Anda di halaman 1dari 4

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KRAYAN KALIMANTAN UTARA DALAM

MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN

Abstrak

Masyarakat hukum adat Lundayeh dan hampir semua sub suku dayak diwilayah perbatasan dengan
Malaysia mungkin tidak jauh berbeda, karena mereka menempati wilayah yang terisolasi dan umumnya
ditengah hutan. Pembangunan telah membuka akses hubungan dengan dunia luar dan ketergantungan
dengan pasar, bagi generasi baru diperhadapkan dengan keadaan pandemi dengan aturan yang harus
dipatuhi membuat masyarakat kelabakan. Isu hukum yang menjadi fokus penelitian ini adalah: 1.
Perkembangan budaya pangan masyarakat hukum adat Lundayeh dalam era globalisasi. 2. Kearifan lokal
dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan 3. Hubungan masyarakat hukum adat Lundayeh dengan tanah
medukung kedaulatan pangan. Menggunakan pedekatan yuridis normatif dan pendekatan hukum adat
untuk menjawab isu hukum yang menjadi tujuan penelitian ini. Kedaulatan pangan menunjukan
kemampuan bertahan hidup yang alami melibatkan seluruh masyarakat dalam menegakannya. Pada
masyarakat yang terisolasi telah membina kehidupan yang mandiri artinya memenuhi kebutuhan hidup
sendiri. Namun perkembangan oleh kemajuan ilmu dan teknologi masyarakat dimudahkan dalam hidup
oleh perputaran bahan kebutuhan hidup secara ekonomis, sehingga menggantungkan pada pihak lain di
luar masyarakat hukum adat yang berujung diera Covic 19 ini menghempas kehidupan masyarakat
hukum adat, menyadarkan agar kembali mempertahankan kedaulatan pangan berdasarkan kearifan
lokal berdampingan dengan ekonomi pasar.

A. Pendahuluan
Covid 19 membawa masyarakat dalam suatu tatanan hidup yang tidak normal, sehingga wajib
mematuhi himbauan pemerintah tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama pandemi
Corona. Hal ini membawa dampak khususnya dalam hal pangan kebutuhan primer umat manusia untuk
kelangsungan hidup. Masyarakat hukum adat Lundayeh yang mendiami wilayah perbatasan Indonesia
dan Malaysia di Kecamatan-kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara, tidak
terkecuali diperhadapkan dengan masalah tersebut. Selama ini selalu dikatakan ketergantungan
masyarakat Krayan terhadap Malaysia memang tidak dapat disangkal, terbukti pada masa pandemi
Corona yang menghentikan semua moda transportasi, mengakibatkan teriakan masyarakat Krayan akan
kebutuhan hidup yang selama ini dimudahkan oleh perdagangan, khususnya dari Malaysia, terhenti.
Apakah masyarakat Krayan kolaps karenanya? Masih untung karena di perbatasan, hubungan ke daerah
pedalaman Kalimantan Utara nyaris lumpuh total, bila tidak dibantu oleh Penerbangan dari Angkatan,
disamping melakukan 275 tugas utama patroli dan melayani penjaga perbatasan diijinkan melayani
kebutuhan transportasi barang bagi masyarakat perbatasan.
Kecamatan Krayan dimana masyarakat hukum adat Lundayeh bermukim, kini dimekarkan dua kali
menjadi 5 (lima) kecamatan yaitu: Krayan, Krayan Timur, Krayan Barat, Krayan Selatan, dan Krayan
Tengah, merupakan wilayah terisolir. Hubungan dengan kota-kota di Indonesia hanya dengan jalur
udara, atau jalan kaki melalui jalan setapak berhari-hari kini tidak lagi digunakan, dan dengan Malaysia
ke Serawak dan Sabah dengan jalan darat. Walaupun merupakan wilayah pedalaman sudah terjangkau
dalam perdagangan antar negara. Masyarakat hukum adat Lundayeh pada umumnya bertani. Pertanian
padi merupakan hasil utama yang ditanam di ladang dan sawah. Namun kini padi ladang sudah sulit
didapat karena tidak banyak lagi yang mengusahakannya. Termasuk rumpun dayak yang dikenal hidup
dari berladang, pada masyarakat Lundayeh sudah lama mengenal sawah dan karena perkembangan,
ladang sudah mulai ditinggalkan. Wilayah cukup terisolasi namun sudah sangat tergantung pada
makanan siap saji, sehingga generasi kini makanannya sudah berbeda dengan sebelumnya.

