubahan dalam pengelolaan

berpikir kreatif ke arah yang lebih baik dan membantu siswa dalam bertanggung

jawab akan potensi pengetahuan dan seni maka diperlukan layanan penguasaan

konten dengan teknik game edutainment dalam bentuk lego. Karena game

edutainment dalam bentuk lego menciptakan pembelajaran yang menyenangkan

sehingga membuat siswa aktif baik secara fisik maupun mental serta mampu

melatih visualiasi dan beragam kemampuan lainnya. Teknik layanan ini dirancang

khusus untuk membantu siswa kepada perubahan pengetahuan seni yang

diinginkan. Dalam pemecahan permasalahan ini teknik game edutainment

memiliki beberapa tahapan Layanan antara lain (1) menumbuhkan sikap positif

(2) membangun minat belajar (3) melibatkan emosi siswa dalam pembelajaran (4)
53

analisis hasil evaluasi (5) memberikan selingan permainan (games) dalam

pembelajaran.

Berdasarkan pemaparan kerangka pemikiran diatas maka dapat

digambarkan sebagai berikut :

Sebelum Berpikir Kreatif Rendah Layanan penguasaan


konten game
edutainment meliputi :
Layanan Penguasaan
Perlakuan Konten Teknik game 1. menumbuhkan sikap
edutainment positif terhadap belajar.
2. membangun minat
belajar.
Berpikir Kreatif 3. melibatkan emosi
Setelah Perlakuan siswa dalam
tinggi
pembelajaran.
4. memberikan selingan
permainan (games)
dalam pembelajaran.

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka hipotesis dalam penelitian

ini yaitu : “Ada Efektivitas Layanan Konten dengan game edutainment dalam

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif pada siswa kelas VII SMP Negeri 2

Percut Sei Tuan T.A 2022/2023”.


54

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

metode eksperimen semu (quasi experiment). Sugiyono, (2017) Ciri utama dari

quasi experimental design adalah pengembangan dari true experimental design,

yang mempunyai kelompok control namun tidak berfungsi sepenuhnya untuk

mengontrol variabel-variabel dari luar yang mempengaruhi pelaksanaan

eksperimen. Penelitian ini memberikan perlakuan atau tindakan kepada

sekelompok orang atau subjek penelitian yang dibawah control dan kondisi yang

sengaja dibuat dan diatur oleh peneliti dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian

dengan pendekatan kuantitatif artinya bahwa semua informasi atau data

diwujudkan dalam bentuk angka dan menggunakan analisis statistic dengan tujuan

untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Untuk mengetahui “Efektivitas Layanan Konten Dengan Game

Edutainment Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Siswa

Kelas VII SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan Tahun Ajaran 2022/2023” dengan

menggunakan one group design pre-test dan post-test design. Sugiyono, (2017)

berpendapat pada desain terdapat pre-test sebelum dilakukan perlakuan, dan post-

test sesudah perlakuan diberikan, sehingga hasil perlakuan dapat diketahui lebih

akurat, karena dapat dibandingkan dengan keadaan sebelum diberikan perlakuan.

Adapun pola design penelitian ini adalah sebagai berikut.

Sugiyono, (2017)
01 x 02
55

Keterangan :

O1 : Pre-test diberikan sebelum melakukan konseling penguasaan konten teknik

game edutainment

X : Perlakuan (Konseling penguasaan konten teknik game edutainment)

O2 : Post-test diberikan setelah melakukan konseling penguasaan konten teknik

game edutainment

Berdasarkan desain diatas, maka langkah-langkah kegiatan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Melakukan pre-test dengan memberikan angket berpikir kreatif kepada

siswa.

2. Memeriksa angket dan menganalisis hasil pre-test tentang berpikir kreatif

kepada siswa.

3. Menentukan subjek yang mewakili, yaitu dengan cara screening

(penyaringan).

4. Melakukan layanan penguasaan konten teknik game edutainment dengan

empat kali pertemuan untuk mencapai tahap-tahap dalam teknik game

edutainment meliputi (1) menumbuhkan sikap positif terhadap belajar (2)

membangun minat belajar (3) Melibatkan emosi siswa dalam pembelajaran

(4) memberikan selingan perminan dalam pembelajaran.

5. Melakukan post-test dengan cara membagikan angket yang sama yaitu

tentang berpikir kreatif.

6. Menganalisis hasil post-test untuk mengetahui perubahan yang terjadi

terhadap pengelolaan berpikir kreatif.


56

7. Menganalisis hasil pre-test dan post-test untuk mengetahui efektifitas

layanan konten dengan game edutainment dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif pada siswa kelas VII Smp Negeri 2 Percut Sei

Tuan Tahun Ajaran 2022/2023.

