Anda di halaman 1dari 2

BAB IV

PEMBAHASAN

Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya


kerusakan jaringan. Fisiologi nyeri sendiri yaitu saat trauma terjadi jaringan
kulit nosiseptor perifer aktif dimana nosiseptor adalah respon sistem saraf
terhadap bahaya. Sehingga terhubung langsung dengan saraf perifer. Saraf
perifer terhubung dengan ganglion akar dorsal (bagian dari neuorosensori)
yang meneruskan implus atau rangsangan menuju saraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang) sehingga menghasilkan persepsi nyeri. Ganglion
akar dorsal sendiri dibantu dengan adanya traktus spinotalanikus yang
membawa sensasi taktil dan tekan reseptor perifer yang berada di kulit. Pada
kasus dengan Tn.R sendiri keluhan utama yang muncul yaitu dengan keluhan
nyeri sehingga prioritas diagnosa yang diangkat yaitu nyeri kronis
berhubungan dengan agen pencedera fisik.

TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang


dapat ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan
organisme. Salah satu faktor resiko seseorang dapat terkena TB adalah
mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif. Pada
kasus ini Tn.R memiliki riwayat keluarga yaitu bapak beliau juga memiliki
penyakit yang sama seperti yang beliau alami sekarang. Gejala yang dirasakan
Tn.R yaitu batuk terus-menerus terutama pada malam hari lebih dari 2 minggu
bahkan riwayat 2 tahun lalu terkena penyakit yang sama, menurut (Depkes,
2007) Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini
masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut
diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

Salah satu diagnosa yang utama dan ditegakan sebagai prioritas yaitu
nyeri kronis berhubungan dengan agen pencedera. Menurut Doengoes
outcome yang tepat untuk diagnosa nyeri kronis adalah dengan menggunakan
tingkat nyeri atau kontrol nyeri dengan intervensi menggunakan manajemen
nyeri. Sama seperti di kasus Tn.R ditegakan diagnosa nyeri kronis
dikarenakan sudah lebih dari 6 bulan, dengan outcome sendiri menggunakan
kontrol nyeri dan intervensi menggunakan manajemen nyeri. Diharapkan
setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu dan kondisi klien
maka diharapkan klien dapat menunjukan wajah rileks, dan klien mengatakan
skala nyeri berkurang .
Pada kasus Tn.R sendiri setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam. Nyeri dari skala 6 berubah menjadi skala 5, ukuran abses
yang terdapat pada dada klien semula berukuran ±30 cm menjad berkurang
menjadi ±25cm. Klien masih merasakan nyeri, sesak nafas sedikit berkurang,
dan nyeri saat pergantian balutan luka.

Anda mungkin juga menyukai