B. Tinjauan Pustaka
Masyarakat hukum adat (adatrechtsgemeenschap) adalah sekelompok orang yang terikat oleh
tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat
tinggal ataupun atas dasar keturunan. (Pasal 1:8 Perda Kab. Nunukan No 04 Tahun 2004 tentang Hak
Ulayat Masyarakat hukum adat Lundayeh Kabupaten Nunukan). Masyarakat hukum adat Lundayeh
adalah kesatuan masyarakat yang bersifat genealogis-teritorial yang mendiami wilayah Kecamatan
Krayan.(9). Hak ulayat dan yang serupa itu dari mesyarakat hukum adat (untuk selanjutnya disebut hak
ulayat), adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu
atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari
sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan
kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahirian dan batiniah turun menurun dan tidak
terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. (Pasal 1:1 Permen
Agraria no 5 tahun 1999).
Kearifan lokal menurut Edi Widodo dan Hastuti (2015) adalah kebijaksanaan manusia yang
bersandar 278 pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional
berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Kearifan
lokal oleh UU RI No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diartikan
sebagai nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat yang antara lain dipakai untuk
melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
18 Tahun 2012 Tentang Pangan dalam Pasal 1: 2 dan 4 279 menyebutkan: Kedaulatan Pangan adalah
hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas
Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang
sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi
negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan.

C. Hasil dan Pembahasan

1. Perkembangan budaya pangan masyarakat hukum adat Lundayeh dalam era globalisasi

Kehidupan bertani merupakan turunan, untuk dapat bertahan hidup di daerah terisolir.
Sehingga pola pertanian adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Disamping itu memelihara
ternak selain untuk mendukung pertanian juga komoditi awal yang memasuki pasar di luar daerah.
Mengumpul hasil hutan untuk keperluan hidup dan sebagai komoditi untuk dibarter dengan kebutuhan
sandang dan lainnya ke kota. Kini masyarakat sangat tergantung pada pasar karena transportasi
mendukung. Hasil pertanian mendapat pasar yang baik. Promosi ‘beras adan’ oleh pihak Malaysia dan
Brunei mendongkrak permintaan pasar sehingga tidak dapat dipenuhi oleh daerah Ba Kelalan dan Ba’
Rio Malaysia, yang mematenkan beras organik tersebut, mau tidak mau membeli ke Krayan yang
menghasilkan jauh lebih banyak. Kemudian ‘beras adan Krayan’ dipatenkan juga dengan paten wilayah
penghasil atau Sertifikat Identifikasi Geografi, (Martin 2018), namun belum memberikan nilai lebih bagi
masyarakat karena bersaing dengan paten beras adannya sendiri.

Munculnya pandemi corono disikapi masyarakat hukum adat Lundayeh secara serius.
Pemerintah belum bertindak, masyarakat adat sudah mengambil keputusan Lock Down. Hal itu
dikarenakan memory collective masyarakat terhadap wabah butui (smallpox) atau cacar yang pernah
terjadi dahulu. Karena yang selamat hanyalah mereka yang lari kehutan (meninggalkan kampung
mengisolasi diri di pondok sawah atau ladang) sampai wabahnya lewat. Penerbangan diminta oleh
kepala-kepala adat untuk tidak lagi beroperasi dan mengangkut penumpang. Anak-anak atau mahasiswa
yang terlanjur pulang dari zona merah diisolasi di pondok, sampai ada beberapa mahasiswi yang
menagis meraung-raung diisolasi dipondok. Keputusan pemerintah daerah kecamatan untuk tidak lagi
menerima kedatangan penumpang selain barang, menjadikan Krayan terisolasi. Sedangkan perbatasan
sudah lebih dahulu ditutup oleh pihak Malaysia.

2. Kearifan lokal dalam memenuhi kebutuhan hidup

Pertanian padi merupakan warisan nenek moyang yang dapat ditanam di sawah dan ladang,
pilihan sangat tergantung pada wilayah dimana mereka tinggal. Hal ini yang kemudian memberikan
nama sub suku Lundayeh terbagi sesuai dengan keadaan wilayah dan pilihan pertanian tersebut yaitu
Lun Funeng Krayan, Lun Nan Ba’, dan Lun Tana’ Luun, sedangakan Yansen TP dan Ricky Yakub Ganang,
(2018:78) menamakan tiga kelompok atau sub suku yaitu Lengilo’, Lun Ba’a, dan Tana Lun. Lengilo’ atau
Lun Funeng Krayan menempati wilayah sepanjang sungai Krayan ke hulu, Lun Ba’a menempati wilayah
berawa sehingga dapat membuat sawah, dan Lun Tana’ Luun menempati pinggir sungai yang diapit
pegunungan sehingga hanya dapat membuat ladang. Sawah di Krayan tidak luas seperti di Jawa, namun
masih menempati dataran pinggir sungai dan tidak naik ke gunung seperti di Bali. Lembah seluas, 1 - 5
Km lebar dari kaki gunung ke kaki gunung yang lain merupakan areal persawahan dan perkampungan.
Dipinggir hutan selalu ditanam bambu Betung untuk pagar sawah. Dahulu bila mulai menanam padi
maka sawah harus dipagar, karena banyak berkeliaran ternak kerbau.