8. Membuat kesimpulan hasil pre-test dan post-test.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

a) Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan Pada

kelas VII yang berlokasi di Jl. Gambir Ps. VIII, Tembung, Kec. Percut Sei

Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara Kode Pos: 20371.

b) Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan pada semester ganjil

tahun ajaran 2022 yang dimulai dari bulan September sampai bulan

November 2022.

Adapun tahapan pelaksanaan penelitian secara rinci dapat dilihat pada

Tabel 3.1 dibawah ini:

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan September Oktober November


1 Pembuatan Alat Ukur

2 Uji Coba Angket

3 Analisis Hasil Uji Coba

4 Pengumpulan Data

5 Analisis Data

6 Penulisan Hasil Penelitian


57

7 Penyusunan Laporan Skripsi

8 Sidang Skripsi

3.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Arikunto, (2016) mengartikan populasi adalah keseluruhan dari subjek

yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII

Smp Negeri 2 Percut Sei Tuan yang terdaftar pada semester genap tahun ajaran

2021/2022 yang terdiri dari 5 kelas dengan jumlah 155 siswa.

Adapun siswa yang menjadi populasi dalam penelitian ini tercantum

dalam Tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.2 Populasi Penelitian

No Kelas Jumlah
1 VII 6 32
2 VII 7 30
3 VII 8 32
4 VII 9 30
5 VII 10 31
Total 155

2. Sampel

Menurut Arikunto, (2016) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang

akan diteliti. Sampel penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 2

Percut Sei Tuan. Dari keseluruhan jumlah siswa ini ditentukan subjek penelitian

yang memenuhi persyaratan yaitu siswa yang memiliki tingkat berpikir kreatif
58

yang rendah. Adapun sampel penelitian ini adalah 30 orang siswa, yang terdiri

dari peserta didik yang memiliki tingkat berpikir kreatif yang rendah berdasarkan

hasil angket yang telah disebar terlebih dahulu di kelas VII.

3.4 Variabel Penelitian

Agar variabel penelitian ini jelas dan terarah, maka variabel yang digunakan

dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas (independent)

dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan dan timbulnya variabel terikat.

Variabel terikat merupakan variabel dipengaruhi atau akibat dikarenakan adanya

variabel bebas. Variabel terikat (Y) : game edutainment, Variabel bebas (X) :

berpikir kreatif. Berdasarkan kajian teoritis variabel penelitian, maka definisi

operasional variabel penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

A. Layanan Penguasaan Konten Teknik Game Edutainment

Layanan penguasaan konten merupakan layanan Bimbingan dan

Konseling yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama

kompetensi atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga,

dan masyarakat. Tujuan dari layanan penguasaan konten untuk dikuasainya suatu

konten tertentu. Penguasaan konten ini perlu bagi individual atau klien untuk

menambah wawasan dan pemahaman, mengarahkan penilaian dan sikap,

menguasai cara-cara atau kebiasaan tertentu, untuk memenuhi kebutuhannya dan

mengatasi masalah-masalahnya.

Teknik game edutainment merupakan teknik belajar yang membantu siswa

aktif baik secara fisik maupun mental, melatih visualisasi, dan membantu siswa

terhadap perubahan pengetahuan seni yang diinginkan melalui tahap


59

menumbuhkan sikap positif, membangun minat belajar, melibatkan emosi siswa

dalam pembelajaran, analisis hasil evaluasi, dan memberikan selingan permainan

dalam pembelajaran.

B. Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif merupakan keterampilan kognitif untuk memunculkan dan

mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari ide yang

telah lahir sebelumnya dan keterampilan untuk memecahkan masalah secara

divergen (dari berbagai sudut pandang). Adapun aspek-aspek berpikir kreatif

menurut Munandar, (2012) sebagai berikut :

1. Aspek berpikir lancar (Fluent thinking) atau kelancaran yang

menyebabkan seseorang mampu mencetuskan banyak gagasan, jawaban,

penyelesaian masalah atau pertanyaan.

2. Aspek berpikir luwes (Flexible thinking) atau kelenturan yang

menyebabkan seseorang mampu menghasilkan gagasan, jawaban atau

pertanyaan yang bervariasi tahap perkembangan siswa SMP ini, meliputi

kelenturan dalam struktur kalimat, seperti keragaman dalam bentuk

kalimat (sederhana, gabungan dan kompleks).

3. Aspek berpikir orsinil (Oraginal thinking) yang menyebabkan seseorang

mampu melahirkan ungkapan-ungkapan yang baru dan unik atau mampu

menemukan kombinasi-kombinasi yang biasa dari unsur-unsur yang biasa.

4. Aspek keterampilan mengaloborasi (Elaboration ability) yang

menyebabkan seseorang mampu memperkaya dan mengembangkan suatu

gagasan.
60

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data dan

keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Teknik pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan angket. Menurut

Sugiyono, (2017) angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawabnya. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang

efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa

yang bisa diharapkan dari responden.

Angket dalam penelitian ini berpedoman pada Skala Likert dengan 4

alternative jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan

Sangat Tidak Sesuai (STS). Pernyataan skala likert ini memiliki 2 sifat yaitu

Favourable/positif (mendukung pernyataan) dan Unfavorable/negative (tidak

mendukung pernyataan). Untuk pernyataan yang bersifat favourable/positif diberi

rentang nilai 4-1 dan yang bersifat unfavourable/negative diberi rentang nilai1-4.

Uraian di atas untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tabel 3.3 Pemberian Skor Angket Berdasarkan Skala Likert

Favourabel (+) Unfavourable (-)


Jawaban Skor Jawaban Skor
Sangat Setuju (SS) 4 Sangat Setuju (SS) 4
Setuju (S) 3 Setuju (S) 3
Kurang Setuju (KS) 2 Kurang Setuju (KS) 2
Tidak Setuju (TS) 1 Tidak Setuju (TS) 1
61

Tabel 3.4 Kisi-kisi Angket Berpikir Kreatif

Nomor Item
Variabel Aspek Indikator
(+) (-)

1. Berpikir lancar Mencetuskan banyak 1, 2, 5, 3, 4, 7,


(Fluent thinking) 6, 9, 10 8, 11,
gagasan, pertanyaan,
12
jawaban, penyelesaian
masalah, saran, dan
pendapat untuk
melakukan berbagai hal.
Berpikir
Kreatif 2. Berpikir luwes Melihat suatu 13, 14, 15, 16,
(Flexible permasalahan dari 17, 18, 19, 20,
thinking) berbagai sudut pandang, 21, 22 23
mampu mencari banyak
alternatif atau solusi
suatu hal.
3. Berpikir orsinil Mampu melahirkan 24, 25, 29, 30,
(Oraginal ungkapan yang baru dan 26, 31
thinking) uni, mampu 27,28
mengkombinasikan
sesuatu dengan tidak
lazim.
4. Keterampilan Mampu menambahkan 32, 33, 37, 38,
mengaloborasi atau memperinci secara 34, 35, 39,40
(Elaboration detail dari suatu obyek, 36
ability) gagasan atau situasi.
22 18
Jumlah
40
Total

Sebelum melakukan penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan uji

validitas dan reabilitas alat ukur :

1. Uji Validitas

Arikunto, (2016) mengatakan uji validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument.


62

Instrumen yang valid mempunyai validitas yang tinggi, sebaliknya jika instrument

yang memiliki validitas rendah maka tidak valid.

Validitas bertujuan untuk mengukur tingkat keandalan atau kesahihan suatu

alat ukur. Menghitung validitas tes yang digunakan adalah validitas empiris

dengan rumus product moment hasil perhitungan dengan taraf signifikan α = 0,05

Apabila hasil analisis diperoleh jika rhitung > rtabel, maka butir angket dikatakan

valid, sebaliknya apabila rhitung < rtabel, maka butir angket dikatakan tidak valid.

Sedangkan analisis validitas rumus yang digunakan adalah Product Moment

sebagai berikut :

n xy  ( x)( y )
rxy 
n x  ( x )(n y  ( y) 
2 2 2 2

Arikunto (2009)

Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi
N : Jumlah responden
X : Skor responden untuk item
Y : Total skor tiap responden dari seluruh item
∑x : Jumlah standar distribusi X
∑y : Jumlah standar distribusi Y
∑x2 : Jumlah kuadrat masing-masing skor X
∑y2 : Jumlah kuadrat masing-masing skor Y

2. Uji Reabilitas

Sugiyono, (2017) Instrumen yang reliable adalah instrumen yang bila

digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan

data yang sama. Dalam penelitian ini untuk mencari reliabilitas digunkaan rumus

Alpha Cronbach dengan taraf signifikan α = 0,05. Apabila hasil analisis diperoleh

jika rhitung > rtabel, maka butir angket memenuhi reliabilitas, sebaiknya apabila
63

rhitung < rtabel, maka butir angket dikatakan tidak memenuhi reliabilitas. Rumus

analisis relibilitas angket adalah dengan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:


[ ][ ]