Kerbau merupakan ternak peliharaan yang multi guna. Bagi masyarakat Lundayeh, kerbau
memegang peran penting dalam pertanian, membersihkan rumput, kotorannya menjadi pupuk. Juga
sebagai komoditi yang nilainya sebagai ukuran dalam hal perkawinan menjadi jujuran atau mas kawin,
lembaga adat bahkan pemerintah desa atau kecamatan turut campur menentukan batas jujuran
tertinggi misal 3 ekor kerbau. Menentukan denda atau hukuman bagi pelanggar adat yang berat
ukurannya 286 kerbau dengan jumlah, jenis dan keadaannya.

Mengerjakan sawah merupakan tanggung jawab masing-masing keluarga. Mengerjakan sawah


atau ladang bersama dikenal sebagai budaya petani, Samuel Tuwi dan Labo Otnel Surang sebagai
anggota lembaga Adat Dayak Lundayeh Tarakan, menjelaskan seperti feruyud, feruyung, ngerufen,
musang dan sebagainya merupakan cara masyarakat mengerjakan sawah atau ladang. Pengertian
menurut Kamus Lundayeh-Inggris,oleh Ricky Ganang, Feruyud (91) working turn-by-turn on a farm,
bekerja di sawah atau ladang secara bersama dan bergilir sampai selesai giliran pesertanya.

Ladang merupakan tanah pertanian di pegunungan, lereng gunung merupakan tempat yang
tepat tidak dekat sungai dan tidak diatas puncak. Mereka yang hidup dari berladang dinamakan sub
suku Lun Tana’ Luun, dan kini daerahnya sudah ditunjuk sebagai hutan lindung dan oleh TNKM bahkan
menjadi Zona Inti Taman nasional tersebut.(Marthin, 2018 Oktober). Menunjukan perladangan
berpindah dari nenek moyangnya tidak merusak hutan, Kristian Radang (2018 September) bahkan
mengatakan bahwa peladangan berpindah berdampak positif terhadap fisik tanah, tingkat produksi
pertanian, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat jika di dalam prakteknya menerapkan nilai-
nilai kearifan lokal. Pilihan tempat sangat penting, demikian selanjutnya untuk periode berikutnya.
menunjukan keadaan pangan yang stabil bahkan dapat bertahan membuktikan kearifan lokal
masyarakat hukum adat sangat mendukung 291 tercapainya ketahanan pangan dan kedaulatan pangan.

3. Hubungan masyarakat hukum adat Lundayeh dengan tanah medukung kedaulatan pangan

Wilayah Krayan merupakan pegunungan dan lembahnya dialiri sungai-sungai dan yang terbesar
adalah sungai Krayan. Sebuah kecamatan yaitu Kecamatan Krayan dikenal karena menjadi salah satu
basis pertahanan pada masa konfrontasi dengan Malaysia masa Dwikora, berbatas di Selatan dengan
Kabupaten Malinau, Barat dengan Serawak dan Utara dengan Sabah Malaysia, Timur dengan Kecamatan
Lumbis Kabupaten Nunukan. Tahun 2004 memperoleh pengakuan dari Pemerintah dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Nunukan No. 04 Tahun 2004 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Lundayeh
Kabupaten Nunukan. Pasal 3 merinci (1) Masyarakat hukum adat Lundayeh di Kecamatan Krayan dibagi
atas : a. Masyarakat Hukum Adat Krayan Hulu; b. Masyarakat Hukum Adat Krayan Tengah; c. Masyarakat
Hukum Adat Krayan Darat; d. Masyarakat Hukum Adat Krayan Hilir. Pemerakaran kecamatan mengikuti
wilayah adat namun ada perubahan pembagian dan 292 penamaan. Krayan Hulu menjadi Kecamatan
Krayan Selatan, Krayan Tengah tetap dinamakan kecamatan Krayan Tengah, Krayan Darat dibagi
menjadi dua kecamatan yaitu Krayan dan Krayan Barat, dan Krayan Hilir menjadi Kecamatan Krayan
Timur.

D. Penutup

Simpulan:
1. Masyarakat hukum adat Lundayeh hidup terisolir, mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidup
keluarga, dengan pembangunan berkembang 294 memasuki pasar melakukan hubungan dengan
pihak luar yang akhirnya menjadi tergantung pada pasar.
2. Kearifan lokal masyarakat hukum adat Lundayeh menunjukan kedaulatan pangan dan ketahan
pangan dalam menghadapi situasi sesulit apapun yang dibuktikan pada era Covid-19.
3. Pengakuan masyarakat hukum adat dan hak ulayatnya oleh Pemerintah dengan Perda mendukung
kedaulatan pangan dan ketahan pangan, sehingga tidak menjadi beban bagi negara dimasa covid-19.

Saran :
Mengakui masyarakat hukum adat menempatkan masyarakat hukum adat sebagai subjek yang
bertanggungjawab dan mandiri sehingga tidak menjadi beban negara.

Anda mungkin juga menyukai