Keterangan

R11 : Reliabilitas instrumen yang dicari

K : Banyaknya butir pertanyaan


2
∑ b : Jumlah varian butir atau item

V2t : Varian total

Tabel 3.5 Nilai Alpha Cronbach

Nilai Alpha Cronbach Kualifikasi Nilai

0,00 - 0,20 Kurang Reliabel

0,21 – 0,40 Agak Reliabel

0,41 – 0,60 Cukup Reliabel

0,61 – 0,80 Reliabel

0,81 – 0,10 Sangat Reliabel

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah cara yang dilakukan untuk mengelola data

penelitian dalam mencapai tujuan penelitian. Dalam hal ini, suatu pekerjaan

menyusun dan mengorganisasi data, membuat tabel-tabel data menurut masa-

masanya, seperti tabel distribusi frekuensi, tabel dan kontigensi. Adapun teknik

analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan uji Wilcoxon (Sudjana,

2002). Dalam uji Wilcoxon, bukan saja tanda yang diperhatikan tetapi juga nilai

selisih (X-Y). Adapun cara dalam uji Wilcoxon adalah sebagai berikut:
64

1. Beri nomor urut harga mutlak selisih (X1-Y1). Harga mutlak yang diberi

nomor urut atau peringkat 1, harga mutlak selisih berikutnya diberi nomor

urut 2, dan akhirnya harga mutlak terbesar diberi nomor urut n. Jika

terdapat selisih yang harga mutlaknya sama besar, untuk nomor urut

diambil rata-ratanya.

2. Untuk tiap nomor urut berikan pula tanda yang dapat dari selisih (X1-Y1).

3. Hitunglah jumlah nomor urut yang bertanda positif dan juga jumlah nomor

urut yang bertanda negatif.

4. Untuk jumlah nomor urut yang didapat pada poin c, ambilah jumlah yang

harga mutlaknya paling kecil. Sebutlah jumlah ini sama dengan J. Jumlah

J inilah yang dipakai untuk menguji hipotesis.

H0 : Tidak ada perbedaan efektivitas kedua perlakuan

H1 : terdapat perbedaan efektivitas kedua perlakuan

Untuk menguji hipotesis di atas dengan taraf nyata α = 0,01 atau 0,05,

dibandingkan dengan J hitung yang diperoleh dari daftar tabel uji wilcoxon. Jika J

dari perhitungan lebih kecil atau sama dengan J dari daftar tabel uji wilcoxon,

maka hipotesis (H0) ditolak dan sebaliknya, apabila J dari perhitungan lebih besar

dari daftar tebel uji wilcoxon maka hipotesis (H0) diterima.


65

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Candra. (2015). Aplikasi Game Pendidikan Berbasis Android Untuk


Memperkenalkan Pakaian Adat Indonesia. Indonesian Journal on Software
Engineering 1, no. 1: 1-18.

Agus n. cahyo. (2011). gudang permainan kreatif khusus asah otak kiri anak,
Jogjakarta: flashbooks.

Arikunto, S. (2014). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka


Cipta.

Anikina, O. V., & Yakimenko, E. V. (2015). Edutainment as a modern technology


of education. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 166, 475-479.

Anwar, M. N., Shamim-ur-Rasool, S., & Haq, R. (2012). A Comparison of


Creative Thinking Abilities of High and Low Achievers Secondary School
Students. International Interdisciplinary Journal of Education, 1(1), 3-8.

Cahya, P. D., Syahirman, S., & Afriyati, V. (2020). Pengaruh Layanan


Penguasaan Konten Terhadap Peningkatan Pemahaman Beretika Siswa
Kepada Guru Dengan Menggunakan Teknik Simulasi Di Kelas X TKI 1
SMK Negeri 4 Kota Bengkulu. Triadik, 19(2), 26-33.

Commons, C. (2013). OER policy registry. Creative Commons. https://doi.org/


10.1111/j.1468- 2273.1981.tb01318.x.

Conny Dian Sumadi. (2015) Pengembangan Media Game Senyawa Hidrokarbon


Pada Pembelajaran Kimia Di SMA Batik 1 Surakarta Dan SMA Batik 2
Surakarta, Jurnal Pendidikan Kimia 4, no. 81-97.

Costikyan, G. (2013). Uncertainty in games. Mit Press.

Chesimet, M. C., Githua, B. N., & Ng’eno, J. K. (2016). Effects of experiential


learning approach on students’ mathematical creativity among secondary
school students of Kericho East Sub-County, Kenya. Journal of Education
and Practice, 7(23), 51–57.

Daryanto. (2009). Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta:


Publisher.

Davut, H. (2008). The examination of the basic skill levels of the students’ in
accordance with the perceptions of teachers, parents and students.
International Journal of Instruction, 1.

Dian Wahyu Putra. (2016). Game Edukasi Berbasis Android Sebagai Media
Pembelajaran Untuk Anak Usia Dini, Jurnal Informatika Merdeka Pasuruan
1, no. 1 :46-58.
66

Evans, James R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management


Sciences. Cincinnati: South-Western Publishing Co.

Evilia, Enita. (2017). “Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Terhadap”.


Universitas Jambi.

Fasko, D. (2001). Education and creativity. Creativity research journal, 13(3-4),


317-327.

Fuada, Syaiful. (2015) Perancangan Game Petualangan Pramuka Berbasis


Android. Jurnal Penerapan Ilmu-Ilmu Komputer 3, no. 1 : 18-35.

Fadlillah, Et.al. (2014). Edutaiment Pendidikan Anak Usia Dini Menciptakan


Pembelajaran Menarik, Kreatif, Dan Menyenangkan, Jakarta :kencana.

Fithri, D. L., & Setiawan, D. A. (2017). Analisa Dan Perancangan Game


Edukasi Sebagai Motivasi Belajar Untuk Anak Usia Dini. Simetris:
Jurnal Teknik Mesin, Elektro Dan Ilmu Komputer, 8(1), 225–230.
https://doi.org/10.24176/simet.v8i1.959.

Fadlillah, M. dkk. (2012). Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:


Kencana.

Gutara, Mohamad Yudha, Itsar Bolo Rangka & Wahyu Eka Prasetyaningtyas.
(2017). Layanan Penguasaan Konten untuk Meningkatkan Keterampilan
Berbicara di Depan Umum Bagi Siswa‟ dalam Jurnal Fokus Konseling, 3
(2), h. 138-147.

Hamruni. (2008). Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta:


UIN Sunan Kalijaga.

Handayani, F. (2005). Mainan dan Permainan Berdasarkan Perkembangan Usia.


Online (http://www.tabloid.nikita.com. Diakses tanggal 8 oktober 2019, jam
10.53 WIB)

Handican, R. (2018). Pengembangan Media Pembelajaran Edutainment


“Corner” Berbasis Smartphone Dengan Pendekatan Saintifik
Berorientasi Pada Pemahaman Konsep Dan Minat Belajar Matematika
Siswa di Kelas VII SMP. Thesis.Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.

Hurlock, E. B. (1978). Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Lutfi, A., Suyono, S., Erman, E., & Hidayah, R. (2019). Edutainment with
computer game as a chemistry learning media. JPPS (Jurnal Penelitian
Pendidikan Sains), 8(2), 1684-1689.
67

Lusiana, E. Andriany, V. Romadon, N. F. (2014). Meningkatkan Kreativitas


Anak Dengan Bermain LegoTK Nurul Hikmah. Jurnal PGPAUD. 4 (7): 1.

Mukhtar Latif, et. al. (2013) Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

McGregor, D. (2007). Developing Thinking and Developing Learning. Poland :


Open University Press.

Meier, Dave. (2009). The Accelerated Learning Handbook: Panduan Kreatif dan
Efektif Merancang Progam Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Kaifa.

Mulyati. (2019). “Upaya Meningkatkan Kreativitas Belajar Siswa Melalui Metode


Students Team Achievement Division (STAD)” dalam Jurnal Agama Buddha
dan Ilmu Pengetahuan, 6(1) 69-77.

Munandar Utami. (2009) Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:


Rineka Cipta.

Moh Soleh Hamid. (2011). Metode Edutainment Jakarta: DIVA Press.

Ningsih, Y.L. (2016). Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Mahasiswa


melalui Penerapan Lembar Aktivitas Mahasiswa (LAM) Berbasis Teori
APOS Pada Materi Turunan. Edumatika, 6(1) : 1-8.

Noviannisyah, Yeza. (2018). “Pengaruh Layanan Penguasaan konten Teknik Role


Playing Terhadap Etika Komunikasi Siswa Kelas X-2 SMA Negeri 1 Rantau
Selatan T.A.2018/2019. SKRIPSI.

Nura’inun Thoyibah, dkk. (2015). Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak Usia
Dini Melalui Metode Edutainment. Bandung: Antologi UPI Volume Edisi
No. Juni.

OECD. (2019). PISA 2021 creative thinking framework: Third draft. Paris: OECD
Publishing.

Pangastuti, Ratna. (2014). Edutainment PAUD. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Prayitno. (2017). Konseling Profesional yang berhasil: Layanan dan Kegiatan


Pendukung. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Pratiwi, Y. D., Maryaeni, M., & Munandar. (2005). Kreativitas siswa dalam
menulis puisi. Jurnal Pendidikan: Teori, penelitian, dan
pengembangan, 1(5), 835-843.

Pratama, L. D., Lestari, W., & Astutik, I. (2020). Efektifitas Penggunaan Media
Edutainment Di Tengah Pandemi Covid-19. AKSIOMA: Jurnal Program
Studi Pendidikan Matematika, 9(2), 413-423.
68

Prayitno. (2004). Layanan Penguasaan Konten. Padang : Universitas Negeri


Padang Press.

Prensky, M. (2005). J Computer Games And Learning: Digital Game-Based


Learning.

Rani Yulianti, (2006) Permainan Yang Meningkatkan Kecerdasan Anak, (Jakarta:


Lascar Ankasa).

Rahmat, P. S. (2021). Psikologi pendidikan. Bumi Aksara.

Rosyid, A. (2018). Pengembangan Media Pembelajaran Matematika Berupa


Mobile Game Ninja Aljabar Berbasis Edutainment Kelas VIII
SMP (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

Rina Yuli Andrianti. (2016) Pengaruh Pendekatan SAVI (Somatic,


Auditory,Visual, Intellectual) Dalam Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematis Dan Motivasi Belajar Peserta didik Sekolah Dasar
Pada Materi Pengolahan Data, Jurnal Pena Ilmiah 1, no. 1 : 469-85.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. CV.


Alfabeta.

Sugihartono, dkk. (2007) Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY press.

Setyaningrum, Endah. (2015). Pengaruh Layanan Penguasaan Konten terhadap


Kreativitas Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Karangrayung
Purwodadi Tahun Ajaran 2015/2016.

Setyaningrum, W., Pratama, L. D., & Ali, M. B. (2018). Game-Based Learning in


Problem Solving Method: The Effects on Students’ Achievement.
International Journal on Emerging Mathematics Education, 2(2), 157.
https://doi.org/10.12928/ijeme.v2i 2.10564.

Selwanus, R. A. (2010). Pembelajaran IPS dengan Metode Problem Solving


Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa di SD Negeri
Naikoten Satu Kota Kupang. Tesis Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana
Universitas Negeri Surabaya.

Singhal, A., & Rogers, E. M. (2013). The Entertainment-Education Strategy in


Communication Campaigns. In Public Communication Campaigns (pp.
343–356). https://doi.org/10.4135/978145223 3260.n28.

Slameto. (2013). Belajar dan Factor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.

Sudarti, Dwi Okti. (2020). "Mengembangkan Kreativitas Aptitude Anak dengan


69

Strategi Habituasi dalam Keluarga." Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Huma


iora 5.3: 117-127.

Sukardi. (2012). Evaluasi Pendidikan Prinsip dan operasionalnya. Yogyakarta:


Bumi Aksara.

Sadirman A. M. (2012). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta:


Rajawali Pers.

Septia Wijayanti. (2017). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mengacu


Model Creative Problem Solving Berbasis Somatic, Auditory, Visualization,
Intellectually, Jurnal Al-Jabar 8, no. 2: 101-10.

Sarnoko, Ruminiati, and Punadji Setyosari. (2016). Penerapan Pendekatan SAVI


Berbantuan Video Pembelajaran Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil
Belajar IPS Peserta didik Kelas IV SDN 1 Sanan Girimarto Wonogiri,
Jurnal Pendidikan 1, no. 7: 1235-41.

Sukitman, T. (2016). Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran (Upaya


menciptakan sumber daya manusia yang berkarakter). Jurnal Pendidikan
Sekolah Dasar Ahmad Dahlan, 2(2), 85-96.

The Liang Gie, (2003). Tehnik Berpikir Kreatif (Petunjuk Bagi Mahasiswa Untuk
Menjadi Sarjana Unggulan). Yogyakarta: Sabda Persada.

Ulandari, N., Putri, R., Ningsih, F., & Putra, A. (2019). Efektivitas model
pembelajaran inquiry terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada
materi teorema pythagoras. Jurnal Cendekia: Jurnal Pendidikan
Matematika, 3(2), 227-237.

Wiranda Sari, Marwan AR, and Melvina. (2017). Pengaruh Pendekatan SAVI
(Somatic, Auditory, Visual, and Intellectuall) Dengan Menggunakan Media
Education Card Terhadap Pemahaman Konsep, Jurnal Ilmiah Mahapeserta
didik (JIM) Pendidikan Fisika 1, no. 4: 108-13.

Wendraningrum. (2014). Penerapan Pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual


Dan Intelektual) Pada Materi Keanekaragaman Hayati Di SMA, Unnes
Journal of Biology Education 3, no. 1: 44-52.
70

LAMPIRAN

Lampiran I. Instrumen Berpikir Kreatif (sebelum Validitas)

Instrumen Uji Coba Berpikir Kreatif

Identitas Responden

Nama :

Kelas :

Umur :

Jenis Kelamin :

Petunjuk Pengisian

1. Pilihlah salah satu alternatif jawaban pada setiap pernyataan dibawah ini.

2. Berilah tanda () terhadap pernyataan ini dengan “Jujur” sesuai dengan

yang dirasakan.

3. Tidak ada jawaban yang benar/salah dalam kuesioner ini.

Keterangan

SS : Sangat Setuju
S : Setuju
KS : Kurang Setuju
TS : Tidak Setuju
71

Selamat Mengerjakan!

No. Pernyataan SS S TS STS


1 Saya dapat menggabungkan gagasan-gagasan
dari teman-teman saya.
2 Bila saya diberikan tugas dari materi yang
dijelaskan saya dapat langsung
membayangkan langkah penyelesaian.
3 Jika guru menjelaskan sebuah materi saya
dapat merespon dengan baik.
4 Jika ada suatu masalah dalam pembelajaran
saya tidak bertanya.
5 Saya akan menyelesaiakan tugas yang mudah
terlebih dahulu.
6 Saya dapat membuat kesimpulan diakhir
materi pembelajaran.
7 Saya tidak bisa melakukan percobaan baru
dalam belajar.
8 Saya hanya mampu berdiam ketika teman-
teman berdiskusi.
9 Saya dapat mempertimbangkan informasi dari
teman dalam kelompok.
10 Saya menemukan metode penyelesaian tugas
dengan cara singkat.
11 Jika diberikan banyak tugas saya tidak dapat
mengerjakannya.
12 Saya suka menyelesaikan tugas individual
dengan bantuan orang lain.
13 Dalam belajar saya sering melakukan
percobaan baru dari percobaan yang telah ada
berdasarkan imajinasi saya.
14 Saya berani mengungkapkan masalah yang
tidak dikembangkan oleh orang lain.
72

15 Saya tidak dapat mengulang kembali materi


yang sudah dijelaskan oleh guru.
16 Ketika mengerjakan soal saya hanya menyalin
pekerjaan teman tanpa menanyakan
bagaimana cara penyelesaiannya.
17 Ketika guru menjelaskan sebuah materi
pelajaran saya dapat merespon dengan cepat.
18 Ketika diberikan tugas yang sulit saya
memikirkan alternatif penyelesaian
masalahnya.
19 Saya tidak menyukai teman yang tidak
sependapat dengan saya.
20 Saya tidak dapat menemukan alternatif
masalah untuk menyelesaikan tugas yang
sulit.
21 Saya selalu mempunyai pandangan berbeda
dengan mayoritas kelompok.
22 Saya berdiskusi dengan teman sekelas apabila
ada materi yang kurang dipahami.
23 Jika ada informasi dari orang lain saya tidak
dapat langsung terima.
24 Saya mampu membuat penjelasan materi
yang berbeda dengan teman saya.
25 Saya mampu mengerjakan soal jika saya
belum dapat menemukan jawaban yang benar.
26 Saya mampu mencari alternative jawaban
singkat dari tugas yang diberikan guru.
27 Saya akan membuat percobaan baru jika
langkah penyelesaian saya selalu salah.
28 Saya memikirkan sebuah ide yang tidak
pernah terpikirkan oleh orang lain.
29 Saya akan mencontek teman jika ragu atas
73

jawabn yang saya kerjakan.


30 Saya tidak pernah memikirkan sebuah ide
yang cemerlang.
31 Saya tidak percaya diri dalam
mengungkapkan ide baru.
32 Saya menganalisis masalah secara detail
33 Saya selalu menemukan berbagai cara belajar
yang efektif sesuai dengan kebutuhan saya.
34 Saya membuat kalender tugas agar
memudahkan saya dalam mengingat tugas
dari guru.
35 Saya banyak membutuhkan buku bacaan
ketika belajar.
36 Ketika menjawab soal saya mampu membuat
banyak cara penyelesaian tetapi dengan
jawaban yang sama.
37 Saya tidak dapat mengerjakan tugas tanpa
bantuan teman.
38 Saya mudah menyerah ketika tugas yang saya
kerjakan disalahkan oleh guru.
39 Saya merasa putus asa ketika tidak dapat
mengerjakan tugas pelajaran.
40 Saya tidak dapat belajar individual.
74

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN (RPL)


BIMBINGAN DAN KONSELING
TAHUN 2022

PERTEMUAN I

A IDENTITAS
1. Sekolah/Instansi SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan
2. Bidang Bimbingan Belajar
3. Jenis Layanan Layanan Penguasaan Konten
4. Topik/Pokok Bahasan Kemampuan Berpikir Kreatif
5. Fungsi Layanan Pemahaman dan Pengembangan
6. Sasaran Layanan Siswa SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan
7. Waktu Pelaksanaan 1 x 40 Menit
8. Penyelenggaraan Layanan Menampilkan Vidio
9. Tempat Ruang Kelas
10. Tugas Perkembangan Memiliki kemampuan dalam
mengembangkan berpikir kreatif
11. Standar Kompetensi Siswa dapat mengembangkan berpikir
kreatif
12. Indikator 1) Mengatur Berpikir Kreatif
2) Bermain lego
13. Nilai Karakter Yang Kreatif dan Imajinatif
Dikembangkan
B TUJUAN LAYANAN Peserta didik dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif
C MATERI KEGIATAN
D URAIAN KEGIATAN
Tahap Uraian Kegiatan
I. Perencanaan 1) menetapkan subjek atau peserta Persiapan
75

layanan.
2) menetapkan dan menyiapkan isi
konten yang akan dipelajari
secara rinci
3) menetapkan proses dan langkah-
langkah layanan.
4) menetapkan dan menyiapkan
fasilitas layanan.
5) menyiapkan kelengkapan
administrasi
II. Pelaksanaan 1) melaksanakan kegiatan layanan Saling menghargai
melalui pengorganisasian proses
penguasaan konten.
2) mengimplementasikan high-
touch dan high-tech dalam
proses pelaksanaan layanan
III. Evaluasi 1) menetapkan materi evaluasi. Tanggung Jawab
2) menetapkan prosedur evaluasi.
3) menyusun instrumen evaluasi.
4) mengolah hasil aplikasi
instrumen.
E. METODE/TEKNIK Layanan penguasaan konten teknik game
edutainment dalam bentuk lego
F. MEDIA/ALAT/SUMBER Leptop, Infokus, kertas dan pulpen/Jurnal
G. EVALUASI Penilaian
1) Penilaian Proses
Konselor melihat keaktifan peserta
layanan dalam bertanya dan memberikan
pendapat pada saat konselor memberikan
layanan
2) Penilaian hasil
Penilaian segera (laiseg)
76

H. TINDAK LANJUT
I. BIAYA -
Lampiran
1. Materi
2. Laiseg

Diketahui,
Guru BK Pelaksana Layanan

Drs. Asbon Sinaga, S.Pd., Kons Desi Santika


NIP.196704202005021002 NIM: 1183351013
77

Lampiran 3. Rencana pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN (RPL)


BIMBINGAN DAN KONSELING
TAHUN 2022

PERTEMUAN II

A IDENTITAS
1. Sekolah/Instansi SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan
2. Bidang Bimbingan Belajar
3. Jenis Layanan Layanan Penguasaan Konten
4. Topik/Pokok Bahasan Game edutainment dalam bentuk lego
5. Fungsi Layanan Pemahaman dan Pengembangan
6. Sasaran Layanan Siswa SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan
7. Waktu Pelaksanaan 1 x 40 Menit
8. Penyelenggaraan Layanan Menampilkan Vidio
9. Tempat Ruang Kelas
10. Tugas Perkembangan Mampu mengembangkan kreativitas
yang ada dalam diri
11. Standar Kompetensi Siswa dapat berkreasi dalam
permainan lego
12. Indikator 1) Mengatur imajinatif
2) Tetap
13. Nilai Karakter Yang Inovatif dan kreatif
Dikembangkan
B TUJUAN LAYANAN Peserta didik dapat meningkatkan
berpikir kreatif
C MATERI KEGIATAN
D URAIAN KEGIATAN
Tahap Uraian Kegiatan
I. Perencanaan 6) menetapkan subjek atau peserta Persiapan
78

layanan.
7) menetapkan dan menyiapkan isi
konten yang akan dipelajari
secara rinci
8) menetapkan proses dan langkah-
langkah layanan.
9) menetapkan dan menyiapkan
fasilitas layanan.
10) menyiapkan kelengkapan
administrasi
II. Pelaksanaan 3) melaksanakan kegiatan layanan Saling menghargai
melalui pengorganisasian proses
penguasaan konten.
4) mengimplementasikan high-
touch dan high-tech dalam
proses pelaksanaan layanan
III. Evaluasi 5) menetapkan materi evaluasi. Tanggung Jawab
6) menetapkan prosedur evaluasi.
7) menyusun instrumen evaluasi.
8) mengolah hasil aplikasi
instrumen.
E. METODE/TEKNIK Layanan penguasaan konten teknik game
edutainment dalam bentuk lego
F. MEDIA/ALAT/SUMBER Leptop, Infokus, kertas dan pulpen/Jurnal
G. EVALUASI Penilaian
3) Penilaian Proses
Konselor melihat keaktifan peserta
layanan dalam bertanya dan memberikan
pendapat pada saat konselor memberikan
layanan
4) Penilaian hasil
Penilaian segera (laiseg)
79

H. TINDAK LANJUT
I. BIAYA -
Lampiran
1. Materi
2. Laiseg

Diketahui,

Guru BK Pelaksana Layanan

Drs. Asbon Sinaga, S.Pd., Kons Desi Santika

NIP.196704202005021002 NIM: 1183351013

Anda mungkin juga menyukai